BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bahan Cetak 2.1.1 ......8 cetakan tergantung dari jenis bahan cetak yang...
Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bahan Cetak 2.1.1 ......8 cetakan tergantung dari jenis bahan cetak yang...
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Bahan Cetak
2.1.1. Pengertian Bahan Cetak
Dalam bidang kedokteran gigi, bentuk tiruan dari jaringan keras
dan jaringan lunak rongga mulut digunakan dalam menentukan
diagnosis dan perawatan gigi dan mulut. Bentuk tiruan ini biasanya
disebut model studi, cetakan, atau die. Masing-masing dibuat untuk
tujuan yang berbeda. Model studi dibuat dalam rangka mengamati
dan mempelajari struktur rongga mulut pasien, contohnya
orthodontist biasanya menggunakan model studi untuk
mengevaluasi perkembangan suatu perawatan ortho. Cetakan
sering disebut dengan model kerja, contohnya orthodontist
biasanya menggunakan model kerja untuk membuat retainer
setelah perawatan ortho. Die adalah bentuk tiruan dari sebuah gigi,
biasanya digunakan dalam pembuatan mahkota berbahan metal
atau inlay (Powers, 2008).
Pembuatan model studi, model kerja, dan die selalu diawali
dengan mencetak jaringan keras dan jaringan lunak rongga mulut
dengan menggunakan bahan cetak. Tingkat keakuratan hasil
………………………………………………………………………
8
cetakan tergantung dari jenis bahan cetak yang digunakan.
(John, 2014).
2.1.2. Kriteria Bahan Cetak
Bahan cetak harus memenuhi beberapa kriteria berikut:
(Powers, 2008) (1) mudah dimanipulasi dan harga cukup
terjangkau, (2) konsistensi cukup kental; (3) memiliki setting time
yang sesuai, idealnya harus kurang dari 7 menit (John, 2014); (4)
memiliki kekuatan mekanik cukup, sehingga tidak mudah sobek
saat dilepaskan dari rongga mulut; (5) memiliki tingkat keakuratan
dimensional yang stabil dalam waktu cukup lama; (6) rasa dan bau
dapat diterima oleh pasien; (7) tidak toksik dan tidak mengiritasi;
(8) tidak ada penurunan sifat yang signifikan akibat desinfeksi; (9)
kompatibel dengan die dan model; (10) dapat disimpan dalam
jangka waktu lama.
2.1.3. Klasifikasi Bahan Cetak
Bahan cetak diklasifikasikan berdasarkan komposisi,
mekanisme setting, sifat mekanis, dan penggunaannya. Pada
penelitian ini akan dibahas klasifikasi berdasarkan sifat
mekanisnya.
Berdasarkan sifat mekanisnya, bahan cetak diklasifikasikan
menjadi 2 yaitu bahan cetak elastis dan bahan cetak non elastis
(Anusavice, 2013).
9
1) Bahan cetak elastis
Material lentur atau fleksibel, dapat kembali kebentuk
semula setelah diregangkan, dan dapat mencetak struktur keras
maupun lunak dari rongga mulut secara akurat termasuk
undercut dan celah interproksimal. Contoh: agar, alginat, dan
elastomer. Bahan cetak elastis kemudian di klasifikasikan
menjadi 2 yaitu bahan cetak hidrokoloid irreversible dan
hidrokoloid reversible.
2) Bahan cetak non elastis
Material tidak lentur atau tidak fleksibel, hasil cetakan akan
fraktur atau pecah saat di regangkan, sering digunakan untuk
membuat konstruksi gigi tiruan penuh karena ideal untuk
mencetak rahang tidak bergigi atau jaringan lunak karena
memiliki konsistensi baik. Contoh: pasta ZOE dan bahan cetak
berbasis semen.
2.2 Alginat
Alginat adalah bahan cetak elastis jenis hidrokoloid irreversible, yang
mudah dimanipulalsi, harga relatif murah, dan nyaman untuk pasien
(Nandini dkk, 2008). Alginat merupakan bahan cetak yang paling banyak
digunakan dalam praktek kedokteran gigi karena (1) alginat mudah
dicampur dan dimanipulasi; (2) peralatan yang digunakan sederhana dan
10
mudah didapat; (3) hasil cetakan elastis; (4) hasil cetakan cukup akurat; (5)
harga relatif murah.
Gambar 1. Bubuk alginat (Powers, 2008)
Kekurangan utama dari alginat adalah alginat memiliki kekuatan sobek
yang lemah sehingga alginat mudah disobek, dan alginat tidak dapat
mencetak lebih detail dibandingkan agar atau elastomer. Alginat tersedia
dalam sediaan bubuk dan dikemas dalam wadah kedap udara dengan
tujuan meminimalkan kontaminasi udara lembab. Kontaminasi udara yang
lembab akan memperpendek waktu simpan alginat (Powers, 2008).
2.2.1. Komposisi Alginat
Bubuk alginat terdiri dari beberapa komponen bubuk berbeda
yang memiliki fungsi masing-masing. Saat bubuk alginat dicampur
dengan air, akan terbentuk hasil campuran berupa masa kental
yang halus atau disebut pasta. Hasil campuran ini kemudian akan
11
menjadi gel irreversible beberapa saat setelah pencampuran
(Powers, 2008).
Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut (John, 2014):
Pasta Gel
Sodium Alginat + CaSO4.H2O Kalsium Alginat ↓ + Na+ + SO4- + H2O
Setting time dari alginat ditetukan dari jumlah sodium fosfat
yang terkandung dalam bubuk alginat. Saat natrium fosfat bereaksi,
natrium alginat yang larut dapat bereaksi dengan ion kalsium yang
tersisa, sedangkan kalsium alginat mengendap menjadi jaringan
yang berserat. Ruang kapiler antara serat akan diisi oleh air,
struktur ini yang disebut gel. Perubahan pasta menjadi gel bersifat
tetap, artinya gel tidak akan dapat berubah menjadi pasta setelah
proses pencampuran, karena sifat ini alginat disebut hidrokoloid
irreversible (Powers, 2008).
Komposisi yang terdapat dalam bubuk alginat dapat dilihat
dalam tabel berikut (Anusavice, 2013):
12
Tabel 1. Komposisi Alginat
Komponen Fungsi Persentase
Berat (%)
Potasium alginat Alginat yang
mudah larut
15
Kalsium sulfat Reaktan 16
Zinc oxide Partikel pengisi 4
Pottasium titanium
flouride
Pengeras gypsum 3
Diatomaceous earth Partikel pengisi 60
Sodium fosfat Retarder 2
2.2.2. Karakteristik Alginat
Bahan cetak alginat memiliki beberapa sifat yang menjadi
karakteristik bahan cetak ini, antara lain (1) plastis, bahan cetak
harus bersifat plastis untuk dapat diadaptasikan ke dalam rongga
mulut sehingga dapat mencetak dengan detail, (2) fleksibel, sifat
fleksibel alginat menyebabkan alginat tidak berubah bentuk atau
tidak mudah sobek saat dilepaskan dari rongga mulut, (3) sifat
sinersis, yaitu alginat akan menyusut apabila dibiarkan di udara
terbuka dalam waktu yang lama, (4) sifat imbibisi, yaitu alginat
akan mengalami ekspansi apabila di rendam dalam air dalam waktu
tertentu, (5) kestabilan penyimpanan, alginat akan lebih tahan lama
apabila disimpan dalam ruangan yang sejuk dan kering, (6)
kompatibel, alginat dapat kompatibel dengan model plaster dan
stone, (7) biokompatibel, yaitu tidak toksik, tidak menyebabkan
13
iritasi jaringan, serta memiliki rasa dan bau yang dapat diterima
(Noort, 2002).
2.2.3. Penyimpanan Alginat
Faktor utama yang memengaruhi usia penyimpanan alginat
adalah temperatur penyimpanan dan kontaminasi kelembaban
udara (Anusavice, 2013). Alginat sebaiknya disimpan dalam
kemasan kantong kedap udara atau ditempatkan dalam toples.
Penyimpanan alginat dalam kemasan saat pembelian sangat
disarankan karena kontaminasi udara yang mungkin terjadi sangat
minimal. Namun penggunaan wadah seperti toples untuk
menyimpan alginat juga banyak dilakukan oleh dokter gigi. Perlu
diperhatikan bahwa setelah mengambil bubuk alginat, wadah harus
ditutup sesegera mungkin untuk meminimalkan kontaminasi
kelembaban udara. Bubuk alginat harus disimpan di tempat sejuk
dan kering (Anusavice, 2013).
Tangga kadaluarsa juga menjadi hal penting yang harus
diperhatikan dokter gigi. Sebaiknya tidak menyimpan stok alginat
dalam praktik dokter gigi lebih dari satu tahun, semakin lama
waktu simpan alginat setelah pertama kali dibuka maka kualitas
alginat akan semakin menurun. Bubuk alginat yang sudah
disimpan selama satu bulan pada temperatur 65°C tidak dapat
digunakan lagi dalam perawatan dokter gigi karena bahan akan
14
mengeras lebih cepat atau tidak dapat mengeras sama sekali (John,
2014).
2.2.4. Manipulasi dan Pencetakan Alginat
Manipulasi alginat adalah proses awal pencetakan untuk
mendapatkan model studi yang akan membantu rencana perawatan
dan diskusi dengan pasien (Anusavice, 2013). Proses pencetakan
dilakukan berdasarkan tahapan berikut (Powers, 2008):
1) Pemilihan sendok cetak
Sendok cetak untuk rahang atas harus memenuhi beberapa
kriteria berikut, yaitu: (1) dapat menutup tuberositas secara
keseluruhan, (2) lebih lebar 4 mm dari batas tulang alveolar di
regio molar, (3) menutupi seluruh gigi anterior. Sedangkan
untuk rahang bawah harus memenuhi kriteria berikut: (1)
menutupi seluruh gigi dan retromolar pad, (2) lebih lebar 4 mm
dari bagian bukal dan lingual gigi posterior dan 4 mm lebih
lebar dari labial dan lingual gigi anterior.
Gambar 2. Sendok cetak (Anusavice, 2013)
15
2) Modifikasi sendok cetak
Menambahkan wax pada bagian labial anterior dari sendok
mungkin diperlukan, untuk memastikan alginat dapat mengalir
ke vestibulum bagian labial, selain itu penambahan wax pada
batas sendok cetak di bagian tertentu juga mungkin dibutuhkan
agar alginat dapat mencetak seluruh bagian yang diinginkan.
3) Dispensing alginat
Jumlah bubuk alginat dan air yang akan dicampurkan
sebaiknya ditakar menggunakan sendok takar yang terdapat
dalam kemasan. Alginat kemudian dimasukkan kedalam bowl
yang berisi air bertemperatur 22-23°C.
4) Pengadukan
Bubuk alginat dan air diaduk dengan menggunakan spatula
yang cukup kaku dan lebar. Pengadukan dilakukan dengan
gerakan angka delapan yang cepat dengan cara ditekan pada
dinding bowl untuk mengeluarkan gelembung. Waktu yang
dibutuhkan untuk mencampur alginat dengan waktu setting
sedang secara sempurna sekitar 45 detik, sedangkan untuk
alginat dengan waktu setting cepat adalah 30 detik. Hasil
cetakan yang baik akan didapatkan dari campuran yang halus,
tidak berbutir, dan konsistensi tepat (Anusavice, 2013).
16
5) Penempatan alginat pada sendok cetak
Alginat ditempatkan pada sendok cetak dengan
menggunakan spatula. Alginat harus menempati seluruh bagian
sendok cetak terutama bagian perforasi untuk menambah
retensi alginat saat dilepaskan dari rongga mulut agar tidak
mudah lepas.
6) Pencetakan
Pencetakan dalam rongga mulut dilakukan dalam waktu 2-3
menit sampai setting sempurna. Bagian yang harus tercetak
pada proses pencetakan adalah seluruh gigi rahang atas dan
bawah, seluruh prosesus alveolaris, seluruh retromolar rahang
bawah, hamular notch rahang atas, setiap detail jaringa rongga
mulut.
Gambar 3. Hasil cetakan alginat (Powers, 2008)
17
7) Tahapan akhir
Setelah pencetakan, hasil cetakan alginat harus melalui
beberapa tahapan lagi sebelum di cor dengan menggunakan
gips. Tahapan dilakukan secara berurutan: cetakan dibilas
dengan air, potong kelebihan alginat yang mengganggu visual,
desinfeksi hasil cetakan, bilas dengan air, keringkan kelebihan
air, lalu di cor menggunakan gips.
2.2.5. Desinfeksi Cetakan Alginat
Hasil cetakan yang akan dikirim ke laboratorium dental harus
didesinfeksi guna menghindari infeksi silang yang mungkin terjadi
dari pasien ke petugas laboratorium. Menurut American Dental
Association (ADA) Guidelines cara untuk desinfeksi hasil cetakan
adalah dengan mencuci hasil cetakan dengan air lalu merendamnya
dalam larutan desinfektan (Cangara, 2015). Selain dengan
perendaman, desinfeksi juga dapat dilakukan dengan
penyemprotan. Teknik perendaman lebih sering dilakukan oleh
dokter gigi karena dengan merendam, seluruh permukaan hasil
cetakan akan terdesinfeksi, namun kekurangannya adalah
meningkatkan resiko perubahan dimensi hasil cetakan alginat.
Prosedur desinfeksi menurut Centers for Disease Control and
Prevention adalah dengan membilas menggunakan air lalu
menyemprotkan bahan desinfektan seperti sodium hipoklorit,
iodophor, atau phenol sintetis pada bagian yang terekspose. Hasil
18
cetakan kemudian dibungkus dengan kertas tisu dan ditempatkan
dalam kantung plastik tertutup selama 10 menit. Setelah 10 menit
keluarkan hasil cetakan dari kantung plastik, bilas dengan air, lalu
keringkan sisa air yang menempel. Langkah akhir adalah dengan
mengecor hasil cetakan dengan gipsum. Selain dengan
penyemprotan, desinfeksi juga dapat dilakukan dengan merendam
hasil cetakan, namun waktu perendaman harus diperhatikan,
perendaman tidak boleh lebih dari 10 menit karena akan
meningkatkan sifat imbibisi dari alginat (Anusavice, 2013).
2.2.6. Perubahan Dimensi Alginat
Perubahan dimensi alginat adalah berubahnya ukuran hasil
cetakan alginat dari keadaan semula. Perubahan dimensi alginat
meliputi sinersis dan imbibisi. Sinersis adalah menyusutnya hasil
cetakan alginat apabila dibiarkan diudara terbuka dalam waktu
yang lama. Imbibisi adalah terekspansinya hasil cetakan alginat
apabila direndam dalam air dalam waktu tertentu (Noort, 2000).
Perubahan dimensi sebaiknya tidak terjadi karena keakuratan hasil
cetakan merupakan hal yang sangat penting untuk keberhasilan
perawatan dental (Sumandhi, 2010). Namun perubahan dimensi
pada hasil cetakan alginat tidak dapat dihindari karena alginat
merupakan jenis bahan cetak hidrokoloid gel yang mengandung
sejumlah besar air. Air yang terkandung dalam alginat dapat
bertambah maupun berkurang jumlahnya. Perubahan kandungan
19
air dalam alginat ini menyebabkan alginat memiliki sifat khasnya,
yaitu sinersis dan imbibisis (Powers, 2008).
Sinersis adalah menguapnya air yang tekandung dalam cetakan
alginat, sehingga hasil cetakan akan mengalami penyusutan, hal ini
terjadi karena adanya perbedaan temperatur antara temperatur
rongga mulut (37°C) dan temperatur ruangan (23°C). Imbibisi
adalah terserapnya air kedalam hasil cetakan yang menyebabkan
hasil cetakan mengalami ekspansi. Distorsi atau ekspansi terjadi
apabila terdapat perubahan temperatur yang berlawanan yaitu dari
sendok cetak yang didinginkan dengan air (15°C) ke temperatur
ruangan yang lebih hangat. Selain temperatur, lama waktu
perendaman hasil cetakan dalam larutan desinfektan juga dapat
memengaruhi dimensi hasil cetakan. Perendaman dalam larutan
desinfektan sebaiknya tidak lebih dari sepuluh menit (Anusavice,
2013). Sinersis maupun imbibisi sama-sama menyebabkan
terjadinya perubahan dimensi hasil cetakan alginat.
Beberapa penelitian mengenai perubahan dimensi alginat telah
dilakukan, beberapa diantaranya adalah penelitian mengenai
perubahan dimensi alginat dengan perendaman dalam larutan
desinfektan berupa perasan bawang putih telah dilakukan oleh
Citra Jasmin Cangara (2015), penelitian mengenai perubahan
dimensi hasil cetakan alginat dengan perendaman dalam berbagai
macam larutan desinfektan dilakukan oleh Distrina Fitrian (2013),
20
dan penelitian mengenai perubahan dimensi alginat dengan
perendaman dalam air rebusan daun jambu biji 100% dilakukan
oleh Indah Hati Batubara (2013).
2.3. Daun Alpukat
Alpukat berasal dari kingdom Plantae, dengan nama ilmiah spesies
Persea Americana. Alpukat berasal dari wilayah mesoamerika yaitu
Meksiko Tengah dan Selatan. Alpukat tumbuh di daerah tropis dan
subtropis, namun Meksiko tetap menjadi produsen alpukat terbesar dunia.
Alpukat masuk ke Indonesia pada tahun 1750. Sentra alpukat di Indonesia
terdapat di Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Selatan,
Sumatera Barat, Sumatera Utara, Aceh, dan Nusa Tenggara Timur.
Alpukat di Indonesia tumbuh hingga 20 m di ketinggian tempat 1 m
sampai 1000 m di atas permukaan laut (Handayani, 2013).
Gambar 4. Tanaman alpukat (Handayani, 2013)
21
Permukaan daun alpukat licin, dengan ukuran panjang 41 cm dan lebar
sepuluh sentimeter. Bentuknya bervariasi dari elips, oval, dan lanset. Daun
alpukat rasanya pahit. Tiga puluh senyawa teridentifikasi dalam daun
alpukat, antara lain estragol, alfa-cubebene, methyl eugenol, fenol,
saponin, alkaloida, dan flavonioda Beberapa diantara merupakan senyawa
antibakteri (Handari, 2014).
1) Fenol
Fenol merupakan senyawa antibakteri yang saat ini banyak
digunakan dalam dunia medis. Fenol dapat mengakibatkan struktur
protein yang merupakan struktur terbesar dari dinding sel dan
membrane sitoplasma bakteri menjadi rusak. Dinding sel yang rusak
menyebabkan terganggunya fungsi sel karena makromolekul dan ion
dari sel berhasil terlepas. Selanjutnya sel bakteri menjadi kehilangan
bentuk dan terjadilah lisis sel (Rahayu, 2000).
2) Saponin
Saponin merupakan zat aktif yang dapat meningkatkan
permeabilitas membran sehingga terjadi hemolisis sel. Saponin yang
berinteraksi dengan sel bakteri akan menyebabkan rusak atau
lisisnya bakteri (Utami, 2008).
3) Alkaloid
Alkaloid merupakan senyawa yang dapat ditemukan pada bagian
tumbuhan seperti biji, daun, ranting, dan kulit batang. Senyawa
alkaloid yang ditemukan di alam banyak digunakan sebagai
22
pengobatan. Alkaloid berfungsi sebagai bakteriotoksik dengan
mengganggu komponen penyusun peptidoglikan sel bakteri sehingga
lapisan dinding sel menjadi rusak. Dinding sel yang rusak
menyebabkan kematian bakteri (Kurniawan, 2012).
4) Flavonoid
Flavonoid merupakan salah satu senyawa golongan fenol.
Falavonoid merupakan kandungan khas tumbuhan hijau, dan
terkadung dalam daun, akar, kayu, kulit, tepung sari, nektar, bunga,
buah, dan biji. Berdasarkan penelitian farmakologi, ditemukan
bahwa senyawa flavonoid berkhasiat sebagai antifungi, diuretic,
antihistamin, antihipertensi, insektisida, bakterisida serta antivirus.
Flavonoid sebagai antibakteri bekerja dengan membentuk senyawa
kompleks terhadap protein ekstraseluler sel yang mengganggu
integritas membran bakteri (Kurniawan, 2012).
Kandungan antibakteri ekstrak daun alpukat telah terbukti memiliki
daya hambat terhadap pertumbuhan Enterococcus faecalis. Penelitian ini
dilakukan oleh Felina dkk di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hang
Tuah. Berdasarkan penelitian tersebut diketahui bahwa ekstrak daun
alpukat konsentrasi 25%, 50%, dan 100% dapat menghambat pertumbuhan
Enterococcus faecalis dengan perbedaan yang bermakna. Daya hambat
terbesar dihasilkan ekstrak daun alpukat konsentrasi 100% yaitu sebesar
sebelas koma delapan dua milimeter (Charyadie, 2014).
23
Penelitian lain mengenai efektifitas daun alpukat dalam menghambat
Streptococcus mutans dalam media BHI (Brain Heart Infusion) juga telah
dilakukan oleh Fauzia dan Astari Larasati dan Astari (2008), hasilnya
diperoleh ekstrak daun alpukat 25% dapat menghambat 1 dari 6 kelompok
Streptococcus mutans, sedangkan konsentrasi 100% dapat menghambat 5
dari 6 kelompok Streptococcus mutans (Larasati dan Astari, 2008).
2.4. Gipsum
Dalam bidang kedokteran gigi, gipsum digunakan untuk membuat
model studi, model kerja, dan die. Gipsum dibagi menjadi 5 tipe yaitu
(Powers, 2008):
1) Plaster Cetak (Tipe I)/ Impression plaster
2) Plaster Model (Tipe II)/ Dental plaster
3) Dental Stone (Tipe III)
4) Dental Stone, Kekuatan Tinggi (Tipe IV)
5) Dental Stone, Kekuatan Tinggi, Ekspansi Tinggi (Tipe V)
Secara umum gipsum termasuk bahan yang memiliki dimensi stabil
dalam jangka waktu lama. Semua produk gipsum terbentuk dari mineral
gipsum yang dihidrasi dari kalsium sulfat. Rumus kimia dari gipsum
adalah CaSO4.2H2O (John, 2014).
24
2.4.1. Manipulasi
Manipulasi gipsum adalah mencampurkan bubuk gipsum
dengan air sesuai rasio yang dianjurkan oleh pabrik. Rasio bubuk
dan air berbeda setiap produk, sehingga petunjuk pabrik harus
benar-benar diperhatikan agar kekuatan dental stone sesuai yang
diharapkan. Setiap 100 mg bubuk gipsum dicampur dengan air
sejumlah 28-32 ml. Setting time gipsum dipengaruhi suhu air dan
suhu lingkungan. Peningkatan suhu ruangan 20-25°C menjadi suhu
37°C akan menurunkan setting time (John, 2014). Mixing time
yang dibutuhkan dalam manipulasi dental stone adalah 1 menit,
sedangkan setting time 1 jam setelah pengecoran (Batubara, 2013).
2.4.2. Pengecoran
Hasil cetakan alginat harus di cor dengan gipsum untuk
mendapatkan model diagnostik. Tahap awal adalah dengan
mempersiapkan bubuk gipsum dan air sesuai aturan pabrik. Bahan
dimasukkan dalam bowl, lalu diaduk menggunakan spatula dengan
kecepatan konstan. Kemudian hasil manipulasi dimasukkan
kedalam hasil cetakan alginat yang ditempatkan diatas vibrator
untuk melepaskan gelembung udara yang tejebak. Tunggu sampai
cetakan gipsum mengeras. Selama proses pengerasan, gipsum akan
melepaskan panas. Hasil pengecoran terbaik didapat dalam waktu 1
jam yang ditandai dengan berhentinya proses pelepasan panas dari
hasil cetakan gipsum. Alginat dan gipsum sebaiknya dipisahkan
25
maksimal dalam waktu 1 jam karena jika lebih dari waktu tersebut
gipsum akan menjadi kasar dan berkapur, sedangkan alginat akan
kering dan kaku (Cangara, 2015).