BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS A. Tinjauan...

23
9 BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS A. Tinjauan Penelitian Terdahulu Beberapa penelitian tentang kemiskinan di berbagai daerah telah dilakukan oleh sejumlah peneliti antara lain: Penelitian yang dilakukan oleh Wijayanto (2010) dengan judul “Analisis Pengaruh PDRB, Pendidikan dan Pengangguran terhadap Kemiskinan Kabupaten/Kota di Jawa Tengah”. Tulisannya menganalisis mengenai pengaruh masing-masing variabel independen terhadap variabel dependen. Diperoleh hasil penelitian yakni PDRB berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap kemiskinan di Jawa Tengah. Pendidikan juga berpengaruh negatif namun signifikan terhadap Kemiskinan di Jawa Tengah. Sedangkan variabel pengangguran berpengaruh negatif namun signifikan terhadap kemiskinan di Jawa tengah. Selanjutnya penelitian oleh Yudha (2013) yang mempunyai judul “Pertumbuhan Ekonomi, Upah Minimum, Tingkat Pengangguran Terbuka dan Inflasi”. Penelitian ini membahas mengenai pengaruh Pertumbuhan ekonomi, Upah minimum, Pengangguran terbuka dan Inflasi terhadap Kemiskinan di Indonesia tahun 2009-2011. Hasil yang didapatkan adalah bahwa Pertumbuhan ekonomi berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kemiskinan di Indonesia. Upah minimum berpengaruh positif dan signifikan terhadap kemiskinan di Indonesia. Pengangguran terbuka mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap

Transcript of BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS A. Tinjauan...

9

BAB II

TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

A. Tinjauan Penelitian Terdahulu

Beberapa penelitian tentang kemiskinan di berbagai daerah telah

dilakukan oleh sejumlah peneliti antara lain:

Penelitian yang dilakukan oleh Wijayanto (2010) dengan judul “Analisis

Pengaruh PDRB, Pendidikan dan Pengangguran terhadap Kemiskinan

Kabupaten/Kota di Jawa Tengah”. Tulisannya menganalisis mengenai

pengaruh masing-masing variabel independen terhadap variabel dependen.

Diperoleh hasil penelitian yakni PDRB berpengaruh negatif dan tidak

signifikan terhadap kemiskinan di Jawa Tengah. Pendidikan juga berpengaruh

negatif namun signifikan terhadap Kemiskinan di Jawa Tengah. Sedangkan

variabel pengangguran berpengaruh negatif namun signifikan terhadap

kemiskinan di Jawa tengah.

Selanjutnya penelitian oleh Yudha (2013) yang mempunyai judul

“Pertumbuhan Ekonomi, Upah Minimum, Tingkat Pengangguran Terbuka dan

Inflasi”. Penelitian ini membahas mengenai pengaruh Pertumbuhan ekonomi,

Upah minimum, Pengangguran terbuka dan Inflasi terhadap Kemiskinan di

Indonesia tahun 2009-2011.

Hasil yang didapatkan adalah bahwa Pertumbuhan ekonomi berpengaruh

negatif dan signifikan terhadap kemiskinan di Indonesia. Upah minimum

berpengaruh positif dan signifikan terhadap kemiskinan di Indonesia.

Pengangguran terbuka mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap

10

kemiskinan. Inflasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kemiskinan di

Indonesia.

Penelitian dilakukan Nugroho (2015) dengan judul “Pengaruh PDRB,

Tingkat Pendidikan dan Pengangguran terhadap Kemiskinan di Kota

Yogyakarta”. Tulisannya membahas mengenai pengaruh beberap variabel

independen terhadap variabel dependen yaitu kemiskinan.

Dengan menggunakan analisis regresi, penelitian ini menemukan hasil

bahwa PDRB berpengaruh negatif terhadap kemiskinan dikarenakan setiap

kenaikan PDRB tidak dibarengi dengan kenaikan jumlah kemiskinan.

Pendidikan juga berpengaruh negatif terhadap kemiskinan, yang berarti bahwa

tidak hanya dengan pendidikan akan dapat mengurangi tingkat kemiskinan di

Kota Yogyakarta. Sedangkan variabel pengangguran berpengaruh positif

dimana setiap kenaikan jumlah orang yang menganggur maka juga akan

mempengaruh kenaikan jumlah orang miskin.

B. Teori dan Kajian Pustaka

1. Kemiskinan

Dalam arti proper, kemiskinan dipahami sebagai keadaan

kekurangan uang dan barang untuk menjamin kelangsungan hidup. Dalam

arti luas, (Chambers dalam Suryawati, 2005 pada Prasetyo, 2010:18)

mengatakan bahwa kemiskinan adalah suatu intergrated concept yang

memiliki lima dimensi, yaitu: 1) kemiskinan (proper), 2) ketidakberdayaan

(powerless), 3) kerentanan menghadapi situasi darurat (state of

11

emergency), 4) ketergantungan (dependence), dan 5) keterasingan

(isolation) baik secara geografis maupun sosiologis.

Kemiskinan dipahami dalam berbagai cara (Chambers dalam

Prasetyo, 2010:18), pemahaman utamanya mencakup:

a. Gambaran kekurangan materi, yang biasanya mencakup kebutuhan

pangan sehari-hari, sandang, perumahan, pelayanan kesehatan.

Kemiskinan dalam arti ini dipahami sebagai situasi kelangkaan

barang-barang dan pelayanan dasar.

b. Gambaran tentang kebutuhan sosial termasuk keterkucilan sosial,

ketergantungan, dan ketidakmampuan untuk berpartisipasi dalam

masyarakat. Hal ini termasuk pendidikan dan informasi. Keterkucilan

sosial biasanya dibedakan dari kemiskinan, karena hal ini mencakup

masalah-masalah politik dan moral, dan tidak dibatasi pada bidang

ekonomi.

c. Gambaran tentang kurangnya penghasilan dan kekayaan yang

memadai. Makna memadai di sini sangat berbeda-beda melintasi

bagian-bagian politik dan ekonomi di seluruh dunia.

Membandingkan tingkat konsumsi penduduk dengan garis

kemiskinan atau jumlah rupiah untuk konsumsi orang perbulan. Definisi

menurut UNDP (dalam Cahyat 2007: 2), kemiskinan adalah suatu situasi

dimana seseorang atau rumah tangga mengalami kesulitan untuk

memenuhi kebutuhan dasar, sementara lingkungan pendukungnya kurang

memberikan peluang untuk meningkatkan kesejahteraan secara

12

berkesinambungan atau untuk keluar dari kerentanan. Pada dasarnya

definisi kemiskinan dapat dilihat dari dua sisi, yaitu:

a. Kemiskinan absolut

Kemiskinan yang dikaitkan dengan perkiraan tingkat

pendapatan dan kebutuhan yang hanya dibatasi pada kebutuhan pokok

atau kebutuhan dasar minimum yang memungkinkan seseorang untuk

hidup secara layak.

Dengan demikian kemiskinan diukur dengan membandingkan

tingkat pendapatan orang dengan tingkat pendapatan yang dibutuhkan

untuk memperoleh kebutuhan dasarnya yakni makanan, pakaian dan

perumahan agar dapat menjamin kelangsungan hidupnya.

Bank dunia mendefinisikan kemiskinan absolut sebagai hidup

dengan pendapatan di bawah USD $1/hari dan kemiskinan menengah

untuk pendapatan di bawah $2/hari.

b. Kemiskinan relatif

Kemiskinan dilihat dari aspek ketimpangan sosial, karena ada

orang yang sudah dapat memenuhi kebutuhan dasar minimumnya

tetapi masih jauh lebih rendah dibanding masyarakat sekitarnya

(lingkungannya).

Semakin besar ketimpangan antara tingkat penghidupan

golongan atas dan golongan bawah maka akan semakin besar pula

jumlah penduduk yang dapat dikategorikan miskin, sehingga

13

kemiskinan relatif erat hubungannya dengan masalah distribusi

pendapatan.

Todaro (1995: 37) menyatakan bahwa variasi kemiskinan di

negara berkembang disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu: (1)

luasnya negara, (2) perbedaan sejarah, sebagian dijajah oleh negara

yang berlainan, (3) perbedaan kekayaan sumber daya alam dan

kualitas sumber daya manusianya, (4) relatif pentingnya sektor publik

dan swasta, (5) perbedaan struktur industri.

Badan Pusat Statistik (2016), mengartikan kemiskinan sebagai

ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar

makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Jadi

penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran

perkapita perbulan dibawah garis kemiskinan. Sedangkan garis kemiskinan

merupakan penjumlahan dari garis kemiskinan makanan (GKM) dan garis

kemiskinan non makanan (GKNM). Garis Kemiskinan Makanan (GKM)

merupakan nilai pengeluaran kebutuhan minimum makanan yang

disetarakan dengan 2100 kilokalori perkapita perhari. Sedangkan Garis

Kemiskinan Non Makanan (GKNM) diartikan sebagai kebutuhan

minimum untuk perumahan, sandang, pendidikan dan kesehatan, (BPS

2017).

2. Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan Ekonomi adalah proses kenaikan output perkapita

dalam jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi disini meliputi tiga aspek

yaitu (i) Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu proses (aspek ekonomi),

14

suatu perekonomian berkembang atau berubah dari waktu ke waktu. (ii)

Pertumbuhan ekonomi berkaitan dengan adanya kenaikan output

perkapita, dalam hal ini ada 2 aspek penting, yaitu: output total dan jumlah

penduduk. Output perkapita adalah output total dibagi dengan jumlah

penduduk. (iii) Pertumbuhan ekonomi dikaitkan dengan perspektif waktu,

suatu perekonomian dikatakan tumbuh bila dalam jangka waktu yang

cukup lama (lima tahun) mengalami kenaikan output perkapita. Suatu

perekonomian dapat dikatakan mengalami pertumbuhan jika kegiatan

ekonomi lebih tinggi daripada yang dicapai sebelumnya (Boediono, 1999).

Adanya pertumbuhan ekonomi mengindikasikan semakin banyaknya

orang yang bekerja. Penduduk yang masih menganggur akan memperoleh

peluang bekerja yang lebih besar, dan di sisi lain, para pekerja yang sudah

bekerja tapi dengan gaji yang rendah, dapat mencari pekerjaan lain dengan

pendapatan yang lebih besar. Pada akhirnya, para penduduk miskin

berpendapatan rendah akan berkurang jumlahnya (Siregar dan

Wahyuniarti, 2008).

Pertumbuhan ekonomi adanya perluasan atau peningkatan dari gross

domestic product potensial atau output dari suatu negara. Samuelson, 1996

mengungkapkan bahwa ada empat faktor pertumbuhan ekonomi,

diantaranya:

a. Sumber daya manusia yaitu tenaga kerja, ketrampilan, pengetahuan dan

disiplin kerja. Faktor ini merupakan faktor penting dalam pertumbuhan

ekonomi.

15

b. Sumber daya alam. Faktor produksi kedua adalah tanah. Sumber daya

yang penting disini adalah tanah yang dapat ditanami, gas dan minyak,

hutan, air dan bahan mineral lain.

c. Pembentukan modal. Akumulasi modal, seperti kita ketahui

membutuhkan pengorbanan konsumsi untuk beberapa tahun lamanya.

d. Perubahan teknologi dan inovasi. Sebagai tambahan bagi ketiga faktor

klasik tersebut, pertumbuhan ekonomi tergantung pada fungsi ke empat

yang vital yaitu teknologi.

3. Pendidikan (Angka Melek Huruf)

Pendidikan adalah pionir dalam pembangunan masa depan suatu

bangsa. Jika dunia pendidikan suatu bangsa sudah jeblok, maka

kehancuran bangsa tersebut tinggal menunggu waktu.

Pendidikan menyangkut pembangunan karakter dan sekaligus

mempertahankan jati diri manusia suatu bangsa. Sehingga, setiap bangsa

yang ingin maju maka pembangunan dunia pendidikan selalu menjadi

prioritas utama.

Banyak orang miskin yang mengalami kebodohan atau mengalami

kebodohan bahkan secara sistematis. Karena itu, menjadi penting untuk

memahami bahwa kemiskinan bisa mengakibatkan kebodohan dan

kebodohan jelas identik dengan kemiskinan. Untuk memutus rantai sebab

akibat diatas, ada satu unsur kunci yaitu pendidikan. Karena pendidikan

adalah sarana menghapus kebodohan sekaligus kemiskinan. Namun

ironisnya, pendidikan di Indonesia selalu terbentur oleh tiga realitas

(Winardi, 2010 dalam Wijayanto, 2007:26).

16

a. Kepedulian Pemerintah yang bisa dikatakan rendah terhadap

pendidikan yang harus kalah dari urusan yang lebih strategis yaitu

Politik. Bahkan, pendidikan dijadikan jargon politik untuk menuju

kekuasaan agar bisa menarik simpati di mata rakyat.

Jika melihat negara lain, ada kecemasan yang sangat mencolok

dengan kondisi sumber daya manusia (SDM) ini. Misalnya, Amerika

serikat. Menteri Perkotaan di era Bill Clinton, Henry Cisneros, pernah

mengemukakan bahwa dia khawatir tentang masa depan Amerika

Serikat dengan banyaknya penduduk keturunan Hispanik dan kulit

hitam yang buta huruf dan tidak produktif.

Menurut Marshal (dalam Tambunan, 1997) bahwa suatu bangsa tidak

mungkin memiliki tenaga kerja bertaraf internasional jika seperempat

dari pelajarnya gagal dalam menyelesaikan pendidikan menengah.

Kecemasan yang sederhana, namun penuh makna, karena masyarakat

Hispanik cuma satu diantara banyak etnis di Amerika Serikat. Dan di

Indonesia, dapat dilihat adanya pengabaian sistematis terhadap kondisi

pendidikan, bahkan ada kecenderungan untuk menganaktirikannya,

dan harus kalah dari dimensi yang lain.

b. Penjajahan terselubung. Di era globalisasi dan kapitalisme ini, ada

sebuah penjajahan terselubung yang dilakukan negara-negara maju

dari segi kapital dan politik yang telah mengadopsi berbagai dimensi

kehidupan di negara-negara berkembang.

17

Umumnya, penjajahan ini tentu tidak terlepas dari unsur ekonomi.

Dengan hutang negara yang semakin meningkat, badan atau

organisasi donor pun mengintervensi secara langsung maupun tidak

terhadap kebijakan ekonomi suatu bangsa.

Akibatnya, terjadilah privatisasi di segala bidang. Bahkan, pendidikan

pun tidak luput dari usaha privatisasi ini. Dari sini pendidikan semakin

mahal yang tentu tidak bisa di jangkau oleh rakyat. Akhirnya, rakyat

tidak bisa lagi mengenyam pendidikan tinggi dan itu berakibat

menurunnya kualitas sumber daya manusia di Indonesia. Sehingga,

tidak heran jika tenaga kerja di Indonesia banyak yang berada di

sektor informal akibat kualitas sumber daya manusia yang rendah, dan

ini salah satunya karena biaya pendidikan yang memang mahal. Apa

lagi ditengah iklim investasi global yang menuntut pemerintah

memberikan kerangka hukum yang dapat melindungi Investor dan

juga buruh murah. Buruh murah ini merupakan hasil dari adanya

privatisasi (otonomi kampus), yang membuat pendidikan tidak lagi

bisa dijangkau rakyat. Akhirnya, terbentuklah link up sistem

pendidikan, dimana pendidikan hanya mampu menyediakan tenaga

kuli dengan kemampuan minim.

c. Kondisi masyarakat sendiri yang memang tidak bisa mengadaptasikan

dirinya dengan lingkungan yang ada. Tentu hal ini tidak terlepas dari

kondisi bangsa yang tengah dilanda krisis multidimensi sehingga

harapan rakyat akan kehidupannya menjadi rendah.

18

Bisa dikatakan, telah terjadi deprivasi relatif (istilah Karl Marx yang

di populerkan Ted R.Gurr) dalam diri masyarakat. Hal ini akan

berdampak pada kekurangannya respek terhadap dunia pendidikan,

karena mereka lebih mementingkan urusan perut daripada sekolah.

Akibatnya, kebodohan akan menghantui, dan kemiskinan pun akan

mengiringi. Sehingga, kemiskinan menjadi sebuah reproduksi sosial,

dimana dari kemiskinan akan melahirkan generasi yang tidak terdidik

akibat kurangnya pendidikan, dan kemudian menjadi bodoh serta

kemiskinan pun kembali menjerat.

Badan Pusat Statistik (2016) mengartikan Angka Melek Huruf

sebagai penduduk yang berusia 5 tahun keatas yang memiliki

kemampuan membaca dan menulis kalimat sederhana dalam huruf latin,

huruf arab dan huruf lainnua (seperti huruf jawa, kanji, dan sebagainya)

terhadap penduduk usia 15 tahun keatas. Angka melek huruf dapat

dirumuskan:

Dimana:

a = Jumlah penduduk berusia 15 tahun ke atas yang dapat

membaca dan menulis

b = Jumlah penduduk usia 15 tahun keatas

Angka melek huruf yang tinggi mengindikasikan bahwa adanya

sebuah sistem pendidikan dasar yang efektif dan atau program

keaksaraan yang memungkinkan sebagian penduduk untuk memperoleh

19

kemampuan menggunakan kata-kata tertulis dalam kehidupan sehari-hari

dan melanjutkan pembelajaran.

Semakin mendekati seratus persen berarti bahwa tingkat

pendidikan semakin baik. Hal inilah yang dibutuhkan dalam

pembangunan sebuah daerah, khususnya untuk menuntaskan angka

kemiskinan yang hingga saat ini masih menjadi pekerjaan rumah bagi

pemerintah daerah.

4. Pengangguran Terbuka

Pengangguran terbuka adalah persentase penduduk dalam angkatan

kerja yang tidak memiliki pekerjaan dan sedang mencari pekerjaan.

(Badan Pusat Statistik). Masalah pengangguran yang menyebabkan

tingkat pendapatan nasional dan tingkat kemakmuran masyarakat tidak

mencapai potensi maksimal yaitu masalah pokok makro ekonomi yang

paling utama (Nuramin dalam Kussetiyono, 2013: 43). Berdasarkan

pendekatan angkatan kerja, pengangguran terbagi menjadi tiga jenis,

yaitu:

a. Pengangguran friksional. Pengangguran jenis ini adalah pengangguran

yang muncul karena pencari kerja masih mencari pekerjaan yang

sesuai jadi ia menganggur bukan karena tidak ada pekerjaan.

Pengangguran ini tidak menimbulkan masalah, dan bisa diselesaikan

dengan pertumbuhan ekonomi.

b. Kedua, pengangguran struktural. Pengangguran struktural adalah

pengangguran yang muncul karena perubahan struktur dan komposisi

perekonomian. Pengangguran ini sulit diatasi karena terkait dengan

20

strategi pembangunan sebuah negara. Meskipun demikian,

pengangguran jenis ini bisa diatasi dengan melakukan pelatihan agar

tercipta tenaga kerja terampil.

c. Ketiga, pengangguran musiman. Pengangguran yang terjadi karena

faktor musim, misalnya para pekerja di industri yang mengandalkan

hidupnya dari pesanan. Pengangguran jenis ini juga tidak

menimbulkan banyak masalah. Meskipun belum ada bukti empirik

yang mendukung, pengangguran yang muncul karena keterpurukan

industri sebagian besar adalah pengangguran friksional dan struktural.

Pengangguran friksional yang muncul di Indonesia tidak karena

menganggur secara “sukarela” melainkan karena kondisi krisis

ekonomi (M. Kuncoro dalam Whisnu Adi, 2011: 40).

21

Pengangguran terbuka diartikan sebagai tenaga kerja yang benar-

benar tidak mempunyai pekerjaan (BPS 2016). Pengangguran terbuka

terdiri dari:

Gambar 2.1. Struktur Angkatan Kerja

Angkatan Kerja

Mencari

Pekerjaan

Pengangguran Terbuka Bekerja

Mempersiapkan

Usaha

Merasa tidak

mungkin

mendapatkan

pekerjaan

Sudah punya

pekerjaan tapi

belum mulai

bekerja

Sedang bekerja Sementara tidak

bekerja

Penduduk

Usia Kerja Bukan Usia Kerja

Bukan Angkatan Kerja

Sekolah Mengurus RT Lainnya

Sumber: Sadono Sukirno, 2000.

22

a. Penduduk yang tidak mempunyai pekerjaan dan sedang mencari

pekerjaan.

b. Penduduk yang tidak mempunyai pekerjaan dan sedang

mempersiapkan usaha.

c. Penduduk yang tidak mempunyai pekerjaan dan tidak mencari

pekerjaan, karena merasa tidak mungkin mendapatkan pekerjaan.

d. Penduduk yang mempunyai pekerjaan tetapi belum mulai bekerja.

5. Hukum Okun

Pada tahun 1962, Okun dalam artikelnya menyajikan dua hubungan

empiris yang menghubungkan tingkat pengangguran dan output riil, yang

kemudian dikenal menjadi Hukum Okun. Hingga saat ini, kedua

persamaan sederhana yang dikembangkan Okun telah digunakan sebagai

aturan praktis sejak saat itu.

Kedua hubungan Okun muncul dari pengamatan dimana lebih

banyak tenaga kerja biasanya diperlukan untuk menghasilkan lebih

banyak barang dan jasa dalam suatu perekonomian. Lebih banyak tenaga

kerja bisa diartikan dalam berbagai bentuk, seperti memiliki karyawan

yang bekerja lebih lama atau menyewa lebih banyak pekerja. Untuk

menyederhanakan analisis, Okun mengasumsikan bahwa tingkat

pengangguran dapat berfungsi sebagai pengganti variabel dari jumlah

tenaga kerja yang digunakan dalam perekonomian.

The difference version (Okun, 1962). Hubungan Okun yang

pertama mengungkap bagaimana perubahan dalam tingkat pengangguran

23

dari satu seperempat hingga berikutnya berpindah secara triwulanan

dalam output riil. Bentuk formulanya (Knotek, 2007):

Perubahan pada tingkat pengangguran = a + b * (pertumbuhan output Real)

Hubungan ini disebut difference version dari hukum Okun. Disini

Okun menemukan bahwa terdapat hubungan yang terjadi dalam waktu

yang bersamaan antara pertumbuhan output dan perubahan dalam

pengangguran yaitu, bagaimana output tumbuh bervariasi secara

bersamaan dengan perubahan dalam tingkat pengangguran. Parameter b

sering disebut sebagai "koefisien Okun".

The gap version (Okun, 1962). Pada hubungan okun yang pertama

didasarkan pada statistik makroekonomi mudah diakses, sedangkan

hubungan kedua Okun mengaitkan tingkat pengangguran dengan

kesenjangan antara output potensial dan output aktual. Dalam output

potensial, Okun berusaha untuk mengidentifikasi berapa banyak

perekonomian akan memproduksi "dalam kondisi full employment".

Dalam kondisi full employment, Okun mempertimbangkan apa yang dia

yakini bahwa tingkat pengangguran berada pada level cukup rendah

untuk menghasilkan sebanyak mungkin output tanpa menghasilkan

terlalu banyak tekanan inflasi.

Tingkat pengangguran yang tinggi, menurut Okun, biasanya akan

dikaitkan dengan sumber daya yang tidak terpakai. Dalam keadaan

24

seperti itu, yang akan terjadi adalah tingkat output aktual berada di

bawah kemampuan potensialnya. Tingkat pengangguran yang sangat

rendah akan dikaitkan dengan skenario terbalik. Dengan demikian

hubungan kedua dari Hukum Okun, atau gap version dari hukum Okun,

memiliki formula (Knotek, 2007):

Tingkat Pengangguran = c + d * (Gap antara output potensial dan output aktual)

Variabel c dapat diartikan sebagai tingkat pengangguran yang

terkait dengan full employment. Koefisien d akan bernilai positif agar

sesuai dengan persamaan diatas.

The dynamic version (Okun, 1962). Salah satu dari pengamatan

Okun menyatakan bahwa baik output masa lalu dan saat ini dapat

berdampak pada tingkat pengangguran saat ini. Dalam difference version

Hukum Okun, hal ini diartikan bahwa beberapa variabel yang relevan

telah dihilangkan dari sisi kanan dari persamaan. Sebagian didasarkan

pada saran dimana banyak dari ekonom lain untuk menggunakan versi

dinamis dari Hukum Okun. Bentuk umum untuk dynamic version Hukum

Okun akan menunjukkan pertumbuhan output riil, pertumbuhan output

riil masa lalu, dan perubahan dalam tingkat pengangguran sebagai

variabel di sisi kanan persamaan. Variabel ini akan menjelaskan

perubahan tingkat pengangguran yang terjadi saat ini pada sebelah kiri

persamaan. Dynamic version dari hukum Okun ini memberi ruang

25

beberapa kemiripan dengan difference version asli dari hukum Okun.

Namun, pada dasarnya tetap berbeda karena tidak hanya menangkap

korelasi yang terjadi secara bersamaan antara perubahan tingkat

pengangguran dan pertumbuhan output riil. Hubungan dinamis tidak

ketat terkait waktu terjadinya hubungan antara pertumbuhan output dan

perubahan tingkat pengangguran. Namun kelemahan dari versi ini adalah

bahwa hubungan antar variabel tidak dapat ditafsirkan secara sederhana

seperti difference version yang asli dari Hukum Okun.

C. Hubungan Antar Variabel

1. Hubungan Pertumbuhan Ekonomi dengan Kemiskinan

Pertumbuhan ekonomi merupakan indikator untuk melihat

keberhasilan pembangunan dan merupakan syarat bagi pengurangan

tingkat kemiskinan. Syaratnya adalah hasil dari pertumbuhan ekonomi

tersebut menyebar di setiap golongan masyarakat, termasuk di golongan

penduduk miskin, Siregar dan Wahyuniarti (dalam Khabhibi, 2010: 46).

Penelitian yang dilakukan Yudha (2013: 65), menemukan bahwa terdapat

hubungan yang negatif antara pertumbuhan ekonomi dan tingkat

kemiskinan. Kenaikan pertumbuhan ekonomi akan menurunkan tingkat

kemiskinan. Hubungan ini menunjukkan pentingnya mempercepat

pertumbuhan ekonomi untuk menurunkan tingkat kemiskinan.

2. Hubungan Pendidikan dengan Kemiskinan

Todaro (1994) menyatakan bahwa selama beberapa tahun, sebagian

besar penelitian dibidang ilmu ekonomi, baik di negara-negara maju

maupun di negara-negara sedang berkembang, menitik beratkan pada

26

keterkaitan antara pendidikan, produktifitas tenaga kerja, dan tingkat

output. Hal ini tidak mengherankan karena, sasaran utama pembangunan

di tahun 1950-an dan 1960-an adalah memaksimumkan tingkat

pertumbuhan output total. Akibatnya, dampak pendidikan atas distribusi

pendapatan dan usaha menghilangkan kemiskinan absolut sebagian besar

telah dilupakan. Selanjutnya Todaro (2000) menyatakan bahwa

pendidikan merupakan tujuan pembangunan yang mendasar. Yang mana

pendidikan memainkan peranan kunci dalam membentuk kemampuan

sebuah negara dalam menyerap teknologi modern dan untuk

mengembangkan kapasitas agar tercipta pertumbuhan serta pembangunan

yang berkelanjutan.

Menurut Simmons (dalam Todaro, 1994), pendidikan di banyak

negara merupakan cara untuk menyelamatkan diri dari kemiskinan.

Dimana digambarkan dengan seorang miskin yang mengharapkan

pekerjaaan baik serta penghasilan yang tinggi maka harus mempunyai

tingkat pendidikan yang tinggi. Tetapi pendidikan tinggi hanya mampu

dicapai oleh orang kaya. Sedangkan orang miskin tidak mempunyai

cukup uang untuk membiayai pendidikan hingga ke tingkat yang lebih

tinggi seperti sekolah lanjutan dan universitas. Sehingga tingkat

pendidikan sangat berpengaruh dalam mengatasi masalah kemiskinan.

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Wijayanto (2010: 92), dihasilkan

bahwa pendidikan mempunyai pengaruh negatif dan signifikan terhadap

kemiskinan.

27

3. Hubungan Pengangguran Terbuka dengan Kemiskinan

Hubungan pengangguran dan kemiskinan sangat erat sekali, jika

suatu masyarakat sudah bekerja pasti masyarakat atau orang tersebut

berkecukupan atau kesejahteraanya tinggi, namun di dalam masyarakat

ada juga yang belum bekerja atau menganggur, pengangguran secara

otomatis akan mengurangi kesejahteraan suatu masyarakat yang secara

otomatis juga akan mempengaruhi tingkat kemiskinan. (Sukirno dalam

Yogatama, 2010:34), efek buruk dari pengangguran adalah mengurangi

pendapatan masyarakat yang pada akhirnya mengurangi tingkat

kemakmuran yang dicapai seseorang. Semakin turunnya kesejahteraan

masyarakat karena menganggur tentunya akan meningkatkan peluang

mereka terjebak dalam kemiskinan karena tidak memiliki pendapatan.

Apabila pengangguran di suatu negara sangat buruk, kekacauan politik

dan sosial selalu berlaku dan menimbulkan efek yang buruk bagi kepada

kesejahteraan masyarakat dan prospek pembangunan ekonomi dalam

jangka panjang. Penelitian yang dilakukan Yudha (2013) menjelaskan

bahwa variabel pengangguran terbuka mempunyai pengaruh positif

terhadap kemiskinan.

4. Hubungan Pertumbuhan Ekonomi dengan Pengangguran

Pengeluaran suatu negara atau dapat juga disebut dengan GDP

yang dapat digambarkan oleh pertumbuhan ekonomi dapat

mempengaruhi banyak tidaknya variabel pengangguran. Hubungan ini

dikenal dengan Hukum Okun yang dikemukakan oleh ekonom bernama

Arthur Okun. N. Gregory Mankiw (2006:248) mengemukakan bahwa

28

konsep Hukum Okun ini menjelaskan tingkat pengangguran memiliki

hubungan negatif dengan GDP riil. Peningkatan pengangguran

cenderung dikaitkan dengan rendahnya pertumbuhan ekonomi. Ketika

tingkat pengangguran meningkat, maka pertumbuhan ekonomi cenderung

tumbuh lebih lambat atau bahkan akan menurun.

5. Hubungan Pendidikan dengan Pengangguran

Pendidikan merupakan modal bagi sumber daya manusia untuk

dapat meningkatkan kemampuan formal maupun keterampilan sehingga

akan memudahkan sumber daya manusia tersebut dalam mencari

pekerjaan yang diinginkan karena telah mempunyai kemampuan dan

daya saing yang tinggi. Dengan hal tersebut maka akan berakibat pada

pengurangan tingkat pengangguran. Pendidikan adalah suatu proses yang

bertujuan untuk menambah keterampilan, pengetahuan dan peningkatan

kemandirian maupun pembentukan kepribadian seseorang, (Arfida,

2003:77).

D. Kerangka Pemikiran

Tujuan perencanaan pembangunan yaitu untuk meningkatkan

pertumbuhan ekonomi yang nantinya penting dalam mengurangi kemiskinan

dan penciptaan lapangan kerja, namun hingga saat ini kemiskinan masih

menjadi hal yang sulit diatasi. Hal ini merupakan permasalahan mendasar

dalam perumusan kebijakan pembangunan daerah.

Pendidikan menjadi salah satu tolok ukur keberhasilan pembangunan

sebuah daerah. Dengan pendidikan yang baik pula maka sebuah masyarakat

akan menciptakan hal yang bermartabat sehingga mendongkrak daerahnya

29

untuk menjadi lebih baik. Pendidikan juga dapat digunakan sebagai penambah

pendapatan masyarakat. Pendidikan yang tinggi pula maka rata-rata

masyarakat akan dapat menerima pendapatan yang lebih tinggi daripada yang

memiliki pendidikan rendah. Pengangguran terbuka cenderung mempunyai

dampak negatif terhadap kemiskinan. Pengangguran terbuka diartikan sebagai

angkatan kerja yang tidak memiliki pekerjaan sama sekali, hal ini yang

membuat mereka tidak mempunyai penghasilan, akibatnya mereka tidak dapat

memenuhi kebutuhan sehingga dapat dikatakan sebagai golongan orang yang

miskin.

Dalam Kerangka pemikiran penelitian ini menyebutkan bahwa

kemiskinan dipengaruhi oleh variabel pembangunan ekonomi, antara lain

Pertumbuhan Ekonomi, Pendidikan dan Pengangguran Terbuka. Kemudian

variabel-variabel tersebut sebagai variabel independen (bebas) dan bersama-

sama, dengan variabel dependen (terikat) yaitu Kemiskinan yang diukur

dengan alat analisis regresi untuk mendapatkan tingkat signifikansinya.

Dengan hasil regresi tersebut diharapkan mendapatkan tingkat signifikansi

setiap variabel independen dalam mempengaruhi kemiskinan. Selanjutnya

tingkat signifikansi setiap variabel independen tersebut diharapkan mampu

memberikan gambaran kepada Pemerintah dan pihak yang terkait mengenai

penyebab kemiskinan di Jawa Timur untuk dapat merumuskan suatu kebijakan

yang relevan dalam upaya pengentasan kemiskinan.

30

E. Hipotesis

Hipotesis adalah pendapat sementara dan pedoman serta arah dalam

penelitian yang disusun berdasarkan pada teori yang terkait, dimana suatu

hipotesis selalu dirumuskan dalam bentuk pernyataan yang menghubungkan

dua variabel atau lebih (Supranto, 1997) Hipotesis juga diartikan sebagai

jawaban sementara/kesimpulan yang diambil untuk menjawab permasalahan

yang diajukan dalam suatu penelitian yang sebenarnya masih harus diuji secara

empiris. Hipotesis yang dimaksud merupakan dugaan yang mungkin benar atau

mungkin salah.

Dengan mengacu pada dasar pemikiran yang bersifat teoritis dan

berdasarkan studi empiris yang pernah dilakukan berkaitan dengan penelitian

dibidang ini, maka akan diajukan hipotesis sebagai berikut:

1. Diduga Pertumbuhan Ekonomi berpengaruh negatif terhadap tingkat

kemiskinan.

Gambar 2.2. Kerangka Pemikiran

Pengangguran

Tebuka

Kemiskinan

Pertumbuhan

Ekonomi

Pendidikan

31

2. Diduga pendidikan (melek huruf) berpengaruh negatif terhadap tingkat

kemiskinan.

3. Diduga pengangguran terbuka berpengaruh positif terhadap tingkat

kemiskinan.