BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN A. Bintaro (Cerbera manghasrepository.poltekkes-tjk.ac.id/518/4/BAB...
Transcript of BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN A. Bintaro (Cerbera manghasrepository.poltekkes-tjk.ac.id/518/4/BAB...
10
BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
A. Bintaro (Cerbera manghas)
Pohon Bintaro (Cerbera odollam Gaertn) termasuk tumbuhan mangrove
yang berasal dari daerah tropis di Asia, Australia, Madagaskar, dan kepulauan
sebelah barat Samudera Pasifik. Pohon ini memiliki nama yang berbeda di
setiap daerah,seperti othalanga Maram dalam bahasa Malayalam yang
digunakan di Kerala, India; arali kattu di negara bagian selatan India Tamil
Nadu; famentana, kisopo,samanta atau tangena di Madagaskar; dan pong-pong,
buta-buta, Bintaro ataunyan di Asia Tenggara (Gaillard et al. 2004).
1. Morfologi Tumbuhan
a. Klasifikasi
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Subkelas : Sympetalae
Ordo : Contortae
Famili : Apocynacea
Genus : Cerbera
Spesies : Cerbera manghas
(Tjitrosoepomo, 2007)
b. Sinonim
Cerbera lactaria, Cerbera odollam (Smith, 1988)
11
c. Nama Daerah
Bintan, buta-buta badak, goro-goro (Manado), kayu gurita, kayu
susu, mangga brabu (Maluku), madang kapo (Minangkabau), bintaro
(Jawa dan Sunda), kenyeri putuh (Bali), darli utama (Sangir), kadong
(Sulawesi Utara), lambuto (Makassar), yabai, oho pae, waba, wabo
(Ambon), goro-goro guwae (Ternate), leva (Samoa), toto (Tonga), dan
Vasa (Fiji). (Smith, 1988; Rohimatun dan Suriati, 2011).
d. Nama Lain
Pong-pong tree, indian suicide tree, othalanga, odollam tree, pink-
eyed cerbera, sea mango, dan dong bone. (Rohimatun dan Suriati,
2011).
Gambar 2.1 Pohon Bintaro (Cerbera manghas)
Sumber: (Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 2011)
Tanaman ini termasuk tumbuhan mangrove yang berasal dari daerah
tropis (Rohimatun dan Suriati, 2011). Di beberapa negara seperti India,
Vietnam, Bangladesh, Kamboja, dan Myanmar, tanaman ini banyak
12
dijumpai di sekitar rawa dan tepi sungai (Chopra, 1956). Tanaman ini
memiliki ketinggian mencapai 10-20 meter. Batang tanaman bintaro
berbentuk bulat, berkayu, serta berbintik-bintk hitam. Daun yang dimiliki
tanaman bintaro mempunyai ciri-ciri, antara lain berwarna hijau, daun
tunggal dan berbentuk lonjong, tepi daun rata, ujung pangkalnya meruncing,
pertulangan daun menyirip, permukaan licin, dengan ukuran panjang 15-20
cm, lebar 3-5 cm. Buah bintaro berbiji dan berbentuk oval. Biji dari buah
bintaro ini berbentuk pipih, panjang, dan berwarna putih. Selain itu, alat
reproduksi dari pohon bintaro ini adalah dengan bunga yang berwarna putih,
berbau harum dan terletak diujung batang. Bunganya termasuk dalam bunga
majemuk yang memiliki tangkai putik 2-2,5 cm dengan kepala sari
berwarna cokelat dan kepala putiknya berwarna hijau keputihan. Akar
tanaman ini merupakan akar tunggang dan berwarna coklat. Seluruh bagian
tanaman ini bergetah berwarna putih seperti susu (Rohimatun dan Suriati,
2011).
Gambar 2.2 Bintaro (Cerbera manghas) A) Pohon, B) Daun, C) Bunga,
D) Buah, E) Biji.
Sumber: (Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 2011)
13
2. Kandungan Kimia Bintaro
Seluruh bagian dari tanaman bintaro beracun karena mengandung
senyawa golongan alkaloid, yang bersifat repellent dan antifeedant.
Disamping itu, tanaman bintaro juga memiliki khasiat dan kandungan kimia.
Saat ini terus dikembangkan berbagai manfaat dari tanaman bintaro.
a. Akar
Akar tanaman bintaro bermanfaat untuk melancarkan buang air
besar atau sebagai obat pencahar.
b. Kulit Batang
Selain akar, kulit batang pohon bintaro bermanfaat juga sebagai
obat pencahar. Kandungan kimia pada kulit batang bintaro adalah
flavonoid dan steroid.
c. Getah
Apabila cabang-cabang pohon dirusak, keluarlah getah yang
berwarna putih seperti susu. Getah ini digunakan pula sebagai obat
pencahar dan untuk mengobati sengatan ikan.
d. Daun
Ekstrak methanol daun bintaro memiliki kandungan kimia yang
dapat berguna sebagai antikanker payudara dan ovarium. Selain itu,
bermanfaat juga sebagai obat pencahar. Kandungan kimia yang terdapat
dalam daun ini yaitu saponin, steroid, dan flavonoid.
e. Biji
Biji bintaro merupakan bagian yang paling beracun dibandingkan
bagian yang lainya. Kandungan kimia yang terkandung, yaitu steroid,
14
triterpenoid, saponin, dan alkaloid yang terdiri dari cerberine,
serberosida, neriifolin, dan thevetin. Senyawa alkaloid ini memiliki
karakter toksik, repellent, dan antifeedant pada serangga.
Buah Bintaro merupakan bahan yang dapat dijadikan rodentisida
nabati untuk mengendalikan hama tikus. Rodentisida merupakan bahan
kimia yang masuk ke dalam tubuh tikus dan mengganggu metabolisme tikus
sehingga menyebabkan tikus keracunan dan mati. Gejala keracunan ini
dikenal sebagai efek knock down (Utami. 2010), yang dapat diketahui
melalui tingkat aktivitas perilaku tikus, kondisi bulu di sekitar hidung dan
lubang anus, muntah (Herawati. 2008).
Ektrak biji buah bintaro atau pohon cerbera yang sangat beracun dan
mengandung cerberin sebagai komponen aktif utama cardenolide sehingga
saat di aplikasikan pada tikus, maka tikusmengalami mortalitas kematian
yang tinggi (Gillard, et al. 2004).
3. Xenobiotik
Menurut Encyclopedia Britannica (2011), xenobiotik dipahami sebagai
senyawa yang tidak secara alami dihasilkan oleh spesies biologi dan karenanya
bersifat asing (xeno : asing; bios : kehidupan). Senyawa xenobiotik juga
mengacu pada zat-zat kimiawi yang membahayakan atau berdampak racun
ketika diakumulasi oleh sistem hidup, jalur masuk atau portal entry adalah
pintu masuknya xenobiotik ke dalam tubuh organism. Xenobiotik diartikan
sebagai bahan asing bagi tubuh organism, yang atara lain adalah racun
(Soemirat,2003).
15
Pestisida atau zat asing dapat masuk ke dalam tubuh melalui kulit
(dermal), pernafasan (inhalasi), atau mulut (oral). Masing-masing pajanan
tersebut dapat diuraikan sebagai berikut.
a. Melalui Mulut (Oral)
Portal entry oral adalah mulut dan masuk ke dalam saluran
pencernaan. Portal entry ini sering dan mudah terjadi, namun bahan asing
yang masuk tidak akan mudah mencapai peredaran darah karena beberapa
hal penting yang terkait dengan fungsi saluran gastro-intensial. Di mulut,
xenobiotik bercampur dengan ludah yang mengandung enzim, di dalam
lambung, xenobiotik yang tahan asam akan dihancurkan oleh asam
lambung, diusus halus akan bertemu enzim usus halus yang bersifat basa
sehingga xenobiotik asam akan ternetralisir, dan seterusnya hingga hingga
terbuang melalui usus besar. Proses absobsi terjadi melalui mukosa usus,
yang selanjutnya mengalir mengikuti system sirkulasi darah (suwidere
dalam Nika Rustia H, 2009).
b. Melalui Kulit (Absobsi)
Pejanan melalui kulit adapat terjadi ketika zat kimia menguap dan
terbawa nagin sehingga masuk ke dalam pori-pori kulot. Semakin luas area
kulit yang terkenan pajanan dan semakin lama durisanya maka dampaknya
pun akan semakin serius. Xeobiotik akan terus berlangsung selama berada
pada kulit. Kecepatan absobsi berbeda pada setiap bagian tubuh.
Perpindahan residu dari satu bagian tubuh ke bagian lainnya sangat cepat
(Raini dalam Nika Rustia H, 2009)
16
c. Melalui Pernapasan (Inhalasi)
Udara dapat menjadi mudah terkontaminasi selama proses
penyemprotan zat kimia, sehingga butiran-butiran cairan tersebut
melayang . jarak yang ditempuh oleh cairan tersebut tergantung pada
ukuran butiran tersebut. Butiran dengan radius kecil dari satu mikron dapat
dianggap sebagai gas yang kecepatan mengendapnya tak terhingga,
sedangkan buiran dengan radius yang lebih besar akan lebih cepat
mengendap (Sudarmo dalam Nika Rustia H, 2009).
Gambar 2.3 SkemaPajananXenobiotik
Xenobiotik
Lambung
Mulut Kulit Pernapasan
Substat
Dermis
Epidermis
Usus Halus Peredaran
darah
Paru-paru
Peredaran
darah
Hati dan
seldarah
urine
Absorbsi
Distribusi
Ekskresi
17
Buah bintaro, merupakan bahan yang dapat dijadikan sebagai
rodentisida nabati untuk mengendalikan hama tikus. Rodentisida merupakan
bahan kimia yang masuk ke dalam tubuh tikus dan menggannggu
metabolism tikus sehingga menyebabkan tikus keracunan dan mati. Gejala
keracunan ini dikenal dengan efek Cnock down yang dapat diketahui
melalui tingkat aktivitas perilaku tikus, kondisi bulu di sekitar hidung dan
lubang anus, muntah (Utami dalam Zailani, 2015).
Pada saat tikus diberikan ekstrak biji bintaro, terjadi penurunan berat
badan karena senyawa yang bersifat toksik terakumulasi di dalam tubuh
tikus. Maka, semakin lama tikus menyerap senyawa-senyawa tersebut akan
mempengaruhi proses metabolisme tikus dan akhirnya menyebabkan
kematian pada tikus. Hal ini dikarenakan pada biji bintaro terdapat senyawa
Ciberin yaitu komponen aktif utama Cardenolide sehingga saat
diaplikasikan ketikus, maka tikus mengalami mortalitas yang tingi (Utami
dalam Zailani, 2015).
4. Aklimitasi
Aklimitasi merupakan suatu upaya penyesuaian fisiologis atau adaptasi
dari suatu organisme terhadap suatu lingkungan baru. Hal ini didasakan
pada kemampuan organisme untuk dapat mengatur morfologi, perilaku, dan
jalur metabolisme biokimia di dalam tubuhnya untuk dapat
menyesuaikannya dengan lingkungan. Bebrapa kondisi yang pada umumnya
disesuaikan adalah suhu lingkungan, derajat keasaman (pH), dan kadar
oksigen. Proses penyesuaian ini berlangsung dalam waktu yang cukup
bervariasi, tergantung dari jauhnya perbedaan kondisi antara lingkungan
18
baru yang akan dihadapi, dapat berlangsungselama beberapa hari sampai
beberapa minggu (Rittner dalam Rizka 2013).
Pada hewan uji proses aklimitasi dapat dilakukan selama 1-2 minggu
dan dengan pemberian pakan yang sama dengan tujuan untuk
menyeragamkan cara hidup tikus sebelum diberi perlakuan. Selama proses
aklimitasi, lakuka pengamatan terhadap tikus. Hal yang diamati yaitu
kesehatan tikus. Ciri tikus yang sehat dilihat dari pergerakannya yang aktif,
bulu tidak rontok dan kusam, serta nafsu makan yang baik. Setelah proses
aklimitasi selama 1-2 mimggu, kemudian tikus ditimbang bobot tubuhnya
dan kemudian tikus yang layak dijadikan sebagai hewan uji siap digunakan.
Pada tahap selanjutnya, setelah diaklimitasi, tikus dibagi menjadi 4
kelompok. 1 kelompok sebagai kelompok control dan 3 kelompom lainnya
adalah kelompok perlakuan dengan pemberian masing-masing variasi
konsentrasi. Tikus dilaparkan atau tidak diberi makan selama 2 hari,
tujuannya adalah untuk merangsang nafsu makan tikus saat pemberian
umpan yang telah direndam dengan masing-masing variasi konsentrasi.
B. Tikus (Muridae)
Tikus adalah satwa liar yang sangat sering berhubungan dengan kehidupan
manusia. Keberadaan tikus di muka bumi sudah jauh lebih tua daripada usia
peradaban manusia. Kehidupan tikus (untuk jenis tertentu) sudah sangat
tergantung pada kehidupan manusia. Dengan demikian, tikus merupakan
hewan liar yang sudah sangat beradaptasi dengan kehidupan manusia, seperti
hal nya kecoa (untuk serangga).
19
Menurut seorang antropolog Mc Neely dan seorang psikolog Watchel,
dalam bukunya yang berjudul The Soul of The Tiger (1988), tikus merupakan
hewan liar yang paling menikmati dampak posistif dari kemajuan ekonomi di
Negara-negara Asia. Bumi Asia merupakan tempat kelahiran tikus sekitar 10
juta tahun yang lalu, yang kemudian berkembang ke seluruh dunia. Penyebaran
tikus ke seluruh dunia berlangsung bersama dengan migrasi manusia antar
pulau dan benua (Priyambodo, 2006 : 195).
Tikus adalah binatang yang termasuk dalam ordo Rodentia, Sub ordo
Myormorpha, famili Muridae. Famili Muridae ini merupakan famili yang
dominan dari ordo Rodentia karena mempunyai daya reproduksi yang tinggi,
pemakan segala macam makanan (Omnivorous) dan mudah beradaptasidengan
lingkungan yang diciptakan manusia. Jenis tikus yang sering ditemukan di
habitat rumah dan ladang adalah jenis Rattus dan Mus. (Solicha, 2007).
Berdasarkan jenis dan ciri-cirinya tikus dibedakan antara lain adalah
sebagai berikut :
1. Tikus rumah (Rattus diardii)
2. Tikus Riul (Rattus norvegicus)
3. Tikus Ladang (Rattus exulans)
4. Tikus Belukar (Ratus tiomanikus sabae)
5. Tikus Besar Gunung (Sundamys infraluteus)
6. Tikus sawah (Rattus argentiventer)
7. Mencit rumah (Mus muscullus)
8. Mencit ladang (Mus caroli)
20
1. Tikus Rumah (Rattus diardii)
a. Taksonomi Tikus Rumah (Rattus rattus diardii)
Tikus merupakan salah satu hewan rodensia yang dikenal sebagai
hama tanaman pertanian, peerusak barang, dan hewan pengganggu di
perumahan. Berikut adalah taksonomi hewan tikus :
Kelas : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Mamalia
Ordo : Rodentia
Famili : Murdae
Genus : Rattus
Spesies : Tikus Rumah (Rattus rattus diardii)
Tikus Sawah (Rattus argentiventer)
(Baker et al., 1978)
b. Morfologi Tikus Rumah (Rattus rattus diardii)
Berdasarkan karakter dan ciri morfologi yang dimiliki, tikus rumah
(Rattus rattus diardii) digolongkan ke dalam kelas Mammalia, ordo
Rodentia, dan famili Muridae. Ciri morfologi tikus rumah (R. rattus
diardii) adalah panjang tubuh 100 – 190 mm, dan memiliki panjang ekor
lebih panjang atau sama dengan panjang tubuh . Panjang kaki belakang
35 mm dan telinga 20 mm. Bentuk hidung kerucut, bentuk badan
silindris, ekor tidak ditumbuhi rambut, serta memiliki bobot tubuh
berkisar antara 70 – 300 g. Memiliki rambut bertekstur agak kasar
berwarna cokelat kehitaman pada bagian dorsal dan warna pada bagian
21
ventral hampir sama dengan warna rambut pada bagian dorsal. Tikus
betina memiliki puting susu 2 pasang di dada dan 3 pasang di perut (10
buah). Tikus pohon (Rattus tiomanicus) termasuk ke dalam Kelas
Mammalia, Ordo rodentia, Subordo Myomorpha, Famili Muridae, dan
Subfamili Murinae. Tikus ini memiliki warna putih pada bagian bawah,
punggung dan kepala berwarna kuning coklat, memiliki ekor yang lebih
panjang dari badan dan kepala, ukuran telapak kaki belakang dan telinga
hampir sama dengan tikus rumah (Rattus rattus diardii). Hewan betina
memiliki lima pasang puting susu yaitu dua pasang pektoral dan tiga
pasang inguinal, tekstur rambut agak kasar , bentuk hidung kerucut,
bentuk badan silindris, serta warna ekor bagian atas dan bawah coklat
hitam (Priyambodo 2003).
2. Bioekologi Tikus
Tikus memiliki kemampuan bereproduksi tinggi, dengan tingkat
kelahiran anak sebanyak 5 – 8 ekor anak tahun tanpa mengenal musim.
Hal ini lah yang membuat hewan tikus termasuk hewan poliestrus. Faktor
habitat pun menjadi salah satu faktor penting untuk perkembangan tikus
itu sendiri. Masa bunting tikus selama 21 hari dan pada saat dilahirkan,
anak tikus tidak memiliki rambut dan matanya tertutup. Rambut tumbuh
pada umur 1 minggu setelah dilahirkan dan mata akan terbuka pada umur
9 – 14 hari, kemudian tikus mulai mencari makan di sekitar sarang. Pada
umur 4 - 5 minggu tikus mulai mencari makan sendiri, terpisah dari
induknya. Pada usia tersebut tikus dapat dengan mudah diperangkap.
Tikus mencapai umur dewasa setelah berumur 45 – 65 hari. Habitat
22
masing-masing tikus pun dipengaruhi oleh ketersediaan makanan. Selain
itu dipengaruhi juga dengan jenis makanan yang disukai tiap tikus. Pada
umumnya tikus menyukai makanan yang dimakan manusia karena tikus
merupakan hewan omnivora (pemakan segala). Tikus rumah menyukai
makanan yang berasal dari biji – bijian, buah – buahan, sayur – sayuran,
kacang – kacangan, umbi – umbian, daging, ikan, dan telur. Dalam sehari
tikus biasanya membutuhkan pakan sebanyak 10% dari bobot tubuhnya
jika pakan dalam keadaan kering, namun bila pakan dalam keadaan basah
kebutuhan pakan dapat mencapai 15% dari bobot tubuhnya. Tikus rumah
biasanya akan mengenali dan mengambil pakan yang telah tesedia atau
yang ditemukan dalam jumlah sedikit, untuk mencicipi atau mengetahui
reaksi yang terjadi akibat mengonsumsi pakan yang ditemukan. Jika
tidak terjadi reaksi yang membahayakan, maka tikus akan menghabiskan
pakan yang tersedia atau yang ditemukan (Priyambodo 2003).
a. Siklus Hidup Tikus
Gambar 2.3 Siklus hidup tikus (Proboyekso, 2014)
Tikus berkembang biak dengan sangat cepat, tikus menjadi
dewasa dalam arti dapat kawin mulai umur 3 bulan, masa bunting
tikus betina sangat singkat, kira-kira 3 minggu. Jumlah anak yang
23
dihasilkan setiap kelahiran berkisar antara 4 -12 ekor (rata-rata 6 ekor)
tergantung dari jenis dan keadaan makanan di lapangan. Dan setelah
2-3 hari setelah melahirkan tikus-tikus tersebut sudah siap kawin lagi
(Proboyekso, 2014).
Sedangkan menurut Priyambodo et al dalam bukunya
menyatakan bahwa kemampuan reproduksi tikus sangat tinggi,
terutama bila dibandingkan dengan hewan menyusui lainnya. Hal ini
ditunjang oleh bebrapa faktor yaitu :
1) Matang seksual yang cepat yaitu antara 2-3 bulan.
2) Masa bunting yang singkat yaitu antara 21-23 hari.
3) Masa menyusui yang singkat yaitu selama 28 hari.
4) Terjadi post martum oestrus yaitu timbulnya birahi segera (24-48
jam) setelah melahirkan.
5) Dapat melahirkan anak sepanjang tahun tanpa mengenal musim
yang dikenal sebagai hewan poliestrus. Selama setahun seekor
induk mampu melahirkan 3 sampai 6 kali, maksimal 12 kali.
6) Melahirkan keturunan dalam jumlah yang bayak yaitu berkisar 6-
12 ekor. Untuk mencit, rerata jumlah anak 6 ekor dengan kisaran 2-
12 ekor.
Rerata lama hidup ekologis tikus adalah satu tahun, sementara
lama hidup fisiologis dapat mencapai tiga tahun. Hidup ekologis
adalah kenyataan yang terjadi di lapangan, dengan kematian yang
terjadi karena pengaruh faktor luar tubuh tikus seperti predator,
24
patogen kanibalisme, perangkap, dan peracun oleh manusia
(Priyambodo, 2006:210).
b. Perilaku Tikus
1) Perilaku Makan
Dalam proses mengenali dan mengambil pakan yang
ditemukan atau disediakan oleh manusia, tikus dan mencit tidak
langsung makan seluruhnya, tetapi mencicipi terlebih dahulu
sebagian kecil pakan untuk melihat reaksi yang terjadi di dalam
tubuhnya. Jika dalam bebrapa saat tidak ada reaksi yang terjadi di
dalam tubuhnya, maka tikus akan memakan dalam jumlah yang
lebih banyank, demikian seterusnya samapai pakan tersebut habis
(Priyambodo, 2006 :206).
Dengan adanya perilaku pencicipan makanan ini, maka
pengelolaan tikus secara kimiawi dengan menggunakan umpan
beracun dari golongan racun akut (bekerja dengan cepat) perlu
diberikan umpan pendahuluan (pre-baiting) yaitu umpan yang
tidak mengandung racun. Hal ini bertujuan untuk mengundang dan
membiasan tikus dengan umpan yang diberikan sehingga pada saat
diberi umpan yang mengandung racun (akut), tikus tersebut mau
makan dengan jumlah yang cukup sampai pada dosis yang
mematikan (lethal dose). Umpan pendahuluan ini tidak perlu
diberikan jika jenis racun yang digunakan adalah dari gololngan
racun kronis atau anti koagulan yang bekerja dengan lambat
(Priyambodo, 2006:206).
25
2) Perilaku Sosial
Perilaku social tikus mencangkup menjaga territorial (wilayah
kekuasaan) dan hierarki (tingkat sosisal). Pada sumberdaya pakan
dan sarang yang melimpa, beberapa jenis tikus dapat hidup dalam
satu wilayah yang sama. Meskipun demikian, tikus riul dan tikus
rumah memisahkan diri dengan struktur bangunan sebagai faktor
pembatas. Tikus riul menempati wilayah bawah dengan menggali
tanah, sementara tikus rumah menempati wilayah atas dengan
memanjat menuju langit-langit (Priyambodo, 2006 : 206).
3. Kemampuan Tikus
a. Kemampuan Fisik
Didalam menunjang aktivitas hidupnya, selain organ indera,
tikus juga memliki kemampuan fisik yang bersifat khas atau unik.
Akan tetapi sifat ini mungkin juga dimiliki oleh bebrapa hewan
lainnya.
1) Menggali
Tikus riul dan tikus tersrial lainnya akan segera menggali tanah
juka mendapat kesempatan. Penggalian ini bertujuan untuk
membuat sarang, yang biasanya memiliki kedalaman tidak lebih
dari 50 cm. walaupun demikian tikus riul mampu menggali
melebihi kedalaman lebih dari 200 cm tanmpa mengalami
kesulitan, terutama pada tanah-tanah yang gembur.
Sistem sarang tikus di dalam tanah ini sering diperpanjang oleh
tikus dengan membuat lorong-lorong tambahan yang saling
26
berhubungan satu sama lain terutama bila populasi tikus
meningkat. Demikian juga, tikus akan membuat beberapa pintu
alternatif selain satu pintu utamanya., dalam upaya untuk
mengelabuhi musuh alaminya (ular, garangan) yang akan
memangsanya.
2) Memanjat
Tikus rumah dan beberapa jenis tikus arboreal yang mampu
memanjat pohon dengan baik, memanjat tembok yang
permukaannya kasar, memanjat pipa paralon, berjalan pada seutas
kawat atau tali tambang, atau turun dari suatu ketinggian dengan
kepala menuju kebawah tanpa mengalami kesulitan. Tikus rumah
dapat jatuh dari ketinggian 5,5 m (mencit rumah 2,5 meter) tanpa
mengalami luka yang berarti.
3) Meloncat
Sesuai dengan otot-otot kakinya yang relatif kuat, tikus dapat
meloncat kucup baik. Tikus dewasa dapat meloncat secara vertical
dengan ketinggian 60 cm dan horizontal mencapai 120 cm. bahkan
jarak jangkauan loncatan ini akan lebih tinggi dan lebih jauh
apabila dimulai dengan berlari (ancang-ancang). Sementara itu
mencit dapat meloncat secara vertical sampai 30 cm dan horizontal
60 cm.
4) Mengerat
Tikus dan mencit mengerat dengan bantuan bahan-bahan yang
keras. Aktivitas mengerat ini bertujuan untuk mengurangi panjang
27
gigi serinya yang tumbuh terus-menerus. Menurut catatan para
peneliti, tikus dapat merusak bahan-bahan yang keras sampai nilai
5,5 pada skala kekerasan geologi. Bahan-bahan yang dikerat oleh
tikus adalah kayu pada bangunan termasuk kayu pada pohon.
5) Berenang dan Menyelam
Tikus merupakan hewan yang pandai berenang. Didalam suatu
percobaan untuk melihat kemampuan tikus berenang dalam
keadaan terpaksa, tikus mampu berenang selama 50-72 jam pada
suatu bak air dengan suhu 35o
C, dan dengan kecepatan berenang
1,4 km/jam, serta kecepatan 0,7km/jam untuk mencit.
(Priyambodo, 2006: 210-212)
b. Kemampuan Indera
Seperti hewan lainnya, terutama mamlia, tikus memiliki
kemampuan indera yang sangat menunjang setiap aktivitas
kehidupannya. Diantara kelima organ inderanya, hanya indera
penglihatan yang berkembang kurang baik, tetapi kekurangan ini
ditutupi oleh keempat indera lainnya yang berkembang sangat baik
(Priyambodo, 2006:212-215).
1) Indera Penglihatan Tikus
Mata tikus telah dibiasakan untuk melihat di malam hari.
Pengelihatan tikus kurang berkembang dengan baik, tetapi
mempunyai kepekaan yang tinggi terhadap cahaya. Jadi, tikus
28
memiliki kemampuan untuk mengenali bentuk benda dalam
keadaan cahaya yang remang-remang. Tikus masih dapat
mengenali bentuk benda yang ada di depannya pada jarak pandang
10 m (5m mencit). Tikus merupakan hewan yang buta warna.
Sebagian besar warna yang ditangkap oleh tikus adalah warna
kelabu. Beberapa ahli tikus menyatakan bahwa penambahan warna
pada racun tikus sama sekali tidak memberikan dampak pada tikus.
Untuk mendekatinya, warna tersebut diberikan sebagai tanda
bahya bagi manusia yang biasanya dicirikan dengan warna biru
bahwa bahan tersebut beracun/berbahaya. Dilabolatorium dengan
intensitas cahaya yang lemah atau dengan cahaya merah (infrared)
menyebabkan tikus lebih mudah dikendalikan/ditangani daripada
ditempat dengan cahaya yang terang. Hal ini dimanfaatkan untuk
menangani tikus yang sedang dalam penelitian. Demikian juga
manusia dapat mengamati aktivitas tikus di malam hari dengan
memasang infrared (kamera) ditempat-tempat dimana sering
terdapat kehadiran tikus.
2) Indera Penciuman Tikus
Tikus memiliki indera penciuman yang berkembang dengan
baik, hal ini ditunjukkan dengan aktivitas tikus menggerak-
gerakkan kepala serta mendengus pada saat mecium bau makan,
bau tikus lain, bau musuhnya (predator). Penciuman tikus yang
sangat baik ini dapat bermanfaat untuk mencium urine dan sekresi
genitalia dari tikus lain. Tikus dan mencit mengelurkan ferromone
29
untuk menandai benda-benda baru, wilayah jelajah (Komerange)
dan perkawinan, menemukan pakannya, menentukan pergerakan,
sarana komunikasi dengan kelompok tikus lain, status koloni,
perilaku reproduksi (betina yang sengan birahi) dan perilaku agresi.
Indera penciuman tikus yang sangat tajam ini dapat dimanfaatkan
oleh manusia untuk menarik atau mengusir tikus dari satu
wilayah/tempat. Salah satu contoh, untuk menarik tikus jantan
dapat digunakan atraktan yang dibuat dari senyawa kimia sintetis
yang mirip dengan senyawa yang dikeluarkan oleh tikus betina
pada saat birahi. Demikian juga untuk mengusir tikus, dapat
digunakan Reppelent yang dibuat dari senyawa kimia sintetis yang
mirip dengan senyawa bau dari predatornya.
3) Indera Pendengaran
Tikus mempunyai indera pendengaran yang berkembang
dengan sangat baik sebagian besar hewan pengerat memiliki
tanggap akustik. Suara ultrasonic digunakan untuk melakukan
komunikasi social, terutama pada tikus jantan, serta navigasi pada
saat berjalan. Tikus jantan mengeluarkan suara tersebut pada saat
melakukan aktivitas seksual maupun pada saat berkelahi dengan
tikus jantan lainnya, terutama berkaitan dengan penentuan daerah
kekuasaannya. Bayi tukis yang baru berumur 5-10 hari akan
mengeluarkan suara dengan frekuansi 40-65KHz pada saat mereka
kehilangan induknya, dan induknya yang masih menyusui akan
berusaha mencarinya. Anak tikus yang baru lahir akan
30
mengeluarkan suara ultrasonic (layaknya bayi manusia menangis
saat setelah dilahirkan) sebagai reaksi terhadap lingkungan baru
yang relative dingin dibandingkan dengan lingkungan di dalam
rahim induknya. Hal yang sama juga terjadi pada saat induknya
sedang keluar sarang.
4) Indera Pengecap Tikus
Indera perasa tikus berkembang dengan sangat baik. Tikus riul
baik yang berada di labolatorium maupun yang liar mampu
membedakan umpan yang mengandung esterogen 2 ppm,
kontaminasi bahan kimia dengan dosis < 1 ppm pada bahan
makanan. Gambaran lain, tikus mampu mendeteksi dan menolak
minuman yang mengandung 3 ppm senyawa phenylthiocarbamide.
5) Indera Peraba atau Penyentuh Tikus
Indera peraba tikus berkembang dengan sangat sensitive, hal
ini sangat membantu gerak tikus di tengah kegelapan. Rambut
halus dan panjang yang tumbuh diantara rambut normal pada
bagian wajah, kepala, tungkai, bagian tepi (lateral) dan bawah
tubuhnya disebut Vibrissae ditambah misal dapat digunakan untuk
meraba dan memiliki tingkat sensitive yang tinggi.
5. Penyakit Akibat Tikus
Penyakit yang ditularkan oleh tikus atau hewan lainnya ke manusia
dan sebaliknya, secara umum dikenal sebagai zoonosis. Transmisi
patogen dapat ditimbulkan melalui gigitan langsung, dibawa oleh
vektor (pinjal, caplak, atau tungau), atau kontaminasi langsung melalui
31
urine, feses, dan jaringan tikus yang mengandung patogen
(Priyambodo, 2006:216).
Tikus dan mencit, penyakit bersumber rodensia yang disebabkan
oleh berbagai agen penyakit seperti virus, rickettsia, bakteri, protozoa
dan cacing dapat ditularkan kepada manusia secara langsung.
sedangkan secara tidak langsung dapat melalui feses, urin dan ludah,
melalui gigitan vektor ektoparasit tikus dan mencit (kutu, pinjal, caplak,
tungau). Disamping itu kecoa juga merupakan vektor penularan
penyakit yang cukup penting yang sering hidup di sekitar kita. Tikus
berperan sebagai tuan rumah perantara untuk beberpa jenis penyakit
yang dikenal Rodent Borne Disease. Penyakit-penyakit yang tergolong
Rodent Borne Disease adalah :
a. Leptospirosis
Leptospirosis merupakan infeksi akut disebabkan oleh bakteri
leptospira sp berbentuk spiral yang menyerang mamalia dan dapat
hidup di air tawar selama lebih kurang 1 bulan. Tetapi dalam air laut,
selokan dan air kemih yang tidak diencerkan akan cepat mati.
Bakteri ini dapat menyerang siapapun yang memiliki kontak dengan
berbagai benda maupun hewan lain yang mengalami infeksi
leptospirosis. Bakteri ini masuk ke dalam tubuh manusia melalui
selaput lendir (mukosa) mata, hidung, kulit yang lecet atau atau
makanan yang terkontaminasi oleh urine hewan terinfeksi leptospira.
Masa inkubasi selama 4 - 19 hari.
32
b. Plague/Penyakit pes/Sampar/La Peste
Pes atau sampar atau Plague atau La peste merupakan penyakit
zoonosis yang timbul pada hewan pengerat dan dapat ditularkan pada
manusia. Penyakit tikus ini menular dan dapat mewabah. Penyebaran
penyakit plague/pes Plague, disebut juga penyakit pes, adalah
infeksi yang disebabkan bakteri Yersinia pestis dan ditularkan oleh
kutu tikus (flea), Xenopsylla cheopis. Pess terbagi menjadi 2 yaitu :
1) Pes Bubo
Pes Bubo merupakan penyakit yang mempunyai gejala
demam tinggi, tubuh dingin, menggigil, nyeri otot, sakit kepala
hebat, dan ditandai dengan pembengkakan kelenjar getah bening
di pangkal paha, ketiak dan leher (bubo). Pada pemeriksaan cairan
bubo di laboratorium ditemukan kuman pes (Yersinis pestis).
2) Pes Pneumonik
Pes pneumonik adalah penyakit yang mempunyai gejala
batuk secara tiba-tiba dan keluar dahak, sakit dada, sesak nafas,
demam, muntah darah.Pada pemeriksaan sputum atau usap
tenggorok ditemukan kuman pes (Yersinis pestis), dan apabila
diperlukan dilakukan pemeriksaan darah untuk menemukan zat
antinya. Penyakit ini menular lewat gigitan kutu tikus,
gigitan/cakaran binatang yang terinfeksi plague, dan kontak
dengan tubuh binatang yang terinfeksi. Kutu yang terinfeksi dapat
membawa bakteri ini sampai berbulan2 lamanya. Selain itu pada
33
kasus pneumonic plague, penularan terjadi dari dari percikan air
liur penderita yang terbawa oleh udara.
c. Rat-Bit Fever atau Demam Gigitan Tikus
Rat-gigitan demam (RBF) adalah penyakit sistemik yang
disebabkan oleh bakteri Moniliformis streptobacillus yang dapat
diperoleh melalui gigitan atau goresan dari binatang pengerat atau
menelan makanan atau air yang terkontaminasi dengan kotoran tikus
dan biasanya dialami anak-anak di bawah 12 tahun dan penyakit ini
memiliki masa inkubasi selama 1 hingga 22 hari. Gejala-gejala yang
disebabkan oleh penyakit ini adalah demam, mual, muntah, sakit
kepala, nyeri punggung dan sendi.
d. Sindrom Hantavirus Paru (PS)
Hantavirus Sindrom Paru (HPS) adalah penyakit mematikan
yang ditularkan oleh tikus yang terinfeksi melalui urine, kotoran,
atau air liur. Manusia bisa terkena penyakit ini ketika mereka
menghirup virus aerosol. HPS pertama kali diakui pada tahun 1993
dan sejak itu telah diidentifikasi di seluruh Amerika Serikat.
Meskipun jarang, HPS berpotensi mematikan. Rodent control di
dalam dan sekitar rumah tetap menjadi strategi utama untuk
mencegah infeksi hantavirus. maka gejala yang dapat diamati adalah
diare, muntah, mual, dan kram perut.
34
e. Salmonellisis
Salmonellisis merupakan penyaklit yang disebabkan bakteri
salmonella sp yang dapat menginfeksi hewan dan juga manusia.
Tikus yang terinfeksi bakteri ini akan dapat menyebabkan kematian
pada manusia dan salmonellisis dapat tersebar dengan melalui
kontaminasi feses. Gejalanya antara lain adalah gastroenteritis, diare,
mual, muntah dan juga demam yang diikuti oleh dehidrasi.
f. Murine typhus
Murine typhus adalah penyakit yang disebabkan oleh
Rickettsian typhi atau R. mooseri yang dapat ditularkan melalui
gigitan pinjal tikus. Gejalanya antara lain adalah kedinginan, sakit
kepala, demam, prostration dan nyeri di seluruh tubuh. Ada juga
bintil-bintil merah yang timbul di hari kelima hingga keenam.
g. Rabies
Rabies merupakan penyakit yang menyerang sistem saraf pusat
dan memiliki gejala khas yaitu penderita jadi takut terhadap air dan
karena inilah rabies juga sering disebut hidrofobia. Tikus
menyebarkan penyakit ini melalui gigitan. Gejala awal dari rabies
tidaklah jelas, umumnya pasien merasa gelisah dan tidak nyaman.
Gejala lanjut yang dapat diidentifikasi antara lain adalah rasa gatal di
area sekitar luka, panas dan juga nyeri yang lalu bisa saja diikuti
dengan sakit kepala, kesulitan menelan, demam dan juga kejang.
35
C. Pengendalian Tikus
Secara garis besar pengendalian tikus dapat dikelompokkan kedalam
beberapa metode pengendalian antara lain :
1. Secara Fisik dan Mekanik
Pengendalian secara fisik dan mekanik bertujuan untuk mengubah
faktor lingkungan fisik menjadi di atas atau di bawah batas toleransi tikus
beberapa faktor fisik (suhu, kelembaban, dan suara) dan juga merupakan
usaha manusia untuk mematikan atau memindahkan tikus secara langsung
menggunakan tangan atau dengan bantuan alat. Pengendalian secara fisik
mekanis adalah pengendalian yang secara langsung mempengaruhi keadaan
fisik tikus yang dikendalikan.
2. Secara Hayati (Biologi)
Pengendalian tikus secara hayati dilakukan dengan penggunaan parasit,
predator atau patogen untuk mengurangi atau bahkan menghilangkan
populasi tikus dari suatu habitat. Di Indonesia umumnya memlihara kucing
sebagai pengendalian secara biologis, tetapi dalam hal kucing tidak dapat
mengatasi populasi tikus, karena kucing dapat membawa penyakit setelah
memangsa tikus.
3. Secara Kimia
Pengendalian dengan rodentisida kimia merupakan tindakan akhir yang
dilakukan apabila semua pengendalian tidak mendapatkan hasil yang
optimal. Rodentisida adalah bahan kimia yang apabila masuk ke dalam
tubuh akan menggangu metabolism sehingga menyebabkan keracunan dan
mati. Rodentisida nabati adalah rodentisida yang terbuat dari bahan-bahan
36
alami seperti pada biji bintaro yang terdapat racun cerberrin yang
menyebabkan kematian pada tikus. Rodentisida nabati merupakan
rodentisida yang mudah terurai dan akan menimbulkan tingkat residu yang
tinggi, maka dari itu rodentisida nabati merupakan rodentisida yang aman
dan ramah lingkungan. Pengendalian secara kimiawi dapat juga dilakukan
dengan memanfaatkan senyawa kimia beracun yang terkandung dalam
tumbuhan. Perbedaan dengan senyawa kimia sintetis adalah senyawa kimia
yang berasal dari ektrak tumbuhan lebih cepat terurai (Zailani,H.F 2015).
D. Ekstraksi
Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut
sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan menggunakan
pelarut cair. Senyawa aktif dalam berbagai simplisia dapat digolongkan
kedalam golongan minyak atsiri, alkaloida, falvonoida dan lain-lain. Pelarut
yang digunakan adalah air, ethanol, campuran air-ethanol dan pelarut lain yang
diizinkan Badan POM RI. Dengan diketahuinya senyawa yang dikandung
simplisia akan mempermudah pilihan pelarut dan cara ekstrasi yang tepat. Air
dipertimbangkan sebagai pelarut karena murah, mudah didapat, stabil, tidak
mudah menguap, dan mampu mengekstrasi banyak bahan kandungan simplisia.
Kerugian air sebagai pelarut adalah tidak selektif karena diperlukan waktu
yang lama untuk memekatkan ekstrak, sari dapat ditumbuhi bakteri, serca
menjadi lebih cepat rusak (Ditjen BPOM, 2000 dalam KTI Anggraini 2017).
Untuk mengekstraksi senyawa kimia yang ada dalam tumbuhan terlebih
dahulu bahan dikeringkan kemudian dihaluskan dengan derajat halus tertentu
lalu di ekstaksi dengan pelarut yang sesuai. Untuk mendapatkan sari yang
37
kental dapat dilakukan dengan menguapkan sari ektraksi dengan bantuan
rotary evaporator. Terdapat beberapa macam metode ekstaksi, diantaranya :
1. Maserasi adalah proses ekstraksi simpilisia menggunakan pelarut dengan
perendaman, pengocokan atau pengadukan pada temperature ruangan.
Remaserai berarti dilakukan pengulangan penambahan pelarut setelah
dilakukan penyaringan maserat pertama dan seterusnya. Perendaman
dilakukan minimal 1x24 jam.
2. Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru, umumnya
dilakukan pada temperature ruangan. Proses terdiri dari tahap
pengembangan bahan, tahap maserasi antara, tahap perkolasi sebenarnya
(penetasan/penampungan ekstrak), terus-menerus sampai diperoleh ekstrak
(perkolat).
3. Sokletasi adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang secara terus-menerus,
umumnya dilakukan dengan alat soxhlet sehingga terjadi ekstraksi kontinyu
dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin bali (Ditjen
POM, 2000 dalam Anggraini 2017).
38
E. Kerangka Teori
Sumber : Modifikasi dari Anggraini (2017) dan Yudha ( 2013)
Gambar 2.4 Kerangka Teori
Pengendalian
Tikus
Kimia
Kematian
Tikus
Ekstrak Biji
Bintaro
Fisik
Biologi
Sintetis
Nabati
Bintaro
39
F. Kerangka Konsep
Gambar 2.5 Kerangka Konsep Penelitian
Variabel Bebas
1. Konsentrasi Ekstrak
Biji Bintaro
- 0% (kontrol)
- 25%
- 30%
- 35%
2. Waktu kontak
- 24 jam
- 36 jam
- 48 jam
Variabel Terikat
Jumlah Kematian Tikus
Variabel Terkendali
1. Jenis tikus
2. Berat badan tikus
3. Jenis kelamin
tikus
40
G. Hipotesis Penilitian
Setelah dilakukan penelitian, hipotesis penelitian ini adalah :
1. Ada pengaruh konsentrasi ekstrak biji bintaro (Carbera manghas) terhadap
kematian tikus rumah (Rattus rattus diardii).
2. Ada pengaruh waktu kontak terhadap kematian tikus rumah (Rattus rattus
diardii).
3. Ada pengaruh konsentrasi dan waktu kontak terhadap kematian tikus rumah
(Rattus rattus diardii).