BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/53000/3/BAB II.pdfDan Hak Asasi Manusia, yang secara khusus...
Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/53000/3/BAB II.pdfDan Hak Asasi Manusia, yang secara khusus...
23
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pada bagian ini peneliti membahasa tentang teori-teori dan definisi yang
berhubungan dengan penelitian dengan tujuan agar dapat melihat realita apa yang
terjadi pakah sudah sesuai dengan dalil-dalil teori serta diperlukan uraian batasan
konsep penelitian untuk pembahasan lebih lanjut. Adapun teori ataupun definisi
yang menjadi sebagai acuan pada penelitan antara lain:
A. Kajian Pustaka
Penelitian dari Timbul, Marganda dan Hendra membahasa mengenai
Pengawasan Imigrasi terhadap orang asing, dari ketiga penelitian tersebut
membahas mengenani metode pengawasan Imigrasi, peran pengawasan dan
efektivitas pengawasan imigrasi terhadap orang asing. Penelitian ini fokus pada
tahapan metode Collaborative Governance pada pengawasan keimigrasian
terhadap keberadaan dan kegiatan orang asing di Kantor Imigrasi Kelas 1
Pontianak. Pengolahan data di awali dengan melakukan collaborative governance
dan mekanismen pengawasan orang asing yang telah diatur dalam Undang-
Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian dan Peraturan Menteri
Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 4 Tahun 2017 Tentang Tata Cara
Pengawasan Keimigrasia
B. Keimigrasian Dalam Sistem Hukum Indonesia
Di Indonesia pemeriksaan keimigrasian telah ada sejak zaman penjajahan
Belanda. Pada saat itu terdapat badan pemerintah kolonial bernama Immigratie
Dients yang bertugas menangani masalah keimigrasian untuk seluruh kawasan
24
Hindia Belanda.25 Jika dikaji istilah keimigrasian berasal dari kata imigrasi yang
merupakan terjemahan dari bahasa Belanda immigratie dan bahasa Latin
immigratio. Kata imigrasi terdiri dari 2 (dua) suku kata yaitu in yang artinya dalam
dan migrasi yang artinya pindah, datang, masuk atau boyong. Dengan demikian
dapat dikatakan bahwa arti imigrasi adalah pemboyongan orang-orang masuk ke
suatu negeri.26 Pada saat itu jumlah kantor cabang Imigrasi di Indonesia sangat
terbatas, hanya di kota-kota pelabuhan yang banyak disinggahi oleh kapal-kapal
yang datang maupun berangkat ke luar negeri. Menurut Staatsblad 1916 No. 47
Pasal 1 ayat 2 tentang Penetapan Izin Masuk (PIM) dinyatakan bahwa : "Untuk
turun kedarat diperlukan suatu Surat izin dari pegawai yang ditunjuk oleh
Presiden yang dalam pekerjaan disebut pejabat urusan pendaratan (Pejabat
Imigrasi). " Setelah bangsa Indonesia menjadi negara merdeka yang
diproklamirkan tanggal 17 Agustus 1945 dan tanggal 27 Desember 1949
penyerahan kedaulatan negara dari pemerintahan Hindia Belanda kepada
pemerintah Republik Indonesia maka pada tanggal 26 Januari 1950 secara resmi
Kantor Imigrasi sebagai kantor penting pada zaman penjajahan Hindia Belanda
diserahkan kepada pemerintah Republik Indonesia dan sekaligus menjadi Jawatan
Imigrasi yang dipimpin oleh putra Indonesia Mr.H.Jusuf Adiwinata sebagai
Kepala Jawatan Imigrasi. Sejak adanya Jawatan Imigrasi maka negara Indonesia
sebagai negara yang berdaulat mempunyai hak dan kewenangan untuk
menentukan sistim hukum yang berlaku termasuk merumuskan masalah Hukum
Keimigrasian diantaranya perubahan kebijakan Keimigrasian dari open deur
25 Santoso M.Iman. 2004. Perspektif Imigrasi dalam Pembangunan Ekonomi dan ketahanan
Nasional. Jakarta: UI Press. hlm. 17 26 T.S.G.Mulia dan K.A.H.Hidding. 1957. Ensiklopedia Indonesia, Jilid II, W. Van Hoeve,
Bandung-Gravenhage. hlm.649.
25
policy untuk kepentingan pemerintah Kolonial, menjadi politik hukum
keimigrasian yang bersifat selective policy yang didasarkan pada, kepentingan
nasional pemerintah Indonesia.27 Artinya hanya bagi mereka yang benarbenar
menguntungkan kesejahteraan rakyat dan tidak membahayakan keselamatan
bangsa dan negara Republik Indonesia diizinkan masuk ke Indonesia.
Sebagai tindak lanjut dari penyerahan kedaulatan dari Pemerintah Hindia
Belanda kepada Pemerintah Republik Indonesia (Serikat) pada tanggal 27
Desember 1949, maka masalah keimigrasian di Indonesia diserahkan dari
Pemerintah Hindia Belanda kepada Pemerintah Republik Indonesia pada tanggal
26 Januari 1950, yang selanjutnya diambil langkah-langkah untuk mengatur
masalah keimigrasian di Indonesia.
Selanjutnya jika di lihat dari sistem hukum keimigrasian pada dasamya
merupakan sebagian kebijakan organ administrasi (Negara) yang melaksankan
kegiatan pemerintahan (administrasi Negara) berupa perbuatan hukum pemerintah
yang dilakukan Negara dalam keadaan bergerak (staat in beweging)28 fungsi dan
kewenangan keimigrasian di Indonesia dilaksanakan oleh Kementerian Hukum
Dan Hak Asasi Manusia, yang secara khusus dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal
Imigrasi. Penjabaran dari sistem hukum Keimigrasian yang dijalankan oleh
pemerintah secara operasional dituangkan ke dalam trifungsi imigrasi yaitu
Pertama, fungsi pelayanan masyarakat, Kedua, penegakan hukum, Ketiga, fungsi
keamanan.
27 Ibid. hlm 17 28 Bagir Manan.2000. Hukum Keimigrasian Dalam Sistem Hukum Nasional, Jakarta, Ghlmia
Indonesia. hlm.22
26
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang keimigrasian, dalam pasal 1
menyebutkan: “Keimigrasian adalah hal ihwal lalu lintas orang yang masuk atau
keluar Wilayah Indonesia serta pengawasannya dalam rangka menjaga tegaknya
kedaulatan negara”. Menggunakan pendekatan gramatikal (tata bahasa) dan
pendekatan semantika (ilmu tentang arti kata), definisi keimigrasian dapat kita
jabarkan sebagai berikut: Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata hal
diartikan sebagai keadaan, peristiwa, kejadian (sesuatu yang terjadi). Sementara itu
ihwal diartikan hal, perihal. Demikian, hal ihwal diartikan berbagai-bagai keadaan,
peristiwa, kejadian. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata lalu-lintas
diartikan sebagai hubungan antara suatu tempat dan tempat lain, hilir-mudik, bolak-
balik. Dengan demikian menurut UndangUndang Nomor 6 Tahun 2011 tentang
Keimigrasian terdapat dua unsur pengaturan yang penting, yaitu :
1. Pengaturan tentang berbagai hal mengenai lalu-lintas orang keluar, masuk,
dan tinggal dari dan dalam Wilayah negara Republik Indonesia.
2. Pengaturan tentang berbagai hal mengenai pengawasan orang asing dalam
rangka menjaga tegaknya kedaulatan negara.
Unsur pertama, pengaturan lau lintas keluar masuk wilayah Indonesia.
Berdasarkan hukum internasional pengaturan hal ini merupakan hak dan wewenang
suatu negara serta merupakan salah satu perwujudan dan kedaulatan sebagai negara
hukum yang berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945, Undang-
Undang Nomor 6 tahun 2011 tentang keimigrasian tidak membedakan antara
emigrasi dan imigrasi. Selanjutnya, pengaturan lalu-lintas keluar-masuk wilayah
Indonesia ditetapkan harus melewati Tempat Pemeriksaan Imigrasi (TPI), yaitu
dipelabuhan laut, Bandar udara, atau tempat tertentu atau daratan lain yang
27
ditetapkan Menteri Hukum dan HAM sebagai tempat masuk atau keluar wilayah
Indonesia entry point.
Adapuan pelanggaran atas ketentuan ini dikategorikan sebagai tindakan
pelanggaran administratif memasuki wilayah Indonesia secra tidak sah, yang
atrinya setiap tindakan masuk dan keluar wilayah Indonesia tidak melalu Tempat
Pemeriksaan Imigrasi (TPI) itu merupakan tindakan yang dapat dikenakan sangksi
beruapa sanksi administratif dan sanksi pidana sesuai yang sudah diatur dalam
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 Tentang Keimigrasian.
C. Kebijakan Keimigrasian
Migrasi sebagai suatu gerak pindah manusia memasuki wilayah suatu
Negara dengan niat untuk mencari nafkah dan tinggal menetap disana, defenisi
mana telah sama disetujui dalam konfrensi Internasional tentang Emigrasi dan
Imigrasi pada tahun 1924 di Roma.29 Setelah Indonesia merdeka, Politik imigrasi
diselaraskan dengan politik Negara kita. Demi keselamatan Negara dan
kesejahteraan bangsa maka imigrasi Indonesia memakai politik saringan, (Selective
Policy) Artinya harus teliti dengan perizinan orang asing yang masuk kewilayah
Indonesia, yakni hanya tenaga ahli yang dibutuhkan saja yang boleh masuk.itupun
dibatasi, baik jumlah maupun jangka waktu menetapnya.30
Kebijakan selektif (Selective Policy) tidak terlepas dari Keimigrasian,
dimana Istilah imigrasi berasal dari bahasa Latin migratio yang artinya perpindahan
orang dari suatu tempat atau negara menuju ke tempat atau negara lain. Ada istilah
emigratio yang mempunyai arti berbeda, yaitu perpindahan penduduk dari suatu
29 Direktorat Jenderal Imigrasi, Buku kenangan 50 tahun Imigrasi, hlm 15. 30 Ibid, hlm 16.
28
wilayah atau negara ke luar menuju wilayah atau negara lain. Sebaliknya,
immigratio dalam bahasa latin mempunyai arti perpindahan penduduk dari suatu
negara untuk masuk kenegara lain. Pada hakekatnya emigrasi dan imigrasi
menyangkut hal yang sama yaitu perpindahan penduduk antar negara, tetapi yang
berbeda adalah cara memandangnya. Ketika seseorang pindah ke negara lain,
peristiwa ini dipandang sebagai peristiwa emigrasi, namun bagi negara yang
didatangi orang tersebut peristiwa ini disebut sebagai peristiwa imigrasi.31
Kebijakan Keimigrasian yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 6
Tahun 2011 Tentang Keimigrasian. Hal ini berkaitan dengan prinsip selective
policy yang dijadikan acuan dasar dalam pelayanan dan pengawasan yang
dilakukan oleh keimigrasian Indonesia. kebijakan ini untuk mengatru kebijakan
bebas visa kunjungan yang tujuan awalnya adalah guna memingkatkan devisa di
sektor pariwisata, membuka potensi masuknya ancaman-ancaman yang menganngu
stabilitas dan keamanan negara.
Kebijakan Keimigraisan yang diatur oleh pemerintah Indonesia mengenai
kebijakan Visa bebas kunjungna yang pertama kali diterapkan oleh pemerintah
Indonesia pada bualan Juli 2011. Kebijkan tersebut awalnya memberikan fasilitas
pembebasan visa kepada 15 Negara yang termasuk negara anggota ASEAN yaitu
Negara Thailand, Malaysia, Singapura, Berunai Darussalam, Filiphina, Vietnam,
Kamboja, Laos, dan Myanmar. Serta negara lain seperti Chili, Maroko, Peru,
Ekuador, Honkong dan Macau. Pemberian bebas visa ini antara anggota Negara
ASEAN berdasakan kepada kesepakatan negara-negara ASEAN Framework
31 M. Iman Santoso, 2004, Prespektif Imigrasi Dalam Pembangunan Ekonomi dan Ketahanan
Nasional, Universitas Indonesia (UI-Press), Jakarta, hlm 14 - 15
29
Agreement on Visa Exemption yang bertujuan untuk mendukung kerjasama dan
persahabatan antar negara anggota ASEAN.
Pemberian bebas visa Kunjungan juga berdasaka pada asas resiprokal atau
timbal balik sesuai dengan Pasal 2 ayat 2 Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2003
Tentang Bebas Visa Kunjungan. Terkait dengan penambahan daftar negara yang
difasilitasi bebas visa oleh pemerintah Indonesia. maka dalam kebijakan ini diatur
dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 Tentang keimigrasian pada Pasal 66
ayat 2 huruf b yang menjelaskan; “Pengawasan terhadap lalu lintas Orang Asing
yang masuk atau keluar Wilayah Indonesia serta pengawasan terhadap keberadaan
dan kegiatan Orang Asing di Wilayah Indonesia”.
D. Collaborative Governance
Charalabidis menyatakan Collaborative governance muncul di era
paradigma governance, dimana pada saat itu masyarakat semakin berkembang
sehingga pemerintah menghadapi masalah yang lebih kompleks. Di sisi lain
pemerintah juga memilii keterbatasan waktu untuk mengatasi masalah tersebut
sehingga membutuhkan kolaborasi dengan aktor-aktro Eksternal.32 Istilah
collaborative governance merupakan cara pengelolaan pemerintah yang melibatkan
secara langsung stekholder diluar negara, berorientasi konsensus, dan musyawara
dalam proses pengambilan keputusan kolektif, yang bertujuan untuk membentuk
atau melaksankan kebijakan publik serta program-program publik.33
Fokus dari pada collaborative governance iyalah pada kebijkan dan masalah
publik. Institusi publik memeng memiliki orientasi besar dalam pembuatan
32 Holze, Marc, et al. 2012 An Analysis of Collaborative Governance Models the Context of shared
Services. Dalam Lauer Schachter, Hildy Kaifeng. Yang (Ed). The State of Citizen. 33 Balogh, S, dkk. 2011. An Integrative Framework for Collaborative Governance, Journal of
Public Administration Research and Theory.
30
kebijakan, dengan tujuan dan proses kolaborasi adalah mencapai drajad konsensus
diantara para stekholder. Collaborative governance menghendaki terwujudanya
keadilan sosial dalam memenuhi kepentingga publik.34
Collaborative governance adalah salah satu bentuk dalam konsep
penyelenggaraan pemerintahan atau governance yakni disebut konsep
penyelenggaraan pemerintahan atau collaborative governance yang kolaboratif.
Berdasakan pendapat Ansel dan Gash menyebutkan bahwa Collaborative
Governance sebagai sebuah stategi baru dalam tatakelola pemerintahan yang
membuat beragam pemangku kebijakan berkumpul di forum yang sama untuk
membuat sebuah konsensus bersama. Selanjutanya Ansell dan Gash
mendefinisikan Collaborative Governance sebagai sebuah aransemen tata kelola
pemerintahan yang mana satu atau lebih institususi publik secara langsung
melibatkan aktor nonpemerintahan dalam sebuah peroses pembuatan kebijakan
kolektif yang bersifat formal, berorientasi konsesus, dan konsulatif dengan tujuan
untuk membuat atau mengimplementasikan kebijakan publik. Mengelolah program
atau asset publik.35 Definisi collaborative governance menurut Ansell dan Gash
menyatakan:
A governing arrangement wher one or more public agencies
directyengage non-stste stakeholder in a collective decision-making
processthat is formal, consensus-oriented, and deliberative and that ains
tomake or implement public policiy or manage public programs arassets.
(Collaborative governance adalah serangkaian pengaturan dimana satu atau
lebih lembanga publik yang melibatkan secara langsung stakeholder non
state di dalam proses pembuatan kebijakan yang bersifat formal,
berorientasi konsensus kebijakan dan diliberatif yang bertujuan untuk
34 Ibid 35 Ansell, Chris, dan Alison Gash, 2007, Collaborative Governance in Theory and Practice,
Journal of Public Adiminstration Research and Theory, Vol. 18 No 4, hlm 543-571
31
membuat atau mengimplementasikan kebijakan publik atau mengatur
program publik atau asset).36
Definisi tersebut dapat dirumuskan menjadi beberapa kata kunci yang
menekankan pada enam karakteristik, yaitu:
1. Forum tersebut diinisiasi atau dilakukan oleh lembaga publik maupuan
aktor-aktor dalam lembaga publik.
2. Perserta didalam forum tersebut juga termasuk aktor non-publik
3. Perseta terlibat secara langsung dalam pembuatan dan pengambilan
keputusan dan keputusan tidak harus merujuk kepada aktor-aktor
publik.
4. Forum terorganisir secara formal dan pertemuan dilakukan secara
bersma-sama.
5. Forum bertujuan untuk membuat keputusan atas kesepakatan bersama,
dengan kata lain forum ini berorientasi pada konsensus.
6. Kolaborasi berfokus pada kebijkan publik maupun menajemen publik.
Model Collaborative governance menurut Ansell dan Gash terdiri dari
beberapa tahapan senagai berikut:
1. Starting condition (Kondisi Awal)
Pada tahap kondisi awal dalam relasi antara Stekholder, masing-masing
aktor memiliki latar belakang berbeda yang dapat menghasilkan sebuah
bentuk hubungan asimetris dalam relasi yang dijalankan.
2. Facilitative leadership (Kepemimpinan Fasiliatf)
36 AG. Subarsono. 2011. Analisis Kebijakan Publik (konsep teori dan aplikasi). Yogyakarta: Pusat
Pelajaran.
32
Ansell dan Gash megindentifikasi tiga komponen kepemimpinan
kolaborasi yan efektif, yaitu:
a. Manajemen yang cukup terhadap proses kolaborasi
b. Pengelolaan kemampuan melakukan kredibilitas teknis
c. Memastikan bahwa kolaborasi tersebut membuat keputusan yang
kredibel dan menyakinkan bagi semua aktor.
3. Institutional design (Desai Institutional)
Mendeskripsikan bahwa desain institusional mengacu pada protokol
dasar aturan-aturan dasar untuk kolaborasi secara kritis yang paling
ditekankan adalah legitimasi prosedural dalam proses kolaborasi. Dalam
proses kolaborasi yang harus ditekankan adalah pemerintah harus
bersifat terbuka dan inklusif.
4. Collaborative Proses (Proses Kolaborasi)
Model proses kolaborasi menggambarkan kolaborasi sebagai
perkembangan tahapan, mendefinisikan 3 tahapan proses kolaborasi
antara laian problem setting (penentuan permasalahan), direction setting
(penentuan tujuan), dan implementasi. Tahapan membentuk kolaboratif
sebangai berikut:
a. Dialog tatap muka (Face to face)
b. Membanguan kepercayaan (Trust Building)
c. Komintmen terhadap proses (Comitment to process)
d. Hasil sementara. 37
37 Ansell, Chris, dan Alison Gash, 2007, Collaborative Governance in Theory and Practice,
Journal of Public Adiminstration Research and Theory, 1-29.
33
Kolaborasi dalam pelenyelengaraan pemerintah merupakan suatu hal yang
dibutuhkan dalam pratiknya pemerintah sekarang ini. Ada berbagai alasan yang
melatar belakangi adanya kolaborasi tiap lembaga atau institusi. Junaidi
menyatakan bahwa collaborative governance tidak muncul secara tiba-tiba karena
hal tersebut ada diselengarakan kerjasama dan koordinasi dalam menyelengarakan
masalah yang sedang dihapai oleh publik.38
Berdasarkan pendapat berbagai ahli dapat disimpulkan bahwa
Collaborative Governance merupakan proses dari struktur jejaring multiorganisasi
lintas sektoral (government, private sector, civil society) yang membuat
kesepakatan bersama, pencapaian konsesnsu melalui intersaksi formal maupun
informal pembuatan dan pengembangan norma-norma dalam interaksi yang
bersifat saling menguntungkan dalam mencapai tujuan bersama. Oleh karena itu,
di dalam kolaborasi interaksi yang muncul bersifat egaliter yaitu seluruh aktor
mempunyai kedudukan yang sama.
E. Pengawasan
Pengawasan adalah suatu proses kegiatan pengumpulan data, menganalisa
dan menentukan apakah sesuatu yang diawasi sesuai dengan standart yang telah
ditentukan atau sesuai dengan peraturan dan ketentuan yang berlaku, pengawasan
keimigrasian tidak hanya pada saat mereka masuk dan keluar dari wilayah
Indonesia tetapi juga selama mereka berada di wilayah Indonesia termasuk
kegiatan–kegiatannya. Pengawasan orang asing harus dilakukan secara terpadu dan
dikoordinasikan dengan baik sehingga dapat menghindarkan terjadinya tindakan
yang kurang semestinya terhadap orang asing. Tindakan yang berlebihan dan
38 Ibid
34
mengabaikan kebiasaan internasional yang menimbulkan protes dan mungkin
dipandang sebagai tindakan yang tidak bersahabat (unfriendly act) terhadap negara
asal kewarganegaraan orang asing tersebut.39
Bagan 2.1
Proses Pengawasan Suatu Kinerja
Sumber: T.Hani Handoko, Manajemen
Kemudian di dalam melakukan pengawasan terdapat proses yang
dilakukan. Dimana berdasakan bagan proses pengawasan suatu kinerja di atas dapat
dilihat bahwa kinerja sebuah organisasi di dalam melakukan pengawasan dimulai
dengan menentuakan standar dan bagaimana metode pengawasan tersebut akan
dilakukan kemudian pelaksanaan dan menilai kinerja pengawasan tersebut telah
sesuai dengan standard yang telah dirumuskan atau tidak. Jika pengawasan yang
dilakukan tidak sesuai dengan rumus standard pengawasan makan dapat dilakukan
pengawsan terhadap standar yang telah ditentukan. Kemudian terkait dengan
pengawasan terdapat tiga tipe dasar pengawasan antara lain:
39 Havid Sudrajat,1980. Pengantar Ringkas Keimigrasian, Malang, Kantor Imigrasi, Hlm 28.
Penentuan
Standard dan
Metode
Penelitian Kinerja
Penelitian
Kinerja
Apakah kinerja
yang dicapai
sesuai dengan
standar ?
Pengambilan Tindakan Koreksi
dan melakukan evaluasi ulang
atas standar yang telah
ditetapkan
Ya Tidak Tujuan tercapai ?
35
1. Pengawasan pendahuluan atau sering disebut steering controls, dirancang
untuk mengantisipasi masalah-masalah atau penyimpangan-penyimpangan
dari standar atau tujuan dan memungkinkan koreksi dibuat sebelum sesuatu
tahap kegiatan tertentu diselesaikan. Jadi pendekatan pengawasan ini lebih
aktif dan agresif dengan mendeteksi masalah-masalah dan mengambil
tindakan yang diperlukan sebelum suatu masalah terjadi. Pengawasan ini
akan efektif hanya bila manajer mampu mendapatkan informasi akurat dan
tepat pada waktunya tentang perubahan-perubahan dalam lingkungan atau
tentang perkembangan terhadap tujuan yang dilakukan.
2. Pengawasan yang diakukan bersamaan dengan pelaksanaan kegiatan
(Concurrent control). Pengawasan ini sering disebut pengawasan “Ya-
Tidak”, dilakukan selama suatu kegiatan berlangsuang. Tipe pengawasan
ini merupakan proses dimana aspek tertentu dari suatu prosdur harus
didetujui dulu, atau syarat tertentu harus dipenuhi dulu sebelum kegiatan-
kegiatan bisa dilanjutkan, atau menjadi semacam peralatan “double-check”
yang lebih menjamin ketepatan pelaksanaan suatu kegiatan.
3. Pengawsan umpan balik atau Feed back control. Pengawasan umpan balik
juga terkenal sebagai past-controls, mengukur hasil-hasil dari suatu
kegiatan yang telah diselesaikan. Sebab-sebab penyimpangan dari rencana
atau standar ditentukan, dan penemuan-penemuan diterapkan untuk
kegiatan-kegiatan serupa di masa yang akan datang. Pengawasan ini bersifat
historis, pengukuran dilakukan setelah kegiatan terjadi.40
40 T.Hani Handoko, 2008. Manajemen Personalia Sumber Daya Manusia.Yogyakarta:bpfb.
Hlm.361
36
F. Pengawasan Terhadap Keberadaan Dan Kegiatan Orang Asing di
Indonesia
Menurut Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 Tentang Keimigrasian,
Pengertian Keimigrasian adalah hal-ihwal lalu lintas orang yang masuk dan keluar
wilayah Indonesia serta pengawasannya dalam rangka tegaknya kedaulatan negara.
Dengan demikian, menurut Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 terdapat tiga
unsur penting yaitu ;
1. Lalu Lintas Orang, pengawasan tentang berbagai hal mengenai lalu-
lintas orang keluar, masuk, dan tinggal dari dan ke dalam wilayah negara
Republik Indonesia
2. Pengawasan, pengaturan tentang berbagai hal mengenai pengawasan
orang asing di wilayah Republik Indonesia, tentang keberadaan dan
kegiatan orang asing selama berada di wilayah Republik Indonesia.
3. Kedaulatan, merupakan kekuasaan tertinggi dalam negara, dalam
konteks keimigrasian, kedaulatan negara mengarah pada Yurisdiksi
negara atau wilayah kewenangan hukum dalam hal ini hukum
keimigrasian, dimana yurisdiksi tersebut merupakan kewenangan untuk
melaksanakan ketentuan hukum nasional suatu negara yang berdaulat
dan ini merupakan sebagian implementasi kedaulatan negara sebagai
yurisdiksi negara dalam batas-batas wilayahnya akan tetap melekat pada
negara berdaulat.41
41 Yudha Bhakti Ardhiwisastra, 1999, Hukum Inernational, Bunga Rampai, Bandung,
hlm.,16
37
Dari uraian definisi dan unsur-unsur tersebut, maka dalam
implementasinya, keimigrasian di Indonesia menjalankan 3 fungsi atau yang
dikenal sebagai Tri Fungsi Imigrasi yaitu :
a. Imigrasi sebagai aparatur pelayanan masyarakat.
b. Imigrasi sebagai aparatur sekuriti.
c. Imigrasi sebagai aparatur penegak hokum.
Fungsi Keimigrasian merupakan bagian dari urusan pemerintahan negara
dalam memberikan pelayanan Keimigrasian, penegakan hukum, keamanan negara,
dan fasilitator pembangunan kesejahteraan masyarakat. Institusi Imigrasi
menempati posisi utama dan strategis dalam konteks pengendalian dan pengawasan
orang asing. Pengawasan orang asing di Indonesia meliputi masuk dan keluarnya
orang asing ke dan dari wilayah Indonesia dan keberadaan serta kegiatan orang
asing di wilayah Indonesia. Orang asing yang berada di Indonesia memiliki
keterbatasan keberadaan dan kegiatannya. Orang asing yang berada di Indonesia
wajib memiliki izin keimigrasian. Izin keimigrasian bagi orang asing memiliki
keterbatasan jangka waktu, sesuai dengan visa yang dimilikinya. Dengan demikian
orang asing yang berada di Indonesia wajib memiliki izin keimigrasian yang sah
dan masih berlaku, serta memiliki keterbatasan dalam melakukan kegiatan di
Indonesia. Pengawasan atas keberadaan dan kegiatan orang asing dilakukan agar
mereka tidak melakukan kegiatan yang berbahaya dan patut diduga membahayakan
keamanan dan ketertiban umum dan kesejahteraan masyarakat serta agar tidak
melakukan pelanggaran Keimigrasian.
38
Pengawasan orang asing sebagai suatu rangkaian kegiatan pada dasarnya
telah dimulai dan dilakukan oleh perwakilan Republik Indonesia di luar negeri
ketika menerima permohonan pengajuan visa, Pengawasan selanjutnya
dilaksanakan oleh pejabat imigrasi di TPI (Temapat Pemeriksaan Imigrasi), ketika
pejabat imigrasi dengan kewenangannya yang otonom memutuskan menolak atau
memberikan izin masuk, dan setelah orang asing tersebut diberikan izin masuk,
kemudian diberikan izin tinggal yang seusai dengan visa yang dimilikinya,
selanjutnya pengawasan beralih ke kantor imigrasi yang wilayah kerjanya meliputi
tempat tinggal orang asing tersebut.42
Prosedur keimigrasian yang ditetapkan merupakan operasionalisasi dari
politik hukum keimigrasian yang bersifat selektif (selective policy) sehingga orang
asing yang berada di Indonesia memiliki keterbatasan baik dari segi izin
keimigrasiannya maupun kegiatannya. Pengawasan Keimigrasian mencakup
penegakan hukum keimigrasian dimana dalam pelaksanaan tugas keimigrasian
keseluruhan aturan hukum keimigrasian ditegakkan kepada setiap orang yang
berada di dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia baik itu WNI (Warga
Negara Indonesia) ataupun WNA (Warga Negara Asing).
Pengawasan keimigrasian diatur dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun
2011 Tentang Keimigrasian, yaitu Pasal 66 ayat 2 ditentukan Pengawasan
Keimigrasian meliputi:
42 Santoso, M, Iman II, ibid hlm 21
39
a. pengawasan terhadap warga negara Indonesia yang memohon dokumen
perjalanan, keluar atau masuk Wilayah Indonesia, dan yang berada di luar
Wilayah Indonesia.
b. pengawasan terhadap lalu lintas Orang Asing yang masuk atau keluar
Wilayah Indonesia serta pengawasan terhadap keberadaan dan kegiatan
Orang Asing di Wilayah Indonesia. Pelaksanaan Pengawasan keimigrasian
terhadap orang asing ditentukan dalam pasal 68 ayat (1) yaitu Pengawasan
Keimigrasian terhadap Orang Asing dilaksanakan pada saat permohonan
Visa, masuk atau keluar, dan pemberian Izin Tinggal dilakukan dengan:
pengumpulan, pengolahan, serta penyajian data dan informasi;penyusunan
daftar nama Orang Asing yang dikenai Penangkalan atau Pencegahan.
c. pengawasan terhadap keberadaan dan kegiatan Orang Asing di Wilayah
Indonesia.
d. pengambilan foto dan sidik jari.
e. kegiatan lain yang dapat dipertanggungjawabkan secara hukum.
Dalam Pasal 69 ayat (1) ditentukan untuk melakukan pengawasan
Keimigrasian terhadap kegiatan Orang Asing di Wilayah Indonesia, Menteri
membentuk tim pengawasan Orang Asing yang anggotanya terdiri atas badan atau
instansi pemerintah terkait, baik di pusat maupun di daerah.
Berdasakan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 4
Tahun 2017 Tentang Tata Cara Pengawasan Orang Asing bagian kesatu
Pengawasan Administratif terhadap Orang Asing dalam pasal 34 yaitu:
40
1. Pengawasan Administratif terhadap Orang Asing sebangaimana
dimaksud dalam pasal 2 dilakukan dengan:
a. Pengumpulan, pengelolahan, serta penyajian data dan informasi
mengenai:
1. Pelayanan keimigrasian bagi orang asing
2. Lalu lintas orang asing yang masuk atau keluar wilayah
Indonesia
3. Orang asing yang telah mendapatkan keputusan penderensian;
4. Orang asing yang dalam proses penentuan status keimigrasian
dan/atau penindakan keimigrasian
5. Orang asing yang mendapatkan izin imigrasi di luar Rumah
Detensi Imigrasi setelah terlampaunya jangka waktu
pendeteensian dan
6. Orang asing dalam proses peradilan pidanan
G. Orang Asing
Orang asing dalam kamus terjemahan Indonesia-Inggris diartikan juga
sebagai stranger, foreign dan alien. Dalam Kamus Hukum, alien atau orang asing
di definisikan sebagai orang dalam suatu negara yang bukan warga negara dari
negara tersebut. WNA juga dapat diberi pengertian, yaitu orang yang bukan warga
negara Indonesia dan sedang berada di Indonesia.43 Pengertian Warga Negara
Asing (WNA) sebenarnya dapat ditinjau dari segala sisi. Pasal 7 Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 2006 tidak secara langsung memberikan definisi warga negara
asing. Namun peraturan pasal tersebut menjelaskan bahwa setiap orang yang bukan
43 Gatot Supramono, 2012. Hukum Orang Asing di Indonesia, Jakarta, Sinar Grafika. Hal. 4
41
Warga Negara Indonesia diperlakukan sebagai warga negara asing. Berdasarkan
Undang-undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian Pasal 1 angka 9
menyebutkan bahwa “Orang Asing adalah orang yang bukan warga negara
Indonesia”.
Orang asing yang datang ke Indonesia memiliki hak saat di Indonesia.
Kedatangan orang asing dan menetap sementara di Indonesia, mereka tetap
memiliki hak-hak perdata yang dijamin oleh undang-undang. Di antara hak-hak
perdata yang dimiliki antara lain orang asing mempunyai hak untuk melakukan jual
beli berbagai jenis barang termasuk membeli tanah yang berstatus hak pakai untuk
membangun tempat tinggal. Selain itu mempunyai hak untuk melakukan
perkawinan dan dapat memilih orang Indonesia sebagai pasangannya. Kemudian
dengan perkawinan itu mempunyai hak untuk memperoleh warga negara Indonesia.
Jika orang asing bekerja di Indonesia mempunyai hak untuk menerima upah atau
gaji dan kesejahteraan lainnya.44
Selama berada di Indonesia orang asing dapat melakukan kegiatan bisnis
yang dipandang dapat menguntungkan dirinya. Peraturan perundang-undangan di
Indonesia tidak menutup kemungkinan orang asing untuk berbisnis. Untuk
perusahaan yang berbadan hukum asing tidak banyak yang memiliki kesempatan
untuk berbisnis di Indonesia, keadaan ini diciptakan karena negara ingin
melindungi perusahaan nasional. Meskipun demikian terdapat bidang-bidang
tertentu yang terbuka untuk dimasuki perusahaan asing melakukan kegiatan bisnis.
Bidang-bidang tersebut adalah bidang pertambangan minyak dan gas bumi, bidang
44 Ibid, hlm. 2
42
angkutan laut dan angkatan udara khususnya untuk angkutan luar negeri. Selain itu
juga di bidang perbankan, perusahaan asing hanya dapat mendirikan cabangnya di
Indonesia45
H. Sanksi Penyalahgunaan Izin Tinggal
a. Tindakan Administratif
Tindakan yang dilakukan oleh Pejabat keimigrasian terhadap orang asing
yang berada di wilayah Indonesia, apabila melakukan kegiatan yang
berbahaya atau patut diduga akan berbahaya bagi keamanan dan ketertiban
umum atau tidak menghormati atau menaati peraturan perundang-undangan
yang berlaku, tindakan administrati yang dilakukan dapat berupa:44
a) Pembatasan, perubahan, atau pembatalan izin keberadaan;
b) Larangan untuk berada disuatu atau beberapa tempat tertentu diwilayah
Indonesia;
c) Keharusan untuk berada di suatu atau beberapa tempat tertentu di
wilayah Indonesia;
d) Pengusiran atau deportasi dari wilayah Indonesia atau penolakan masuk
ke wilayah Indonesia.
Tindakan Administratif keimigrasian terdiri dari :45
1. Pencamtuman dalam daftar pencegahan atau penangkalan;
2. Pembatasan, perubahan, atau pembatalan izin tinggal;
45 ibid, Hlm. 3 44 M.Iman Santoso, 2007. Perspektif Imigrasi, Perum Percetakan Negara Republik Indonesia. Hlm
10. 45 Jazim Hamidi dan Charles Christian. 2016. Hukum Keimigrasian Bagi Orang Asing di Indonsia.
Jakarta: Sinar Grafika, hlm 91.
43
3. Larangan untuk berada di satu atau dibeberapa tempat tertentu di wilayah
Indonesia;
4. Keharusan untuk bertempat tinggal disuatu tempat tertentu di wilayah
Indonesia;
5. Pengenaan biaya beban;
6. Deportasi dari wilayah Indonesia
Sedangkan menurut Direktorat Jenderal Imigrasi yang dimaksud dengan
kegiatan berbahaya dan patut diduga membahayakan keamanan dan ketertiban
umum adalah sebagai berikut :46
1. Melakukan propaganda atau bersimpati terhadap ideologi dan nila-nilai yang
bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945.
2. Menghalang-halangi orang untuk melakukan ibadah menurut agama yang
diakui oleh Indonesia.
3. Merusak dan membahayakan dan tidak sesuai dengan norma kesopanan
umum.
4. Ejekan-ejekan yang menimbulkan tanggapan keliru terhadap adat istiadat
masyarakat.
5. Memberikan gambaran keliru tentang pembangunan sosial dan budaya
Indonesia.
46 Direktorat Jenderal Imigrasi, Bimbingan Teknis Penindakan, Hotel Jambuluwuk, Yogyakarta, 3-
5 Oktober 2012.
44
6. Menyuburkan perbuatan cabul melalui tulisan, gambaran, dan lainnya serta
mabuk-mabukan di tempat umum.
7. Tindakan biaya hidup, melakukan pengemisan baik sendiri maupun bersama-
sama.
8. Merusak atau mengganggu ketertiban sosial dan masyarakat termasuk di
lingkungan pekerjaan.
9. Menimbulkan ketegangan, kerukunan rumah tangga atau masyarakat dan
merangsang timbulnya kejahatan.
10. Mengobarkan semangat atau hasutan yang dapat mendorong sentiman
kesukuan, keagamaan, keturunan dan golongan.
11. Memberikan kesempatan melakukan perjudian dan pengadudombaan
diantara sesama rekan atau suku dan golongan.