BAB II TEORI PEMBELAJARAN MENYUNTING TEKS …repository.unpas.ac.id/10711/4/BAB II.pdf · Dan...

32
17 BAB II TEORI PEMBELAJARAN MENYUNTING TEKS EKSPLANASI KOMPLEKS BERFOKUS PADA PENGGUNAAN KONJUNGSI DENGAN MENGGUNAKAN METODE SNOWBALL THROWING 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Kedudukan Pembelajaran Menyunting Teks Eksplanasi Kompleks Berfokus pada Penggunaan Konjungsi dalam Kurikulum 2013 Kurikulum merupakan landasan atau acuan bagi setiap proses pembelajaran di sekolah. Kurikulum digunakan sebagai pedoman utama dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran. Dengan adanya kurikulum, proses pembelajaran dapat terencana dengan baik, sehingga tujuan pembelajaran dapat dicapai dengan efektif dan efisien. Pada dasarnya kurikulum merupakan seperangkat rencana pengaturan mengenai isi dan bahan serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar. Kurikulum 2013 berbasis kompetensi dapat dimaknai sebagai suatu konsep kurikulum yang menekankan pada pengembangan kemampuan melakukan tugas-tugas dengan standar tertentu, sehingga hasilnya dapat dirasakan oleh peserta didik. Di dalam kurikulum 2013 terdapat KI dan KD yang merupakan jenjang yang harus dilalui peserta didik untuk sampai pada kompetensi lulusan jenjang satuan pendidikan.

Transcript of BAB II TEORI PEMBELAJARAN MENYUNTING TEKS …repository.unpas.ac.id/10711/4/BAB II.pdf · Dan...

17

BAB II

TEORI PEMBELAJARAN MENYUNTING TEKS EKSPLANASI

KOMPLEKS BERFOKUS PADA PENGGUNAAN KONJUNGSI

DENGAN MENGGUNAKAN METODE SNOWBALL THROWING

2.1 Kajian Teori

2.1.1 Kedudukan Pembelajaran Menyunting Teks Eksplanasi Kompleks

Berfokus pada Penggunaan Konjungsi dalam Kurikulum 2013

Kurikulum merupakan landasan atau acuan bagi setiap proses

pembelajaran di sekolah. Kurikulum digunakan sebagai pedoman utama dalam

pelaksanaan kegiatan pembelajaran. Dengan adanya kurikulum, proses

pembelajaran dapat terencana dengan baik, sehingga tujuan pembelajaran dapat

dicapai dengan efektif dan efisien. Pada dasarnya kurikulum merupakan

seperangkat rencana pengaturan mengenai isi dan bahan serta cara yang

digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar.

Kurikulum 2013 berbasis kompetensi dapat dimaknai sebagai suatu

konsep kurikulum yang menekankan pada pengembangan kemampuan

melakukan tugas-tugas dengan standar tertentu, sehingga hasilnya dapat

dirasakan oleh peserta didik. Di dalam kurikulum 2013 terdapat KI dan KD yang

merupakan jenjang yang harus dilalui peserta didik untuk sampai pada

kompetensi lulusan jenjang satuan pendidikan.

18

2.1.1.1 Kompetensi Inti

Pemerintah menentukan sebuah penetapan peraturan tentulah tidak

seenaknya, apalagi yang berhubungan dengan dunia pendidikan. Penentuan

kompetensi inti pada setiap jenjang pendidikan telah dirumuskan sesuai usia

peserta didik dan disejajarkan dengan rata-rata kemampuan kognitif, afektif dan

psikomotor yang dimilikinya. Penentuan kompetensi tentulah diharapkan dapat

mengembangkan seluruh kemampuan yang dimilikinya. Sejalan dengan Tim

Kemendikbud (2013: 9) yang mendeskripsikan kompetensi inti sebagai berikut:

Kompetensi inti dirancang seiring dengan meningkatnya usia peserta didik

pada kelas tertentu. Melalui kompetensi inti, integrasi vertikal berbagai

kompetensi dasar pada kelas yang berada dapat dijaga. Rumusan kompetensi

inti menggunakan notasi sebagai berikut: (1) kompetensi inti-1 (KI-1) untuk

kompetensi inti sikap spriritual; (2) kompetensi inti-2 (KI-2) untuk

kompetensi inti sikap sosial; (3) kompetensi inti-3 (KI-3) untuk kompetensi

inti pengetahuan; dan (4) kompetensi inti-4 (KI-4) untuk kompetensi inti

keterampilan

Selain itu Mulyasa (2013: 174) mendeskripsikan kompetensi inti sebagai

berikut.

Kompetensi inti merupakan operasionalisasi Standar Kompetensi

Lulusan dalam bentuk kualitas yang harus dimiliki yang harus dimiliki

oleh peserta didik yang telah menyelesaikan pendidikan pada satuan

pendidikan tertentu, yang menggambarkan kompetensi utama yang

dikelompokkan ke dalam aspek sikap, keterampilan, dan pengetahuan

yang harus dipelajari peserta didik untuk suatu jenajang sekolah, kelas,

dan mata pelajaran.

Dari kedua penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa kompetensi

inti pada kurikulum 2013 terdiri dari 4 aspek, yaitu aspek sikap religius, aspek

sikap sosial, aspek pengetahuan, dan aspek keterampilan. Keempat aspek

tersebut harus dikuasai oleh peserta didik selama dan setelah proses

19

pembelajaran berlangsung, sehingga tujuan pembelajaran yang diharapkan akan

tercapai secara efektif dan efisien.

2.1.1.2 Kompetensi Dasar

Kompetensi Dasar merupakan kompetensi setiap mata pelajaran yang

diturunkan dari kompetensi inti. Iskandarwassid dan Sunendar (2013: 170)

mengatakan, bahwa kompetensi dasar adalah pernyataan minimal atau memadai

tentang pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai-nilai yang direfleksikan

dalam kebiasaan berpikir dan bertindak setelah peserta didik menyelesaikan

suatu aspek atau subaspek mata pelajaran tertentu.

Majid (2012: 43) menyatakan, bahwa kompetensi dasar dirumuskan

dengan menggunakan kata-kata kerja operasional, yaitu kata kerja yang dapat

diamati dan diukur. Misalnya membandingkan, menghitung, menyusun,

memproduksi, dan sebagainya.

Dari kedua pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa kompetensi dasar

merupakan kompetensi yang terdiri dari sikap, pengetahuan, dan keterampilan

yang bersumber pada kompenetnsi inti dan harus dikuasai oleh peserta didik.

Kompetensi dasar juga dapat menjadi bahan untuk guru dalam merumuskan

indikator pencapaian, pengembangan materi, dan kegiatan pembelajaran yang

dirumuskan dengan kata kerja operasional yang dapat diukur. Dalam hal ini,

pembelajaran menyunting teks eksplanasi kompleks berfokus pada penggunaan

konjungsi merupakan suatu kegiatan pembelajaran yang terdapat pada

Kompetensi Dasar (KD) 4.3 yaitu menyunting teks cerita pendek, cerita ulang,

20

eksplanasi kompleks, dan ulasan film/drama yang koheren sesuai dengan

karakteristik yang akan dibuat baik secara lisan maupun tulisan (Tim

Depdiknas).

2.1.1.3 Indikator

Indikator merupakan sebuah kriteria atau patokan yang dijadikan acuan

pendidik dalam melaksanakan sebuah proses pembelajaran, sehingga dapat

diketahui batas minimal pencapaian peserta didik pada materi tertentu. Majid

(2012: 53) menyatakan, bahwa indikator adalah kompetensi dasar secara spesifik

yang dapat dijadikan ukuran untuk mengetahui ketercapaian hasil pembelajaran.

indikator dirumuskan dengan kata kerja operasional yang bisa diukur dan dibuat

instrumen penilaiannya.

Adapun indikator pencapaian dalam pembelajaran menyunting teks

eksplanasi kompleks berfokus pada penggunaan konjungsi dengan menggunakan

metode snowball throwing adalah sebagai berikut:

1) membaca teks eksplanasi kompleks;

2) menentukan kesalahan yang terdapat dalam penulisan konjungsi

koordinatif dalam teks eksplanasi kompleks;

3) menentukan kesalahan yang terdapat dalam penulisan konjungsi

subordinatif dalam teks eksplanasi kompleks;

4) memperbaiki kesalahan yang terdapat dalam penulisan konjungsi

koordinatif dalam teks eksplanasi kompleks;

21

5) memperbaiki kesalahan yang terdapat dalam penulisan konjungsi

koordinatif dalam teks eksplanasi kompleks;

6) menuliskan kembali hasil perbaikan teks eksplanasi kompleks.

2.1.1.4 Materi Pokok

Materi pembelajaran dalam sebuah pelaksanaan pembelajaran mendapat

posisi yang cukup penting. Alasan mengapa materi pembelajaran sangat penting

karena perannya sebagai informasi agar siswa dapat mencapai tujuan

pembelajaran. Majid (2012: 44) mengemukakan bahwa materi pokok adalah

pokok-pokok materi pembelajaran yang harus dipelajari siswa sebagai sarana

pencapaian kompetensi yang akan dinilai dengan instrumen penilaian. Mengacu

pada pendapat Majid di atas dapat penulis simpulkan bahwa penentuan materi

pokok haruslah sesuai dengan silabus yang telah ada. Selain itu diharapkan

materi ajar tidak terlalu umum ataupun sempit, materi ajar haruslah tepat

sasaran.

Iskandarwassid dan Sunendar (2013: 171) “Sifat bahan ajar dapat

dibedakan ke dalam beberapa kategori yaitu fakta, konsep, prinsip dan

keterampilan.” Mengacu pada pendapat Iskandarwassid dan Sunendar bahwa

bahan ajar haruslah sesuai dengan fakta maksudnya merupakan sifat suatu

gejala, peristiwa benda nyata atau wujudnya yang dapat dilihat dan dirasakan

oleh indera. Konsep maksudnya merupakan serangkaian perangsang yang

mempunyai sifat-sifat yang sama. Prinsip merupakan suatu pola antarhubungan

fungsional di antara prinsip-prinsip. Dan keterampilan merupakan suatu pola

22

kegiatan yang bertujuan dan memerlukan peniruan serta koordinasi informasi

yang dipelajari.

Mengacu pada uraian di atas, materi pokok yang akan disampaikan oleh

penulis kepada siswa kelas XI SMA Angkasa Lanud Husein Sastranegara

Bandung adalah definisi menyunting, pengertian dan contoh teks eksplanasi

kompleks serta konjungsi. Materi ajar mengenai pembelajaran menyunting teks

eksplanasi kompleks berfokus pada penggunaan konjungsi akan penulis

sampaikan pada kajian teori.

2.1.1.5 Alokasi Waktu

Pelaksanaan suatu proses pembelajaran senantiasa memerlukan alokasi

waktu. Majid (2012: 58) berpendapat, bahwa dalam menentukan alokasi waktu,

prinsip yang perlu diperhatikan adalah tingkat kesukaran materi, ruang lingkup

atau cakupan materi, frekuensi penggunaan materi baik untuk belajar maupun di

lapangan, serta tingkat pentingnya materi yang dipelajari.

Selaras dengan pendapat di atas Tim Kemendikbud (2013: 4)

menyatakan, bahwa dalam struktur kurikulum SMA/MA ada penambahan jam

belajar per minggu sebesar 4-6 jam sehingga untuk kelas X bertambah dari 38

jam menjadi 42 jam belajar, dan untuk kelas XI dan XII bertambah dari 38 jam

menjadi 44 jam belajar. Sedangkan lama belajar untuk setiap jam belajar adalah

45 menit.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa alokasi waktu

adalah waktu yang diperlukan ketika proses pembelajaran berlangsung. Dimulai

dari proses pemberian materi sampai pemberian tugas. Oleh karena itu, alokasi

23

waktu perlu diperhitungkan supaya proses pembelajaran menjadi efektif dan

efisien. Alokasi waktu yang dibutuhkan pada proses pembelajaran menyunting

teks eksplanasi kompleks berfokus pada penggunaan konjungsi adalah 4x45

menit atau satu kali pertemuan.

2.1.2 Menyunting sebagai Salah Satu Keterampilan Menulis

2.1.2.1 Pengertian Menyunting

Menurut Yunus (2010: 89) “menyunting dalam konteks sederhana,

editing yang diindonesiakan menjadi sunting, dapat berarti susun dan gunting”.

Sedangkan Depdiknas (2008: 1358) menyatakan bahwa menyunting yaitu.

1. menyiapkan naskah siap cetak atau siap terbit atau siap terbit dengan

memperhatikan segi sistematika penyajian, isi, dan bahasa (menyangkut

ejaan, diksi, dan struktur kalimat); mengedit; pekerjaan ~ naskah yang betul-

betul menjadi naskah yang siap untuk dicetak memerlukan keterampilan

khusus; 2. merencanakan dan mengarahkan penerbitan (surat kabar,

majalah), 3. menyusun atau merakit (film, pita rekaman) dengan cara

memotong-motong dan memasang kembali.

Dari kedua pendapat ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa menyunting

adalah kegiatan dalam menganalisis dan memperbaiki kesalahan yang terdapat

dalam sebuah teks yang siap cetak. Kegiatan menyunting dilakukan agar

terhindar dari kesalahpahaman arti yang ingin disampaikan oleh penulis pada

pembaca. Kegiatan menyunting tak lepas dari keterampilan berbahasa yang

dimiliki oleh si penyunting. Menyunting adalah salah satu keterampilan menulis.

24

2.1.2.2 Pengertian Menulis

Menulis merupakan suatu kegiatan yang dilakukan oleh penulis untuk

menunangkan semua ide ke dalam bentuk kata-kata berupa tulisan. Tim

Depdiknas (2010: 1497) menulis adalah membuat huruf (angka dsb) dengan

pena (pensil, kapur dsb); melahirkan pikiran atau perasaan dengan tulisan.

Tarigan (2008: 22) mengemukakan, bahwa menulis ialah menurunkan

atau melukiskan lambang-lambang grafik yang menggambarkan suatu bahasa

yang dipahami oleh seseorang, sehingga orang-orang lain dapat membaca

lambang-lambang grafik tersebut kalau mereka memahami bahasa dan gambaran

grafik itu.

Dari kedua pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa menulis adalah

melukisakan atau menuangkan semua gagasan yang dimiliki ke dalam bentuk

tulisan berupa lambang-lambang, sehingga pesan yang disampaikan dalam

sebuah tulan dapat dipahami oleh pembaca.

2.1.2.3 Jenis Menulis

Menulis tidak hanya dapat menyalurkan semua gagasan yang dimiliki

penulis ke dalam bentuk tulisan, tetapi menulis juga mempunyai manfaat-

manfaat yang begitu penting. Telah banyak ahli yang membuat klasifikasi

mengenai tulisan

.

25

Menurut Morris (Tarigan, 2008: 28) klasifikasi menulis sebagai berikut:

1. eksposisi yang mencakup 6 metode analisis:

a. klasifikasi

b. definisi;

c. eksemplifikasi;

d. sebab-akibat.

e. Komparasi dan kontras;

f. Prose.

2. argumen yang mencakup:

a. argumen formal (deduksi dan induksi);

b. persuasi informal.

3. deskripsi yang meliputi:

a. Deskripsi ekspositori;

b. Deskripsi artistik/literer.

4. narasi yang meliputi:

a. Narasi informatif;

b. Narasi artistik/literer.

Sedangkan menurut Chenfeld (Tarigan, 2008: 29) klasifikasi menulis

terdiri atas:

1. tulisan kreatif yang memberi penekanan pada ekspresi diri secara

pribadi.

2. tulisan ekspositori yang mencakup:

a) penulisan surat;

b) penulisan laporan;

c) timbangan buku, resensi buku;

d) rencana penelitian.

Dari pemparan menurut Tarigan tersebut dapat disimpulkan bahwa

menulis begitu banyak jenis menulis, sebagai makhluk sosial kita dapat

berkomunikasi dengan sesama melalui sebuah tulisan, selain itu juga kita dapat

menuangkan semua gagasan ynag kita miliki ke dalam bentuk tulisan.

26

2.1.2.4 Menyunting Merupakan bagian dari Keterampilan Menulis

Menurut Yunus (2010: 86) tujuan utama proses editing adalah untuk

mengetahui dan melihat kembali tulisan-tulisan berita yang telah disusun agar

sesuai dengan tujuan komunikasi yang diharapkan, di samping telah disusun

dengan baik dan benar. Sehubungan dengan pendapat Yunus, Morsey (Tarigan:

4) mengatakan menulis dipergunakan, melaporkan/memberitahukan, dan

memengaruhi; dan maksud serta tujuan seperti itu hanya dapat dicapai dengan

baik oleh orang-orang yang dapat menyusun pikiran dan mengutarakannya

dengan jelas, kejelasan ini bergantung pada pikiran, organisasi, pemakaian kata-

kata, dan struktur kalimat.

Dapat disimpulkan bahwa kegiatan menyunting dilakukan dengan maksud

memeriksa agar tidak terjadi kesalahan, baik dari segi isi maupun penggunaan

bahasanya. Maka dari itu orang yang akan melakukan kegiatan menyunting

harus mempunyai keterampilan menulis agar tidak terjadi kesalahan.

2.1.2.4 Langkah-Langkah Menyunting

Menurut Tarigan (2008: 201) kesabaran serta kecermatan memang sangat

diperlukan dalam mambaca dan mengoreksi naskah. Untuk memperbaiki tulisan

yang akan disunting tentu saja memerlukan lagkah-langkah agar tujuan dari

kegiatan ini dapat terlaksanakan dengan baik. Adapun beberapa tahapan menurut

Yunus (2010: 87) dalam proses penyuntingan atau editing, yang terdiri dari:

1) membaca tulisan dengan baik dan berupaya untuk memahami teks;

2) memperhatikan koherensi (keterpaduan) isi setiap paragraf;

3) mengecek pemakaian kalimat, dari segi kuantitatif maupun kualitatif;

27

4) memperhatikan pola kalimat yang digunakan agar tidak monoton;

5) melihat panjang pendek kalimat agar tidak membosankan dan lebih

sederhana;

6) mengecek susunan kata, ambiguitas, dan memakai kata yang tepat;

7) memeriksa kesalahan kalimat, kata, tanda baca, huruf kapital dan

ejaan.

Langkah-langkah menyunting yang telah disebutkan oleh Yunus

merupakan tahap menyunting yang harus diikuti dan dipahami dengan baik oleh

para penyunting/editor. Kegiatan pembelajaran menyunting yang dilakukan oleh

peserta didikpun tidak jauh berbeda dengan seorang editor. Maka dari itu,

penulis menggunakan langkah-langkah yang dilakuan editor untuk disesuaikan

dengan pembelajaran sebagai gambaran serta pengalaman baru yang dirasakan

oleh peserta didik.

2.1.3 Teks Eksplanasi Kompleks

2.1.3.3 Pengertian Teks Eksplanasi Kompleks

Teks eksplanasi kompleks adalah salah satu kajian pembelajaran mata

pelajaran Bahasa Indonesia pada kelas XI SMA yang terdapat dalam kurikulum

2013. Pada pembelajaran ini siswa dituntut untuk mampu membuat atau

menghasilkan sebuah produk berupa teks eksplanasi kompleks. Seperti

dinyatakan oleh beberapa penulis yang dikutip penjelasannya mengenai teks

eksplanasi kompleks.

Kosasih (2008: 178) mengemukakan, bahwa teks eksplanasi kompleks

yakni teks yang menjelaskan hubungan peristiwa atau proses terjadinya sesuatu

(secara lengkap).

28

Selaras dengan pendapat tersebut Tim Kemendikbud (2013: 1)

menyatakan, bahwa teks eksplanasi kompleks mempunyai fungsi sosial untuk

menjelaskan proses terjadinya sesuatu menurut prinsip sebab-akibat.

Dari kedua pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa teks eksplanasi

kompleks adalah teks yang menjelaskan atau memaparkan sebuah peristiwa atau

proses terjadinya sesuatu berdasarkan prinsip sebab-akibat.

2.1.3.4 Struktur Teks Eksplanasi Kompleks

Dalam teks eksplanasi kompleks proses terjadinya suatu peristiwa

dijabarkan secara bertahap. Tahapan tersebut disusun dalam struktur teks. Teks

eksplanasi kompleks dibangun melalui strukturnya yaitu pertanyaan umum dan

sebab-akibat. Tim Kemendikbud (2013: 9) menjelaskan, struktur teks eksplanasi

kompleks adalah pertanyaan umum, urutan sebab-akibat.

Menurut Kosasih (2014: 178) karena di dalamnya ada fenomena dan

penjelasan proses kejadiannya secara sistematis, struktur teks eksplanasi

kompleks meliputi:

1) identifikasi fenomena (phenomenon identification), mengidentifikasi

sesuatu yang akan diterangkan;

2) penggambaran rangkaian kejadian (explanation sequence), memerinci

proses kejadian yang relevan dengan fenomena yang diterangkan sebagai

pertanyaan atas bagaimana dan mengapa; dan

3) ulasan (review) berupa komentar atau penilaian tentang konsekuensi atas

kejadian yang dipaparkan sebelumnya.

Dapat disimpulkan struktur dalam teks eksplanasi kompleks yaitu

pernyataan umum dan urutan sebab-akibat. Sebelumnya, menjelaskan urutan

pada setiap peristiwa terlebih dahulu menyampaikan pernyataan yang akan

29

dipaparkan. Proses yang ada pada teks eksplanasi kompleks dijelaskan

berdasarkan tahapannya yang didasari oleh sebab-akibat. Peristiwa sebelumnya

akan menghasilkan peristiwa yang dijelaskan secara lengkap.

2.1.3.5 Kaidah Teks Eksplanasi Kompleks

Menurut Kosasih (2014: 183) teks eksplanasi kompleks memiliki kaidah

kebahasaan.

Fitur kebahasaan yang menandai teks eksplanasi tidak jauh berbeda dengan

fitur ataupun kaidah kebahasaan yang lazim ditemukan dalam teks

prosedur, terutama dalam hal penggunaan kata keterangan waktu dan

konjungsinya. Teks eksplanasi seperti yang tampak pada beberapa contoh

banyaknya menggunakan kata penunjuk keterangan waktu dan dengan

keterangan bermakna cara.

1) Penunjuk keterangan waktu, misalnya beberapa saat, setelah, segera

setelah, pada tanggal, sebelumnya. Di samping itu, kata penunjuk

keterangan yang mugkin digunakan adalah selagi, ketika, ketika itu, pada

masa lalu, bertahun-tahun, selama, dalam masa sekarang.

2) Penunjuk keterangan cara, misalnya, sangat ketat, dengan tertib, penuh

haru, melalui surat kabar, sedikit demi sedikit, sebaik-baiknya, dengan

jalan yang benar.

Teks eksplanasi dapat pula ditandai oleh penggunaan konjungsi atau kata

penghubung yang bermakna kronologis, seperti kemudian, lalu, setelah itu,

pada akhirnya. Apabila teks itu disusun secara kausalitas, konjungsi yang

digunakan, antara lain, sebab, karena, oleh sebab itu.

Menarik kesimpulan dari pendapat Kosasih mengenai kaidah kebahasaan

teks eksplanasi kompleks maka kaidah kebahasaan yang ada dalam teks

eksplanasi kompleks meliputi kaidah kebahasaan konjungsi.

2.1.3.6 Contoh Teks Eksplanasi Kompleks

Berikut contoh teks eksplanasi kompleks yang diambil dari Kosasih

(2014: 183-184) menceritakan mengenai perkembangan bentuk tubuh manusia.

30

Embrio Manusia

Perkembangan bentuk tubuh manusia pada dasarnya sama dengan

perkembangan pada hewan. Pada usia dua minggu, embrio manusia

mendapatkan cakram pipih. Perubahan gastrula dimulai dengan bentuk pipih

yang kemudian menjadi embrio. Proses perubahan tersebut terjadi dalam tiga

proses, yaitu:

a. pertumbuhan cakram embrio yang lebih cepat daripada pertumbuhan

jaringan sekitarnya,

b. cakram embrio melipat ke bawah terutama ujung depan dan belakang, dan

c. pembentukan dinding tubuh ventral untuk menjadi calon tali pusat dan

untuk memisahkan embrio dari bagian-bagian lainnya.

Bersamaan dengan itu tubuh mulai terbagi atas kepala dan bada. Anggota

badan seperti gelang dada dan gelang pinggul, juga mulai terlihat.

Pada dua bulan terakhir dari masa pertumbuhan, embrio sudah kelihatan

seperti manusia. Bagian muka, seperti mata, telinga, dan hidung sudah mulai

terbentuk. Tangan dan kaki juga mulai terlihat. Jari-jari kaki dan tangan,

sudah mulai nyata. Pada bulan ketiga, bentuk manusia telah terwujud. Pada

tahap ini embrio disebut fetus.

Pada bulan keempat, muka telah kian tampak seperti manusia. Dalam

bulan kelima rambut-rambut mulai tumbuh pada kepala. Selama bulan

keenam, alis dan bulu mata timbul. Seteklah tujuh bulan, fetus mirip kulit

orangtua dengan kulit sehingga perlahan-lahan menghilangkan sebagian

keriput pada kulit. Kaki membulat. Kuku keluar pada ujung-ujung jari.

Rambut asli rontok dan fetus menjadi sempurna dan siap dilahirkan.

(Kosasih, (2015: 183)

2.1.4 Konjungsi

2.1.4.1 Pengertian Konjungsi

Menurut Kridalaksana (2008: 131) konjungsi adalah partikel yang

dipergunakan untuk menggabungkan kata, frase dengan frase, klausa dengan

klausa kalimat dengan kalimat, atau paragraf dengan paragraf.

Sedangkan menurut Alwi (2010: 301) konjungsi atau konjungtor, yang

dinamakan juga kata sambung, adalah kata tugas yang menghubungkan dua

31

satuan bahasa yang sederajat: kata dengan kata, frasa dengan frasa, atau klausa

dengan klausa.

Dari kedua pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa konjungsi adalah

kata penghubung yang menggabungkan antar kata, frase, kalimat dan paragraf,

agar menjadi satu kesatuan.

2.1.4.2 Jenis Konjungsi

Menurut Alwi (2010: 303) dilihat dari perilaku sintaksisnya dalam

kalimat, konjungtor dibagi menjadi empat kelompok: (1) konjungtor koordinatif,

(2) konjungtor koleratif, dan (3) konjungtor subordinatif. Di samping itu, ada

pula (4) konjungtor antarkalimat, yang berfungsi pada tataran wacana.

(1) Konjungtor Koordinatif

Konjungtor yang menghubungkan dua unsur atau lebih yang

sama pentingnya, atau memiliki status yang sama seperti yang

dinyatakan di atas dinamakan konjungtor koordinatif. Perhatikan

contoh yang berikut.

a. Dia menangis dan istrinya pun tersedu-sedu.

b. Aku yang dating ke rumahmu atau kamu yang datang ke rumahku?

(2) Kongjungtor Koleratif

Konjungtor koleratif adalah konjungtor yang menghubungkan

dua kata, frasa, atau klausa yang memiliki status sintaksis yang

sama. Konjungtor korelatif terdiri atas dua bagian yang dipisahkan

oleh salah satu kata, frasa, atau klausa yang dihubungkan. Perhatikan

contoh di bawah ini.

a. Mobil itu larinya demikian cepatnya sehingga sangat sukar dipotret.

b. Kita harus mengerjakannya sedemikian rupa sehingga hasilnya

benar-benar baik.

.

32

(3) Kongjungtor Subordinatif

Konjungtor subordinatif adalah konjungtor yang

menghubungkan dua klausa,atau lebih ,dan klausa itu tidak memiliki

status sintaktis yang sama. Berikut adalah contoh masing-masing.

a. Pak Buchori meninggal ketika dokter datang.

b. Saya akan naik haji jika tanah saya laku.

(4) Konjungtor Antarkalimat

Berbeda dengan konjungtor di atas, konjungtor antar-

kalimat menghubungkan satu kalimat dengan kalimat yang lain.

Berikut adalah contoh konjungtor antarkalimat.

a. Kami tidak sependapat dengan dia. Kami tidak akan

menghalanginya.

b. Kami tidak sependapat dengan dia. Biapun begitu, kami tidak akan

menghalanginya.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa konjungsi atau kata

penghubung terbagi ke dalam beberapa jenis, tergantung dimana letak konjungsi

itu berada.

2.1.5 Metode Snowball Throwing

2.1.5.1 Pengertian Metode Snowball Throwing

Metode pembelajaran adalah cara yang dilakukan oleh setiap guru ketika

akan memaparkan sebuah materi pembelajaran, sehingga ketika proses pem-

belajaran siswa ikut terlibat aktif dalam setiap langkah pembelajaran yang telah

direncanakan. Banyak metode pembelajaran yang dapat dipilih oleh setiap guru

tentunya disesuaikan dengan materi yang akan diajarkan. Salah satunya adalah

metode snowball throwing.

33

Menurut Huda (2014: 226) strategi ini digunakan untuk memberi konsep

pemahaman materi yang sulit kepada siswa serta dapat juga digunakan untuk

mengetahui sejauh mana pengetahuan dan kemampuan siswa serta dapat juga

digunakan untuk mengetahui sejauh mana pengetahuan dan kemampuan siswa

dalam materi tersebut.

Dari pendapat Huda dapat disimpulkan bahwa metode pembelajaran ini

melatih siswa untuk lebih tanggap menerima pesan dari orang lain dan

menyampaikan pesan tersebut kepada teman satu kelompoknya.

2.1.5.2 Langkah-langkah Metode Snowball Throwing

Setiap metode pembelajaran tentunya memiliki tahapan-tahapan yang

harus diikuti supaya proses pembelajaran dapat berhasil. Adapun langkah-

langkah metode pembelajaran Snowball Throwing menurut Huda (2014: 227)

adalah sebagai berikut:

1) guru menyampaikan materi yang akan disajikan;

2) guru membentuk kelompok-kelompok dan memanggil ketua kelompok untuk

memberikan penjelasan tentang materi;

3) masing-masing ketua kelompok kembali ke kelompoknya masing-masing

kemudian menjelaskan materi yang disampaikan oleh guru kepada teman

sekelompoknya;

4) masing-masing siswa diberikan satu lembar kertas kerja untuk menuliskan

satu pertanyaan apa saja yang menyangkut materi yang sudah dijelaskan oleh

ketua kelompok;

5) siswa membentuk kertas tersebut seperti bola dan dilempar dari satu siswa ke

siswa yang lain selama +15 menit;

6) setelah siswa mendapat satu bola, ia diberi kesempatan untuk menjawab

pertanyaan yang tertulis dalam kertas tersebut secara bergantian; dan

7) guru mengevaluasi dan menutup pembelajaran.

34

2.1.5.3 Keunggulan dan Kelemahan Metode Snowball Throwing

Menurut Huda (2014: 227-228) keunggulan dan kelemahan metode

snowball throwing sebagai berikut.

Kelebihan metode pembelajaran snowball throwing adalah untuk melatih

kesiapan siswa dan saling memberikan pengetahuan. Sedangkan

kekurangan yang terdapat dalam metode pembelajaran snowball throwing

ini adalah karena pengetahuan yang diberikan tidak terlalu luasan hanya

berkisar pada apa yang telah diketahui siswa. Sering kali, metode ini

berpotensi mengacaukan suasana daripada mengefektifkannya.

Pada dasarnya metode sangat dibutuhkan dalam proses pembelajaran di

kelas, karena dengan adanya metode guru dapat membuat suatu kegiatan

pembelajaran yang menyenangkan. Setiap metode pasti mempunyai kekurangan

dan kelebihan, oleh karena itu kita sebagai pendidik harus mampu memilih

metode yang tepat dalam proses pembelajaran. Pemilihan metode yang tepat

dapat membantu siswa lebih mudah memahami materi yang dipelajari.

2.1.6 Proses Penilaian

2.1.6.1 Pengertian Penilaian

Menurut Nurgiyantoro (2010: 5) “Pendidikan itu merupakan suatu

proses, penilaian yang dilakukan harus juga merupakan proses. Penilaian,

dengan demikian, dapat diartikan sebagai suatu proses untuk mengukur kadar

pencapaian tujuan.” Seperti dikatakan oleh Nurgiyantoro bahwa penilaian adalah

dua hal yang berbeda. Pengukuran merupakan proses penilaian sehingga dapat

memberikan hasil dari proses pembelajaran. Penilaian perlu dilakukan untuk

mengetahui atau menguji apakah proses pembelajaran dan proses kegiatan

mencapai tujuan yang telah ditentukan sebelumnya.

35

Istilah penilaian yang dipergunakan di sini sinonim dengan dipakai

secara bergantian dengan istilah evaluasi (evaluation). Istilah penilaian itu

sendiri yang sering disamakan dengan tes dan menimbulkan banyak penafsiran

yang berbeda-beda, bahkan ada diantaranya yang berkonotasi negatif. Penilaian

dalam konotasi yang negatif sering dipandang sebagai sesuatu yang menakutkan,

terutama bagi seseoang yang akan diberi tindakan (penilaian).

2.1.6.2 Jenis Penilaian

Penilaian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah jenis teknik

penilaian tes esai. Peneliti memilih bentuk penilaian tes esai karena dalam

kegiatan menyunting siswa akan memberikan hasil menyunting dalam bentuk

tulisan. Sehingga bentuk soal pun akan berbetuk esai bukan pilihan ganda.

Karena siswa diberi satu teks eksplanasi kompleks untuk langsung disunting dari

segi penulisan konjungsinya.

Menurut Nurgiyantoro (2010: 71) “Tes esai adalah suatu bentuk

pertanyaan yang menuntut jawaban siswa dalam bentuk uraian dengan

menggunakan bahasa sendiri.” Tes bentuk esai akan memberikan kebebasan

kepada siswa untuk mengutarakan gagasan dan ide yang dihubungkan dengan

pengetahuan yang dimilikinya secara tidak terbatas. Dalam bentuk tes esai akan

menyampaikan seberapa tinggi tingkat pemahaman siswa mengenai materi yang

dipertanyakan. Kelebihan dan kelamahan bentuk tes esai menurut Nurgiyantoro

(2010: 72).

36

Kelebihan yang dimiliki oleh tes bentuk esai adalah.

1) Tes esai tepat untuk menilai proses berpikir yang melibatkan aktifitas

kognitif tingkat tinggi, tidak semata-mata hanya mengingat dan

memahami fakta atau konsep saja.

2) Tes esai memaksa siswa untuk mengemukakan jawabannya dalam

bahasa yang runtut sesuai dengan gayanya sendiri

3) Tes esai memaksa siswa untuk mempergunakan pikirannya sendiri, dan

kurang memberikan kesempatan untuk bersikap untung-untungan.

4) Tes bentuk esai mudah disusun, tidak banyak menghabiskan waktu.

Kelemahan yang dimiliki oleh tes bentuk esai adalah.

1) Kadar validitas dan reliabilitas tes esai rendah, dan inilah yang

merupakan kelemahan pokok.

2) Akibat terbatasnya bahan yang diteskan, dapat terjadi hasil yang

bersifat kebetulan. Seorang siswa yang sebenarnya tergolong mampu,

mungkin mengalami kegagalan karena bahan yang diteskan kebetulan

yang kurang dikuasai.

3) Penilaian yang dilakukan terhadap jawaban siswa tidak mudah

ditentukan standarnya.

4) Waktu yang dibutuhkan untuk memeriksa pekerjaan siswa relatif lama,

apalagi jika jumlah siswa cukup besar, sehingga dirasa tidak efisien.

Dari kelemahan dan kelebihan yang diungkapkan Nurgiyantoro

mengenai tes esai dapat penulis tentukan bahwa penelitian yang dilakukan

melalui bentuk tes esai. Bentuk tes esai dirasa lebih cocok untuk

mendeskripsikan data yang ingin diperoleh oleh penulis mengenai penelitian

yang sedang diaksanakan. Selayaknya manusia apapun yang diciptakannya tentu

tidak ada yang sempurna. Setiap hal dimuka bumi ini tidak ada yang sempurna

begitu pula metode pembelajaran yang diciptakan oleh manusia. Maka dari itu

terciptalah metode baru yang akan saling melengkapi dengan metode yang ada

untuk menutupi kekurangan yang ada.

37

2.1.6.3 Kriteria Penilaian

Menurut Sugiyono (2015: 99) “Kriteria kelayakan alat tes adalah

menentukan tingkat kelayakan alat tes, kesesuaian denga tujuan merupakan

kriteria utama.” Tes yang sesuai dengan tujuan adalah tes yang dapat mengukur

keluaran hasil belajar seuai dengan yang disarankan oleh tujuan itulah tes yang

memenuhi kriteria. Setiap butir tes harus secara jelas dapat mengacu pada tujuan

akhir. Sebaliknya, setiap tujuan harus mempunyai alat ukurnya, dan harus dapat

ditunju.

Terkadang ada satu atau beberapa tujuan yang tidak mempunyai butir-

butir tes yang dimaksud untuk mengukur ketercapaiannya. Atau mungkin

sebaliknya, ada sejumlah butir soal yang tidak mempunyai tujuan, tidak jelas

dimaksudkan untuk mengukur ketercapaian tujuan yang mana. Jika terjadi

seperti itu maka tes tersebut tidak memenuhi kriteria kelayakan, karena itu

bukanlah alat ukur yang baik.

Jadi tes esai yang akan digunakan oleh peneliti dalam mengukur proses

penelitian haruslah memenuhi tujuan dan kesesuaian bahan ajar. Sugiyono

(2015: 102) mengatakan,

untuk dapat memenuhi tujuan dan kesesuaiana bahan ajar maka tes esai yang

digunakan harus memenuhi beberapa kriteria seperti dibawah ini:

(1) Kesahihan isi

(2) Kesahihan konstruk

(3) Kesahihan ukuran

(4) Kesahihan sejalan

(5) Kesahihan ramalan

38

Mengacu pada pendapat Sugiyono mengenai kriteria penilaian dapat

penulis simpulkan bahwa bahan ajar haruslah memenuhi lima kriteria di atas.

Baik isi, konstruksi, ukuran, sejalan, dan ramalan harus sesuai dengan materi

yang akan disampaikan. Kriteria peilaian tidak boleh melebihi atau kurang dari

apa yang telah disampaikan sebelumnya.sebaliknya kriteria penilaian haruslah

dapat mengukur kemampuan siswa secara menyeluruh dan tepat.

2.2 Analisis dan Pengembangan Materi Pelajaran yang Diteliti

2.2.1 Keluasan dan Kedalaman Materi

2.2.1.1 Keluasan Materi

Keluasan materi meliputi cakupan materi pembelajaran, Sudrajat (2008:

Ejurnal pendekatan strategi metode teknik dan model pembelajaran) mengatakan

bahwa keluasan cakupan materi berarti menggambarkan seberapa banyak materi

yang dimasukan ke dalam suatu materi pembelajaran. Mengacu pada apa yang

disampaikan oleh Sudrajat bahwa keluasan mengacu pada jumlah materi yang

digunakan dalam penelitian. Dapat disimpulkan bahwa penulis menggunakan

materi sesuai dengan variabel yang menjadi permasalahan diawal pembahasan.

Penulis mencantumkan lima kompetensi pada penelitian dan

pembelajaran sesuai dengan istilah yang terdapat dalam judul penelitian.

Diharapkan siswa dapat memahami setiap kompetensi beserta sub kompetensi

yang ditentukan agar tujuan penelitian dapat tercapai sesuai dengan keinginan.

39

2.2.1.2 Kedalaman Materi

Kedalaman materi meliputi cakupan materi pembelajaran, Sudrajat

(2008: Ejurnal konsep pembangunan bahan ajar) menyatakan bahwa kedalaman

materi menyangkut rincian konsep-konsep yang terkandung di dalamnya yang

harus dipelajari oleh peserta didik. Mengacu pada pendapat di atas dapat

disimpulkan bahwa kedalaman materi adalah menyangkut rincian setiap materi

yang harus dipelajari oleh peserta didik.

Dalam peyusunan bahan ajar penulis mencantumkan beberapa sumber

mengenai materi yag disajikan, hal tersebut bertujuan agar peserta didik dapat

memahami secara rinci materi yang sedang dipelajari. Dari berbagai sumber

yang disajikan diharpkan siswa dapat menarik kesimpulan dari hasil membaca.

Materi yang terdapat dalam bahan ajar yang disediakan penulis akan lebih

terperinci dibandingkan dengan buku siswa yang disajikan oleh pemerintah.

Alasan mengapa bahan ajar lebih terperinci karena penulis tidak hanya

menggunakan satu sumber dalam pengutipannnya.

2.2.2 Karakteristik Materi

Pembelajaran mempunyai karakteristik yang sangat berbeda. Hal ini

disebabkan karena karakteristik siswa berbeda. Secara institusional tujuan

pembelajaran pada tingkat pembelajarannya tidak dilaksanakan sebagaimana

mestinya, sehingga potensi dasar tidak berkembang dikhawatirkan menjadi

penghambat bagi perkembangan siswa selanjutnya, khususnya dalam mengikuti

program belajar dan pembelajaran. Berdasarkan alasan-alasan di atas, maka

40

bahan ajar hendaknya meliputi 5 (lima) karakteristik seperti yang dikemukakan

oleh Widodo dan Jasmadi (2008: 56), yaitu:

a. self Intructional, bahan ajar yang digunakan dirancang agar dapat

digunakan secara mandiri oleh siswa dalam proses pembelajaran. Bahan

ajar dan LKS yang disediakan pada saat proses pembelajaran dibagikan

agar siswa dapat menggunakannya secara mandiri;

b. self contained, bahan ajar yang disediakan oleh penulis berisikan

mengenai seluruh materi yang mencakup permasalahan yang sedang

diteliti. Materi disajikan dalam satu unit kompetensi dan sub kompetensi;

c. stand alone, bahan ajar yang disajikan dapat digunakan secara utuh dan

tidak bergantung pada bahan ajar lain. Penulis sudah menyusunnya

sedemikian rupa agar tidak membingungkan siswa;

d. adaptive, bahan ajar yang disajikan dapat beradaptasi dengan teknologi

mutakhir. Siswa dapat mambahkan serta membandingkan informasi yang

didapat dari bahan ajar dengan informasi yang mereka dapat melalui

teknologi seperti google, jurnal, buku, koran dan lain-lain; dan

e. user Friendly, bahan ajar disajikan agar dapat menarik minat siswa saat

membacanya. Pembaca menyusun bahan ajar secara kreatif dengan

memaksimalkan tampilan warna dan gambar. Selain bertujuan untuk

menarik minat siswa tentu agar siswa lebih mudah memahami isi dari

bahan ajar.

Menarik kesimpulan dari pernyataan Widodo dan Jasmidi di atas

mengenai materi ajar yang disiapkan oleh pengajar untuk disajikan kepada

peserta didik haruslah memenuhi 5 aspek diatas. Kelima aspek yag telah

disampaikan oleh Widodo dan Jasmidi akan menciptakan bahan ajar yang

menarik, memudahkan serta memiliki bobot yang cukup bagi siswa. Materi yang

dismpaikan diharpkan tidak terlalu luas dan tidak terlalu sempit namun dapat

menarik keingintahuan siswa yang lebih mendalam mengenai materi ajar yang

disampaikan.

41

2.2.3 Bahan dan Media

Menurut Widodo dan Jasmadi (2008: 40) “Bahan ajar adalah seperangkat

sarana atau alat pembelajaran yang berisikan materi pembelajaran, metode,

batasan-batasan dan cara mengevaluasi yang didesain secara sistemtis dan

menarik....” Dapat disimpulkan bahwa bahan ajar yang dibuat oleh penulis

haruskan mewakili keseluruhan materi yang akan dilakukan. Setiap materi dan

sub materi haruslah tersampaikan dengan baik, hal itu dapat terlaksana dengan

bantuan media. Maka dari itu bahan pembelajaran dan media pembelajaran jika

dikolaborasikan degan baik akan menghasilkan pembelajaran yang aktif, kreatif

dan menarik bagi peserta didik. Selain itu bahan dan media ajar akan sangat

membantu pengajar dengan kata lain penulis dalam melaksanakan pembelajaran

yang dapat mencapai tujuan pendidikan.

Bahan yang digunakan penulis dalam pelaksanaan penelitian

menggunakan dua jenis bahan ajar. Pertama, menggunakan buku siswa bahasa

Indonesia kelas XI ekspresi diri dan akademik yang telah disediakan pemerintah

untuk menunjang proses pembelajaran. Bahan kedua yang digunakan oleh

penulis adalah bahan ajar yang diambil dari berbagai sumber para ahli di luar

buku siswa. Materi yang disediakan dalam bahan ajar lebih terperinci dengan

penguatan dari berbagai sumber.

Media menurut Arsyad (2013: 4) “Apabila media itu membawa pesan-

pesan atau informasi yang bertujuan instruksional atau mengandung maksud-

maksud pengajaran maka media itu disebut media pembelajaran.” Sesuai

42

pengertian dari Azhar maka media yang digunakan oleh penulis dalam

penelitiannya adalah media yang dapat menjadi fasilitas dalam menyampaikan

teori kepada peserta didik. Media haruslah dikemas dengan menarik agar peserta

didik dapat dengan mudah memahami pesan dan informasi yang ingin

disampaikan oleh penulis.

Media yang digunakan oleh penulis meliputi media visual. Proyektor dan

infocus yang telah tersedia di ruang kelas, penulis manfaatkan sebagai penunjang

dalam menyampaikan informasi kepada siswa. Selain itu penulispun menyiapkan

lepto dan MS. Power point sebagai media interaktif yang digunakan dengan

tampilan yang telah dikemas agar dapat menarik perhatian siswa. Penulis

memaksimalkan warna dan gambar dengan ukuran yang disesuaikan agar tidak

terlalu berlebihan atau berkurangan.

2.2.4 Strategi Pembelajaran

Strategi pembelajaran menurut Sudrajat (2008: Ejurnal Pendekatan

Strategi Metode Teknik dan Model Pembelajaran) “Strategi pembelajaran adalah

suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan siswa agar tujuan

pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisisen.” Mengacu pada pendapat

Sudrajat di atas bahwa strategi haruslah dilaksanakan oleh guru maupun siswa

namun yang memilih strategi pembelajaran yang sesuai adalah guru. Dalam

merencanakan sebuah pembelajaran guru haruslah kreatif dalam menentukan

strategi, metode, pendekatan, bahan dan media pembelajaran. Semakin variatif

43

dalam pemilihan strategi maka semakin efektiflah pembelajaran sehingga dapat

mencapai tujuan utama pembelajaran di sekolah.

Menurut Iskandarwasid dan Sunendar (2013: 9) “Strategi pembelajaran

bahasa adalah tindak pengajaran melaksanakan rencana mengajar bahasa

Indonesia.” Artinya, strategi pembelajaran berhubungan dengan tujuan, bahan

ajar, metode, alat serta evaluasi yang dapat mempengaruhi peserta didik dalam

mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Strategi pembelajaran

disiapkan pengajar sebelum dilaksanakannya pembelajaran, sehingga strategi

pembelajaran yang telah disiapkan mampu menuntun siswa ke tujuan

pembelajaran dan pendidikan.

Mengacu pada pengertian strategi pembelajaran di atas yang telah

diungkapkan oleh Iskandarwasid dan Sunendar, dapat penulis menyimpulkan

bahwa strategi pembelajaran mencakup pada persiapan pembelajaran yang

dilaksanakan oleh pengajar/guru. Strategi pembelajaran yang digunakan

mengacu pada pemilihan bahan ajar, metode, media, alat, evaluasi serta metode

penilaian yang diarasa sesuai dengan materi ajar yang akan disampaikan.

Semakin baik instrumen pembelajaran yang telah disiapkan makan semakin

matang pula strategi pembelajaran yang digunakan, hal ini bergantung pada

kreatifitas pengajar dalam memilih instrumen pembelajaran.

2.2.5 Sistem Evaluasi

Evaluasi menurut Iskandarwassid dan Sunendar (2013: 179) yaitu

pengajaran dapat diartikan sebagai suatu tindakan atau suatu proses untuk

44

menentukan nilai dari hasil pengajaran atau dari sesuatu yang ada hubungannya

dengan pendidikan. Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa evaluasi

adalah sesuatu proses kegiatan yang terencana dan sistematis untuk menilai suatu

objek berdasarkan pertimbangan dan kriteria tertentu. Sedangkan evaluasi

pembelajaran adalah suatu proses atau kegiatan yang sistematis, berkelanjutan

dan menyeluruh dalam rangka pengendalian, penjaminan dan penetapan kuaitas

pembelajaran.

Menurut Iskandarwasid dan Sunendar (2013: 179) “Evaluasi pengajaran

dapat diartikan sebagai suatu tindakan atau suatu proses untuk menentukan nilai

dari hasil pengajaran atau dari sesuatu yang ada hubunganya dengan dunia

pendidikan.” Dari pengertian tersebut maka menentukan nilai atau hasil adalah

kegiatan yang perlu dilakukan dalam pembelajaran. Hal tersebut penting karena

dengan adanya nilai atau hasil dapat mengukur keberhasilan dan ketercapaian

pembelajaran yang dilaksanakan. Untuk merealisasikan kegiatan evaluasi

diperlukan alat tertentu, diantaranya adalah tes.

Dapat ditarik kesimpulan dari kedua pendapat di atas bahwa sistem

evaluasi adalah suatu sistem penilaian yang dilakukan untuk mengetahui

pengetahuan dan kecakapan siswa dalam menerima, memahami dan menalar

materi yang diberikan sesuai dengan kurikulum dan silabus yang telah

ditetapkan. Selain itu, untuk sistem evaluasi dalam penelitian ini dilakukan untuk

mengetahui peningkatan yang terjadi pada penelitian yang dilaksanakan oleh

penulis. Sistem evaluasi pembelajaran yang digunakan oleh peneliti adalah

45

penilaian tes tulis yang dilaksanakan berupa pretest (tes awal) dan postest (tes

akhir).

Tes awal dilaksanakan sebelum diberikannya tindakan (treatment) atau

sebelum proses pembelajaran dilaksanakan. Tujuan tes awal dilaksanakan di

awal adalah untuk mengukur pengetahuan siswa mengenai pembelajaran yang

akan dilaksanakan. Pengetahuan yang mereka dapat dari lingkungan atau sumber

informasi lain.

Tes akhir dilaksanakan setelah diberikannya tindakan (treatment) atau

setelah pembelajaran dilaksanakan. Tujuan tes akhir ini untuk menilai dan

mengukur pengetahuan setelah mereka mendapatkan informasi yang sesuai dan

tepat. Dalam tes akhir ini penulis akan mengetahui apakah penelitian yang

dilaksanakannya berhasil dan mencapai tujuan atau tidak. Tentu hasil dari kedua

tes tersebut akan berbeda.

2.3 Hasil Penelitian Terdahulu yang Sesuai dengan Variabel Penelitian

Hasil penelitian terdahulu merupakan hasil penelitian yang menjelaskan

hal yang telah dilakukan peneliti lain. Kemudian di komparasi oleh temuan

penelitian terdahulu dengan penelitian yang akan dilakukan. Hasil penelitian

terdahulu yang pernah diteliti mengenai kata kerja operasional dan metode yang

sama menjadi bahan pertimbangan penulis dalam menyusun penelitian. Berikut

akan dikemukakan bebarapa hasil penelitian terdahulu yang relevan.

Berdasarkan yang penulis ajukan, penulis menemukan judul yang sama

pada penelitian terdahulu yaitu hasil peneliti yang pertama dilakukan oleh

46

Selviana Komalasari adalah mahasiswa Universitas Pasundan angkatan 2010

dan 2011. Judul skripsi yang dibuat oleh selviana berjudul “Pembelajaran

Menyunting Teks Negosiasi Jual Beli Dengan Menggunakan Metode Discovery

Learning Pada Siswa kelas X IIS SMAN 1 Parongpong”

Hal ini dibuktikan dengan nilai diporeh Selviana sebesar 3,87 dengan

kategori baik sekali. Artinya, Selviana berhasil melaksanakan pembelajaran

menyunting teks negosiasi dengan menggunakan metode discovery learning. Hal

ini terbukti dari hasil nilai rata-rata pretes sebesar 6,34 dan nilai rata-rata postes

8,41 peningkatannya sebesar 2,07. Metode discovery learning efektif digunakan

dalam pembelajaran menyunting teks negosiasi. Hal ini terbukti dari hasil

perhitungan statistik dengan hasil thitung sebesar 18,33, ttabel sebesar 2,02 pada

tingkat kepercayaan 95% dan db sebesar 39. Hipotesis ketiga dapat diterima . hal

tersebut dapat dibuktikan dari hasil perhitungan taraf signifikan perbedaan dua

mean pretes dan postes dengan thitung 12,9 > ttabel 2,04 pada taraf signifikan 5%

yaitu 2,04 dan derajat kebebasan 27.

Penelitian terdahulu yang kedua melakukan penelitian dengan judul

“Memproduksi Teks Eksplanasi kompleks dengan Menggunakan Media Gambar

Seri Peristiwa pada Siswa Kelas XI SMK Tri Mitra Kota Baru Tahun Pelajaran

2014/2015”. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Astri Mauladini menunjukan

bahawa adanya peningkatan hasil postes dengan nilai rata-rata 5,7 dan hasil

postes dengan rata-rata 7,5. Selisih antara pretes dan postes sebesar 2,3. Media

yang digunakan oleh peneliti terdahulu juga dianggap efektif digunakana pada

pembelajaran memproduksi teks eksplanasi kompleks, hal tersebut dapat dilihat

47

dari hasil perhitungan statistik dengan hasil thitung > ttabel yakni 4,03 > 2,14 pada

tingkat kepercayaan 95 % dan derajat sebesar 22 %. Dapat disimpulkan bahwa

penelitian yang dilakukan oleh Astri Mauladini berhasil. Selain itu ada

persamaan dan perbedaan antara judul yang diajukan penulis dengan penelitian

yang terdahulu. persamaannya terletak pada pembelajaran yang dilakukan yaitu

memproduksi teks eksplanasi kompleks dan perbedaannya terletak pada metode

yang digunakan. Hal tersebut dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 2.1

Penelitian Terdahulu yang Relevan

Nama

Penulis/

Tahun

Judul

Penelitian

Penulis

Judul

Penelitian

Terdahulu

Nama

Penulis

Persamaan Perbedaan

Sri Irma

Jayanti/

2016

Pembelajar-

an

Menyunting

Teks

Eksplanasi

Berfokus

pada

Penggunaan

Konjungsi

dengan

Menggunak

an Metode

Snowball

Throwing

pada Siswa

Kelas XI

SMA Lanud

Husein

Sastranegara

Bandung

Tahun

Pembelajaran

Menyunting

Teks

Negosiasi

Jual Beli

dengan

Mengguna-

kan Metode

Discovery

Learning

pada Siswa

Kelas X IIS

SMA Negeri

1 Parongpong

Tahun

Pelajaran

2013/2014.

Selviana

Komalasari

S.Pd.

Pembelajaran

yang diteliti

sama-sama

menggunaka

n kata kerja

menyunting

dalam proses

pembelajaran

.

Lokasi

penelitian

yang

digunakan

berbeda serta

materi teks

dan metode

yang

digunakan

berbeda.

48

Pelajaran

2015/2016.

Pembelajaran

Mem-

produksi

Teks

Eksplanasi

kompleks

dengan

Menggunaka

n Media

Gambar Seri

Peristiwa

pada Siswa

Kelas XI

SMK Tri

Mitra Kota

Baru Tahun

Pelajaran

2014/2015.

Astri

Mauladini

2015

Terdapat

persamaan

pada teks

yang diguna-

kan yaitu

teks

eksplanasi

kompleks.

Lokasi

penelitian

yang

digunakan

berbeda serta

kata kerja teks

dan metode

yang

digunakan

berbeda.