BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Kanker Paru · PDF file2.2 Klasifikasi dan Epidemiologi...

18
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Kanker Paru Kanker paru merupakan kanker yang onsetnya dimulai dari paru-paru dimana terjadi pertumbuhan sel abnormal yang sangat cepat dan tidak terkendali. Pertumbuhan sel yang tidak normal tersebut dipicu oleh kerusakan DNA diantaranya adanya delesi pada bagian DNA, inaktivasi gen supresor tumor, aktivasi proto- onkogen menjadi onkogen, tidak terjadinya apoptosis dan aktivitas dari enzim telomerase.(Yu, dkk, 2014; Yolder dkk,2010) 2.2 Klasifikasi dan Epidemiologi Kanker Paru Di Indonesia, kanker paru termasuk dalam 3 besar kanker terbanyak bersama dengan kanker payudara dan kanker serviks. Kanker paru merupakan kanker dengan prevalensi terbanyak yang diderita oleh pria. Berdasarkan data dari RS Kanker Dharmais Jakarta, prevalensi dari kanker paru dari tahun 2010 hingga 2013 selalu meningkat, dimana pada tahun 2010 terdapat 117 kasus dengan 38 kematian, tahun 2011 terdapat 163 kasus dengan 39 kematian, tahun 2012 terdapat 165 kasus dengan 62 kematian, dan pada tahun 2013 terdapat 173 kasus dengan 65 jumlah kematian. (Instalasi Deteksi Dini dan Promosi Kesehatan RS Kanker Dharmais, 2010-2013). Berdasarkan data RISKESDAS pada tahun 2013, terdapat 347.792 orang yang menderita kanker dengan 8.729 orang merupakan penduduk Bali dan kebanyakan penderita berumur diatas 75 tahun, akan tetapi masih belum ada data spesifik mengenai kanker paru baik di Bali.(Pusdatin Kemenkes RI,2015) Berdasarkan data Register pada Poli Paru RSUP Sanglah pada tahun 2014 dan 2015, Kanker paru merupakan salah satu kasus penyakit paru terbanyak dengan total kasus 583 pada tahun 2014 dan 968 pada tahun 2015 Secara umum, kanker paru dibagi kedalam dua jenis yaitu NSCLC dan SCLC. Perbedaan diantara keduanya adalah SCLC memiliki agresivitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan NSCLC. Namun secara epidemiologi, NSCLC lebih sering

Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Kanker Paru · PDF file2.2 Klasifikasi dan Epidemiologi...

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Kanker Paru · PDF file2.2 Klasifikasi dan Epidemiologi Kanker Paru Di Indonesia, ... Tumor superfisial sebarang ukuran dengan komponen invasif

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Kanker Paru

Kanker paru merupakan kanker yang onsetnya dimulai dari paru-paru dimana

terjadi pertumbuhan sel abnormal yang sangat cepat dan tidak terkendali.

Pertumbuhan sel yang tidak normal tersebut dipicu oleh kerusakan DNA diantaranya

adanya delesi pada bagian DNA, inaktivasi gen supresor tumor, aktivasi proto-

onkogen menjadi onkogen, tidak terjadinya apoptosis dan aktivitas dari enzim

telomerase.(Yu, dkk, 2014; Yolder dkk,2010)

2.2 Klasifikasi dan Epidemiologi Kanker Paru

Di Indonesia, kanker paru termasuk dalam 3 besar kanker terbanyak bersama

dengan kanker payudara dan kanker serviks. Kanker paru merupakan kanker dengan

prevalensi terbanyak yang diderita oleh pria. Berdasarkan data dari RS Kanker

Dharmais Jakarta, prevalensi dari kanker paru dari tahun 2010 hingga 2013 selalu

meningkat, dimana pada tahun 2010 terdapat 117 kasus dengan 38 kematian, tahun

2011 terdapat 163 kasus dengan 39 kematian, tahun 2012 terdapat 165 kasus dengan

62 kematian, dan pada tahun 2013 terdapat 173 kasus dengan 65 jumlah kematian.

(Instalasi Deteksi Dini dan Promosi Kesehatan RS Kanker Dharmais, 2010-2013).

Berdasarkan data RISKESDAS pada tahun 2013, terdapat 347.792 orang yang

menderita kanker dengan 8.729 orang merupakan penduduk Bali dan kebanyakan

penderita berumur diatas 75 tahun, akan tetapi masih belum ada data spesifik

mengenai kanker paru baik di Bali.(Pusdatin Kemenkes RI,2015) Berdasarkan data

Register pada Poli Paru RSUP Sanglah pada tahun 2014 dan 2015, Kanker paru

merupakan salah satu kasus penyakit paru terbanyak dengan total kasus 583 pada

tahun 2014 dan 968 pada tahun 2015

Secara umum, kanker paru dibagi kedalam dua jenis yaitu NSCLC dan SCLC.

Perbedaan diantara keduanya adalah SCLC memiliki agresivitas yang lebih tinggi

dibandingkan dengan NSCLC. Namun secara epidemiologi, NSCLC lebih sering

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Kanker Paru · PDF file2.2 Klasifikasi dan Epidemiologi Kanker Paru Di Indonesia, ... Tumor superfisial sebarang ukuran dengan komponen invasif

dijumpai, yakni sekitar 85% dari total kasus kanker paru. Menurut klasifikasi WHO,

kanker paru terdiri dari 4 tipe major sel yaitu SCLC, NSCLC yang termasuk

adenokarsinoma, SCC dan LCC. Secara histologi, tumor dapat terjadi baik berupa

tipe tunggal maupun campuran. (WHO,2012)

SCC merupakan jenis terbanyak dari NSCLC yang terdiagnosis. Morfologi SCC

menyerupai tumor ekstrapulmonal yang nampak seperti sarang tumor yang

terinflitrasi yang tidak memiliki jembatan intraselular. Keratin seringkali nampak

pada morfologi jaringan SCC. Terjadinya SCC ini diduga dipengaruhi oleh merokok,

seiring menurunnya jumlah perokok, maka SCC tergantikan oleh adenokarsinoma

sebagai jenis NSCLC yang paling sering terdiagnosis. Adenokarsinoma paling sering

mengenai wanita berumur di bawah 60 tahun. Adenokarsinoma memiliki kelenjar,

struktur papilari, pola branchioalveolar, musin sel atau pola solid yang terdiferensiasi

buruk. Adenokarsinoma memiliki tipe signet ring, clear cell and mucinous serta fetal

adenocarcinoma. BAC merupakan subtype dari adenokarsinoma yang tumbuh

bersama alveolus tanpa menginvasi dan dapat dilihat sebagai masa tunggal

multinoduler difus pada X-ray, dan “ground glass” opacity pada CT-

Scan.(Harrison,2012)

SCLC merupakan tumor neuroendokrin yang cenderung muncul sebagai masa

sentral dengan pertumbuhan endobrakial dan sangat berhubungan dengan merokok.

SCLC memiliki sel dengan sitoplasma yang sedikit, nucleus hiperkromatik kecil

dengan pola kromatin seperti “Salt and Pepper” serta nucleolus yang prominen.

SCLC sering memproduksi hormone spesifik seperti ACTH, AVP, ANF dan GRP

yang berhubungan dengan distinctive paraneoplastic syndrome.(Harrison,2012)

LCC cenderung muncul pada bagian perifer dan nampak sebagai karsinoma yang

berdeferensiasi buruk dari komposisi paru tanpa adanya bukti squamous, diferensiasi

grandular atau SCLC pada mikroskop cahaya. Tumor ini terdiri dari lapisan sel

malignant besar yang berkaitan dengan nekrosis. Varian dari LCC termasuk basaloid

karsinoma yang muncul sebagai lesi endobrakial yang menyerupai tumor

neuroendokrin stadium tinggi dan lymphoepithelioma-like carcinoma yang berkaitan

dengan infeksi EBV. (Harrison, 2012)

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Kanker Paru · PDF file2.2 Klasifikasi dan Epidemiologi Kanker Paru Di Indonesia, ... Tumor superfisial sebarang ukuran dengan komponen invasif

Gambar 2.1. Klasifikasi kanker paru berdasarkan morfologi jaringannya

(Harrison,2012)

2.3 Staging Kanker Paru

Penderajatan untuk KPKBSK ditentukan menurut International System For

Lung Cancer, berdasarkan sistem TNM. Pengertian T adalah tumor yang

dikategorikan atas Tx, To s/d T4, N untuk keterlibatan kelenjar getah bening(KGB)

yang dikategorikan atas Nx, No s/d N3,sedangkan M adalah menunjukkan ada atau

tidaknya metastasis jauh.(Perhimpunan Dokter Paru Indonesia,2003)

Tabel 2.1. Penderajatan kanker paru berdasarkan sistem TNM

Derajat TNM

Occult Ca Tx N0 M0

0 Tis N0 M0

IA T1 N0 M0

IB T2 N0 M0

IIA T1 N0 M0

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Kanker Paru · PDF file2.2 Klasifikasi dan Epidemiologi Kanker Paru Di Indonesia, ... Tumor superfisial sebarang ukuran dengan komponen invasif

IIB T2 N1 M0

IIIA T3 N1 M0

T3 N2 M0

IIIB Sebarang T N3 M0

T4 Sebarang N M0

IV T4 Sebarang N Sebarang M

Keterangan :

T :Tumor Primer

To :Tidak ada bukti ada tumor primer. Tumor primer sulit dinilai, atau tumor primer

terbukti dari penemuan sel tumor ganas pada sekret bronkopulmoner tetapi tidak

tampak secara radilogis atau bronkoskopik.

Tx :Tumor primer sulit dinilai, atau tumor primer terbukti dari penemuan sel tumor

ganas pada sekret bronkopulmoner tetapi tidak tampak secara radilogis atau

bronkoskopik.

Tis :Karsinoma in situ

T1 :Tumor dengan garis tengah terbesar tidak melebihi 3 cm, dikelilingi oleh jaringan

paru atau pleura viseral dan secara bronkoskopik invasi tidak lebih proksimal dari

bronkus lobus (belum sampai ke bronkus lobus (belum sampai ke bronkus utama).

Tumor superfisial sebarang ukuran dengan komponen invasif terbatas pada dinding

bronkus yang meluas ke proksimal bronkus utama

T2 :Setiap tumor dengan ukuran atau perluasan sebagai berikut :

- Garis tengah terbesar lebih dari 3 cm

- Mengenai bronkus utama sejauh 2 cm atau lebih distal dari karina

mengenai pleura viseral

- Berhubungan dengan atelektasis atau pneumonitis obstruktif yang meluas ke

daerah hilus, tetapi belum mengenai seluruh paru.

T3 :Tumor sebarang ukuran, dengan perluasan langsung pada dinding dada (termasuk

tumor sulkus superior), diafragma, pleura mediastinum atau tumor dalam bronkus

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Kanker Paru · PDF file2.2 Klasifikasi dan Epidemiologi Kanker Paru Di Indonesia, ... Tumor superfisial sebarang ukuran dengan komponen invasif

utama yang jaraknya kurang dari 2 cm sebelah distal karina atau tumor yang

berhubungan dengan atelektasis atau pneumositis seluruh paru

T4 :Tumor sebarang ukuran yang mengenai mediastinum atau jantung, pembuluh

besar, trakea, esofagus, korpus vertebra, karina, tumor yang disertai dengan efusi

pleura ganas atau satelittumor nodul ipsilateral pada lobus yang sama dengan tumor

primer.

N : Metastasis KGB regional

Nx : KGB tak dapat dinilai

No: Tak terbukti keterlibatan KGB

N1:Metastasis pada kelenjar getah bening peribronkial dan/atau hilus ipsilateral,

termasuk perluasan tumor secara langsung

N2:Metastasis pada kelenjar getah bening mediatinum ipsilateral dan/atau KGB

subkarina

N3:Metastasis pada hilus atau mediastinum kontralateral atau KGB skalenus/

supraklavila ipsilateral /kontralateral

M Metastasis jauh.

Mx :Metastasis tak dapat dinilai

Mo :Tak ditemukan metastasis jauh

M1:Ditemukan metastasis jauh. “Metastastic tumor nodule”(s) ipsilateral di luar

lobus tumor primer dianggap sebagai M1

2.4 Faktor Risiko Terjadinya Kanker Paru

2.4.1 Jenis Kelamin

Jenis kelamin diduga berkaitan dengan kejadian kanker paru. Hal ini dapat

dilihat dari data epidemiologi bahwa pasien kanker paru pria lebih banyak dari wanita

begitu juga dengan jumlah kematiannya. Laki-laki memiliki tingkat metilasi pada gen

Ras Association domain Family 1A (RASSF1A) yang lebih tinggi dibandingkan

dengan perempuan yaitu 7,5% dibandingkan dengan 17,9% dengan nilai

P<0,01.(Vaissiere dkk, 2015) dimana gen RASSF1A merupakan salah satu tumor

supresor yang mengkode protein menyerupai RAS efektor protein, sehingga apabila

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Kanker Paru · PDF file2.2 Klasifikasi dan Epidemiologi Kanker Paru Di Indonesia, ... Tumor superfisial sebarang ukuran dengan komponen invasif

terjadi metilasi yang menginduksi inaktivasi dari ekspresi gen tersebut maka akan

menimbulkan hilangnya inhibisi pada Cyclin D1 sehingga cell cycle arrest tidak

terjadi. Hal ini tentunya menyebabkan sel membelah secara tidak terkendali dan

menjadi kanker. (Song dkk, 2008) Tingginya kejadian kanker paru pada laki-laki juga

dapat dikaitkan dengan kebiasaan merokok laki-laki yang lebih besar dibandingkan

perempuan yaitu 63,38% dibandingkan dengan 31,62% dengan nilai P<0,01.(Gupta

dkk,2014)

2.4.2 Umur

Menurut data epidemiologi, kebanyakan penderita kanker paru merupakan

orang yang sudah berumur. Kecenderungan data memperlihatkan bahwa semakin

tuanya umur maka akan semakin tinggi risikonya untuk terkena kanker. Sebuah

penelitian yang dilaksanakan pada tahun 2014 menyebutkan bahwa adanya

kecenderungan pola merokok sesuai umur turut mempengaruhi terjadinya kanker

paru. Populasi yang berumur 50-75 tahun, 77%nya merupakan perokok aktif

(p<0,0003) sedangkan pada orang yang berumur diatas 75 tahun, hanya 23% yang

merupakan perokok. (Gupta dkk,2014). Populasi yang berumur 45-49 tahun

menunjukkan inaktivasi gen MTHFR paling tinggi dibandingkan kelompok umur

lainnya yaitu 18,5% (P<0,01) yang dikaitkan erat dengan kebiasaan merokok.

Golongan umur 50-64 tahun memiliki inaktivasi gen tertinggi pada gen CDH1 dan

GSTP1 sedangkan golongan umur >70tahun memiliki kecenderungan inaktivasi gen

GTSP1 dan RASSF1A yang paling tinggi diantara kelompok umur lainnya. Hal ini

menyebabkan golongan umur diatas 45 tahun memiliki risiko yang lebih tinggi untuk

menderita kanker paru dibandingkan populasi yang berumur dibawah 45 tahun.

(Vaissere 2015) Sebuah penelitian insiden kanker di Korea juga membuktikan bahwa

kecenderungan kanker paru terjadi pada pria dan wanita diatas 65 tahun.(Kyu dkk,

2011)

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Kanker Paru · PDF file2.2 Klasifikasi dan Epidemiologi Kanker Paru Di Indonesia, ... Tumor superfisial sebarang ukuran dengan komponen invasif

2.1.3 Berat Badan

2.4.3 Riwayat Merokok

Merokok memiliki kaitan yang erat dengan kejadian kanker paru. Rokok

memiliki 73 jenis zat pemicu kanker dan 16 diantaranya diakui sebagai karsinogen.

Karsinogen yang erat kaitannya dengan kanker paru adalah NKK, NNN dan PAH.

NNK dengan dosis 1,8mg/kg dapat menginduksi kanker paru pada mencit, estimasi

dosis terendah dari NNK pada perokok dengan lama merokok 40 tahun adalah sekitar

1,1mg/kg sehingga risiko kanker paru akan semakin tinggi apabila lama merokok

semakin panjang.(Yuan dkk,2015) Perokok memiliki kadar metilasi yang tinggi

terhadap gen SULF-2 (P<0,05) yaitu sebuah gen yang memproduksi enzim

ekstraseluler yang mengkatalis reaksi hidrolisis 6-O-Sulfo dari polisakarida heparan

sulfat. Heparan sulfat proteoglikan tersebar pada membran sel dan ECM dan

berfungsi sebagai koreseptor untuk berbagai macam faktor pertumbuhan dan sitokin.

Inaktivasi dari SULF-2 mencegah pelepasan gugus sulfat dari ikatan dengan IFN

yang akan meningkatkan transkripsi dari IFN sehingga menghasilkan metaplasia sel

mucus yang diakibatkan dari disregulasi cell death yang terlibat dalam signaling IFN

Gambar 2.2. Grafik hubungan antara umur dan kejadian kanker paru. (A) kejadian pada

laki-laki (B) pada perempuan. Dapat dilihat bahwa kejadian kanker paru memiliki

hubungan yang berbanding lurus dengan umur pasien. Dapat dilihat juga bahwa kejadian

tertinggi terdapat pada kelompok umur diatas 65 tahun yaitu puncaknya pada umur 80-84

tahun untuk pria dan diatas 85 tahun untuk wanita.(Kyu dkk, 2011)

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Kanker Paru · PDF file2.2 Klasifikasi dan Epidemiologi Kanker Paru Di Indonesia, ... Tumor superfisial sebarang ukuran dengan komponen invasif

yang akan menyebabkan terjadinya kanker paru. (Bruse dkk, 2014; Tessema

dkk,2012)

Merokok juga mempengaruhi metilasi gen MTHFR, tingkat metilasi gen

MTHFR pada orang yang merokok lebih tinggi secara signifikan yaitu 72,1%

(P<0,01) dibandingkan dengan mantan perokok (63,8%) dan yang tidak merokok

(31,6%). MTHFR merupakan produk gen yang memainkan peran sebagai methionine

pool serta memastikan bahwa kadar homosistein dalam tubuh tidak mencapai level

toksik. Enzim MTHFR mengkatalis sintesis metionin yang dibutuhkan dalam

metabolism S-adenosilmetionin yang memiliki peran penting pada proses metilasi

DNA dan ekspresinya dapat mengubah metilasi DNA yang bersangkutan, Inaktivasi

MTHFR menyebabkan penurunan signifikan 5-metilsitosin yang akan menginduksi

hipometilasi DNA yang nantinya akan mengganggu program cell death yang memicu

perkembangan tumor.(Vassiere dkk,2015)

Gambar 2.3. Pengaruh rokok terhadap

metilasi gen MTHFR

Peningkatan metilasi MTHFR terjadi

akibat kandungan benzopyrene pada

rokok mempengaruhi metilasi CpG sites

yaitu ditemukan bahwa dari 6 CpG

MTHFR, setidaknya 1-4nya mengalami

metilasi yang lebih besar secara

signifikan pada perokok. Kandungan

lain dalam rokok juga dapat

memindahkan cis-acting element yang

menghalangi penyebaran metilasi dari

pusat metilasi, serta mengganggu pola

modifikasi histon dari CpG.(Vassiere

dkk,2015)

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Kanker Paru · PDF file2.2 Klasifikasi dan Epidemiologi Kanker Paru Di Indonesia, ... Tumor superfisial sebarang ukuran dengan komponen invasif

Merokok juga memiliki kaitan yang erat dengan kejadian PPOK dimana PPOK juga

berkaitan dengan kejadian kanker paru. Sebuah penelitian telah mengidentifikasi 5

gen yang terganggu akibat merokok yang berpengeruh terhadap kanker paru yang di

induksi PPOK, gen tersebut adalah WIPF1 yang meregulasi formasi sinapsis

imunologikal dan aktivasi sel T, BCL2I yang meregulasi tumor supresor p53, SGK1

yang kenaikan regulasinya mempengaruhi pertumbuhan tumor, ZNF397 yang

memiliki peran dalam formasi sentromer dan transkripsi gen serta CLK1 yang

merupakan faktor pemotongan DNA alternatif yang di induksi oleh keadaan

hipoksia.(Faner dkk,2014). Pengaruh merokok terhadap kejadian kanker paru juga

dapat dibuktikan melalui efek dari berhenti merokok. Orang yang berhenti merokok

terbukti mengalami perubahan hasil skrining dari tahun sebelumnya disaat ia masih

merokok. Orang yang sebelumnya terskrining positif berisiko besar terhadap kanker

paru akan menjadi negative atau setidaknya risikonya berkurang saat ia berhenti

merokok setidaknya satu tahun P<0,05. (Tamemmagi dkk,2014; Slatore dkk,2014)

2.4.4 Berat Badan

Berat badan memiliki kaitan dengan berbagai jenis kanker. Indeks Masa Tubuh

(IMT) yang tinggi merupakan salah satu predisposisi dari berbagai jenis kanker, akan

tetapi kanker paru memiliki kecenderungan yang berbeda dengan kanker lainnya.

Kenaikan IMT justru memberikan efek negative terhadap risiko kanker paru.

.(Bashkaran dkk,2014)

Gambar 2.4. Grafik perbandingan IMT dan 95%CI terhadap kejadian kanker

paru. Dapat dilihat bahwa kejadian kanker paru meningkat pada IMT dibawah

25kg/m2 baik pada pria maupun wanita, yang berarti bahwa pasien kanker paru

cenderung memiliki IMT yang kecil.(Song dkk,2014)

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Kanker Paru · PDF file2.2 Klasifikasi dan Epidemiologi Kanker Paru Di Indonesia, ... Tumor superfisial sebarang ukuran dengan komponen invasif

IMT yang rendah pada pasien kanker paru diduga juga terkait dengan kecenderungan

orang dengan IMT rendah untuk merokok. Perokok pria cenderung memiliki IMT

lebih rendah dibandingkan dengan mantan perokok maupun bukan perokok

(P<0,001) sedangkan pada wanita tidak terdapat perbedaan yang begitu signifikan

antara IMT mantan perokok dibandingkan dengan bukan perokok, akan tetapi

perokok wanita memiliki kecenderungan memiliki IMT lebih rendah (<25,57kg/m2)

dibandingkan dengan dua grup pembandingnya (>26,8kg/m2) dengan nilai P<0,013

.(Gupta dkk,2014; Song dkk,2014).

2.4.5 Riwayat Penyakit Paru Lainnya

Salah satu penyakit paru yang dapat meningkatkan risiko terjadinya kanker

paru adalah PPOK yang merupakan penyakit fatal dan progressive pada paru ditandai

dengan hambatan aliran udara di saluran napas yang tidak sepenuhnya reversible.

Hambatan aliran ini bersifat progresif dan berhubungan dengan respon inflamasi paru

terhadap partikel beracun. Baik PPOK maupun kanker paru sama-sama memiliki

kaitan erat dengan merokok seperti yang telah dijelaskan pada sub-bab merokok

diatas(Durham&Adcock, 2015; Faner et,al,2014.) PPOK juga diyakini sebagai faktor

independent yang menyebabkan terjadinya kanker paru. RNOS yang merupakan

pencetus kanker akibat inflamasi kadarnya sangat meningkat pada PPOK, selain itu

fungsi mitokondria pada pasien PPOK sangat menurun sehingga sel endotel paru

tidak mampu untuk berapoptosis. Sitokin terutama IFNγ dan M-CSF yang dihasilkan

Tabel 2. Perbandingan IMT pada perokok pria dan wanita. Dapat dilihat pada

perokok aktif, rata-rata IMTnya lebih rendah dibandingkan dengan mantan

perokok maupun yang tidak pernah merokok (Song dkk,2014)

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Kanker Paru · PDF file2.2 Klasifikasi dan Epidemiologi Kanker Paru Di Indonesia, ... Tumor superfisial sebarang ukuran dengan komponen invasif

dari inflamasi PPOK dapat memberikan sinyal untuk diferensiasi dan pembelahan sel

serta dapat memanggil sel imun lain untuk berinfiltrasi dan membentuk tumor.

Inflamasi kronik juga mengakibatkan adanya overekspresi dari NFkB yang dapat

menginhibisi gen supresi tumor p53. Jalur PI3K yang berperan penting pada

proliferasi dan supresi apoptosis sel juga teraktivasi pada penderita PPOK, selain itu

peningkatan aktivasi protein Wnt dan B-catenin pada PPOK memiliki asosiasi dengan

pertumbuhan kanker yang cepat pada percobaan mencit. (Durham&Adcock, 2015;

Wauters dkk,2014)

2.4.6 Riwayat Penyakit Ekstrapulmonal

Komorbiditas pada pasien kanker paru memiliki efek positif terhadap

perkembangan kanker dan efek negative terhadap kemampuan survival pasien.

Komorbiditas juga dapat menutupi gejala kanker paru sehingga menyebabkan

diagnosis kanker yang tertunda. Komorbiditas juga mempengaruhi proses

penyembuhan kanker paru dikarenakan kebanyakan komorbiditas menjadi salah satu

kontra indikasi dari tindakan operasi. Beberapa penyakit ekstrapulmonal yang dapat

memicu terjadinya kanker paru sekaligus memperparah perjalan kanker paru adalah

kondisi-kondisi yang menurunkan sistem imunitas seperti infeksi HIV, penggunaan

obat imunosupresan pada pasien autoimun maupun pasien dengan riwayat

transplantasi organ. Adapun penyakit metabolik seperti diabetes juga dapat

meningkatkan risiko terjadinya kanker paru.(Lachina, Green & Jakobsen, 2014)

Berdasarkan ICD 10, komorbiditas penyerta dari kanker paru dibagi menjadi kelas

yaitu kelas pertama seperti infark miokard, gagal jantung kongestif, penyakit vascular

perifer, PPOK, penyakit liver dan diabetes. Sedangkan kelompok 2 adalah hemiplegi,

penyakit ginjal, diabetes dengan kerusakan organ, tumor lain di luar paru, leukemia

dan limfoma. Kelompok 3 adalah penyakit liver moderat atau parah dan kelompok 4

adalah metatstasis dari tumor solid atau AIDS. Komorbiditas terbanyak selain PPOK

adalah metastasis tumor solid 24,8%, diabetes tanpa komplikasi 10,3% dan penyakit

vascular perifer 8,7%.(Marcus dkk, 2014) Penelitian Kong dkk pada tahun 2014

menyatakan bahwa pasien dengan penyakit terkait defisiensi vitamin D memiliki

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Kanker Paru · PDF file2.2 Klasifikasi dan Epidemiologi Kanker Paru Di Indonesia, ... Tumor superfisial sebarang ukuran dengan komponen invasif

risiko yang lebih besar untuk terkena kanker paru. Vitamin D memiliki fungsi sebagai

anti proliferative, anti angiogenik, anti metastasis dan efek pro apoptosis terhadap sel.

Orang yang kekurangan vitamin D memiliki risiko 5 kali lebih besar untuk menderita

kanker paru dengan OR=5,8 dan 95%CI=2,84-11,84.(Kong dkk,2014)

2.4.7 Pekerjaan

Berbagai pekerjaan memiliki risikonya masing-masing. Beberapa pekerjaan

memiliki asosiasi dengan meningkatkan risiko seseorang untuk menderita kanker

paru dikarenakan lingkungan yang dapat mengganggu fungsi paru. Eksposur dalam

pekerjaan yang paling sering adalah eksposur dari debu serbuk kayu. Pekerjaan yang

terpapar dengan debu serbuk kayu ini diantaranya tukang gergaji, tukang kayu,

pengrajin kayu dan pekerja furnitur. Paparan dari debu kayu diyakini sebagai salah

satu faktor risiko kanker paru terbukti dalam penelitian pasien kanker paru yang

bukan perokok memiliki kecenderungan bekerja dengan paparan dari debu kayu

(OR=1,4 ; 95%CI= 1-2).(Vallieres dkk,2015) Pekerjaan lain yang dianggap berisiko

terhadap kejadian kanker paru adalah penambang batu bara, penambang bijih besi

dan pemecah batu. Penambang yang bekerja di bawah tanah memiliki tingkat

eksposur yang tinggi terhadap bahan karsinogenik bagi paru seperti arsenik, asbestos,

kromium, nikel, PAH, silika dan buangan mesin diesel sedangkan pemecah batu

paling sering berkontak dengan silika. Kelompok pekerja ini memiliki risiko yang

tinggi terhadap kanker paru apabila sudah terpapar zat karsinogenik selama lebih dari

10 tahun.(Taeger dkk,2015) Pekerja manual (pekerja yang bekerja dengan tangan

tanpa bantuan mesin) diduga memiliki risiko tinggi terhadap kontak dengan bahan

karsinogenik. Pekerjaan yang termasuk di dalam pekerja manual adalah pekerja

terampil seperti petani, tukang las dan tukang ledeng, lalu pekerja pemrosesan dan

operator mesin seperti pemecah batu dan perakit, serta pekerja dasar seperti tukang

bersih-bersih. Risiko kanker paru lebih tinggi pada pekerja manual dibandingkan

dengan manager atau pekerjaan professional lainnya dengan OR 2,5 dan 95%CI 1.2-

5.05, 71,35% pekerja tersebut mendapatkan ekpaparan karsinogenik dari lingkungan

tempat bekerja mereka.(Nordin dkk,2014)

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Kanker Paru · PDF file2.2 Klasifikasi dan Epidemiologi Kanker Paru Di Indonesia, ... Tumor superfisial sebarang ukuran dengan komponen invasif

2.4.8 Riwayat Keluarga

Keluarga diduga memiliki peranan penting dalam kejadian kanker paru.

Keluarga diduga memiliki peran penting dalam menurunkan polimorfisme pada gen

seseorang. Keluarga juga diduga berperan dalam menurunkan kebiasaan merokok

pada seseorang. Studi meta analisis yang dibuat oleh Makidou dkk menunjukkan

bahwa dari 31 case control 27 diantaranya menunjukkan riwayat kanker paru pada

keluarga berkaitan dengan peningkatan risiko kanker paru (95%CI : 1,58-2.10) dan

11 dari studi tersebut menujukkan peningkatan risiko signifikan pada pasien yang

tidak pernah merokok yang menandakan keluarga berperan besar pada pewarisan

genetik kanker (95%Ci : 1,1-2,06). Sedangkan dari 17 studi cohort semuanya

menunjukkan peningkatan risiko kanker paru yang signifikan pada pasien dengan

riwayat keluarga (95%CI: 2,57-40,41). (Matakidou dkk, 2006) Penelitian dari Anna

dkk menunjukkan bahwa riwayat penyakit kanker paru dalam keluarga dapat

meningkatkan risiko seseorang menderita kanker paru, selain itu apabila keluarga

yang memiliki riwayat kanker paru adalah ibu dan saudara perempuan maka risiko

akan jauh lebih meningkat dengan OR 2,74 dan 3,58 seperti ditunjukkan pada tabel di

bawah.(Anna dkk, 2009)

Tabel 2.3. Data pasien kanker paru dengan riwayat keluarga penderita kanker paru

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Kanker Paru · PDF file2.2 Klasifikasi dan Epidemiologi Kanker Paru Di Indonesia, ... Tumor superfisial sebarang ukuran dengan komponen invasif

Beberapa gen yang diwariskan keluarga diduga mempengaruhi meningkatnya risiko

kanker paru. Gen pada kromosom 5p15.33 yang memiliki pengaruh besar pada

wanita yang tidak pernah merokok, diduga menaikan risiko melalui mediasi

peningkatan TERT yang mengakibatkan overekspresi mRNA yang menyebabkan

kanker paru. Gen pada kromosom 6p21-6p22 juga memiliki keterkaitan dengan

meningkatnya risiko kanker paru dengan mengakibatkan adanya DNA mismatch

repair pada gen M5H5. Gen pada kromosom 9p21.3 yang merupakan pengkode

tumor suppressor gene yang dapat menghambat CDK dan apoptosis terinduksi

stressor pada sel paru yang dapat meningkatkan risiko kanker paru serta gen pada

kromosom 12p13.33 yang juga dapat mempengaruhi DNA repair mechanism pada

sel kanker paru.(Timofeeva dkk,2012)

2.5 Penatalaksanaan Kanker Paru di Indonesia

Berdasarkan pedoman dari Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, penatalaksanaan

penyakit kanker paru terdiri dari radioterapi, kemoterapi dan pembedahan. Adapun

algoritma penatalaksanaan kanker paru di Indonesia adalah sebagai berikut :

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Kanker Paru · PDF file2.2 Klasifikasi dan Epidemiologi Kanker Paru Di Indonesia, ... Tumor superfisial sebarang ukuran dengan komponen invasif

Gambar 5. Alur penatalaksanaan kanker paru di Indonesia (PDPI,2003)

2.6 Keluaran Yang Dihasilkan Dari Upaya Pengobatan

Setiap jenis penatalaksanaan yang digunakan untuk mengobati kanker paru memiliki

keluaran yang berbeda-beda. Tiga modalitas utama dalam penatalaksanaan kanker di

Indonesia merupakan kemoterapi, radioterapi dan pembedahan yang masing-masing

memiliki hasil keluaran yang berbeda-beda. Berikut penulis akan menjelaskan satu-

persatu keluaran dari modalitas berdasarkan literatur terdahulu.

2.6.1 Kemoterapi

Kemoterapi untuk pasien kanker merupakan modalitas yang cenderung paling

sering digunakan pada penderita kanker paru. Kemoterapi kerap kali dianggap

sebagai modalitas yang tidak efektif serta memiliki toksik yang tinggi terhadap

penggunanya, akan tetapi beberapa studi menyatakan bahwa kemoterapi merupakan

modalitas yang dapat meningkatkan survival pasien, menurunkan gejala serta

meningkatkan kualitas hidup pasien kanker.(Brown dkk,2013; Bonferroni dkk, 2012;

Brimingham dkk, 2009) Studi yang dikerjakan oleh Schiller dkk yang

membandingkan keefektivitasan pada beberapa kemoterapi yang digunakan pada

pasien kanker paru menunjukkan bahwa terapi dengan menggunakan ciplastin dan

gemcitabin memberikan hasil terbaik dalam meningkatkan survival selama 2 tahun.

(Schiller dkk, 2012)

Table 2.4. Perbedaan keluaran pada beberapa regimen kemoterapi untuk kanker

paru. Dapat dilihat respon komplet maupun partial tertinggi dicapai oleh

gemcitabine, kestabilan kanker dicapai tertinggi oleh docetaxel dan survival terbaik

dihasilkan oleh gemcitabine (Schiller dkk, 2012)

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Kanker Paru · PDF file2.2 Klasifikasi dan Epidemiologi Kanker Paru Di Indonesia, ... Tumor superfisial sebarang ukuran dengan komponen invasif

2.6.2 Radioterapi

Pengobatan kanker paru stadium awal biasanya tidak memungkinkan untuk

dilakukan pembedahan dikarenakan ukuran kanker yang masih terlalu kecil.

Kebanyakan penatalaksanaan pada penyakit kanker paru stadium awal adalah dengan

menggunakan radioterapi. Salah satu jenis radioterapi yang dapat digunakan sebagai

modalitas adalah stereotactic body radiotheraphy (SBRT) yang sekarang lebih

dikenal dengan stereotactic ablative radiotherapy (SABR) yang merupakan teknologi

noninvasive dengan ketepatan yang tinggi sehingga dapat mentarget tumor dengan

lebih baik tanpa meningkatkan kadar toksik pada tubuh pasien. (Solda dkk, 2013 ;

Palma dkk,2012) Penelitian dari palma dkk juga menunjukkan bahwa radioterapi

yang digunakan dalam mengobati kanker paru merupakan terapi dengan tingkat

toleransi tinggi dan hanya menghasilkan efek samping minor pada pasien seperti yang

akan dijelaskan pada tabel 2.5. (Palma dkk,2012)

SABR biasa digunakan untuk pasien kanker paru yang memiliki kontra indikasi

untuk pembedahan. Penelitian dari Verstegen dkk pada tahun 2013 juga

membuktikan bahwa SARBP tidak memberikan toksisitas yang lebih rendah secara

Tabel 2.5. Perbandingan 30-day mortality pada pasien dengan kanker paru

stadium awal yang diberikan tindakan bedah dibandingkan dengan radioterapi.

Dapat dilihat bahwa pasien yang mendapatkan tindakan radioterapi tidak ada

yang meninggal setelah 30 hari dibandingkan dengan pembedahan yang

menghasilkan 8% pasien meninggal, 25% meninggal setelah lobektomi dan 7%

setelah segmentektomi. Komplikasi yang terjadi pada radioterapi 69%nya

merupakan toksisitas tingkat 1 dan 2 yaitu berupa kelelahan, batuk, sesak, mual

dan berkurangnya nafsu makan. (Palma dkk,2012)

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Kanker Paru · PDF file2.2 Klasifikasi dan Epidemiologi Kanker Paru Di Indonesia, ... Tumor superfisial sebarang ukuran dengan komponen invasif

signifikan pada 90-day mortality pada pasien kanker paru stadium 1 dan 2

dibandingkan dengan pembedahan dan video assist thoracoscopy surgery

(VATS).(Verstegen dkk, 2013)

2.6.3 Pembedahan

Pembedahan merupakan penatalaksanaan kanker paru yang cukup umum

dilakukan di Indonesia. Beberapa teknik pembedahan dilakukan untuk

mengeradikasi sel kanker pada paru-paru pasien mulai dari pembedahan terbuka

maupun pembedahan melalui endoskopi. Pembedahan biasanya dilakukan untuk

kanker paru stadium lanjut akan tetapi pembedahan juga memiliki keuntungan untuk

pengobatan kanker paru stadium awal (1&2) yaitu kemampuannya untuk melihat

getah bening secara invasive sehingga dapat memutuskan untuk memulai kemoterapi

adjuvant apabila terdeteksi dimulainya metastasis melalui getah bening. Selain itu,

pembedahan juga memberikan keuntungan untuk mendapatkan diagnosis

histopatologi pasti.(Verstegen dkk,2013; Zhang dkk, 2013) Studi meta analisis yang

dilakukan oleh Taioli et al menunjukkan bahwa prosedur pembedahan dengan VATS

lebih menguntungkan dibandingkan dengan torakostomi dengan 5 years survival 62-

97% dan 5 years mortality yang lebih rendah (95%CI : 3-6). Studi Taioli et al

menyarankan lobektomi dengan VATS dijadikan sebagai terapi pengganti

torakostomi dikarenakan lobektomi VATS memiliki komplikasi yang lebih sedikit,

durasi penggunaan chest tube yang lebih pendek dan durasi opname yang lebih

pendek. (Taioli dkk, 2013). Lobektomi VATS dilakukan dengan menggunakan teknik

three-port-non-rib-spreading dengan peralatan torakoskopik standar, insisi untuk

akses masuk dibuat sebsar 4cm di antara interkosta 3 dan 4 pada garis anterior aksila.

Port kamera sebesar 1cm diletakkan diantara interkosta 7 dan 8 pada garis anterior

aksila dan dibuat lubang 1cm pada posterior untuk retraksi dan insersi stapler.(Taioli

dkk,2013 ; Zhang dkk,2013; Lee dkk,2013) Perbandingan keluaran jangka panjang

antara beberapa teknik pembedahan tidak memberikan perbedaan yang bermakna

secara statistic (p:0,767) dimana pasien yang mampu bertahan selama 3 dan 5 tahun

pada pasien open thoracostomy sebesar 87,2% dan 74,9% sedangkan VATS sebesar

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Kanker Paru · PDF file2.2 Klasifikasi dan Epidemiologi Kanker Paru Di Indonesia, ... Tumor superfisial sebarang ukuran dengan komponen invasif

80,9% dan 76,6% akantetapi pada pasien kanker dengan stadium 2 dan 3 keluaran

jangka panjang bermakna secara signifikan (p=0,363) dimana pasien dengan OS yang

mampu bertahan selama 3 tahunnya sebesar 58,4% (95%CI:33,3-83,5), VATS

sebesar 61,3% (95%CI: 48,6-74,0). (Lee dkk, 2013)

2.7 Prognosis Kanker Paru

Seperti yang telah dibahas pada bagian pendahuluan, kanker paru merupakan

salah satu kanker yang fatal dengan tingkat kematian paling tinggi jika dibandingkan

dengan kanker lainnya. Prognosis kanker paru dikelompokkan berdasarkan

stadiumnya dimana semakin tinggi tingkatan kankernya maka angka 5 years survival-

nya akan semakin rendah. (American Cancer Society, 2016)

STAGE 5 YEARS SURVIVAL

I A 49%

I B 45%

II A 30%

II B 31%

III A 14%

III B 5%

IV 1%

Tabel 2.6. Persentase pasien yang mampu bertahan hidup setelah diagnosis kanker paru

selama 5 tahun berdasarkan derajatnya. Dapat dilihat bahwa pasien kanker paru

memiliki prognosis yang buruk dimana pada stage I A saja persentase pasien yang

mampu bertahan sampai 5 tahun tidak sampai setengahnya dan pada stage akhir hanya

1% pasien yang mampu bertahan sampai 5 tahun.