BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hanjelimedia.unpad.ac.id/thesis/240310/2014/240310140018_2_3404.pdf ·...
Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hanjelimedia.unpad.ac.id/thesis/240310/2014/240310140018_2_3404.pdf ·...
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Hanjeli
Serealia berpotensi tak hanya terdapat dari jagung, singkong dan beras
saja. Tanaman serealia yang potensial dapat dikembangkan menjadi bahan pangan
alternatif pengganti beras sehingga dapat tercapai diversifikasi produk pangan,
salah satunya adalah Hanjeli (Coix lacryma-Jobi L). Hanjeli termasuk kedalam
familia Graminae, famili ini tergolong kedalam jenis tanaman yang mudah untuk
dibudidayakan (Nurmala, Yuniarti, & Syahfitri, 2016).
Gambar 2. Tanaman Hanjeli
Tanaman hanjeli ini banyak dibudidayakan dengan sistem tanam
polikultur, menjadi tanaman pekarangan serta tanaman hanjeli dibudidayakan
dengan sistem tumpangsari bersama tanaman pokok misalnya tanaman jagung.
tanaman hanjeli yang dibudidayakan dengan sistem tanaman monokultur biasanya
ditanam dilahan yang marginal tanpa adanya penyiangan, dan pemupukan
(Nurmala, 2010). Menurut Murtilaksono, Nurmala, & Suriadikumah (2014),
tanaman hanjeli mudah dibudidayakan, tahan terhadap hama, toleran pada kondisi
kekeringan maupun kebanjiran, tumbuh di setiap jenis tanah sampai pada
11
ketinggian 2000 mdpl, tidak membutuhkan banyak perawatan, hal tersebut
menjadikan peluang besar dalam pembudidayaan hanjeli.
Tanaman hanjeli saat ini di Indonesia dapat di temukan di Kabupaten
Bandung antara lain Punclut, Gunung Halu, dan Cipongkor, di Sumedang antara
lain Kiara Payung (Jatinangor), Tanjungsari, Wado, serta Garut, Ciamis,
Sukabumi, Cirebon, Indramayu (Nurmala, 2010).
Proses pengolahan pasca panen tanaman hanjeli mulai dari masa panen,
pengeringan, pemecahan cangkang/gabah hanjeli, penyosohan beras hanjeli,
sortasi, penyimpanan, dan pengemasan. Berikut adalah foto gabah hanjeli dan
beras hanjeli.
Gambar 3. Gabah Hanjeli
Gambar 4. Beras Hanjeli
12
2.2 Produk Turunan Hanjeli
Hanjeli dapat dijadikan pangan alternatif, dan dapat diolah menjadi
menjadi berbagai olahan produk turunan. Dilihat dari kandungan nutrisi hanjeli
yaitu mempunyai rata-rata kandungan kadar air 11,04 %, kadar karbohidrat
71,81%, kadar protein 10,89%, kadar abu 1,38 %, dan kadar lemak 5,18%
(Nurmala, Qosim, & Achyar, 2009). Data tersebut menunjukan hanjeli dapat
dimanfaatkan sebagai pengganti beras.
Gambar 5. Bubur Hanjeli ( Produk Turunan Hanjeli )
Hanjeli dapat diolah menjadi bubur hanjeli, nasi hanjeli, dodol hanjeli,
oatmeal hanjeli, biskuit hanjeli, tape hanjeli, kerupuk hanjeli (Nurmala, 2010),
serta menjadi berbagai olahan bakery antara lain, roti hanjeli, cookies hanjeli,
brownies hanjeli (Wicaksono, Yustiana, & Supriatna, 2006).
Gambar 6. Cookies Hanjeli (Produk Turunan Hanjeli)
13
Salah satu produk turunan hanjeli adalah roti merupakan produk makanan
yang hasil fermentasi terigu (tepung gandum) dengan ragi atau pengembang
lainnya melalui proses pemangangan (Herudiyanto & Hudaya, 2009). Bahan baku
utama dalam proses pembuatan roti yaitu tepung terigu, ragi dan air, sedangkan
bahan penambah rasa (enrichment ingredients) yaitu: gula, garam, lemak
(shortening), susu, telur, dan essence. Kualitas roti dapat dilihat dari kebersihan
produk, keseimbangan produk, warna kulit pemanggan, serta tekstur daging,
warna daging, aroma, citarasa, bau, kelembapan, kesegaran daging roti, dan
kejernihan roti (Herudiyanto & Hudaya, 2009).
Menurut observasi lapangan pada bulan Januari tahun 2018, tepung hanjeli
dapat dijadikan bahan baku pembuatan roti hanjeli akan tetapi tidak dapat
dijadikan bahan baku utama. Teknik pengolahan hanjeli roti disubtitusi dengan
menggunakan tepung terigu, lama waktu pencampuran selama 30 menit
menggunakan mixer. Fermentasi yang dilakukan selama tiga jam. Dan
pengovenan dilakukan selama 20 menit, dan menghasilkan roti hanjeli dengan
tekstur yang kasar dan bantat.
Gambar 7. Roti Hanjeli dan Cookies Hanjeli
14
2.3 Usaha Pedesaan
Pengembangan berbagai usaha di tingkat pedesaan mampu meningkatkan
taraf hidup masyarakat pedesaan, dengan adanya peningkatan koordinasi dan
peningkatan pembangunan desa, pengembangan kemampuan sumber daya
manusia, serta pemanfaatan sumber daya alam sehingga mampu mendorong
pertumbuhan desa.
Kewirausahaan desa saat ini sudah berkembang luas, dengan munculnya
wirausaha yang mengembangkan usaha pedesaan saat ini sedang menjadi sorotan
dan mengedepankan masyarakat maupun komoditas lokal yang ada dipedesaan.
Potensi desa yang berlimpah menjadi salah satu alasan banyak munculnya
wirausaha pedesaan, misalnya terdapat bahan baku yang melimpah yanh
mendukung terus eksisnya wirausaha desa (Kartika, 2013).
Pengembangan usaha pedesaan dapat terselengagara karena danya minat
dan bakat, potensi desa yang berlimpah, serta adanya pembangunan nasional.
Pengembangan usaha pedesaan bisa dilakukan dengan adanya pendampingan,
pelatihan, pengembangan sumber daya, pengembangan kemitraan, akses peluang
usaha, penguatan modal, serta bjaringan kemitraan pemuda lokal (Kartika, 2013).
2.4 Pengembangan Start Up Bisnis
Pengembangan bisnis ini dilakukannya pemberdayaan masyarakat dengan
bertujuan memandirikan masyarakat, membangun masyarakat dalam memajukan
kehidupan bermasyarakat yang lebih baik dan berkelanjutan.
Startup dapat didefnisikan sebagai sebuah bisnis pemula yang
dikembangkan oleh individu perorangan, kelompok, maupun perusahaan. Startup
dikembangkan dalam rangka menjual sebuah produk atau jasa baru. Startup ini
15
hadapkan pada kondisi yang tidak pasti, yaitu kondisi dimana usaha yang di
jalankan akan berlangsung lama atau tidak. Para pendiri startup dalam
menghadapi kondisi tidak pasti ini membuat sebuah model bisnis yang sesuai
dengan kondisi pasar yang diinginkan sehingga pasar dapat menerima produk atau
jasa yang ditawarkan. (Ramdhan, 2017).
2.5 Sociopreneurship
Sociopreneurship adalah sebuah kegiatan sosial berbasis enterpreneur,
atau dapat diartikan sebuah kegiatan sosial dengan jiwa kewirausahaan.
Sociopreneurship memiliki visi terciptanya kemandirian dalam pengembangan
kegiatan sosial (Purnomo, 2017)
Sociopreneurship yaitu gabungan dari dua kata Social dan Enterpreneur.
Social yaitu artinya kemasyarakatan dan enterpreneur adalah kewirausahaan.
Sociopreneurship artinya kegiatan sosial kemasyarakatan dengan menggunakan
sistem enterpreneur dalam bidang kesejahteraan, pendidikan maupun kesehatan
(Cukier, 2011).
Sociopreneurship atau kewirausahaan sosial bertujuan untuk mengatasi
permasalahan sosial yang terjadi kearah yag lebih baik dan lebih positif baik di
masyarakat, individu maupun kelompok. Pemecahan masalah ini bertujuan dalam
meningkatkan kesejahteran masyarakat dan perubahan sosial dengan
menggunakan prinsip-prinsip kewirausahaan (Haugh, 2006).
Definisi kewirausahaan sosial atau sociopreneur menurut pencetus
kewirausahaan sosial pertama didunia yaitu pendiri yayasan Ashoka Fundation
(Drayton, 2009) mengakatan dua hal utama dalam kewirausahaan sosial adalah
pertama, perubahan sosial pada masyarakat dengan penerapan inovasi sosial.
16
Kedua yaitu orang-orang yang berinovasi memiliki visi, kreatif dan berjiwa
enterpreneur.
Aspek-aspek yang mempengaruhi kegiatan social enterprise menurut
Guclu, Dees, & Anderson, (2002) antara lain yaitu:
Tujuan dan Misi
Misi adalah sesuatu yang yang harus dikerjakan agar tujuan yang
diharapkan tercapai dan berjalan dengan baik.
Menilai Peluang
Peluang usaha dapat dilihat dari mempertahankan nilai-nilai sosial yang
ada serta mengembangkan ide-ide yang menarik. Menilai peluang kali ini
dapat dilakukan dengan mengumpulkan data serta infomasi yang relevan
dengan jangka waktu tertentu.
Manajemen Resiko
Seorang socioenterprise haruslah mengetahui resiko yang tidak terduga
yang akan terjadi apabila usaha sedang berjalan, baik resiko yang
menghambat misi ataupun resiko jangka panjang.
Identifikasi Pelanggan
Konsumen dalam usaha berbasis sosial adalah seluruh elemen yang
terlibat dalam usaha yang dijalankan. Dengan fokus dari usaha berbasis
sosial ini ada seluruh sumber daya yang ada di rantai manfaat, maka dari
itu identifikasi pelanggan sangat penting dalam penyaluran barang dan
jasa.
17
Proyeksi Arus Kas
Pelaku social entrepreneur haruslah selektif dalam merencanakan aliran
pendapatan agar selalu sejalan dengan misi sosial yang dijalankan. Aliran
kas ini tak hanya masuk dari pelanggan saja, akan tetapi haruslah
memanfaatkan sumber daya yang terlibat agar aliran dana tertutupi serta
tetap berjalan lancar.
Pemberdayaan yang diterapkan pada wirausaha berbasis sosial ini
dilakukan dari hulu (pedesaan) ke hilir (perkotaan). Mulai dari produksi bahan
setengah jadi yaitu terdapat lokasi pedesaan, proses produksi di IKM atau bisnis,
sampai dengan bahan siap dijual diperkotaan. Proses pemasaran terdapat pada
level hilir yang terintegrasi, bersifat kolaborasi dengan kerjasama yang
menguntungkan.
Beberapa kasus para wirausaha sosial yang berhasil dapat menginspirasi
banyak orang. Dalam bab kali ini membahas tentang beberapa contoh wirausaha
sosial yang dapat memberi contoh untuk start up bisnis sosial. Pengembangan
bisnis ikm di indonesia, khususnya di jawa barat sudah berlangsung lama.
Penerapan rantai nilai dalam The Fruters Model ini memberikan rantai
manfaat, tidak hanya terhadap wirausahawan tetapi terhadap produsen bahan baku
lokal yang digunakan serta anggota komunitas. The Fruters Model diterapkan
dibeberapa IKM, berikut adalah contoh IKM dengan rantai manfaat oleh IKM
Fruits Up.
Fruits Up adalah produk olahan buah mangga menjadi purre mangga yang
berasal dari Kota Indramayu. Bisnis yang dijalankan menggunakan pendekatan
The Fruters Model yang mana setiap prosesnya melibatkan berbagai pihak dengan
18
rantai yang berkolaborasi. Pihak yang terlibat antara lain yaitu akademisi yang
bekerjasama dengan berbagai disiplin ilmu, dosen yang melakukan riset
penelitian, mahasiswa sebagai bagian dari proses pemasaran dan proses kreatif,
serta pihak akademisi yang mendampingi disetiap mata rantainya.
Pendampingan yang dilakukan di level hulu yaitu di tingkat petani,
khususnya di petani buah mangga tersebut, pendampingan ini di lakukam agar
buah yang ditawarkan menjadi buah yang berkualitas tinggi dengan harga jual
yang tinggi pula. Pendampingan pada tingkat pemerintah yaitu dapat mengurangi
tingkat pengangguran serta kemiskinan dengan memberdayakan warga sekitar.
Membantu peran pemerintah dalam pengambil kebijakan pembangunan desa.
Pendampingan selanjutnya adalah terhadap IKM dalam pelaksanaan
proses produksi dan pemasaran agar bisnis yang dijalankan berjalan terus menerus
dan berkembang pesat. Pendampingan IKM ini pula guna bertujuan dalam
merangsang pelaksanaan pelatihan bisnis dalam proses pemberdayaan usaha
berbahan baku lokal, merangsang jiwa kewirausahaan bagi mahasiswa agar dapat
menjalankan bisnis serupa serta membekali keterampilan dan teknologi.
Menghasilkan teknologi tepat guna bagi seluruh mata rantai (Purnomo, 2017).
2.6 The Fruters Model
The Fruters Model merupakan upaya kegiatan dalam pengembangan
usaha yang bertujuan mengkait-kaitkan kepentingan satu sama lain agar setiap
usaha atau kegiatan mampu terakses dengan berbagai sumber daya yang terkait.
Sumber daya yang ada melibatkan para petani komoditas lokal, wanita tani,
pemerintah, UMKM dan bisnis, universitas, komunitas dan masyarakat (Purnomo,
2017).
19
The Fruters Model ini yakni pola model acuan dalam pemberdayaan
masyarakat yang berasaskan kepada technopreneur. Pendekatan The Fruters
Model dalam bisnis sosial pertama kali diterapkan oleh start up di Universitas
Padjadjaran dengan melambungkan beberapa nama start up antara lain Fruits Up,
Yourgood, Noms dan Entog Jenggot. Berikut beberapa contoh IKM / usaha yang
menggunakan pendekatan the fruters model,yaitu industri yang bergerak dibidang
minuman kemasan dengan merk dagang “fruits up” terbuat dari pure mangga
yang didistribusikan dari petani Indramayu. Cirebon dan Majalengka, mengambil
bahan setengah jadi yang mana buah mangga telah diolah menjadi pure dan
mempunyai nilai tambah. Bahan baku pure mangga dikemas ulang oleh umkm
yang berada dikota, lalu dijual dengan harga sesuai segmen yang dituju.
Pemberdayaan yang dilakukan “fruits up” yaitu membeli bahan baku setengah
jadi dengan harga yang lebih mahal, memberdayakan ibu-ibu sekitar kota untuk
produksi minuman kemasan tersebut.
IKM dengan merk dagang “Yourgood” mendapatkan bahan baku susu
segar dari peternak sapi secara langsung, namun yourgood tidak hanya membeli
bahan baku secara cuma cuma. Para peternak sapi dibekali pelatihan cara
mendapatkan hasil susu yang baik dan pengolahan produk turunan yaitu minuman
susu fermentasi / yogurt, proses produksi yogurt dilakukan dengan susu segar
murni. Selanjutnya masih IKM ynag bergerak dibidang indutri minuman yaitu
“NOMS”, NOMS adalah minuman terbuat dari sari kedelai yang biasa disebut
susu kedelai. Pemberdayaan yang dilakukan NOMS yaitu bekerja sama dengan
IKM yang berada di Cimahi, yaitu pada proses produksi susu kedelai tesebut.
20
NOMS mempunyai segmen pasar yang berbeda yaitu untuk kelas menengan
keatas dan orang orang yang hidup sehat. (Purnomo, 2017)
The Fruters Model adalah rantai pemberdayaan dalam bisnis berbasis
sosial dari hasil penelitian dirancang secara sinergis dengan berbagai pihak yang
berkepentingan. Merupakan model pemberdayaan industri kecil menengah dengan
rantai manfaat dari desa sampai kota berbahan dasar lokal dengan produk olahan
yang berkualitas (Purnomo, 2017).
The Fruters Model berdampak baik di masyarakat, dengan munculnya
produk inovatif yang berbahan baku lokal serta pemberdayaan masyarakat lokal
dalam pengolahan produk lokal tersebut, dan dengan melibatan rantai pemangku
kepentingan, dari mulai hulu (pedesaan) ke hilir (perkotaan) dalam
mengembangkan tingkat perekonomian, sosial, pendidikan, serta pemerintahan.
Rantai pemberdayaan dalam The Fruters Model antara lain melibatkan
Akademisi, Bisnis, Komunitas, Pemerintah, dan Media yang berjalan secara
sinergis. Akademisi adalah sebagai peneliti atau pusat riset dan pendidikan, bisnis
sebagai penggerak bisnis utama sebagai objek pemberdayaan, komunias sebagai
media pemberdayaan, pemerintah sebagai fasilitator dan pengambil kebijakan,
petani dan komoditas lokal sebagai bahan baku utama serta pengolahan bahan
baku utama, serta masyarakat sebagai objek pemberdayaan (Purnomo, 2017).
21
Masyarakat
Komunitas
UMKM dan Bisnis
Universitas
Pemerintah
Petani
Komoditas Lokal
1 2 3 4 5 6 7Pedesaaan
Fruters Model rantai
pemberdayaan berbasis
Technopreneursip
Perkotaan
Gambar 8. The Fruters Model
Sumber: Purnomo (2017)
The Fruters Model pada gambar 2 diatas menunjukan rantai
pemberdayaan. Peran petani dalam pelaksanaan bisnis pada rantai manfaat kali ini
yaitu pengembangan bahan baku pertanian komoditas lokal menjadi produk
olahan yang berkualitas tinggi serta melibatkan para kelompok tani maupun
wanita tani. Tujuan adanya lembaga kependidikan dalam rantai manfaat The
Fruters Model adalah kolaborasi yang terarah serta bersinergis menghasilkan
temuan penelitian berbasis teknologi dalam meningkatkan kualitas ekonomi,
sosial dan keilmuan. Selanjutnya adanya pemerintah dalam rantai manfaat adalah
dengan tujuan penjaminan keberlanjutan program pembangunan. IKM dan Bisnis
meningkatkan peran kolaborasi dalam kemitraan. Serta tujuan mata rantai yang
berada pada rantai terakhir adalah komunitas perempuan muda dan ibu-ibu dalam
pelaksanaan proses pemasaran.
The fruters model dapat divalidasi dengan menggunakan lama waktu
berlangsungnya usaha rintisan, adanya kontribusi yang berkaitan dengan seluruh
elemen lainnya dalam waktu tertentu, serta adanya standar kontribusi per
elemennya.
22
2.7 Business Model Canvas
Business model canvas dikembangkan oleh Alexander Osterwalder, Yves
Pigneur. Business model canvas merupakan alat bantu yang efektif, sederhana,
dan teruji untuk memahami, memperbaiki, dan menerapkan model bisnis yang
sudah ada atau membuat model baru (Osterwalder & Pigneur, 2010). Business
model canvas memiliki sembilan kolom sebagai dasar awal dalam pembangunan
sebuah bisnis dalam perusahaan, business model canvas sebagai modal utama
dalam pembuatan konsep, sistem, serta proses organisasi. Sembilan kolom dalam
business model canvas menurut Osterwalder & Pigneur, (2010) antara lain:
1. Customer Segment (Segmen Pelanggan)
Customer Segment merupakan faktor yang menentukan kemampuan
sebuah perusahaan utnuk bertahan lama. Kolom Costumer segment ini
bertujuan untuk menentukan dan memuaskan pelanggan. Costumer
Segment.
2. Value Proposition (Proposisi Nilai)
Value Proposition merupakan penentu beralihnya pelanggan dari satu
perusahaan ke perusahaan lain. Kolom ini berisi tentang nilai dari
gabungan produk dan/atau jasa tertentu sebagai solusi dalam memuaskan
pelanggan.
3. Channels (Saluran)
Kolom berisi tentang saluran komunikasi, distribusi, dan penjualan antara
pelanggan dan perusahaan.
23
4. Customer Relationships (Hubungan Pelanggan)
Kolom ini berisi tentang jenis hubungan yang ingin dibangun bersama
pelanggan. Hubungan pelanggan yang diterapkan dalam model bisnis
suatu perusahaan sangat memengaruhi pengalaman pelanggan secara
keseluruhan.
5. Revenue Streams (Arus Pendapatan)
Merupakan salah satu faktor penentu dari perkembangan atau kekuatan
sebuah perusahaan. Kolom ini berisi tentang arus pendapatan. Arus
pendapatan pada model bisnis dibagi menjadi 2 yaitu
a. Pendapatan transaksi yang dihasilkan dari satu kali pembayaran
pelanggan
b. Pendapatan berulang yang dihasilkan dari pembayaran
berkelanjutan baik untuk memberikan Value Proposition kepada
pelanggan maupun menyediakan dukungan pelanggan pasca-
pembelian
6. Key Resources (Sumber Daya Utama)
Sumber daya menjadi penentu dalam perusahaan menciptakan dan
menawarkan Value Proposition, menjangkau pasar, mempertahankan
hubungan dengan Costumer Segment, dan mendapatkan pendapatan.
Sumber daya utama dapat berbentuk fisik, finansial, intelektual, atau
manusia.
24
7. Key Activities (Aktivitas Kunci)
Kolom ini bersisi tentang kegiatan atau tindakan-tindakan yang harus di
lakukan perusahaan agar beroperasi untuk mencapai target yang ingin
diraih.
8. Key Partnership (Kemitraan Utama)
Kolom ini berisi tentang mitra yang dapat membantu perusahaan. Tujuan
dari membangun mitra adalah untuk mengurangi resiko, atau memperoleh
sumber daya mereka
9. Cost Structure (Struktur Biaya)
Kolom ini berisi tentang biaya terpenting yang muncul dalam
pengoprasian bisnis model. Bagian ini dianjurkan diisi terkhir setelah
mengisi kolom kolom sebelumnya dikarenakan biaya yang muncul adalah
biaya yang dibutuhkan dalam mewujudkan kolom sebelumnya.
25
Gambar 9. Business Model Canvas
( Sumber: Osterwalder & Pigneur (2010))
26
Variabel-variabel yang digunakan telah disusun oleh Pahlavi (2016) dalam
tabel berikut :
Tabel 1. Variabel Business Model Canvas
No. Blok Kanvas Variabel
1 Customer
Segments
1. Produk merupakan solusi bagi konsumen
2. Kemampuan konsumen membeli produk
3. Konsumen dapat dicapai oleh pelaku usaha
2 Customer
Relationships
1. Mampu mengakuisisi pelanggan
2. Mampu mempertahankan pelanggan
3. Mampu meningkatkan penjualan (upselling)
3 Channels 1. Meningkatkan kesadaran terhadap produk dan
jasa
2. Membantu pelanggan mengevaluasi proposisi
nilai
3. Memungkinkan pembeli membeli produk kita
4. Memberikan proposisi nilai kepada pelanggan
5. Memberikan dukungan purnajual kepada
pelanggan
4 Value
Propositions
1. Mampu menurunkan masalah konsumen (obat
bagi konsumen)
2. Mampu meningkatkan efisiensi / efektivitas
produk sebelumnya
3. Kemampuan untuk membuat pekerjaan /
kehidupan konsumen lebih mudah
27
No. Blok Kanvas Variabel
5 Revenue
Streams
1. Memiliki peluang pasar
2. Konsumen bersedia membayar untuk nilai yang
didapat
3. Potensi kontribusi pemasukan pada bisnis secara
keseluruhan
6 Key Activities 1. Aktivitas tersebut adalah kunci untuk
menyampaikan nilai
2. Aktivitas tersebut dapat menciptakan nilai untuk
konsumen
3. Aktivitas tersebut mempengaruhi
keberlangsungan bisnis
7 Key Resources 1. Apakah aset tersebut dapat memajukan
bisnisnya?
2. Apakah aset ini dapat membantu perusahaan
dalam menciptakan nilai
3. Apakah aset ini dapat membantu menciptakan
nilai untuk konsumen
8 Key Partners 1. Apakah memiliki kemampuan bermitra
2. Apakah kita mendapatkan benefit bila bermitra
dengan mereka
3. Apakah mitra mampu menurunkan risiko usaha
9 Cost Structure 1. Apakah biaya ini merupakan hal yang penting ?
2. Apakah Biaya ini mampu menciptakan nilai ?
28
No. Blok Kanvas Variabel
3. Biaya tersebut mampu memperlancar bisnis ?
4. Biaya tersebut mampu mendukung keputusan
konsumen untuk membeli ?
Sumber : Pahlavi (2016)
2.8 Socio Business Model Canvas
Qastharin,(2014), dalam penelitiannya mengatakan Business Model
Canvas tidak cukup mempersentasikan bisnis model berbasis sosial. Sembilan
kolom dalam Business Model Canvas ini adalah dasar dalam pembuatan Social
Business Model Canvas namun tidak cukup dalam menggambarkan wirausaha
sosial. Qastharin,(2014), menambahkan dua kolom yang mana diadaptasi dari
dalam Business Model Canvas (Osterwalder & Pigneur, 2010). Qastharin (2014)
mengatakan blok Mission (Misi) adalah tujuan kewirausahaan sosial, terdapat
alasan mengapa kewirausahaan tersebut ada, serta sebagai pembimbing
perusahaan. Blok Impact & Measurements menjelaskan tentang bagaiman
manfaat bagi konsumen kewirausahaan sosial dengan memiliki pengukuran
indikator sukses dan kemajuan dari wirausaha sosial. Kemudian garis putus-putus
pada blok value proposition dan customer segments adalah untuk memisahkan
Co-creator dan Beneficiary.
29
Gambar 10. Business model canvas yang sudah dimodifikasi
Sumber : Qastharin (2014) yang diadaptasi dari Business Model Canvas Osterwalder & Pigneur (2010)
30
Gambar 11. Social Business Model Canvas
Sumber: Red Ochre (2014) adaptasi dari Business Model Canvas Osterwalder & Pigneur (2010)
31
Social Business Model Canvas yang dikemukakan oleh (Red Ochre, 2014)
ini diadaptasi dari Business Model Canvas (Osterwalder & Pigneur, 2010) ini
digunakan dalam usaha rintisan Hanjeli Bakery di Desa Sukajadi, Wado,
Sumedang.