BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/44513/3/jiptummpp-gdl-putrisepti-51575-3-babii.pdf ·...
Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/44513/3/jiptummpp-gdl-putrisepti-51575-3-babii.pdf ·...
14
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Ada dua hal yang akan dibahas dalam bab ini yaitu:
A. Pengertian Karakter dan Ruang Lingkupnya
1. Pengertian Karakter
a. Kata karakter secara etimologis seperti termuat dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia karakter diartikan sebagai sifat-sifat kejiwaan, akhlak
atau budi pekerti yang membedakan seseorang dari yang lain.14
Sedangkan pendapat Syarbini tentang karakter, bahwa karakter
berasal dari bahasa Inggris, karakter (character) yang berarti a
distinctive differentiating mark, tanda atau sifat yang membedakan
seseorang dengan orang lain.15 Dari dua pendapat tersebut dapat
disimpulkan bahwa karakter adalah suatu tanda atau sifat-sifat
kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang dapat membedakan seseorang
dengan orang lain.
b. Secara terminologis, karakter adalah watak, tabiat, akhlak, atau
kepribadian seseorang yang terbentuk dari hasil internalisasi berbagai
kebajikan (virtues) yang diyakini dan digunakan sebagai landasan
untuk cara pandang, berpikir, bersikap, dan bertindak.16 Sedangkan
14 Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta:
Gramedia, 2008), hal. 258. 15 Amirulloh Syarbini, Buku Pintar Pendidikan Karakter, (Jakarta:Prima Pustaka, 2012), hal.
13. 16Aji Sofanudin, Internalisasi Nilai-Nilai Karakter Bangsa Melalui Mata Pelajaran
Pendidikan Agama Islam Pada Sma Eks-Rsbi di Tegal, Jurnal SMaRT Vol 01 Nomor 02
(Desember 2015), hal. 154
15
menurut Simon Philips dalam Masnur, karakter adalah kumpulan tata
nilai yang menuju pada suatu sistem, yang melandasi suatu pemikiran,
sikap, dan perilaku yang ditampilkan.17
Dari dua pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa karakter
merupakan watak, sikap, dan kepribadian pada diri seseorang dari hasil
internalisasi berbagai kebajikan yang diyakini dan digunakan sebagai
landasan untuk cara pandang, berpikir, bersikap, dan bertindak. Oleh
karena itu, pengertian karakter mengandung unsur kebajikan yang
ditanamkan pendidik melalui internalisasi atau memasukkan materi dan
nilai yang mempunyai relevansi dalam membangun sistem berpikir dan
berperilaku siswa. Dengan kata lain, karakter diajarkan dengan
mengenalkan, memahamkan dan mengajak siswa untuk memaknai dan
mempraktekkannya sebagai sesuatu yang melekat dan menjadi tindakan
perenungan (reflective action) serta mengembangkannya menjadi pusat
keunggulan insani (center of human exellence).
2. Komponen Karakter yang Baik
Thomas Lickona, menekankan tiga komponen karakter yang baik, yaitu:
a. Moral knowing (pengetahuan moral)
Moral ini lebih difokuskan pada hal-hal yang berkaitan tentang
perihal benar dan salah, yang harus dikerjakan atau ditinggalkan oleh
seseorang. Komponen karakter ini terbagi menjadi beberapa unsur
yaitu:
17Masnur Muslich, Pendidikan Karakter Menjawab Tantangan Krisis Multidimensional,
(Jakarta: Bumi Aksara, 2011), hal. 70.
16
1) Moral awarness (kesadaran moral), yaitu menggunakan
kecerdasan untuk menilai situasi agar sesuai dengan nilai-nilai
moral.
2) Knowing moral value (mengetahui nilai moral), nilai-nilai moral
antara lain: menghormati, tanggung jawab hidup, kejujuran,
toleransi, dan kebebasan adalah sekian cara untuk menjadi orang
baik. Mengetahui nilai moral dapat pula diartikan memahami
bagaimana menerapkan nilai moral dalam berbagai situasi.
3) Perspektive taking (pengambilan perspektif) adalah kemampuan
untuk mengambil sudut pandang dari orang lain, melihat situasi
sebagaimana seseorang melihatnya, membayangkan bagaimana
seseorang mungkin berpikir, bereaksi, dan merasakan sesuatu.
4) Moral reasoning (penalaran moral) melibatkan pemahaman
tentang apa artinya menjadi bermoral dan mengapa harus
bermoral. Mengapa penting untuk menepati janji? Mengapa harus
melakukan yang terbaik? Mengapa harus berbagi dengan orang
lain?.
5) Decision making (pengambilan keputusan) mampu untuk
memikirkan salah satu jalan melewati masalah-masalah moral
adalah salah satu keterampilan yang mencerminkan kemampuan
pengambilan keputusan.
6) Self-knowledge (pengetahuan diri) mengetahui diri sendiri adalah
jenis pengetahuan moral yang paling sulit untuk di dapatkan,
17
tanpa perlu untuk perkembangan karakter. Menjadi orang yang
bermoral memerlukan kemampuan untuk meninjau kembali
perilaku diri sendiri dan mengevaluasinnya secara kritis. 18
b. Moral feeling (perasaan moral)
Moral ini menunjukkan seberapa jauh seseorang peduli pada
sikap yang baik terhadap orang lain. Terdapat enam aspek dalam
moral ini untuk menjadi manusia yang berkarakter,meliputi:
1) Conscience (hati nurani) memiliki dua sisi, sisi kognitifnya adalah
tahu apa yang benar dan sisi perasaan emosionalnya adalah
berkewajiban untuk melakukan apa yang benar. Banyak orang
yang tahu apa yang benar tapi merasa sedikit kewajiban untuk
bertindak sesuai dengan kebenaran tersebut.
2) Self-esteem (harga diri), ketika seseorang memiliki ukuran yang
benar tentang harga diri, maka akan bisa menilai diri sendiri, dan
juga dapat memperlakukan orang lain dengan cara yang positif.
3) Empaty (empati) adalah mengenali dan memahami keadaan
orang lain. Empati memungkinkan seseorang untuk keluar dari
diri sendiri dan masuk ke dalam diri orang lain. Inilah sisi
emosional dari mengambil sudut pandang orang lain.
4) Loving the good (mencintai kebaikan), bentuk tertinggi sebuah
karakter adalah mengikutsertakan diri pada sesuatu yang baik.
18 Thomas Lickona, Educating for Character: How Our School Can Teach Respect
and Responsibility, (New York: Bantam Books, 1991),hal. 85-89
18
Ketika seseorang mencintai hal yang baik, maka ia akan senang
melakukan hal yang baik.
5) Self-control (pengendalian diri), emosi dapat terjadi karena
berbagai alasan, itulah salah satu alasan mengapa pengendalian
diri merupakan kebajikan moral yang sangat diperlukan.
Pengendalian diri membantu seseorang menjadi beretika bahkan
ketika tidak menginginkannya.
6) Huminity (kerendahan hati) adalah kebajikan moral yang sering
diabaikan, padahal merupakan bagian penting dari karakter yang
baik. Kerendahan hati adalah sisi afektif dari pengetahuan
tentang diri sendiri. Kerendahan hati membuat seseorang bisa
terbuka terhadap keterbatasan diri sendiri dan ada kemauan untuk
bertindak mengoreksi kegagalan yang telah dilakukan.19
c. Moral action (perbuatan/tindakan moral)
Moral ini lebih difokuskan pada hasil (outcome) dua komponen
moral di atas. Apabila seseorang memiliki pengetahuan moral dan
perasaan moral yang tinggi maka yang bersangkutan akan melakukan
hal yang baik dan benar. Untuk itu ada tiga aspek yang harus
diperhatikan agar ia memiliki karakter yang baik, yaitu:
1) Competence (kompotensi), kompotensi moral dapat diartikan
memiliki kemampuan untuk mengubah penilaian dan perasaan
19 Ibid, hal 91-97
19
moral ke tindakan moral yang efektif. Misalnya, memecahkan
suatu konflik dengan adil.
2) Will (keinginan), menentukan pilihan yang paling tepat dalam
situasi moral biasanya sulit untuk dilakukan. Menjadi baik
merupakan tindakan nyata dari sebuah keinginan, juga sebagai
penggerakan energi moral untuk melakukan apa yang harus
dilakukan. Keinginan dibutuhkan untuk menjaga emosi, untuk
melihat, dan berpikir melalui dimensi moral, untuk menempatkan
tugas sebelum kesenangan, untuk menahan godaan, serta untuk
mampu bertahan dari tekanan. Keinginan merupakan inti dari
keberanian moral.
3) Habit (kebiasaan), dalam berbagai situasi, perilaku bermoral
merupakan manfaat dari kebiasaan. Orang-orang yang memiliki
karakter baik akan melakukan hal yang benar dari kebiasaan yang
dimiliki. Oleh karena itu, dalam pengembangan karakter harus
diberikan kesempatan yang luas untuk mengembangkan
kebiasaan-kebiasaan yang baik, dan mempraktikan bagaimana
menjadi orang yang baik.20
Bertolak pada ketiga komponen karakter di atas, maka dapat
disimpulkan bahwa dalam membentuk pribadi dengan karakter yang
baik, pengetahuan moral, perasaan moral dan tindakan moral secara
umum bekerja sama untuk saling mendukung satu sama lain. Akan
20 Ibid, hal 98-99
20
tetapi, orang yang baik tidak terkecuali sering gagal dalam melakukan
perbuatan yang mempunyai nilai moral. Namun seiring pendidikan
karakter dalam mengembangkan karakter seseorang tentunya butuh
proses seumur hidup, kehidupan moral yang seseorang jalani akan
meningkat dalam mengintegrasikan pengetahuan, perasaan, dan pola
pelaksanaan perbuatan yang baik.
3. Nilai-nilai yang terkandung dalam karakter
Ada tiga pendapat yang menjelaskan tentang nilai-nilai terkandung dalam
karakter, yaitu:
a. Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud)
menyebutkan bahwa nilai-nilai yang harus dicapai dalam pendidikan
karakter adalah 18 nilai karakter. Mulai tahun ajaran 2011, seluruh
tingkat pendidikan di Indonesia harus menyisipkan pendidikan
berkarakter tersebut dalam proses pendidikannya. 21 Adapun 18 nilai
karakter tersebut adalah:
1) Religius, yakni ketaatan dan kepatuhan dalam memahami dan
melaksanakan ajaran agama (aliran kepercayaan) yang dianut,
termasuk dalam hal ini adalah sikap toleran terhadap pelaksanaan
ibadah agama (aliran kepercayaan) lain, serta hidup rukun dan
berdampingan.
21 Suparlan, diakses pada tanggal 21 April 2017 dari
http://masdik.com/1480/artikel/pilar-pilar-nilai-pendidikan-karakter-menurut-puskur-
kemendikbud/.
21
2) Jujur, yakni sikap dan perilaku yang menceminkan kesatuan antara
pengetahuan, perkataan, dan perbuatan (mengetahui apa yang
benar, mengatakan yang benar, dan melakukan yang benar)
sehingga menjadikan orang yang bersangkutan sebagai pribadi
yang dapat dipercaya.
3) Toleransi, yakni sikap dan perilaku yang mencerminkan
penghargaan terhadap perbedaan agama, aliran kepercayaan, suku,
adat, bahasa, ras, etnis, pendapat, dan hal-hal lain yang berbeda
dengan dirinya secara sadar dan terbuka, serta dapat hidup tenang
di tengah perbedaan tersebut.
4) Disiplin, yakni kebiasaan dan tindakan yang konsisten terhadap
segala bentuk peraturan atau tata tertib yang berlaku.
5) Kerja keras, yakni perilaku yang menunjukkan upaya secara
sungguh-sungguh (berjuang hingga titik darah penghabisan) dalam
menyelesaikan berbagai tugas, permasalahan, pekerjaan, dan lain-
lain dengan sebaik-baiknya.
6) Keratif, yakni sikap dan perilaku yang mencerminkan inovasi
dalam berbagai segi dalam memecahkan masalah, sehingga selalu
menemukan cara-cara baru, bahkan hasil-hasil baru yang lebih baik
dari sebelumnya.
7) Mandiri, yakni sikap dan perilaku yang tidak tergantung pada orang
lain dalam menyelesaikan berbagai tugas maupun persoalan.
Namun hal ini bukan berarti tidak boleh bekerjasama secara
22
kolaboratif, melainkan tidak boleh melemparkan tugas dan
tanggung jawab kepada orang lain.
8) Demokratis, yakni sikap dan cara berpikir yang mencerminkan
persamaan hak dan kewajiban secara adil dan merata antara dirinya
dengan orang lain.
9) Rasa ingin tahu, yakni cara berpikir, sikap, dan perilaku yang
mencerminkan penasaran dan keingintahuan terhadap segala hal
yang dilihat, didengar, dan dipelajari secara lebih mendalam.
10) Semangat kebangsaan atau nasionalisme, yakni sikap dan tindakan
yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas
kepentingan pribadi atau individu dan golongan.
11) Cinta tanah air, yakni sikap dan perilaku yang mencerminkan rasa
bangga, setia, peduli, dan penghargaan yang tinggi terhadap
bahasa, budaya, ekomoni, politik, dan sebagainya, sehingga tidak
mudah menerima tawaran bangsa lain yang dapat merugikan
bangsa sendiri.
12) Menghargai prestasi, yakni sikap terbuka terhadap prestasi orang
lain dan mengakui kekurangan diri sendiri tanpa mengurangi
semangat berprestasi yang lebih tinggi.
13) Komunikatif, senang bersahabat atau proaktif, yakni sikap dan
tindakan terbuka terhadap orang lain melalui komunikasi yang
santun sehingga tercipta kerja sama secara kolaboratif dengan baik.
23
14) Cinta damai, yakni sikap dan perilaku yang mencerminkan suasana
damai, aman, tenang, dan nyaman atas kehadiran dirinya dalam
komunitas atau masyarakat tertentu.
15) Gemar membaca, yakni kebiasaan dengan tanpa paksaan untuk
menyediakan waktu secara khusus guna membaca berbagai
informasi, baik buku, jurnal, majalah, koran, dan sebagainya,
sehingga menimbulkan kebijakan bagi dirinya.
16) Peduli lingkungan, yakni sikap dan tindakan yang selalu berupaya
menjaga dan melestarikan lingkungan sekitar.
17) Peduli sosial, yakni sikap dan perbuatan yang mencerminkan
kepedulian terhadap orang lain maupun masyarakat yang
membutuhkannya.
18) Tanggung jawab, yakni sikap dan perilaku seseorang dalam
melaksanakan tugas dan kewajibannya, baik yang berkaitan dengan
diri sendiri, sosial, masyarakat, bangsa, negara, maupun agama. 22
b. Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) tengah
merumuskan konsep baru mengenai sekolah pendidikan karakter.
Setidaknya, ada lima karakter utama yang ingin ditanamkan pada
pelajar, khususnya jenjang SD dan SMP, yakni nasionalisme,
integritas, kemandirian, gotong royong dan religius. 23
22 Nganuim Naim, Character Building: Optimalisasi Peran Pendidikan dalam
Pengembangan Ilmu & Pembentukan Karakter Bangsa, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2012) hal,
123 23 Arie Budiman, sebagai Staf Ahi Mendikbud Bidang Pendidikan Karakter kepada
Republika, selasa 20 September 2016 dari republika.co.id
24
c. Pemikiran R Slamet iman santoso menjelaskan bahwa pembangunan
karakter nyata merupakan inti pendidikan agar siswa mampu
menghadapi berbagai tantangan. Adapun tugas pendidikan dalam
membangun karakter ialah mengasah keterampilan, kepandaian,
kejujuran, membina disiplin, membuat anak mengenal batas
kemampuannya dan membangun kehormatan diri. 24
Berdasarkan ketiga pendapat yang telah dipaparkan tersebut, maka
dapat disimpulkan bahwa untuk membangun karakter baik dalam diri
siswa, perlu dibangun kecerdasan diri yang meliputi kecerdasan
intelektual, emosional dan spiritual. Kecerdasan intelektual dalam diri
siswa akan membentuk karakter siswa menjadi anak yang cerdas, kreatif,
memiliki rasa ingin tahu yang tinggi terhadap ilmu pengetahuan,
komunikatif dan memiliki integritas tinggi. Sementara itu, kecerdasan
emosional akan membentuk karakter anak yang jujur, sikap menghargai
sesama, disiplin, dan mandiri. Sedangkan kecerdasan spiritual mampu
membentuk anak menjadi pribadi yang religius dan cenderung
menghindari perilaku menyimpang. Disatu sisi, dengan adanya dukungan
dari lingkungan sekolah dan sosialisasi terhadap nilai-nilai nasionalisme
akan mendorong terciptanya rasa cinta tanah air dan jiwa kepemimpian
dalam diri siswa.
24 Utamakan Pembinaan Watak dalam Kompa,s selasa 7 maret 2006. hal 12 kolom 1-2
25
4. Tujuan Pembentukan Karakter
Socrates berpendapat bahwa tujuan mendasar dari pendidikan adalah
untuk membuat seseorang menjadi good and smart. Dalam sejarah Islam,
Rasulullah Muhammad Saw, Sang Nabi terakhir dalam ajaran Islam, juga
menegaskan bahwa misi utamanya dalam mendidik manusia adalah untuk
mengupayakan pembentukan karakter yang baik (good character). 25
Dalam hal ini, pendidikan karakter bertujuan untuk meningkatkan
mutu proses dan hasil pendidikan yang mengarah pada pembentukan
karakter dan akhlak mulia siswa meliputi utuh, terpadu, dan seimbang
sesuai dengan standar kompetensi lulusan pada setiap satuan
pendidikan.26 Untuk lebih jelasnya akan diuraikan sebagai berikut:
a. Utuh, yakni sempurna sebagaimana tujuan yang telah ditentukan dan
tidak ada perubahan di dalamnya.
b. Terpadu, yakni sesuai dengan perkembangan siswa.
c. Seimbang, yakni hasilnya sesuai dengan apa yang dilakukan.
B. Pembentukan Karakter Disiplin
1. Pengertian Disiplin
a. Secara etimologis disiplin berasal dari bahasa Latin “disibel” yang
berarti Pengikut. Seiring dengan perkembangan zaman, kata tersebut
mengalami perubahan menjadi “disipline” yang artinya kepatuhan
25 Ahmad Tafsir, Pendidikan Karakter Perspektif Islam, (Bandung: Pemaja Rosdakarya,
2013). hal 17 26 Mulyasa, Manajemen Pendidikan Karakter, (Jakarta: Bumi AKSARA, 2012) hal. 9
26
atau yang menyangkut tata tertib.27 Sedangkan dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia disiplin adalah tata tertib di sekolah, kemiliteran,
dan lain sebagainya (ketaatan/kepatuhan terhadap tata tertib di
sekolah).28 Dari dua pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa
disiplin adalah kepatuhan kepada tata tertib yang telah ditentukan oleh
pihak tertentu.
b. Secara terminologis, Mulyasa mengemukakan bahwa disiplin adalah
suatu keadaan tata tertib dimana orang-orang yang tergabung dalam
suatu sistem tunduk pada peraturan-peraturan yang ada dengan senang
hati.29 Sedangkan pendapat lain mengatakan bahwa disiplin
merupakan latihan batin dan watak dengan tujuan agar segala
perbuatan selalu menaati tata tertib.30
Bedasarkan kedua pendapat tersebut, dapat diambil kesimpulan
bahwa disiplin adalah kepatuhan untuk menghormati dan melaksanakan
suatu sistem yang mengharuskan orang tunduk kepada keputusan, perintah
dan peraturan yang berlaku. Dengan kata lain, disiplin adalah sikap
mentaati peraturan dan ketentuan yang telah ditetapkan tanpa pamrih.
Bertolak dari pengertian disiplin, bila dikaitkan dengan ajaran agama
Islam, maka terdapat beberapa ayat al-Qur’an dan hadist yang
27Pengertian disiplin Secara Bahasa, diakses pada tanggal 14 April 2017 dari
https://id.wikipedia.org/wiki/Disiplin 28 Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Gramedia, 2003), hal. 268 29 Mulyasa, Kurikulum Berbasis Kompetensi (Konsep Karakteristik dan implementasi), hal.
108 30Raudhatul Jannah, Sarbaini dan Mariatul Kiptiah, Peranan Guru Dalam Menerapkan
Karakter Disiplin Siswa Di Sma Negeri 11 Banjarmasin, Jurnal Pendidikan, Edisi Ke-2, No. 4,
(Nopember 2012), hal. 3
27
memerintahkan disiplin dalam arti ketaatan pada peraturan yang telah
ditetapkan, salah satunya ada dalam surat an-Nisa ayat 59:
ي ها ٱلذين ءامنوا أطيعو ر منا ٱلرسول وأو ٱلل وأطيعو ا يأ م ء ف ردوه ل ٱل زع تم ف شى كم فإن ت نأمنون بٱلل م ٱل إل ٱلل وٱلرسول إن كنتم ت ؤ لك خي وٱل ي و ا خر ذأ وي ن ر وأ
“ Hai orang-orang beriman, taatlah kamu kepada Allah dan taatlah kepada
rasul-Nya dan kepada Ulil Amri dari (kalangan) kamu. Kemudian jika
kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada
Allah (Al Qur’an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman
kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu)
dan lebih baik akibatnya.” 31
Dari ayat di atas terungkap pesan untuk patuh dan taat kepada para
pemimpin, dan jika terjadi perselisihan di antara mereka, maka urusannya
harus dikembalikan kepada aturan Allah SWT dan Rasul-Nya. Namun,
tingkat kepatuhan manusia kepada pemimpinnya tidak bersifat mutlak.
Jika perintah yang diberikan pemimpin bertentangan dengan aturan atau
perintah Allah dan Rasul-Nya, maka perintah tersebut harus tegas ditolak
dan diselesaikan dengan musyawarah. Namun jika aturan dan perintah
pemimpin tidak bertentangan dengan Syariat Allah dan Rasul-Nya, maka
Allah menyatakan ketidak-sukaannya terhadap orang-orang yang melewati
batas.32
Di samping mengandung arti taat dan patuh pada peraturan, disiplin
juga mengandung arti kepatuhan kepada perintah pemimpin, perhatian dan
kontrol yang kuat terhadap penggunaan waktu, tanggungjawab atas tugas
31 QS. An- Nisa (5): 59 32Tafsir surat An-Nisa: 59 diakses tanggal 18 April 2017 dari
http://www.ibnukatsironline.com/2015/05/tafsir-surat-nisa-ayat-59.html
28
yang diamanahkan, serta kesungguhan terhadap bidang keahlian yang
ditekuni.
Dengan demikian Islam mengajarkan kepada semua agar benar-
benar memperhatikan dan mengaplikasikan nilai-nilai kedisplinan dalam
kehidupan sehari-hari untuk membangun kualitas kehidupan masyarakat
yang lebih baik. Disiplin merupakan hal yang amat penting, disiplin yang
berarti taat itu menunjukkan bahwa sebagai umat muslim harus hidup
selaras dengan norma-norma dan nilai-nilai yang telah ditentukan.
2. Unsur-unsur Disiplin
Elizabeth B. Hurlock mengemukakan unsur-unsur disiplin yang
diharapkan mampu mendidik siswa untuk berperilaku sesuai dengan
standar yang ditetapkan kelompok sosial mereka. Ia harus mempunyai
empat unsur pokok, yaitu:
a. Peraturan
Peraturan adalah pola yang ditetapkan untuk tingkah laku.33 Pola
tersebut bisa ditetapkan oleh orang tua, guru atau teman bermain.
Tujuannya adalah membekali anak dengan pedoman perilaku yang
disetujui dalam situasi-situasi tertentu.
Peraturan mempunyai dua fungsi yang sangat penting dalam
membantu anak menjadi makhluk yang bermoral dan disiplin, yaitu:
(1) Peraturan mempunyai nilai pendidikan, sebab peraturan
memperkenalkan pada mereka untuk berperilaku yang disetujui
33 Elizabeth B Hurlock., Perkembangan Anak, (Erlangga: Jakarta, 1970), hal. 190
29
anggota kelompok tersebut. (2) Peraturan membantu mengekang
perilaku yang tidak diinginkan.34
b. Hukuman
Hukuman, yaitu sebagai upaya menyadarkan, mengoreksi, dan
meluruskan kesalahan sehingga orang kembali pada perilaku yang
sesuai dengan harapan.35 Hukuman mempunyai peran kepada siswa,
yaitu: menghalangi pengulangan tindakan yang tidak diinginkan oleh
masyarakat, mendidik anak membedakan mana yang benar dan mana
yang salah, serta memberi motivasi untuk menghindari perilaku yang
tidak diterima oleh masyarakat.36 Prinsip pokok dalam
mengaplikasikan pemberian hukuman yaitu bahwa hukuman adalah
jalan yang terakhir dan harus dilakukan secara terbatas, mendidik dan
tidak menyakiti siswa yang bertujuan untuk memberikan efek jera
agar siswa tidak mengulangi kesalahan kembali.37
c. Penghargaan
Penghargaan berarti tiap bentuk pemberian untuk suatu hasil yang
baik.38Penghargaan mempunyai nilai mendidik, sebagai motivasi
kepada siswa agar selalu melakukan tindakan yang baik dan benar
serta memperkuat perilaku yang disetujui secara sosial.
34 Ibid, hal 190 35 Emi Ramdani Emi Ramdani, Sri Erlinda Sri Erlinda, Gimin Gimin, Pengaruh Pelaksanaan
Tata Tertib Sistem Poin Terhadap Karakter Disiplin Siswa Smpn 1 Bantan Kabupaten Bengkali,
jurnal Pendidikan, Vol. 3 No. 1 (September, 2016) hal 3 36 Elizabeth B Hurlock., Perkembangan Anak, hal. 190 37 Arief Armai, Pengatar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam (Jakarta: Ciputat Press,
2002), hal.131 38 Elizabeth B Hurlock., Perkembangan Anak, hal. 191
30
d. Konsistensi
Konsistensi berarti tingkat keseragaman atau stabilitas dalam
menjalankan suatu pekerjaan. Harus ada konsistensi dalam peraturan
yang digunakan sebagai pedoman perilaku, konsistensi dalam cara
peraturan ini diajarkan dan dipaksakan, dalam hukuman yang
diberikan pada mereka yang tidak menyesuaikan pada standar dan
dalam penghargaan bagi mereka yang menyesuaikan. Konsistensi
harus menjadi ciri semua aspek disiplin, harus ada konsistensi dalam
peraturan yang digunakan sebagai pedoman perilaku. Konsistensi
mempunyai tiga fungsi, yaitu:
1) Mempunyai nilai mendidik yang besar, bila peraturannya
konsisten. Ia memacu dalam proses pendisiplinan ini disebabkan
karena nilai pendorongnya.
2) Konsistensi mempunyai nilai motivasi yang kuat.
3) Konsistensi mempertinggi penghargaan terhadap peraturan dan
orang yang berkuasa.39
3. Macam-Macam Disiplin
Disiplin dapat dilihat dari berbagai sudut, seperti:
a. Disiplin dalam Menggunakan Waktu
Disiplin menggunakan waktu sangat diperlukan untuk siswa,
karena waktu amat berharga dan manusia hidup di dunia ini hanya
sementara. Salah satu kunci kesuksesan adalah jika seseorang dapat
39 Ibid, hal. 191
31
menggunakan dan membagi waktu dengan baik. Disiplin dalam
penggunaan waktu perlu diperhatikan dengan seksama. Waktu yang
sudah berlalu tak mungkin dapat kembali lagi.
Tak dapat dipungkiri bahwa orang-orang yang berhasil
mencapai sukses dalam hidupnya adalah orang-orang yang hidup
teratur dan berdisiplin dalam memanfaatkan waktunya. Disiplin tidak
akan datang dengan sendirinya, akan tetapi melalui latihan yang ketat
dalam kehidupan pribadinya.40
Ketika seseorang hanya menggunakan waktunya untuk hal yang
tidak bermanfaat akan mengakibatkan kehidupan yang tidak baik
untuk masa depan, contohnya bertambahnya pengangguran, mudah
terpengaruh dengan hal yang tidak baik, dan sebagainya.
c. Disiplin dalam Beribadah
Menurut bahasa, ibadah berarti tunduk atau merendahkan diri.
Pengertian yang lebih luas dalam ajaran Islam, ibadah berarti tunduk
dan merendahkan diri hanya kepada Allah yang disertai dengan
perasaan cinta kepada-Nya baik berupa pikiran, perkataan maupun
perbuatan.41 Dari pengertian tersebut dapat diketahui bahwa disiplin
dalam dalam beribadah itu mengandung dua hal: (1) berpegang teguh
apa yang diajarkan Allah dan Rasul-Nya, baik berupa perintah atau
larangan, maupun ajaran yang bersifat menghalalkan, menganjurkan,
sunnah, makruh dan subhat; (2) sikap berpegang teguh yang
40 Sindu Mulianto dkk., Panduan Lengkap Supervisi Diperkaya Perspektif Syarian (Jakarta:
alex Media Komputindo, 2006), hal. 171. 41 Hasbi Ash-Shiddieqy, Falsafah Hukum Islam, (Jakarta : Bulan Bintang, 1990), hal. 415
32
berdasarkan cinta kepada Allah, bukan karena rasa takut atau
terpaksa.42 Maksud cinta kepada Allah adalah senantiasa taat kepada-
Nya. Sebagaimana Allah berfirman dalam Surat Ali Imran ayat 31:
وي غ فر لك فاتبعون ي بب كم الل تم تبون الل يم م قل إن كن فو ذوبكم والل
“Katakanlah, Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku,
niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu. Allah
Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”43
Ayat di atas menjelaskan bahwa seseorang akan memperoleh
balasan yang lebih dari pada apa yang dianjurkan kepadanya agar dia
mencintai-Nya, yaitu Dia mencintai kalian. Kecintaan Allah pada
seorang hamba akan lebih besar dari pada yang pertama, yaitu
kecintaan seorang hamba kepada-Nya. Seperti yang dikatakan oleh
ulama bijak, bahwa yang jadi permasalahannya bukanlah bertujuan
agar engkau mencintai melainkan yang sebenarnya adalah supaya
engkau dicintai.44
Untuk mendapatkan kecintaan-Nya, seorang hamba tentunya
harus menjalankan segala perintah-Nya, contohnya adalah sholat,
puasa, zakat, menghafal ayat-ayat Allah dan lain sebagainya.
Kemudian menjauhi segala larangan-Nya, yaitu meninggalkan sholat,
melakukan maksiat dan lain sebagainya. Sebaliknya jika seseorang
42 Ibid, hal 416 43QS. Al-Imran. Diakses pada tanggal 22 Februari 2017 dari http://tafsirq.com/3-ali-
imran/ayat-31 44 QS. Al-Imran ayat 31, Qur’an Tafsir Ibnu Katsir, dari aplikasi mobile
33
meninggalkan apa yang diperintahkan oleh Allah dan menjalankan
larangan-Nya, maka Allah akan murka.
d. Disiplin Moral
Disiplin moral memiliki tujuan jangka panjang untuk membantu
anak-anak dan remaja berperilaku secara tanggungjawab dalam setiap
situasi, bukan hanya ketika orang dewasa yang mengawasi. Disiplin
moral berusaha membangun sikap hormat siswa pada peraturan, hak-
hak orang lain, tanggungjawab siswa atas perilaku mereka sendiri dan
terhadap komunitas moral kelas.45 Sebaliknya, tidak memiliki disiplin
moral maka seseorang tidak mempunyai rasa hormat pada peraturan,
hak-hak orang lain, berbuat pada hal yang mengarah kepada
keburukan dan lain sebagainya.
Disiplin moral diajarkan di sekolah melalui peraturan yang sudah
ditentukan oleh sekolah tersebut, misalnya datang tepat waktu
ke sekolah pada pukul 07.00 WIB, memakai seragam yang rapi, tidak
mencoret-coret dinding sekolah dan lain sebagainya.
e. Disiplin dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara
Negara adalah alat untuk memperjuangkan keinginan bersama
berdasarkan kesepakatan yang dibuat oleh para anggota atau warga
negara tersebut. Tanpa adanya masyarakat yang menjadi warganya,
negara tidak akan terwujud. Oleh karena itu masyarakat merupakan
prasyarat untuk berdirinya suatu Negara. Tujuan dibentuknya suatu
45 Thomas Lickona, Pendidikan Karakter Panduan Lengkap Mendidik Siswa Menjadi Pintar
dan Baik, (Bandung: Nusa Media, 2014), hal. 149
34
negara adalah seluruh keinginan dan cita-cita yang diidamkan oleh
warga masyarakat dapat diwujudkan dan dapat dilaksanakan.
Rasulullah bersabda:
هما، عن النب صلى هللا علي ه و سل دي ث عب د هللا ب ن عمر ضي هللا عن م قال ع و ال م ب و كره، مال ي ؤ مر بع صي ال لم في ما أ ة، فإذا أمر طاعة على ال مر ء ال م
ي( ع و ل طاعة )أخرجه البخا س بع صية ف
Artinya:”Seorang muslim wajib mendengar dan taat, baik dalam hal
yang disukainya maupun hal yang dibencinya, kecuali bila ia
diperintah untuk mengerjakan maksiat. Apabila ia diperintah
mengerjakan maksiat, maka tidak wajib untuk mendengar dan taat”.
(H.R. Bukhori Muslim)46
Dari hadits di atas dapat saya analisa bahwa sebagai warga
negara seseorang wajib menaati pemimpinnya, sebagaimana
dijelaskan dalam hadis diatas, hal ini diwajibkan karna taat kepada
pemimpin merupakan cerminan dari ketaatan seseorang kepada Nabi
Muhammad SAW dan kepada Allah SWT.
Pada hadits diatas memberikan penegasan kepada semua orang
bahwa ketaatan kepada pemimpin tidak dibatasi rasa suka atau tidak
suka, ringan atau berat, sulit atau mudah perintah pemimpin tersebut,
namun wajib taat dalam situasi apapun. Meski demikian, ketaatan
seseorang terhadap pemimpin bukanlah taat secara membabi buta,
namun harus tetap berpegang teguh terhadap syariat Allah dan
kebaikan, atinya ketaatan seseorang hanya diperuntukkan bagi
pemimpin yang menjalankan syariat Allah dan kemaslahatan ummat,
46 Achmad Sunarto, hadist Al Jami’ush Shalih, (Jakarta : Annur Press, 2005), hal 140
35
apabila pemimpin tersebut memerintahkan dalam hal maksiat maka
diwajibkan untuk tidak taat.
Dari hadits di atas juga dapat digambarkan dalam sekolah bahwa
kewajiban seorang siswa untuk patuh dan taat kepada kepala sekolah
sebagai pemimpin di sekolah dan guru yang memimpin pembelajaran
dalam kelas. Dan juga siswa harus taat pada peraturan yang telah
dibuat oleh pihak sekolah. Dari sini merupakan contoh kecil untuk
belajar berdisiplin kepada bangsa dan negara.
f. Disiplin Pribadi
Disiplin pribadi adalah sifat dan kebiasaan yang langsung
melekat pada diri seseorang. Dari sifat dan kebiasaan itulah akan
timbul sifat dan kemauan di dalam tingkah laku untuk mematuhi dan
taat pada suatu aturan secara sadar, bebas dari perdebatan-perdebatan
dan perselisihan dalam bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara.47Apabila dianalisa maka disiplin mengandung beberapa
unsur yaitu adanya sesuatu yang harus ditaati atau ditinggalkan dan
adanya proses sikap seseorang terhadap hal tersebut.
Disiplin pribadi merupakan kunci bagi kedisiplinan pada
lingkungan yang lebih luas lagi. Contoh disiplin pribadi yaitu tidak
pernah meninggalkan ibadah kepada Allah Yang Maha Kuasa. Jika
seseorang terbiasa berdisiplin pada dirinya sendiri maka dia dapat
mengendalikan dirinya dan tidak mudah terpengaruh oleh hal-hal
47 Silvia Manuhutu , Analisis Penggunaan Poin Pelanggaran Kedisiplinan Siswasma Negeri
2 Ambon, Jurnal Pendidikan “Jendela Pengetahuan, vol 8 cet ke-18, ( Oktober 2015), hal. 72
36
buruk yang melanggar norma-norma, sebaliknya jika seseorang tidak
memiliki disiplin pada dirinya dia akan terpengaruh oleh hal buruk
dan selalu melanggar norma-norma yang telah ditentukan.
4. Strategi, Manfaat dan Pentingnya Pembentukan Karakter Disiplin
Ada tiga hal yang akan diuraikan pada bagian ini yaitu:
a. Strategi Mendisiplinkan Siswa
Sekolah merupakan salah satu tempat di mana guru berinteraksi
langsung dengan para siswa. Danim memaparkan bahwa di dalam
sekolah guru menghadapi berbagai perilaku siswa seperti siswa yang
bandel atau nakal. 48 Menghadapi persoalan tersebut, diperlukan
pendekatan yang sesuai dengan perilaku siswa yang beragam.
Reisman dan Payne setidaknya menjelaskan sembilan strategi yang
dapat digunakan untuk siswa, diantaranya adalah sebagai berikut:
1) Konsep diri (self-concept), strategi ini menekankan bahwa
konsep-konsep diri masing-masing individu merupakan faktor
penting dari setiap perilaku. Untuk menumbuhkan konsep diri,
guru harus bersikap empatik, menerima, hangat, dan terbuka,
sehingga siswa dapat mengeksplorasikan pikiran dan perasaannya
dalam memecahkan masalah.
2) Keterampilan berkomunikasi (communication skills), guru harus
memiliki keterampilan berkomunikasi yang efektif agar mampu
48 Sudarwan Danim, Administrasi Sekolah Manajemen Kelas: Strategi Membangun Disiplin
Kelas dan Suasana Edukatif di Sekolah, (Bandung: Pustaka Setia, 2010) hal 166
37
menerima semua perasaan, dan mendorong timbulnya kepatuhan
siswa.
3) Konsekuensi-konsekuensi logis dan alami (natural and logical
consequences), perilaku yang salah terjadi akibat rasa percaya diri
yang keliru. Oleh karena itu guru harus menunjukkan perilaku
benar dan salah melalui contoh dari akibar logis dan alami dari
perilaku yang tidak tepat.
4) Klarifikasi nilai (value clarification), strategi ini dilakukan untuk
membantu siswa dalam menjawab pertanyaannya sendiri tentang
nilai-nilai dan membentuk sistem nilai terhadap diri sendiri.
5) Analisis transaksional (transactional analysis), guru harus
menjadi orang dewasa sehingga mampu menjadi tumpuan ketika
siswa berhadapan dengan permasalahan.
6) Terapy realistis (reality therapy), sekolah harus berupaya
mengurangi kegagalan pendisiplinan siswa dengan meningkatkan
keterlibatan guru terhadap berbagai aktifitas siswa. Dalam hal ini
guru harus bersikap positif dan bertanggung jawab.
7) Disiplin yang terintegrasi (asertive discipline), metode ini
menekankan pengendalian penuh oleh guru untuk
mengembangkan dan mempertahankan peraturan. Prinsip-prinsip
modifikasi perilaku yang sistematik diimplementasikan di kelas,
termasuk pemanfaatan papan tulis untuk menuliskan nama siswa
yang berperilaku menyimpang.
38
8) Modifikasi perilaku (behavior modification), Perilaku baik dari
siswa dapat diciptakan melalui lingkungan yang kondusif.
Sehingga guru berkewajiban menciptakan kondisi lingkungan
yang kondusif tersebut.
9) Tantangan bagi disiplin (dare to discipline), guru harus cekatan,
tegas dan terstruktur dalam mengendalikan siswa. Pendekatan ini
mengasumsikan bahwa siswa akan menghadapi berbagai
keterbatasan pada hari-hari pertama di sekolah, dan guru perlu
membiarkan mereka untuk mengetahui siapa yang berada dalam
posisi sebagai pemimpin. 49
Sementara itu Mulyasa berasumsi bahwa membina
kedisiplinan siswa harus mempertimbangkan berbagai situasi yang
dihadapi siswa untuk memahami faktor yang mempengaruhi
perilakunya. Maka dari itu, Mulyasa memaparkan sembilan strategi
yang bisa dilakukan guru untuk mendisiplinkan siswa, diantaranya:
1) Memulai seluruh kegiatan dengan disiplin waktu, dan patuh/taat
aturan.
2) Mempelajari pengalaman siswa di sekolah melalui kartu catatan
kumulatif.
3) Mempelajari nama-nama siswa secara langsung, misalnya mulai
daftar hadir di kelas.
49 Mulyasa, Manajemen Pendidikan Karakter, (Jakarta: Bumi AKSARA, 2012) hal.27-28
39
4) Mempertimbangkan lingkungan pembelajaran dan lingkungan
siswa.
5) Memberikan tugas yang jelas, dapat dipahami, dan sederhana.
6) Menyiapkan kegiatan sehari-hari agar apa yang dilakukan dalam
pembelajaran sesuai dengan yang direncanakan, tidak terjadi
banyak penyimpangan.
7) Bergairah dan semangat dalam melakukan pembelajaran, agar
dijadikan teladan oleh siswa
8) Berbuat sesuatu yang berbeda dan bervariasi, jangan monoton,
sehingga membantu disiplin dan gairah belajar siswa.
9) Menyesuaikan argumentasi dengan kemampuan siswa, jangan
memaksa siswa sesuai keinginan guru.
10) Membuat peraturan yang jelas dan tegas agar bisa dilaksanakan
dengan sebaik-baiknya oleh siswa dan lingkungannya. 50
Berdasarkan kedua pendapat tersebut, maka dapat diambil
kesimpulan bahwa strategi mendisiplinkan siswa dapat dilakukan
oleh guru melalui beberapa hal diantaranya, (1) Guru memberikan
empati terhadap siswa demi terciptanya komunikasi dua arah yang
baik sehingga tercipta lingkungan pembelajaran yang kondusif. (2)
Guru memberikan konseling terhadap perilaku siswa dengan
menggunakan buku kendali perilaku siswa untuk melakukan evaluasi
terhadap kedisiplinan diri siswa. (3) Guru menjadi orangtua atau
50 Mulyasa, Manajemen Pendidikan Karakter, Hal. 17
40
pengayom bagi siswa sehingga siswa memiliki rasa percaya diri dan
semangat untuk berperilaku baik. (4) Guru menyisipkan
pembelajaran tentang kedisiplinan dalam setiap kegiatan belajar.
b. Manfaat Disiplin
Dirk Meyer, Gutkin dan Redh dalam Oteng Sutisna mengemukakan
bahwa manfaat dari disiplin adalah:
1) Disiplin memberi rasa aman dan memberitahukan apa yang boleh
dan tidak boleh dilakukan.
2) Dengan disiplin membantu siswa menghindari perasaan bersalah,
rasa malu akibat perilaku yang salah, perasaan yang pasti
mengakibatkan rasa tidak bahagia dan penyesuaian yang baik
terhadap disiplin memungkinkan siswa hidup menurut standar yang
disetujui oleh lingkungan sosialnya dan dengan demikian
memperoleh persetujuan sosial.
3) Dengan disiplin siswa belajar bersikap menurut cara yang akan
mendatangkan pujian yang akan ditampilkan sebagai tanda kasih
sayang dan penerimaan hal ini esensial bagi penyesuaian yang
berhasil dan berakhir dengan kebahagiaan.
4) Disiplin yang sesuai dengan perkembangan berfungsi sebagai
motivasi pendorong ego yang mendorong siswa mencapai apa yang
diharapkan dirinya.51
51 Oteng Sutisna, Administrasi Pendidikan Dasar Teoritis untuk Praktek Profesional.
(Bandung : Angkasa, 1983), hal 12
41
c. Pentingnya Pembentukan Disiplin
Ada beberapa pendapat yang menjelaskan tentang tujuan dalam
pembentukan disiplin, yaitu:
1) Menurut Maman Rachman dalam buku Tulus Tu,u pentingnya
disiplin bagi para siswa adalah: (1) Memberi dukungan bagi
terciptanya perilaku yang tidak menyimpang. (2) Membantu siswa
memahami dan menyesuaikan diri dengan tuntutan lingkungan. (3)
Cara menyelesaikan tuntutan yang ingin ditunjukkan siswa
terhadap lingkungannya. (4) Mengatur keseimbangan keinginan
individu satu dengan lainnya. (5) Menjauhi siswa melakukan hal-
hal yang dilarang sekolah. (6) Mendorong siswa melakukan hal-hal
yang baik dan benar. (7) Siswa belajar hidup dengan kebiasaan-
kebiasaan yang baik, positif dan bermanfaat bagi dirinya dan
lingkungannya. (8) Kebiasaan baik itu menyebabkan ketenangan
jiwanya dan lingkungannya. 52
Dengan demikian, setiap sekolah perlu menciptakan
lingkungan sekolah yang teratur, tertib, tenang tersebut memberi
gambaran lingkungan siswa yang giat, gigih, serius, penuh
perhatian, sungguh-sungguh dan kompetitif dalam kegiatan
pembelajarannya. Lingkungan disiplin seperti itu ikut memberi
andil lahirnya siswa-siswa yang berprestasi dengan kepribadian
unggul.
52 Tulus Tu,u, Peranan Disiplin pada Perilaku dan Prestasi Siswa, hal. 35
42
2) Charles memaparkan bahwa pentingnya disiplin lebih menfokuskan
pada tujuan jangka pendek dan jangka panjang. Adapun tujuan
jangka pendek dari disiplin adalah membuat siswa terlatih dan
terkontrol dengan mengajarkan mereka bentuk-bentuk tingkah laku
yang pantas dan yang tidak pantas atau yang masih asing bagi
mereka. Sedangkan, tujuan jangka panjangnya adalah untuk
pengembangan pengendalian diri sendiri dan pengarahan diri
sendiri (self control and self direction) yaitu dalam hal mana siswa
dapat mengarahkan diri sendiri tanpa pengaruh dan pengendalian
dari luar. 53 Pengendalian diri berarti menguasai tingkah laku diri
sendiri dengan berpedoman norma-norma yang jelas, dan aturan-
aturan yang sudah menjadi miliknya.
Dilihat dari kedua pendapat di atas, bahwa pembentukan
karakter disiplin merupakan hal penting untuk diperhatikan dalam
rangka membina karakter seseorang. Berbekal nilai karakter disiplin
akan mendorong tumbuhnya nilai-nilai karakter baik lainnya. Curvin &
Mindler mengemukakan bahwa ada tiga dimensi disiplin, yaitu (1)
disiplin untuk mencegah masalah; (2) disiplin untuk memecahkan
masalah agar tidak semakin buruk; dan (3) disiplin untuk mengatasi
siswa yang berperilaku di luar kontrol.54
53 Charles Schaefer, Cara Efektif Mendidik Dan Mendisiplinkan Anak, (Jakarta: Mitra Utama,
1986), hal. 3 54 Wuri Wuryandani, Bunyamin Maftuh, Sapriya, dan Dasim Budimansyah, Pendidikan
Karakter Disiplin Di Sekolah Dasar, Jurnal Cakrawala Pendidikan, Th. XXXIII, No. 2, (Juni 2014),
hal.288