BAB II TEORI DAN KAJIAN PUSTAKA A. Tinjauan Penelitian ...eprints.umm.ac.id/40418/3/BAB II.pdf ·...
Transcript of BAB II TEORI DAN KAJIAN PUSTAKA A. Tinjauan Penelitian ...eprints.umm.ac.id/40418/3/BAB II.pdf ·...
6
BAB II
TEORI DAN KAJIAN PUSTAKA
A. Tinjauan Penelitian Terdahulu
Hasil penelitian Andhika (2007) menunjukkan PG Kebon Agung
Malang dalam aktivitas produksinya belum menerapkan Activity Based
Management sebagai dasar aktivitasnya sehingga masih ada aktivitas yang
tidak bernilai tambah yang tidak dihilangkan oleh perusahaan sehingga
masih ada penggunaan sumber daya yang tidak memberi value added bagi
perusahaan. Perbandingan sebelum penerapan Activity Based Management
dengan sesudah penerapan Activity Based Management didapat
penghematan biaya aktivitas sebesar 2,204%.
Hasil penelitian Afian (2012) menunjukkan bahwa setelah aktivitas-
aktivitas yang ada pada Perusahaan Tahu UD. 3’S Prima diidentifikasi,
maka dapat dianalisis mana yang merupakan aktivitas bernilai tambah
tinggi dan aktivitas yang bernilai tambah rendah. Hasilnya menunjukkan
bahwa masih ada aktivitas yang bernilai tambah rendah bagi perusahaan,
yaitu aktivitas persiapan, inspeksi, pemindahan, dan penggorengan tahu.
Dengan menerapkan ABM pengambilan keputusan dapat lebih akurat
karena data yang disediakan lebih relevan.
Hasil penelitian Marcellia dkk. (2014) menunjukkan bahwa melalui
penggunaan metode Activity Based Management (ABM) terhadap
aktivitas-aktivitas yang ada didivisi room Hotel Sahid Kawanua Manado
7
ini, maka dapat diidentifikasi aktivitas-aktivitas apa saja yang tergolong
aktivitas bernilai tambah dan aktivitas tak bernilai tambah. Pada divisi
room terdapat beberapa aktivitas tidak bernilai tambah yang cukup besar.
Setelah dilakukan manajemen aktivitas maka biaya tak bernilai tambah
tersebut akhirnya dapat direduksi. Maka disimpulkan bahwa penerapan
Activity Based Management (ABM) sangat layak untuk diterapkan karena
dengan penerapan metode tersebut terjadi efisiensi biaya pada Hotel Sahid
Kawanua Manado sehingga hal ini akan memberikan keuntungan bagi
pihak hotel tanpa mengurangi jasa yang diterima oleh pelanggan.
Hasil penelitian Nafira dkk. (2016) menunjukkan bahwa perhitungan
Activity Based Costing (ABC) memberikan informasi yang lebih lengkap
dan akurat terhadap aktivitas pembentuk biaya-biaya overhead pabrik.
Dengan adanya informasi tersebut dapat dimanfaatkan oleh bagian
manajemen untuk melakukan perbaikan berkelanjutan dan dijadikan untuk
pengambilan keputusan. Dan dengan adanya penerapan Activity Based
Management (ABM) hasil perhitungan harga pokok produksi
mendapatkan hasil undercosting. Sehingga penerapan Activity Based
Management (ABM) dalam penentuan harga pokok produksi dapat
meningkatkan efisiensi biaya. Jadi perusahaan dapat menerapkan Sistem
Activity Based Management (ABM) untuk meningkatkan efisiensi biaya
tanpa mengurangi kualitas produk, dan menggunakan Actvity Based
Costing (ABC) untuk bahan informasi yang dibutuhkan oleh sistem
Activity Based Management (ABM).
8
A. Teori dan Kajian Pustaka
1. Activity Based Costing
a. Definisi Activity Based Costing
Menurut Blocher dkk. (2000 : 120) Activity Based Costing
(ABC) adalah pendekatan penentuan biaya produk yang
membebankan biaya ke produk atau jasa berdasarkan konsumsi
sumber daya yang disebabkan karena aktivitas.
Menurut Siregar dkk. (2013 : 232) (ABC) Activity Based
Costing adalah suatu pendekatan perhitungan biaya yang
membebankan biaya sumber daya ke dalam objek biaya, seperti
produk, jasa, atau konsumen berdasarkan aktivitas yang dilakukan
untuk objek biaya.
b. Syarat – Syarat Penerapan Activity Based Costing
Penyediaan informasi perhitungan biaya yang lebih baik dan
dapat membantu manajemen dalam pengelolaan perusahaan secara
efisien serta perolehan pemahaman yang baik atau keunggulan
yang kompetitif dalam perusahaan dapat ditemukan melalui
penerapan Activity Based Costing. Perusahaan akan menyadari
kebutuhan akan sistem yang lebih baik seperti Activity Based
Costing ketika mengalami peningkatan kerugian penjualan produk
yang disebabkan oleh penetapan harga yang salah akibat
perhitungan yang tidak tepat. Menurut Supriyono (2002 : 246)
9
penerapan Activity Based Costing memiliki persyaratan sebagai
berikut :
1) Perusahaan mempunyai tingkat diversifikasi yang tinggi.
Activity Based Costing mensyaratkan bahwa perusahaan
yang memproduksi beberapa macam produk atau lini
produk yang diproses dengan menggunakan fasilitas yang
sama. Kondisi yang demikian tersebut akan menimbulkan
masalah dalam membebankan biaya ke masing-masing
produk.
2) Tingkat persaingan industri yang tinggi.
Yaitu terdapat beberapa perusahaan yang menghasilkan
produk yang sejenis tersebut maka perusahaan akan
semakin meningkatkan persaingan untuk memperbesar
pasar. Semakin besar tingkat persaingan maka semakin
penting peran informasi tentang harga pokok dalam
mendukung pengambilan keputusan manajemen.
3) Biaya pengukuran yang rendah.
Biaya yang digunakan oleh Activity Based Costing untuk
menghasilkan informasi biaya yang akurat harus lebih
rendah dibandingkan dengan manfaat yang diperoleh.
10
c. Manfaat Activity Based Costing
Menurut Siregar dkk (2013 : 239) awalnya tujuan perusahaan
menggunakan ABC adalah untuk mengurangi distorsi dalam
perhitungan biaya produk yang sering dijumpai dalam sistem
biaya berbasis unit. Berikut ini manfaat lain ABC bagi perusahaan:
1) Pengukuran profitabilitas yang lebih baik.
2) Pembuatan keputusan yang lebih baik.
3) Perbaikan proses (process improvement).
4) Estimasi Biaya.
5) Penentuan biaya kapasitas tak terpakai.
d. Langkah – langkah dalam Perancangan Sistem ABC
Tiga tahap utama dalam merancang sistem ABC adalah :
1) Mengidentifikasi Biaya Sumber Daya dan Aktivitas.
Menurut Blocher dkk. (2000 : 123) Tahap pertama dalam
merancang sistem ABC adalah mengidentifikasikan biaya
sumber daya dan melakukan analisis aktivitas. Biaya sumber
daya adalah biaya yang dikeluarkan untuk melakukan berbagai
aktivitas. Analisis aktivitas adalah identifikasi dan deskripsi
pekerjaan (aktivitas) dalam organisasi. Aktivitas
dikelompokkan menjadi empat level aktivitas sesuai dengan
tingkatan yang dilakukan aktivitas, berikut kategori
aktivitasnya :
11
a) Aktivitas berlevel unit, yaitu aktivitas yang dilakukan
untuk memproduksi setiap unit produk.
b) Aktivitas berlevel batch, yaitu aktivitas yang dilakukan
untuk setiap batch atau kelompok produk.
c) Aktivitas untuk mendukung produk, yaitu aktivitas yang
dilakukan untuk mendukung produk yang berbeda.
d) Aktivitas untuk mendukung fasilitas, yaitu aktivitas yang
dilakukan untuk mendukung produksi produk secara
umum.
2) Membebankan Biaya Sumber Daya ke Aktivitas.
Menurut Blocher dkk. (2000 : 124) Aktivitas menimbulkan
biaya sumber daya. Biaya sumber daya dapat dibebankan ke
aktivitas dengan cara penelusuran secara langsung (direct
tricing) atau estimasi. Jika penelusuran secara langsung tidak
dapat dilakukan, manajer departemen atau supervisor diminta
untuk mengestimasi persentase waktu atau upaya yang
dikeluarkan oleh tenaga kerja pada setiap aktivitas yang
diidentifikasi.
3) Membebankan Biaya Aktivitas ke dalam Objek Biaya.
Menurut Blocher dkk. (2000 : 126) mengukur biaya aktivitas
dapat dilakukan dengan cara mengukur biaya per unit untuk
output yang diproduksi oleh aktivitas tersebut. Driver aktivitas
digunakan untuk membebankan biaya aktivitas ke objek biaya.
12
Driver aktivitas biasanya berupa jumlah pesanan pembelian,
jumlah laporan penerimaan barang, jumlah jam kerja, jam
mesin dll. Driver aktivitas harus menjelaskan mengapa biaya
aktivitas meningkat atau menurun. Jika biaya aktivitas dan apa
yang menyebabkan biaya itu terjadi, diketahui, maka driver
aktivitas dapat digunakan untuk menentukan produk mana
yang mengkonsumsi aktivitas tertentu. Biaya dialokasikan
secara proporsional dengan ‘cost driver’ yang digunakan oleh
setiap produk atau lini produk.
Berikut merupakan tahap-tahap perhitungan harga pokok
menurut Hansen & Mowen (2005 : 323) yaitu sebagai berikut :
a) Prosedur tahap pertama penentuan harga pokok produksi
berdasarkan aktivitas meliputi 5 (lima) langkah sebagai
berikut :
1. Kegiatan teridentifikasi.
2. Biaya dibebankan pada setiap kegiatan.
3. Kegiatan yang berkaitan dikelompokkan bersama
membentuk set-set homogeny.
4. Penentuan tarif kelompok (pool rate).
5. Tarif overhead kelompok dihitung.
b) Prosedur tahap kedua.
Dalam tahap kedua ini, biaya untuk setiap kelompok biaya
overhead ditelusuri ke berbagai biaya jenis produk. Hal ini
13
dilakukan dengan menggunakan tarif kelompok (pool rate)
yang dikonsumsi oleh setiap produk. Jadi overhead yang
dibebankan dari setiap produk. Ukuran ini adalah kuantitas
penggerak aktivitas yang digunakan oleh setiap produk.
2. Activity Based Management
a. Definisi Activity Based Management
Menurut Siregar dkk. (2013 :253) (ABM) Activity Based
Manajemen merupakan suatu metode pengelolaan aktivitas yang
bertujuan untuk meningkatkan nilai (value) produk atau jasa untuk
konsumen, meningkatkan daya saing, dan meningkatkan
profitabilitas perusahaan. ABM mengandalkan Activity Based
Coasting sebagai sumber informasinya.
Menurut Blocher (2000:131) Activity Based Management
(ABM) adalah pengelolaan aktivitas untuk meningkatkan nilai
(value) yang diterima oleh pelanggan dan untuk meningkatkan laba
melalui peningkatan nilai (value) tersebut.
b. Keunggulan dan Manfaat Activity Based Management (ABM)
Menurut Blocher dkk. (2000 : 132) keunggulan utama
pendekatan ABM meliputi :
1) ABM mengukur efektivitas proses dan aktivitas bisnis kunci
dan mengidentifikasi bagaimana proses dan aktivitas tersebut
14
bisa diperbaiki untuk menurunkan biaya dan meningkatkan
nilai (value) bagi pelanggan.
2) ABM memperbaiki fokus manajemen dengan cara
mengalokasikan sumber daya untuk menambah nilai aktivitas
kunci, pelanggan kunci, produk kunci, dan metode untuk
mempertahankan keunggulan kompetitif perusahaan.
Menurut Siregar dkk. (2013 : 253) penggunaan ABM akan
memberikan manfaat bagi bisnis melalui perbaikan operasi,
pengurangan biaya, atau penciptaan nilai bagi konsumen dengan
mengidentifikasi sumber daya yang dikeluarkan untuk konsumen,
produk atau jasa. ABM membantu manajemen berfokus pada
faktor-faktor sukses perusahaan yang paling penting dan membawa
pada keunggulan kompetitif.
c. Dimensi Activity Based Management (ABM)
Menurut Siregar dkk. (2013: 255) model ABM memiliki dua
dimensi, yaitu dimensi biaya dan dimensi proses.
1) Dimensi biaya memberikan informasi mengenai sumber
daya, aktivitas, produk, konsumen, dan objek biaya lain
yang menjadi perhatian. Dalam model ini, biaya sumber
daya ditelusuri kembali pada aktivitas. Kemudian, biaya
aktivitas tersebut dibebankan pada produk dan konsumen.
15
2) Dimensi proses memberi informasi tentang aktivitas yang
dikerjakan, tujuan dilakukannya aktivitas, dan seberapa
baik aktivitas itu dilakukan. Dimensi ini memberi
kemampuan untuk melakukan dan mengukur perbaikan
yang berkelanjutan. Analisis ini lebih fokus pada
pertanggungjawaban aktivitas dan cara memaksimalkan
kinerja sistem secara luas daripada hal-hal yang
berhubungan dengan biaya dan kinerja individu. Menurut
dimensi proses, organisasi memerlukan cara untuk
mengategorikan informasi yang meliputi :
a) Analisis Pemicu ( mencari penyebab utama).
Inti dari informasi analisis penggerak ini adalah untuk
mengidentifikasikan faktor-faktor yang menyebabkan
biaya aktivitas atau menjelaskan mengapa (why?) biaya
terjadi. Dengan mengetahui apa yang menjadi penyebab
biaya, maka perbaikan untuk menghemat penyebab
biaya akan dapat dilakukan.
b) Analisis Aktivitas.
Yang dimaksud dengan analisis aktivitas adalah
mengidentifikasikan , menjabarkan dan mengevaluasi
aktivitas yang dilakukan oleh organisasi. Pelaksanaan
analisis aktivitas dapat menghasilkan tiga hal, yaitu :
1. Aktivitas apa yang telah dilakukan ?
16
2. Berapa banyak sumber daya yang diperlukan untuk
melakukan aktivitas.
3. Menentukan nilai aktivitas bagi organisasi,
termasuk rekomendasi untuk memilih dan
mempertahankan aktivitas bernilai tambah.
c) Analisis Kinerja
Analisis kinerja digunakan untuk mengevaluasi
pekerjaan yang dilakukan dan hasil-hasil yang dicapai
atau menilai seberapa baik (how well?) pekerjaan
dilaksanakan. Analisis kinerja aktivitas juga dirancang
untuk mengetahui adanya perbaikan berkelanjutan.
Menurut siregar dkk. (2013 : 260-261) pengukuran
kinerja aktivitas berpusat pada tiga dimensi utama,
yaitu:
1. Efisiensi
Kinerja efisiensi diukur dengan membandingkan
antara output yang dihasilkan dengan input yang
dipergunakan. Tujuan pengukurannya adalah untuk
meningkatkan produktivitas aktivitas penerimaan.
2. Kualitas
Kualitas produk atau jasa secara operasional dapat
didefinisi sebagai pemenuhan harapan atau bahkan
melebihi harapan konsumen. Pengukuran kinerja
17
kualitas dimaksudkan untuk mendapatkan informasi
guna mencapai kualitas total, yaitu cacat nol ( zero
defact). Cacat nol adalah kinerja aktivitas tanpa
kesalahan. Tujuan pengukuran ini adalah untuk
mengetahui perkembangan kualitas yang dicapai
perusahaan dan memberikan motivasi kepada para
pekerjanya.
3. Waktu
Terdapat dua karakteristik yang berkaitan dengan
kinerja waktu, yaitu keandalan (reliability) dan daya
tanggap (responsifeness). Keandalan berarti
ketepatan waktu output dari aktivitas dapat
disampaikan pada konsumennya. Tujuannya adalah
untuk mengurangi waktu tunggu. Daya tanggap
merefleksikan kemampuan perusahaan merespon
permintaan konsumen. Terdapat dua ukuran
operasional untuk mengukur daya tanggap, yaitu
waktu siklus (cyvle time ) dan ketepatan.
d. Langkah-langkah Penerapan Activity Based Management
Menurut Supriyono (1999 : 357) penerapan Activity Based
Management umumnya melibatkan langkah-langkah sebagai
berikut :
1) Mengidentifikasi aktivitas-aktivitas.
18
2) Membedakan antara aktivitas bisnis bernilai tambah dan
aktivitas tidak bernilai tambah untuk produk dan jasa
tertentu.
3) Menelusuri arus produk atau jasa melalui aktivitas.
4) Membebankan biaya pada setiap aktivitas.
5) Menentukan keterkaitan antara aktivitas-aktivitas
dengan fungsi-fungsi dan lintas fungsi.
6) Membuat arus produk dan jasa lebih efisien.
7) Mengurangi atau meniadakan aktivitas tidak bernilai
tambah.
8) Menganalisis dua atau lebih aktivitas yang saling
berhubungan untuk menentukan trade off di antara
aktivitas-aktivitas tersebut agar mengarah pada
pengurangan biaya.
9) Penyempurnaan berkesinambungan.
Menurut Hilton (1994 : 269) ada lima langkah
penerapan Activity Based Management, yaitu :
1) Identifikasi aktivitas.
2) Identifikasi aktivitas tidak bernilai tambah.
3) Memahami activity linkages, root causes, dan triggers.
4) Melakukan pengukuran kinerja.
5) Melaporkan biaya tidak bernilai tambah.
19
e. Analisis Aktivitas
Menurut Siregar dkk. (2013 : 256) Analisis aktivitas ( activity
analysis) adalah suatu analisis yang digunakan untuk
mengidentifikasi dan menentukan kandungan nilai suatu aktivitas.
Menurut Blocher dkk. (2000 : 133) Activity Based Management
berfokus pada pengidentifikasian aktivitas yang dapat dieliminasi
dan meyakinkan bahwa aktivitas yang diperlukan sudah dijalankan
secara efisien. Untuk memperbaiki operasi, manajemen harus
menghilangkan aktivitas yang tidak efisien dan tidak perlu,
menentukan cost driver aktivitas, dan mengubah level cost driver.
Tugas utama dalam analisis aktivitas adalah mengidentifikasi
aktivitas yang bernilai tambah dan aktivitas yang tidak bernilai
tambah.
1) Aktivitas bernilai tambah adalah aktivitas yang memberi
kontribusi terhadap customer value dan memberikan kepuasan
kepada pelanggan atau organisasi yang membutuhkannya.
Contohnya meliputi perancangan produk, pemrosesan oleh
tenaga kerja langsung, penambahan bahan langsung, aktivitas
yang berkaitan dengan mesin dan pengiriman produk.
Menurut Siregar dkk. (2013:257-258) aktivitas bernilai tambah
merupakan aktivitas yang memenuhi hal-hal berikut ini :
a) Ada perubahan bentuk.
20
b) Bentuk yang dihasilkan tidak diperoleh dari aktivitas
sebelumnya.
c) Aktivitas lain menjadi dapat dilakukan.
d) Untuk memenuhi permintaan atau harapan konsumen.
e) Mendorong pembelian material atau komponen produk.
f) Berkontribusi terhadap kepuasan konsumen.
g) Salah satu langkah dalam proses bisnis.
h) Untuk memecahkan atau menghilangkan masalah kualitas.
i) Dilakukan atas permintaan konsumen atau memuaskan
mereka.
2) Aktivitas tidak bernilai tambah adalah aktivitas yang tidak
memberikan kontribusi terhadap customer value atau terhadap
kebutuhan organisasi. Contohnya aktivitas setup, perpindahan,
waktu menunggu, reparasi, inspeksi, dan penyimpanan.
Menurut Siregar dkk. (2013 : 258) aktivitas tidak bernilai
tambah adalah aktivitas yang memiliki ciri-ciri seperti berikut :
a) Dapat dihilangkan tanpa mempengaruhi bentuk,
kenyamanan, atau fungsi produk atau jasa.
b) Menimbulkan pemborosan dan hanya memberikan sedikit
nilai tambah bagi produk atau jasa atau bahkan tidak
memberi nilai tambah sama sekali.
c) Dilakukan karena adanya inefisiensi atau kesalahan dalam
aliran proses.
21
d) Pekerjaan ulang atas dasar suatu pekerjaan yang telah
dilakukan pada bagian atau departemen lain.
e) Dilakukan untuk mengawasi masalah kualitas.
f) Menghasilkan output yang tidak perlu atau tidak
diinginkan.
Sebuah aktivitas dikategorikan sebagai aktivitas tidak
bernilai tambah apabila tidak dapat memenuhi sebagian atau
semua kriteria dari tiga kriteria aktivitas bernilai tambah.
3. Efisiensi
a. Definisi Efisiensi
Menurut Utari dkk. (2016:76) mengemukakan bahwa Efisiensi
ialah penggunaan sumber daya nyata yang lebih rendah dari pada
standar yang ditetapkan, atau kinerja aktual dibanding kinerja
standar. Jika kinerja aktual lebih baik dari pada kinerja standar,
maka disebut efisien, atau jika penggunaan sumber daya nyata di
bawah standar penggunaan sumber daya yang disepakati, maka
pengguanaan sumber daya disebut efisien. Efisiensi dapat diukur
dengan cara sebagai berikut :
Efisiensi = X 100 %