BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Heat Treatment
Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Heat Treatment
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Heat Treatment
Proses perlakuan panas (Heat Treatment) adalah proses mengubah sifat logam
dengan mengubah struktur mikronya melalui pemanasan dan pengaturan kecepatan
pendinginan dengan atau tanpa merubah komposisi kimia logam penyusunnya. Tujuan
proses perlakuan panas untuk menghasilkan sifat-sifat logam yang diinginkan.
Perubahan sifat logam akibat proses perlakuan panas dapat mencakup keseluruhan
maupun sebagian dari logam. Adanya sifat alotropik dari besi menyebabkan timbulnya
variasi struktur mikro dari berbagai jenis logam. Alotropik merupakan transformasi dari
satu bentuk susunan atom ke bentuk susunan atom yang lain [21].
Berikut merupakan proses heat treatment yang biasa dilakukan :
2.1.1 Tempering
Tempering didefinisikan sebagai proses pemanasan logam setelah dikeraskan
pada temperatur tempering (di bawah suhu kritis), yang kemudian dilanjutkan dengan
proses pendinginan. Logam yang telah dikeraskan bersifat rapuh dan tidak cocok untuk
digunakan, melalui perlakuan ini kekerasan dan kerapuhan dapat diturunkan sampai
memenuhi persyaratan penggunaan. Kekerasan turun, kekuatan tarik akan turun pula
sedangkan keuletan dan ketangguhan logam akan meningkat .
1. Normalizing
Normalizing adalah jenis perlakuan panas yang umum diterapkan pada hampir
semua produk cor, over-heated forgings dan produk-produk tempa yang besar.
Proses perlakuan panas pada logam ini terjadi di sekitar 40°C diatas batas kritis
6
logam, kemudian ditahan pada temperatur tersebut untuk masa waktu yang cukup
dan dilanjutkan dengan pendinginnan pada udara terbuka, yang ditujukan untuk
memperhalus butir, memperbaiki mampu mesin, menghilangkan tegangan sisa dan
juga memperbaiki sifat mekanik baja karbon struktural dan baja paduan rendah [22].
Untuk lebih jelas membahas proses normalizing, berikut ini merupakan diagram
temperatur yang diperuntukan pada proses normalizing tersebut.
Gambar.2.1 Diagram untuk temperatur Normalizing
(Sumber : Anrinal, 2011) 2. Quenching
Proses quenching melibatkan beberapa faktor yang saling berhubungan.
Pertama yaitu jenis media pendingin dan kondisi proses yang digunakan, yang
kedua adalah komposisi kimia dan hardenbility dari logam tersebut. Hardenbility
merupakan fungsi dari komposisi kimia dan ukuran butir pada temperatur tertentu.
7
Selain itu, dimensi dari logam juga berpengaruh terhadap hasil proses quenching
[23].
1) Pendinginan tidak menerus
Jika suatu logam didinginkan dari suhu yang lebih tinggi dan kemudian ditahan
pada suhu yang lebih rendah selama waktu tertentu, maka akan menghasilkan
struktur mikro yang berbeda. Ukuran butir sangat dipengaruhi oleh tingginya
suhu pemanasan, lamanya pemanasan dan semakin lama pemanasannya akan
timbul butiran yang lebih besar. Semakin cepat pendinginan akan menghasilkan
ukuran butir yang lebih kecil.
2) Pendinginan Terus menerus
Dalam prakteknya proses pendinginan pada pembuatan material logam
dilakukan secara terus menerus mulai dari suhu yang lebih tinggi sampai
dengan suhu rendah. Pengaruh kecepatan pendinginan terus menerus terhadap
struktur mikro yang ini menghasilkan dekomposisi fasa austenite menjadi
martensit.
Pada penelitian ini penggunaan proses quenching merupakan pilihan yang tepat
dimana setelah material diberikan proses perlakuan panas dengan cepat didinginkan
dengan media air sehingga struktur kristal yang terdapat pada material tidak sempat
berubah ke fase lain.
2.2 Precipitation Hardening (Pengerasan Presipitasi)
Penguatan dan pengerasan logam paduan bisa ditingkatkan dengan
pembentukan penyebaran partikel-partikel dari fasa kedua kedalam matrik fasa yang
asli atau pertama. Prosesnya disebut precipitation hardening karena partikel-partikel
8
kecil dari fasa yang baru membentuk precipitasi atau endapan. Terkadang disebut pula
dengan sebutan pengerasan penuaan, karena proses penguatan terjadi karena proses
waktu (Daryus, 2009).
Proses precipitation hardening terjadi atas dua tahap yaitu:
1) Solution Heat Treating
Solution heat treatment yaitu penasan logam aluminium dalam dapur pemanas
dengan temperatur 550°C-560°C dan dilakukan penahanan atau holding sesuai dengan
jenis dan ukuran benda kerja (Schonmetz, 1990). pada tahap solution heat treatment terjadi
pelarutan fasa-fasa yang ada, menjadi larutan padat. Tujuan dari solution heat
treatment itu sendiri yaitu untuk mendapatkan larutan padat yang mendekati
homogenya. Pada Tօ struktur logam adalah α, dengan komposisi Cօ. Kemudian
dilakukan pendinginan cepat hingga temperatur T1 yaitu temperature ruang sehingga
phase β tidak bisa terbentuk. Karena itu kondisi logam adalah tidak setimbang atau non
equilibrium dimana hanya ada phase α jenuh dengan atom β didalamnya. Sifat bahan
adalah lunak dan lemah. Proses solution heat treatment dapat dijelaskan dalam gambar
2.2, pada temperatur T1 tersebut pemanasan ditahan beberapa saat agar didapat larutan
padat yang mendekati homogen [25].
9
Gambar.2.2 Diagram fase pemanasan logam paduan
(Sumber : D. Callister, 2000)
2) Precipitation Heat Treating
Setelah solution heat treatment dan quenching tahap selanjutnya dalam proses
age hardening adalah aging atau penuaan. Perubahan sifat-sifat dengan berjalannya
waktu pada umumnya dinamakan aging atau penuaan. Aging atau penuaan pada paduan
aluminium dibedakan menjadi dua, yaitu penuaan alami (natural aging) dan penuaan
buatan (artificial aging), adapun penjelasan dari keduanya adalah sebagai berikut ini.
a) Natural Aging
Penuaan alami (natural aging) adalah penuaan untuk paduan aluminium
yang di age hardening dalam keadaan dingin. Natural aging berlangsung pada
temperatur suhu kamar (25°C) dan dengan waktu penahanan 5 sampai 8 hari [25].
b) Artificial aging
Artificial aging merupakan penuaan buatan yang dapat dilakukan dengan
beberapa variasi perlakuan. Salah satu variasi tersebut adalah variasi temperatur
10
artificial aging. Temperatur artificial aging dapat ditetapkan pada suhu 120°C -
180°C, di bawah temperatur pengkristalan atau di atas temperatur pengkristalan
logam paduan alumunium [1]. Proses pengendapan ini dimulai dengan pengintian
dari klaster atom yang kecil dalam kisi yang nantinya akan menjadi inti prespitat.
Laju pertumbuhan inti dikendalikan oleh laju migrasi atom, sehingga prespitasi
meningkat dengan naiknya suhu aging [16]. Dalam kurva penuaan dibawah ini,
pada awal-awal tahap artificial aging struktur atau fasanya masih berupa larutan
padat lewat jenuh (Super Saturated Solid Solution).
Gambar.2.3 Hubungan antara lamanya waktu (aging) dengan kekuatan dan
kekerasan paduan aluminium
(Sumber : D. Callister, 2000)
Seiring dengan penambahan waktu penuaan atau ketika penuaan sampai di
daerah under aged, maka mulai terbentuk zona presipitat zona [GP 1] dan paduan
aluminium menjadi agak kuat dan keras. Ketika waktu aging ditambah lagi maka
akan masuk dalam daerah peak aged. Pada daerah peak aged presipitat
mengumpul atau mulai terbentuk zona [GP 2] dan fasa antara yang halus (fasa θ’).
11
Jika fasa-fasa tersebut mulai terbentuk maka akan didapatkan tingkat kekerasan
dan kekuatan logam paduan alumunium yang optimal. Apabila setelah mencapai
peak aged (puncak penuaan) waktu artificial aging masih ditambah lagi maka akan
masuk dalam daerah over aged. Pada daerah over aged ini akan didapatkan fasa θ,
jika fasa θ ini terbentuk maka akan menyebabkan paduan alumunium menjadi
lunak kembali dan berkurang kekerasannya [2].
Gambar.2.4 (a) supersaturated solute solution, (b) fasa θ” mulai terbentuk presipitasi (Al-Cu), (c) fasa keseimbangan θ Al-Cu
(Sumber : D. Callister, 2000)
Mekanisme pengerasan presipitasi umumnya dilakukan pada paduan
aluminium. Perlakuan panas pada aluminum dilakukan dengan memanaskan
sampai terjadi fase tunggal kemudian ditahan beberapa saat dan diteruskan dengan
pendinginan cepat hingga tidak sempat berubah ke fase lain [26].
Penggunaan proses artificial aging dilakukan karena waktu penahanan yang
singkat dan dapat menyesuaikan suhu yang digunakan dengan fasa yang diinginkan,
serta proses ini lebih efektif daripada proses natural aging yang hanya menggunakan
suhu ruangan dengan waktu penahanan yang lebih lama.
12
2.3 Aluminium
Mengingat dalam penelitian ini logam yang digunakan dalam pengelasan adalah
logam Alumunium, maka sedikit dipaparkan mengenai alumunium. Aluminium
diambil dari bahasa Latin: alumen, alum. Pada tahun 1827, Wohler disebut sebagai
ilmuwan yang berhasil mengisolasi logam ini. Pada tahun 1807, Davy memberikan
proposal untuk menamakan logam ini Aluminum, walau pada akhirnya setuju untuk
menggantinya dengan Aluminium. Aluminium merupakan unsur logam terbanyak di
muka bumi, dimana hampir 8% berat dari kerak bumi adalah aluminium. Bijih bauksit
adalah bahan utama untuk pembuatan aluminium, didalam bebatuan tersebut
aluminium masih berbentuk silikat dan komponen lain yang lebih kompleks, karena
komponen aluminium yang begitu komplek tersebut maka diperlukan penelitian lebih
dari 60 tahun untuk menemukan cara yang ekonomis untuk membuat aluminium dari
bijih bauksit [1].
Logam ringan ini banyak digunakan dalam kegiatan sehari-hari baik dalam
industri maupun peralatan rumah tangga karena mempunyai sifat-sifat logam yang baik
dan mempunyai keunggulan disbanding dengan material lain. Sebagai tambahan
terhadap kekuatan mekaniknya yang sangat mengikat dengan penambaan Cu, Mg, Si,
Mn, Zn, Ni, dan sebagainya secara satu persatu atau bersamaan memberikan juga sifat
baik lainnya. Berikut merupakan beberapa sifat alumunium.
a) Ringan
Memiliki bobot sekitar 1/3 dari bobot besi dan baja, atau tembaga dan banyak
digunakan dalam industri transportasi seperti angkutan udara
b) Tahan terhadap korosi
13
Sifatnya durabel sehingga baik dipakai untuk lingkungan yang dipengaruhi oleh
unsur-unsur seperti air, udara, suhu dan unsur-unsur kimia lainnya, baik di ruang
angkasa atau bahkan sampai ke dasar laut.
c) Kuat
Aluminium memiliki sifat yang kuat terutama bila dipadu dengan logam lain.
Digunakan untuk pembuatan komponen yang memerlukan kekuatan tinggi seperti:
pesawat terbang, kapal laut, bejana tekan, kendaraan dan lain-lain.
d) Mudah dibentuk
Proses pengerjaan Aluminium mudah dibentuk karena dapat disambung dengan
logam/material lainnya dengan pengelasan, brazing, solder, adhesive bonding,
sambungan mekanis, atau dengan teknik penyambungan lainnya.
e) Konduktor listrik
Aluminium dapat menghantarkan arus listrik dua kali lebih besar jika
dibandingkan dengan tembaga. Karena Aluminium tidak mahal dan ringan, maka
Aluminium sangat baik untuk kabel-kabel listrik overhead maupun bawah tanah.
f) Konduktor panas
Sifat ini sangat baik untuk penggunaan pada mesin-mesin/alat-alat pemindah
panas sehingga dapat memberikan penghematan energi.
g) Memantulkan sinar dan panas
Aluminium dapat dibuat sedemikian rupa sehingga memiliki kemampuan pantul
yang tinggi yaitu sekitar 95% dibandingkan dengan kekuatan pantul sebuah
cermin. Sifat pantul ini menjadikan Aluminium sangat baik untuk peralatan
penahan radiasi panas.
14
h) Non magnetik
Aluminium sangat baik untuk penggunaan pada peralatan elektronik, pemancar
radio/TV dan lain-lain. Dimana diperlukan faktor magnetisasi negatif. [27]
Selain sifat-sifat aluminium diatas, pada tabel 1 dibawah merupakan sifat
mekanik dari aluminium untuk mengetahui kekuatan dari aluminium itu sendiri,
dimana pada tabel dibawah ini merupakan kekuatan mekanik dari aluminium murni
yang dapat dijadikan acuan pada kekuatan aluminium paduan yang diberikan
perlakuan.
Tabel 2.1. Sifat mekanik aluminium (sumber : Surdia, 1984)
Aluminium terbagi menjadi dua jenis, yaitu aluminium murni dan aluminium
paduan. Berikut ini perbedaan dari kedua jenis aluminium.
1) Aluminium murni
Aluminium memiliki berat jenis 2,7 gram/ cm3, kira-kira sepertiga dari berat
jenis baja (7,83 gram/ cm3), tembaga (8,93gram/ cm3), atau kuningan. Selain itu
aluminum dengan kemurnian 99% atau diatasnya menunjukan ketahanan korosi
yang baik pada kebanyakan lingkungan termasuk udara, air(air garam),
petrokimia dan lingkungan kimia lainya. Dilihat dari konduktivitas termalnya
adalah antara 50-60 % dari tembaga, bersifat nonmagnetic dan tidak beracun [1].
15
Tabel 2.2. Sifat fisik aluminium (Sumber : Surdia, 1984)
2) Aluminium paduan
Berdasarkan metode pengerasannya, aluminium dapat dibagi menjadi dua
kelompok, heattreatable alloys dan non-heat treatable alloys. Heattreatable
alloys adalah paduan aluminium yang dapat diperkeras dengan penuaan (aging).
Sementara nonheattreatable alloys tidak dapat diperkuat dengan penuaan
melainkan dengan penguatan larutan-padat (solid solution strengthening),
pengerasan butir (strain hardening), atau pengerasan dispersi (dispersion
strengthening).
Paduan tempa yang dapat diperkuat lewat perlakuan panas adalah kelas 2xxx,
6xxx, 7xxx, dan beberapa jenis dari kelas 8xxx. Beberapa kombinasi
penambahan unsur pemadu, mekanisme penguatannya, serta perkiraan nilai
kekuatan yang dapat dicapai dapat dilihat dalam Tabel 2.3 [4].
Tabel 2.3. Klasifikasi paduan tempa aluminium, mekanisme penguatan, dan
rentang nilai kekuatannya (Sumber : Davis, 1993)
16
Berikut ini tabel klasifikasi aluminium paduan yang dapat diperkuat dengan
perlakuan panas dan yang tidak dapat di berikan perlakuan panas. Seperti pada
tabel 2.3 yang memberikan perkiraan nilai kekuatan yang dapat dicapai dan tabel
2.4 merupakan pengelompokan paduan Aluminium. Dari tabel tersebut akan
diketahui kodefikasi dan sifat bahan alumunium dengan paduan yang berbeda-
beda sesuai dengan pengelompokan atau klasifikasi dari tabel dibawah ini.
Tabel 2.4. Klasifikasi paduan aluminium. (Sumber : Subagyo, 2017)
17
Paduan aluminium dapat diklasifikasikan berdasarkan perlakuan yang telah
dilakukan pada paduan aluminium tersebut, seperti berikut.
Tabel 2.5. Klasifikasi paduan aluminium berdasarkan perlakuan bahan. (Sumber : Surdia, 1984)
Berikut ini merupakan jenis-jenis aluminium paduan yang sering digunakan
dan paduan aluminium dengan proses pengerjaan yang berbeda beda.
a) Paduan Aluminium-Silikon
Paduan aluminium dengan silikon hingga 15% akan memberikan kekerasan dan
kekuatan tensil yang cukup besar, hingga mencapai 525 MPa pada aluminium
paduan yang dihasilkan pada perlakuan panas. Jika konsentrasi silikon lebih
tinggi dari 15%, tingkat kerapuhan logam akan meningkat secara drastis akibat
terbentuknya kristal granula silika.
b) Paduan Aluminium-Magnesium
Keberadaan magnesium hingga 15,35% dapat menurunkan titik lebur logam
paduan yang cukup drastis, dari 660°C hingga 450°C. Namun, hal ini tidak
menjadikan aluminium paduan dapat ditempa menggunakan panas dengan
18
mudah karena korosi akan terjadi pada suhu di atas 60°C. Keberadaan
magnesium juga menjadikan logam paduan dapat bekerja dengan baik pada
temperatur yang sangat rendah, di mana kebanyakan logam akan mengalami
failure pada temperatur tersebut.
c) Paduan Aluminium-Tembaga
Paduan aluminium-tembaga juga menghasilkan sifat yang keras dan kuat,
namun rapuh. Umumnya, untuk kepentingan penempaan, paduan tidak boleh
memiliki konsentrasi tembaga di atas 5,6% karena akan membentuk senyawa
CuAl2 dalam logam yang menjadikan logam rapuh.
d) Paduan Aluminium-Mangan
Penambahan mangan memiliki akan berefek pada sifat dapat dilakukan
pengerasan tegangan dengan mudah (work-hardening) sehingga didapatkan
logam paduan dengan kekuatan tensil yang tinggi namun tidak terlalu rapuh.
Selain itu, penambahan mangan akan meningkatkan titik lebur paduan
aluminium.
e) Paduan Aluminium-Seng
Paduan aluminium dengan seng merupakan paduan yang paling terkenal karena
merupakan bahan pembuat badan dan sayap pesawat terbang. Paduan ini
memiliki kekuatan tertinggi dibandingkan paduan lainnya, aluminium dengan
5,5% seng dapat memiliki kekuatan tensil sebesar 580 MPa dengan elongasi
sebesar 11% dalam setiap 50 mm bahan. Bandingkan dengan aluminium
dengan 1% magnesium yang memiliki kekuatan tensil sebesar 410 MPa namun
memiliki elongasi sebesar 6% setiap 50 mm bahan.[21]
19
Selain jenis-jenis aluminium paduan diatas, Aluminium memiliki kelas atau
grade yang tergantung pada unsur paduan dan perlakuan panas yang dilakukkan
terhadap paduan aluminium tersebut. Grade dari aluminium dapat menunjukkan
berbagai sifat mekanik dari aluminium tersebut dari penampilan yang baik,
kemudahan fabrikasi, ketahanan korosi yang baik, mampu las yang baik dan
ketangguhan retak tinggi. Pemilihan grade aluminium yang tepat tergantung pada
aplikasi yang diperlukan dan kondisi kerja. Berikut adalah aluminium paduan yang
sesuai dengan grade dan kodefikasi yang dimiliki setiap paduan aluminium itu
sendiri.
1) Grade aluminium Seri 1xxx
Grade dari aluminium ini (1050, 1060, 1100, 1145, 1200, 1230, 1350 dll)
ditandai dengan ketahanan korosi yang sangat baik, konduktivitas termal dan
elektrik yang tinggi, sifat mekanik yang rendah, dan kemampuan kerja yang
sangat baik. Grade aluminium ini memiliki kandungan Besi dan silikonyang
besar.
2) Grade aluminium Seri 2xxx
Paduan aluminium ini (2011, 2014, 2017, 2018, 2124, 2219, 2319, 201,0;
203,0; 206,0; 224,0; 242,0 dll) memerlukan solution heat treatment untuk
mendapatkan sifat yang optimal, didalam kondisi solution heat treatment , sifat
mekanik yang mirip dengan baja karbon rendah dan kadang-kadang melebihi
sifat mekanik baja karbon rendah. Dalam beberapa contoh, proses perlakukan
panas (aging) digunakan untuk lebih meningkatkan sifat mekanik. Paduan
20
aluminium dalam seri 2xxx tidak memiliki ketahanan korosi yang baik
ketimbang kebanyakan paduan aluminium lainnya, dan dalam kondisi tertentu
paduan ini mungkin akan terjadi korosi pada antar butir. Grade aluminium
dalam seri 2xxx ini baik untuk bagian yang membutuhkan kekuatan yang bagus
yaitu pada suhu sampai 150°C (300°F). Kecuali untuk kelas 2219, paduan
aluminium ini sudah memiliki mampu las tetapi masih terbatas. beberapa
paduan dalam seri ini memiliki kemampuan mesin yang baik.
3) Grade aluminium Seri3xxx
Paduan aluminium ini (3003, 3004, 3105, 383,0; 385,0; A360; 390,0) umumnya
memiliki ketidakmampuan panas tetapi memiliki kekuatan sekitar 20% lebih
dari paduan aluminium seri 1xxx karena hanya memiliki presentase mangan
yang sedikit (sampai sekitar 1,5%) yang dapat ditambahkan ke aluminium.
mangan digunakan sebagai elemen utama dalam beberapa paduan.
4) Grade aluminium Seri 4xxx
Unsur paduan utama dalam paduan seri 4xxx (4032, 4043, 4145, 4643 dll)
adalah silikon, yang dapat ditambahkan dalam jumlah yang cukup (hingga
12%) menyebabkan substansial menurunkan rentang lebur. Untuk alasan ini,
paduan aluminium-silikon yang digunakan dalam kawat las dan sebagai paduan
untuk menyolder digunakan untuk menggabungkan aluminium, di mana titik
lebur lebih rendah dari logam dasar yang digunakan.
5) Grade aluminium Series 5xxx
Unsur paduan utama grade aluminium ini adalah magnesium, bila digunakan
sebagai elemen paduan utama atau digabungkan dengan mangan, hasilnya
21
adalah paduan yang memiliki kekerasan sedang hingga kekuatan yang tinggi.
Magnesium jauh lebih efektif daripada mangan sebagai pengeras - sekitar 0,8%
Mg sama dengan 1,25% Mn dan dapat ditambahkan dalam jumlah yang jauh
lebih tinggi. Paduan aluminium dalam seri ini (5005, 5052, 5083, 5086, dll)
memiliki karakteristik pengelasan yang baik dan ketahanan yang relatif baik
terhadap korosi dalam atmosfer laut.
6) Grade aluminium Seri 6xxx
Paduan aluminium dalam seri 6xxx (6061 dan 6063) mengandung silikon dan
magnesium sekitar dalam proporsi yang diperlukan untuk pembentukan
magnesium silisida (Mg2Si), sehingga membuat paduan ini memiliki mampu
perlakukan panas yang baik. Meskipun tidak sekuat pada paduan 2xxx dan
7xxx, paduan aluminium seri 6xxx memiliki sifat mampu bentuk yang baik,
mampu las , mampu mesin, dan ketahanan korosi yang relatif baik dengan
kekuatan sedang.
Untuk paduan aluminium seri 6xxx yang memiliki unsur paduan utama
Al-Mg-Si, dalam sistem klasifikasi AA dapat diperoleh paduan Al 6063 dan Al
6061. Sedangkan paduan aluminium seri 6061 adalah salah satu jenis material
yang banyak penerapannya pada industri maju karena memiliki keunggulan
dari berbagai sisi yaitu seperti kemampuan permesinan yang baik, kekuatan
yang tinggi dan ringan, serta tahan terhadap korosi.
Tabel 2.6. Komposisi Kimia Aluminium Seri 6061 (Sumber : ASM Metal Handbook Volume 9, 1992)
22
Paduan alumunium seri 6061 berdasarkan tabel di atas maka unsur yang
memiliki komposisi paling besar serta sangat mempengaruhi sifat mekanik dari
padual alumunium seri 6061 adalah Magnesium (Mg) dan Silika (Si), sehingga
jika paduan alumunium seri 6061 diberi perlakuan panas maka yang terbentuk
adalah senyawa Mg2Si.
Tabel 2.7. Sifat mekanik alumunium seri 6061. (Sumber : Surdia, 1984)
7) Grade aluminium Seri 7xxx
Zinc jumlah dari 1% sampai 8% ) merupakan unsur paduan utama dalam
paduan aluminium seri 7xxx (7075, 7050, 7049, 710,0; 711,0 dll) dan ketika
digabungkan dengan persentase magnesium yang lebih kecil didalam perlakuan
panas yang cukup maka paduan ini akan memiliki kekuatan yang sangat tinggi.
23
Biasanya unsur-unsur lain, seperti tembaga dan kromium, juga ditambahkan
dalam jumlah kecil. paduan seri 7xxx digunakan dalam struktur badan pesawat,
peralatan besar yang bergerak dan bagian lainnya memiliki tekanan yang sangat
tinggi.
8) Grade aluminium Seri 8xxx
Seri 8xxx (8006; 8111; 8079; 850,0; 851,0; 852,0) dicadangkan untuk paduan
unsur selain yang digunakan untuk seri 2xxx sampai 7xxx. Besi dan nikel yang
digunakan untuk meningkatkan kekuatan tanpa kerugian yang signifikan dalam
konduktivitas listrik, dan begitu juga berguna dalam paduan konduktor seperti
8017. Aluminium-lithium paduan 8090, yang memiliki kekuatan dan kekakuan
yang sangat tinggi, dikembangkan untuk aplikasi ruang angkasa. Paduan
aluminium dalam seri 8000 sesuai dengan sistem penomoran A98XXX dan lain
sebagainya [4].
Penggunaan alumunium 6061 pada penelitian ini dikarenakan seri alumunium
ini merupakan salah satu material yang banyak digunakan pada bidang konstruksi,
otomotif dan pesawat. Paduan Al-Mg-Si pada seri ini diklasifikasikan pada heat-
treatable sehingga memungkinkan untuk dilakukan pengelasan serta heat treatment
pada proses pembentukannya.
2.4 GTAW (Gas Tungsten Arc Welding)
Las TIG (Tungsten Inert Gas Welding) adalah nama dalam bahasa Inggris untuk
Wolfram Inert Gas atau kalau dalam bahasa Indonesia dapat kita sebut sebagai las
24
busur gas elektroda tungsten. Jenis las ini adalah salah satu metode yang termasuk
paling penting dalam pengerjaan baja paduan tingggi (high-alloy) dan logam bukan
besi (non-ferrous) seperti aluminium, tembaga, titanium, molibdenum dan paduan dari
padanya. Stabilitas busur yang tinggi menjadikan las TIG atau GTAW (Gas Tungsten
Arc Welding) adalah yang terbaik dari proses las listrik modern, karena penyebaran
panas yang berlebihan pada benda kerja dikurangi dengan adanya penambahan gas
pelindung inert yang sekaligus sebagai gas pendingin. Dalam pengelasan TIG, hampir
tidak ada cacat las, dan beban kesehatan karena asap las relatif rendah. Sebuah
keuntungan tertentu dari pengelasan TIG adalah bahwa juru las tidak bekerja dengan
elektroda habis sekali pakai.
Sistem pengelasan TIG terdiri dari sumber daya yang dapat dihubungkan,
dalam banyak kasus pada pengelasan arus searah atau bolakbalik, dan pembakar las
yang terhubung ke sumber arus las melalui paket selang dan kabel. Paket selang dan
kabel saat pengelasan mengalirkan pasokan gas pelindung, arus las, dan air pendingin
(untuk sistem pendingin air). Gambaran tentang las busur gas adalah cara pengelasan
dimana aliran gas pelindung menyelubungi daerah lasan dan melindunginya dari
pengaruh buruk udara atmosfer, busur las menyala diantara elektroda wolfram (tidak
mencair) dan benda kerja. Gas inert yang tidak menimbulkan reaksi kimia, seperti
Argon dan Helium atau campuran dari padanya menyelubungi sekaligus melindungi
elektroda wolfram dan kawah las dari pengaruh udara.
25
Gambar.2.5 konstuksi perangkat las GTAW (Sumber : Dadang, 2013)
Dalam pengelasan GTAW output energi panas dikeluarkan melalui elektroda
tungsten. Elektroda Tungsten merupakan elektroda pembangkir busur pada proses las
GTAW. Elektroda ini memiliki berbagai macam jenis dan karakteristik yang berbeda.
Tugas utama dari peralatan dalam perangkat las GTAW ini sangat vital sehingga perlu
sekali dipelajari oleh peserta didik, agar dapat memahami jenis dan karakteristik
macam-macam elektroda sehingga dapat memilih dan menggunakan peralatan tersebut
dengan benar [19].
a) Jenis dan Karakteristik Elektroda Tungsten
Terdapat dua jenis elektroda tungsten yaitu murni dan paduan, setiap jenis
memiliki kelebihan dan kekruangan, kelebihan dan kekurangan dari masing masing
jenis yaitu untuk elektroda tungsten murni keuntungannya harga lebih murah, pada
arus bolak-balik efek rectifier tidak ada dan busur las stabil. Kerugiannya daya nyala
rendah, kurang awet, muatan arus rendah. pada elektroda tungsten paduan
keuntungannya lebih awet, muatan arus tinggi, daya nyala lebih baik Kerugiannya
26
lebih mahal, dengan arus bolak balik ada efek rectifier dan stabilitas busur rendah.
jenis jenis dari elektroda tungsten sendiri terbagi menjadi empat di antaranya :
1) Thoriated Tungsten Electrodes
Thoriated Tungsten merupakan tungsten yang sangat umum digunakan di
Amerika dan beberapa negara lain. Secara khusus, ia bekerja dengan baik ketika
kelebihan beban/arus. Semenjak ia beresiko radioaktif tingkat rendah banyak
pengguna beralih ke alternatif lainnya. Tungsten ini utamanya digunakan bagi
pengelasan arus DC untuk baja karbon, stainless steels, paduan nickel dan
titanium.
2) Zirconiated Tungsten Electrodes
Zirconiated Tungsten mempunyai unjuk kerja yang baik dalam pengelasan AC.
Ia memiliki busur yang lebih stabil dibandingkan Pure tungsten. Terutama
dengan kesempurnaan unjuk kerja pada beban arus AC yang tinggi. Ia juga
tahan terhadap kontaminasi dalam pengelasan AC. Zirconiated Tungsten paling
umum digunakan untuk pengelasan arus AC seperti Aluminum dan paduan
magnesium.
3) Lanthanated Tungsten Electrodes
Lanthanated Tungsten merupakan bahan non-radioactive dengan unjuk kerja
pengelasan yang baik. Konduktifitas listriknya hampir sama dengan 2%
thoriated tungsten. Welder dapat dengan mudah mengganti thoriated tungsten
electrodes with lanthanated tanpa mengubah program pengelasan. Di Eropa
dan Jepang, Lanthanated Tungsten paling populer sebagai alternatif bagi 2%
27
Thoriated Tungsten. Tungsten ini utamanya digunakan untuk pengelasan DC
tapi juga menunjukkan hasil bagus untuk pengelasan arus AC.
4) Ceriated Tungsten Electrodes
Ceriated Tungsten adalah bahan non-radioactive. Dikenal secara khusus untuk
pengelasan arus DC dengan amper rendah karena sangat mudah dinyalahkan
dan biasanya membutuhkan arus 10% lebih kecil dari kebutuhan arus untuk
operasional bahan thoriated. Sangat populer digunakan untuk pengelasan pipa,
komponen sangat kecil serta siklus pengelasan yang pendek [19].
b) Gas Pelindung
Diudara bebas terdapat gas Nitrogen dan Oksigen. Pada temperatur tinggi satu
sama lain gas tersebut bereaksi dengan kebanyakan logam dan menimbulkan logam
oksida dan gas-gas oksida yang membahayakan kesehatan. Disamping itu pengaruh
terhadap hasil lasan sangat negatif. Terhadap pengaruh negatif tersebut maka
dengan gas yang sesuai, udara harus dijauhkan dari kawah las dan elektroda
Tungsten. Untuk itu diperlukan gas yang tidak menimbulkan reaksi kimia terhadap
logam maupun pada temperatur tinggi. Berikut di klasifikasi gas yang digunakan
sebagai inert atau pelindung pada pengelasan, di antaranya adalah:
1) Argon, dengan tingkat kemurnian ( 99,996 % ) diperoleh melalui distilasi
fraksional udara cair dari atmosfer, di mana ada sekitar 1% (0,932%) dari volum.
disediakan dengan tabung bercat biru yang mengandung 1,7, 2,0, 8,48 dan 9,66
m3 gas pada 175 atau 200 bar tekanan maksimum atau dari pasokan massal. Hal
ini digunakan sebagai gas pelindung karena tidak membentuk senyawa. Argon
adalah gas pelindung yang sangat cocok untuk logam non ferrous dan alloy.
28
2) Karbon dioksida, CO2 diproduksi dari hasil proses industri seperti pembuatan
amonia, dari pembakaran bahan bakar dengan oksigen atau dari proses
fermentasi dalam produksi alkohol, dan tersedia dalam tabung bercat hitam
mengandung kurang lebih 35 kg CO2 cair. Karbon di oksida murni adalah gas
pelindung termurah yang biasa digunakan dalam pengelasan baja karbon rendah.
3) Helium lebih ringan daripada argon, yang memiliki berat atom 40. Ditemui
dengan jumlah yang sangat kecil di udara namun dapat ditemukan pada daerah
gas alam di Texas, Oklahoma, Kansas, Alberta, dll yang merupakan sumber
utama dalam menyediakan gas tersebut. Memerlukan laju aliran yang lebih besar
dari gas argon dan memiliki panas yang dapat menyebabkan bahaya pada
kesehatan. Biasanya di sediakan dalam tabung berwarna cokelat. Panas yang
tinggi menyebabkan helium perlu dicampurkan dengan argon, oksigen atau
karbon dioksida untuk dapat menstabilkan dr panasnya. Helium biasanya
digunakan untuk pengelasan baja tahan karat, dan baja nikel [20].
Pada penelitian ini gas pelindung yang digunakan dalam proses pengelasan
yaitu gas argon (99,99%) dimana gas tersebut mempunyai karakteristik tidak berbau,
tidak berwarna, tidak berasa, mudah larut dalam air, dan bukan gas yang mudah
terbakar. Tidak mudah terbakar sangat penting dalam hal ini dikarenakan dalam
pengelasan logam dengan kampuh 70° memerlukan pengelasan lebih dari satu lasan
yang menyebabkan panas terlalu tinggi, gas argon dapat mencegah pemanasan yang
terlalu tinggi pada logam las [19].
29
c) Logam pengisi
Pemilihan bahan tambah TIG tergantung dari logam dasar (base metal) yang
akan dilas. Biasanya filler rod dibuat dari logam yang komposisinya lebih unggul
dibanding logam dasar. Mengingat dalam proses pengelasan ada beberapa unsur
logam yang berkurang atau bertransformasi strukturnya sehingga berdampak pada
pengurangan sifat-sifat mekanik logam. Filler metal harus dibuat komposisinya
lebih unggul agar mampu mengatasi dampak-dampak tersebut diatas. Batang
pengisi untuk las TIG diberi umpan secara manual oleh tangan yang kedua
sedangkan yang pertama memegang pembakar las (torch). logam pengisi menurut
AWS dibagi menjadi beberapa jenis diantaranya:
a) Untuk Mengelas Baja Karbon
Kode ER70S-2, ER70S-6 dan beberapa pilihan ER70S-seri lainnya dengan
angka yang berbeda di akhir. Masing-masing mewakili resep aditif kimia dalam
logam pengisi untuk mengatasi kondisi tertentu dari logam (misalnya kotor atau
bersih) atau jenis sendi yang dilas. Klasifikasi filler rod diatas digunakan untuk
mengelas pipa berdiameter kecil dan pelat baja, maupun lajur akar (root pass)
pada pengelasan pipa.
b) Untuk Mengelas Logam Stainless Steel
Filler rod dengan kode ER308 dan ER308L merupakan filler rod yang paling
umum digunakan untuk mengelas stainless steel tipe 304 maupun tipe seri 300
lainnya, yang secara luas digunakan di bidang manufaktur. ER309 dan ER309L
digunakan untuk pengelasan logam induk yang berbeda (dissimilar). Dapat
menangani panas tinggi serta memiliki ketahanan korosi yang baik. ER316 dan
30
ER316L umumnya digunakan untuk bejana tekan, katup, peralatan kimia dan
aplikasi dilaut. Huruf " L " mengacu pada ekstra karbon rendah dalam batang
(kurang dari 0,8%), yang membantu bahkan lebih dalam mencegah korosi.
c) Untuk Mengelas Logam Aluminium
Filler rod dengan kode ER4043 digunakan untuk mengelas paduan aluminium
seri 6000, bersama dengan sebagian besar paduan cor lainnya. Cocok
digunakan untuk mengelas komponen otomotif seperti rangka, poros
penggerak, dan rangka sepeda. ER5356 merupakan filler rod paduan
Aluminium magnesium yang baik dugunakan untuk mengelas paduan
Aluminium cor dan tempa. Umumnya direkomendasikan untuk pengelasan
paduan Aluminium seri 5000 atau 6000 [19].
Penggunaan gas argon pada pengelasan ini dilakukan sebagai gas pelindung
karena tidak membentuk senyawa, serta cocok digunakan untuk non ferrous dan alloy.
Selain penggunaan elektroda tungsten dan argon, Filler rod dengan kode ER4043
digunakan karena lebih mudah didapatkan dipasaran.
2.5 Struktur Mikro
Mengingat pada penelitian ini di lakukan pengujian mikro struktur maka sedikit
di paparkan tentang mikro struktur. Logam umumnya dibangun dari sejumlah besar
kristal (butir disebut seperti biji-bijian pasir di pantai) yang terdiri dari satu atau lebih
fase. Umumnya berukuran kecil, berkisar mulai dari 10 untuk µm, namun ada juga
dengan ukuran berkisar dari nm ke cm, susunan logam berukuran mikroskopis inilah
yang di sebut mikro struktur dan hanya dapat diamati menggunakan mikroskop.
31
Struktur mikro dari ukuran butir ini mempengaruhi tingkat kekuatan material
berdasarkan ukuran butirnya. Ukuran butir tidak dapat digunakan untuk mengontrol
kekuatan pada alumunium atau paduannya namun hal ini digunakan untuk mengurangi
resiko terjadinya retak panas. Umumnya, pertambahan besar ukuran butir akan
menurunkan tingkat kekuatan luluh (yield strength) dan kekuatan tarik maksimal
(ultimate tensile strength), fenomena ini lebih dikenal dengan persamaan hail and fatch
[18]. Bentuk butiran aluminium dapat dilihat pada Gambar 2.6
Gambar 2.6 Struktur mikro alumunium 6061
(Sumber : Abdillah, 2013)
Pengamatan lebih jauh pada struktur mikro dapat menggunakan elektron
sebagai probe untuk menscan permukaan material yang biasa disebut scanning electron
microscope (SEM), cara lain dapat dilakukan dengan membuat foil yang sangat tipis
tebal berukuran sekitar 100 nm, dan mengamati materi menggunakan transmission
electron microscope (TEM).
32
Pada proses pengamatan struktur mikro, pengujian ini menggunakan scanning
electron microscope (SEM) untuk mengidentifikasi prespitasi yang terjadi serta
mengetahui perubahan fasa pada spesimen yang dilakukan proses artificial aging
dengan variasi temperatur yang dapat merubah sifat mekanisnya.
2.6 Pengujian Tarik
Mengingat dalam pengelitian ini dilakukan pengujian tarik, maka sedikit
diaparkan tentang kekuatan tarik logam. Deformasi bahan yang disebabkan oleh beban
tarik statis adalah dasar dari pengujian-pengujian dan studi mengenai kekuatan tarik
bahan, hal ini disebabkan beberapa alasan yaitu mudah dilakukan, menghasilkan
tegangan uniform pada penampang, dan kebanyakan bahan mempunyai kelemahan
untuk menerima beban tegangan tarik pada penampang. Maka dalam pengujian bahan
industri terhadap bahan – bahan, kekuatan ditentukan dengan menggunakan penarikan
statik. Pengujian tarik adalah suatu metode yang digunakan untuk menguji kekuatan
suatu bahan/material dengan cara memberikan beban gaya yang berlawanan arah
dalam satu garis lurus. Pengujian uji tarik digunakan untuk mengukur ketahanan suatu
material terhadap gaya statis yang diberikan secara lambat. Pemberian beban pada
kedua arah sumbunya diberi beban yang sama besarnya. Beban yang diberikan pada
bahan yang di uji ditransmisikan pada pegangan bahan yang di uji. Dimensi dan ukuran
pada benda uji disesuaikan dengan standar baku pengujian.
33
Gambar 2.7 Standart dimensi uji tarik (Sumber : ASTM E8, 2010)
Gambar 2.8 Profil data pengujian tarik
(Sumber : Sastranegara, 2009)
Dari gambar di atas dapat diuraikan dengan pengertian berikut ini :
a) Batas elastis σE (elastic limit) yaitu dinyatakan pada titik A dimana bila bahan
diberi beban sampai di titik A kemudian bebannya dihilangkan bahan tersebut
kembali ke kondisi semula pada titik O dan bila bahan diberi beban melebihi titik
A bahan akan mengalami perubahan permanen atau hukum Hooke tidak lagi
berlaku.
34
b) Batas proporsional σP (proportional limit) yaitu batas di mana penerapan hukum
Hooke masih bisa di tolelir.
c) Deformasi plastis (plastic deformation) yaitu batas dimana bahan mengalami
perubahan bentuk dan tidak dapat kembali ke bentuk semula.
d) Tegangan luluh atas σuy (upper yield stress) yaitu peralihan deformasi elastis ke
plastis atau tegangan maksimum sebelum bahan memasuki fase daerah landing.
e) Tegangan luluh bawah σly (lower yield stress) yaitu tegangan rata-rata daerah
landing sebelum memasuki fase deformasi plastis.
f) Regangan luluh εy (yield strain) yaitu regangan permanen saat bahan akan
memasuki fase deformasi plastis.
g) Regangan elastis εe (elastic strain) yaitu regangan yang diakibatkan perubahan
elastis bahan (pada saat beban dilepaskan regangan ini akan kembali ke posisi
semula).
h) Regangan plastis εp (plastic strain) yaitu regangan yang diakibatkan perubahan
plastis bahan (pada saat beban dilepaskan regangan ini tetap tinggal sebagai
perubahan permanen bahan).
i) Tegangan tarik maksimum TTM σB (UTS, ultimate tensile strength) yaitu besar
tegangan maksimum yang didapatkan dalam uji tarik.
j) Kekuatan patah (breaking strength) yaitu besar tegangan di mana bahan yang di
uji patah.
k) Kelenturan (ductility) yaitu sifat mekanik bahan yang menunjukkan derajat
deformasi plastis yang terjadi sebelum bahan putus atau gagal pada uji tarik.
35
l) Derajat kelentingan (resilience) yaitu kapasitas suatu bahan menyerap energi
dalam fase perubahan elastis.
m) Derajat ketangguhan (toughness) yaitu kapasitas suatu bahan menyerap energi
dalam fase plastis sampai bahan tersebut putus.
n) Modulus elastisitas (E) yaitu nilai yang menunjukkan tingkat kekakuan bahan
material (mudah atau tidak bahan mengalami deformasi plastis) [31].
Pengujian tarik dilakukan untuk mengetahui sifat-sifat spesimen yang digunakan
dengan cara menarik spesimen secara vertikal, dengan standar uji spesimen ASTM E8
kita akan segera mengetahui bagaimana bahan tersebut bereaksi terhadap tenaga
tarikan dan mengetahui sejauh mana material itu bertahan hingga terputus oleh data
yang dihasilkan.
2.7 Pengujian Elektrokimia
Elektrokimia adalah ilmu yang mempelajari hubungan sebuah bahan kimia
dengan kelistrikan (elektro). Metode ini dapat ditemukan pada sel volta basah (aki
basah). Metode elektrokimia juga dapat digunakan untuk mengukur laju korosi dengan
mengukur beda potensial objek hingga didapat perbedaan potensial, sehingga laju
korosi yang terjadi dapat diukur setelah selisih potensial tersebut diketahui, metode ini
digunakan untuk mengetahui tingkat pengkorosian sebuah logam. Kelebihan dari
metode ini ialah pengukuran laju korosi tidak perlu mengurangi tebal lapisan korosi.
Dengan mengalirkan tegangan kostan pada suatu material dapat diketahui arus yang
terjadi per satuan luas (kerapatan arus), disisi lain metode ini juga mempunyai
kelemahan. Kelemahan metode ini adalah tidak dapat menggambarkan secara pasti laju
36
korosi yang terjadi secara akurat karena hanya dapat mengukur laju korosi hanya pada
waktu tertentu saja. Baik secara umur logam maupun perlakuan panas yang telah
diaplikasikan pada logam tidak dapat diketahui [32].
Gambar 2.9 Susunan sel elektrolisis
(Sumber : Brown, et al. 2015)
Korosi yang di berdasarkan proses elektro-kimia (electrochemical process)
terdiri dari 4 komponen utama yaitu:
a) Anode (Anoda)
Anoda biasanya terkorosi dengan melepaskan elektron-elektron dari atom- atom
logam netral untuk membentuk ion- ion yang bersangkutan. Ion-ion ini mungkin
tetap tinggal dalam larutan atau bereaksi membentuk hasil korosi yang tidak larut.
Reaksi pada anoda dapat dituliskan dengan persamaan :
M → MZ+ + ze−
Dengan z adalah valensi logam dan umumnya z = 1, 2, atau 3
b) Cathode (Katoda)
37
Katoda biasanya tidak mengalami korosi, walaupun mungkin menderita kerusakan
dalam kondisi-kondisi tertentu. Reaksi yang terjadi pada katoda berupa reaksi
reduksi. Reaksi pada katoda tergantung pada pH larutan yang bersangkutan, seperti
:
1) pH < 7 ∶ H+ + e− → H ( atom )
2H → H2 ( gas )
2) pH ≥ 7 ∶ 2H2O + O2 + 4e− − 4OH−
c) Elektrolit
Elektrolit adalah larutan yang mempunyai sifat menghantarkan listrik. Elektrolit
dapat berupa larutan asam, basa dan larutan garam. Larutan elektrolit mempunyai
peranan penting dalam korosi logam karena larutan ini dapat menjadikan kontak
listrik antara anoda dan katoda.
d) Anoda dan Katoda harus terhubung secara elektris
Antara anoda dan katoda harus ada hubungan listrik agar arus dalam sel korosi dapat
mengalir. Hubungan secara fisik tidak diperlukan jika anoda dan katoda merupakan
bagian dari logam yang sama [33].
Pengujian polarisasi dilakukan guna mengetahui kelajuan korosi akibat proses
pengelasan dan perlakuan panas, sehingga didapatkan hasil yang terbaik dari
penggunaan variasi temperatur dengan proses artificial aging.