BAB II TINJAUAN KASUS A. Pengertiandigilib.unimus.ac.id/files/disk1/104/jtptunimus-gdl...dibuahi...
Transcript of BAB II TINJAUAN KASUS A. Pengertiandigilib.unimus.ac.id/files/disk1/104/jtptunimus-gdl...dibuahi...
BAB II
TINJAUAN KASUS
A. Pengertian
Post (pasca) adalah sesudah atau setelah.
(www.Google.com)
Partum (partus) adalah proses pengeluaran produk konsepsi yang
mampu hidup diluar rahim melalui jalan lahir biasa.
(Rustam, 1998)
Partus dianggap spontan atau normal jika wanita berada dalam masa
aterm, tidak terjadi komplikasi, terdapat satu janin presentasi puncak kepala
dan persalinan selesai dalam 24 jam.
(Bobak,2005)
Berdasarkan pengertian diatas penulis menyimpulkan bahwa post
partum spontan adalah masa atau periode sesudah wanita melahirkan janinnya
yang mampu hidup diluar rahim melalui jalan lahir biasa tanpa adanya
komplikasi.
B. Anatomi Reproduksi Wanita
Wiknjosastro, 2005 mengemukakan bahwa anatomi alat kandungan
dibedakan menjadi 2 yaitu; genetalia eksterna dan genetalia interna.
1. Genetalia Eksterna
Gambar 2.1 Anatomi Genetallia Eksterna, Wiknjosastro, 1999
a. Vulva
Vulva adalah nama yang diberikan untuk struktur genetalia
eksterna. Kata ini berarti penutup atau pembungkus. Vulva
membentang dan mons pubis disebelah anterior hingga perineum di
sebelah posterior pada masing-masing sisinya yang dibatasi oleh labia
mayora.
b. Mons Pubis
Mons pubis atau mons veneris adalah jaringan lemak subkutan
berbentuk bulat yang lunak dan padat serta merupakan jaringan ikat
jarang di atas sinfisis pubis. Mons pubis mengandung banyak kelenjar
sebasea (minyak) dan ditumbuhi rambut berwarna hitam, kasar dan
ikal pada masa pubertas. Mons pubis berperan dalam sensualitas dan
melindung simfisis pubis selama koitus (hubugan seksual).
7
c. Labia Mayora
Labia mayora adalah dua lipatan kulit panjang melengkung
yang menutupi lemak dan jaringan ikat yang menyatu dengan mons
pubis. Keduanya memanjang dari mons pubis ke arah bawah
mengelilingi labia minora, berakhir di perineum pada garis tengah.
d. Labia Minora
Labia minora terletak diantara dua labia mayora, merupakan
lipatan kulit yang panjang, sempit, dan tidak berambut yang
memanjang ke arah bawah dari bawah klitoris dan menyatu dengan
fourchette.
e. Klitoris
Klitoris adalah organ pendek berbentuk silinder dan erektil
yang terletak tepat dibawah arkus pubis. Dalam keadaan tidak
terangsang, bagian yang terlihat adalah sekitar 6 x 6 mm atau kurang.
Ujung badan klitoris di namai glans dan lebih sensitif dari pada
badannya. Saat wanita secara seksual terangsang, glans dan badan
klitoris membesar.
f. Vestibulum
Vestibulum adalah suatu daerah yang berbentuk seperti perahu
atau lonjong, terletak diantara labia minora, klitoris dan fourchette.
8
g. Perineum
Perineum adalah daerah muskular yang ditutupi kulit antara
introitus vagina dan anus, panjangnya kurang lebih 4 cm. Perineum
membentuk dasar badan perineum.
2. Genetalia Interna
Gambar 2.2 Anatomi Genetalia Interna, Rustam, 1998
a. Vagina
Vagina adalah suatu tuba berdinding tipis yang dapat melipat
dan mampu meregang secara luas. Merupakan tabung yang di lapisi
membran dari jenis epitelium bergaris khusus yang di aliri banyak
pembuluh darah dan serabut saraf. Karena tonjolan serviks ke bagian
atas vagina, panjang dinding anterior vagina hanya sekitar 7,5 cm,
sedangkan panjang dinding posterior sekitar 9 cm. Pada puncak vagina
menonjol leher rahim ( serviks uteri ) yang disebut porsio. Bentuk
vagina sebelah dalam berlipat-lipat disebut rugae.Dinding vagina
terdiri atas 4 lapisan: 1.) Lapisan epitel gepeng berlapis: pada lapisan
9
ini tidak terdapat kelenjar tetapi cairan akan merembes melalui epitel
untuk memberikan kelembaban; 2.) Jaringan konektifareoler yang di
pasok pembuluh darah; 3.) Jaringan otot polos berserabut longitudinal
dan sirkuler; 4.) Lapisan luar jaringan ikat fibrosa berwarna putih yang
bercampur dengan facia pelvis
b. Uterus
Uterus merupakan organ muskular yang berongga, berdinding
tebal, berotot berbentuk buah pir, terletak di dalam pelvis antara
rectum di belakang dan kandung kemih didepan, ototnya disebut
miometrium. Uterus terapung di dalam pelvis dengan jaringan ikat dan
ligament. Panjang uterus kurang lebih 7,5 cm, lebar 5 cm, tebal atau
kedalaman 2,5 cm, dan berat 50 gr. Pada rahim wanita yang belum
pernah menikah ( bersalin ), panjang uterus adalah 5-8 cm dan
beratnya 30-50 gr. Uterus normal memiliki bentuk simetris, nyeri
tekan, licin, dan teraba padat. Ligamen dan otot dasar pelvis menopang
uterus, termasuk badan perineum, secara keseluruhan ada 10 ligamen
yang menstabilisasi uterus didalam rongga pelvis, diantaranya : 1)
Ligamentum kardinale kiri dan kanan, berfungsi mencegah supaya
uterus tidak turun; 2) Ligamentum sakro uterinum kiri dan kanan,
berfungsi menahan uterus supaya tidak banyak bergerak; 3)
Ligamentum rotundum kiri dan kanan, berfungsi menahan uterus agar
tetap dalam keadaan antofleksi; 4) Ligamentum latum kiri dan kanan,
10
ligamentum yang meliputi tuba; 5) Ligamentum infundibulo pelvikum,
ligamen yang berfungsi menahan tuba fallopi.
1). `Uterus terdiri dari : a) Fundus Uteri ( dasar rahim ) merupakan
bagian uterus yang terletak antara kedua pangkal saluran telur; b)
Korpus Uteri merupakan bagian uterus yang terbesar pada
kehamilan, bagian ini berfungsi sebagai tempat janin berkembang.
Rongga yang terdapat pada korpus uteri disebut kavum uteri atau
rongga rahim; c) Serviks Uteri merupakan ujung serviks yang
menuju puncak vagina dan di sebut porsio, hubungan antara kavum
uteri dan kanalis servikalis disebut ostium uteri internum.
2). Dinding uterus terdiri dari : a) Endometrium merupakan lapisan
dalam uterus yang mempunyai arti penting dalam siklus haid.
Seorang wanita pada masa reproduksi, pada kehamilan
endometrium akan menebal dan pembuluh darah bertambah
banyak, hal ini diperlukan untuk memberi makanan pada janin; b)
Miometrium atau Lapisan otot polos merupakan lapisan yang
paling tebal, tersusun sedemikian rupa sehingga dapat mendorong
isinya keluar pada waktu persalinan. Kontraksi serabut-serabut otot
polos yang saling menjalin dan mengelilingi pembuluh darah ini
juga mengontrol kehilangan darah setelah aborsi atau persalinan.
Sesudah plasenta lahir uterus akan mengalami pengecilan sampai
keukuran normal sebelumnya; c) Peritoneum parietalis merupakan
suatu membran serosa yang melapisi seluruh korpus uteri, kecuali
11
seperempat poermukaan anterior bagian bawah, dimana terdapat
kandung kemih dan serviks. Tes diagnostik dan bedah pada uterus
dapat dilakukan tanpa perlu membuka rongga abdomen karena
peritoneum parietalis tidak menutupi seluruh korpus uteri.
Fungsi uterus : 1) Saat siklus menstruasi, 2) Saat kehamilan, 3)
Saat Persalinan, untuk menahan ovum yang telah dibuahi selama
perkembangan, sebutir ovum yang keluar dari ovarium dihantarkan
melalui tuba uterina ke uterus, pembuahan ovum secara normal
terjadi di dalam tuba uterina, endometrium disiapkan untuk
menerima ovum yang telah dibuahi dan ovum tertanam dalam
endometrium. Pada waktu hamil uterus bertambah besar,
dindingnya menjadi tipis tetapi kuat dan besar sampai keluar pelvis
masuk ke dalam rongga abdomen pada masa pertumbuhan janin.
Pada saat melahirkan uterus berkontraksi mendorong bayi dan
plasenta keluar.
c. Tuba Fallopi
Tuba fallopi juga dikenal dengan istilah oviduct ( saluran telur )
dan kadang-kadang disebut tuba uteri. Sepasang tuba fallopi melekat
pada fundus uteri. Tuba ini memanjang ke arah lateral, mencapai ujung
bebas ligamen lebar dan berlekuk-lekuk mengelilingi setiap ovarium.
Panjang tuba ini kira-kira 10 cm dengan diameter 0,6 cm.
Setiap tuba mempunyai lapisan peritoneum di bagian luar, lapisan otot
tipis dibagian tengah, dan lapisan mukosa dibagian dalam. Tuba fallopi
12
terdiri atas: 1) Infundibulum, merupakan bagian yang paling distal.
Muaranya yang berbentuk seperti terompet dikelilingi oleh fibria.
Fibria menjadi bengkak dan hampir erektil saat ovulasi; 2) Ampula,
membangun segmen distal dan segmen tengah tuba. Sperma dan ovum
bersatu dan fertilisasi terjadi ampula; 3) Istmus, terletak proksimal
terhadap ampula. Istmus kecil dan padat, sangat mirip ligamentum
teres uteri; 4) Interstisial, melewati miometrium antara fundus dan
korpus uteri dan mempunyai lumen berukuran paling kecil
(terowongan), berdiameter kurang dari 1 mm. Sebelum ovum yang
dibuahi dapat melewati lumen ini, ovum tersebut harus melepaskan
sel-sel granulosa yang membungkusnya.
d. Ovarium
Merupakan kelenjar berbentuk buah kenari yang terletak di
kanan dan kiri-uterus di bawah tuba uteri dan terikat di sebelah
belakang oleh ligamentum latum uterus. Setiap bulan sebuah folikel
berkembang dan sebuah ovum dilepaskan pada saat kira-kira
pertengahan (hari ke-14) siklus menstruasi. Ovarium mempunyai 3
fungsi: 1) Memproduksi ovum (Menyelenggarakan ovulasi); 2)
Memproduksi hormon estrogen; 3) Memproduksi progesteron.
Ovulasi yaitu pematangan folikel graaf dan mengeluarkan
ovum. Bila folikel graf robek maka terjadi perdarahan yang kemudian
terjadi penggumpalan darah pada ruang folikel.
13
Ovarium disebut juga indung telur, didalam ovarium ini
terdapat jaringan bulbus dan jaringan tubulus yang menghasilkan telur
(ovum) dan ovarium ini hanya terdapat pada wanita, letaknya didalam
pelvis disebelah kiri kanan uterus, membentuk, mengembangkan serta
melepaskan ovum dan menimbulkan sifat-sifat kewanitaan.
Bentuknya bulat telur, beratnya 5-6 gram. Bagian dalam
ovarium disebut medula ovari dibuat dari jaringan ikat. Jaringan yang
banyak mengandung kapiler darah dan serabut kapiler saraf.
Bagian luar bernama korteks ovari, terdiri dari folikel-folikel
yaitu kantong-kantong kecil yang berdinding epitelium dan berisi
ovum.
Kelenjar ovarika terdapat pada wanita, terletak pada ovarium
disamping kiri dan kanan uterus, yang menghasilkan hormon
progesteron dan estrogen. Hormon ini dapat mempengaruhi kerja
untuk menentukan sifat-sifat kewanitaan.
Berangsur-angsur menjelang akhirkehamilan, namun fungsi
prolaktin dalam memicu laktasi disupresi sampai sesudah plasenta
dilahirkan dan kadar estrogen menurun.
14
C. Adaptasi Fisiologi dan Psikologi Ibu Post Partum
Bobak, Lowdermik dan Jensen, 2004 menyatakan bahwa periode post
partum ialah masa enam minggu sejak bayi lahir sampai organ-organ
reproduksi kembali ke keadaan sebelum hamil. Periode ini kadang-kadang
disebut puerperium atau trimester ke empat kehamilan. Perubahan fisiologis
yang terjadi sangat jelas, walaupun dianggap normal dimana proses – proses
pada kehamilan berjalan terbalik. Berikut adalah perubahan atau adaptasi
anatomi dan fisiologi serta psikologis wanita setelah melahirkan.
1. Adaptasi fisiologi ibu post partum
a. Perubahan system reproduksi
1). Involusio Uteri
Segera setelah pengeluaran plasenta, fundus korpus
uteri yang berkontraksi terletak kira-kira di pertengahan antara
umbilicus dan simfisis, atau sedikit lebih tinggi. Korpus uteri
sekarang sebagian besar terdiri dari miometrium yang dibungkus
oleh serosa dan dilapisi oleh desidua. Dinding anterior dan
posterior, berada pada posisi erat (menempel), masing-masing
tebalnya 4-5 cm. karena pembuluh darah tertekan karena kontraksi
miometrium, uterus nifas pada potongan tampak iskemik. Selama 2
hari berikutnya, uterus masih tetap pada ukuran yang sama dan
kemudian mengerut, sehingga dalam 2 minggu organ ini telah
turun ke rongga panggul sejati dan tidak dapat lagi teraba di atas
simfisis. Normalnya organ ini mencapai ukuran tak hamil seperti
15
semula ddalam waktu sekitar 4 minggu. Proses tersebut berjalan
sangat cepat. Uterus yang baru saja melahirkan mempunyai berat
sekitar 1 kg. karena involusio, 1 minggu kemudian beratnya sekitar
500 gr, pada akhir minggu kedua turun menjadi 300 gr, dan segera
sesudahnya menjadi 100 gr atau kurang. Jumlah total sel otot tidak
berkurang banyak, namun, sel-selnya sendiri jelas sekali berkurang
ukurannya. Involusio rangka janngan penyambung terjadi sama
cepatnya.
Karena pelepasan plasenta dan membran-membran
terutama mengikutsertakan lapisan spongiosa desidua, bagian basal
desidua tetap ada di uterus. Desidua yang tersisa mempunyai
variasi ketebalan yang menyolok, gambaran bergerigi yang tidak
teratur dan terinfiltasi oleh darah khususnya di tempat plasenta.
2). Kontraksi uterus
Intensitas kontraksi uteri menyangkut secara bermakna
segera setelah bayi lahir, diduga terjadi sebagai respon terhadap
penurunan volume intra uterin yang sangat besar.
Hormone yang dilepas dari kelenjar hipofisis memperkuat
dan mengatur kontraksi uterus, mengompresi pembalut darah dan
hemostrak.
Selama 1 sampai 5 jam pertama pasca partum intensitas
kontraksi uterus bisa berkurang dan menjadi tidak teratur karena
penting sekali untuk mempertahankan kontraksi uterus selama
16
masa ini, biasanya suntikan oksitosin ( pitosin ) secara intravena
atau intra muskuler di berikan segera setelah plasenta keluar dan
mempakan sumber pembentukan endometrium baru. Endometrium
berkembang dari proliferasi sisa-sisa kelenjar endometrium dan
stoma jaringan penyambung antar kelenjar tersebut.
Proses regenerasi endometrium berlangsung cepat, kecuali
di tempat plasenta. Di tempat lain, permukaan bebas tertutup oleh
epitel dalam satu minggu atau 10 hari dan seluruh endometrium
pulih dalam minggu ketiga.
3). Involusi Tempat Plasenta
Ekstrusi lengkap tempat plasenta perlu waktu sampai 6
minggu. Proses ini mempunyai kepentingan klinik yang besar,
karena kalau proses ini terganggu, mungkin terjadi pendarahan
nifas yang lama. Segera setelah kelahiran, tempat plasenta kira-kira
berukuran sebesar telapak tangan, tetapi dengan cepat ukurannya
mengecil. Pada akhir minggu kedua, diameternya 3-4 cm. Segera
setelah berakhimya persalinan, tempat plasenta normalnya terdiri
dari banyak pembuluh darah yang mengalami trombosis yang
selanjutaya mengalami organisasi thrombus secara khusus. Kalau
involusio tempat plasenta yang meliputi peristiwa ini, setiap
kehamilan akan meninggalkan jaringan parut fibrosa di
endometrium dan miometruim di bawahnya, yang akhirnya
membatasi jumlah kehamilan yang akan datang. Namun luka bekas
17
placenta tidak meninggalkan jaringan parut, hal ini disebabkan
karena luka ini sembuh dengan cara dilepaskan dari dasarnya
dengan pertumbuhan endometrium di bawah permukaan luka.
4). Perubahan di Serviks dan Segmen Bawah Uterus
Segera setelah selesai kala ketiga persalinan, serviks dan
segmen bawah uteri menjadi struktur yang tipis, kolap dan kendur.
Tapi luar serviks, yang tadinya menjadi os ekstema biasanya
mengalami laserasi, khusus nya sebelah lateral. Mulut serviks
mengecil perlahan-lahan. Selama beberapa hari, segera setelah
persalinan, mulutnya dengan mudah dimasuki dua jari, tetapi pada
akhir minggu pertama, telah menjadi sedemikian sempit sehingga
sulit untuk memasukan satu jari. Sewaktu mulut serviks sempit,
serviks menebal dan salurannya terbentuk kembali. Tetapi setelah
selesai involusi os eksterna agak lebih lebar dan secara tipikal
depresi bilateral di tempat laserasi masih tetap sebagai perubahan
permanent yang menandai serviks parus.
Setelah kelahiran, miometrium segmen bawah uterus yang
sangat tipis berkontraksi dan beretraksi tetapi tidak sekuat korpus
uteri. Dalam perjalanan beberapa minggu, segmen bawah diubah
dari struktur yang jelas-jelas cukup besar untuk memuat
kebanyakan kepala janin cukup bulan menjadi isthmus uteri yang
hampir tidak dapat dilihat yang terletak diantara korpus uteri di
atas dan os interna serviks di bawah.
18
5). Vagina dan Pintu Keluar Vagina
Vagina dan pintu keluar vagina pada bagian pertama masa
nifas membentuk lorong berdinding lunak dan luas yang ukurannya
secara perlahan mengecil tetapi jarang sekali kembali ke ukuran
nullipara. Rugae terlihat kembali pada minggu ketiga. Hymen
muncul sebagai beberapa potong jaringan kecil, yang selama
proses sikatrisasi diubah menjadi carunculae mirtiformis yang khas
pada wanita yang pernah melahirkan.
6). Perubahan di Perineum dan Dinding Abdomen
Ketika miometrium berkontraksi dan beretraksi setelah
kelahiran, dan beberapa hari sesudahnya, peritoneum yang
membungkus sebagian besar uterus dibentuk menjadi lipatan-
lipatan dan kerutan-kerutan. Ligamentum ratum dam rotundum
jauh lebih kendor daripada kondisi tidak hamil, dan mereka
memerlukan waktu yang cukup lama untuk kembali dari
peregangan dan pengendoran yang telah dialaminya selama
kehamilan tersebut
Sebagai akibat putusnya serat-serat elastic kulit dan distensi
yang berlangsung lama akibat besarnya uterus hamil, dinding
abdomen masih lunak dan kendur untuk sementara waktu.
Pemulihan dibantu dengan latihan. Kecuali striae keperak-perakan,
dinding abdomen biasanya kembali ke keadaan sebelum hamil,
tetapi kalau otot-ototnya atonik, mungkin abdomen akan tetap
19
kendor. Mungkin ada pembelahan muskulus rektus yang jelas, atau
diastasis. Pada keadaan ini, dinding abdomen disekitar garis tengah
hanya dibentuk oleh peritoneum, fasia tipis, lemak subkutan dan
kulit.
7). Lokhea
Rabas uterus yang keluar setelah bayi lahir sering kali
disebut lokhea, lokhea mula-mula berwarna merah kemudian
menjadi merah tua atau merah coklat.
Lokhea rubra terutama mengandung darah dan debris
desidua serta debris hipofoblastik. Aliran menyembur menjadi
merah muda atau coklat ( setelah 3 sampai 4 hari lokia serosa )
Lokhea serosa terdiri dari darah lama ( old blood ), serum,
leukosit dan debris jaringan. Sekitar10 hari setelah bayi lahir warna
cairan ini menjadi kuning sampai putih ( lokia alba )
Sampai alba mengandung leukosit desidua, sel epitel,
mucus, serum dan bakteri. Lokia alba bisa bertahan selama dua
sampai enam minggu setelah bayi lahir.
b. Perubahan Kelenjar Mama
1). Laktasi
Pada hari kedua postpartum sejumlah kolostrum, cairan
yang disekresi payudara selama lima hari pertama setelah kelahiran
bayi, dapat diperas dari putting susu.
20
2). Kolostrum
Dibanding dengan susu matur yang akhirnya disekresi oleh
payudara, kolostrum mengandung lebih banyak protein, yang
sebagian besar adalah globulin, dan lebih banyak mineral tetapi
gula dan lemak lebih sedikit. Meskipun demikian kolostrum
mengandung globul lemak agak besar di dalam yang disebut
korpustel kolostrum, yang oleh beberapa ahli dianggap merupakan
sel-sel epitel yang telah mengalami degenerasi lemak dan oleh ahli
lain dianggap sebagai fagosit mononuclear yang mengandung
cukup banyak lemak. Sekresi kolostrum bertahan selama sekitar
lima hari, dengan perubahan bertahap menjadi susu matur.
Antibody mudah ditemukan dalam kolostrum. Kandungan
immunoglobulin A mungkin memberikan perlindungan pada
neonatus melawan infeksi enteric. Factor-faktor kekebalan hospes
lainnya, juga immunoglobulin -immunoglobulin, terdapat di dalam
kolostrum manusia dan air susu. Factor ini meliputi komponen
komplemen, makrofag, limfosit, laktoferin, laktoperoksidase, dan
lisozim.
3). Air susu
Komponen utama air susu adalah protein, laktosa, air dan
lemak. Air susu isotonic dengan plasma, dengan laktosa
bertanggung jawab terhadap separuh tekanan osmotic. Protein
utama di dalam air susu ibu disintesis di dalam reticulum
endoplasmic kasar sel sekretorik alveoli. Asam amino esensial
21
berasal dari darah, dan asam- asam amino non-esensial sebagian
berasal dari darah atau disintesis di dalam kelenjar mamae.
Kebanyakan protein air susu adalah protein-protein unik yang tidak
ditemukan dimanapun. Juga prolaktin secara aktif disekresi ke
dalam air susu.
Perubahan besar yang terjadi 30-40 jam postpartum antara
lain peninggian mendadak konsentrasi laktosa. Sintesis laktosa dari
glukosa didalam sel-sel sekretorik alveoli dikatalisis oleh lactose
sintetase. Beberapa laktosa meluap masuk ke sirkulai ibu dan
mungkin disekresi oleh ginjal dan ditemukan di dalam urin kecuali
kalau digunakan glukosa oksidase spesifik dalam pengujian
glikosuria.
Asam-asam lemak disintetis di dalam alveoli dari glukosa.
Butir-butir lemak disekresi dengan proses semacam apokrin.
Semua vitamin kecuali vitamin K ada di dalam susu manusia tetapi
dalam jumlah yang berbeda. Kadar masing-masing meninggi
dengan pemberian makanan tambahan pada ibu. Karena ibu tidak
menyediakan kebutuhan bayi akan vitamin K, pemberian vitamin
K pada bayi segera setelah lahir ada manfaatnya untuk mencegah
penyakit perdarahan pada neonatus.
Air susu manusia mengandung konsentrasi rendah besi.
Tetapi, besi di dalam air susu manusia absorpsinya lebih baik dari
pada besi di dalam susu sapi. Simpanan besi ibu tampaknya tidak
22
mempengaruhi jumlah besi di dalam air susu. Kelenjar mamae,
seperti kelenjar tiroid, menghimpun iodium, yang muncul di dalam
air susu.
(Cunningham, 2005)
c. Perubahan system Pencernaan
Wanita mungkin menjadi lapar dan siap makan kembali dalam
1 jam atau 2 jam setelah melahirkan. Konstipasi dapat terjadi pada
masa nifas awal dikarenakan kekurangan bahan makanan selama
persalinan dan pengendalian pada fase defekasi.
d. Perubahan system perkemihan
Pembentukan air seni oleh ginjal meningkat, namun ibu sering
mengalami kesukaran dalam buang air kecil, karena :
1). Perasaan untuk ingin BAK ibu kurang meskipun bledder penuh
2). Uretra tersumbat karena perlukaan/udema pada dindingnya akibat
oleh kepala bayi
3). Ibu tidak biasa BAK dengan berbaring
4). Penebalan Sistem Muskuloskeletal
Adanya garis-garis abdomen yang tidak akan pernah
menghilang dengan sempurna. Dinding abdomen melunak setelah
melahirkan karena meregang setelah kehamilan. Perat menggantung
sering dijumpai pada multipara.
23
e. Perubahan Sistem Endokrin
Kadar hormone-hormon plasenta, hormone plasenta laktogen
(hpl) dan chorionia gonadotropin (HCG), turun dengan cepat dalam 2
hari, hpl sudah tidak terdeteksi lagi. Kadar estrogen dan progesterone
dalam serum turun dengan cepat dalam 3 hari pertama masa nifas.
Diantara wanita menyusui, kadar prolaktin meningkat setelah bayi
disusui.
f. Perubahan Tanda-tanda Vital
Suhu badan wanita in partu tidak lebih dari 37,2°C. Setelah
partus dapat naik 0,5°C dari keadaan normal, tetapi tidak melebihi
38,0°C sesudah 12 jam pertama melahirkan. Bila >38,0°C mungkin
ada infeksi. Nadi dapat terjadi bradikardi, bila takikardi dan badan
tidak panas dicurigai ada perdarahan berlebih/ada vitrum korelis pada
perdarahan. Pada beberapa kasus ditemukan hipertensi dan akan
menghilang dengan sendirinya apabila tidak ada penyakit-penyakit lain
dalam kira-kira 2 bulan tanpa pengobatan.
g. Perubahan system kardiovaskuler
Sistem kardiovaskuler pulih kembali ke keadaan tidak hamil
dalam tempo 2 minggu pertama masa nifas. Dalam 10 hari pertama
setelah melahirkan peningkatan factor pembekuan yang terjadi selama
kehamilan masih menetap namun diimbangi oleh peningkatan aktifitas
fibrinolitik.
24
h. Perubahan Sistem Hematologik
Leukocytosis yang dianggap sel-sel darah putih berjumlah
15.000 selama persalinan, selanjutnya meningkat sampai 15.000 -
30.000 tanpa menjadi patologis jika wanita tidak mengalami persalinan
yang lama/panjang. Hb, Hct, dan eritrosit jumlahmya berubah-ubah
pada awal masa nifas
2. Adaptasi Psikologi Ibu Post Partum
Menurut Hamilton, 1995 adaptasi psikologi ibu post partum dibagi
menjadi 3 fase yaitu :
a. Fase taking in / ketergantungan
Fase ini di dimulai hari ke 1 dan hari ke 2 setelah melahirkan dimana
ibu membutuhkan perlindungan dan pelayanan
b. Fase taking hold / ketergantungan tidak ketergantungan
Fase ini dimulai pada hari ke tiga setelah melahirkan dan berakhir pada
minggu ke 2 dan ke 5 sampai hari ke 3 ibu siap menerima barunya dan
tentang hal-hal baru, pada tahap ini sistem pendukung sangat berarti
bagi ibu muda yang melahirkan sumber informasi sehingga pada tahap
ini sangat tepat untuk memberikan penyuluhan
c. Fase letting go / saling ketergantungan
Fase ini dimulai sekitar minggu ke 5 sampai ke 6 setelah kelahiran
keluaran baru. Secara fisik ibu mampu menerima tanggung jawab
normal dan tidak lagi menerima peran sakit.
25
D. Tanda – Tanda bahaya Post Partum
Berikut ini adalah tanda-tanda bahaya pada ibu post partum menurut DEPKES
RI 1995 :
1. Perdarahan vagina yang hebat atau tiba-tiba bertambah banyak
2. Pengeluaran vagina yang baunya menusuk
3. Rasa sakit di bagian bawah abdomen atau punggung
4. Sakit kepala terus-menerus, nyeri ulu hati, atau masalah penglihatan
5. Pembengkakan di wajah/tangan
6. Demam, muntah, rasa sakit waktu BAK, merasa tidak enak badan
7. Payudara yang berubah menjadi merah, panas, dan atau terasa sakit
8. Kehilangan nafsu makan dalam waktu yang sama
9. Rasa sakit, merah, lunak, dan pembengkakan di kaki
10. Merasa sedih, merasa tidak manipu mengasuh sendiri bayinya/diri sendiri
11. Merasa sangat letih/nafas terengah-engah
E. Penatalaksanaan atau Perawatan Post Partum
Penatalaksaan pada ibu post partum meliputi perwatan ibu post partum
dan bayinya.Pada pendekatan ini perawat dilatih untuk memberikan perawatan
yang terbaik bagi ibu dan bayinya. Berikut ini adalah penatalaksanaan bagi ibu
post partum menurut Bobak, Lowdermilk, Jensen 2004
Perawatan post partum dimulai sejak kala uri dengan menghindarkan
adanya kemungkinan perdarahan post partum dan infeksi. Bila ada laserasi
jalan lahir atau luka episiotomi, lakukan penjahitan dan perawatan luka
dengan baik. Penolong harus tetap waspada sekurang-kurangnya 1 jam post
26
partum, untuk mengatasi kemungkinan terjadinya perdarahan post partum.
Delapan jam post partum harus tidur telentang untuk mencegah perdarahan
post partum. Sesudah 8 jam, pasien boleh miring ke kanan atau ke kiri untuk
mencegah trombhosis. Ibu dan bayi dapat ditempatkan dalam satu kamar.
Pada hari seterusnya dapat duduk dan berjalan. Diet yang diberikan haras
cukup kalori, protein, cairan serta banyak buah-buahan. Miksi atau berkemih
harus secepatnya dapat dilakukan sendiri, bila pasien belum dapat berkemih
sendiri sebaiknya dilakukan kateterisasi. Defekasi harus ada dalam 3 hari post
partum. Bila ada obstipasi dan timbul komprestase hingga vekal tertimbun di
rektum, mungkin akan terjadi febris. Bila hal ini terjadi dapat dilakukan
klisma atau diberi laksan per os. Bila pasien mengeluh adanya mules, dapat
diberi analgetika atau sedatif agar dapat istirahat. Perawatan mamae harus
sudah dirawat selama kehamilan, areola dicuci secara teratur agar tetap bersih
dan lemas, setelah bersih barulah bayi disusui.
F. Pengkajian Fokus
Suatu pengkajian fisik lengkap termasuk pengukuran tanda-tanda vital,
dilakukan pada saat masuk ke unit pasca partum. Selain itu komponen
pengkajian awal yang lain yang perlu dikaji pada ibu post partum menurut
Doenges, 2001 adalah sebagai berikut :
1. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
a. Bagaimana keadaan ibu saat ini ?
b. Bagaimana perasaan ibu setelah melahirkan ?
27
2. Pola nutrisi dan metabolik
a. Apakah klien merasa kehausan setelah melahirkan ?
b. Apakah klien merasa lapar setelah melahirkan ?
c. Apakah klien kehilangan nafsu makan atau merasa mual ?
d. Apakah ibu mengalami penurunan BB setelah melahirkan ?
3. Pola aktivitas dan istirahat
a. Apakah ibu tampak kelelahan, keletihan ?
b. Apakah ibu toleransi terhadap aktivitas sedang atau ringan ?
c. Apakah ibu tampak mengantuk ?
4. Pola eliminasi
a. Apakah ada diuresis pasca persalinan ?
b. Adakah nyeri dalam BAB pasca persalinan ?
(Cunningham, 2005)
5. Neuro sensori
a. Apakah ibu merasa tidak nyaman ?
b. Apakah ibu merasa nyeri di bagian tubuh tertentunya ?
c. Bagaimana nyeri yang ibu rasakan ?
d. Kaji melalui pengkajian P, Q, R, S, T ?
e. Apakah nyerinya mengganggu aktivitas dan istirahatnya ?
6. Pola persepsi dan konsep diri
a. Bagaimana pandangan ibu terhadap dirinya saat ini
b. Adakah permasalahan yang berhubungan dengan perubahan
penampilan tubuhnya saat ini ?
28
7. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan Umum
1). Pemeriksaan TTV
2). Pengkajian tanda-tanda anemia
3). Pengkajian tanda-tanda edema atau tromboflebitis
4). Pemeriksaan reflek
5). Kaji adanya varises
6). Kaji CVAT (cortical vertebra area tenderness)
b. Payudara
1). Pengkajian daerah areola (pecah, pendek, rata)
2). Kaji adanya nyeri tekan
3). Kaji adanya abses
4). Observasi adanya pembengkakan atau ASI terhenti
5). Kaji pengeluaran ASI
c. Abdomen atau Uterus
1). Observasi posisi uterus atau tinggi fundus uteri
2). Kaji adanya kontraksi uterus
3). Observasi ukuran kandung kemih
d. Vulva atau Perineum
1). Observasi pengeluaran lokhea
2). Observasi penjahitan lacerasi atau luka episiotomi
3). Kaji adanya pembengkakan
4). Kaji adanya luka
5). Kaji adanya hemoroid
29
30
8. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan darah
Beberapa uji laboratorium bias segera dilakukan pada periode pasca
partum. Nilai hemoglobin dan hematokrit seringkali dibutuhkan pada
hari pertama pada partum untuk mengkaji kehilangan darah pada saat
melahirkan.
b. Pemeriksaan urin
Pengambilan sampel urin dilakukan dengan menggunakan cateter atau
dengan teknik pengambilan bersih (clean – cath) specimen ini dikirim
ke laboratorium untuk dilakukan pemeriksaan urinalisis rutin atau
kultur dan sensitivitas terutama jika cateter indwelling dipakai selama
pasca inpartum. Selain itu catatan prenatal ibu harus di kaji untuk
menentukan status rubella dan rhesus dan kebutuhan therapy yang
mungkin.
(Bobak,2004)
Cunningham, 2005 Bobak, 2004Pathway
G. Pathway
31
H. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan laserasi atau trauma
jalan lahir. (Doenges, 2001)
2. Resiko menyusui tidak efektif berhubungan dengan kurang pengetahuan
cara perawatan payudara bagi ibu menyusui. (Bobak, 2004)
3. Resiko infeksi berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang cara
perawatan ibu post partum. (Carpenito, 1998)
4. Gangguan pola eliminasi bowel berhubungan dengan adanya konstipasi.
(Bobak, 2004)
5. Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan adanya
hemoragi. (Doenges, 2001)
I. Intervensi keperawatan
1. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan laserasi atau trauma
jalan lahir. (Doenges, 2001)
a. Tujuan : Nyeri pasien berkurang / hilang atau terkontrol.
b. Kriteria hasil :
- Klien menyatakan tidak nyeri
- Klien menyatakan nyaman
- Skala nyeri berkurang
- Klien dapat beraktivitan tanpa merasa nyeri.
- Ekspresi klien nyaman.
c. Fokus intervensi dan rasional
1). Kaji karakteristik nyeri, tingkat nyeri, tempat nyeri, skala nyeri.
32
Rasional : Mengetahui seberapa berat nyeri yang dialami pasien
2). Inspeksi daerah perineum dan daerah episiotomi. Perhatikan
adanya oedem, nyeri tekan lokal, purulen.
Rasional : Mengetahui apakah ada tanda-tanda peradangan daerah
sekitar vulva.
3). Ajarkan dan anjurkan relaksasi
Rasional : Relaksasi dapat mengurangi penegangan otot didaerah
vagina dan perut.
4). Anjurkan klien berbaring mengurangi aktivitas.
Rasional : Istirahat dapat meminimalkan terjadinya peningkatan
skala nyeri
5). Kolaborasi pemberian analgetik.
Rasional : Analgetik dapat mengurangi nyeri
2. Resiko menyusui tidak efektif berhubungan dengan kurang pengetahuan
cara perawatan payudara bagi ibu menyusui. (Bobak, 2004)
a. Tujuan : Pasien mengetahui tentang cara perawatan payudara bagi ibu
menyusui
b. Kriteria hasil :
- Klien mengetahui cara merawat payudara bagi ibu menyusui
- Asi keluar
- Payudara bersih
- Payudara tidak bengkak dan tidak nyeri
- Bayi mau menyusui
33
c. Fokus intervensi dan rasional
1). Kaji pengetahuan pasien mengenai manajemen laktasi dan
perawatan payudara
Rasional : Mengetahui tingkat pengetahuan pasien dan untuk
menentukan intervensi selanjutnya
2). Ajarkan cara merawat payudara dan lakukan brest care
Rasional : Meningkatkan pengetahuan pasien dan mencegah
terjadinya bengkak pada payudara
3). Jelaskan mengenai manfaat menyusui dan mengenai gizi waktu
menyusui
Rasional : Memberikan pengetahuan bagi ibu mengenai manfaat
ASI bagi bayi
4). Jelaskan cara menyusui yang benar
Rasional : Mengcegah terjadinya aspirasi bagi bayi
3. Resiko infeksi berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang cara
perawatan ibu post partum. (Carpenito, 1998)
a. Tujuan : Tidak terjadi infeksi dan pengetahuan pasien bertambah
b. Kriteria hasil :
- Klien meyertakan perawatan bagi dirinya
- Klien bisa membersihkan vagina dan perineumnya secara mandiri
- Perawatan pervagina berkurang
- Jahitan perineum besar
- Vulva bersih dan tidak infeksi
34
- Tidak ada tanda perawatan
- Vital sign dalam batas normal
c. Fokus intervensi dan rasional
1). Pantau vital sign
Rasional : Peningkatan suhu dapat mengidentifikasikan adanya
infeksi
2). Kaji daerah perineum dan vulva
Rasional : Menentukan radakah tanda peradangan di daerah vulva
dan perineum
3). Kaji pengetahuan pasien mengenai cara perawatan ibu post partum
Rasional : Pasien mengetahui cara perawatan vulva bagi dirinya
4). Ajarkan perawatan vulva bagi pasaien
Rasional : pasien mengetahui cara perawatan vulva bagi dirinya
5). Anjurkan pasien mencuci tangan sebelum memegang daerah
vulvanya
Rasional : Meminimalkan terjadinya infeksi
6). Lakukan perawatan hygiene
Rasional : Mencegah terjadinya infeksi dan memberikan rasa
nyaman bagi pasien
4. Gangguan pola eliminasi bowel berhubungan dengan adanya konstipasi.
(Bobak, 2004)
a. Tujuan : Kebutuhan eliminasi pasien terpenuhi
b. Kriteria hasil
35
- Pasien mengatakan sudah BAB
- Pasien mengatakan tidak konstipasi
- Pasien mengatakan perasaan nyamannya
c. Fokus intervensi dan rasional
1). Aauskultasi bising usus. Apakah perisrtaltik menurun
Rasional : penurunan peristaltic usus dapat menyebanyak
konstipasi
2). Selidiki atau pantau adanya nyeri abdomen
Rasional : nyeri abdomen dapat menimbulkan rasa takut untuk
BAB
3). Anjukan pasien makan – makanan tinggi serat
Rasional : makanan tinggi serat dapat melancarkan BAB
4). Anjurkan pasien banyak minum terutama air putih hangat
Rasional : mengkonsumsi air hangat dapat melancarkan BAB
5). Kolaborasi pemberian laksatif (pelunak feses) jika diperlukan
Rasional : penggunaan laksatif mungkin perlu untuk merangsang
peristaltik usus dengan perlahan atau evakuasi feses
5. Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan
adanya hemoragi atau perdarahan. (Doenges, 2001)
a. Tujuan : Kebutuhan cairan pasien terpenuhi dan mencapai
keseimbangan
b. Kriteria hasil
- Intake dan output seimbang
36
- Tanda-tanda vital normal
- Berat badan pasien ideal
c. Fokus intervensi dan rasional
1). Monitor vital sign
Rasional : tanda vital dapat digunakan untuk mengidentifikasi
perubahan-perubahan yang terjadi pada keadaan umum pasaien
terutama untuk mengetahui adakah tanda-tanda syok hipovolemik
2). Kaji dan awasi turgor kulit
Rasional : capilary refil time yang lebih dari 2 detik dapat
mengidentifikasikan terjadinya dehidrasi
3). Monitor intake dan output
Rasional : membantu dalam menganalisa keseimbangan cairan dan
derajat kekurangan cairan
4). Anjurkan klien untuk meningkatkan intake cairan sedikitnya 8
gelas sehari
Rasional : mengganti kehilangan cairan karena kelahiran dan
diaforesis
5). Kolaborasi pemberian cairan intravena jika diinstruksikan
Rasional : membantu kebutuhan cairan dalam tubuh
37