BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2 - sinta.unud.ac.id II.pdfMobile Ad-Hoc Network ... Jurnal ini membahas...
Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2 - sinta.unud.ac.id II.pdfMobile Ad-Hoc Network ... Jurnal ini membahas...
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Studi
Pada penelitian ini menggunakan bebrapa jurnal yang digunakan sebagai
tinjuan studi sebagai berikut:
Routing Protocol for MANET: A Literature Survey (Muralishankar et
al, 2014)
Mobile Ad-Hoc Network (MANET) merupakan jaringan yang dibuat tanpa
dukungan infrastruktur jaringan. Pada MANET node bergerak cepat, biasanya
memiliki rentangan transmisi yang terbatas sehingga terdapat beberapa node yang
tidak dapat berkomunikasi secara langsung, sehingga setiap node pada MANET
berperan sebagai router. Protokol dalam MANET dapat diklasifikasikan sebagai
protocol proaktif, reaktif dan hybrid. Protocol ruting tersebut sama-sama memiliki
kelebihan dan kelemahan masing-masing, dimana dalam pemilihan protocol
routing dapat disesuaikan dengan besar traffic jaringan serta jumlah arus pada
jaringan.
Implementation and Analysis of QoS in MANET using the multicast
protocol MAODV ( Vijayan et al, 2011)
Routing adalah tugas rekayasa mendasar di internet. Seperti menemukan
path dari sumber ke host tujuan. Bandwidth yang terbatas merupakan tugas yang
kompleks dalam membuat Kualitas Layanan di Mobile Ad hoc network karena
sering terjadinya perubahan topologi. Multicast adalah teknologi untuk menghemat
bandwith dengan mengurangi traffic secara bersamaan memberikan satu aliran
informasi ke ribuan penerima. Multicast digunakan dalam video conference,
komunikasi perusahaan, pembelajaran jarak jauh, dan distribusi perangkat lunak,
harga saham, dan berita. Protokol MAODV merupakan perpanjangan dari multicast
AODV yang bekerja secara efisien pada topologi dinamis dan menjamin layanan
QoS. Berdasarkan simulasi yang telah dilakukan MAODV menunjukan kinerja
9
yang lebih baik dibandingkan protokol AODV, DSDV dan DSR sehingga protokol
MAODV dapat mengoptimalkan kinerja MANET untuk traffic real time.
Performance Measurement and Analysis of Video Conferencing (
Rohit et al, 2013)
Video conference dapat mengatasi permasalahan jarak jauh dimana untuk
mengadiri pertemuan tanpa harus datang ke lokasi pertemuan. Dalam video
conference merupakan aplikasi yang menyiapkan data dan transfer untuk transport
layer dimana dalam proses pengiriman data dari video conference tersebut dibagi
menjadi beberapa paket-paket. Jurnal ini membahas metodologi untuk
meningkatkan kinerja video conference dengan meningkatkan kualitas layanan.
Pada penelitin ini menggunakan simulasi NS dan untuk meningkatkan kualitas
layanan video conference menggunaakn Send Best Packet Next (SPBN). Dari
pengujian yang telah dilakukan dengan mngunakan ukuran paket 64 didapatkan
SPBN memiliki kinerja baik dalam video conference.
Analisis Perbandingan Kinerja Protokol Dynamic Source dan Ad hoc
On-Demand Distance Vector pada Mobile Ad Hoc Network untuk
Sistem Komunikasi Taktis Kapal Perang ( Dhamayanti dkk, 2013)
Komunikasi taktis adalah komunikasi yang digunakan dalam peperangan
dimana permasalhan komunikasi tersebut tidak memiliki infrastruktur yang tetap
sehingga MANET dapat diterapkan dalam komunikasi taktis tersebut. Pada
penelitian ini memilih protocol routing yang memiliki delay terkecil dalam
pengiriman paket dan protocol routing yang digunakan adalah DSR dan AODV.
Dari penelitian dilakukan didapatkan bahwa roting AODV jauh lebih baik dari
protokol routing DSR dilihat dari berbagai aspek parameter penelitian seperti end
to end delay, packet delivery ratio dan normalized routing overhead. Karena, pada
protokol routing DSR mengalami kendala pada jaringan dengan jumlah node yang
semakin banyak dengan performa yang semakin menurun. Pengaruh penggunaan
formasi node yang random pada beberapa parameter penelitian sangat ditentukan
oleh jarak antar node tersebut. Jadi protokol routing yang cocok
10
diimplementasikan di komunikasi taktis kapal perang adalah protokol routing
AODV.
Performance Comparison of MANET (Mobile Ad hoc Network)
Protocols (ODMRP with AMRIS and MAODV) Aparna K et al, 2010)
Penelitian ini menyajikan perbandingan kinerja tiga protocol multicast pada
Mobile Ad Hoc Network diantaranya ODMRP, AMRIS dan MAODV. Penelitian
tersebut dibuat dalam simulasi menggunakan NS-2. Pendekatan dalam multicast
terdiri dari pendekatan treebased dan meshbased. Penekatan treebased
mempertahankan tree untuk semua transmisi dan hanya memiliki satu jalur dari
sumber ke tujuan sehingga apabila ada jalur yang rusah perlu diperbaiki. Sedangkan
pendekatan meshbased memiliki beberapa jalur dari sumber ke tujuan multicast
sehingga dapat mengurangi overhead karena adanya jalur alternative yang tersedia.
Dengan Skenario mobile yang dilakukan pada protocol berbasis mesh dan tree,
berdasarkan ketersediaan rute alternative yang disediakan. AMRIS efektif
digunakan dalam lingkungan yang bukan merupakan mo/bilitas traffic, sehingga
kinerjanya sangat rentan terhadap beban traffic dan mobilitas. ODMRP efektif
digunakan pada sebagian besar scenario yang telah dilakukan pada penelitian ini
namun apabila terjadinya peningkatan jumlah pengiriman maka overhead juga
meningkat. MAODV memiliki kelebihan dari kerentanan yang terjadi pada
treebased yang menyebabkan delivery ratio rendah.
2.2 Mobile Ad-Hoc Network (MANET)
Definisi ad hoc network adalah desentraliasi dari jaringan wireless, disebut
ad hoc network karena tidak bergantung pada infrastruktur yang sudah ada, seperti
router dalam jaringan kabel ataupun Access Point pada jaringan nirkabel. Dalam
Ad hoc network, setiap node bertugas dalam merouting data kepada node lain, jadi
penentuan node mana yang mengirimkan data dibuat secara dinamis berdasarkan
konektivitas dari jaringan itu sendiri. Namun, tidak harus benar-benar diasumsikan
bahwa MANET tidak dapat memiliki infrastruktur jaringan. Menurut Goldsmith et
al., Dan Haarsten berpendapat bahwa beberapa mediasi antar mobile node dapat
11
dipilih untuk bertindak sebagai base station dan mobile node tetangga. Penerapan
jaringan ini sangat dibutuhkan di daerah seperti medan perang, jasa penyelamatan
darurat, kuliah teater ruang konferensi dan tempat-tempat lain di mana penyebaran
infrastruktur jaringan menjadi sangat sulit. Baru-baru ini, sebagian besar
komunikasi antara perangkat mobile dicapai melalui infrastruktur jaringan kabel
tetap seperti jaringan seluler dengan (BSC) dan mobile switching centers (MSC).
Dalam MANET, setiap mobile node bertindak sebagai router serta base station
untuk menemukan dan mempertahankan rute ke mobile node lainnya untuk
berkomunikasi melalui jaringan (Bello,2013).
Gambar 2. 1 Mobile Ad-Hoc Network
(Mohapatra, 2005)
2.2.1 Karakteristik Mobile Ad-Hoc Network
Mobility: node dapat bergerak cepat dengan penebaran di daerah yang tdak
memiliki infrastruktur. Pada MANET dapat memiliki ndividual random
mobility, group mobility, bergerak sepanjang rute yang telah direncanakan
sebelumnya dan lain sebagainya. Mobilitas memiliki dampak besar pada
pemilihan skema routing dan dapat mempengaruhi kinerja.
Multihopping: jaringan multihop adalah jaringan di mana jalur dari sumber
ke tujuan melintasi beberapa node lainnya. Jaring ad hoc sering
menunjukkan banyak hop untuk negosiasi hambatan, penggunaan kembali
spektrum, dan konservasi energi.
Self-organisasi: jaringan ad hoc secara mandiri dapat menentukan
parameter konfigurasi sendiri termasuk: pengalamatan, routing, clustering,
identifikasi posisi, kontrol daya, dan lain-lain. Dalam beberapa kasus, node
12
khusus misalnya, mobile backbone nodes dapat mengkoordinasikan
gerakan dinamis dan mendistribusikan di wilayah geografis untuk
menyediakan cakupan dari daerah yang terputus (Gelra, 2005).
2.3 Routing Protokol
Ad Hoc Routing Protokol yang bertanggung jawab untuk routing paket dari
sumber ke tujuan dan antara mobile node. Ad Hoc Routing Protokol juga
memverifikasi apabila ada antrian paket yang datang dari lapisan atas atau lapisan
bawah protokol jaringan dan membuat keputusan ke mana paket tersebut akan
diteruskan. Pada MANET mobile node belum mengetahui bangaimana topologi
jaringan. Sebaliknya node baru akan mengumumkan kehadirannya dan harus
mendengarkan pengumuman disiarkan oleh node tetangga. Setiap simpul
mempelajari dan bagaimana terhubung dengan simpul terdekat. Untuk menemukan
dan menjaga rute optimal antara mobile node di daerah topologi yang dinamis.
Routing jaringan melibatkan dua kegiatan utama: pertama, menentukan
jalur routing yang optimal dan kedua, mentransfer paket data. Protokol routing
menggunakan beberapa metrik untuk menemukan rute terbaik untuk routing paket
data ke tujuan. Metrik ini adalah pengukuran standar menggunakan jumlah hop,
yang menggunakan algoritma routing untuk menentukan jalur optimal untuk paket
ke tujuan. Proses penentuan path adalah bahwa algoritma routing yang
menginisialisasi proses penemuan rute dan memelihara tabel routing, yang berisi
informasi rute total untuk paket forwarding. Informasi routing yang bervariasi
berasal dari sebuah algoritma routing (Bello, 2013).
2.3.1 Ad-Hoc On-Demand Distance Vector (AODV)
Ad-Hoc On-Demand Distance Vector (AODV) adalah routing protocol on-
demand yang menggabungkan kemampuan dua routing protocol yaitu Dynamic
Source Routing (DSR) dan Destinantion Sequence Distance Vector (DSDV).
Mobile node meminta untuk meneruskan paket ke mobile node lainnya akan
menyiarkan permintaan Rute Request (RREQ) ke node tetangga yang kemudian
13
meneruskan permintaan ke node tetangga lainnya sampai ke tujuan. Jika node
tetangga yang menerima paket RREQ memiliki rute ke tujuan maka node akan
mengirimkan pesan balasan Rute Reply (RREP).AODV menggunakan nomor urut
tujuan atau sequence number dan ID broadcast pada setiap node untuk memastikan
semua rute adalah rute loop-free dan berisi informasi rute terbaru. Namun, evaluasi
kinerja yang dilakukan pada kedua AODV dan protokol DSR, menunjukkan bahwa
AODV melakukan lebih baik daripada DSR dan protokol proaktif lain dalam hal
throughput, end-to-end delay, dan packet drop (Bello, 2013).
Gambar 2. 2 AODV: (a) proses propagasi rute request (b) proses rute reply
(Bello, 2013)
2.3.2 Multicast Routing Protokol
IP Multicasting pertama kali diusulkan dalam satu dekade yang lalu sebagai
ekstensi arsitektur internet untuk mendukung beberapa klien pada lapisan jaringan.
Motivasi dasar di balik IP multicasting adalah untuk menyelamatkan jaringan dan
sumber daya bandwidth melalui transmisi satu salinan data untuk mencapai
beberapa penerima secara bersamaan. Mirip dengan multicasting Internet, perlu
untuk menangani keanggotaan dinamis dalam kelompok multicast pada jaringan ad
hoc. Pada Internet dan ad hoc multicasting, keanggotaan dinamis mengacu pada
fakta bahwa masing-masing klien dapat bergabung dan meninggalkan sesi
multicasting dinamis. Sehingga protokol multicast perlu mendefinisikan kegiatan
dari klien yang bergabung dan meninggalkan sesi multicasting dan bagaimana pulih
14
dari kegagalan routing. Jalur forwarding data dibangun baik sebagai tree atau mesh.
Yang membedakan ad-hoc multicasting dengan internet multicasting yaitu bahwa
mobile nodenya dapat bergerak cepat dan bebas.
Tujuan utama dari ad hoc protokol multicasting yaitu untuk membangun
ataupun memelihara router multicasting dinamis yang efisien dengan jaringan yang
tinggi. Dengan “Robust”, protocol mampu beroperasi dengan benar terlepas dari
mobilitas node dan perubahan topologi. "Efisien", baik kontrol overhead dan
forwarding data rendah (Mohapatra, 2005).
2.3.3 Multicast Ad-Hoc On-Demand Distance Vector (MAODV)
Sebagai protokol multicast terkait dengan AODV, Multicast Ad-Hoc On-
Demand Distance Vector (MAODV) menggunakan pendekatan konvensional tree-
based untuk multicast routing. Selain tabel routing, setiap node mempertahankan
Multicast Route Table (MRT) untuk mendukung multicast routing. Sebuah node
menambahkan inputan baru ke dalam MRT setelah itu termasuk dalam rute untuk
multicast group. Setiap inputan mencatat alamat IP multicast group, alamat IP
group leader, nomor urut atau group sequence number dan next_hops (tetangga
pada multicast tree).
Setiap kelompok multicast juga perlu sequence number sendiri dalam
rangka untuk menunjukkan kesegaran rute multicast, yang dikelola oleh group
leader. Ketika sebuah node ingin bergabung dengan multiast group dan tidak
mengetahui leader, maka paket RREQ akan di broadcast daerah tujuan yang
ditetapkan sebagai alamat group ID, broadcast paket RREQ akan dilakukan berkali-
kali apabila sampai batas waktu belum menerima balasan permintaan rute atau route
reply (RREP). Apabila gagal berarti tidak ada bagian anggota kelompok yang
terhubung dalam jaringan. Kasus tersebut, diasumsikan sebagai group leader.
Menginisialisasi sequence number untuk satu kelompok dan broadcast group Hello
packet ke seluruh jaringan secara berkala dengan peningkatan sequence number.
15
Setiap node membuat catatan group leader ketika mendengarkan RREP.
Jika akan bergabung dengan group, harus memiliki alamat leader. Apabila pada
routing table terdapat route menuju ke leader maka unicast tersebut dapat langsung
bergabung pada RREQ leader. Jika tidak memiliki alamat leader, maka akan
membroadcast RREQ ketika akan mengirim data ke group. Untuk memastikan
loop-free, dipastikan hanya ada satu tree respon dalam router pada RREQ. Apabila
terdapat beberapa tanggapan yang datang, maka source node hanya akan menerima
satu. Tanggapan lainnya akan diabaikan sampai batas waktu.
Gambar 2. 3 MAODV
(Mohapatra, 2005)
Ketika member akan meninggalkan group dan bukan merupakan
leaf node pada multicast tree maka node tersebut akan berfungsi sebagai router.
Dan jika member merupakan leaf node maka node tersebut memiliki node tetangga.
Unicast node akan memberikan pesan pada node tetangga dan memmbersihkan
semua informasi tentang group pada dalam table routingnya. Setelah menerima
pesan tersebut node tetangga akan memeperbarui daftar node tetangga. Hal tersebut
terus dilakukan sampai mencapai non-leaf node.
Link multicast tree dapat rusak apabila mobile node sudah mencapai batas
waktu hal tersebut akan terdeteksi oleh dua node terakhir, dan node terakhir yang
memiliki tanggungjawab untuk memperbaiki link multicast tree tersebut. Untuk
perbaikan tersebut node terakhir akan membroadcast RREQ untuk bergabung
dengan alamat tujuan yang telah ditetapkan oleh group leader dan jarak daerah
16
Mgroup_Hop dari Leader. Sequence number yang terakhir juga disertakan. TTL
dari RREQ diatur ke nilai kecil, jika tidak menerima balasan sebelum batasan waktu
maka akan mengulang kembali membroadcast RREQ ke jaringan yang lebih luas.
Node yang menanggapi adalah node yang dekat dengan group leader seperti yang
di indikasi oleh paket agar terjadinya tanggapan dari node ang berasal dari sisi yang
sama dengan link multicast tree yang rusak. Setelah perbaikan link multicast tree
prosedur selanjutnya sama seperti node baru yang akan bergabung dalam group
(Mohapatra, 2005).
2.4 Video Conference
Video merupakan sekumpulan berbagai gambar atau yang biasa disebut
dengan frame yang dirangkai sedemikian rupa sehingga menjadikan gambar
tersebut terlihat bergerak. Dalam video terdapat istilah video conference dapat
disebut sebagai Video teleconference. Karena dalam konferensi Video seperangkat
teknologi telekomunikasi yang memungkinkan kita untuk berkomunikasi antara
dua atau lebih lokasi dengan dua arah transmisi video dan audio secara simultan.
Dalam video conference aplikasi akan menyiapkan dan mentransfer data untuk
transport layer sehingga data tersebut dibagi menjadi paket-paket data. Antrian
paket-paket tersebut dikirim hingga head queue. (Rohit, 2013).
Video conference simultan dengan tiga atau lebih remote point dengan cara
Control Unit Multipoint (MCU). MCU dapat menangani panggilan simultan sesuai
dengan jumlah, kemampuannya untuk melakukan transposing dari kecepatan data,
protokol dan fitur seperti Kehadiran berkelanjutan, di mana beberapa pihak dapat
dilihat pada layar sekaligus. Teknologi inti yang digunakan dalam sistem video
conference adalah kompresi digital audio dan video stream secara real time. Selain
itu, video conference membutuhkan camcorder dan web camera untuk input video,
monitor atau proyektor untuk output video, mikrofon untuk input audio, speaker
untuk output audio dan sistem jaringan (Abdullah et al, 2012).
Dalam sebuah video terdapat sebuah format yang disebut dengan video
codec. Setiap codec memiliki karakteristik masing-masing, seperti teknik kompersi
17
yang digunakan, struktur file video, batas maksimum bit-rate yang biasa dipakai
maupun fitur-ditur yang terdapat pada video tersebut. Pada penelitian ini video
codec yang digunakan adalah H.263 yang merupakan standar dari ITU-T dimana
format H.263 cocok digunakan untuk keperluan video conference, karena bit-rate
yang digunakan rendah (ITU05).
2.5 Variable Bit Rate (VBR)
Flow merupakan cara yang digunakan untuk menggambarkan traffic dalam
jaringan berdasarkan bentuk traffic, dimana network manager dapat memantau flow
traffic secara berkala dengan klasifikasi source sebagai berikut:
Data – bursty, weakly periodic, strongly regular
Audio – continuous, strong periodic, strong regular
Video – continuous, bursty due to compression, strong periodic, weakly
regular (Awadhesh, 2015)
Gambar 2. 4 Ilustrasi CBR dan VBR
Source diklasifikasikan menjadi dua kelas yaitu CBR dan VBR. Constant
Bit Rate (CBR) memembentuk definisi berdasarkan peak rate. CBR merupakan
metode penyimpanan frame dalam bentuk kompersi. Flow ini tidak mengubah
kebutuhan bandwith karena menerapkan jenis kompersi yang sama untuk setiap
frame. Variable Bit Rate (VBR) memembentuk definisi berdasarkan rata-rata dan
peak rate. VBR yaitu data flow khusus yang menggunakan beberapa jenis frame,
dimana posisi frame memiliki peran penting dalam video play serta terdapat
perbedaan antara gambar. Video flow tidak menghasilkan nilai bandwith yang
18
konstan atau mengalami perubahan yang berkaitan dengan perbedaan frame. Flow
ini terdiri dari beberapa jenis frame (Erik, 2011):
Information frame (key frame) : hanya memuat frame dari CBR.
Prediction Frame.
Diferential Frame.
2.6 Quality of Service (Qos)
Quality of service mengacu pada pengertian yang berbeda di dalam network
layer. Pada physical layer, QoS mengacu pada data rate dan packet loss rate pada
wireless links, yang merupakan fungsi dari kualitas saluran. Mustahil untuk
mempertahankan data rate konstan dan tingkat packet loss yang rendah dengan
bergagai variasi saluran. Pada MAC layer, QoS terkait dengan sebagian kecil dari
waktu node dapat berhasil mengakses dan mengirimkan paket. Pada routing layer,
end-to-end QoS metrics tergantung pada metrik setiap hop dari rute multi-hop.
Routing layer akan menghitung dan mempertahankan rutecyang memenuhi
persyaratan QoS untuk masa sambungan. Transport layer dan upper layer dapat
mendukung QoS jika lapisan routing tidak mampu memenuhi persyaratan QoS.
Secara umum terdapat tiga bagian yang dipelajari dalam metric QoS yaitu
bandwith, delay dan jitter. Namun, masalah QoS pada jaringan ad-hoc adalah lebih
sulit daripada wired networks. Akibatnya terdapat pekerjaan untuk mendukung
delay dan jitter; dan sebagian besar fokus pada penyediaan jaminan bandwidth.
Berbagai mekanisme telah diusulkan untuk memperkirakan jumlah bandwidth di
CSMA / CA (Carrier Sense Multiple Access) jaringan dan jaringan TDMA Pada
jaringan ad-hoc, sulit untuk memberikan jaminan QoS karena fluktuasi dalam
saluran nirkabel dan gangguan dari node non-tetangga.
2.6.1 Media Delivery Index (MDI)
MDI (Media Delivery Index) adalah pengukuran berdasarkan indikasi
kualitas video yang diharapkan. MDI merupakan pengukuran indeks pada transmisi
19
jaringan dan dapat diukur dari setiap titik antara sumber video dan tujuan/ set top
box (STBs). MDI drepresentasikan dua index yang dipisakhan oleh tanda (:) yaitu
Delay Factor (DF) dan Media Loss rate (MLR) (Agilent, 2008).
a. Media Delivery Index – Delay Factor (MDI-DF)
Delay Factor dalam MDI digunakan untuk meninjau kembali hubungan
antara jitter dan buffering. Jitter adalah perubahan end-to-end delay terhadap waktu.
Paket tiba di tujuan pada tingkat yang konstan menunjukan jitter nol. Paket dengan
tingkat kedatangan yang tidak teratur menunjukkan jitter tidak bernilai 0. Dalam
proses transmisi dari sumber ke tujuan, waktu kedatangan paket bervariasi hal
tersebut terjadi karena kepadatan jaringan. Jika kedatangan paket tidak sesuai
dengan rate dalam penerimaan data pada tujuan maka akan ada proses buffer pada
saat kedatangan paket. Paket yang sampai bisa saja tidak sesuai dengan urutan,
buffer dalam decoder digunakan untuk mengumpulkan paket yang tiba dengan
waktu kedatangan yang berbeda-beda dan mentransmisikan kembali dengan laju
yang konstan.
Semakin besar jitter, semakin bersar buffer yang diperlukan untuk
menangani jitter. Dengan ukuran buffer yang terbatas dan jitter yang berlebihan
menyebabkan paket loss. DF dari MDI adalah nilai waktu yang diperlukan dalam
buffer data untuk mengatasi jitter. Hal ini dihitung sebagai paket yang tiba dan
ditampilkan kepada pengguna secara berkala.
Pada setiap kedatangan paket, menghitung perbedaan antara byte yang
diterima (bytes_receive) dan byte alirkan (bytes_drained) disebut dengan MDI
virtual buffer depth (Δ).
Δ = bytes_received – bytes_drained …………………………………. (6.1)
Dalam suatu interval tertentu dihitung perbedaan antara nilai minimum dan
maksimum dari virtual buffer depth (Δ) dan dibagi dengan media rate.
DF = (max(𝛥)−min(𝛥))
𝑚𝑒𝑑𝑖𝑎_𝑟𝑎𝑡𝑒 ……………………………………………... (6.2)
20
DF yang digunkaan untuk video digunakan untuk menilai kualiat video dari
perspektif pengguna. Delay Factor yang dapat diterima adalah 9 – 50 ms (Agilent,
2008).
b. Media Delivery Index – Media Loss Rate (MDI-MLR)
Media Loss Rate (MLR) mendefinisikan jumlah paket yang hilang per detik. Paket
loss yang direpersentasikan dengan nilai bukan 0 akan mempengaruhi kualitas
video yang dan dapat terjadi distorsi visual atau tak beraturan dalam pemutaran
video. MLR adalah format yang mudah untuk menentukan Service Level
Agreements (SLA) dalam tingkat paket loss. Jadi jika diambil dalam konteks
dengan komponen DF, misalkan MDI 4: 0.001 akan menunjukan bahwa perangkat
memiliki delay factor 4 ms dengan media loss rate 0.001 paket per second. Berikut
merupakan rekomendasi maksimum nilai yang dapat diterima pada MLR (Agilent,
2008).
Tabel 2. 1 Max Acceptable Average MLR
(Agilent, 2008)
Service (All Codec) Max Acceptable Average MLR
SDTV 0.004
VOD 0.004
HDTV 0.0005
Berikut merupakan perhitungan MLR:
𝑀𝐿𝑅 = 𝑝𝑎𝑐𝑘𝑒𝑡_𝑒𝑥𝑝𝑒𝑐𝑡𝑒𝑑− 𝑝𝑎𝑐𝑘𝑒𝑡_𝑟𝑒𝑐𝑒𝑖𝑣𝑒𝑑
𝑖𝑛𝑡𝑒𝑟𝑣𝑎𝑙_𝑡𝑖𝑚𝑒_𝑖𝑛_𝑠𝑒𝑐𝑜𝑛𝑑………………………………………….……….. (6.3)
2.7 Network Simulator 2 (NS-2)
Network Simulator (Version 2), dikenal sebagai NS2, merupakan sebuah
alat simulasi event-driven yang berguna untuk mempelajari sifat dinamis dari
komunikasi jaringan. Simulasi wired serta fungsi jaringan nirkabel dan protokol
(misalnya, algoritma routing, TCP, UDP) dapat dilakukan dengan menggunakan
21
NS2. Secara umum, NS2 memberikan kebebasan untuk menentukan protokol
jaringan tersebut dan simulasi perilaku yang sesuai.
Gambar 2. 5 Arsitektur NS-2
(Issariyakul, 2012)
NS2 menyediakan pengguna dengan perintah eksekusi "ns" yang
mengambil satu argumen input, nama dari Tcl simulasi scripting fi le. Dalam
kebanyakan kasus, simulasi jejak file dibuat dan digunakan untuk plot grafik dan /
atau untuk membuat animasi.
NS2 terdiri dari dua bahasa utama: C++ dan Object-oriented Tool
Command Language (OTcl). Sementara C++ mendefinisikan mekanisme internal
(yaitu, backend) dari simulasi, OTcl membentuk simulasi dengan membuat dan
mengkonfigurasi object serta penjadwalan diskrit event yaitu antarmuka. C++ dan
OTcl dihubungkan menggunakan TclCL. Dipetakan ke objek C++, variabel dalam
domain OTcl kadang-kadang disebut sebagai handles. Secara konseptual, handle
hanya string (misalnya, "_o10") dalam domain OTcl dan tidak mengandung fungsi
apapun. Sebaliknya, fungsi untuk menerima paket yang didefinisikan di objek C++
yaitu “class Connector”. Dalam OTcl domain handle bertindak sebagai
antarmuka yang berinteraksi dengan pengguna dan objek OTcl lainnya. Mungkin
mendefinisikan prosedur dan variabel sendiri untuk memfasilitasi interaksi.
Perhatikan bahwa prosedur anggota dan variabel dalam domain OTcl disebut
prosedur misalnya (instprocs) dan contoh variabel (instvars).
Dalam NS-2 dapat membangun banyak class menggunakan C++. Class C++
ini digunakan untuk mengatur simulasi melalui script simulasi Tcl. Setelah simulasi
output dari NS-2 berbasis teks. Untuk menginterpretasikan hasil grafis dan