BAB II TEORI KONVERSI AGAMA -...

25
11 BAB II TEORI KONVERSI AGAMA Dalam bertindak, bertutur kata juga berpikir, manusia memiliki perbedaan antara manusia yang satu dengan yang lainnya. Perbedaan tersebut nampak dalam kehidupan sehari- hari, termasuk dalam pengambilan sebuah keputusan untuk berubah ke arah yang lebih baik atau tidak. Orientasi mengenai perubahan yang baik maupun buruk juga terjadi dalam perubahan agama yang dilakukan oleh seseorang, yang dikenal dengan istilah konversi agama. Ketika seseorang memutuskan untuk melakukan konversi agama, berpikir dengan sungguh adalah langkah konkret pertama. Hal itu terjadi karena konversi agama yang dilakukan berorientasi pada masa depan dari hidup konverter, dan ketika ia memutuskan untuk melakukan konversi agama, terdapat faktor-faktor yang menyebabkan agama baru menjadi pilihan. Untuk lebih mengetahui secara jelas tentang konversi agama, maka akan dipaparkan mengenai hal-hal yang menjadikan konversi agama sebagai sesuatu yang kompleks. Melihat kekompleksan konversi agama, maka penulis memilih teori Konversi Agama yang dipaparkan oleh Lewis R. Rambo, khususnya model bertingkat sistemik dalam sebuah proses konversi agama. II.1 Konversi Agama II.1.1 Pengertian Konversi Agama Konversi agama (religious conversion) secara umum ialah berubah agama ataupun masuk agama, dan jika dilihat secara etimologisnya, konversi berasal dari kata latin “conversio” yang memiliki arti: tobat, pindah, berubah (agama). Kata tersebut

Transcript of BAB II TEORI KONVERSI AGAMA -...

Page 1: BAB II TEORI KONVERSI AGAMA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2872/3/T1_712008041_BAB II.pdf · c. Lewis R.Rambo memberikan beberapa definisi, ... Ismail,

11

BAB II

TEORI KONVERSI AGAMA

Dalam bertindak, bertutur kata juga berpikir, manusia memiliki perbedaan antara

manusia yang satu dengan yang lainnya. Perbedaan tersebut nampak dalam kehidupan sehari-

hari, termasuk dalam pengambilan sebuah keputusan untuk berubah ke arah yang lebih baik

atau tidak. Orientasi mengenai perubahan yang baik maupun buruk juga terjadi dalam

perubahan agama yang dilakukan oleh seseorang, yang dikenal dengan istilah konversi

agama. Ketika seseorang memutuskan untuk melakukan konversi agama, berpikir dengan

sungguh adalah langkah konkret pertama. Hal itu terjadi karena konversi agama yang

dilakukan berorientasi pada masa depan dari hidup konverter, dan ketika ia memutuskan

untuk melakukan konversi agama, terdapat faktor-faktor yang menyebabkan agama baru

menjadi pilihan. Untuk lebih mengetahui secara jelas tentang konversi agama, maka akan

dipaparkan mengenai hal-hal yang menjadikan konversi agama sebagai sesuatu yang

kompleks. Melihat kekompleksan konversi agama, maka penulis memilih teori Konversi

Agama yang dipaparkan oleh Lewis R. Rambo, khususnya model bertingkat sistemik dalam

sebuah proses konversi agama.

II.1 Konversi Agama

II.1.1 Pengertian Konversi Agama

Konversi agama (religious conversion) secara umum ialah berubah agama ataupun

masuk agama, dan jika dilihat secara etimologisnya, konversi berasal dari kata latin

“conversio” yang memiliki arti: tobat, pindah, berubah (agama). Kata tersebut

Page 2: BAB II TEORI KONVERSI AGAMA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2872/3/T1_712008041_BAB II.pdf · c. Lewis R.Rambo memberikan beberapa definisi, ... Ismail,

12

digunakan juga di dalam bahasa Inggris, menjadi “conversion”, yakni berubah dari

suatu keadaan, dari satu agama keagama lain (change from one state, or from one

religion, to another). Dengan melihat pengertian-pengertian tersebut, dapat

disimpulkan konversi agama adalah bertobat, berubah agama, berbalik pendirian

terhadap ajaran agama atau masuk ke dalam agama. Beberapa ahli mengemukakan

pengertian konversi agama secara terminologi, yakni13:

a. Max Heirich mengemukakan konversi agama adalah suatu tindakan dimana

seseorang atau sekelompok orang masuk atau berpindah kesuatu sistem

kepercayaan atau perilaku yang berlawanan dengan kepercayaan sebelumnya.

b. Menurut William James konversi agama ialah

“to be converted, to be regenerated, to recieve grace, to experience religion, to gain an assurance, are so many phrases, which denote, gradual or sudden, by wich a self hithero devide, and consciously wrong inferior and unhappy, becomes unified and consciously right superior and happy, in consequence of its firmer hold upon religious realities.” Pernyataan tersebut dapat berarti: berubah, disatukan, untuk menerima kesukaan, untuk menjalani pengalaman beragama, untuk mendapatkan kepastian bahwa terdapat banyak ungkapan dalam proses tersebut, dan proses tersebut dapat terjadi secara berangsur-angsur atau tiba-tiba, yang di lakukan secara sadar, terpisah dan bahagia. Kesemuanya itu terdapat di dalam konsekuensi penganutnya yang berlandaskan kenyataan beragama.

c. Lewis R.Rambo memberikan beberapa definisi, antara lain:

i. Perubahan sederhana yang terjadi dari ketidakadaan suatu sistem kepercayaan

yang dianut menjadi terciptanya suatu komitmen kepercayaan, dari keanggotaan

dalam agama dengan satu sistem kepercayaan kepada sistem kepercayaan yang

lainnya, atau dari satu orientasi kepada orientasi yang lain dalam satu sistem

kepercayaan tunggal.

13 Bustamam Ismail, “Konversi Agama (Psikologi Agama)”,

dalamhttp://hbis.wordpress.com/2009/12/12/konversi-agama-psikologi-agama/, diunduhpadaKamis, 08 Maret 2012 pkl 15.17

Page 3: BAB II TEORI KONVERSI AGAMA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2872/3/T1_712008041_BAB II.pdf · c. Lewis R.Rambo memberikan beberapa definisi, ... Ismail,

13

ii. Perubahan yang terjadi pada orientasi pribadi seseorang terhadap kehidupan, dari

peristiwa-peristiwa yang tidak disengaja atas ketidakmungkinan dari tindakan

yang dilakukan oleh Tuhan. Hal itu tertanam dalam pikiran dan menjadi suatu

hafalan, yang menjadikan seseorang menggantungkan diri pada hal tersebut.

Orientasi seseorang juga dapat berubah dengan adanya ritual, yang berguna agar

keyakinan seseorang menjadi lebih dalam terkait dengan kehadiran Allah.

iii. Perubahan kehidupan spiritual yang pada awalnya melihat dunia ini sebagai

sesuatu yang jahat, berubah menjadi melihat semua ciptaan sebagai manifestasi

kekuasaan Allah.

iv. Tindakan perubahan yang radikal terhadap perlengkapan yang mampu

menjadikan tingkat spiritualitas seseorang menjadi lemah, berubah menjadi

sebuah tingkat baru yang terkandung di dalamnya suatu perhatian intensif, adanya

komitmen, dan keterlibatan.

Jika dilihat dari segi umur, keputusan melakukan konversi agama cenderung

dilakukan oleh orang-orang yang berusia dewasa. Hal itu erat kaitannya dengan

masalah kejiwaan dan pengaruh dari lingkungan sekitar tempat tinggal. Adapun ciri-

ciri orang yang melakukan konversi agama antara lain14:

i. Arah pandang dan keyakinan seseorang yang mulai berubah terhadap agama dan

kepercayaan yang selama ini diyakini.

ii. Perubahan tersebut dipengaruhi oleh kondisi kejiwaan, sehingga perubahan itu bisa

terjadi secara mendadak atau berproses.

iii. Yang berubah bukan hanya dalam hal berpindah kepercayaan, namun juga dalam

pandangannya terhadap agama yang dianut.

14 H.Ramayulis, Psikologi Agama, (Jakarta: Kalam Mulia, 2002), 80.

Page 4: BAB II TEORI KONVERSI AGAMA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2872/3/T1_712008041_BAB II.pdf · c. Lewis R.Rambo memberikan beberapa definisi, ... Ismail,

14

iv. Faktor kejiwaan dan lingkungan memang mempengaruhi, namun tidak melupakan

faktor petunjuk Yang Maha Kuasa.

II.1.2 Faktor penyebab terjadinya Konversi Agama

Konversi agama dapat terjadi tentunya dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik itu

faktor teologis-ideologis hingga gengsi dan penghargaan. Baik itu dari faktor yang

masih dalam batas logika manusia hingga yang di luar jangkauan pemikiran manusia.

Selain itu terdapat faktor yang mempengaruhi tingkah laku manusia terkait dengan

bidang kehidupan, yakni bidang ekonomi dan politik. Dimana seseorang dapat

melakukan konversi agama dikarenakan untuk merubah keadaan hidupnya. Faktor-

faktor tersebut termasuk di dalam faktor intern dan faktor ekstern, atau yang menurut

A.Penido, berpendapat bahwa konversi agama mengandung dua unsur15:

1. Unsur yang berasal dari dalam diri atau endogenos origin, yaitu proses perubahan

yang terjadi dalam diri seseorang atau kelompok. Dengan kata lain konversi pada

tipe ini terjadi di dalam batin seseorang, yang kemudian membentuk suatu

kesadaran untuk mengadakan suatu transformasi. Penyebabnya ialah adanya krisis.

Dan berdasarkan pertimbangan pribadi, seseorang akan mengambil keputusan.

Proses ini terjadi menurut gejala psikologis yang bereaksi ketika struktur

psikologis yang lama hancur dan seiring dengan proses tersebut muncul pula

struktur psikologis baru yang dipilih.

2. Unsur dari luar atau exogenous origin, yaitu proses perubahan yang berasal dari

luar diri atau kelompok sehingga mampu menguasai kesadaran orang atau

kelompok yang bersangkutan. Kekuatan yang berasal dari luar ini kemudian

15 Ibid., 86.

Page 5: BAB II TEORI KONVERSI AGAMA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2872/3/T1_712008041_BAB II.pdf · c. Lewis R.Rambo memberikan beberapa definisi, ... Ismail,

15

menekan pengaruhnya pada kesadaran seseorang, mungkin berupa tekanan batin,

sehingga memerlukan penyelesaian oleh yang bersangkutan.

Faktor-faktor tersebut secara terperinci dipaparkan sebagai berikut:

1) Faktor-faktor yang menjadi pendorong seseorang melakukan konversi agama,

antara lain:

a. Ditinjau dari segi agama ialah faktor petunjuk Ilahi atau adanya pengaruh

supranatural, maksudnya ialah manusia mempercayai bahwa segala sesuatu di

atur oleh Tuhan, atau dengan kata lain adanya intervensi dari Tuhan di dalam

kehidupan manusia. Intervensi tersebut dominan dalam pengalaman-

pengalaman yang bagi manusia tidak mungkin untuk terjadi, namun justru dapat

terjadi. Terkadang hal tersebut bersifat radikal sehingga manusia tidak sanggup

menerimanya. Dengan demikian hal itu dipercaya dapat terjadi karena adanya

campur tangan Tuhan, dan merupakan kasih karunia Tuhan atas hidup

manusia.16

b. Dari perspektif sosiologi berpendapat bahwa penyebabnya ialah karena

pengaruh sosial, yaitu hubungan antara orang yang melakukan konversi agama

tersebut dengan orang lain. Dari faktor sosial ini, terbagi lagi di dalam sub

faktor yang terdapat enam poin, yakni:

i. Pengaruh hubungan antar pribadi baik pergaulan yang bersifat keagamaan

maupun non-agama (kesenian, ilmu pengetahuan, kebudayaan).

ii. Pengaruh kebiasaan yang rutin, misalnya biasa mengikuti upacara keagamaan

pada lembaga formal maupun non-formal.

iii. Pengaruh anjuran atau propaganda dari orang-orang yang dekat.

16 D. Hendropuspito, Sosisologi Agama, (Yogyakarta: Kanisius, 1983), 80.

Page 6: BAB II TEORI KONVERSI AGAMA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2872/3/T1_712008041_BAB II.pdf · c. Lewis R.Rambo memberikan beberapa definisi, ... Ismail,

16

iv. Pengaruh adanya hubungan yang baik dengan pemimpin keagamaan.

v. Pengaruh perkumpulan yang berdasarkan kesamaan hobi.

vi. Pengaruh kekuasaan pemimpin, yakni berdasarkan kekuatan hukum.

c. Perspektif psikologi, yaitu faktor pembebasan dari tekanan batin. Maksudnya

ialah gejala tekanan batin yang dimiliki oleh seseorang mendorongnya untuk

mencari jalan keluar agar memperoleh ketenangan batin dengan mencari

kekuatan lain, yaitu masuk agama lain. Ketika orang tersebut berada dalam

kehidupan batin yang kosong dan tak berdaya, ia akan mencari perlindungan

kekuatan lain yang mampu memberikan kehidupan jiwa yang tenang dan

tentram. Penyebab timbulnya faktor ini ialah dari faktor intern maupun ekstern

yang antara lain:

Adapun yang menjadi faktor intern-nya adalah:

i. Kepribadian tertentu akan mempengaruhi kehidupan jiwa seseorang.

Hasil penelitian W.James menyatakan bahwa yang rentan untuk

melakukan konversi agama adalah tipe melankolis.

ii. Menurut Guy E. Sawanson, ada kecenderungan anak yang lahir diantara

anak sulung dan bungsu, sering mengalami stress jiwa. Dari pembawaan

sejak lahir yang mempengarui terjadinya konversi agama.

Faktor ekstern adalah:

i. Faktor keluarga yang di dalamnya terjadi hal-hal yang kurang baik, yang

dapat menyebabkan terjadinya tekanan batin.

ii. Lingkungan tempat tinggal yang tidak menerima orang tersebut dengan

baik, merasa tinggal sebatang kara, sehingga menginginkan tempat yang

dapat menerimanya, yang tenang hingga kegelisahan batinnya hilang.

Page 7: BAB II TEORI KONVERSI AGAMA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2872/3/T1_712008041_BAB II.pdf · c. Lewis R.Rambo memberikan beberapa definisi, ... Ismail,

17

iii. Perubahan status yang berlangsung mendadak akan banyak

menimbulkan koversi agama (misalnya: cerai, nikah beda agama,

perubahan pekerjaan).

iv. Kondisi sosial ekonomi (kemiskinan).

d. Dari perspektif ilmu pendidikan mengemukakan bahwa dengan didirikannya

sekolah-sekolah yang bernaung di bawah yayasan agama, tentunya memiliki

tujuan keagamaan. Dengan demikian siswa yang memilih belajar di sekolah

tersebut juga harus terbiasa mengikuti kegiatan-kegiatan keagamaan yang

diterapkan di sekolah tersebut.

2) Faktor-faktor penarik, yaitu hal-hal yang terjadi di luar diri orang yang akan

melakukan konversi agama, yang juga menjadi bahan pertimbangan dalam

pengambilan keputusan untuk melakukan konversi agama. Faktor-faktor tersebut

antara lain:

a. Kejadian-kejadian yang menyenangkan maupun yang menyusahkan.17

Kejadian-kejadian tersebut akan tersimpan di dalam memori otak yang setelah

beberapa waktu pada akhirnya menjadi apa yang dikenal dengan sebutan

pengalaman. Serupa dengan kejadian yang terbagi menjadi kejadian yang

menyenangkan maupun yang tidak, pengalaman pun terbagi menjadi yang

menyenangkan maupun yang menyusahkan. Pengalaman-pengalaman yang

menyenangkan misalnya saja memperoleh jalan keluar atas masalah yang bagi

seseorang sangat sulit untuk diselesaikan dalam jangka waktu yang cukup

lama, atau hidup keluarga yang berubah menjadi harmonis setelah beberapa

lama dalam keadaan yang individualistis akibat kesibukkan masing-masing

17 Ibdi., 84.

Page 8: BAB II TEORI KONVERSI AGAMA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2872/3/T1_712008041_BAB II.pdf · c. Lewis R.Rambo memberikan beberapa definisi, ... Ismail,

18

anggota keluarga. Sedangkan contoh dari pengalaman yang menyusahkan ialah

ketika seseorang berada dalam krisis, baik krisis dalam penerimaan sesuatu

yang buruk seperti kematian (yang dalam ilmu konseling dikenal dengan

sebutan terminal illness) atau krisis dalam kehidupan ekonomi.18

b. Komunitas agama, yang berarti ketika seseorang melalukan konversi agama,

tersirat di dalamnya keinginan untuk mencari komunitas keagamaan yang

dianggap sanggup memberikan jawaban yang meredakan batinnya. Ketika

orang tersebut menemukan komunitas agama yang baru, yang di dalam

komunitas tersebut dapat memberikan ruang baginya mengembangkan diri dan

sesuai dengan keinginannya dalam menjawab kebutuhan hidupnya selama ini,

maka di dalam komunitas agama yang baru itulah yang diyakini sebagai jalan

hidup yang baru.19

c. Keunggulan kultural kelompok agama baru, maksudnya ialah di dalam masing-

masing agama memiliki daya tariknya tersendiri sehingga dapat menarik

perhatian dan rasa ingin tahu manusia. Hal itu dapat terjadi karena di dalamnya

terdapat sistem nilai budaya yang lebih tinggi daripada sistem nilai budaya di

agama yang lama.20 Keunggulan nilai budaya agama yang baru dilihat dari

sudut pandang subyektif, terdapat tiga hal yakni:

i. Ajaran agama yang lebih tinggi. Masing-masing agama memiliki ajarannya

tersendiri, namun ada ajaran tertentu yang dipandang sebagai ajaran yang

tinggi. Ajaran tinggi tersebut terdapat di agama Kristen yakni tentang

keselamatan yang dilakukan oleh Yesus yang adalah Juruselamat. Ia

membebaskan semua manusia dari segala kejahatan yang telah dilakukan.

18 Robert H. Thoubless, diterjemahkan oleh Machnum Husein dalam Pengantar Psikologi Agama, (Jakarta:

Rajawali Pers), 59-70. 19 D. Hendropuspito, Sosisologi Agama, ...., 85. 20 Ibid., 87-90.

Page 9: BAB II TEORI KONVERSI AGAMA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2872/3/T1_712008041_BAB II.pdf · c. Lewis R.Rambo memberikan beberapa definisi, ... Ismail,

19

Doktrin yang jika dilihat dari agama yang lama, tentu menjadi doktrin baru

yang mampu membuka perspektif yang baru dan menimbulkan krisis batin.

Ketika krisis batin terjadi, orang yang mengalami hal tersebut merasa

tertarik untuk masuk ke agama baru. Selain doktrin ternyata kebudayaan

agama juga dihargai, dimana agama Kristen memiliki nilai kebudayaan dan

peradaban yang tinggi, yakni kebudayaan dan peradaban Yunani.

ii. Sarana-sarana rohani yang mengatasi kekuatan manusia, dalam hal ini

terdapat dua hal yang sangat istimewa yakni “kharisma” dan “kekuatan

supra-empiris” atau yang juga disebut sebagai kekuatan “magis” yang

dimiliki agama baru. Christopher Dowson dan H.O. Taylor berpendapat

bahwa kekuatan magis menjadi faktor penarik yang dominan, hal tersebut

dapat dilihat di dalam contoh masuknya suku-suku bangsa primitif di Eropa

Utara ke agama Kristen, karena mereka percaya kekuatan tersebut dimiliki

oleh agama Kristen. Kekuatan tersebut tidak memerlukan persiapan yang

sulit, namun hasilnya cepat dirasakan. Kekuatan tersebut nampak jelas

dalam agama Katolik, yaitu dengan tujuh sakramen yang dipercaya sebagai

titik temu antara Allah dan manusia. Sedangkan kharisma mayoritas

dimiliki oleh para pemimpin agama, adalah:

“suatu kesanggupan yang dimiliki seseorang bukan karena usahanya sendiri, tetapi dipercaya sebagai berasal langsung dari Tuhan, dan membuat orang yang bersangkutan menjadi pemimpin yang luar biasa.”

iii. Keunggulan pengetahuan ilmiah yang dimiliki oleh pemeluk-pemeluk

agamanya.

II. 1.3. Tipe Konversi Agama

Page 10: BAB II TEORI KONVERSI AGAMA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2872/3/T1_712008041_BAB II.pdf · c. Lewis R.Rambo memberikan beberapa definisi, ... Ismail,

20

Seperti yang telah dipaparkan di awal bab ini, bahwa manusia pada hakekatnya

adalah berbeda. Hal itu juga nampak dalam ide atau gagasan mengenai pengertian

konversi agama yang dipaparkan oleh beberapan ahli. Hal serupa juga terjadi di dalam

pemamparan mengenai tipe konversi agama. Dua ahli mengemukakan gagasan

mereka masing-masing terkait dengan tipologi dari konversi agama, yang ditinjau dari

sudut pandang yang berbeda pula. Jika dilihat dari sudut pandang waktu terjadinya

konversi agama, Starbuck mengemukakan dua tipe, yakni21:

a. Tipe Volitional (perubahan bertahap)

Terjadinya konversi agama di dalam tipe ini berlangsung dengan proses secara

perlahan-lahan, sehingga pada akhirnya akan menjadi kebiasaan rohani yang

baru. Dalam tipe ini tersirat proses perjuangan batin yang tidak mudah.

b. Tipe Selp Surrender (perubahan drastis)

Konversi yang terjadi secara mendadak, tanpa adanya sebuah proses yang

dapat mengubah pendirian seseorang terhadap suatu agama yang dianutnya.

Menurut Willian James, tipe ini biasanya terjadi pada orang yang mendapat

petunjuk dari Yang Maha Kuasa. Hal itu dikarenakan gejalanya terjadi dengan

sendirinya sehingga orang tersebut menerima kondisi yang baru itu dengan

berserah.

Lewis R. Rambo di dalam bukunya yang berjudul Understanding Religious

Conversion memaparkan berbagai karakteristik yang bervariasi dari beberapa

konversi yang ada.22 Dalam hal ini ia mengemukakan lima tipologi, yaitu:

a) Apostasy or defection (Murtad atau penyeberangan) adalah penolakan dari tradisi

agama atau keyakinan sebelumnya. Perubahan ini bukan berarti menerima

seluruh perspektif agama yang baru, melainkan hanya mengadopsi sistem nilai-

21 H.Ramayulis, Psikologi Agama...., 82-83. 22 Lewis R. Rambo, Understanding Religious Conversion, (London: Yale University, 1993), 12-14.

Page 11: BAB II TEORI KONVERSI AGAMA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2872/3/T1_712008041_BAB II.pdf · c. Lewis R.Rambo memberikan beberapa definisi, ... Ismail,

21

nilai non-religius. Di dalam tipe ini terdapat unsur pemaksaan, maksudnya ialah

orang-orang yang terdapat di dalam gerakan keagamaannya sendiri, dengan

sengaja hapus dari keanggotaan. Kemurtadan termasuk dalam tipologi ini karena

memiliki dinamikanya tersendiri yakni kehilangan iman atau meninggalkan

kelompok agama yang lama merupakan suatu bentukyang penting dari

perubahan, baik secara individu maupun kolektif.

b) Intesification (Pendalaman) adalah komitmen iman yang telah dimiliki oleh orang

yang melakukan konversi ketika ia masih berada pada keanggotaan sebelumnya,

tetap dipetahankan, bahkan komitmen iman tersebut di revitalisasi, baik yang

formal maupun yang non-formal.

c) Affiliation (Keanggotaan) adalah gerakan individu maupun kelompok dari yang

tidak atau yang sedikit memiliki komitmen agama, menjadi terlibat penuh di

dalam lembaga maupun komunitas iman.

d) Institutional transition (Peralihan Kelembagaan) meliputi perubahan dari

seseorang maupun kelompok dari satu komunitas ke komunitas yang lainnya

dalam suatu tradisi besar. Misalnya konversi yang dilakukan dari Gereja Baptist

ke Gereja Presbyterian dalam Protestanisme Amerika.

e) Tradition transition (Peralihan tradisi) mengarah pada gerakan individu maupun

kelompok dari tradisi agama besar ke tradisi agama yang lainnya. Pergerakan ini

juga termasuk dalam berpindah dari satu pandangan dunia, sistem ritual, simbol

alam semesta, dan gaya hidup.

II. 1.4 Model-model Konversi Agama

Dalam menganalisa berpindahnya seseorang dari satu agama ke agama yang

lainnya, diperlukan pengetahun yang mendalam mengenai konversi agama, termasuk

Page 12: BAB II TEORI KONVERSI AGAMA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2872/3/T1_712008041_BAB II.pdf · c. Lewis R.Rambo memberikan beberapa definisi, ... Ismail,

22

di dalamnya model-model konversi agama itu sendiri. Sebab pemahaman orang

awam, konversi agama hanya terdiri dari satu macam atau model. Rambo R. Lewis

membantu membuka paradigma terkait dengan hal tersebut dengan memaparkan dua

model, yaitu23:

a) Model holistik (Holistic model) adalah model yang menjelaskan proses konversi

secara menyeluruh, dengan memiliki empat unsur penting, antara lain:

kebudayaan, masyarakat, pribadi dan sistem agama. Agar konversi dimengerti di

dalam kekayaan dan kekompleksannya, diperlukan disiplin ilmu dari bidang

antropologi, sosiologi, psikologi, dan agama. Dengan empat unsur tersebut

menjadi hal yang penting sekali untuk mengerti konversi.

i. Kebudayaan menggagasi intelektual, moral dan lapisan spiritual dari

kehidupan. Mitos-mitos, ritual-ritual dan simbol-simbol dari sebuah

kebudayaan memberikan garis pedoman untuk hidup sehari-hari, yang

mana sering kali tanpa disadari telah diadopsi dan diterima sebagaimana

adanya. Kebudayaan merupakan sebuah manifestasi kekreatifitasan

manusia dan tenaga yang sangat kuat dalam bentuk dan pembaharuan dari

individu, kelompok dan masyarakat.

ii. Dari hasil pengujian para ahli sosiologi, ditemukan bahwa masyarakat dan

aspek lembaga dari tradisi memiliki pengaruh di dalam konversi.

Maksudnya ialah dengan interaksi yang dilakukan seseorang dengan

lainnya, terdapat suasana yang mereka rasakan. Dari situasi tersebut,

menimbulkan harapan-harapan dalam diri mereka, terhadap kelompok

dimana mereka terlibat. Semuanya itu memiliki potensi di dalam orang

melakukan konversi agama.

23 Ibid., 7-11.

Page 13: BAB II TEORI KONVERSI AGAMA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2872/3/T1_712008041_BAB II.pdf · c. Lewis R.Rambo memberikan beberapa definisi, ... Ismail,

23

iii. Perubahan yang terjadi di dalam diri seseorang baik itu pikiran, perasaan

dan tindakan, termasuk dalam psikologi. William James, seorang psikologi

konversi klasik mengemukakan bahwa jalan yang memungkinkan

seseorang melakukan konversi agama ialah terdapat hal-hal yang

mendahuluinya, antara lain: penderitaan yang berat, terjadi kerusuhan,

keputus-asaan, kesalahan dan kesulitan-kesulitan lainnya.

iv. Tujuan dari konversi agama adalah membawa orang masuk ke dalam

hubungan dengan meramalkan dan menyediakan bagi mereka suatu

pengertian baru dari arti dan tujuan agama. Beragama bukan hanya

membutuhkan kepercayaan, melainkan beragama menyatakan secara tidak

langsung kehormatan dari fakta bahwa konversi adalah sebuah proses

agama yang di dalamnya sedang terlibat berbagai komponen yang ada, yang

disusun dengan teliti, yakni: kekuatan, ide-ide, lembaga-lembaga, ritual-

ritual, mitos-mitos dan simbol-simbol.

b) Model bertingkat (stage model) yang terbagi menjadi dua, yakni: sequential stage

model (model bertingkat yang berurutan) yaitu proses yang di dalamnya terdapat

tujuh tingkatan yang tersusun, antara lain: tingkat pertama konteks, tingkat kedua

krisis, tingkat ketiga pencarian, tingkat keempat pertemuan, tingkat kelima

interaksi, tingkat keenam komitmen, dan tingkat yang terakhir yaitu

konsekuensi.24 Model yang kedua, systemic stage model (model tingkatan

sistemik),25 adalah model yang memiliki tujuh tingkatan serupa dengan

sequential stage model, namun ketujuh unsur tersebut tidak mutlak berada pada

tingkatannya. Dalam model ini terdapat satu unsur yang menjadi pusat penyebab

dari proses konversi agama, namun yang menjadi pusat tersebut tidak menjadi hal 24 Lewis R. Rambo, Understanding Religious Conversion..., 16-17. 25 ZulkifliAbdillah,dalamhttp://zulkifli-stainptk.blogspot.com/2012/05/artikel_03.html,diunduh pada hariSelasa,

19 Juni 2012 pkl 12.49

Page 14: BAB II TEORI KONVERSI AGAMA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2872/3/T1_712008041_BAB II.pdf · c. Lewis R.Rambo memberikan beberapa definisi, ... Ismail,

24

yang mutlak. Ketujuh unsur dapat berpindah-pindah tingkat dan saling terkait.26

Sebuah model bertingkat lebih tertuju pada sebuah proses perubahan yang terjadi

setiap waktu, yang biasanya memperlihatkan suatu rangkain dari proses tersebut.

Lewis R. Rambo mengemukakan model ini bukan sekedar terdiri dari banyak

dimensi (multidimensional) dan sejarah, melainkan juga berorientasi pada proses.

Hal tersebut ingin mengatakan bahwa konversi adalah pendekatan sebagai suatu

rentetan elemen-elemen yang ada, yakni interaktif dan kumulatif sepanjang

waktu. Penjelesan dari ketujuh unsur tersebut, antara lain:

i. Konteks adalah penggabungan antara superstruktur dan infrastruktur dari

konversi, di dalamnya termasuk sosial, kebudayaan, agama dan dimensi

pribadi. Pada unsur ini dibagi ke dalam dua bagian yakni Macrocontext dan

microcontext. Macrocontext berkenaan dengan keseluruhan lingkungan,

termasuk di dalamnya element sistem politik, organisasi agama,

pertimbangan-pertimbangan ekologi yang relevan, badan hukum yang

melintasi nasional (tansnational), dan sistem ekonomi. Sedangkan

microcontext adalah menyangkut keluarga, kelompok etnis, komunitas

keagamaan, dan tetangga sekitar. Hal-hal tersebut dengan segera

mempengaruhi sebuah peranan penting di dalam pengertian tentang identitas,

kepemilikkan yang terdapat dalam bentuk pikiran-pikiran manusia, perasaan-

perasaan dan tindakan-tindakan.27 Microcontext selanjutnya berinterkasi

dengan macrokontext dengan berbagai cara, baik menerima dan

memfasilitasi atau menolak macrocontext.

26 Lewis R. Rambo, Understanding Religious Conversion..., 18 27 Ibid., 20-22.

Page 15: BAB II TEORI KONVERSI AGAMA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2872/3/T1_712008041_BAB II.pdf · c. Lewis R.Rambo memberikan beberapa definisi, ... Ismail,

25

Sumber: Lewis R. Rambo, Understanding Religious Conversion, (London: Yale University, 1993), 21.

ii. Krisis termasuk di dalam proses seseorang melakukan konversi agama, karena

hampir semua peneliti setuju bahwa beberapa bentuk krisis mendahului

terjadinya konversi. Krisis tersebut kemungkinan bersifat keagamaan, politik,

psikologi atau kebudayaan asli. Di dalam tingkat ini, terdapat dua pokok

persoalan dasar, yakni hal penting dalam pokok-pokok persoalan kontekstual,

dan yang kedua ialah tahapan dari aktifitas dan kepasifan di dalam konversi.

Dalam pemamparan mengenai sifat dasar krisis, banyak literatur yang

menekankan pada disintegrasi sosial, penindasan politik, atau juga sebuah

peristiwa yang di dramatisir. Krisis juga memiliki sifat dasar lainnya, yakni

mampu membimbing seseorang kepada hal yang bukan dramatis,

memberikan respon yang sangat kuat untuk mengakui kesalahan atau dosa

dan pada akhirnya melakukan suatu perubahan. Sifat dasar dari krisis

tersebut akan berlainan antara orang yang satu dengan orang yang lain dan

dari situasi yang satu ke situasi yang lainnya. Krisis yang dihadapi oleh

seseorang dapat ditimbulkan oleh berbagai sebab, antara lain: pengalaman

mistik, pengalaman yang terjadi ketika mendekati kematian, sakit penyakit

dan proses mengobati, perasaan dan persepsi bahwa hidup harus memiliki

Krisis

Pertemuan Pencarian

Interaksi Komitmen

Konsekuensi

Konteks

Page 16: BAB II TEORI KONVERSI AGAMA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2872/3/T1_712008041_BAB II.pdf · c. Lewis R.Rambo memberikan beberapa definisi, ... Ismail,

26

arti dan tujuan, keinginan manusia yang selalu ingin lebih, mengubah

keadaan pikiran atau perasaan agar berada pada keadaan yang sadar (karena

pengaruh obat-obatan terlarang), kepribadian seseorang yang mudah

menyesuaikan diri dalam berbagai lapangan pekerjaan, patologi (terlalu

sering melakukan analisis terhadap psikis orang lain), pengingkaran atas

agama; prinsip; tujuan; tatanan moral, dan stimulus yang berasal dari luar

seperti lingkungan dan kebudayaan, aktifitas penginjilan).28

Sumber: Lewis R. Rambo, Understanding Religious Conversion, (London: Yale University, 1993),45.

iii. Pencarian yang dimaksud dalam hal ini ialah pekerjaan yang dilakukan oleh

manusia secara terus menerus di dalam proses rekonstruksi dan

merekonstruksi kembali untuk menciptakan arti dan tujuan. Berakar dari hal

inilah maka seorang ahli sosial yang bernama James Richardson memulai

untuk melihat orang-orang sebagai agen yang aktif dalam menciptakan arti

dan memilih untuk beragama. Dengan demikian, proses dari membangun arti

inilah yang disebut dengan pencarian. Dalam hal ini pelaku konversi menjadi

agen aktif, karena mereka dapat mencari kepercayaan-kepercayaan,

kelompok-kelompok, dan organisasi-organisasi yang menyediakan apa yang 28 Ibid., 44-55.

Krisis

Pencarian

Interaksi

Konteks

Konsekuensi

Komitmen

Pertemuan

Page 17: BAB II TEORI KONVERSI AGAMA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2872/3/T1_712008041_BAB II.pdf · c. Lewis R.Rambo memberikan beberapa definisi, ... Ismail,

27

mereka butuhkan. Pencarian tersebut dapat terjadi karena tersedianya struktur

yang di dalamnya seseorang dapat bergerak dari emosi, intelektual, lembaga-

lembaga agama, komitmen-komitmen, kewajiban-kewajiban sebelumnya

menuju pilihan yang baru. Ketika seseorang melakukan pencarian-pencarian

tersebut, tentunya terdapat motivasi yang memperkuatnya dalam mencapai

kebutuhan-kebutuhannya, baik itu motivasi resolusi konflik, gambaran

kesalahan, atau tekanan dalam keluarga. Seymour Epstein mengemukakan

empat motivasi dasar manusia bertindak, yaitu: kebutuhan akan pengalaman

yang senang dan menjauhi yang buruk; kebutuhan untuk sebuah sistem yang

konseptual; kebutuhan dalam mempertinggi penghargaan diri; dan kebutuhan

dalam menetapkan dan mempertahankan hubungan-hubungan. Selain

motivasi-motivasi tersebut, Rambo L.Lewis menambahkan dua faktor

motivasi lainnya, yaitu: tenaga dan hal yang lebih penting dari sesuatu.29

Sumber: Lewis R. Rambo, Understanding Religious Conversion, (London: Yale University, 1993),57.

iv. Dalam tingkatan yang keempat ini, jika dilihat dari sudut pandang ilmu sosial,

terdapat struktur yang mendasar dalam pertemuan.30 Struktur-struktur

tersebut meliputi para penganjur, orang yang akan berkonversi, dan

pengaturan. Selain itu juga dalam pertemuan ini, banyak faktor yang

29 Ibid., 56-65. 30 Zulkifli Abdillah,dalam http://zulkifli-stainptk.blogspot.com/2012/05/artikel_03.html,diunduh pada hari

Selasa, 19 Juni 2012 pkl 12.49.

Pencarian

Konteks

Konsekuensi

Krisis

Interaksi

Pertemuan

Komitmen

Page 18: BAB II TEORI KONVERSI AGAMA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2872/3/T1_712008041_BAB II.pdf · c. Lewis R.Rambo memberikan beberapa definisi, ... Ismail,

28

mempengaruhi hasilnya, namun yang terpenting menurut sebagian besar

ilmuan sosial adalah ideologi, usia, jenis kelamin, pendidikan, dan

sebagainya. Dalam proses pertemuan, terdapat tahapan-tahapan yang perlu

dilakukan oleh pelaku konversi. Tahapan-tahapan tersebut antara lain:

kebutuhan-kebutuhan afektif, intelektual, kognitif, dan advokasi. Tidak

hanya terbatas pada hal-hal tersebut, kharisma dan keteladanan, khususnya

dari para pemimpin, juga memegang peranan penting dalam tahap ini.

Krisis

Sumber: Lewis R. Rambo, Understanding Religious Conversion, (London: Yale University, 1993), 67.

v. Dalam tingkatan interaksi, menjadi salah satu potensi dari pelaku konversi

untuk menyambung hubungan dan menjadi lebih terlibat, atau mereka yang

bekerja sebagai penyokong akan meneruskan interaksi yang terdapat

kemungkinan-kemungkinan yang layak untuk diperluas.31 Seorang ahli

sosiologi mengemukakan proses enkapsulasi yang menciptakan suatu

lingkungan yang di dalamnya terdapat elemen penting sekali dalam operasi

konversi. Proses tersebut mencakup empat elemen atau dimensi, yakni:

31 Lewis R. Rambo, 102-108.

Konteks

Interaksi

Pertemuan

Konsekuensi

Pencarian

Komitmen

Page 19: BAB II TEORI KONVERSI AGAMA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2872/3/T1_712008041_BAB II.pdf · c. Lewis R.Rambo memberikan beberapa definisi, ... Ismail,

29

a) Hubungan-hubungan, yang di dalamnya mampu menciptakan dan

menggabungkan ikatan-ikatan emosi ke dalam kelompok dan realitas

perspektif baru hari demi hari.

b) Ritual, menyediakan penggabungan mode-mode yang sedang

diperkenalkan dengan dan hubungan kepada jalan hidup yang baru.

c) Kepandaian berbicara, menyediakan suatu sistem penerjemah yang dapat

memberikan berupa sumbangan petunjuk dan pengertian kepada orang

yang melakukan konversi.

d) Melalui peran, dapat menggabungkan keterlibatan seseorang dengan

memberikannya suatu misi khusus untuk dapat diselesaikan.

Sumber: Lewis R. Rambo, Understanding Religious Conversion, (London: Yale University, 1993),103.

vi. Komitmen merupakan bagian dari proses konversi yang perlu dilakukan oleh

pelaku konversi setelah melakukan interkasi yang intensif dengan kelompok

agama yang baru. Ketika interaksi tersebut dilakukan, maka pelaku konversi

akan membuat sebuah pilihan dengan berkomitmen. Komitmen seseorang

biasa ditunjukkan dengan menjalankan ritual agama yang baru.32 Komitmen

tersebut dikenal dengan sebutan komitmen ritual, seperti: baptis dan 32 Ibid., 124.

Interaksi

Konteks

Pertemuan

Konsekuensi

Pencarian

Komitmen

Krisis

Page 20: BAB II TEORI KONVERSI AGAMA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2872/3/T1_712008041_BAB II.pdf · c. Lewis R.Rambo memberikan beberapa definisi, ... Ismail,

30

kesaksian. Karena dengan kedua hal tersebut, memperlihatkan perubahan

seseorang dan partisipasinya di dalam perubahan tersebut, serta orang lain

juga dapat melihat keputusan yang diambil oleh pelaku konversi (menjadi

saksi). Di dalam tingkat ini terdapat lima elemen yang melingkupi: membuat

keputusan; ritual-ritual; penyerahan; manifestasi kesaksian yang terkandung

di dalam perubahan bahasa dan rekonstruksi biografi; dan perumusan

kembali motivasi.

Sumber: Lewis R. Rambo, Understanding Religious Conversion, (London: Yale University, 1993), 125.

vii. Ketika seseorang telah memutuskan untuk melakukan konversi agama,

tentunya telah banyak hal-hal yang dipertimbangkan, termasuk akibat atau

yang dalam tingkatan ini disebut dengan konsekuensi. Lewis R. Rambo

mengemukakan lima pendekatan untuk menyelidiki konsekuensi, yaitu:

peranan prasangka seseorang terhadap suatu penilaian; penyelidikan biasa;

melihat lebih mendalam terkait dengan konsekuensi-konsekuensi sosio-

budaya dan sejarah; konsekuensi psikologi; dan konsekuensi-konsekuensi

teologi dari konversi.33

33 Ibid., 142.

Konteks

Krisis

Interaksi

Komitmen

Konsekuensi

Pertemuan

Pencarian

Page 21: BAB II TEORI KONVERSI AGAMA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2872/3/T1_712008041_BAB II.pdf · c. Lewis R.Rambo memberikan beberapa definisi, ... Ismail,

31

Sumber: Lewis R. Rambo, Understanding Religious Conversion, (London: Yale University, 1993),143.

Konsekuensi atau yang biasa disebut dengan akibat, efek, dampak, dalam

konversi agama erat kaitannya dengan keenam elemen lainnya. Dalam proses

konversi, setelah individu melalui krisis yang terjadi dalam batinnya, ia mulai mencari

kelompok, komunitas, agama yang sesuai dengan kebutuhannya dan menemukan apa

yang dicari, yang kemudian berbagai interaksi mulai dapat dilakukan serta

dikembangkan guna menyatukan diri dengan kelompok, komunitas maupun agama

yang baru sebagai tanda kesiapan atau komitmen. Dari proses konversi tersebut tentu

menimbulkan dampak, yang dapat ditimbulkan dari lingkungan sekitar, konteks

dimana individu tersebut berada, sebagai respon terhadap individu yang melakukan

konversi agama.

Dampak atau konsekuensi yang ditimbulkan dalam suatu proses, termasuk proses

konversi agama dapat bersifat positif maupun negatif. Menurut M.Manullang, dalam

pengambilan satu keputusan diiringi dengan adanya sesuatu yang tidak tidak

menyenangkan. Sesuatu itulah yang disebut dengan dampak yang tidak

menyenangkan atau kehilangan keuntungan yang berharga.34 Dengan kata lain

34 M.Manullang, Pedoman Praktis Pengambilan Keputusan, (Yogyakarta: BPFE Yogyakarta, 1986), 11 & 19.

Konteks

Krisis

Interaksi

Komitmen

Konsekuensi

Pertemuan

Pencarian

Page 22: BAB II TEORI KONVERSI AGAMA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2872/3/T1_712008041_BAB II.pdf · c. Lewis R.Rambo memberikan beberapa definisi, ... Ismail,

32

dampak tersebut bersifat negatif ketika individu justru kehilangan keuntungan yang

berharga ketika melakukan proses konversi agama.

Ketika berbicara mengenai sesuatu yang berharga, dalam segala bidang

kehidupan dari individu, akan memiliki sesuatu yang berharga, baik dalam bidang

ekonomi seperti pekerjaan yang mampu menghasilkan harta benda dan uang yang

melimpah. Dalam bidang sosial dan agama, interaksi yang selalu terjalin dan

harmonis di dalam masyarakat, komunitas maupun keluarga, juga kelompok agama,

interaksi antar individu dengan Tuhan-nya terus dilakukan. Dalam bidang politik,

individu memiliki kedudukan yang baik; serta dalam kebudayaan, ia masih melakukan

dan memelihara apa yang menjadi kebudayaannya. Namun hal-hal tersebut dapat

menjadi kebalikannya, dimana sebagai dampak atau konsekuensi dalam individu

berpindah dari satu agama ke agama lainnya. Selain itu juga ketika individu yang

melakukan konversi agama namun tidak secara benar mempelajari, mengimani dan

melakukan ajaran-ajaran agama yang baru, kedangkalan pun akan terjadi. Imannya

terhadap agama yang baru akan tidak mendalam, dengan begitu individu tersebut akan

mudah mencampur-adukkan antara ajaran agamanya yang lama dengan yang baru.

Hal inilah yang menimbulkan adanya sinkritisme agama.

Dampak negatif yang diimbulkan dari proses konversi agama, memiliki kaitan

dengan suatu hukuman yang diberikan oleh kelompok agama yang lama kepada

individu yang berpindah dari agama mereka. Hukuman tersebut bervariasi, baik mulai

dari pemberian nama yang bermakna buruk, seperti pengkhianat, orang kafir,

pembangkang dan orang yang murtad.35 Hukuman dalam tindakan juga diberikan,

bagi agama Islam,dimana sebagian besar ulama memberikan hukuman mati kepada

mereka yang meninggalkan agama Islam (sikap riddah atau keluar dari Islam). 35 Rusli, “KONVERSI AGAMA: TINJAUAN FIQH TERHADAP HADDRIDDAH”, dalam

http://bangrusli.blogspot.com/2011/06/konstruksi-mazhab-fikih.html, diunduh pada hari Minggu, 08 Juli 2012 pkl 14.26

Page 23: BAB II TEORI KONVERSI AGAMA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2872/3/T1_712008041_BAB II.pdf · c. Lewis R.Rambo memberikan beberapa definisi, ... Ismail,

33

Namun sebagian dari mereka yang menganut kebebasan bergama, dimana HAM dan

Al-Qur’ãn (khususnya dalam Q.S. Yunus : 99 “Apakah engkau, memaksa manusia,

supaya mereka menjadi orang-orang yang beriman semuanya”?) lebih memilih untuk

tidak memberikan hukuman mati, karena mereka beranggapan bahwa apa yang

dilakukan individu khususnya ketika meninggalkan agama, akan menjadi dosa

pribadi. Dengan demikian hal tersebut menjadi urusan pribadi dengan Tuhan.36

Sebagian orang merasakan dihapusnya hak atas harta warisan, pengasingan, hilangnya

hak perwalian atas anak, hilangnya hak-hak sebagai suami maupun istri,kesemuanya

tersebut sebagai dampak negatif berupa hukuman dalam tindakan.

Di lain sisi dari proses konversi agama terdapat dampak positif, yakni: individu

lebih memaknai peran agama di dalam menjawab kebutuhan hidupnya. Dengan

memilih dan memutuskan untuk melakukan konversi agama, individu dapat

mengevaluasi diri sendiri terkait dengan penghayatannya terhadap iman

kepercayaannya dalam satu agama. Selain itu juga akan memunculkan kesadaran

terkait dengan pluralisme agama.37

II.1.5. Motif Konversi Agama

Konversi agama adalah hal yang kompleks, yang di dalamnya terkandung

berbagai macam bidang ilmu, baik psikologi, budaya, sosial. Selain itu juga untuk

dapat mengerti mengenai konversi, perlu mengetahui hal-hal yang menyebabkan

konversi dapat terjadi, serta macam-macam konversi. Kekompleksan tersebut juga

dapat dilihat dengan adanya enam gagasan motif konversi yang diusulkan oleh John

36H. Zakaria Syafe’i, dalam makalah “Konversi Agama dalam Timbangan”.

37 http://downloadmakalahgratis.blogspot.com/2010/11/konversi-agama.html, diunduh pada hari Kamis, 05 Juli 2012 pkl 18.23

Page 24: BAB II TEORI KONVERSI AGAMA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2872/3/T1_712008041_BAB II.pdf · c. Lewis R.Rambo memberikan beberapa definisi, ... Ismail,

34

Lofland dan Norman Skonovd dalam buku Understanding Religious Conversion.38

Melalui keenam motif konversi ini, maka dapat diketahui macam-macam cara yang

dapat dilakukan dalam kaitannya memahamai konversi. Enam gagasan motif konversi

tersebut antara lain:

i. Konversi Intelektual (Intellectual Conversion)

Dalam motif ini, seseorang dapat memahami tentang konversi dengan mencari

pengetahuan agama maupun pokok-pokok spiritual melalui buku-buku, televisi,

artikel-artikel, dari perkuliahan, dan media lainnya yang tidak terkait dengan

manfaat kontak sosial. Dalam hal ini seseorang secara aktif mencari ke luar dan

mengembangkan berbagai alternatif yang memungkinkannya untuk memperoleh

pengetahuan-pengetahuan tersebut.

ii. Konversi Mistik (Mystic Conversion)

Dianggap oleh beberapa orang sebagai konversi prototipikal, seperti dalam kasus

Saulus dari Tarsus. Konversi mistik ini biasanya merupakan sesuatu yang terjadi

secara mendadak dan memberikan trauma kepada orang yang mengalaminya,

terkait dengan wawasan yang disebabkan oleh penglihatan-penglihatan, suara-

suara, atau pengalaman-pengalaman paranormal lainnya.

iii. Konversi Percobaan (Experimental Conversion)

Pada abad 20, konversi ini menjadi jalan utama orang melakukan konversi. Hal

itu dapat terjadi karena kebebasan agama yang besar dan tersedianya berbagai

macam pengalaman beragama. Dalam konversi ini melibatkan pengembangan

secara aktif dari pilihan-pilihan agama.

iv. Konversi Batin (affectional Conversion)

38 Lewis R. Rambo, 14-16.

Page 25: BAB II TEORI KONVERSI AGAMA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2872/3/T1_712008041_BAB II.pdf · c. Lewis R.Rambo memberikan beberapa definisi, ... Ismail,

35

Konversi ini menekankan pada ikatan-ikatan interpersonal yang ada sebagai suatu

faktor yang penting di dalam konversi, selain itu juga berpusat secara langsung

pada pengalaman pribadi yang dicintai, dipelihara, dan ditegaskan dengan adanya

kelompok dan para pemimpinnya.

v. Konversi Pembaharuan (Revivalism Conversion)

Pada motif ini menggunakan kecocokan kelompok untuk mempengaruhi perilaku.

Dengan demikian, individu-individu secara emosional akan terangsang, perilaku

baru dan keyakinan yang dipromosikan oleh tekanan yang diberikan. Agar hal

tersebut dapat terjadi, diperlukan kekuatan-kekuatan musik dan khotbah yang

memiliki kekuatan emosi, sehingga tercipta suatu pertemuan pembaharuan.

vi. Konversi Paksaan (Coercive Conversion)

Konversi ini dapat terjadi karena kondisi-kondisi khusus yang sengaja diatur.

Proses konversi paksaan ini dilakukan dengan cara mencuci otak, mengajak

dengan paksa, membentuk pikiran dan memprogram label-label yang lainnya.

Suatu konversi lebih kurang menjadi suatu paksaan jika dilihat dari tingkat

maupun tekanan kuat yang diberikan pada orang tersebut untuk berpartisipasi,

menyesuaikan dan mengakuinya.