BAB II TINJAUAN FILOLOGIS - abstrak.uns.ac.id · A. Bahasa naskah yang digunakan yaitu Jawa baru...

44
40 BAB II TINJAUAN FILOLOGIS Pada bab II ini menguraikan tentang tinjauan filologis yang dilakukan terhadap naskah BMK. Hal ini dilakukan untuk membahas permasalahan secara mendalam yang ada di dalam naksah. Tinjauan dilakukan sesuai dengan cara kerja filologi yaitu, dimulai dari penjabaran deskripsi BMK, membuat kritik teks, membuat suntingan teks yang dilengkapi dengan aparat kritik, dan terakhir terjemahan. A. Deskripsi Naskah Deskripsi naskah adalah suatu gambaran dan rincian mengenai wujud fisik naskah maupun isi naskah secara garis besar dengan tujuan untuk mempermudah pengenalan terhadap naskah beserta konteks isinya. Dalam bab ini, menguraikan deskripsi naskah BMK. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam mendeskripsikan naskah antara lain menyangkut informasi atau data mengenai: (1) judul naskah; (2) nomor naskah; (3) tempat penyimpanan naskah; (4) asal naskah; (5) keadaan naskah; (6) ukuran naskah; (7) tebal naskah; (8) jumlah baris pada setiap halaman naskah; (9) huruf , aksara, tulisan; (10) cara penulisan; (11) bahan naskah; (12) bahasa naskah; (13) bentuk teks; (14) umur naskah; (15) identitas pengarang atau penyalin; (16) asal- usul naskah; (17) fungsi sosial naskah; (18) iktisar teks/cerita (Emuch: 1986,2). Di bawah ini paparan mengenai hal tersebut :

Transcript of BAB II TINJAUAN FILOLOGIS - abstrak.uns.ac.id · A. Bahasa naskah yang digunakan yaitu Jawa baru...

Page 1: BAB II TINJAUAN FILOLOGIS - abstrak.uns.ac.id · A. Bahasa naskah yang digunakan yaitu Jawa baru ragam krama. Bahasa Jawa Baru terjadi pada zaman Surakarta awal (1700M). B. Bentuk

40

BAB II

TINJAUAN FILOLOGIS

Pada bab II ini menguraikan tentang tinjauan filologis yang dilakukan

terhadap naskah BMK. Hal ini dilakukan untuk membahas permasalahan secara

mendalam yang ada di dalam naksah. Tinjauan dilakukan sesuai dengan cara kerja

filologi yaitu, dimulai dari penjabaran deskripsi BMK, membuat kritik teks,

membuat suntingan teks yang dilengkapi dengan aparat kritik, dan terakhir

terjemahan.

A. Deskripsi Naskah

Deskripsi naskah adalah suatu gambaran dan rincian mengenai wujud fisik

naskah maupun isi naskah secara garis besar dengan tujuan untuk mempermudah

pengenalan terhadap naskah beserta konteks isinya. Dalam bab ini, menguraikan

deskripsi naskah BMK.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam mendeskripsikan naskah antara lain

menyangkut informasi atau data mengenai: (1) judul naskah; (2) nomor naskah; (3)

tempat penyimpanan naskah; (4) asal naskah; (5) keadaan naskah; (6) ukuran

naskah; (7) tebal naskah; (8) jumlah baris pada setiap halaman naskah; (9) huruf ,

aksara, tulisan; (10) cara penulisan; (11) bahan naskah; (12) bahasa naskah; (13)

bentuk teks; (14) umur naskah; (15) identitas pengarang atau penyalin; (16) asal-

usul naskah; (17) fungsi sosial naskah; (18) iktisar teks/cerita (Emuch: 1986,2). Di

bawah ini paparan mengenai hal tersebut :

Page 2: BAB II TINJAUAN FILOLOGIS - abstrak.uns.ac.id · A. Bahasa naskah yang digunakan yaitu Jawa baru ragam krama. Bahasa Jawa Baru terjadi pada zaman Surakarta awal (1700M). B. Bentuk

41

1. Judul Naskah

Buku maripating kapal (selanjutnya disingkat BMK).

Judul tersebut terdapat pada sampul luar naskah.

Selain itu terdapat juga pada teks BMK halaman 1 yaitu :

“punika makripat dhatêng kapal, pambuka katrangan …”

Terjemahan: ini makrifat tentang kuda, keterangan awal …

Gambar 18: Sampul luar naskah BMK

Gambar 19: Judul naskah terdapat dalam teks

( Naskah BMK hlm.1)

Page 3: BAB II TINJAUAN FILOLOGIS - abstrak.uns.ac.id · A. Bahasa naskah yang digunakan yaitu Jawa baru ragam krama. Bahasa Jawa Baru terjadi pada zaman Surakarta awal (1700M). B. Bentuk

42

2. Nomor Naskah

Naskah BMK terdapat pada beberapa katalog yaitu,

A. Katalog Descriptive Catalogus of the Javanese manuscripts

and Printed Book in the Main Libraries of Surakarta and

Yogyakarta (Girardet – Sutanto, 1983:384) pada nomor

kodek 25565.

B. Javanese Literature in Surakarta Manuscrips Volume 2

Manuscripts of The Mangkunegaran Palace (Nancy K.

florida, 2000:388) dengan nomor kodek MN 579 N6 SMP

16-17/11.

A. Katalog lokal Perpustakaan Reksa Pustaka Mangkunegaran

katagori fauna flora halaman 23 nomor kodek N6.

Adapun yang tertulis pada sampul luar naskah BMK adalah nomor

kodek N6

3. Tempat Penyimpanan Naskah

Naskah ini tersimpan di Perpustakaan Reksapustaka, Pura

Mangkunegaran Surakarta. Dibuktikan dengan adanya cap atau

stempel berbentuk oval tertulis “KANTOOR REKSOPOESTOKO

MANGKOENEGARAN” pada lembaran kosong halaman pertama

sebelum teks, dan halaman terakhir teks.

Page 4: BAB II TINJAUAN FILOLOGIS - abstrak.uns.ac.id · A. Bahasa naskah yang digunakan yaitu Jawa baru ragam krama. Bahasa Jawa Baru terjadi pada zaman Surakarta awal (1700M). B. Bentuk

43

Gambar 18. Cap kepemilikan (Kantoor Reksopoestoko Mangkoenagaran)

( Naskah BMK lembar pertama setelah sampul depan)

4. Asal Naskah

Tidak diketahui.

5. Keadaan Naskah

Naskah ini secara umum dalam keadaan masih baik, yaitu tulisannya

masih bisa dibaca, kertasnya masih mudah dibolak-balik. Sebagian

besar lembaran naskah masih dalam satu jilidan, walaupun ada yang

sudah lepas dari jilidan.

Naskah BMK ini pada awalnya mempunyai halaman yang berisi teks

sebanyak 31 halaman, akan tetapi setelah dilakukan observasi ke

tempat penyimpanan naskah, yaitu Perpustakaan Reksa Pustaka

Pura Mangkunegaran naskah ini hanya memuat 29 halaman saja.

Setelah dilakukan analisis secara mendalam naskah ini ternyata

tidak memiliki halaman 5 dan 6. Padahal, pada naskah BMK ini telah

dilakukan penyelamanat berupa penempatan naskah pada box hitam.

Akan tetapi hal ini tidak bisa mencegah kerapuhan kertas seiring

berjalannya waktu. Sehingga peneliti menyimpulkan bahwa 1

lembar teks telah rapuh dan terlepas dari jilidannya yang hanya

berupa ikatan tali jahit dan kemudian hilang.

Page 5: BAB II TINJAUAN FILOLOGIS - abstrak.uns.ac.id · A. Bahasa naskah yang digunakan yaitu Jawa baru ragam krama. Bahasa Jawa Baru terjadi pada zaman Surakarta awal (1700M). B. Bentuk

44

6. Ukuran Naskah

Tabel. 1 Ukuran Naskah BMK

Ukuran lebar naskah

Panjang 19 cm

Lebar 14, 3 cm

Ukuran teks (ruang tulisan)

Panjang 17 cm

Lebar 9,3 cm

Ukuran margin

Kanan 2,2 cm

Kiri 2,8 cm

Atas 1,5 cm

Bawah 0,5 cm

7. Tebal naskah

a. Tebal naskah adalah : 0,5 cm.

b. Jumlah total halaman : 35 hlm.

c. Jumlah halaman yang berisi teks : 29 hlm.

d. Jumlah halaman yang hilang : 2 hlm.

e. Halaman kosong sebelum teks : 1 lmb.

f. Halaman sampul : 2 lmb.

Page 6: BAB II TINJAUAN FILOLOGIS - abstrak.uns.ac.id · A. Bahasa naskah yang digunakan yaitu Jawa baru ragam krama. Bahasa Jawa Baru terjadi pada zaman Surakarta awal (1700M). B. Bentuk

45

8. Jumlah Baris Per Halaman

Jumlah baris tiap halaman pada naskah BMK tidak selalu sama.

Jumlah baris pada teks rata – rata 19 baris per halaman.

Jumlah baris pada teks yang dilengkapi dengan gambar ilustrasi

rata-rata 4 baris per halaman.

9. Huruf, Aksara, Tulisan

Huruf : Jawa

Aksara : Jawa Carik

Tulisan : Jarak antarbaris dan jarak antarhuruf teratur,

Jarak antar baris dan antar huruf renggang sehingga mudah dibaca.

Ditulis dengan tinta berwarna hitam dari awal hingga akhir teks.

10. Cara Penulisan

a. Teks BMK ditulis dengan memanfaatkan kedua sisi kertas, yaitu

bagian depan dan belakang atau recto verso. Penulisan diawali

dari kanan ke kiri, memenuhi arah lebarnya. BMK merupakan

teks yang berbentuk prosa atau gancaran. Dalam hal pengaturan

paragraf, penulis menggunakan tanda pada seperti pada teks

tembang. Tanda tersebut digunakan secara konsisten.

b. Penulisan tanda baca dalam naskah BMK berupa pada lingsa ( )

dan pada lungsi ( ) sebagai keterangan titik. Selain digunakan

sebagaimana mestinya, tanda koma atau pada lingsa digunakan

juga sebagai penanda angka.

Page 7: BAB II TINJAUAN FILOLOGIS - abstrak.uns.ac.id · A. Bahasa naskah yang digunakan yaitu Jawa baru ragam krama. Bahasa Jawa Baru terjadi pada zaman Surakarta awal (1700M). B. Bentuk

46

c. Cara Penomoran halaman tidak ada, hanya saja dilakukan

penambahan dari tangan ketiga memakai angka Arab

menggunakan pensil di sudut bawah sebelah kanan setiap

halaman teks.

d. Gambar yang memuat ilustrasi dalam naskah BMK diletakkan di

tengah-tengah halaman. Teks sebagai keterangan ditulis di

bawah gambar.

Gambar 20: Gambar ilustrasi naskah BMK (Naskah BMK hlm.9)

e. Penulisan naskah BMK juga mengalami beberapa kesalahan

tulis, oleh karena itu diperlukan cara untuk pembenaran tulisan

tersebut. Yaitu (a) mencoret atau mengarsir huruf yang dianggap

Page 8: BAB II TINJAUAN FILOLOGIS - abstrak.uns.ac.id · A. Bahasa naskah yang digunakan yaitu Jawa baru ragam krama. Bahasa Jawa Baru terjadi pada zaman Surakarta awal (1700M). B. Bentuk

47

salah, (b) menggosok huruf yang dianggap salah, (c)

memberikan dua sandhangan swara.

Gambar 21: Pembetulan kesalahan tulis dengan dicoret atau

diarsir (Naskah BMK hlm.23)

Gambar 22: Pembetulan kesalahan tulis dengan kesalahan tulis

dihapus (Naskah BMK hlm.20)

Gambar 23: Pembetulan kesalahan tulis dengan kesalahan tulis

diberi dua sandhangan swara (Naskah BMK hlm.13)

11. Bahan Naskah

Naskah ini ditulis menggunakan media berupa buku tulis dengan

kertas folio putih bergaris, tetapi sudah berubah warna menjadi

kecoklatan. Hal ini disebabkan oleh cuaca dan termakan usia.

Sampul naskah adalah soft cover atau kertas karton tipis berwarna

hijau lurik.

Page 9: BAB II TINJAUAN FILOLOGIS - abstrak.uns.ac.id · A. Bahasa naskah yang digunakan yaitu Jawa baru ragam krama. Bahasa Jawa Baru terjadi pada zaman Surakarta awal (1700M). B. Bentuk

48

12. Bahasa Naskah

Teks dalam naskah ini menggunakan bahasa Jawa baru ragam

krama. Akan tetapi terdapat penggunaan istilah sains atau ilmu

pengetahuan yang membahas tentang pertumbuhan dan

perkembangan kuda. Misalnya: poèl, rampas, lungse. Terdapat juga

istilah mistik Islam atau tasawuf. Misalnya: makripat, wiradat ing

dzad supe, dan wiradat ing dzad awon.

13. Bentuk Teks

Naskah ini berbentuk gancaran yaitu prosa. Akan tetapi setiap awal

paragraf dimulai dengan penanda bait/pada seperti pada teks naskah

yang berbentuk tembang. setiap bab diakhiri dengan garis horizontal

mengarah pada lebar teks.

14. Umur Naskah

Umur naskah tidak dicantumkan tersurat maupun tersirat. Tidak

ditemukan tanda-tanda untuk mengetahui umur naskah. Penentuan

umur naskah BMK dapat diperkirakan berdasarkan bahasa yang

digunakan, bentuk teks, dan penggunaan nama tokoh yang ada di

dalam teks.

A. Bahasa naskah yang digunakan yaitu Jawa baru ragam krama.

Bahasa Jawa Baru terjadi pada zaman Surakarta awal (1700M).

B. Bentuk teks gancaran atau prosa. Berdasarkan pendapat J.J.Ras

(1985) perkembangan penulisan menggunakan bentuk prosa di

wilayah Jawa dilakukan selama abad ke-19.

Page 10: BAB II TINJAUAN FILOLOGIS - abstrak.uns.ac.id · A. Bahasa naskah yang digunakan yaitu Jawa baru ragam krama. Bahasa Jawa Baru terjadi pada zaman Surakarta awal (1700M). B. Bentuk

49

C. Nama tokoh yang ada di dalam teks adalah terdapat pada teks

halaman dua

“ … Sadaya wau tanpa samar awit mawi wawaton trang, ingkang sampun kayakinakên kaliyan ingkang Sinuhun Kalijaga, tuwin sampun kangupakatakên dhatêng para wali sadaya. Sampun

mupakat sah mila kagêm waton ing karaton. Dening pratelanipun ing ngandhap punika”.

Terjemhan: Semua hal di atas dibahas secara jelas dengan

menggunakan dasar yang jelas, yang sudah diyakinkan oleh Sinuhun Kalijaga, dan sudah disetujui oleh para wali. Sudah mufakat sah

apabila keterangan yang membahasa tentang kuda ini digunakan sebagai dasar di Keraton. Adapun rinciannya di bawah ini.

Dari kutipan ini terdapat nama salah satu tokoh Walisanga, yaitu

Sinuhun Kalijaga atau yang biasa dikenal dengan Sunan Kalijaga.

Berdasarkan keterangan diatas, maka naskah BMK diperkirakan

ditulis kurang lebih sekitar akhir tahun 1900-an M.

15. Identitas Pengarang atau Penyalin

Dalam naskah ini tidak ditemukan nama pengarang atau penyalin

(anonim). Akan tetapi ditemukan catatan di akhir teks yang

bertuliskan “lêbda turangga” yang berarti orang yang mahir dalam

ilmu pengetahuan tentang kuda.

16. Asal-Usul Naskah

Tidak diketahui asal-usul naskah yang tersimpan di Perpustakaan

Reksa Pustaka Pura mangkunegaran.

Page 11: BAB II TINJAUAN FILOLOGIS - abstrak.uns.ac.id · A. Bahasa naskah yang digunakan yaitu Jawa baru ragam krama. Bahasa Jawa Baru terjadi pada zaman Surakarta awal (1700M). B. Bentuk

50

17. Fungsi Sosial Naskah

Fungsi sosial naskah BMK tidak ada, tetapi mempunyai fungsi sosial

teks karena di dalam naskah BMK terdapat kandungan ilmu

pengetahuan yang membahas kuda secara mendalam.

Naskah BMK berfungsi sebagai bacaan umum lebih bermanfaat

apabila dibaca oleh masyarakat yang berhubungan dengan hewan

khususnya kuda. Dalam naskah BMK ini, dijelaskan sifat kuda

sesuai umurnya.

18. Iktisar Teks/Cerita

Naskah berjudul BMK berisi tentang pertumbuhan dan

perkembangan kuda dari lahir bêlo hingga menjadi utamaning

turangga kuda yang siap untuk ditunggangi atau bisa digunakan

untuk meringankan pekerjaan manusia, dan kuda yang sudah tua

lungse atau sudah tidak digunakan lagi.

Dalam menjelaskan keadaan perkembangan kuda, penulis

menerangkan lebih detail perihal jumlah, bentuk, warna gigi dan

sifat kuda sesuai dengan umurnya. Bahkan dilengkapi dengan

gambar ilustrasi mengenai keadaana perkembangan gigi bêlo hingga

kuda dewasa.

Page 12: BAB II TINJAUAN FILOLOGIS - abstrak.uns.ac.id · A. Bahasa naskah yang digunakan yaitu Jawa baru ragam krama. Bahasa Jawa Baru terjadi pada zaman Surakarta awal (1700M). B. Bentuk

51

B. Kritik Teks

Kritik teks merupakan langkah awal dalam kerja filologi guna mendapatkan

suntingan teks. Pengertian kritik naskah menurut Paul Maas dalam Darusuprapta

(1984) ialah menempatkan teks pada tempat yang sewajarnya, memberikan

evaluasi terhadap teks, meneliti atau mengkaji lembaran naskah, lembaran bacaan

naskah yang mengandung kalimat atau rangkaian kata-kata tertentu.

Metode kritik teks secara umum dapat dibedakan menjadi dua yaitu untuk

metode edisi naskah tunggal dan metode edisi naskah jamak. Adapun yang dipakai

dalam penelitian ini adalah metode naskah tunggal.

Dalam langkah kerja ritik teks ditemukan kelainan atau varian dalam

penulisan naskah BMK, varian-varian tersebut meliputi lacuna, adisi, hypercorrect,

dan ketidakkonsistenan kata. Hal ini kemudian dikelompokan menjadi beberapa

jenis sebagai berukut:

a. Lacuna : huruf, kata, kalimat, bait yang terlewati

b. Adisi : bagian dari kata, suku kata, maupun kelompok

kata yang kelebihan.

c. Hypercorrect : perubahan ejaan karena pergeseran lafal.

Pengelompokan kelainan atau varian naskah BMK disusun dalam bentuk.

tabel untuk mempermudah pemahaman dibuat singkatan sebagai berikut:

No. : Nomor urut

hlm. : Halaman varian penulisan pada teks BMK

br : Baris. Letak varian kata dalam teks BMK. Perhitungan baris

dimulai dari paling atas baris 1 sampai bawah.

Page 13: BAB II TINJAUAN FILOLOGIS - abstrak.uns.ac.id · A. Bahasa naskah yang digunakan yaitu Jawa baru ragam krama. Bahasa Jawa Baru terjadi pada zaman Surakarta awal (1700M). B. Bentuk

52

@ : edisi teks didasarkan pada pertimbangan linguistik

# : edisi teks didasarkan pada konteks kalimat

Tabel 2. Daftar kata yang termasuk dalam katagori Lacuna huruf

No hlm br Teks BMK Edisi Arti

1. 2 14

naming … ingkang inggil

Naming 6

ingkang

inggil #

Hanya 6

yang atas

2. 4 11

naming …ingkang inggil

Naming 6

ingkang

inggil #

Hanya 6

yang atas

3. 18 11

Katupakan

Katumpakan

#@

Ditunggangi

4. 18 16

Pema

Poma@ Nasehat

5. 20 4

Pema

Poma@ Nasehat

6. 18 17

Pagalih

Panggalih@

#

Pikiran

Page 14: BAB II TINJAUAN FILOLOGIS - abstrak.uns.ac.id · A. Bahasa naskah yang digunakan yaitu Jawa baru ragam krama. Bahasa Jawa Baru terjadi pada zaman Surakarta awal (1700M). B. Bentuk

53

7. 20 10

Pagalih

Panggalih@

#

Pikiran

8. 22 14

Pagalih

Panggalih@

#

Pikiran

9. 25 17

Pagalih

Panggalih@

#

Pikiran

Tabel 3. Daftar kata yang termasuk dalam katagori Adisi huruf

No hlm br Teks BMK Edisi Arti

1. 14 6

Bêllo

Bêlo@ Anak kuda

2. 13 10

Lungseng

Lungse@# Tidak

digunakan

lagi

3. 24 11

Dangwêg

Dawêg@ Sudah selesai

Page 15: BAB II TINJAUAN FILOLOGIS - abstrak.uns.ac.id · A. Bahasa naskah yang digunakan yaitu Jawa baru ragam krama. Bahasa Jawa Baru terjadi pada zaman Surakarta awal (1700M). B. Bentuk

54

Tabel 4. Daftar kata yang termasuk dalam katagori Hypercorrect

No hlm Br Teks BMK Edisi Arti

1. 1 4

Sagêt

Sagêd@ Bisa

2. 1 16

Nupak

pupak#@ Lengkap

3. 1 12

Sagêt

Sagêd@ Bisa

4. 2 5

Kayakimakên

Kayakinakê

n@#

Diyakinkan

5. 2 8

kangupakatakên

kamupakata

kên@#

Dimufakatka

n

6. 7 4

Wujutipun

Wujudipun

@

Bentuk

Page 16: BAB II TINJAUAN FILOLOGIS - abstrak.uns.ac.id · A. Bahasa naskah yang digunakan yaitu Jawa baru ragam krama. Bahasa Jawa Baru terjadi pada zaman Surakarta awal (1700M). B. Bentuk

55

7. 13 3

Sagêt

Sagêd@ Bisa

8. 14 8

Wiradad

Wiradat@ Cara

9. 14 8

dzad

dzat@ sifat

10. 16 8

Wiradad

Wiradat@ Cara

11. 16 9

dzad

dzat@ sifat

12. 16 17

Lantib

Lantip@ Cerdas

13. 17 3

Dhandhang

Bandhang@

#

Berlari

kencang

Page 17: BAB II TINJAUAN FILOLOGIS - abstrak.uns.ac.id · A. Bahasa naskah yang digunakan yaitu Jawa baru ragam krama. Bahasa Jawa Baru terjadi pada zaman Surakarta awal (1700M). B. Bentuk

56

14. 17 6

Têgsih

Taksih@ Masih

15. 17 7

Untonipun

Untunipun# Giginya

16. 17 19

Sagêt

Sagêd@ Bisa

17. 18 12

Dhandhang

Bandhang@

#

Berlari

kencang

18. 19 10

Pandhandhangipun

Pambandha

ngipun@#

Berlarinya

19. 21 7

Wiradad

Wiradat@ Cara

20. 21 7

dzad

dzat@ sifat

Page 18: BAB II TINJAUAN FILOLOGIS - abstrak.uns.ac.id · A. Bahasa naskah yang digunakan yaitu Jawa baru ragam krama. Bahasa Jawa Baru terjadi pada zaman Surakarta awal (1700M). B. Bentuk

57

21. 23 8

Wiradad

Wiradat@ Cara

22. 23 8

dzad

dzat@ sifat

23. 23 10

Wiradad

Wiradat@ Cara

24. 23 11

dzad

dzat@ sifat

25. 23 17

Wiradad

Wiradat@ Cara

26. 23 17

dzad

dzat@ sifat

27. 24 13

Wiradad

Wiradat@ Cara

Page 19: BAB II TINJAUAN FILOLOGIS - abstrak.uns.ac.id · A. Bahasa naskah yang digunakan yaitu Jawa baru ragam krama. Bahasa Jawa Baru terjadi pada zaman Surakarta awal (1700M). B. Bentuk

58

28. 24 14

dzad

dzat@ sifat

29. 25 5

Wiradad

Wiradat@ Cara

30. 25 5

dzad

dzat@ sifat

31. 26 8

Wiradad

Wiradat@ Cara

32. 26 9

dzad

dzat@ sifat

33. 28 9

Wiradad

Wiradat@ Cara

34. 28 9

dzad

dzat@ sifat

Page 20: BAB II TINJAUAN FILOLOGIS - abstrak.uns.ac.id · A. Bahasa naskah yang digunakan yaitu Jawa baru ragam krama. Bahasa Jawa Baru terjadi pada zaman Surakarta awal (1700M). B. Bentuk

59

35. 30 5

Wiradad

Wiradat@ Cara

36. 30 6

dzad

dzat@ sifat

C. Suntingan Teks

Menurut Edwar Djamaris (1991) tujuan penyuntingan naskah adalah,

pertama untuk mendapatkan kembali teks yang mendekati asli, teks yang

autoritatis. Kedua untuk membebaskan teks dari segala macam kesalahan yang

terjadi pada waktu penyalinannya sehingga teks itu dapat dipahami sebaik-baiknya.

Secara umum penyuntingan teks dapat dibedakan dari jenis naskah yang

akan disunting. Naskah tunggal atau yang berjumlah satu, dilakukan dengan dua

metode, yaitu metode standard dan metode diplomatik. Sementara pada naskah

jamak, atau naskah yang berjumlah lebih dari satu dapat dilakukan dengan metode

gabungan dan metode landasan. Analisis suntingan teks naskah BMK,

menggunakan metode standar.

Dalam suntingan teks BMK disertai pedoman keterangan yang digunakan

dalam menyajikan suntingan teks beserta aparat kritiknya sebagai berikut :

a. Dalam suntingan teks, huruf kapital digunakan untuk menulis nama orang.

Sedangkan kata atau kelompok kata lainnya ditulis dengan huruf kecil.

Page 21: BAB II TINJAUAN FILOLOGIS - abstrak.uns.ac.id · A. Bahasa naskah yang digunakan yaitu Jawa baru ragam krama. Bahasa Jawa Baru terjadi pada zaman Surakarta awal (1700M). B. Bentuk

60

b. Simbol huruf /ê/ seperti ini dibaca seperti membaca kata bahasa Jawa

“êndhog” yang berarti telur. Adapun contoh kata pada bahasa Indonesia

seperti “menara”.

c. Simbol huruf /è/ seperti ini dibaca seperti membaca kata bahasa

Jawa“yèn”,yang berarti jika. Adapun contoh kata pada bahasa Indonesia

seperti “sukses”.

d. Simbol huruf /e/ seperti ini dibaca seperti membaca kata bahasa Jawa

“endah” yang berarti indah. Adapun contoh kata pada bahasa Indonesia

seperti “sate”.

e. Penulisan kata dasar yang berakhiran huruf /h/ dan mendapat akhiran /e/,

/-a/, /-an/, /-ane/, /-anira/ dalam penulisan aksara Jawa sering ditulis dengan

fonem /y/ atau /w/. Adapun dalam suntingan teks, fonem akan ditulis dengan

/h/.

Misalnya penulisan kata kagaliya ditansliterasikan kagaliha

kagaliya = kagaliha

f. Pemakaian tanda hubung untuk penulisan kata ulang (reduplikasi) dalam

teks misalnya kata ngatiyati ditransliterasikan ngati-ati.

ngatiyati= ngati-ati.

g. Penulisan dwipurwa (reduplikasi parsial) misalnya penulisan kata wawaton

ditransliterasikan menjadi wêwaton.

Page 22: BAB II TINJAUAN FILOLOGIS - abstrak.uns.ac.id · A. Bahasa naskah yang digunakan yaitu Jawa baru ragam krama. Bahasa Jawa Baru terjadi pada zaman Surakarta awal (1700M). B. Bentuk

61

wawaton = wêwaton.

h. Penulisan teks dengan penggunaan (ô) dibaca [ɔ] langsung disunting

misalnya penulisan kata sumongga ditransliterasikan sumangga.

sumongga = sumangga.

i. Kekhasan penulisan teks penggunaan sa rekan pada kata “santasa” dan

“manusa” yang berarti “sentausa” dan “manusia” langsung disunting

menjadi “santosa” dan “manungsa”.

satasa = santosa

manusa = manungsa

j. Kesalahan penulisan kata yang terletak pada halaman 13 baris ke-12 dari

atas seharusnya dapat dibaca “pratelanipun” akan tetapi karena huruf pa

mendapat dua sandhangan swara berupa taling dan wulu, maka langsung

disunting dan dibetulkan.

pratelanipun

k. Penulisan kata “bayu atotipun” langsung disunting “bayu ototipun”

disesuaikan dengan penggunaan bahasa pada Jogjakarta dan Surakarta.

Page 23: BAB II TINJAUAN FILOLOGIS - abstrak.uns.ac.id · A. Bahasa naskah yang digunakan yaitu Jawa baru ragam krama. Bahasa Jawa Baru terjadi pada zaman Surakarta awal (1700M). B. Bentuk

62

l. Dalam teks, tedapat angka Arab dalam kurung [1], [2], [3] … sebagai tanda

pergantian halaman dalam teks asli BMK.

m. Penggunaan angka Arab berukuran kecil berada di atas kata 1,2,3…dst

menunjukkan kritik teks yang disertai usulan kata terdapat di catatan kaki.

Berikut ini adalah sajian suntingan teks naskah BMK disertai dengan aparat

kritik sebagai kritik teks yang kemudian diusulkan pembetulan pada catatan kaki.

Suntingan Teks

BUKU MAKRIPATING KAPAL

[1] Punika makripat dhatêng kapal, pambuka katrangan ingkang anjalari sagêt1

sumêrêp ing wanci umuripun kapal. Awit kapal lair sangking biyungipun, ngantos

dumugi sêpuh lungse botên kangge. Utawi pambuka katrangan, ingkang jalari

sagêt2 sumêrêp sadaya kawontênan manahipun ing kapal sadèrèngipun nupak.3

Inggih kapal awit lair sangking biyungipun, ugi ngantos dumugi sê-[2] puh lungse

botên kangge. Sadaya wau tanpa samar awit mawi wêwaton trang, ingkang sampun

kayakimakên4 kaliyan ingkang Sinuhun Kalijaga, tuwin sampun kangupakatakên5

dhatêng para wali sadaya. Sampun mupakat sah mila kagêm waton ing Karaton.

Dening pratelanipun ing ngandhap punika.

Kapal bêlo awit lair sangking biyungipun, untu ingkang ngandhap naming…6

ingkang nginggil 6 i-[3]ji. Punika tanpa mawi cêmêng saha lêkok, tuwin warni alit-

alit pêthak. Manawi sampun kalampahan umur 1000 dintên, dados kirang langkung

1 sagêd @ 2 sagêd @ 3 pupak #@ 4 kayakinakên @# 5 kamupakatakên @# 6 naming 6 #

Page 24: BAB II TINJAUAN FILOLOGIS - abstrak.uns.ac.id · A. Bahasa naskah yang digunakan yaitu Jawa baru ragam krama. Bahasa Jawa Baru terjadi pada zaman Surakarta awal (1700M). B. Bentuk

63

kapal bêlo umur 3 taun, punika wiwit poèl. Têgêsipun awit angrêntahakên untu bêlo

amung sajodho ingkang têngah, ngantos dumugi umur 2000 dintên. Dados kirang

langkung kapal bêlo umur 6 taun punika, rêntah-[4]ipun untu bêlo têlas. Inggih

punika ingkang kawastanan rampas. Dening rampasipun wau manawi sampun

kalampahan sataun. Dados kapal umur 7 taun punika, untu ingkang ngandhap

naming7 ingkang nginggil 6 iji wau wontên cêmêngipun sadaya ngantos dumugi

umur 3000 dintên. Dados kirang langkung kapal umur 9 taun. Wondening [5]8 ,

[6]9, [7] ni jêne, kados jênenipun jagung. Utawi waradin papak, tuwin warni

wujutipun10 untu agêng-agêng. Wondening sadaya katranganipun untu kapal wau,

ingkang dados têtêngêr ing wanci umuripun kapal, kados ing ngandhap punika. [8]

punika untu kapal bêlo awit lair sangking biyungipun, dumugi umur 3 taun. [9]

7 naming 6 # 8 halaman terlepas dari jilidan dan hilang. 9 halaman terlepas dari jilidan dan hilang. 10 wujudipun @

Page 25: BAB II TINJAUAN FILOLOGIS - abstrak.uns.ac.id · A. Bahasa naskah yang digunakan yaitu Jawa baru ragam krama. Bahasa Jawa Baru terjadi pada zaman Surakarta awal (1700M). B. Bentuk

64

punika untu kapal umur 7 taun ngantos dumugi umur 9 taun. [10]

punika untu kapal umur 10 taun tumindak ngantos dumugi umur 12 taun. [11]

Page 26: BAB II TINJAUAN FILOLOGIS - abstrak.uns.ac.id · A. Bahasa naskah yang digunakan yaitu Jawa baru ragam krama. Bahasa Jawa Baru terjadi pada zaman Surakarta awal (1700M). B. Bentuk

65

punika untu kapal umur 13 taun tumindak ngantos dumugi umur 14 taun. [12]

punika untu kapal umur 16 taun tumindak dumugi umur 18 taun

sapanginggilipun.

Lêbda turangga

[13] punika makripat pambuka katrangan ingkang anjalari saget11 sumêrêp,

sadaya kawontênan manahipun ing kapal sadèrèngipun numpak. Inggih kapal awit

11 sagêd @

Page 27: BAB II TINJAUAN FILOLOGIS - abstrak.uns.ac.id · A. Bahasa naskah yang digunakan yaitu Jawa baru ragam krama. Bahasa Jawa Baru terjadi pada zaman Surakarta awal (1700M). B. Bentuk

66

lair sangking biyungipun, ugi ngantos sêpuh lungseng12 botên kangge. Wondening

pratelanipun kados ing ngandhap punika. [14]

punika untu kapal bêlo awit lair sangking biyungipun, ngantos dumugi umur 1000

dintên. Dados kirang langkung kapal bêllo13 umur 3 taun. Punika kawuningan

wiradad14 ing dzad15 supe. Ingkang anjalari nuwuhakên kawontênanipun manah,

inggih supe. [15]

12 lungse @# 13 bêlo @ 14 wiradat @ 15 dzat @

Page 28: BAB II TINJAUAN FILOLOGIS - abstrak.uns.ac.id · A. Bahasa naskah yang digunakan yaitu Jawa baru ragam krama. Bahasa Jawa Baru terjadi pada zaman Surakarta awal (1700M). B. Bentuk

67

punika untu kapal bêlo umur 4 taun tumindak. Wiwit angrêntahakên untu bêlo

sajodho ingkang têngah, ngantos dumugi umur 2000 dintên. Dados kirang

langkung kapal umur 6 taun. Punika anggènipun ang-[16]rêntahakên untu bêlo

têlas. Anaming kapal bêlo ing nalika umur 4 taun tumindak, ngantos dumugi umur

6 taun wau, punika kadunungan wiradad16 ing dzad17 2 bab. Ingkang 1 bab kêndho

bayu ototipun. Ingkang 2 bab èngêt.

Dening èngêt wau, ingkang anjalari nuwuhakên kawontênanipun manah lantib18

dhatêng pangajaran. Mila wau kapal bêlo ingkang dawêg [17] wanci umur

sumantên, bilih katumpakan malah dhandhang19 dhatêng pangajaran.

16 wiradat @ 17 dzat @ 18 lantip @ 19 bandhang @#

Page 29: BAB II TINJAUAN FILOLOGIS - abstrak.uns.ac.id · A. Bahasa naskah yang digunakan yaitu Jawa baru ragam krama. Bahasa Jawa Baru terjadi pada zaman Surakarta awal (1700M). B. Bentuk

68

Anaming sami sumêrêpa, kapal wau manawi têgsih20 untonipun21 bêlo, bilih

ngantos kaajar nyirig sapanunggilanipun, punika anggènipun dawêg kadunungan

kêndho bayu ototipun Kalajeng kêndho sapanginggilipun, wau kapal bêlo bilih

sampun rampas untonipun bêlo, punika botên sagêt22 dados ka-[18]pal. Inggih

kalajêng dados bêlo sapanginggilipun. Malah wêwah wulonipun lajêng tuwuh

gèmbèl, kados ing nalika dawêg lair sangking biyungipun. Mangka kapal ingkang

dawêg wanci umur sumantên wau, bilih katupakan23 tansah dhandhang24 dhatêng

pangajaran. Malah kapara miwiti dhatêng kasagêdan.

Amila pema25 ingkang santosa ing pagalih.26 Ingkang tansah èngêt, manawi

numpa-[19]k kapal ingkang dawêg wanci umur sumantên. Punika amung

kaèmplokana kimawon. Parlu naming nêdahakên margi ing radinan. Sampun

pisan-pisan ananduki pandhandhangipun27 kapal dhatêng pangajaran wau. Tur

punika sangking kajêngipun pun kapal bêlo piyambak. Bilih ngantos dipunturuti,

inggih lajêng sande kapal.

Kados ingkang [20] sampun kapratelakakên ing ngajêng wau. Amila pema28

wawêling punika ingkang tansah èngêt. Ingkang punika ing sarèhning sampun

katrangakên mênggah ing pangagêman, kula amung sumangga ing pagalih. 29[21]

20 taksih @ 21 untunipun # 22 sagêd @ 23 katumpakan # 24 bandhang @# 25 poma @ 26 panggalih @# 27 pambandhangipun @# 28 poma @ 29 panggalih @#

Page 30: BAB II TINJAUAN FILOLOGIS - abstrak.uns.ac.id · A. Bahasa naskah yang digunakan yaitu Jawa baru ragam krama. Bahasa Jawa Baru terjadi pada zaman Surakarta awal (1700M). B. Bentuk

69

punika untu kapal umur 7 taun ngantos dumugi umur 3000 dintên. Dados kirang

langkung kapal umur 9 taun. Punika kadunungan wiradad30 ing dzad31 birahi.

Ingkang anjalari nuwuhakên kawontênanipun manah, sura tanpa duga, mangkrak

murkangkara, nir baya wiweka, [22] tan langgêng lana. Ingkang makatên ing

saèstonipun wau kapal tansah awon.

Amila sami sumêrêpa, sadaya putra wayah kula ingkang sami rêmên ngingah

kapal, tuwin rêmên nitih jaran, manawi kapal dawêg wanci umur sumantên, tamtu

kadunungan ingkang makatên. Punika ing pagalih 32 sampun ngantos gêla tuwin

cuwa, bilih ngantos gêla cuwa, mangka kapal kalampahan ngantos kabucal. [23]

inggih punika bêgjanipun ingkang dumugèkakên ngingah, margi punika mangke,

kapal wau manawi sampun dumugi ing wanci umuripun kadunungan wiradad33 ing

30 wiradat @ 31 dzat @ 32 panggalih @# 33 wiradat @

Page 31: BAB II TINJAUAN FILOLOGIS - abstrak.uns.ac.id · A. Bahasa naskah yang digunakan yaitu Jawa baru ragam krama. Bahasa Jawa Baru terjadi pada zaman Surakarta awal (1700M). B. Bentuk

70

dzad34 awon. Lajêng kadunungan wiradad35 ing dzad36 sae, lêstantun

sapanginggilipun.

Amila sami kagaliha, wau kewan dawêg wanci umur kadunungan wiradad37 ing

dzad38 awon. Inggih sampun bo-[24]tên kenging karaosakên. Ingkang awit

manusya punika, sami-sami titahipun Hyang Maha Suci wontên ing ngalam donya.

Punika botên wontên ingkang nyamèni ewadening manusya wau. Bilih dangwêg39

ing wanci umur kadunungan wiradad40 ing dzad41 ingkang nuwuhakên angkara

murka, dêgsura nir baya wiweka. Mungkuring parikrama, punika awis ingkang

kenging [25] kaèngêtakên.

Dening punika mangke, manawi sampun dumugi ing wanci umur kadunungan

wiradad42 ing dzad43 ingkang nuwuhakên sae, punika mèh tanpa kaèngêtakên. Wau

sadaya pratingkahipun ingkang awon kados dening mantun piyambak. Mila sadaya

ingkang sami rêmên kapal, ing sarèhning sampun katrangakên, mênggah ing

pangagêman, kula amung sumangga ing pagalih.44 [26]

34 dzat @ 35 wiradat @ 36 dzat @ 37 wiradat @ 38 dzat @ 39 dawêg @ 40 wiradat @ 41 dzat @ 42 wiradat @ 43 dzat @ 44 panggalih @#

Page 32: BAB II TINJAUAN FILOLOGIS - abstrak.uns.ac.id · A. Bahasa naskah yang digunakan yaitu Jawa baru ragam krama. Bahasa Jawa Baru terjadi pada zaman Surakarta awal (1700M). B. Bentuk

71

punika untu kapal umur 10 taun tumindak, ngantos dumugi umur 4000 dintên.

Dados kirang langkung kapal umur 12 taun. Punika kadunungan wiradad45 ing

dzad46 madya wêrda. Têgêsipun satêngah sêpuh. Inggih punika mêmpêng ingkang

anjalari nuwuh-[27]akên kawontênanipun manah. Wiwit tata kautamaning

turangga, sampun kathah manahipun ingkang lana, lêstantun sapanginggilipun.

[28]

45 wiradat @ 46 dzat @

Page 33: BAB II TINJAUAN FILOLOGIS - abstrak.uns.ac.id · A. Bahasa naskah yang digunakan yaitu Jawa baru ragam krama. Bahasa Jawa Baru terjadi pada zaman Surakarta awal (1700M). B. Bentuk

72

punika untu kapal umur 13 taun tumindak, ngantos dumugi umur 5000 dintên.

Dados kirang langkung kapal umur 15 taun. Punika kadunungan wiradad47 ing

dzad48 purwa wêrda. Têgêsipun wiwit sêpuh. Ingkang anjalari nuwuhakên

kawontênani- [29] pun manah. Têtêp kautamaning turangga, jatmika nayaning

aswa, nala surasaranta, titi têtêg ngati-ati, tan kewran sakèhing tatali, lêstantun

sapanginggilipun. [30]

punika untu kapal umur 16 taun tumindak, dumugi sapanginggilipun. Punika

kadunungan wiradad49 ing dzad50 tuhu wêrda. Têgêsipun sampun têmên sêpuh.

Ingkang anjalari nuwuhakên cêkak napas. Sudanipun ing roh, inggih punika kapal

ingkang ka- [31]wastanan sêpuh lungse botên kangge. Amargi kapal punika

wosipun ingkang dipunpitados amung satunggal, inggih amung napasipun.

Mangka punika napasipun sampun cêkak, lêstantun sapanginggilipun.

Sampun sah . cêtha lêbda turangga.

47 wiradat @ 48 dzat @ 49 wiradat @ 50 dzat @

Page 34: BAB II TINJAUAN FILOLOGIS - abstrak.uns.ac.id · A. Bahasa naskah yang digunakan yaitu Jawa baru ragam krama. Bahasa Jawa Baru terjadi pada zaman Surakarta awal (1700M). B. Bentuk

73

D. Terjemahan

Terjemahan adalah pemindahan bahasa dari bahasa sumber ke bahasa

sasaran. Pemindahan bahasa ini tidak bisa terlepas dari unsur makna. Makna yang

ada dalam bahasa sumber seharusnya juga sama dengan makna dalam bahasa

sasaran. Hasil terjemahan yang baik adalah kesesuaian makna dari bahasa sumber

ke bahasa sasarannya.

Proses terjemahan tidak hanya mengubah atau memindahkan sebuah teks

dari bahasa sumber ke bahasa sasaran, akan tetapi juga memindahkan kandungan

isi, pengetahuan sesuai dengan makna dalam bahasa asalnya. Secara garis besar,

Catford (1974) membagi terjemahan menjadi tiga jenis :

1. Terjemahan kata per kata : terjemahan yang tiap-tiap kata teks bahasa

sumber diikuti oleh kata-kata yang sepadan dalam bahasa sasaran. Jenis

terjemahan ini terikat oleh bentuk. Kata kerja dalam bahasa sumber juga

harus diikuti kata kerja dalam bahasa sasaran, jika dalam bahasa sumber

berupa kata benda terjemahannya juga kata benda, dan semacamnya.

2. Terjemahan harfiah : terjemahan antara terjemahan kata per kata dan

terjemahan bebas, berada di antara terjemahan kata per kata dan

terjemahan bebas. Menerjemahkan secara harfiah dimulai dari

menerjemahkan kata per kata kemudian gramatikanya disesuaikan

dengan bahasa sasaran

3. Terjemahan bebas : terjemahan yang tidak terikat oleh bentuk satuan-

satuan kebahasaan. Satuan kata dalam teks sumber terjemahannya tidak

harus berupa kata, tetapi boleh berupa frase atau kalimat.

Page 35: BAB II TINJAUAN FILOLOGIS - abstrak.uns.ac.id · A. Bahasa naskah yang digunakan yaitu Jawa baru ragam krama. Bahasa Jawa Baru terjadi pada zaman Surakarta awal (1700M). B. Bentuk

74

Dari ketiga jenis terjemahan di atas, untuk memperoleh interpretasi isi yang

terkandung dalam naskah, maka digunakan jenis terjemahan bebas. Dalam

penelitian naskah Jawa, hasil alih aksara akan diterjemahkan ke dalam bahasa

nasional atau Bahasa Indonesia.

Terjemahan Teks

Buku Makrifat Tentang Kuda

[1] ini makrifat tentang kuda, keterangan awal tentang kuda yang bisa digunakan

sebagai acuan penunjuk umur kuda. Mulai dari kuda terlahir dari induknya, sampai

tua lungse dan tidak bisa digunakan lagi, atau keterangan yang bisa digunakan

untuk penunjuk sifat kuda secara keseluruhan sebelum kuda bergigi lengkap, yaitu

kuda yang terlahir dari induknya hingga tua lungse [2] dan tidak bisa digunakan

lagi. Semua hal di atas dibahas secara jelas dengan menggunakan dasar yang jelas,

yang sudah diyakinkan oleh Sinuhun Kalijaga, dan sudah disetujui oleh para wali.

Sudah mufakat sah apabila keterangan yang membahasa tentang kuda ini digunakan

sebagai dasar di Keraton. Adapun rinciannya di bawah ini.

Anak kuda yang lahir dari induknya, gigi yang ada pada rahang bawah ada 6 buah

dan rahang atas berjumlah 6 [3] buah. Gigi-gigi ini tidak berwarna hitam dan

berlekuk-lekuk, akan tetapi berbentuk kecil-kecil berwarna putih. Apabila kuda

sudah memasuki umur 1000 hari, jadi kurang lebih anak kuda telah berumur 3 tahun

ini mulai poèl. Poèl artinya merontokan gigi anak kuda dimulai dari sepasang gigi

yang berada di tengah, hal ini terjadi sampai umur 2000 hari. Jadi kurang lebih anak

kuda yang telah berumur 6 tahun ini, peristiwa merontokan [4] gigi selesai.

Page 36: BAB II TINJAUAN FILOLOGIS - abstrak.uns.ac.id · A. Bahasa naskah yang digunakan yaitu Jawa baru ragam krama. Bahasa Jawa Baru terjadi pada zaman Surakarta awal (1700M). B. Bentuk

75

Ketika kuda sudah merontokan gigi dan kemudian digantikan dengan gigi yang

baru maka dinamakan rampas. Adapun peristiwa rampas itu apabila sudah terjadi

selama setahun. Jadi kurang lebih kuda berumur 7 tahun ini, gigi yang ada di rahang

bawah berjumlah 6 buah dan rahang atas berjumlah 6 buah dan semuanya berwarna

hitam. Sampai mencapai umur 3000 hari. Jadi kurang lebih kuda berumur 9 tahun.

Adapun [5], [6], [7] gigi anak kuda berwarna jêne yaitu putih kekuning-kuningan,

seperti warna jêne pada warna jagung, atau berbentuk rata dan rapi. Gigi-gigi kuda

yang berwarna jêne ini berbentuk besar-besar. Adapun semua keterangan gigi kuda

di atas dijadikan sebagai penunjuk dan acuan umur kuda, rinciannya seperti di

bawah ini. [8]

ini adalah gigi anak kuda yang terlahir dari induknya hingga berumur 3 tahun.[9]

Page 37: BAB II TINJAUAN FILOLOGIS - abstrak.uns.ac.id · A. Bahasa naskah yang digunakan yaitu Jawa baru ragam krama. Bahasa Jawa Baru terjadi pada zaman Surakarta awal (1700M). B. Bentuk

76

ini adalah gigi kuda berumur 7 tahun hingga berumur 9 tahun. [10]

ini adalah gigi kuda berumur 10 tahun berjalan hingga berumur 12 tahun. [11]

Page 38: BAB II TINJAUAN FILOLOGIS - abstrak.uns.ac.id · A. Bahasa naskah yang digunakan yaitu Jawa baru ragam krama. Bahasa Jawa Baru terjadi pada zaman Surakarta awal (1700M). B. Bentuk

77

ini adalah gigi kuda berumur 13 tahun berjalan hingga berumur 14 tahun. [12]

ini adalah gigi kuda berumur 16 tahun berjalan hingga berumur 18 tahun dan

seterusnya.

Lebda turangga

[13] ini makrifat tentang kuda, keterangan awal tentang kuda yang bisa digunakan

penunjuk dan acuan sifatkuda sebelum ditunggangi, yaitu mulai kuda yang terlahir

dari induknya, hingga tua lungse dan tidak bisa digunakan lagi. Adapun rinciannya

tertera di bawah ini. [14]

Page 39: BAB II TINJAUAN FILOLOGIS - abstrak.uns.ac.id · A. Bahasa naskah yang digunakan yaitu Jawa baru ragam krama. Bahasa Jawa Baru terjadi pada zaman Surakarta awal (1700M). B. Bentuk

78

ini gigi anak kuda mulai terlahir dari induknya, sampai berumur 1000 hari. Jadi

kurang lebih anak kuda berumur 3 tahun. Pada umur ini, dinamakan keadaan sifat

lupa. Yang menyebabkan keadaan sifatnya itu adalah lupa. [15]

Page 40: BAB II TINJAUAN FILOLOGIS - abstrak.uns.ac.id · A. Bahasa naskah yang digunakan yaitu Jawa baru ragam krama. Bahasa Jawa Baru terjadi pada zaman Surakarta awal (1700M). B. Bentuk

79

ini gigi anak kuda berumur 4 tahun. Anak kuda ini mulai merontokan gigi-giginya

dimulai dari sepasang gigi yang berada di tengah, sampai berumur 2000 hari. Jadi

kurang lebih kuda berumur 6 tahun, peristiwa [16] merontokannya habis.

Sementara itu anak kuda ketika memasuki umur 4 tahun, sampai berumur 6 tahun

ini dinamakan keadaan yang menyangkut 2 sifat. Yaitu bab 1 keadaan mulai

mengendor otot-ototnya. Yang bab 2 ingat. Adapun ingat ini, yang menyebabkan

tumbuhnya keadaan sifat kuda yang cerdas dalam pembelajaran. sehingga anak

kuda yang sudah [17] genap usia sekian jika ditunggangi justru berlari kencang

terhadap pembelajaran.

Akan tetapi ketahuilah, bahwa kuda itu apabila masih mempunyai gigi anak kuda

jika sampai diajari berjalan, berlari-lari kecil dan seterusnya ini bisa dilakukan saat

keadaan mulai mengendor otot-ototnya. Ini tidak bisa menjadi [18] kuda. Akan

tetapi tetap menjadi anak kuda seterusnya. Justru akan tumbuh bulu hingga lebat,

seperti ketika kuda terlahir dari induknya. Maka kuda yang sudah genap berumur

sekian, jika ditunggangi akan selalu berlari kencang pada pembelajaran. justru akan

mulai bisa dikendalikan. Sehingga harus serius kukuh pada pikirannya. Yang selalu

[19] diingat apabila menunggangi kuda yang genap berumur sekian ini adalah

ikutilah kemauannya saja. Hanya perlu mengajarinya berjalan di jalan yang rata.

Jangan sekali-kali menambah kecepatan lari kuda pada saat pembelajaran. juga ini

dari keinginan anak kuda itu sendiri. Bila sampai dituruti kemudian kuda itu tidak

mau diajari lagi, seperti yang sudah dijelaskan di atas. Maka akhirnya kuda ini akan

selalu ingat. Yang seperti ini karena sudah [20] dijelaskan bagaimana cara

memperlakukan kuda selanjutnnya saya hanya mempersilahkan berfikir ulang. [21]

Page 41: BAB II TINJAUAN FILOLOGIS - abstrak.uns.ac.id · A. Bahasa naskah yang digunakan yaitu Jawa baru ragam krama. Bahasa Jawa Baru terjadi pada zaman Surakarta awal (1700M). B. Bentuk

80

ini adalah gigi kuda berumur 7 tahun hingga berumur 3000 hari. Jadi kurang lebih

kuda berumur 9 tahun ini, ketepatan masa kuda dalam sifat birahi. Yang

menyebabkan keadaan sifat dan sifatini adalah serba tanpa dugaan, hanya teriak-

teriak, tanpa bisa berhati-hati [22] tidak lestari selamanya. Keadaan seperti ini

sebenarnya ketika kondisi kuda senantiasa galak. Sehingga ketahuilah anak cucu

saya semua yang menyukai memelihara kuda, juga menyukai menunggang kuda,

apabila kuda genap umur sekian ini, pasti dalam keadaan seperti ini. Sehingga

jangan sampai kecewa dan menyesal karena apabila sampai kecewa maka kuda

bisa-bisa akan kalian buang.

[23] Akan tetapi beruntunganlah bagi orang yang memelihara dan hingga bisa

ternak kuda. Kuda apabila sudah sampai pada umur keadaan sifat buruk, kemudian

keadaan sifat baik dan lestari seterusnya. Sehingga mari dipikirkan kembali ketika

kuda genap berumur keadaan sifat buruk. Yaitu jangan sampai dirasakan. [24]

Karena manusia dan hewan adalah sama-sama mahluk Tuhan yang Maha Suci yang

ada di alam dunia ini. keadaan ini tidak ada yang menyamai walaupun manusia itu.

Apabila kuda genap pada umur keadaan sifat yang menyebabkan kemarahan, tidak

Page 42: BAB II TINJAUAN FILOLOGIS - abstrak.uns.ac.id · A. Bahasa naskah yang digunakan yaitu Jawa baru ragam krama. Bahasa Jawa Baru terjadi pada zaman Surakarta awal (1700M). B. Bentuk

81

mengerti tata krama, tidak berhati-hati pada keburukan, hilangnya kerumitan itu,

inilah pelajaran mahal yang harus selalu [25] diingat. Adapun saat nanti apabila

sudah pada umur keadaan sifat yang menumbuhkan kebaikan, kejadian di atas

sudah dilupakan. Semua itu kelakuan yang buruk seperti sembuh sendiri. Sehingga

semua orang yang menyukai kuda, karena sudah diterangkan di atas bagaimana

merawat dan memperlakukannya, saya hanya mempersilahkan dipikir ulang. [26]

ini adalah gigi kuda selama berumur 10 tahun hingga berumur 4000 hari. Jadi

kurang lebih kuda berumur 12 tahun ini keadaan sifat madya wêrda, maksudnya

setengah tua. Yaitu keadaan kuda dalam keadaan yang menumbuhkan [27] sifat

rajin. Mulai dari keutamaan turangga, sudah banyak keadaan hatinya yang tetap,

lestari seterusnya. [28]

Page 43: BAB II TINJAUAN FILOLOGIS - abstrak.uns.ac.id · A. Bahasa naskah yang digunakan yaitu Jawa baru ragam krama. Bahasa Jawa Baru terjadi pada zaman Surakarta awal (1700M). B. Bentuk

82

ini adalah kuda selama berumur 13 tahun hingga umur 5000 hari. Jadi kurang lebih

kuda berumur 15 tahun ini keadaan sifat purwa wêrda, maksudnya mulai tua. Yang

menyebabkan tumbuhnya keadaan [29] hati. Tetap keutamaan turangga, tingkah

laku yang sopan, hati yang merasa sedih, teliti cermat dan hati-hati, tidak menyerah

pada banyaknya rintangan, lestari seterusnya. [30]

ini gigi kuda memasuki umur 16 tahun, seterusnya sampai kuda mati. Ini dinamakan

keadaan sifat tuhu wêrda, maksudnya sudah benar-benar tua. Pada umur ini, nafas

Page 44: BAB II TINJAUAN FILOLOGIS - abstrak.uns.ac.id · A. Bahasa naskah yang digunakan yaitu Jawa baru ragam krama. Bahasa Jawa Baru terjadi pada zaman Surakarta awal (1700M). B. Bentuk

83

kuda mulai pendek. Berkurangnya roh. Yang seperti inilah kuda yang disebut [31]

tua lungse dan tidak dapat digunakan lagi. Karena inti yang dicari pada kuda hanya

satu yaitu nafasnya. Maka nafas kuda yang pendek-pendek itu sudah lestari sampai

kuda mati.

Sudah sah. Jelas lêbda turangga