BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. a. Pengertian Upaya HukumPengertian Upaya Hukum Upaya Hukum dijelaskan di...

29
13 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori 1. Tinjauan tentang Upaya Hukum a. Pengertian Upaya Hukum Upaya Hukum dijelaskan di dalam Pasal 1 butir 12 KUHAP, yaitu “Hak terdakwa atau penuntut umum untuk tidak menerima putusan pengadilan yang berupa perlawanan atau banding atau kasasi atau hak terpidana untuk mengajukan permohonan peninjauan kembali dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini.” Upaya hukum menurut R.Atang Ranoemihardja, yaitu suatu usaha melalui saluran hukum dari pihak-pihak yang merasa tidak puas terhadap keputusan hakim yang dianggapnya kurang adil atau kurang tepat. Dalam Pedoman Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana yang selanjutnya disebut KUHAP, Upaya Hukum diartikan sebagai hak terdakwa atau penuntut umum untuk tidak menerima putusan pengadilan. Menurut KUHAP ada dua macam upaya hukum, yaitu upaya hukum biasa yang diatur dalam BAB XVII, dan upaya hukum luar biasa diatur dalam BAB XVIII. b. Upaya Hukum Biasa 1) Upaya Hukum Banding Berdasarkan Pasal 67 KUHAP menyebutkan bahwa “Terdakwa atau penuntut umum berhak untuk meminta banding terhadap putusan pengadilan tingkat pertama kecuali terhadap putusan bebas, lepas dari segala tuntutan hukum yang menyangkut masalah kurang tepatnya penerapan hukum dan putusan pengadilan dalam acara cepat”.

Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. a. Pengertian Upaya HukumPengertian Upaya Hukum Upaya Hukum dijelaskan di...

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. a. Pengertian Upaya HukumPengertian Upaya Hukum Upaya Hukum dijelaskan di dalam Pasal 1 butir 12 KUHAP, yaitu “Hak terdakwa atau penuntut umum untuk tidak

13

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kerangka Teori

1. Tinjauan tentang Upaya Hukum

a. Pengertian Upaya Hukum

Upaya Hukum dijelaskan di dalam Pasal 1 butir 12 KUHAP, yaitu

“Hak terdakwa atau penuntut umum untuk tidak menerima putusan

pengadilan yang berupa perlawanan atau banding atau kasasi atau hak

terpidana untuk mengajukan permohonan peninjauan kembali dalam hal

serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini.”

Upaya hukum menurut R.Atang Ranoemihardja, yaitu suatu usaha

melalui saluran hukum dari pihak-pihak yang merasa tidak puas terhadap

keputusan hakim yang dianggapnya kurang adil atau kurang tepat. Dalam

Pedoman Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana yang

selanjutnya disebut KUHAP, Upaya Hukum diartikan sebagai hak terdakwa

atau penuntut umum untuk tidak menerima putusan pengadilan.

Menurut KUHAP ada dua macam upaya hukum, yaitu upaya hukum

biasa yang diatur dalam BAB XVII, dan upaya hukum luar biasa diatur

dalam BAB XVIII.

b. Upaya Hukum Biasa

1) Upaya Hukum Banding

Berdasarkan Pasal 67 KUHAP menyebutkan bahwa “Terdakwa

atau penuntut umum berhak untuk meminta banding terhadap putusan

pengadilan tingkat pertama kecuali terhadap putusan bebas, lepas dari

segala tuntutan hukum yang menyangkut masalah kurang tepatnya

penerapan hukum dan putusan pengadilan dalam acara cepat”.

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. a. Pengertian Upaya HukumPengertian Upaya Hukum Upaya Hukum dijelaskan di dalam Pasal 1 butir 12 KUHAP, yaitu “Hak terdakwa atau penuntut umum untuk tidak

14

Terdakwa atau penuntut umum dapat mengajukan upaya hukum

banding ke Pengadilan Tinggi atas semua putusan Pengadilan Negerti

tingkat pertama, kecuali :

(1) Putusan bebas;

(2) Lepas dari segala tuntutan hukum yang menyangkut kurang

tepatnya penerapan hukum;

(3) Putusan pengadilan dalam acara cepat.

Adapun tujuan dari pengajuan permohonan banding atas putusan

Pengadilan Negeri adalah :

(1) Menguji putusan Pengadilan Negeri (tingkat pertama) tentang

ketepatan atau bersesuaian dengan hukum dan perundang-

undangan yang berlaku;

(2) Pemeriksaan baru untuk keseluruhan perkara itu.

a) Alasan Permohonan Banding

Alasan dari pengajuan permohonan banding menurut

M.Yahya Harahap antara lain :

(1) Kelalaian Dalam Penerapan Hukum Acara

Kelalaian dalam penerapan hukum acara dapat terjadi apabila

suatu ketentuan itu berupa perintah yang harus dilaksanakan,

teteapi perintah itu tidak dituruti oleh Pengadilan Tingkat

Pertama yang memeriksa perkara, maka pengadilan dalam hal

ini dianggap melakukan kelalaian;

(2) Kekeliruan Penerapan Hukum Acara

Kekeliruan dalam penerapan hukum acara terjadi apabila

terdapat ketentuan yang “melarang” dilakukan atau

ditempuhnya suatu cara tertentu, namun pengadilan melanggar

larangan itu. Dalam hal ini, maka pengadilan dapat dianggap

keliru atau salah menerapkan hukum acara;

(3) Ada Yang Kurang Lengkap

Pengadilan Tinggi menganggap ada hal-hal yang perlu

dilengkap, seperti pemeriksaan terhadap Terdakwa masih

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. a. Pengertian Upaya HukumPengertian Upaya Hukum Upaya Hukum dijelaskan di dalam Pasal 1 butir 12 KUHAP, yaitu “Hak terdakwa atau penuntut umum untuk tidak

15

kurang lengkap, kekurang-lengkapan keterangan saksi atau

keterangan Terdakwa, atau kekurangan yang berhubungan

dengan pemeriksaan saksi yang belum pernah diperiksa, atau

pemeriksaan ahli (M. Yahya Harahap, 2012:495-497).

b) Putusan Yang Dapat Dibanding

Pada prinsipnya semua putusan akhir Pengadilan Negeri

dapat diajukan permintaan banding. Akan tetapi, terhadap prinsip

ini, ada pengecualian, dan pengecualian tersebut ditegaskan dalam

Pasal 67. Atas pengecualian tersebut tidak semua putusan akhir

pengadilan tingkat pertama dapat diminta banding. Berikut putusan

akhir pengadilan tingkat pertama yang dapat diajukan banding,

sebagai berikut:

(1) Putusan pemidanaan dalam acara biasa

Terhadap setiap putusan pemidanaan dalam acara biasa

sekalipun sifat putusan pemidanaan itu berupa “percobaan” atau

“pidana bersyarat” seperti yang diatur dalam Pasal 14 a KUHP,

terdakwa atau penuntut umum dapat mengajukan permintaan

bandung;

(2) Putusan pemidanaan dalam acara singkat

Setiap putusan pemidanaan dalam acara singkat, sekalipun

pidana bersyarat, dapat dimintakan banding baik oleh terdakwa

atau penuntut umum;

(3) Putusan yang menyatakan dakwaan tidak dapt diterima dalam

acara biasa dan singkat;

(4) Putusan yang menyatakan dakwaan batal demi hukum

Terhadap setiap putusan yang dakwaan batal demi hukum baik

dalam acara biasa maupun acara singkat, penuntut umum dapat

mengajukan banding;

(5) Putusan perampasan kemerdekaan dalam acara cepat;

(6) Putusan Praperadilan terhadap penghentian penyidikan atau

penghentian penuntutan (M. Yahya Harahap, 2012:458-459).

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. a. Pengertian Upaya HukumPengertian Upaya Hukum Upaya Hukum dijelaskan di dalam Pasal 1 butir 12 KUHAP, yaitu “Hak terdakwa atau penuntut umum untuk tidak

16

2) Upaya Hukum Kasasi

Kasasi didasarkan atas pertimbangan bahwa terjadi kesalahan

penerapan hukum atau hakim telah melampaui kekuasaan

kehakimannya, artinya kekuasaan kehakiman telah ditafsirkan secara

luas dan sempit. Jadi penafsiran secara sempit yaitu “jika hakim

memutus sesuatu perkara padahal hakim tidak berwenang menurut

kekuasaan kehakiman; dalam arti luar misalnya jika hakim pengadilan

memutus padahal hakim pertama telah membebaskannya” (Andi

Hamzah, 2011:297-298).

Berdasarkan Pasal 244 KUHAP sebagai dasar dari pengajuan

kasasi menyatakan bahwa “Terhadap putusan perkara pidana yang

diberikan pada tingkat terakhir oleh pengadilan lain selain daripada

Mahkamah Agung, terdakwa atau penuntut umum dapat mengajukan

permintaan pemeriksaan kasasi kepada Mahkamah Agung kecuali

terhadap putusan bebas”. Menurut Hadari Djenawi Tahir, kasasi

merupakan upaya hukum terhadap putusan banding yang telah

dijatuhkan oleh pengadilan tinggi atau tingkat banding (Hadari Djenwai

Tahir, 2001:17)

Tujuan dari kasasi adalah untuk menciptakan kesatuan

penerapan hukum dengan jalan membatalkan putusan yang

bertentangan dengan undang-undang atau keliru dalam menerapkan

hukum. Berikut tujuan-tujuan dari kasasi menurut M.Yahya Harahap,

antara lain :

(1) Koreksi Terhadap Kesalahan Putusan Pengadilan Bawahan

Salah satu dari tujuan kasasi adalah memperbaiki dan

meluruskan kesalahan penerapan hukum, agar hukum benar-

benar diterapkan sebagaimana mestinya serta apakah cara

mengadili perkara benar-benar dilakukan menurut ketentuan

undang-undang;

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. a. Pengertian Upaya HukumPengertian Upaya Hukum Upaya Hukum dijelaskan di dalam Pasal 1 butir 12 KUHAP, yaitu “Hak terdakwa atau penuntut umum untuk tidak

17

(2) Menciptakan Dan Membentuk Hukum Baru

Selain tindakan koreksi yang dilakukan oleh Mahkamah Agung

dalam peradilan kasasi, adakalanya tindakan koreksi itu

sekaligus menciptakan hukum baru dalam bentuk yurisprudensi;

(3) Pengawasan Terciptanya Keseragaman Penerapan Hukum

Tujuan lain daripada pemeriksaan kasasi, bermaksud

mewujudkan kesadaran “keseragaman” penerapan hukum atau

unified legal frame work dan unified legal opinion. Dengan

adanya putusan kasasi yang menciptakan yurisprudensi, akan

mengarahkan keseragaman pandangan dan titik tolak penerapan

hukum, serta dengan adanya upaya hukum kasasi, dapat

terhindari kesewenangan dan penyalahgunaan jabatan oleh para

hakim yang tergoda dalam memanfaatkan kebebasan kedudukan

yang dimilikinya (M. Yahya Harahap, 2012:539-542).

a) Alasan Kasasi

Adapun alasan untuk mengajukan permohonan kasasi yang

diatur dalam Pasal 253 ayat (1) KUHAP, yaitu Pemeriksaan dalam

tingkat kasasi dilakukan oleh Mahkamah Agung atas permintaan

para pihak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 244 dan Pasal 249

guna menentukan:

1) Apakah benar suatu peraturan hukum tidak diterapkan atau

diterapkan tidak sebagaimana mestinya;

2) Apakah benar cara mengadili tidak dilaksanakan menurut

ketentuan undang-undang;

Maka Mahkamah Agung mencetapkan disertai penunjuk

agar pengadilan yang memutus perkara yang bersangkutan

memeriksanya lagi mengenai bagian yang dibatalkan, atau

berdasarkan alasan tertentu Mahkamah Agung dapat

menetapkan perkara tersebut diperiksa oleh pengadilan

setingkat yang lain.

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. a. Pengertian Upaya HukumPengertian Upaya Hukum Upaya Hukum dijelaskan di dalam Pasal 1 butir 12 KUHAP, yaitu “Hak terdakwa atau penuntut umum untuk tidak

18

3) Apakah benar pengadilan telah melampaui batas

wewenangnya.

Maka Mahkamah Agung menetapkan pengadilan atau hakim

lain mengadili perkara tersebut (Pasal 255 KUHAP).

b) Putusan Yang Dapat Dikasasi

Tidak semua putusan pidana dapat diajukan kasasi. Menurut

ketentuan Pasal 244 KUHAP putusan perkara pidana yang dapat

diajukan permohonan pemeriksaan kasasi adalah semua putusan

perkara pidana yang diberikan pada tingkat akhir oleh pengadilan,

kecuali terhadap putusan Mahkamah Agung sendiri dan putusan

bebas. Terdapat 3 (tiga) poin dalam penjelasan Pasal 244 KUHAP,

yaitu sebagai berikut:

1) Terhadap Semua Putusan Pengadilan Negeri dalam Tingkat

Pertama dan Tingkat Terakhir

Artinya jenis perkara yang diputus oleh Pengadilan Negeri yang

dalam kedudukannya sekaligus sebagai peradilan tingkat

pertama dan terakhir, yang terhadap putusan tidak dapat

diajukan permohonan banding. Jenis perkara yang diputus

dalam tingkat pertama dan terakhir oleh Pengadilan Negeri ialah

perkara-perkara yang diperiksa dengan acara pemeriksaan cepat.

2) Terhadap Semua Putusan Pengadilan Tinggi yang Diambilnya

pada Tingkat Banding

Artinya terhadap putusan Pengadilan Negeri yang dapat

diajukan permohonan banding, dan terhadap putusan itu

diajukan permohonan banding serta Pengadilan Tinggi telah

mengabil putusan pada tingkat banding, terhadap putusan

banding tersebut dapat diajukan permohonan kasasi.

3) Tentang Putusan Bebas

Putusan bebas yang dapat dimintakan kasasi adalah putusan

bebas tidak murni (niet zuivere vrijspraak) atau sering juga

disebut sebagai putusan pembebasan yang terselubung (verkapte

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. a. Pengertian Upaya HukumPengertian Upaya Hukum Upaya Hukum dijelaskan di dalam Pasal 1 butir 12 KUHAP, yaitu “Hak terdakwa atau penuntut umum untuk tidak

19

vrijspraak) sedangkan untuk putusan bebas murni tidak dapat

dimintakan kasasi.

Berdasarkan Keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor

114/PUU-X/2012 yang telah menghilangkan frase “kecuali

terhadap putusan bebas“ dalam Pasal 244 KUHAP, mengingat

bahwa ketentuan tersebut sudah dianulir, berarti tidak ada

larangan lagi untuk pengajuan kasasi terhadap putusan bebas.

c) Tata Cara Permohonan Kasasi

Pada kenyataan praktek peradilan, sering ditemukan

hambatan formal yang dialami pencari keadilan. Hambatan formal

yang dimaksud adalah kurang mengertinya kalangan pencari

keadilan tentang tata cara mengajukan permohonan kasasi. Berikut

tata cara permohonan kasasi adalah sebagai berikut:

1) Permohonan Diajukan Kepada Panitera

Pasal 245 ayat (1) KUHAP menegaskan bahwa permohonan

kasasi disampaikan oleh pemohon kepada panitera pengadilan

yang memutus perkaranya dalam tingkat pertama, dalam waktu

14 (empat belas) hari sesudah putusan pengadilan yang

dimintakan kasasi itu diberitahukan kepada terdakwa. Jangka

waktu diatur secara tegas di dalam Undang-Undang.

2) Pihak yang Berhak Mengajukan Permohonan Kasasi

Pasal 244 KUHAP menegaskan bahwa yang berhak mengajukan

permohonan kasasi adalah terdakwa dan atau penuntut umum.

Dan menurut Keputusan Menteri Kehakiman tanggal 10

Desember 1983 No. M. 14-PW.07.03 pada angka 24 lampiran

tersebut menyebutkan bahwa dimungkinkan permintaan kasasi

diajukan oleh seorang kuasa, asal untuk itu terdakwa membuat

“surat kuasa khusus” secara tersendiri yang sengaja dibuat

untuk, memberi kuasa mengajukan permohonan kasasi (M.

Yahya Harahap, 2000: 548).

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. a. Pengertian Upaya HukumPengertian Upaya Hukum Upaya Hukum dijelaskan di dalam Pasal 1 butir 12 KUHAP, yaitu “Hak terdakwa atau penuntut umum untuk tidak

20

3) Tenggang Waktu Mengajukan Permohonan Kasasi

Tenggang waktu yang dibenarkan Undang-Undang untuk

mengajukan kasasi adalah 14 (empat belas) hari terhitung sejak

tanggal putusan diberitahukan, Pasal 245 ayat (1) KUHAP.

Terlambat dari batas waktu 14 (empat belas) hari mengakibatkan

hak untuk mengajukan permohonan kasasi menjadi gugur

seperti yang ditegaskan dalam Pasal 246 ayat (2) KUHAP.

Menurut hukum apabila permohonan kasasi diajukan terlambat

dari tenggang waktu 14 (empat belas) hari maka dengan

sendirinya hak untuk mengajukan kasasi gugur, terdakwa

dianggap menerima putusan, untuk itu panitera membuat akta

penerimaan putusan.

4) Akta Permohonan Kasasi

Bentuk dan pembuatan akta permohonan kasasi diatur dalam

Pasal 245 ayat (2) KUHAP, istilah dalam Pasal itu adalah “surat

keterangan”. Tidak ada perbedaan arti antara surat keterangan

dengan akta kasasi, hanya saja akta kasasi adalah istilah yang

lazim digunakan. Bentuk dan tata cara pembuatan akta kasasi

menurut Pasal 245 ayat (1) KUHAP adalah sebagai berikut :

(1) Panitera menulis permohonan dalam sebuah “Surat

Keterangan”;

(2) Akta kasasi harus ditandatangani panitera dan pemohon;

(3) Akta kasasi dilampirkan dalam “Berkas Perkara”;

5) Permintaan Kasasi Wajib Diberitahukan

Ketentuan Pasal 245 ayat (3) KUHAP, panitera “wajib”

memberitahukan permintaan kasasi yang diterimanya kepada

pihak yang lain. Pihak yang lain disini maksudnya adalah

terdakwa pada satu pihak dan penuntut umum pada pihak yang

lain. Jadi panitera wajib menyampaikan pemberitahuan baik

kepada terdakwa apabila penuntut umum yang mengajukan,

kepada penuntut umum apabila terdakwa yang mengajukan baik

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. a. Pengertian Upaya HukumPengertian Upaya Hukum Upaya Hukum dijelaskan di dalam Pasal 1 butir 12 KUHAP, yaitu “Hak terdakwa atau penuntut umum untuk tidak

21

kedua-duanya, terdakwa maupun penuntut umum apabila kedua-

duanya sama-sama mengajukan permohonan kasasi.

6) Pemohon Wajib Mengajukan Memori Kasasi

Salah satu kewajiban yang harus dipenuhi oleh pemohon kasasi

adalah membuat memori kasasi, Pasal 248 ayat (1) KUHAP.

Kewajiban mengajukan memori kasasi bersifat imperatif yaitu

memiliki sanksi yang tegas, kerena tanpa memori kasasi gugur

haknya untuk mengajukan kasasi Pasal 248 ayat (4) KUHAP.

Tenggang waktu mengajukan memori kasasi adalah 14 hari

setelah permohonan kasasi diajukan Pasal 248 ayat (1) KUHAP.

7) Tenggang Waktu Menyerahkan Memori Kasasi

Pada Pasal 248 ayat (1) KUHAP telah ditentukan tenggang

waktu mengajukan memori kasasi yaitu 14 (empat belas) hari

sejak tanggal permohonan kasasi diajukan. Jadi tenggang waktu

tersebut telah diatur secara tegas apabila tidak memenuhi atau

melewati tenggang waktu yang diajukan mengakibatkan gugur

haknya untuk mengajukan kasasi.

8) Tanda Terima Penyerahan Memori

Pada Pasal 248 ayat (1) KUHAP ditegaskan bahwa panitera

menerima penyerahan memori kasasi, panitera memberikan

surat tanda terima. Surat tanda terima tersebut sebagai bukti

penyerahan memori kasasi bagi pemohon.

9) Kewajiban Panitera Memberi Bantuan

Kewajiban panitera memberikan bantuan untuk membuat

memori kasasi ditegaskan dalam Pasal 248 ayat (2) KUHAP. Hal

ini bertujuan untuk membantu terdakwa yang awam tentang

hukum guna membuat memori kasasi.

10) Kontra Memori Kasasi

Pada Pasal 248 ayat (6) KUHAP yang intinya berisi tentang

memberikan hak kepada pihak lain untuk mengajukan “kontra

memori kasasi” atas kasasi yang diajukan oleh pemohon kasasi.

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. a. Pengertian Upaya HukumPengertian Upaya Hukum Upaya Hukum dijelaskan di dalam Pasal 1 butir 12 KUHAP, yaitu “Hak terdakwa atau penuntut umum untuk tidak

22

Kontra memori kasasi merupakan “hak” dimana “hak” tersebut

bisa digunakan bisa juga tidak. Kontra memori kasasi sebagai

tanggapan terhadap memori kasasi yang diajukan oleh pemohon

kasasi. Dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari panitera

menyampaikan kontra memori kasasi kepada pihak yang

mengajukan memori kasasi Pasal 248 ayat (7) KUHAP (M.

Yahya Harahap, 2012:549-559)

c. Upaya Hukum Luar Biasa

Selain dari upaya hukum biasa, terdapat juga upaya hukum luar

biasa yang telah diatur dalam BAB XVIII Bagian Kesatu dari Pasal 259

sampai dengan Pasal 262 KUHAP tentang kasasi demi kepentingan hukum

dan Bagian Kedua dari Pasal 263 sampai Pasal 269 KUHAP tentang

peninjauan kembali atas putusan pengadilan yang telah memperoleh

kekuatan hukum tetap.

1) Kasasi Demi Kepentingan Hukum

Pemeriksaan kasasi demi pekentingan hukum ini dapat diajukan

terhadap semua putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap,

tetapi hanya dapat diajukan oleh Jaksa Agung saja berdasarkan

penyampaian dari pejabat kejaksaan yang menurut pendapatnya

perkara ini perlu dimintakan kasasi demi kepentingan hukum. Kasasi

demi kepentingan hukum ini diatur dalam Pasal 259 sampai dengan

Pasal 262 KUHAP.

Pengajuan kasasi demi kepentingan hukum oleh Jaksa Agung ini

dimaksudkan untuk menjaga kepentingan terpidana dan juga membuka

kemungkinan bagi perubahan atas putusan pengadilan di bawah

keputusan Mahkamah Agung yang dirasakan kurang tepat oleh Jaksa

Agung dengan kata lain putusan yang dijatuhkan oleh Pengadilan

Negeri atau Pengadilan Tinggi (judex factie) terlalu berat yang tidak

sesuai dengan tuntutan penuntut umum.

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. a. Pengertian Upaya HukumPengertian Upaya Hukum Upaya Hukum dijelaskan di dalam Pasal 1 butir 12 KUHAP, yaitu “Hak terdakwa atau penuntut umum untuk tidak

23

2) Peninjauan Kembali

Peninjauan Kembali atas putusan pengadilan yang telah

memperoleh kekuatan hukum tetap (herziening) berdasarkan Pasal 263

ayat (1) KUHAP menyatakan bahwa Terhadap putusan pengadilan

yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, kecuali putusan bebas

atau lepas telah memperoleh kekuatan hukum tetap, terpidana atau ahli

warisnya dapat mengajukan permintaan peninjauan kembali kepada

Mahkamah Agung.

Berdasarkan 263 ayat (2) KUHAP mengenai syarat-syarat dalam

pengajuan Peninjauan Kembali adalah sebagai berikut :

a) Apabila terdapat keadaan baru yang menimbulkan dugaan kuat,

bahwa jika keadaan itu sudah diketahui pada waktu sidang masih

berlangsung, hasilnya akan berupa putusan bebas (vrijspraak) atau

putusan lepas dari segala tuntutan hukum (ontslag van alie

rechtsvervolging) atau tuntutan penuntut umum tidak dapat

diterima (niet ontvvankelijk verklaring) atau terhadap perkara itu

diterapkan ketentuan pidana yang lebih ringan;

b) Apabila dalam pelbagai putusan terdapat pernyataan bahwa sesuatu

telah terbukti, akan tetapi hal atau keadaan sebagai dasar dan alasan

putusan yang dinyatakan telah terbukti itu, ternyata telah

bertentangan satu dengan yang lain;

c) Apabila putusan itu dengan jelas memperlihatkan suatu kekhilafan

hakim atau suatu kekeliruan yang nyata.

2. Tinjauan tentang Penuntut Umum

a. Pengertian Penuntut Umum

Berdasarkan isi dari Pasal 13 KUHAP yang secara tegas

menyatakan bahwa yang dimaksud Penuntut Umum adalah Jaksa yang

diberi wewenang oleh undang-undang ini melakukan penuntutan dan

melaksanakan penetapan hakim.

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. a. Pengertian Upaya HukumPengertian Upaya Hukum Upaya Hukum dijelaskan di dalam Pasal 1 butir 12 KUHAP, yaitu “Hak terdakwa atau penuntut umum untuk tidak

24

Adapun menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004

tentang Kejaksaan Republik Indonesia, menjelaskan bahwa :

1) Jaksa adalah pejabat fungsional yang diberi wewenang oleh undang-

undang untuk bertindak sebagai penuntut umum dan pelaksanaan

putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap

serta wewenang lain berdasarkan undang-undang.

2) Penuntut umum adalah jaksa yang diberi wewenang oleh undang-

undang ini melakukan penuntutan dan melaksanakan penetapan

hakim.

b. Kewenangan Penuntut Umum

Kewenangan penuntut umum sebagaimana diatur dalam Pasal 14

KUHAP adalah sebagai berikut :

a. menerima dan memeriksa berkas perkara penyidikan dari penyidik

atau penyidik pembantu;

b. mengadakan pra-penuntutan apabia ada kekurangan pada

penyidikan dengan memperhatikan ketetntuan Pasal 110 ayat (3)

dan ayat (4), dengan memberi petunjuk dalam rangka

penyempurnaan penyidikan dari penyidik;

c. memberikan perpanjangan penahanan, melakukan penahanan atau

penahanan lanjutan dan/atau mengubah status tahanan setelah

perkaranya dilimpahkan oleh penyidik;

d. membuat surat dakwaan;

e. melimpahkan perkara ke pengadilan;

f. menyampaikan pemberitahuan kepada terdakwa tentang ketentuan

hari dan waktu perkara disidangkan yang disertai surat panggilan

baik kepada terdakwa maupun kepada saksi, untuk dating pada

siding yang telah ditentutkan;

g. melakukan penuntutan;

h. menutup perkara demi kepentingan umum;

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. a. Pengertian Upaya HukumPengertian Upaya Hukum Upaya Hukum dijelaskan di dalam Pasal 1 butir 12 KUHAP, yaitu “Hak terdakwa atau penuntut umum untuk tidak

25

i. mengadakan tindakan lain dalam lingkup tugas dan tanggung jawab

sebagai penuntut umum menurut ketentuan undang-undang ini;

j. melaksanakan penetapan hakim.

Adapun wewenang Jaksa Agung secara khusus yang berkaitan

dengan penuntutan diatur dalam Pasal 35 Undang-Undang Nomor 16 Tahun

2004 tentang Kejaksaan, antara lain :

a. menetapkan serta mengendalikan kebijakan penegak hukum dan

keadilan dalam ruang lingkup tugas dan wewenang kejaksaan;

b. mengefektifkan proses penegakan hukum yang diberikan oleh

undang-undang;

c. mengesampingkan perkara demi kepentingan umum;

d. mengajukan kasasi demi kepentingan umum kepada Mahkamah

Agung dalam perkara pidana, perdata, dan tata usaha negara;

e. dapat mengajukan pertimbangan teknis hukum kepada Mahkamah

Agung dalam pemeriksaan kasasi perkara pidana;

f. mencegah atau menangkal orang tertentu masuk atau keluar wilayah

Negara Kesatuan Republik Indonesia karena keterlibatannya dalam

perkara pidana sesuao dengan peraturan perundang-undangan.

3. Tinjauan tentang Judex Factie dan Judex Juris

a. Judex Factie

Judex Factie merupakan istilah yang berasal dari Bahasa Latin.

Judex yang berarti hakim dan Factie yang berarti fakta. Maksa yang

dimaksud dengan Judex Factie adalah Hakim yang memeriksa duduknya

perkara berdasarkan fakta-fakta hukum yang ditemui di persidangan baik

tingkat pertama Pengadilan Negeri maupun di tingkat banding Pengadilan

Tinggi. Fakta-fakta hukum itu sendiri diperoleh berdasarkan alat-alat bukti

yang diajukan di persidangan.

Tahap pembuktian terhadap pemeriksaan alat bukti, Judex Factie

berwenang untuk menilai kekuatan pembuktian dari seluruh alat bukti yang

diajukan di persidangan. Tujuan Judex Factie memeriksa alat-alat bukti

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. a. Pengertian Upaya HukumPengertian Upaya Hukum Upaya Hukum dijelaskan di dalam Pasal 1 butir 12 KUHAP, yaitu “Hak terdakwa atau penuntut umum untuk tidak

26

yang diajukan di persidangan adalah untuk menentukan fakta-fakta hukum

dari suatu perkara. Fakta-fakta hukum yang diperoleh di persidangan inilah

yang nantinya dijadikan pertimbangan Judex Factie dalam menjatuhkan

putusan.

b. Judex Juris

Judex Juris merupakan Hakim pada tingkat kasasi yang memeriksa

penerapan hukum dari suatu perkara yang sebelumnya telah diperiksa oleh

Hakim pada pengadilan di tingkat bawahnya. Mahkamah Agung yang

merupakan badan peradilan tertinggi di tingkatannya merupakan Judex

Juris. Hal tersebut dikarenakan Mahkamah Agung hanya memeriksa

mengenai penerapan hukum terhadap fakta yang sudah ditentukan oleh

Judex Factie. Kewenangan dari Mahkamah Agung sendiri adalah untuk

menilai apakah hukum telah diterapkan sebagaimana mestinya dan apakah

cara mengadili telah dilakukan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-

undangan.

Berdasarkan Pasal 11 ayat (2) Undang-Undang Nomor 48 Tahun

2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, kewenangan Mahkamah Agung

antara lain:

1) mengadili pada tingkat kasasi terhadap putusan yang diberikan pada

tingkat terakhir oleh pengadilan di semua lingkungan peradilan berada

di bawah Mahkamah Agung;

2) menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang

terhadap undang-undang; dan

3) kewenangan lainnya yang diberikan undang-undang.

4. Tinjauan tentang Pertimbangan Putusan Hakim

a. Pengertian Hakim

Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah Negara Hukum.

Sebagai Negara Hukum maka Negara Kesatuan Republik Indonesia harus

dapat melaksanakan serta menegakan Hukum sebagaimana mestinya.

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. a. Pengertian Upaya HukumPengertian Upaya Hukum Upaya Hukum dijelaskan di dalam Pasal 1 butir 12 KUHAP, yaitu “Hak terdakwa atau penuntut umum untuk tidak

27

Hakim sebagai pelaksana kekuasaan kehakiman memiliki peranan yang

sangat besar dalam penegakan hukum di Indonesia.

Hakim sebagaimana yang tertera dalam Pasal 1 butir 8 Kitab

Undang-Undang Hukum Acara Pidana, yang selanjutnya disebut KUHAP

adalah pejabat peradilan negara yang diberi wewenang oleh Undang-

Undang untuk mengadili. Adapun yang dimaksud dengan mengadili

menurut Pasal 1 butir 9 KUHAP adalah serangkaian tindakan hakim untuk

menerima, memeriksa, dan memutus perkara pidana berdasarkan asas

bebas, jujur, dan tidak memihak di siding pengadilan dalam hal dan menurut

cara yand diatur dalam undang-undang ini.

Sedangkan menurut Pasal 1 butir 5 Undang-Undang Nomor 48

Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman bahwa yang dimaksud dengan

hakim adalah hakim pada Mahkamah Agung dan hakim pada badan

peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum,

lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan

peradilan tata usaha negara, dan hakim pada pengadilan khusus yang berada

dalam lingkungan peradilan tersebut.

Istilah Hakim artinya orang yang mengadili perkara dalam

pengadilan atau Mahkamah; Hakim juga berarti Pengadilan. Berhakim

artinya minta diadili perkaranya; menghakimi artinya berlaku sebagai

hakim terhadap seseorang; kehakiman artinya urusan hukum dan

pengadilan, ada kalanya istilah hakim dipakai oleh orang budiman, ahli dan

orang bijaksana (Lilik Mulyadi, 2010: 125).

Hakim bertugas menilai apakah perbuatan Terdakwa tersebut

melanggar Hukum Pidana atau tidak. Untuk menetapkan hal tersebut secara

tepat, seorang Hakim harus dapat menentukan Hukum Pidana yang mana

telah dilanggar (Wirjono P, 1974 :26-27).

b. Kewajiban Hakim

Hakim sebagai pelaksana kekuasaan kehakiman memiliki tugas dan

tanggung jawab dalam menyelesaikan suatu perkara. Dalam menyelesaikan

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. a. Pengertian Upaya HukumPengertian Upaya Hukum Upaya Hukum dijelaskan di dalam Pasal 1 butir 12 KUHAP, yaitu “Hak terdakwa atau penuntut umum untuk tidak

28

suatu perkara, hakim harus mampu memutuskan perkara yang diadilinya

berdasarkan hukum, kebenaranm dan keadilan dengan tiada membeda-

bedakan orang yang dengan berbagai resiko yang dihadapannya. Sesuai

penjelasan Pasal 1 Undang-Undang Nomor 48 tahun 2009 tentang

Kekuasaan Kehakiman, bahwa kebebasan dalam melaksanakan wewenang

yudisial bersifat tidak mutlak karena tugas hakim adalah untuk menegakan

hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila, sehingga putusannya

mencerminkan rasa keadilan rakyat Indonesia.

Prinsipnya kewajian hakim adalah menjatuhkan putusan yang

menimbulkan akibat hukum bagi pihak lain. Hakim sebagai penegak hukum

dan keadilan memiliki tugas dan kewajiban pokok dibidang peradilan yang

secara normatif telah diatur di dalam Undang-Undang Nomor 48 Tahun

2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Adapun kewajiban pokok hakim

menurut pandangan beberapa ahli antara lain:

1) Hakim wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai

hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat;

2) Hakim wajib memperhatikan sifat -sifat yang baik dan jahat dari

Terdakwa dalam mempertimbangkan berat ringannya pidana yang

akan dijatuhkan;

3) Hakim harus dapat menemukan kembali dan menemukan

pembaharuan hukum (Barda Nawawi, 2010:43).

Hakim dalam menjalankan kewajibannya untuk menyelesaikan

perkara tidak boleh menolak untuk memeriksa perkara serta mengadili.

Hakim tidak boleh menolak perkara dengan alasan tidak ada aturan

hukummnya atau aturan hukumnya kurang jelas karena hakim itu dianggap

mengetahui hukum sesuai dengan asas Ius Curius Novit. Apabila aturan

hukum tersebut tidak ada, maka seorang hakim harus menggalinya dengan

ilmu pengetahuan hukum dan apabila aturan hukum tersebut tidak jelas,

maka Hakim harus menafsirkannya.

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. a. Pengertian Upaya HukumPengertian Upaya Hukum Upaya Hukum dijelaskan di dalam Pasal 1 butir 12 KUHAP, yaitu “Hak terdakwa atau penuntut umum untuk tidak

29

c. Tanggung Jawab Hakim

Hukum merupakan seperangkat kaidah atau norma yang tersusun

dalam suatu system yang berisikan petunjuk bertingkah laku, tentang apa

yang boleh dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan disertai dengan

sanksi. Untuk memastika agar hukum itu dapat dijalankan serta dapat ditaati

dengan baik oleh masyarakat, maka dibutuhkan seseorang yang mengetahui

benar serta memiliki pemahaman yang mendalam terhadap kaidah-kaidah

hukum serta mempunyai integritas yang tinggi untuk diberikan kewenangan

dalam menegakkan hukum, dan orang tersebut adalah hakim.

Mengingat hakim memiliki posisi yang cukup sentral dalam

mewujudkan kehidupan yang harmonis serta berkeadilan, maka seseorang

yang diangkat menjadi hakim mempunyai tanggung jawab yang besar yang

senantiasa dipegang oleh para hakim. Tanggung jawab tersebut antara lain

(Iskandar Kamil, 2006:2):

a. Tanggung Jawab Moral

Seorang hakim harus tunduk dan mematuhi nilai-nilai dan norma

yang berlaku dalam lingkungan kehakiman, seorang hakim harus

mamapu untuk memanifestasikan rasa keadilan yang terdapat dalam

kenyataan normatif (das sollen) ke dalam kenyataan keseharian (das

sein) melalui putusan-putusannya.

b. Tanggung Jawab Hukum

Menjalankan tanggung jawabnya sebagai pelaksana kekuasaan

kehakiman, hakim wajib untuk menjunjung tinggi rambu-rambu

hukum.

c. Tanggung Jawab Teknis Profesi

Tuntutan bagi aparat untuk melaksanakan tugasnya secara

profesional sesuai dengan kriteria teknis yang berlaku dalam bidang

profesi yang bersangkutan, baik bersifat umum maupun ketentuan

khusus dalam lembaganya.

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. a. Pengertian Upaya HukumPengertian Upaya Hukum Upaya Hukum dijelaskan di dalam Pasal 1 butir 12 KUHAP, yaitu “Hak terdakwa atau penuntut umum untuk tidak

30

d. Dasar Pertimbangan Hakim Dalam Menjatuhkan Putusan

Peranan hakim dalam menentukan suatu kebenaran melalui proses

peradilan dapat dilihat dari putusannya itu sendiri, artinya ada tidaknya

kebenaran itu ditentukan atau ditetapkan lewat keputusan. Dalam hubungan

tersebut ditegaskan bahwa untuk menjamin kepastian, kebenaran dan

keadilan antara lain akan tampak dalam apa yang dilakukan oleh hakim

dalam persidangan sejak pemeriksaan hingga sampai pada putusan

pengadilan bahkan sampai eksekusinya.

Pertimbangan-pertimbangan hakim untuk sampai pada putusan

harus memperhatikan ketentuan Pasal 50 dan Pasal 53 Undang-Undang

Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, yang menyatakan

bahwa dalam Pasal 50 :

1) Putusan pengadilan selain harus memuat alasan dan dasar putusan,

juga memuat pasal tertentu dari peraturan perundang-undangan

yang bersangkutan atau sumber hukum tak tertulis yang dijadikan

dasar untuk mengadili.

2) Tiap putusan pengadilan harus ditandatangani oleh ketua serta

hakim yang memutus dan panitera yang ikut serta bersidang.

Sedangkan dalam Pasal 53 menyatakan bahwa:

1) Dalam memeriksa dan memutus perkara, hakim bertanggung jawab

atas penetapan dan putusan yang dibuatnya.

2) Penetapan dan putusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus

memuat pertimbangan hukum hakim yang didasarkan pada alasan

dan dasar hukum yang tepat dan benar.

Dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan harus

berdasarkan pada keterangan saksi-saksi, barang bukti, keterangan terdakwa

dan alat bukti surat dan fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan, serta

unsur-unsur pasal tindak pidana yang disangkakan kepada Terdakwa. Dasar

pertimbangan hakim dalam menjatuhkan sanksi ada 2 (dua), yaitu

pertimbangan yuridis dan non yuridis. Pertimbangan Yuridis, yaitu

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. a. Pengertian Upaya HukumPengertian Upaya Hukum Upaya Hukum dijelaskan di dalam Pasal 1 butir 12 KUHAP, yaitu “Hak terdakwa atau penuntut umum untuk tidak

31

pertimbangan hakim yang didasarkan pada faktor-faktor yang terungkap di

dalam Persidangan dan oleh Undang-Undang telah ditetapkan sebagai hal

yang harus dimuat dalam putusan. Ada 2 (dua) kategori untuk memberikan

telaah pada pertimbangan Hakim dalam menjatuhkan putusan. Kategori

pertama akan dilihat dari segi pertimbangan yang bersifat yuridis dan kedua

adalah pertimbangan yang bersifat non yuridis, selanjutnya akan dijelaskan

sebagai berikut (Rusli Muhammad, 2007: 212-221):

Pertimbangan yang bersifat yuridis diantaranya:

a) Dakwaan penuntut umum;

b) Tuntutan pidana;

c) Keterangan saksi;

d) Keterangan terdakwa;

e) Barang bukti;

f) Pasal-pasal yang terkait.

Sedangkan dasar-dasar yang digunakan dalam pertimbangan non yuridis,

diantaranya:

a) Latar belakang terdakwa;

b) Akibat perbuatan terdakwa;

c) Kondisi diri terdakwa;

d) Agama terdakwa.

e. Pengertian Putusan Pengadilan

Menurut Pasal 1 butir 11 KUHAP, putusan pengadilan adalah

pernyataan hakim yang diucapkan dalam siding pengadilan terbuka, yang

dapat berupa pemidanaan atau bebas atau lepas dan segala tuntutan hukum

dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini.

Selanjutnya mengenai jenis putusan pengadilan yang dapat dijatuhkan

hakim telah ditentukan, yaitu:

1) Putusan Bebas menurut Pasal 191 ayat (1) KUHAP adalah jika

pengadilan berpendapat bahwa dari hasil pemeriksaan di siding,

kesalahan terdakwa atas perbuatan yang didakwakan kepadanya tidak

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. a. Pengertian Upaya HukumPengertian Upaya Hukum Upaya Hukum dijelaskan di dalam Pasal 1 butir 12 KUHAP, yaitu “Hak terdakwa atau penuntut umum untuk tidak

32

terbukti secara sah dan meyakinkan, maka terdakwa dakwa diputus

bebas.

2) Putusan Lepas dari Segala Tuntutan Hukum berdasarkan Pasal 191 ayat

(2) KUHAP adalah jika pengadilan berpendapat bahwa perbuatan yang

didakwakan kepada terdakwa terbukti, tetapi perbuatan itu tidak

merupakan suatu tindak pidana, maka terdakwa diputus lepas dari segala

tuntutan hukum.

3) Putusan Pemidanaan berdasarkan Pasal 193 ayat (1) KUHAP

menjelaskan bahwa jika pengadilan berpendapat bahwa terdakwa

bersalah melakukan tindak pidana yang didakwakan kepadanya, maka

pengadilan menjatuhkan pidana.

5. Tinjauan tentang Tindak Pidana Illegal Fishing

a. Pengertian Tindak Pidana

Tindak pidana adalah perilaku yang melanggar ketentuan pidana

yang berlaku ketika itu dilakukan baik perilaku tersebut berupa melakukan

perbuatan tertentu yang dilarang oleh ketentuan pidana maupun tidak

melakukan perbuatan tertentu yang diwajibkan oleh ketentuan pidana.

Dalam Pasal 1 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang

selanjutnya disebut KUHP, menjelaskan bahwa “Tiada suatu perbuatan

dapat dipidanakan kecuali berdasarkan aturan pidana dalam perundang-

undangan yang sebelum perbuatan itu dilakukan telah ada”. Ketentuan ini

memberi jaminan bahwa seseorang tidak dapat dituntut berdasarkan

ketentuan undang-undang secara surut.

Menurut ketentuan dalam KUHP, tindak pidana dapat digolongkan

menjadi dua, yaitu:

1) Kejahatan (Misdrijven)

Kejahatan adalah tindak pidana yang diancam dengan hukuman yang

lebih berat daripada pelanggaran. Dalam KUHP yang termasuk dalam

kejahatan antara lain :

1. kejahatan terhadap keamanan negara;

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. a. Pengertian Upaya HukumPengertian Upaya Hukum Upaya Hukum dijelaskan di dalam Pasal 1 butir 12 KUHAP, yaitu “Hak terdakwa atau penuntut umum untuk tidak

33

2. kejahatan terhadap martabat presiden dan wakil presiden;

3. kejahatan terhadap negara sahabat dan terhadap kepala negara

sahabat serta wakilnya;

4. kejahatan terhadap melakukan kewajiban dan hak kenegaraan;

5. kejahatan terhadap ketertiban umum;

6. perkelahian tanding;

7. kejahatan yang membahayakan keamanan bagi umum bagi orang

atau barang;

8. kejahatan terhadap penguasa umum;

9. sumpah palsu dan keterangan palsu;

10. pemalsuan mata uang dan uang kertas;

11. pemalsuan materai dan merek;

12. pemalsuan surat;

13. kejahatan terhadap asal-usul perkawinan;

14. kejahatan terhadap kesusilaan;

15. meninggalkan orang yang perlu ditolong;

16. penghinaan;

17. membuka rahasia;

18. kejahatan terhadap kemerdekaan orang;

19. kejahatan terhadap nyawa;

20. penganiayaan;

21. menyebabkan mati atau luka-luka karena kealpaan;

22. pencurian;

23. pemerasan dan pengancaman;

24. penggelapan;

25. perbuatan curang(bedrog);

26. perbuatan merugikan pemiutang atau orang yang mempunyai hak;

27. penghancuran atau perusakan barang;

28. kejahatan jabatan;

29. kejahatan pelayaran;

30. penadahan, penerbitan, dan percetakan;

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. a. Pengertian Upaya HukumPengertian Upaya Hukum Upaya Hukum dijelaskan di dalam Pasal 1 butir 12 KUHAP, yaitu “Hak terdakwa atau penuntut umum untuk tidak

34

31. pengulangan kejahatan yang bersangkutan dengan berbagai bab.

2) Pelanggaran (Overtredingen)

Pelanggaran adalah tindak pidana yang diancam dengan hukuman yang

lebih ringan daripada kejahatan, yang termasuk jenis pelanggaran

menurut KUHP antara lain (Nunung Mahmudah, 2015:12-14) :

1. pelanggaran keamanan umum bagi orang atau barang atau barang

dan kesehatan umum;

2. pelanggaran ketertiban umum;

3. pelanggaran terhadap penguasa umum;

4. pelanggaran mengenai asal-usul dan perkawinan;

5. pelanggaran terhadap orang yang memerlukan pertolongan;

6. pelanggaran kesusilaan;

7. pelanggaran mengenai tanah, tanaman, dan pekarangan;

8. pelanggaran jabatan;

9. pelanggaran pelayaran.

b. Pengertian Tindak Pidana Illegal Fishing

Peraturan perundang-undangan tentang kelautan, terutama

menyangkut bidang perikanan, kategori tindak pidana dibedakan menjadi

“kejahatan” dan “pelanggaran”. Namun, dalam penjelasan Undang-Undang

Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perbuhan Atas Undang-Undang Nomor 31

Tahun 2004 tentang Perikanan tidak memberikan definisi ataupun

penjelasan lebih lanjut tentang apa itu illegal fishing.

Pemberian istilah illegal fishing merajuk pada pengertian yang

dikeluarkan oleh International Planof Action (IPOA) tentang illegal,

unreported, dan unregulated (IUU) fishing yang secara harafiah diartikan

sebagai kegiatan perikanan yang tidak sah, kegiatan perikanan yang tidak

diatur oleh peraturan yang ada, atau aktivitasnya tidak dilaporkan kepada

suatu institusi atau lembaga pengelola perikanan yang tersedia. Hal tersebut

diprakarsai oleh FAO (Food and Agriculture Organization) dalam konteks

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. a. Pengertian Upaya HukumPengertian Upaya Hukum Upaya Hukum dijelaskan di dalam Pasal 1 butir 12 KUHAP, yaitu “Hak terdakwa atau penuntut umum untuk tidak

35

implementasi Code of Conduct for Responsible Fisheries (CCRF).

Pengertian illegal fishing dijelaskan sebagai berikut :

1) Kegiatan penangkapan ikan yang dilakukan oleh suatu negara tertentu

atau kapal asing di perairan yang bukan merupakan yurisdiksinya tanpa

izin dari negara yang memiliki yurisdiksi atau kegiatan penangkapan

ikan tersebut bertentangan dengan hukum dan peraturan negara itu;

2) Kegiatan penangkapan ikan yang dilakukan oleh perikanan berbendera

salah satu negara yang tergabung sebagai anggota organisasi

pengelolaan perikanan regional, Regional Fisheries Management

Organization (RFMO), tetapi pengoprasian kapal-kapalnya

bertentangan dengan tindakan-tindakan konservasi dan pengelolaan

perikanan yang telah diadopsi oleh RFMO. Negara RFMO wajib

mengikuti aturan yang ditetapkan itu atau aturan lain yang berkaitan

dengan hukum internasional;

3) Kegiatan penangkapan ikan yang bertentangan dengan perundang-

undangan suatu negara atau ketentuan internasional, termasuk aturan-

aturan yang ditetapkan negara anggota RFMO (Nunung Mahmudah,

2105:80-81).

Sedangkan yang dimaksud dengan unreforted fishing adalah sebagai

berikut:

1) Kegiatan penangkapan ikan yang tidak dilaporkan atau sengaja

dilaporkan dengan memberi data yang tidak benar kepada penguasa

otoritas nasional terkait, yang bertentangan dengan peraturan

perundang-undangan yang berlaku di negeri tersebut; atau

2) Kegiatan penangkapan ikan yang dilakukan diwilayah yang menjadu

kompetensi suatu organisasi pengelolaan perikanan regional dan

kegiatan tersebut tidak dilaporkan atau salah dilaporkan, sehingga

bertentangan dengan prosedur pelaporan organisasi tersebut.

Selanjutnya yang dimaksud dengan unregulated fishing adalah:

1) Kegiatan penangkapan ikan yang dilakukan diwilayah yang berada

dibawah pengaturan organisasi pengelolaan perikanan regional, oleh

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. a. Pengertian Upaya HukumPengertian Upaya Hukum Upaya Hukum dijelaskan di dalam Pasal 1 butir 12 KUHAP, yaitu “Hak terdakwa atau penuntut umum untuk tidak

36

kapal-kapal tanpa kebangsaan, atau oleh kapal-kapal yang mengibarkan

bendera negara yang bukan anggota organisasi tersebut, atau oleh suatu

entitas perikanan, dengan cara yang tidak sesuai atau bertentangan

dengan ketentuan-ketentuan konvensi dan langkah-langkah pengelolaan

dari organisasi tersebut; atau

2) Kegiatan penangkapan ikan yang dilakukan diwilayah atau terhadap

stok ikan yang belum memiliki pengaturan tentang pengelolaan dan

konservasinya dan kegiatan tersebut dilaksanakan dengan cara yang

bertentangan dengan tanggungjawab negara berdasarkan ketentuan

hukum internasional mengenai konservasi sumberdaya hayati laut (Yudi

Dharma Putra, 2015:16-17).

Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perikanan jo.

Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 mencatumkan definisi atau konsep

“perikanan” yang mengandung pengertian luas. Dalam Pasal 1 ayat (1)

disebutkan, bahwa :

“Perikanan adalah semua kegiatan yang berhubungan dengan

pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya ikan dan lingkungannya mulai

dari praporduksi, produksi, pengolahan sampai dengan pemasaran, yang

dilaksakan dalam suatu sistem bisnis perikanan”.

Definisi perikanan tersebut, mengandung arti kegiatan tidak hanya

sekedar penangkapan ikan, tetapi juga termasuk kegiatan yang berhubungan

dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya ikan dan lingkungannya

mulai dari praproduksi, produksi, pengolahan, sampai dengan pemasaran.

Setelah konsep illegal fishing yang dibuat oleh lembaga yang

berwenang disinkronkan dengan konsep “perikanan” menurut Undang-

Undang Nomor 45 Tahun 2009, maka dapat diketahui bahwa semua bentuk-

bentuk tindak pidana, baik yang merupakan “kejahatan” maupun

“pelanggaran” dalam undang-undang perikanan dapat disebut sebagai

tindak pidana illegal fishing.

Setiap kegiatan illegal fishing terjadi di wilayah perairan laut atau

perairan Indonesia yang merupakan bagian dari Zona Ekonomi Eksklusif

Page 25: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. a. Pengertian Upaya HukumPengertian Upaya Hukum Upaya Hukum dijelaskan di dalam Pasal 1 butir 12 KUHAP, yaitu “Hak terdakwa atau penuntut umum untuk tidak

37

Indonesia, yang selanjutnya disebut ZEEI, luas dari zona tersebut mencapai

200 mil dari garis dasar pantai. Pengertian dari ZEEI adalah didalam zona

laut tersebut Indonesia sebagai negara pantai diberikan hak atas kekayaan

atau sumber daya alam yang terkandung di dalamnya, serta diberikan hak

untuk memanfaatkan dan mengeluarkan kebijakan-kebijakan hukum, juga

diberikan kebebasan untuk kegiatan kenavigasian, melakukan aktivitas

penerbangan datas wilayahnya serta melakukan aktivitas penanaman kabel

dan pipa di bawah laut untuk kepentingan bangsa dan negaranya (Yudi

Dharma Putra, 2015:4).

Merujuk pada pengertian illegal fishing tersebut, secara umum dapat

diidentifikasikan menjadi empat golongan yang merupakan illegal fishing

yang umum terjadi di Indonesia, yaitu:

1. Penangkapan ikan tanpa izin;

2. Penangkapan ikan dengan menggunakan izin palsu;

3. Penangkapan ikan dengan menggunakan alat tangkap terlarang;

4. Penangkapan ikan dengan jenis (spesies) yang tidak sesuai dengan izin.

Beberapa modus atau jenis kegiatan illegal fishing yang sering

dilakukan oleh kapal ikan Indonesia maupun kapal asing, yaitu tidak adanya

atau tidak memiliki beberapa dokumen izin dalam usaha perikanan. Berikut

izin-izin yang harus dimiliki dalam usaha di bidang perikanan, diantaranya:

1. Surat Izin Usaha Perikanan, yang selanjutnya disebut SIUP adalah izin

tertulis yang harus dimiliki perusahaan perikanan untuk melakukan

usaha perikanan dengan menggunakan sarana produksi yang tercantum

dalam izin tersebut;

2. Surat Izin Penangkapan Ikan, yang selanjutnya disebut SIPI adalah izin

tertulis yang harus dimiliki setiap kapal perikanan untuk melakukan

penangkapan ikan yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari SIUP;

3. Surat Izin Kapal Pengangkut Ikan, yang selanjutnya disebut SIKPI

adalah izin tertulis yang harus dimiliki setiap kapal perikanan untuk

melakukan pengumpulan dan pengangkutan ikan (Djoko Tribawono,

2013:255).

Page 26: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. a. Pengertian Upaya HukumPengertian Upaya Hukum Upaya Hukum dijelaskan di dalam Pasal 1 butir 12 KUHAP, yaitu “Hak terdakwa atau penuntut umum untuk tidak

38

c. Sanksi Pidana terhadap Pelaku Illegal Fishing

Sanki pidana bagi pelaku illegal fishing diatur dalam Undang-Undang

Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 32

Tahun 2004 tentang Perikanan diantara lain:

1. Pasal 92 menyatakan bahwa setiap orang yang dengan sengaja di wilayah

pengelolaan perikanan Republik Indonesia melakukan usaha perikanan di

bidang penangkapan, pembudidayaan, pengangkutan, pengolahan, dan

pemasaran ikan, yang tidak memiliki SIUP sebagaimana dimaksud dalam

pasal 26 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan)

tahun dan denda paling banyak Rp.1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus

juta rupiah).

2. Pasal 93 ayat (1) menyatakan bahwa setiap orang yang memiliki dan/atau

mengoperasikan kapal penangkap ikan berbendera Indonesia melakukan

penangkapan ikan di wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik

Indonesia dan/atau di laut lepas, yang tidak memiliki SIPI sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling

lama 6 (enam) tahun dan denda paling banyak Rp.2.000.000.000,00 (dua

miliar rupiah).

3. Pasal 93 ayat (2) menyatakan bahwa setiap orang yang memiliki dan/atau

mengoperasikan kapal penangkap ikan berbendera asing melakukan

penangkapan ikan di ZEEI yang tidak memiliki SIPI sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 27 ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling lama 6

(enam) tahun dan denda paling banyak Rp.20.000.000.000,00 (dua puluh

miliar rupiah).

4. Pada 93 ayat (3) menyatakan bahwa setiap orang yang mengoperasikan

kapal penangkap ikan berbendera Indonesia di wilayah pengelolaan

perikanan Negara Republik Indonesia, yang tidak membawa SIPI asli

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (3), dipidana dengan pidana

penjara paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling banyak

Rp.2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).

Page 27: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. a. Pengertian Upaya HukumPengertian Upaya Hukum Upaya Hukum dijelaskan di dalam Pasal 1 butir 12 KUHAP, yaitu “Hak terdakwa atau penuntut umum untuk tidak

39

5. Pasal 93 ayat (4) menyatakan bahwa setiap orang yang mengoperasikan

kapal penangkap ikan berbendera asing di ZEEI, yang tidak membawa SIPI

asli sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (3), dipidana dengan pidana

penjara paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling banyak

Rp.20.000.000.000,00 (dua puluh miliar rupiah).

Page 28: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. a. Pengertian Upaya HukumPengertian Upaya Hukum Upaya Hukum dijelaskan di dalam Pasal 1 butir 12 KUHAP, yaitu “Hak terdakwa atau penuntut umum untuk tidak

40

B. Kerangka Pemikiran

Gambar 1. Kerangka Pemikiran

Penjelasan Kerangka Pemikiran

Kerangka pemikiran merupakan alur pemikiran penulis dalam

menggambarkan, menjabarkan, dan menemukan jawaban atas permasalahan

hukum ini, yaitu mengenai Pengajuan Kasasi Penuntut Umum Berdasarkan Judex

Factie Salah Menerapkan Sanksi Pidana Dan Pertimbangan Judex Juris

Perkara Illegal Fishing

Putusan PN. Sorong Nomor

234/PID.SUS/2011/PN-SRG

Upaya Hukum Banding oleh

Penuntut Umum

Putusan PT. Jayapura Nomor

34/PID/2012/PT.JPR

Upaya Hukum Kasasi oleh

Penuntut Umum

Pidana Denda

Pidana Penjara dan Pidana

Denda

Pertimbangan Hakim

Mahkamah Agung

Dikabulkan

Putusan Mahkamah Agung

Nomor 1766 K/PID.SUS/2013

Alasan Permohonan

Kasasi

Page 29: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. a. Pengertian Upaya HukumPengertian Upaya Hukum Upaya Hukum dijelaskan di dalam Pasal 1 butir 12 KUHAP, yaitu “Hak terdakwa atau penuntut umum untuk tidak

41

Memutuskan Perkara Illegal Fishing (Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor

1766 K/Pid.Sus/2013).

Meninjau perkara illegal fishing yang dilakukan oleh kapal asing di wilayah

perairan Indonesia ini sebagaimana terdapat dalam Putusan Mahkamah Agung

Nomor 1766 K/Pid.Sus/2013 bahwa telah membatalkan Putusan Pengadilan Tinggi

Jayapura Nomor 34/PID/2012/PT.JPR dan memperbaiki Putusan Pengadilan

Negeri Sorong Nomor 234/PID.SUS/2011/PN-SRG, Hakim Mahkamah Agung

mengabulkan permohonan dan alasan kasasi yang diajukan oleh Penuntut Umum.

Dalam memori kasasinya, Penuntut Umum menjelaskan bahwa Majelis Hakim

dalam memutuskan perkara tidak menerapkan hukum sebagaimana mestinya dan

tidak memberi efek jera bagi pelaku tindak pidana illegal fishing, Dari uraian

tersebut, dapat diketahui terdapat suatu permasalah hukum yang ada dalam putusan

Mahkamah Agung Nomor 1766 K/Pid.Sus/2013 sehingga penulis memandang

perlu suatu kajian yang lebih mendalam terhadap putusan ini.