BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/52946/3/BAB II.pdf2. Bentuk tubu, tinggi badan (TB), berat...
Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/52946/3/BAB II.pdf2. Bentuk tubu, tinggi badan (TB), berat...
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Diri
2.1.1 Definisi
Definisi konsep diri menurut para ahli masih berbeda-beda namun pada
umumnya memiliki penekanan dan peran yang sama terhadap cara pandang diri. Agar
lebih jelas dalam menjelaskan definisi, definisi perlu dijelaskan secara etimologis, dan
terminologis. Secara etimologis, konsep diri merupakan terjemahan dari kata self-concept.
Secara terminologis, konsep diri adalah cara individu memandang dirinya secara utuh
menyangkut fisik, emosi, intelektual, sosial dan spiritual.
Acuan dari teori psikologi menjelaskan bahwa konsep diri adalah pandangan
dan sikap individu terhadap diri sendiri. pandangan diri terkait dengan dimensi fisik,
karateristik individu, dan motivasi diri. Pandangan diri tidak meliputi kekuatan-
kekuatan individu, tetapi juga kelemahan bahkan kegagalan dirinya. Konsep diri adalah
inti kepribadian individu (Azizi, 2014). Selanjutnya, Stuart dan Sundeen juga
menyebutkan bahwa konsep diri adalah semua ide, pikiran, kepercayaan, dan pendirian
yang diketahui individu tentang dirinya yang mempengaruhi individu dalam
berhubungan dengan orang lain (Sunaryo, 2014).
Menurut Hurlock konsep diri adalah sebagai gambaran seseorang mengenal
dirinya sendiri, yang merupakan gabungan dari keyakinan terhadap fisik, psikologis,
sosial, emosional, aspirasi, dan prestasi yang mereka capai. Semua konsep diri itu
meliputi citra diri secara fisik dan citra diri secara psikologi. Gambaran fisik diri
menurut Hurlock, terjadi dari konsep yang dimiliki individu tentang penampilannya,
kesesuaian dengan jenis kelamin, arti penting tubuhnya dalam hubungan dengan
10
perilakunya, dan rasa malu terhadap tubuhnya dan dimata orang lain. Sedangkan
gambaran psikis diri atau psikologis terdiri dari konsep individu tentang kemampuan
dan ketidakmampuannya, harga dirinya, dan hubungannya dengan orang lain (Zulfan
& Wahyuni, 2012).
Menurut Brooks konsep diri diartikan sebagai persepsi mengenai diri individu
baik berupa fisik, sosial dan psikologis yang diperoleh melalui pengalaman dan interaksi
individu dengan orang lain (Zulfan & Wahyuni, 2012). Sejalan dengan pendapat
tersebut dikemukakan oleh Cawagas dengan mengatakan bahwa konsep diri mencakup
seluruh pandangan individu terhadap dimensi fisik, karakteristik pribadi, motivasi,
kelemahan, kepandaian dan kegagalannya. Tercapainya keinginan dan terealisasikannya
kehidupan dapat diupayakan melalui konsep diri. Dapat dikatakan bahwa konsep diri
juga merupakan kerangka kerja untuk mengorganisasikan pengalaman-pengalaman
yang diperoleh seseorang.
Konsep diri dapat didefinisikan secara umum sebagai keyakinan, pandangan
atau penilaian seseorang terhadap dirinya. Konsep diri merupakan suatu integrasi yang
kompleks dari perasaan, sikap sadar maupun tidak sadar dan persepsi tentang totalitas
diri, tubuh, harga diri dan peran (Potter & Perry, 2005). Rakhmat (2003) lebih lanjut
menjelaskan bahwa konsep diri bukan hanya sekedar gambaran deskriptif, tapi juga
penilaian diri tentang diri, meliputi apa saja yang dipikirkan dan yang dirasakan tentang
diri. Adanya proses perkembangan konsep diri menunjukan bahwa konsep diri
seseorang tidak langsung dan menetap, tetapi merupakan suatu keadaan yang
mempunyai proses pembentukan dan masih dapat berubah.
2.1.2 Perkembangan konsep diri
Ada beberapa hal yang perlu diketahui dalam memahami proses perkembangan
konsep diri. Pertama, konsep diri dipelajari melalui pengalaman dan interaksi individu
11
dengan orang lain. Kedua, konsep diri berkembang secara bertahap, yang diawali pada
waktu bayi mulai mengenal dan membedakan dirinya dengan orang lain. Ketiga, konsep
diri merupakan aspek kritikal dan dasar dari pembentukan perilaku individu. Keempat,
konsep diri berkembang dengan cepat seiring dengan perkembangan bicara. Kelima,
konsep diri terbentuk karena peran keluarga (Sunaryo, 2014). Sehingga disimpulkan
bahwa konsep diri dalam proses perkembangannya tidak muncul atas dasar faktor
hereditas, melainkan faktor yang dipelajari dan terbentuk melalui pengalaman dan
hubungan individu dengan orang lain (Zulfan & Wahyuni, 2012).
Perkembangan konsep diri menurut Lewis dan Brooks dibagi menjadi
beberapa tahap, yaitu existensial self, categorial self, dan self-esteem. Menurut Roger konsep
diri berkembang melalui proses pada mulanya anak mengobservasi fungsi dirinya
sendiri sebagaimana ia melihat tingkah laku dari orang lain. Pada mulanya anak
menyadari dirinya, dan mulai memberikan “sifat khusus” terhadap dirinya sendiri,
misalnya: mudah marah, mempunyai sedikit tenaga dan sebagainya. Mereka mengambil
nilai-nilai untuk menjelaskan diri mereka. Konsep diri berkembang perlahan-lahan
melalui interaksi dengan orang lain dilingkungan sekitarnya. Roger berasumsi bahwa
manusia berusaha melihat konsistensi antara pengalaman dan citra dirinya. (Zulfan &
Whyuni, 2012)
Hurlock berpendapat bahwa konsep diri pada awalnya terbentuk berdasarkan
hubungan seorang anak dengan orang lain, misalnya dengan orang tua dan anggota
keluarga lainnya. Bagaimana orang tua memperlakukan anak, apa yang mereka katakan
terhadap anak-anaknya, dan bagaiman status anak dalam kelompok tempat ia
mengidentifikasi diri, akan memengaruhi perkembangan konsep diri anak tersebut.
Menurut Hurlock pola perkembangan konsep diri dapat dikategorikan sebagai berikut:
(Zulfan & Wahyuni, 2012).
12
a. Konsep diri primer (the primer self-concept)
Dibentuk berdasarkan pengalaman seorang anak di rumah, sehingga tertanam
bermacam-macam konsep diri, yang dihasilkan dari pengalaman dengan anggota-
anggota keluarga yang berbeda seperti orang tuadan saudara-saudaranya.
Konsep diri primer meliputi citra diri fisik dan psikologis (physical and
psychological self image). Citra diri psikologi didasarkan atas hubungan anak dengan
saudara-saudaranya tersebut. Demikian pula, pembentukan konsep-konsep permulaan
dalam kehidupan mereka, aspirasi mereka, tanggung jawab mereka pada orang lain
adalah didasarkan pada tuntunan dan bimbingan dari orang tua mereka.
b. Konsep diri sekunder (the secondary self concept)
Dengan bertambahnya hubungan anak diluar rumah maka anak memerlukan
konsep diri orang lain terhadap dirinya, hal ini menimbulkan konsep diri sekunder.
Jadi, konsep diri sekunder adalah bagaimana anak melihat diri mereka berdasarkan
pandangan orang lain. Konsep diri primer sering kali menentukan konsep diri
sekunder. Perkembangan konsep diri sekunder akan dibentuk oleh kepercayaan yang
mereka miliki.
Dari beberapa paparan tentang pola perkembangan konsep diri dapat
disimpulkan bahwasanya, perkembangkan konsep diri seseorang itu melalui dua pola
yakni yang pertama perkembangkan konsep diri primer, yang mana seseorang itu
mengalami perkembangan konsep diri melalui pengalaman yang didapatkannya
dilingkungan keluaraga, dan yang kedua perkembangan konsep diri sekunder yang
mana perkembangan tersebut dialaminya melalui hubungan dengan orang lain di luar
rumah.
13
2.1.3 Komponen Konsep diri
Adapun komponen konsep diri meliputi gambaran diri (body image), ideal diri
(self ideal), haraga diri (self esteem), peran diri (self role), iidentitas diri (self identity)
(Sunaryo, 2014).
a. Gambaran diri (self image)
Gambaran diri adalah sikap individu terhadap tubuhnya, baik secara sadar
maupun tidak sadar, meliputi penampilan, potensi tubuh, fungsi tubuh,
serta persepsi, dan perasaan tentang ukuran dan bentuk tubuh. Hal penting
yang terkait dengan gambaran diri meliputi:
1. Fokus individu terhadap fisik lebih menonjol pada usia remaja
2. Bentuk tubu, tinggi badan (TB), berat badan (BB), dan tanda
pertumbuhan kelamin sekunder (payudara, menstruasi, perbahan
suara, pertumbuhan bulu) menjadi gambaran diri.
3. Cara individu memandang diri berdampak penting terhadap aspek
psikologis
4. Gambaran yang realistis untuk menerima dan menyukai bagian tubuh
akan memberi rasa aman dalam menghindari kecemasan dan
meningkatkan harga diri..
5. Individu yang stabil, realistik, dan konsisten terhadap gambaran dirinya
dapat menciptakan kesuksesan dalam hidup.
b. Idela diri (self ideal)
Adalah persepsi individu tentang perilakunya, disesuaikan dengan standar
pribadi yang terkait dengan cita-cita, harapan, keinginan, tipe orang yang
diidam-idamkan, dan nilai yang ingin dicapai. Ada beberapa faktor yang
memengaruhi ideal diri, yaitu:
14
1. Penentuan idela diri sebatas kemampuan
2. Faktor budaya dibandingkan dengan standar orang lain
3. Hasrat melebihi orang lain
4. Hasrat untuk berhasil
5. Hasrat memenuhi kebutuhan realistik
6. Hasrat menghindari kegagalan
7. Adanya perasaan cemas dan randah diri.
c. Harga diri (self esteem)
Harga diri adalah penilaian individu terhadap hasil yang dicapai, dengan
menganalisis seberapa jauh perilaku individu tersebut sesuai dengan ideal
diri. Harga diri dapat diperoleh melalui orang lain dan diri sendiri. Aspek
utama harga diri adalah dicintai, disayangi, dikasihi orang lain, dan
mendapat penghargaan dari orang lain. Harga diri rendah apabila
kehilangan kasih sayang atau cinta kasih dari orang lain, kehilangan
penghargaan dari orang lain dan adanya hubungan interpersonal yang
buruk. Pada umumnya individu memiliki tendensi yang negatif terhadap
orang lain, walaupun isi hatinya mengakui keunggulan orang lain. Faktor
yang dapat meningkatkan harga diri antara lain yaitu:
1. Keberhasilan yang diraih
2. Pengakuan dan pujian
3. Menyelesaikan tugas yang diamanahkan
4. Motifasi
5. Dukungan dan aspirasi
6. Pembentukan koping yang positif
15
d. Peran diri (self-role)
Peran diri adalah pola perilaku, sikap, nilai, dan aspirasi yang diharapkan
individu berdasarkan posisinya dimasyarakat. Setiap individu disibukkan
oleh berbagai macam peran yang terkait dengan posisinya setiap saat,
selama ia hidup, misal sebagai anak, suami, ayah, mahasiswa, perawat,
dokter, bidan, dosen, dll. Hal penting yang terkait dengan peran yaitu:
1. Peran dibutuhkan oleh individu sebagai aktualisasi diri
2. Peran yang memenuhi kebutuhan dan sesuai ideal diri, menghasilkan
harga dir yang tinggi atu sebaliknya
3. Posisi individu di masyarakat dapat menjadi stressor terhadap peran.
4. Stres peran timbul karena struktur sosial yang menimbulkan kesukaran
atau tuntutan posisi yang tidak mungkin dilaksanakan.
5. Stress peran dapat berupa; konflik peran, peran yang tidak jelas, peran
yang tidak sesuai, dan peran yang terlalu banyak.
e. Identitas diri (self identity)
Identitas diri adalah kesadaran akan diri pribadi yang bersumber dari
pengamatan dan penilaian, sebagai sintesis dari semua aspek konsep diri
dan menjadi kesatuan yang utuh. Beberapa hal yang penting terkait
identitas diri yaitu:
1. Berkembang sejak masa kanak-kanak, seiring dengan berkembangya
konsep diri.
2. Individu yang memiliki perasaan identitas diri yang kuat akan
memandang dirinya tidak sama dengan orang lain, unik dan tidak ada
duanya.
3. Identitas jenis kelamin berkembang secara bertahap sejak bayi
16
4. Identitas jenis kelamin berkembang dengan konsep laki-laki dan
perempuan serta banyak dipengaruhi oleh pandangan dan perlakuan
masyarakat.
5. Kemandirian timbul dari perasaan berharga, menghargai diri sendiri,
kemampuan dan penguasaan diri.
6. Individu yang mandiri dapat mengatur dan menerima dirinya.
2.1.4 Jenis konsep diri
Menurut William D. Brooks dalam (Sarastika, 2014) konsep diri ada dua
macam yakni konsep diri positif dan konsep diri negatif. Lebih lanjut dikemukakan
oleh Calhoun dan Acocella dalam (Setiawan, 2013) menyatakan bahwasanya konsep
diri individu secara umum dibagi atas dua, yakni konsep diri positif dan negatif.
Individu yang memiliki konsep diri yang negatif akan memiliki penilaian negatif
terhadap dirinya sehingga merasa bahwa dirinya tidak cukup berharga dibandingkan
orang lain dan memiliki kecenderungan untuk bertindak secara negatif. Sedangkan
Individu yang memiliki konsep diri yang positif akan memiliki penilaian yang positif
terhadap dirinya sehingga dapat menerima dirinya sendiri secara apa adanya dan
memiliki kecenderungan untuk bertindak terhadap hal-hal yang positif.
a. Konsep diri positif
Dalam hal ini konsep diri mempunyai peran yang sangat sentral dalam
menigkatkan rasa percaya diri seseorang, khususnya dalam menigkatkan rasa percaya
diri mahasiswa, karena dengan cara pandang yang positif terhadap kemampuan yang
dimiliki pada setiap individu maka akan membuat diri setiap individu merasa lebih
percaya diri dan tidak akan muncul rasa khawatiratau cemas dengan kemampuan yang
dimilikinya. Konsep diri secara positif mempunyai peranan penting dalam kaitannya
17
dengan rasa percaya diri. Kemampuan seseorang untuk memahami dirinya, seperti apa
dirinya, dan bagaimana dirinya sehingga dapat melatih rasa percaya diri dan membuat
dirinya lebih merasa percaya diri. (Azizi, 2014).
Konsep diri positif ditandai dengan yakin akan kemampuannya mengatasi
masalah, merasa setara dengan orang lain, menerima pujian tanpa rasa malu, menyadari
bahwa setiap orang mempunyai berbagai perasaan, keinginan dan perilaku yang tidak
seluruhnya disukai masyarakat. Dan mampu memperbaiki dirinya karena ia sanggup
mengungkapkan aspek-aspek kepribadian yang tidak disenanginya dan berusaha
memperbaikinya (Rahmat 2001, dalam Azizi 2014).
Konsep diri yang baik adalah yang bersifat positif karena berdasarkan pada
penerimaan yang mengarahkan pada kerendahan hati dan kedermawanan (Satmoko,
1999, dalam Azizi, 2014). Dasar konsep diri positif adalah penerimaan diri. Kualitas ini
lebih mengarah ke kerendahan hati dan kedermawaan dari pada keangkuhan dan
keegoisan (Sarastika, 2014). Tanda-tanda individu yang memiliki konsep diri yang
positif adalah sebagai berikut:
1) Yakin dengan kemampuan
Orang yang berkonsep diri positif yakin akan kemampuannya dalam
mengatasi masalah. Orang yang seperti ini mempunyai rasa percaya diri
sehingga merasa mampu dan yakin untuk mengatasi masalah yang
dihadapi, tidak lari dari masalah, dan percaya bahwa setiap masalah pasti
ada jalan keluarnya.
2) Setara dengan orang lain
18
Ciri-ciri yang kedua adalah merasa setara dengan orang lain. Namun
begitu, ia selalu merendahkan hati, tidak sombong, tidak mencela atau
meremehkan siapapun, dan selalu menghargai orang lain
3) Siap dengan pujian
Orang dengan konsep diri positif akan dapat menerima pujian tanpa rasa
malu tanpa menghilangkan rasa rendah hati. Jadi, meskipun ia menerima
pujian ia tidak membanggakan dirinya apalagi meremahkan orang lain.
4) Kepekaan
Orang yang berkonsep diri positif menyadari bahwa setiap orang
mempunyai berbagai perasaan dan keingin serta perilaku yang tidak
seharusnya disetujui oleh masyarakat. Ia peka terhadap perasaan orang
lain sehingga akan menghargai perasaan orang lain sehingga akan
menghargai perasaan orang lain meskipun kadang tidak disetujui oleh
masyarakat.
5) Pintar intropeksi
Mampu memperbaiki karena ia sanggup menggunakan aspek-aspek
kepribadian tidak disenangi dan berusaha mengubahnya. Ia mampu
untuk mengintropeksi dirinya sendiri sebelum mengintropeksi orang
lain, dan mampu untuk mengubahnya menjadi lebih baik agar diterima
di lingkungannya.
19
b. Konsep diri negatif
Individu yang memiliki konsep diri negatif cenderung ingin menang sendiri
(Sarastika, 2014). Tanda-tanda indvidu yang memiliki konsep diri negatif adalah sebagia
berikut:
1) Tidak tahan kritikan
Orang ini sangat tidak tahan kritikan yang diterimanya dan mudah marah
atau naik pitam. Hal ini, dilihat dari faktor yang mempengaruhi diri,
individu tersebut belum dapat mengendalikan emosinya, sehingga kritikan
dianggap sebagi hal yang salah. Bagi orang seperti ini koreksi sering
dipersepsi sebagai usaha untuk menjatuhkan harga dirinya. Dalam
berkomunikasi orang yang memiliki konsep diri negatif cenderung
menghindari dialog yang terbuka, dan bersikeras mempertahankan
pendapatnya dengan berbagai logika yang keliru
2) Responsif sekali terhadap pujian
Walaupun ia berpura-pura menghindari pujian, ia tidak dapat
menyembunyikan antusiasmenya pada waktu penerimaan pujian. Buat
orang seperti ini, segala macam embel-embel yang menjujung harga dirinya
menjadi pusat perhatiaan. Bersama dengan kesenangannya terhadap
pujian, merekapun hiperkritis terhadap orang lain.
20
3) Cenderung bersikap hiperkritis
Selalu mengeluh, mencela atau meremehkan apapun dan siapapun, mereka
tidak pandai dan tidak sanggup mengungkapkan penghargaan atau
pengakuan pada kelebihan orang lain.
4) Cenderung merasa tidak disenangi oleh orang lain
Sering merasa tidak diperhatikan, karena itulah ia bereaksi pada orang lain
sebagi musuh, sehingga tidak dapat melahirkan kehangatan dan keakraban
persahabatan. Hal ini berarti individu tersebut merasa rendah diri atau
bahkan berperilaku yang tidak disenangi, misalkan membenci, mencela
atau bahkan yang melibatkan fisik yaitu mengajak berkelahi.
5) Bersikap pesimis terhadap kompetisi
Hal ini terungkap dalam keengganannya untuk bersaing dengan orang lain
dalam membuat prestasi. Ia akan menganggap tidak akan berdaya melawan
persaingan yang merugikan dirinya. Jadi pada dasarnya orang yang
memiliki konsep diri positif dia akan yakin dengan kemampuan yang
dimilikinya dan memandang baik tentang dirinya, sehingga selalu bersikap
optimis, percaya diri dan selalu bersikap positif dan teguh terhadap segala
sesuatu, juga terhadap kegagalan yang dialami. Kegagalan tidak dijadikan
sebagai akhir dari semua, namun akan dijadikan sebagai pelajaran untuk
melangkah kedepan yang lebih baik.
Seperti yang dikatakan Susana dkk (2006, dalam Azizi 2014) bahwasanya orang
yang memiliki konsep diri positif yang ditunjukan melalui self esteem yang tinggi, segala
perilaku akan tertuju pada keberhasilan. Begitu juga sebaliknya orang yang memiliki
21
konsep diri yang negatif dia lebih cenderung merasa kurang percaya diri dengan
kemampuan yang dimilikinya contohnya, merasa lemah, tidak berdaya, tidak dapat
berbuat apa-apa, gagal, malang, tidak menarik, tidak disenagi dan kehilangan daya tarik
terhadap hidup. Orang yang memiliki sifat seperti ini ia cenderung bersifat pesimistik
terhadap kehidupannya dan kesempatan yang dihadapinya. Seperti yang dikatakan
Susana dkk (2006, dalam Azizi 2014). Individu yang mempunyai gambaran negatif
tentang dirinya, maka akan muncul evaluasi negatif pula tentang dirinya. Segala
informasi positif tentang dirinyaakan diabaikannya, dan informasi negatif yang sesuai
dengan gambaran dirinya akan disimpan.
2.1.5 Pembentukan konsep diri
Menurut Copersmith (dalam bukunya Susana dkk, 2006) ada 4 faktor yang
berperan dalam pembentukan konsep diri individu, yakni:
a. Faktor kemampuan
Setiap individu mempunyai kemampuan. Oleh karenanya kemampuan yang
ada pada diri setiap individu harus di latih dan dikembangkan. Karena setiap
individu mempunyai peluang untuk mengembangkan kemampuan sehingga
dapat melakukan sesuatu.
b. Faktor perasaan
Setiap individu harus memupuk rasa dalam setiap aktivitas sekecil apapun dan
sederhana apapun, supaya tidak merasa hampa atau merasa rendah diri.
c. Faktor kebajikan
Ketika diri individu telah memiliki perasaan berarti, maka akan tumbuh
kebajikan dalam dirinya. Sehingga merasa lingkungan adalah tempat yang
menyenangkan dan nyaman. Tempat dengan atmosfir yang nyaman akan
menjadikan diri individu berbuat kebajikan bagi lingkungannya.
22
d. Faktor kekuatan
Pola perilaku berkarateristik positif memberikan kekuatan bagi individu akan
dapat menghalau upaya yang negatif. Sebagi contoh, takut untuk menyontek,
berbohong, dan melakukan perbuatan yang negatif yang lainnya.
Keempat faktor tersebut harus dimiliki oleh setiap diri individu supaya
memiliki konsep diri yang positif. Begitu juga sebaliknya jika dalam diri individu tidak
tertanam empat faktor pembentukan konsep diri maka akan berdampak negatif dalam
pembentukan konsep diri.
Pembentukan konsep diri dapat dilihat dari sudut karakteristik yang beragam.
Keragaman ini disebabkan karena keberadaan sifat dan lingkungan hidup yang
beragam. Konsep diri terbentuk dan berkembang berdasarkan pengalaman dan
inteprestasi dari lingkungan, penilaian orang lain, atribut, dan perilaku diri. Menurut
Shavelson & Roger (1982, dalam Suroso dkk 2012) mengatakan bahwa pengembangan
konsep diri berpengaruh terhadap perilaku yang ditampilkan, sehingga bagimana orang
lain memperlakukan dan apa yang dikatakan orang lain tentang individu akan dijadikan
acuan untuk menilai diri sendiri.
Proses pembentukan konsep diri yaitu interaksi yang pertama kali dilakukan
oleh individu sejak dia lahir dengan keluarga. Keluarga mempunyai peran penting
dalam individu untuk membentuk konsep diri. Sikap atau respon dari significant other
akan menjadi bahan infomasi bagi diri individu untuk menilai siapa dirinya.
Sebagaimana yang dikatakan oleh Bergen dan Braithwaite (2009, dalam Julia, 2013)
bahwa keluarga menjadi acuan oleh individu bagaimana pandangan tentang sesuatu
yang nantinya akan berpengaruh dalam proses pembentukan diri individu. George
Herbert Mead (1934, dalam Julia, 2013) mengatakan bahwa konsep diri dibentuk dan
23
berkembang melalui komunikasi. Individu menginternalisasikan pesan yang diterima
dengan dua tipe perspektif yang disampaikan pada individu yaitu:
a. Orang terdekat
Orang yang pertama kali mempengaruhi diri individu (significant others) serta
membentuk konsep diri pada individu yaitu melakukan interaksi dengan
orang terdekat yang memiliki kedekatan secara emosional pada individu.
b. Masyarakat umum
Perspektif mengenai masyarakat umum atau disebut dengan (generalized others)
juga dapat mempengaruhi pembentukan individu. Dimana konsep diri
dipengaruhi oleh pandangan oranglain secara umum didalam kelompok
sosial. Kelompok sosial yang mendominasi dilingkungan yang ditinggali
individu akan mempengaruhi pembentukan konsep diri.
2.1.6 Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan konsep diri
Beberapa faktor yang mempengaruhi konsep diri pada individu yaitu; pola asuh
orang tua, kegagalan, depresi, stress, kritik internal, peniruan, dan hubungan personal
(Halida (2014). Demikian pula Hurlock, menyebutkan faktor-faktor yang
memengaruhi perkembangan konsep diri adalah: jasmani, cacat jasmani, kondisi fisik,
produksi kelenjar tubuh, pakaian, nama dan panggilan, kecerdasan, tingkat aspirasi,
emosi, pola kebudayaan, sekolah, status sosial dan keluarga (Zulfan & Wahyuni, 2012).
Jadi banyak sekali faktor-faktor yang memengaruhi perkembangan konsep diri, namun
dalam tulisan ini hanya dikemukakan beberapa faktor saja yang diperkirakan besar
pengaruhnya terhadap perkembangan konsep diri, yaitu:
a. Faktor lingkungan dan keluarga
Dalam lingkungan keluarga, orang yang pertama dikenal seorang anak adalah
orang tuanya dan anggota keluarga yang lain. Empat atau lima tahun pertama dalam
24
kehidupan seseorang secara keseluruhan ada dalam lingkungan keluarga. Hal ini berarti
bahwa lingkungan sosial yang pertama dan utama bagi anak adalah lingkungan
keluarganya. Dalam proses perkembangan selanjutnya anak mulai berinteraksi dengan
orang di lingkungan yang lebih luas, misalnya teman sekolah atau teman bermain. Oleh
karena konsep diri itu terbentuk melalui interaksi dan pengalaman dengan orang-orang
yang berarti dalam kehidupannya, maka orang-orang tersebut adalah berperan penting
dalam pembentukan konsep diri anak.
Konsep diri merupakan mirror image dari kepercayaan seseorang terhadap
orang lain yang berarti dalam kehidupannya, maka hubungan dan suasana yang buruk
dalam keluarga dapat menimbulkan konsep diri yang tidak menguntungkan bagi anak.
Akibatnya, anak dapat menjadi pemberontak, agresif, menarik diri atau mementingkan
diri sendiri. Pola tingkah laku yang tidak matang dan tidak sosial yang diakibatkan oleh
konsep diri yang tidak menguntungkan dapat berkembang dari lingkungan keluarga ke
lingkungan sosial yang lebih luas, sehingga memengaruhi hubungan anak dengan orang
lain, yang menyebabkan orang lain tidak menyenangi mereka. Hal ini akan
menimbulakan konsep diri yang tidak menguntungkan dalam lingkungan yang lebih
luas.
Orang tua sebagai pendidik utama dalam keluarga memegang peran penting
dalam perkembagan kepribadian anak. Hubungan orang tua dengan anak ditentukan
oleh sikap, perasaan dan keinginan orang tua terhadap anak. Dalam pembentukan
konsep diri peran orang tua sangat penting. Cara orang tua mengasuh anaknya akan
berpengaruh terhadap anak dalam menilai dirinya. Jika anak dapat pengalaman yang
baik dalam keluarga, maka ia akan dapat mengembangkan dan menilai dirinya secara
baik pula.
25
Penelitian Symond yang dikutip Johnson dan Medinnus (Zulfan & Wahyuni,
2012) menyimpulkan bahwa adanya kehangatan dalam keluarga berperan penting
dalam perkembangan konsep diri anak. Adanya rasa kehangatan dalam hubungan anak
dengan orang tua maka anak mempunyai sikap sosial, koperatif, emosinya stabil
menerima dirinya sendiri dan menghargai orang lain: sedangkan anak yang tidak dapat
merasakan kehangatan dengan orang tuanya akan merasa tidak aman, sulit
menyesuaikan diri, merasa rendah diri, dan kurang menghargai orang lain. Jadi
pengalaman-pengalaman yang diterima anak dalam keluarga akan memengaruhi
perkembangan dan pembentukan konsep diri anak.
b. Faktor kelompok dan teman sebaya
Teman sebaya merupakan salah satu kelompok sosial yang berperan penting
dalam proses sosialisasi anak. Dalam kelompok tersebut anak akan memperoleh
berbagai pengalaman belajar yang diperlukan bagi perkembangannya. Matin dan
Stendler menyebutkan beberapa peranan kelompok teman sebaya, yaitu: memeberi
model, memberikan penghargaan, memberikan identitas diri dan memberikan
semangat Respon anak terhadap teman-teman dalam kelompoknya bermacam-
macam, sebagain besar tergantung pada pengalaman masa kecil yang diperoleh di
rumah. Orang tua permisif dan dapat menciptakan rasa kehangatan, bersama anaknya,
memungkinkan anak mengembanagakan ciri-ciri kepribadian yang menyenangkan dan
dapat meningkatkan interaksi yang berhasil dengan teman-temannya. Anak yang
disenangi dan diterima oleh sebagian besar oleh temantemannya merupakan anak yang
populer (Zulfan & Wahyuni 2012).
c. Faktor citra diri (Body image)
Salah satu sumber yang penting dari konsep diri adalah citra diri. Hal ini
merupakan cara bagi seseorang melihat fisiknya, yang meliputi tidak hanya apa yang
26
dilihat dari pantauan cermin tetapi juga berdasarkan pengalaman melalui refleksi orang
lain. Menurut Fisher yang dikutip Eastwood (Zulfan & Wahyuni 2012) tidak ada yang
lebih menarik dilihat dari citra fisik, misalnya foto orang yang bersangkutan biasanya
menimbulkan keinginan bagi orang tersebut untuk melihat dirinya. Seseorang
cenderung tidak merasa bahagia bila ada hambatan dalam penampilan fisik dan kadang-
kadang menimbulkan ketidakpuasan.
Penelitian yang dilakukan Berscheld dkk, yang dikutip Alwate, (Zulfan &
Wahyuni 2012) menemukan bahwa responden yang mempunyai citra fisik diatas rata-
rata menunjukkan sifat yang lebih menyenangkan, intelegensinya lebih tinggi dan lebih
asertif dari responden yang mempunyai citra fisik dibawah rata-rata. Penelitian lain
yang dilakukan oleh Walster dkk, yang dikutip Baron dkk ( dalam Zulfan & Wahyuni,
2012) dalam eksperimen mereka menyimpulkan bahwa para mahasiswa dalam
melakukan dansa lebih menyukai pasangan yang lebih mempunyai daya tarik fisik.
Jadi penilaian yang positif terhadap keadaan fisik, baik dari diri sendiri
maupun dari orang lain akan membantu perkembangan konsep. diri kearah positif
karena penilaian yang positif akan menumbuhkan rasa puas, yang selanjutnya
merupakan awal dari penilaian positif terhadap diri sendiri. Dengan demikian, keadaan
dan penampilan fisik yang baik merupakan aspek yang penting untuk memperoleh
tanggapan yang baik dari lingkungan. Tanggapan tersebut merupakan refleksi yang
digunakan individu untuk menilai dirinya sendiri.
d. Faktor harga diri (self esteem)
Harga diri adalah deskripsi secara lebih mendalam mengenai citra diri yang
merupakan penilaian terhadap diri sendiri. Menurut Maslow (dalam Zulfan &
Wahyuni, 2012) pengertian harga diri adalah penghargaan terhadap diri sendiri dan
penghargaan dari orang lain. Penghargaan diri sendiri berasal dari kepercayaan diri,
27
kemandirian diri, dan kebebasan, sedangkan penghargaan dari orang lain timbul karena
adanya prestasi dan apresiasi. Harga diri akan berpengaruh pada tingkah laku seseorang
seperti yang dikatakan Robinson dan Shaver ( dalam Zulfan & Wahyuni, 2012) bahwa
kepuasan hidup dan kebahagiaan hidup memengaruhi korelasi dengan harga diri.
Kepuasan diri dicapai oleh orang yang dapat menyesuaikan diri dengan baik serta
terhindar dari rasa cemas, keraguraguan dan sintom psikomatik.
e. Faktor ideal diri (self ideal)
Sesorang biasanya suka meniru orang lain yang lebih superior darinya.
Contohnya, seperti seorang anak yang meniru orangtuanya. Tidak hanya dari tutur kata
ataupun bahasanya tapi juga perilakunya. Oleh sebab itu sebagai orang tua tentunya
harus dapat menjadi cermin yang dapat ditiru dan diteladani. Banyak faktor-faktor yang
dapat mempengaruhi seseorang sehingga ia menjadi populer. antara lain: mempunyai
toleransi, menyukai orang lain, flexsibel, simpatik, mempunyai daya tarik fisik, suka
humor gembira, dan sebagainya Mussen (Zulfan & Wahyuni, 2012). Seorang yang
ditolak oleh teman-temannya sering merasa malu, resesif, terkucil dan mementingkan
diri sendiri. Anak yang diterima oleh teman-temannya akan merasa lebih baik dari pada
anak yang ditolak oleh temantemanya. Berdasarkan uraian diatas dapat diambil
pengertian bahwa hubungan anak dengan teman-temanya akan berpengaruh terhadap
konsep dirinya.
2.2 Burn injury
Pengertian dari luka bakar sendiri dapat diartikan sebagai kerusakan fisik pada
manusia yang disebabkan oleh zat yang bersuhu tinggi atau yang dapat memicu suhu
tinggi, baik karena reaksi kimia maupun reaksi fisika, Poerwantoro (2008 dalam Pertiwi,
2013). Luka bakar adalah sebuah trauma hasil dari terpapar zat kimia, api, radiasi atau
karena aliran listrik. Perpindahan energi dari sumber panas ke tubuh manusia
28
menimbulkan efek–efek secara fisiologis, bahkan pada beberapa kasus mengakibatkan
kerusakan pada jaringan secara irreversible (Prasetyo, 2014).
Petterson (2000 dalam Pertiwi, 2013) menyatakan bahwa luka bakar terjadi
secara tiba-tiba, dan merupakan kejadian sangat buruk dan mengancam kehidupan
seseorang yang menimbulkan penyesuaian jangka pendek (seperti rasa sakit, penurunan
kondisi fisik secara umum) dan jangka panjang (seperti kerusakan penampilan).
Seseorang yang menyandang luka bakar di tubuhnya harus melalui masa penyesuaian
yang tidak mudah dalam merasakan sakit yang luar biasa saat peristiwa baru terjadi, saat
masa perawatan luka, dan saat menerima kondisi fisik yang tidak berfungsi seperti
sebelumnya hingga kerusakan penampilan. Banyak penderita luka bakar yang
memenuhi kriteria Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) dan diikuti dengan
ketidakpuasan akan body image yang signiikan BID (Body Image Disorder).
Brunner dan Suddarth menyatakan bahwa luka bakar merupakan trauma yang
berdampak paling berat terhadap fisik maupun psikologis, dan mengakibatkan
penderitaan sepanjang hidup seseorang, dengan angka mortalitas dan morbiditas yang
tinggi (Purwaningsih, 2014). Kegawatan psikologis tersebut dapat memicu suatu
keadaan stress pasca trauma atau post traumatic stress disorder (PTSD). Patterson
(2000 dalam Pertiwi, 2013) lebih lanjut menyatakan bahwa sebagian besar penderita
luka bakar mengalami masalah self-esteem dan depresi.
2.2.1 Klasifikasi Luka Bakar
Luka bakar dapat diklasifikasi melalui luas area tubuh yang terkena, derajat
kedalaman dan keparahan, serta lokasi-lokasi tubuh yang terkena luka bakar.
29
a. Luka bakar derajat I
Luka bakar derajat I kerusakan terbatas pada bagian superfisial epidermis, kulit
kering, hipermik memberikan efloresensi berupa eritema, tidak melepuh,nyeri
karena ujung saraf sensorik teriritasi. Penyembuhan 5-10 hari. Contohnya luka
bakar akibat sengatan matahari.
b. Luka bakar derajat II
Kerusakan meliputi epidermis dan sebagian dermis, berupa reaksi inflamasi
akut disertai proses eksudasi, melepuh, dasar luka berwarna merah atau pucat,
terletak lebih tinggi di atas permukaan kulit normal, nyeri karena ujung-ujung
saraf teriritasi. Luka bakar derajat II dibedakan menjadi dua: Derajat II dangkal
(superficial) yaitu kerusakan yang mengenai bagian superficial dari dermis,
apendises kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat. Penyembuhan dalam
waktu 10-14 hari. Derajat II dalam (deep) yaitu kerusakan yang mengenai
hampir seluruh bagian dermis, apendises kulit, kelenjar keringat, kelenjar
sebasea. Penyembuhan terjadi dalam waktu >1 bulan.
c. Luka bakar derajat III
Kerusakan meliputi seluruh ketebalan dermis dan lapisan yang lebih dalam,
apendises kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea rusak,
sudah ada pelepuhan, kulit berwarna abu-abu atau coklat, kering, letaknya lebih
rendah dibandingkan kulit sekitar karena koagulasi protein pada lapisan
epidermis dan dermis, tidak timbul rasa nyeri. Penyembuhan lama karena tidak
ada proses epitelisasi spontan.
30
d. Luka bakar derajat IV
Luka full thickness yang telah mencapai lapisan otot, tendon dan ltulang dengan
adanya kerusakan yang luas. Kerusakan meliputi seluruh dermis, organ-organ
kulit seperti folikel rambut, kelenjar sebasea dan kelenjar keringat mengalami
kerusakan, tidak dijumpai bula, kulit yang terbakar berwarna abu-abu dan
pucat, terletak lebih rendah dibandingkan kulit sekitar, terjadi koagulasi protein
pada epidemis dan dermis yang dikenal scar, tidak dijumpai rasa nyeri dan
hilang sensori karena ujung-ujung syaraf sensorik mengalami kerusakan dan
kematian. Penyembuhannya terjadi lebih lama karena ada proses epitelisasi
spontan dan rasa luka (Moenadjat, 2001).