BAB II STUDI PUSTAKA - Diponegoro University...

35
10 BAB II STUDI PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Dalam suatu perencanaan dibutuhkan pustaka yang dijadikan sebagai dasar perencanaan agar terwujud spesifikasi yang menjadi acuan dalam perhitungan dan pelaksanaan pekerjaan di lapangan. Pada bab ini menyajikan teori dari berbagai sumber yang bertujuan untuk memperkuat materi pembahasan maupun sebagai dasar untuk menggunakan rumus-rumus tertentu dalam perencanaan normalisasi sungai dan metode pengendalian yang akan digunakan untuk memperbaiki dan mengatur sungai dari banjir. 2.2. Pengendalian Banjir Pengendalian banjir pada dasarnya dapat dilakukan dengan berbagai cara, namun yang penting adalah dipertimbangkan secara keseluruhan dan dicari sistem yang optimal. Adapun masing-masing cara penanganan banjir akan diuraikan seperti tersebut di bawah ini. 1. Normalisasi Alur Sungai dan Tanggul Normalisasi sungai merupakan usaha untuk memperbesar kapasitas dari pengaliran dari sungai itu sendiri. Penanganan banjir dengan cara ini dapat dilakukan pada hampir seluruh sungai di bagian hilir. Faktor-faktor yang perlu pada cara penanganan ini adalah penggunaan penampang ganda dengan debit dominan untuk penampang bawah, perencanaan alur yang stabil terhadap proses erosi dan sedimentasi dasar sungai maupun erosi tebing dan elevasi muka air banjir. 2. Pembuatan Alur Pengendali Banjir (Flood Way) Pembuatan Flood Way dimaksudkan untuk mengurangi debit banjir pada alur sungai lama dan mengalirkannya melalui flood way. Pembuatan flood way dapat dilakukan apabila kondisi setempat sangat mendukung, misalnya tersedianya alur sungai yang akan digunakan untuk jalur flood way. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam perencanaan pembuatan flood way antara lain adalah :

Transcript of BAB II STUDI PUSTAKA - Diponegoro University...

10

BAB II

STUDI PUSTAKA

2.1. Tinjauan Umum

Dalam suatu perencanaan dibutuhkan pustaka yang dijadikan sebagai dasar

perencanaan agar terwujud spesifikasi yang menjadi acuan dalam perhitungan dan

pelaksanaan pekerjaan di lapangan. Pada bab ini menyajikan teori dari berbagai

sumber yang bertujuan untuk memperkuat materi pembahasan maupun sebagai dasar

untuk menggunakan rumus-rumus tertentu dalam perencanaan normalisasi sungai dan

metode pengendalian yang akan digunakan untuk memperbaiki dan mengatur sungai

dari banjir.

2.2. Pengendalian Banjir

Pengendalian banjir pada dasarnya dapat dilakukan dengan berbagai cara, namun

yang penting adalah dipertimbangkan secara keseluruhan dan dicari sistem yang

optimal. Adapun masing-masing cara penanganan banjir akan diuraikan seperti

tersebut di bawah ini.

1. Normalisasi Alur Sungai dan Tanggul

Normalisasi sungai merupakan usaha untuk memperbesar kapasitas dari

pengaliran dari sungai itu sendiri. Penanganan banjir dengan cara ini dapat dilakukan

pada hampir seluruh sungai di bagian hilir. Faktor-faktor yang perlu pada cara

penanganan ini adalah penggunaan penampang ganda dengan debit dominan untuk

penampang bawah, perencanaan alur yang stabil terhadap proses erosi dan sedimentasi

dasar sungai maupun erosi tebing dan elevasi muka air banjir.

2. Pembuatan Alur Pengendali Banjir (Flood Way)

Pembuatan Flood Way dimaksudkan untuk mengurangi debit banjir pada alur

sungai lama dan mengalirkannya melalui flood way. Pembuatan flood way dapat

dilakukan apabila kondisi setempat sangat mendukung, misalnya tersedianya alur

sungai yang akan digunakan untuk jalur flood way.

Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam perencanaan pembuatan flood way

antara lain adalah :

11

• Sulit tidaknya dilaksanakan normalisasi sesuai dengan debit design pada

alur lama yang melewati kota;

• Sulit tidaknya pembebasan tanah apabila dilakukan normalisasi atau flood

way;

• Kondisi alur lama yang berbelok-belok terlalu jauh untuk menuju ke laut

sangat tidak menguntungkan dari segi hidrologis;

• Terdapatnya jalur untuk alur baru yang lebih pendek menuju ke laut dengan

menggunakan sungai kecil yang ada;

• Tidak terganggunya pemanfaatan sumber daya air yang ada;

• Besar kecilnya dampak negatif (sosial-ekonomi) yang ditimbulkan.

Gambar 2.1. Flood Way

3. Pembuatan Retarding Basin

Pada pembuatan Retarding Basin, daerah depresi sangat diperlukan untuk

menampung volume air banjir yang akan datang dari hulu, untuk sementara waktu dan

kemudian melepaskan kembali saat banjir surut. Penanganan banjir dengan cara ini

sangat tergantung dari kondisi lapangan. Sedangkan daerah cekungan atau depresi

yang dapat dipergunakan untuk kolam banjir harus memperhatikan hal-hal sebagai

berikut :

• Daerah cekungan yang akan digunakan sebagai daerah retensi harus

merupakan daerah yang tidak efektif pemanfaatannya dan produktifitasnya

rendah.

• Pemanfaatan retarding basin harus bermanfaatdan efektif untuk daerah yang

ada di bagian hilirnya.

QL

QT QF

LAU

12

• Daerah tersebut harus mempunyai potensi dan efektif untuk dijadikan

sebagai daerah retensi

• Daerah tersebut harus mempunyai area atau volume tampungan yang besar

Adapun bangunan yang diperlukan dalam penanganan banjir dengan cara ini yaitu :

• Tanggul kolam penampungan

• Pintu pengatur kolam

Gambar 2.2. Retarding Basin

4. Waduk Pengendali Banjir

Waduk yang mempunyai faktor tampungan yang besar berpengaruh terhadap

aliran air di hilir waduk. Dengan kata lain waduk dapat merubah pola inflow-outflow

hidrograf. Perubahan outflow hidrograf di hilir waduk biasanya menguntungkan

tehadap pengendalian banjir yang lebih kecil dan adanya perlambatan banjir.

Pengendalian banjir dengan waduk biasanya hanya dapat dilakukan pada bagian hulu

dan biasanya dikaitkan dengan pengembangan sumber daya air.

Beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam pembangunan waduk antara lain :

• Fungsi waduk untuk pengendali banjir agar mendapatkan manfaat yang lebih

besar harus didesain atau dilengkapi dengan pintu pengendali banjir, sehingga

penurunan debit banjir di hilir waduk akan lebih besar atau perubahan antara

inflow dan outflow hidrograf yang besar.

• Alokasi volume waduk untuk pengendali banjir berbanding lurus dengan

penurunan outflow hidrograf banjir di hilir waduk atau dengan kata lain

semakin besar volume waduk maka semakin besar pula penurunan outflow

hidrograf banjir di hilir waduk

• Operasional dan pemeliharaan dari waduk yang mempunyai pintu pengendali

banjir memerlukan biaya yang besar tetap akan menurunkan atau

kolam

daerah yang

dilindungi

dari banjir Inflow

outlow

13

memperkecil biaya normalisasi dan pemeliharaan dari sungai di bagian hilir

waduk

• Untuk memjaga keandalan dari pintu pengendali banjir sebaiknya

pengoperasian dari pintu pengendali banjir dilakukan secara otomatis dan

dilengkapi dengan operasi secara manual (untuk keadaan darurat)

• Pada waktu multi purpose perlu adanya analisa inflow-outflow hidrograf

untuk mengetahui seberapa besar pengaruh waduk terhadap debit banjir di

hilir waduk

• Diperlukan penelusuran banjir atau flood routing yang dimaksudkan untuk

mengetahui karakteristik hidrograf outflow atau keluaran yang sangat

diperlukan dalam pengendalian banjir. (Ir. Sugiyanto, Pengendalian Banjir, 2002)

Gambar 2.3. Waduk Pengendali Banjir

Semua kegiatan tersebut diatas dilakukan dengan tujuan untuk mengalirkan debit

banjir ke laut secepat mungkin dengan kapasitas cukup di bagian hilir dan menurunkan

serta memperlambat debit di hulu, sehingga tidak mengganggu daerah aliran sungai.

Dari beberapa macam pengendalian banjir diatas, maka salah satu alternatif

pengendalian banjir yang dipilih adalah perencanaan normalisasi sungai.

2.3. Normalisasi Sungai

Normalisasi sungai terutama dilakukan berkaitan dengan pengendalian banjir,

yang merupakan usaha untuk memperbesar kapasitas pengaliran sungai. Hal ini

dimaksudkan untuk menampung debit banjir yang terjadi untuk selanjutnya disalurkan

+ HWL

+ MWL

sedimentasi

Alokasi vol. Waduk untuk yang lain

Alokasi vol. Waduk untuk pengendalian banjir

14

ke sungai yang lebih besar atau langsung menuju ke muara/laut, sehingga tidak terjadi

air limpasan dari sungai tersebut.

Pekerjaan normalisasi alur aliran sungai pada dasarnya meliputi kegiatan yang

terdiri dari :

• Perhitungan debit banjir rencana

• Analisa kapasitas awal sungai (existing capacity analisis)

• Perhitungan penampang melintang dan memanjang sungai rencana

• Melakukan sudetan pada alur sungai meander

• Menentukan tinggi jagaan

• Menstabilkan alur terhadap erosi, longsoran

• Perencanaan Tanggul

• Tinjauan pengaruh back water akibat pasang surut

2.3.1 Perhitungan Debit Banjir Rencana

Ada beberapa metode untuk memperkirakan laju aliran puncak (debit banjir).

Metode yang dipakai pada suatu lokasi lebih banyak ditentukan oleh ketersediaan data.

Dalam praktek, perkiraan debit banjir dilakukan dengan beberapa metoda, dan debit

banjir rencana ditentukan berdasarkan pertimbangan teknis (engineering judgement).

Debit banjir rencana hasil perhitungan itu nantinya untuk mendimensi penampang

sungai yang akan dinormalisasi.

Perhitungan debit banjir rencana dibagi menjadi dua, yaitu :

a. Debit Banjir Rencana berdasarkan Curah Hujan

Besarnya debit banjir sungai ditentukan oleh besarnya curah hujan, waktu

hujan, luas daerah aliran sungai dan karakteristik daerah aliran sungai itu. Untuk

menghitung debit banjir rencana berdasarkan curah hujan dapat digunakan metode

FSR Jawa Sumatra, Rasional, Melchior, Weduwen, Haspers, dan Gama I.

b. Debit Banjir Rencana Berdasarkan Data Debit

Besarnya debit banjir sungai ditentukan oleh besarnya debit, waktu hujan, dan

luas daerah aliran sungai. Untuk menghitung debit banjir rencana berdasarkan debit

dapat digunakan Metode Hidrograf Satuan, dan Passing Capacity.

15

Dalam hal didapatkan data debit yang cukup panjang secara statistik dan

probabilistik dapat langsung dipergunakan metode analisa frekuensi dengan tidak

meninjau kejadian Curah Hujannya. Akan tetapi bila data debit tidak ada atau

kurang panjang perlu dikumpulkan data curah hujan.

2.3.2.a Analisa Frekuensi Analisa frekuensi adalah kejadian yang diharapkan terjadi, rata-rata sekali

setiap N tahun atau dengan perkataan lain tahun berulangnya N tahun. Kejadian pada

setiap kurun waktu tertentu tidak berarti akan terjadi sekali setiap 10 tahun akan tetapi

terdapat suatu kemungkinan dalam 1000 tahun akan terjadi 100 kali kejadian 10

tahunan.

Data yang diperlukan untuk menunjang teori kemungkinan ini adalah minimum

10 besaran hujan atau debit dengan harga tertinggi dalam setahun, jelasnya diperlukan

data minimal 10 tahun.

2.3.2.b Parameter Distribusi Dalam statistik dikenal beberapa parameter yang berkaitan dengan analisis

data, meliputi rata-rata, simpangan baku, koefisien variasi, dan koefisien skewness

(kecondongan atau kemencengan).

Parameter Distribusi Debit Banjir digunakan untuk perhitungan estimasi debit banjir

dengan periode ulang tertentu dari data debit banjir maksimum tahunan yang ada.

16

Tabel 2-1. Parameter Distribusi Frekuensi

Parameter Sampel Populasi

Rata-rata Debit banjir ∑=

=n

iix

nx

1

1 ∫

∞−

== dxxfxXE )()(µ

Simpangan baku ( )21

1

2

11

⎥⎦

⎤⎢⎣

⎡−

−= ∑

=

n

ii xx

ns ( )[ ]{ }2

12µσ −= xE

Koefisien Variasi xsCV v=

µσ

=CV

Koefisien skewness ( )

( )( ) 3

3

1

21 snn

xxnG

n

ii

−−

−=

∑=

( )[ ]3

2

σµγ −

=xE

Koefisien Curtosis

( )( )( ) 41

32

321

)(

snnn

xxnCk

n

ii

−−−

−=

∑=

Dimana :

xi = nilai kejadian/variabel ke-i

n = jumlah kejadian/variabel

2.3.2.c Distribusi Frekuensi Untuk Analisa Data Debit banjir

Dalam ilmu statistik dikenal beberapa macam distribusi frekuensi, empat

jenis distribusi yang banyak digunakan dalam bidang hidrologi adalah:

1). Distribusi Normal

2). Distribusi Log Normal

3). Distribusi Log-Person III

4). Distribusi Gumbel

1. Distribusi Normal

Distribusi normal atau kurva normal disebut pula distribusi Gauss. Fungsi densitas

peluang normal (PDF = probability density function) yang paling dikenal adalah

bentuk bell dan dikenal sebagai distribusi normal. PDF distribusi normal dapat

dituliskan dalam bentuk rata-rata dan simpangan bakunya, sebagai berikut:

( )∞≤≤∞−

⎥⎥⎦

⎢⎢⎣

σµ−

−πσ

= x2

xexp2

1)X(P 2

2 1 )

17

dimana :

P(X) = fungsi densitas peluang normal (ordinat kurva normal)

X = variabel acak kontinyu

µ = rata-rata nilai X

σ = simpangan baku dari nilai X

Untuk analisis kurva normal cukup menggunakan parameter statistik µ dan σ. Bentuk

kurvanya simetris terhadap X = µ, dan grafiknya selalu di atas sumbu datar X, serta

mendekati (berasimtut) sumbu datar X, dimulai X = µ + 3σ dan X = µ - 3σ. Nilai mean

= median = modus. Nilai X mempunyai batas -:< X < +:.

Apabila suatu populasi dari data hidrologi, mempunyai distribusi berbentuk distribusi

normal (Gambar 2.4) , maka:

Gambar 2.4. Kurva distribusi frekuensi normal

1). Kira-kira 68,27%, terletak di daerah satu deviasi standar sekitar nilai rata-

ratanya, yaitu antara (µ - σ) dan (µ+σ).

2). Kira-kira 95,45%, terletak di daerah dua deviasi standar sekitar nilai rata-

ratanya, yaitu antara (µ - 2σ) dan (µ+2σ).

3). Kira-kira 99,73%, terletak di daerah tiga deviasi standar sekitar nilai rata-

ratanya, yaitu antara (µ - 3σ) dan (µ+3σ).

Sedangkan nilai 50%-nya terletak di daerah antara (µ - 0,6745σ) dan (µ+0,6745σ).

Luas kurva normal selalu sama dengan satu unit persegi, sehingga:

( )∫

⎥⎥⎦

⎢⎢⎣

σµ−

−πσ

=∞<<−∞∞+

∞−dx

2xexp

21)X(P 2

2 2 )

Luas 68,27%

Luas 96,45%

Luas 99,73%

X 2σ σ 3σ σ 2σ 3σ

18

Untuk menentukan peluang nilai X antara X = x1 dan X = x2, adalah:

( )∫

⎥⎥⎦

⎢⎢⎣

σµ−

−πσ

=<<2x

1x2

2

21 dx2

xexp2

1)xXx(P 3 )

Apabila nilai X adalah standar, nilai rata-rata µ = 0, dan deviasi standar (simpangan

baku) σ = 1, maka persamaan (2-3) dapat ditulis sebagai:

( )2t

21

e.21tP

π= 4 )

dimana:

σµ−

=Xt 5 )

Dalam pemakaian praktis, umumnya rumus-rumus tersebut tidak digunakan secara

langsung karena telah dibuat tabel untuk keperluan perhitungan, yaitu tabel Luas

daerah Dibawah Kurva Normal.

σ+µ= TT KX 6 )

yang dapat didekati dengan

SKXX TT += 7 )

dimana :

SXXK T

T−

= 8 )

di mana:

XT = perkiraan nilai yang diharapkan terjadi dengan periode ulang T-

tahunan,

X = nilai rata-rata hitung variat,

S = deviasi standar nilai variat,

KT = faktor frekuensi, merupakan fungsi dari peluang atau periode ulang

dan tipe model matematik distribusi peluang yang digunakan untuk

analisis peluang.

Bentuk ini sama dengan bentuk variabel normal standar t yang didefinisikan pada

persamaan (2-5).

19

Untuk memudahkan perhitungan, maka nilai faktor frekuensi KT umumnya sudah

tersedia dalam tabel, seperti ditunjukkan dalam Tabel 2-5, yang umum disebut sebagai

tabel nilai variabel reduksi Gauss (Variable reduced Gauss).

Tabel 2-2. Nilai variabel reduksi Gauss

No. Periode ulang, T (tahun) Peluang KT

1 1,001 0,999 -3,05 2 1,005 0,995 -2,58 3 1,010 0,990 -2,33 4 1,050 0,950 -1,64 5 1,110 0,900 -1,28 6 1,250 0,800 -0,84 7 1,330 0,750 -0,67 8 1,430 0,700 -0,52 9 1,670 0,600 -0,25

10 2,000 0,500 0 11 2,500 0,400 0,25 12 3,330 0,300 0,5213 4,000 0,250 0,6714 5,000 0,200 0,84 15 10,000 0,100 1,28 16 20,000 0,050 1,64 17 50,000 0,020 2,05 18 100,000 0,010 2,33 19 200,000 0,005 2,58 20 500,000 0,002 2,88 21 1000,000 0,001 3,09

Sumber : Bonnier, 1980

2. Distribusi Log Normal

Jika variabel acak Y = log X terdistribusi secara normal, maka X dikatakan

mengikuti distribusi Log Normal. PDF (probability density function) untuk distribusi

Log Normal dapat dituliskan dalam bentuk rata-rata dan simpangan bakunya, sebagai

berikut:

( )

LogXY

0X2

Yexp2X

1)X(P 2Y

2Y

=

>⎥⎥⎦

⎢⎢⎣

σ

µ−−

πσ= (2-9)

di mana:

P(X) = peluang log normal,

X = nilai variat pengamatan,

σY = deviasi standar nilai variat Y,

µY = nilai rata-rata populasi Y,

20

Apabila nilai P(X) digambarkan pada kertas peluang logaritmik akan merupakan

persamaan garis lurus sehingga dapat dinyatakan sebagai model matematik dengan

persamaan:

σ+µ= TT KY (2-10)

yang dapat didekati dengan

SKYY TT += (2-11)

di mana :

SYYK T

T−

= (2-12)

di mana:

YT = perkiraan nilai yang diharapkan terjadi dengan periode ulang T-

tahunan,

Y = nilai rata-rata hitung variat,

S = deviasi standar nilai variat,

KT = faktor frekuensi, merupakan fungsi dari peluang atau periode ulang

dan tipe model matematik distribusi peluang yang digunakan untuk

analisis peluang.

3. Distribusi Log-Person III

Pada situasi tertentu, walaupun data yang diperkirakan mengikuti distribusi

sudah dikonversi ke dalam bentuk logaritmis, ternyata kedekatan antara data dan teori

tidak cukup kuat untuk menjustifikasi pemakaian distribusi Log Normal.

Person telah mengembangkan serangkaian fungsi probabilitas yang dapat dipakai

untuk hampir semua distribusi probabilitas empiris. Tidak seperti konsep yang melatar

belakangi pemakaian distribusi Log Normal untuk banjir puncak, distribusi

probabilitas ini hampir tidak berbasis teori. Distribusi ini masih tetap dipakai karena

fleksibilitasnya.

Salah satu distribusi dari serangkaian distribusi yang dikembangkan Person yang

menjadi perhatian ahli sumberdaya air adalah Log-Person Type III (LP.III). Tiga

parameter penting dalam LP. III yaitu (i) harga rata-rata; (ii) simpangan baku; dan (iii)

koefisien kemencengan. Yang menarik, jika koefisien kemencengan sama dengan nol,

distribusi kembali ke distribusi Log Normal.

Langkah-langkah penggunaan distribusi Log-Person Tipe III

21

Ubah data ke dalam bentuk logaritmis, X = log X

Hitung harga rata-rata:

n

XlogXlog

n

1ii∑

== (2-13)

Hitung harga simpangan baku:

( )5,0n

1i

2i

1n

XlogXlogs

⎥⎥⎥

⎢⎢⎢

∑ −= = (2-14)

Hitung koefisien kemencengan:

( )( )( ) 3

3n

1ii

s2n1n

XlogXlognG

−−

−=∑= (2-15)

Hitung logaritma hujan atau banjir dengan periode ulang T dengan rumus:

s.KXlogXlog T += (2-16)

dimana K adalah variabel standar (standardized variable) untuk X, yang besarnya

tergantung koefisien kemencengan G.

4. Distribusi Gumbel

Dalam penggambaran pada kertas probabilitas, Chow (1964) menyarankan

penggunaan rumus sebagai berikut:

KX σ+µ= (2-17)

dimana:

µ = harga rata-rata populasi

σ = standar deviasi (simpangan baku)

K = faktor probabilitas.

Untuk jumlah populasi yang terbatas (sampel), maka persamaan diatas dapat didekati

dengan persamaan:

sKXX += (2-18) dimana:

X = harga rata-rata sampel

s = standar deviasi (simpangan baku) sampel

22

Faktor probabilitas K untuk harga-harga ekstrim Gumbel dapat dinyatakan dalam

persamaan:

n

nT

S

YYK r

−= (2-19)

dimana:

Yn = reduced mean yang tergantung jumlah sampel/data n (tabel lampiran)

Sn = reduced standard deviation yang juga tergantung pada jumlah

sampel/data n (tabel lampiran)

YTr = reduced variate, yang dapat dihitung dengan persamaan:

⎭⎬⎫

⎩⎨⎧ −−−=

r

rT T

1TlnlnYr

(2-20)

Substitusikan persamaan n

nT

SYY

K r−

= ke dalam sKXX += persamaan akan didapat:

SS

YYXX

n

nTT

r

r

−+=

n

T

n

n

SSY

SSYX r+−= (2-21)

atau

rr TT Ya1bX += (2-22)

dimana:

SSa n= dan

n

nS

SYXb −=

2.3.2.d Uji Kecocokan Distribusi

Untuk menguji kecocokan (the goodness of fittest test) distribusi frekuensi

dari sampel data terhadap fungsi distribusi peluang yang diperkirakan dapat

menggambarkan atau mewakili distribusi frekuensi tersebut diperlukan pengujian

parameter. Pengujian parameter yang sering dipakai adalah (1) chi-kuadrat, dan (2)

Smirnov-Kolmogorov.

1. Uji Chi-kuadrat

Uji chi-kuadrat dimaksudkan untuk menentukan apakah persamaan distribusi

yang telah dipilih dapat mewakili distribusi statistik sampel data yang dianalisis.

23

Pengambilan keputusan uji ini menggunakan parameter χ2, yang dapat dihitung dengan

rumus:

( )∑=

−=

G

i i

iih E

EO1

22χ (2-23)

dimana:

χh2 = parameter chi-kuadrat terhitung,

G = jumlah sub kelompok,

Oi = jumlah nilai pengamatan pada sub kelompok i,

Ei = jumlah nilai teoritis pada sub kelompok i.

Parameter χh2 merupakan variabel acak. Peluang untuk mencapai nilai χh

2 sama atau lebih besar

dari nilai chi-kuadrat sebenarnya (χ2) dapat dilihat pada Tabel 2-3.

Tabel 2-3. Nilai Kritis Untuk Distribusi Chi-Kuadrat (uji satu sisi)

DK α derajat kepercayaan

0,995 0,99 0,975 0,95 0,05 0,025 0,01 0,005

1 0,0000393 0,000157 0,000982 0,00393 3,841 5,024 6,635 7,879

2 0,0100 0,0201 0,0506 0,103 5,991 7,378 9,210 10,597

3 0,0717 0,115 0,216 0,352 7,815 9,348 11,345 12,838

4 0,207 0,297 0,484 0,711 9,488 11,143 13,277 14,860

5 0,412 0,554 0,831 1,145 11,070 12,832 15,086 16,750

6 0,676 0,872 1,237 1,635 12,592 14,449 16,812 18,548

7 0,989 1,239 1,690 2,167 14,067 16,013 18,475 20,278

8 1,344 1,646 2,180 2,733 15,507 17,535 20,090 21,955

9 1,735 2,088 2,700 3,325 16,919 19,023 21,666 23,589

10 2,156 2,558 3,247 3,940 18,307 20,483 23,209 25,188

11 2,603 3,053 3,816 4,575 19,675 21,920 24,725 26,757

12 3,074 3,571 4,404 5,226 21,026 23,337 26,712 28,300

13 3,565 4,107 5,009 5,892 22,362 24,736 27,688 29,819

14 4,075 4,660 5,629 6,571 23,685 26,119 29,141 31,319

15 4,601 5,229 6,262 7,261 24,996 27,488 30,578 32,801

16 5,142 5,812 6,908 7,962 26,296 28,845 32,000 34,267

17 5,697 6,408 7,564 8,672 27,587 30,191 33,409 35,718

18 6,265 7,015 8,231 9,390 28,869 31,526 34,805 37,156

19 6,844 7,633 8,907 10,117 30,144 32,852 36,191 38,582

20 7,434 8,260 9,591 10,851 31,410 34,170 37,566 39,997

21 8,034 8,897 10,283 11,591 32,671 35,479 38,932 41,401

22 8,643 9,542 10,982 12,338 33,924 36,781 40,289 42,796

23 9,260 10,196 11,689 13,091 36,172 38,076 41,638 44,181

24 9,886 10,856 12,401 13,848 36,415 39,364 42,980 45,558

25 10,520 11,524 13,120 14,611 37,652 40,646 44,314 46,928

26 11,160 12,198 13,844 15,379 38,885 41,923 45,642 48,290

27 11,808 12,879 14,573 16,151 40,113 43,194 46,963 49,645

28 12,461 13,565 15,308 16,928 41,337 44,461 48,278 50,993

29 13,121 14,256 16,047 17,708 42,557 45,722 49,588 52,336

24

30 13,787 14,953 16,791 18,493 43,773 46,979 50,892 53,672

Prosedur uji Chi-kuadrat adalah sebagai berikut:

1). Urutkan data pengamatan (dari besar ke kecil atau sebaliknya),

2). Kelompokkan data menjadi G sub-grup, yang masing-masing beranggotakan

minimal 4 data pengamatan,

3). Jumlahkan data pengamatan sebesar Oi tiap-tiap sub-grup,

4). Jumlahkan data dari persamaan distribusi yang digunakan sebesar Ei,

5). Tiap-tiap sub-grup hitung nilai:

( ) ( )i

2ii2

ii EEOdanEO −

6). Jumlah seluruh G sub-grup nilai ( )i

2ii

EEO − untuk menentukan nilai chi-kuadrat

hitung, 7). Tentukan derajad kebebasan dk = G-R-1 (nilai R = 2 untuk distribusi normal dan

binomial).

Interpretasi hasil uji:

4). Apabila peluang lebih dari 5%, maka persamaan distribusi yang digunakan dapat

diterima,

5). Apabila peluang kurang dari 1%, maka persamaan distribusi yang digunakan tidak

dapat diterima,

6). Apabila peluang berada di antara 1 - 5%, maka tidak mungkin mengambil

keputusan, misal perlu data tambahan.

2. Uji Smirnov-Kolmogorov

Uji kecocokan Smirnov-Kolmogorov sering disebut juga uji kecocokan non

parametrik, karena pengujiannya tidak menggunakan fungsi distribusi tertentu.

Prosedur pelaksanaannya adalah sebagai berikut :

1). Urutkan data (dari besar ke kecil atau sebaliknya) dan tentukan besarnya peluang

dari masing-masing data tersebut:

X1 = P(X1)

25

X2 = P(X2)

X3 = P(X3), dan seterusnya.

2). Urutkan nilai masing-masing peluang teoritis dari hasil penggambaran data

(persamaan distribusinya):

X1 = P’(X1)

X2 = P’(X2)

X3 = P’(X3), dan seterusnya.

3). Dari kedua nilai peluang tersebut tentukan selisih terbesarnya antar peluang

pengamatan dengan peluang teoritis:

D maks = maksimum (P(Xn) – P’(Xn)

4). Berdasarkan tabel nilai kritis (Smirnov-Kolmogorov test) tentukan harga Do dari

Tabel 2-4.

Tabel 2-4. Nilai kritis Do untuk uji Smirnov-Kolmogorov

N Derajad kepercayaan, α

0,20 0,10 0,05 0,01

5 0,45 0,51 0,56 0,67

10 0,32 0,37 0,41 0,49

15 0,27 0,30 0,34 0,40

20 0,23 0,26 0,29 0,36

25 0,21 0,24 0,27 0,32

30 0,19 0,22 0,24 0,29

35 0,18 0,20 0,23 0,27

40 0,17 0,19 0,21 0,25

45 0,16 0,18 0,20 0,24

50 0,15 0,17 0,19 0,23

N>50 5,0N07,1

5,0N22,1

5,0N36,1

5,0N63,1

Sumber : Bonnier, 1980.

2.3.2 Analisa Kapasitas Awal Sungai ( existing )

Untuk menganalisa kapasitas awal sungai digunakan program yang bernama

HEC-RAS (Hydrologic Engineering Center - River Analysis System). Merupakan

paket program dari USCE (United State Corps of Engineer). Software ini dapat

26

digunakan untuk melakukan perhitungan Aliran Tetap dan Aliran Tak Tetap (Steady

Flow and Unsteady Flow ).

Sungai Tuntang merupakan sungai alam dengan penampang melintang sungai

yang tidak beraturan (non uniform) dan berkelok-kelok (meandering river).

Sehubungan aliran yang terjadi berupa aliran tidak seragam (non uniform flow), dan

untuk mempercepat proses perhitungan digunakan Program HEC-RAS. Sedangkan

untuk sungai buatan atau saluran dengan penampang yang seragam (uniform), aliran

yang terjadi berupa aliran seragam (uniform flow) dan dapat diselesaikan dengan

menggunakan Persamaan Kontinuitas dan rumus Manning.

Komponen-komponen utama yang tercakup dalam analisa HEC-RAS ini adalah :

• Perhitungan profil muka air aliran tetap (steady flow water surface profile

computations)

• Simulasi aliran tak tetap (unsteady flow simulation) dan perhitungan profil

muka air

Komponen-komponen ini menghitung profil muka air dengan proses iterasi dari data

masukan yang telah diolah sesuai dengan kriteria dan standar yang diminta oleh paket

program ini.

Sedangkan output dari program ini dapat berupa grafik maupun tabel.

Diantaranya adalah plot dari skema alur sungai, potongan melintang, profil, lengkung

debit (rating curve), hidrograf (stage and flow hydrograph), juga variabel hidrolik

lainnya. Selain itu juga dapat menampilkan gabungan potongan melintang (cross

section) yang membentuk alur sungai secara tiga dimensi lengkap dengan alirannya.

2.3.2.a Analisa Profil Muka Air Aliran Tetap pada Program HEC-RAS

Komponen sistem modeling ini dimaksudkan untuk menghitung profil

permukaan air untuk arus bervariasi secara berangsur-angsur tetap (steady gradually

varied flow). Sistem mampu menangani suatu jaringan saluran penuh, suatu sistem

dendritic, atau sungai tunggal. Komponen ini mampu untuk memperagakan

subcritical, supercritical, dan campuran kedua jenis profil permukaan air.

Dasar perhitungan yang digunakan adalah persamaan energi satu dimensi.

Kehilangan energi diakibatkan oleh gesekan (Persamaan Manning) dan

kontraksi/ekspansi (koefisien dikalikan dengan perubahan tinggi kecepatan).

27

Persamaan momentum digunakan dalam situasi di mana/jika permukaan air profil

dengan cepat bervariasi. Situasi ini meliputi perhitungan jenis arus campuran ( yaitu.,

lompatan hidrolik), hidrolik pada jembatan, dan mengevaluasi profil pada pertemuan

sungai ( simpangan arus).

Efek berbagai penghalang seperti jembatan, parit bawah jalan raya,

bendungan, dan struktur di dataran banjir mungkin dipertimbangkan di dalam

perhitungan itu. Sistem aliran tetap dirancang untuk aplikasi di dalam studi manajemen

banjir di dataran dan studi jaminan banjir untuk mengevaluasi gangguan pada

floodway. Juga, kemampuan yang tersedia untuk menaksir perubahan di (dalam)

permukaan profil air dalam kaitan dengan perubahan bentuk penampang, dan tanggul.

Fitur khusus yang dimiliki komponen aliran tetap meliputi: berbagai analisa

rencana (multiple plan analysis); berbagai perhitungan profil (multiple profile

computations); berbagai analisa parit bawah jalan raya dan/atau jembatan; dan

optimisasi arus terpisah (split flow optimization).

HEC-RAS mampu untuk melakukan perhitungan one-dimensional profil air

permukaan untuk arus tetap bervariasi secara berangsur-angsur (gradually varied flow)

di dalam saluran alami atau buatan. Berbagai jenis profil air permukaan seperti

subkritis, superkritis, dan aliran campuran juga dapat dihitung. Topik dibahas di dalam

bagian ini meliputi: persamaan untuk perhitungan profil dasar; pembagian potongan

melintang untuk perhitungan saluran pengantar; Angka Manning (n) komposit untuk

saluran utama; pertimbangan koefisien kecepatan (α); evaluasi kerugian gesekan;

evaluasi kerugian kontraksi dan ekspansi; prosedur perhitungan; penentuan kedalaman

kritis; aplikasi menyangkut persamaan momentum; dan pembatasan menyangkut aliran

model tetap.

Persamaan untuk Dasar Perhitungan Profil

Profil permukaan air dihitung dari satu potongan melintang kepada yang berikutnya

dengan pemecahan Persamaan energi dengan suatu interaktif prosedur disebut metoda

langkah standard. Persamaan energi di tulis sebagai berikut:

(2-24)

Dimana : Y1, Y2 = elevasi air di penampang melintang (m)

28

Z1, Z2 = elevasi penampang utama (m)

V1, V2 = kecepatan rata-rata

(total pelepasan / total area aliran) (m/dtk)

α1, α2 = besar koefisien kecepatan

g = percepatan gravitasi (m/dtk2)

he = tinggi energi (m)

Gambar 2.5. Gambaran dari persamaan energi

(2-25)

(2-26)

(2-27)

(2-28)

(2-29)

29

Gambar 2.6. Metoda HEC-RAS tentang kekasaran dasar saluran

Dimana : L = Panjangnya antar dua penampang melintang

= Kemiringan Energi antar dua penampang melintang

C = Koefisien kontraksi atau ekspansi

= panjang jangkauan antar dua potongan melintang yang

berturut-turut untuk arus di dalam tepi kiri, saluran utama, dan tepi kanan

= perhitungan rata-rata debit yang berturut-turut untuk arus

antara bagian tepi kiri, saluran utama, dan tepi kanan,

K = kekasaran dasar untuk tiap bagian

N = Koefisien kekasaran Manning untuk tiap bagian

A = Area arus untuk tiap bagian

R = Radius hidrolik untuk tiap bagian ( area : garis keliling basah)

nc = koefisien padanan atau gabungan kekasaran

P = garis keliling basah keseluruhan saluran utama

Pi = garis keliling basah bagian I

ni = koefisien kekasaran untuk bagian I

2.3.2.b Analisa Profil Muka Air Aliran Tidak Tetap pada Program HEC-RAS

Penjelasan Aliran tak tunak

Hukum fisika yang mengatur aliran air di dalam suatu arus adalah: (1) prinsip

kekekalan massa (kontinuitas), dan (2) prinsip kekekalan momentum. Hukum ini

dinyatakan secara matematik dalam wujud persamaan diferensial parsial, yang

selanjutnya akan dikenal sebagai persamaan momentum dan kontinuitas. Asal dari

30

persamaan ini diperkenalkan di dalam bab ini berdasar pada suatu catatan oleh James

A. Liggett dari buku " Unsteady Flow in Open Channels "

( Mahmmod dan Yevjevich, 1975).

Persamaan kontinuitas

Dengan menganggap bahwa volume kontrol dasar seperti yang ditunjukkan pada

Gambar 2.7. Di dalam gambar ini, jarak x diukur sepanjang saluran, seperti

ditunjukkan. Di titik tengah dari volume kontrol adalah arus dan total area arus

ditandai Q(x,t) dan AT, berturut-turut. Total area arus adalah penjumlahan dari area

aktif A dan off-channel area penampungan S.

Gambar 2.7. Kontrol Dasar Volume untuk Asal usul dari Kontinuitas dan Persamaan

Momentum.

Kekekalan massa untuk suatu keadaan volume kontrol yang laju aliran netto ke dalam

volume sama dengan tingkat perubahan penyimpanan di dalam volume itu. Tingkat

inflow kepada volume kontrol mungkin adalah ditulis seperti:

(2-30)

tingkat outflow sebagai: (2-31)

dan tingkat perubahan di dalam penyimpanan sebagai (2-32)

Misalkan ∆x kecil, maka perubahan di dalam massa di dalam volume kontrol sama

dengan: (2-33)

31

di mana Ql adalah arus lateral/samping yang memasuki volume kontrol dan ρ rapat

fluida itu. Disederhanakan dan dibagi dengan ρ∆x menghasilkan format akhir dari

persamaan kontinuitas: (2-34)

di mana ql adalah inflow lateral/samping per satuan panjang.

Persamaan Momentum

Kekekalan momentum dinyatakan oleh hukum Newton Kedua sebagai :

(2-35)

Kekekalan momentum untuk volume kontrol menyatakan bahwa tingkat momentum

yang memasuki volume ( momentum flux) dijumlahkan dengan semua gaya-luar yang

bekerja pada volume sama dengan tingkat akumulasi momentum. Ini adalah suatu

persamaan vektor yang diterapkan di arah x (x-direction). Perubahan momentum (

MV) adalah massa fluida dikalikan dengan vektor kecepatan yang searah dengan arus.

Tiga gaya akan jadi pertimbangan: ( 1) tekanan, ( 2) gravitasi dan ( 3) gaya gesek.

Gaya tekan: Gambar 2.8 menggambarkan kasus yang umum dari suatu potongan

melintang tidak beraturan. Distribusi tekanan yang diasumsikan sebagai gaya

hidrostatis ( tekanan bervariasi secara linier dengan kedalaman) dan total gaya tekan

adalah integral dari bidang tekan produk di atas potongan melintang. Setelah Shames

(1962), gaya tekan pada titik manapun mungkin ditulis sebagai:

(2-36)

di mana h adalah kedalaman, y jarak di atas saluran, dan T(y) suatu fungsi lebar yang

menghubungkan lebar potongan melintang kepada jarak di atas saluran.

Jika Fp adalah gaya tekan pada arah x di tengah-tengah volume kontrol, gaya di ke

hulu akhir volume kontrol mungkin ditulis sebagai:

(2-37)

dan di ke arah akhir muara ditulis: (2-38)

32

Gambar 2.8. Ilustrasi dari Istilah/Terminologi yang Dihubungkan dengan Definisi Gaya tekan

Penjumlahan dari gaya tekan untuk volume kontrol dapat ditulis sebagai:

(2-39)

di mana FPN adalah gaya tekan netto untuk volume kontrol, dan FB adalah gaya tekan

di tepi sungai pada arah x diatas fluidaitu. Ini dapat disederhanakan menjadi:

(2-40)

Persamaan Differensial 2-36 dengan menggunakan Aturan Leibnitz dan kemudian

disubstitusikan didalam persamaan 2-40 , hasilnya:

(2-41)

Integral pertama pada persamaan 2-41 adalah cross-sectional area, A. Integral kedua

(dikalikan dengan -ρg∆x) adalah gaya tekan yang digunakan oleh fluida pada tepi

sungai, yang besarnya sama, tetapi arahnya berlawanan dengan FB. Karenanya gaya

tekan netto ditulis sebagai: (2-42)

Gaya gravitasi: Gaya gravitasi pada fluida pada volume kontrol pada arah x adalah:

(2-43)

33

di sini θ Apakah sudut yang dibentuk saluran terhadap horisontal. Untuk sungai alami

θ adalah kecil dan sin θ ≈ tan θ = ∂Z0 / ∂X, di mana z0 ketinggian. Oleh karena itu gaya

gravitasi ditulis sebagai: (2-44)

Gaya ini akan positif untuk kemiringan negatif.

Batasan tarikan ( gaya gesek): Gaya gesekan antara saluran dan fluida ditulis sebagai:

(2-45)

di mana τo adalah batas rata-rata tegangan geser (force/unit area) yang bekerja sebagai

batas-batas cairan, dan P adalah keliling basah. Tanda negatif menunjukkan bahwa,

jika arus searah dengan arah x-positif, gaya berlawanan arah atau searah x-negatif.

Dari analisa dimensional, τo dinyatakan sebagai istilah dari koefisien tahanan, CD,

sebagai berikut: (2-46)

Koefisien tahanan terkait dengan Chezy koefisien, C, dengan hubungan sebagai

berikut: (2-47)

Lebih lanjut, persamaan Chezy ditulis sebagai: (2-48)

Substitusikan persamaan 2-46, 2-47, dan 2-48 ke dalam 2-45, dan disederhanakan,

menghasilkan rumus berikut untuk gaya tahanan batas: (2-49)

Di mana Sf adalah kemiringan gesek, yang bernilai positif untuk arus searah sumbu x-

positif. Kemiringan gesek harus dihubungkan dengan aliran dan tinggi aliran. Yang

biasanya digunakan persamaan gesek Manning dan Chezy. Karena Persamaan

Manning sebagian besar digunakan di Amerika Serikat, ini juga yang digunakan pada

HEC-RAS. Persamaan Manning ditulis seperti: (2-50)

di mana R adalah jari-jari hidrolik dan n adalah koefisien gesekan Manning.

34

Perubahan momentum: Dengan ke tiga istilah gaya yang telah disebutkan, hanya

perubahan momentum yang tersisa. Perubahan terus menerus (flux) memasuki volume

kontrol ditulis sebagai: (2-51)

dan perubahan terus menerus (flux) yang meninggalkan volume ditulis sebagai:

(2-52)

Oleh karena itu tingkatan netto momentum (momentum flux) yang memasuki volume

kontrol adalah: (2-53)

Karena momentum dari fluida pada volume kontrol adalah ρQ∆X, tingkat akumulasi

momentum ditulis sebagai: (2-54)

Ulangi prinsip kekekalan momentum:

Tingkatan netto momentum momentum flux) memasuki volume (2-53) dijumlahkan

dengan semua gaya-luar yang bekerja pada volume [(2-39)+ (2-41)+ (2-46)] sama

dengan tingkat akumulasi momentum (2-54). menjadi:

(2-55)

Tinggi dari permukaan air, z, sama dengan z0 + h. Oleh karena itu menjadi:

(2-56)

Di mana ∂z / ∂x kemiringan permukaan air. Substitusikan (2-56) ke dalam (2-55),

dibagi dengan ρ∆x dan akan memindahkan semua istilah kepada hasil yang tersisa

yaitu format akhir dari persamaan momentum:

(2-57)

35

2.3.3 Perencanaan Penampang Sungai Rencana

Penampang melintang sungai perlu direncanakan untuk mendapatkan

penampang ideal dan efisien dalam penggunaan lahan. Penampang yang ideal yang

dimaksudkan merupakan penampang yang stabil terhadap perubahan akibat pengaruh

erosi maupun pengaruh pola aliran yang terjadi. Sedang penggunaan lahan yang efisien

dimaksudkan untuk memperhatikan lahan yang tersedia, sehingga tidak menimbulkan

permasalahan terhadap pembebasan lahan.

Faktor yang harus diperhatikan dalam mendesain bentuk penampang melintang

normalisasi sungai adalah :

• Angkutan sedimen sungai

• Perbandingan debit dominan dan debit banjir

Pada umumnya untuk alur sungai pada bagian hilir mempunyai perbandingan

tinggi air dibanding lebar sungai (h/B) sangat rendah, bentuk penampang ganda,

kemiringan dasar sungai sangat landai dan kapasitas pengaliran yang rendah. Sehingga

untuk menambah kapasitas pengaliran pada waktu banjir, dibuat penampang ganda,

dengan menambah luas penampang basah dari pemanfaatan bantaran sungai.

Bentuk penampang sungai sangat dipengaruhi oleh faktor bentuk penampang

berdasarkan kapasitas pengaliran, yaitu :

Q = V . A (2-58)

21

321 IR

nV = (2-59)

32

21 .. RA

I

nQ= (2-60)

32

.RA (merupakan faktor bentuk)

Kapasitas penampang akan tetap walaupun bentuk berubah-ubah. Perlu diperhatikan

bentuk penampang sungai yang paling stabil.

Rencana penampang Kali Tuntang Hilir direncanakan berbentuk trapesium, dengan

bantaran. Rencana penampang tersebut dengan pertimbangan antara lain :

• Alur sungai mampu melewatkan debit banjir rencana

• Dasar sungai perlu juga dipertimbangkan terhadap bahaya gerusan

36

Gambar 2.9. Penampang melintang sungai

Rumus yang digunakan :

21

321 IR

nV = (2-61)

PAR = (2-62)

mHBP ++= 12 (2-63)

)( mHBHA += (2-64)

Q = V . A (2-65)

Tabel 2-5. Karakteristik saluran

Debit

(m3/det)

Kemiringan

Talud (1 : m)

Perbandingan b/h

(n)

Debit

(m3/det)

Kemiringan

Talud (1 : m)

Perbandingan b/h

(n)

0,15 - 0,30

0,30 - 0,50

0,50 - 0,75

0,75 - 1,00

1,00 - 1,50

1,50 - 3,00

3,00 - 4,50

4,50 - 5,00

1,0

1,0

1,0

1,0

1,0

1,5

1,5

1,5

1,0

1,0 - 1,2

1,2 - 1,3

1,3 - 1,5

1,5 - 1,8

1,8 - 2,3

2,3 - 2,7

2,7 - 2,9

5,00 - 6,00

6,00 - 7,50

7,50 - 9,00

9,00 -10,00

10,00 - 11,00

11,00 - 15,00

15,00 - 25,00

25,00 - 40,00

1,5

1,5

1,5

1,5

2,0

2,0

2,0

2,0

2,9 - 3,1

3,1 - 3,5

3,5 - 3,7

3,7 - 3,9

3,9 - 4,2

4,2 - 4,9

4,9 - 6,5

6,5 - 9,0

(Ir. Sugiyanto, Pengendalian Banjir)

2.3.4 Pembuatan Sudetan (Short Cut)

Sudetan hanya dilakukan pada alur sungai yang berkelok-kelok sangat kritis

dan dimaksudkan agar banjir dapat mencapai bagian hilir atau laut dengan cepat,

dengan mempertimbangkan alur sungai yang stabil. Hal yang sangat perlu diperhatikan

dalam pembuatan sudetan adalah akibat sudetan tidak menimbulkan problem banjir di

bagian hilir karena akan terjadi kenaikan besarnya debit pengaliran dan pada waktu

B

Hm

1

37

tiba banjir karena akan terjadi kenaikan besarnya debit pengaliran dan pada waktu tiba

banjir yang lebih pendek, sehingga akan menurunkan muka air banjir hulu dan

menambah banjir di bagian hilir. Berdasarkan pertimbangan di atas maka pekerjaan

sudetan dalakukan pada alur sungai di bagian hilir daerah yang dilindungi dan harus

diimbangi dengan normalisasi sungai di bagian hilir sudetan.

Hal-hal yang perlu diperhatikan pada pembuatan sudetan antara lain adalah :

• Tujuan dilakukannya sudetan

• Arah alur sudetan

• Penampang sungai sudetan

• Usaha mempertahankan fungsi sudetan

• Pengaruh penurunan muka air di bagian hulu sudetan terhadap lingkungan

• Pengaruh berkurangnya fungsi retensi banjir

• Tinjauan terhadap aspek sosial-ekonomi

Gambar 2.10. Sudetan

2.3.5 Tinggi Jagaan Sungai

Besarnya tinggi jagaan sungai yang paling baik adalah berkisar antara 0.75-

1.50 m. Hal-hal lain yang mempengaruhi besarnya nilai tinggi jagaan adalah

penimbunan sedimen di dalam sungai, berkurangnya efisiensi hidrolik karena

tumbuhnya tanaman, penurunan tebing dan kelebihan jumlah aliran selama terjadinya

hujan. Sedangkan secara praktis untuk menentukan besarnya tinggi jagaan yang

diambil berdasarkan debit banjir dapat diambil dengan menggunakan tabel 2-6.

Daerah yang

dilindungi

dari banjir

Alur lama

Alur susetan

38

Tabel 2-6. Hubungan Debit – Tinggi Jagaan

Debit Rencana (m3/det) Tinggi Jagaan (m)

Q<200

200<Q<500

2000<Q<5000

5000<Q<10000

0,6

0,75

1,25

1,50

(Ir. Sugiyanto, Pengendalian Banjir)

2.3.6 Stabilitas Alur Terhadap Erosi dan Longsoran

1. Stabilitas Alur Terhadap Erosi

Butiran tanah pembentuk penampang sungai harus stabil terhadap aliran yang

terjadi, karena akibat pengaruh kecepatan aliran dapat mengkibatkan penggerusan pada

tebing maupun dasar sungai. Maka perlu di cek terhadap stabilitas butiran pada tebing

dan dasar sungai.

Tegangan geser pada penampang yang terjadi adalah :

τo = ρ . g .h. I

Gambar 2.11. Tegangan geser penampang sungai

Sedangkan berdasarkan hasil penyelidikan besarnya tegangan yang terjadi adalah :

τb = 0.97 ρ . g .h. I (pada dasar sungai)

τs = 0.75 ρ . g .h. I (pada talud sungai)

Dimana :

ρ = density air ( T/m2)

h = tinggi air (m)

I = kemiringan dasar saluran

Sungai akan stabil apabila tidak terjadi erosi pada dasar maupun lereng sungai.

Tegangan geser yang terjadi di dasar maupun lereng sungai disebabkan oleh aliran

sungai. Apabila tegangan geser yang terjadi di dasar sungai (τb) lebih besar dari

0.75 ρ.g.h

0.97 ρ.g.h

39

tegangan kritis (τc), maka akan terjadi erosi. Tegangan geser kritis yaitu tegangan geser

yang terjadi pada saat butiran dasar / lereng sungai mulai bergerak.

Besarnya tegangan geser kritis (τc) tergantung dari diameter material dasar /

lereng sungai. Kecepatan aliran yang menimbulkan terjadinya tegangan geser kritis

disebut kecepatan kritis (Vcr). Apabila diameter butiran dasar / lereng sungai

diketahui, maka tegangan geser kritis (τc) dapat dilihat pada diagram Shield’s dalam

Gambar 2.12.

Gambar 2.12. Grafik hubungan tegangan geser kritis dan kecepatan aliran kritis (Diagram Shield’s)

Tegangan geser kritis pada lereng sungai tergantung sudut lereng (τcr,L) = Kß. τcr (T/m2)

dimana :

τcr = tegangan geser kritis pada dasar sungai

2

1cos ⎟⎟⎠

⎞⎜⎜⎝

⎛−=

φβββ

tgtgK

ß = sudut lereng sungai (o)

Ф = 30-40 (tergantung diameter butiran)

40

2. Stabilitas Alur terhadap Longsoran (Metode Irisan)

Longsoran atau land slide merupakan pergerakan massa tanah secara perlahan-

lahan melalui bidang longsoran (lihat gambar 2.13) karena tidak stabil akibat gaya-

gaya yang bekerja. Untuk memperhitungkan kestabilan maka bidang longsoran dibagi

dalam beberapa bagian atau segmen, apabila lebar segmen semakin kecil maka akan

semakin teliti. Perhitungan berdasarkan pasa keadaan terburuk, yaitu pada waktu muka

air banjir surut dan muka air tanah dalam tanggul masih tinggi. Secara praktis land

slide adalah pergerakan massa tanah secara perlahan dalam waktu relatif tetap.

Metode ini menggunakan runtuh permukaan potensial pada tebing yang

diasumsikan berbentuk busur lingkaran dengan pusat o dan jari-jari r, metode irisan

atau juga disebut metode pias-pias (slice method) dipergunakan untuk jenis tanah yang

tidak homogen dan aliran rembesan terjadi di dalamnya memberikan bentuk aliran dan

volume tanah yang tidak menentu. Gaya normal yang bekerja adalah akibat berat tanah

sendiri yang bekerja pada suatu titik di lingkaran bidang longsor. Dalam metode ini

massa tanah longsoran dibagi menjadi beberapa irisan vertikal dengan lebar sama.

Lebar pias biasanya diambil sebesar 0,1 r. Untuk lebih jelasnya bisa dilihat pada

gambar 2-13.

Dasar dari setiap pias diasumsikan sebagai garis lurus. Sudut yang dibentuk oleh

dasar setiap pias dengan sumbu horisontal adalah α, tinggi pias dihitung berdasarkan

panjang sumbu vertikal pias yaitu sebesar h. Faktor keamanan adalah perbandingan

momen penahan longsoran dengan penyebab longsoran.

Gambar 2.13. Bidang Longsoran

Keterangan :

O = titik pusat longsoran

41

R = jari-jari bidang longsoran

W = berat segmen/irisan

τ = gaya geser

U = akibat tekanan air pori

Gaya-gaya yang tegak lurus bidang longsor : N atau Wcos θ dan U

Gaya-gaya yang searah bidang longsor : T atau Wsin θ dan τ

Gaya-gaya yang menahan : C x L dan (N tan θ)

Gaya yang mendorong : T

Angka keamanan (FS) = 20.1)tan.().(≥

+

∑∑ ∑

TiNiLiCi θ

Pengaruh tekanan air pori (U)

Angka keamanan (FS) = ( )

20.1tan)().(

≥−+

∑∑ ∑

TiUiNiLiCi θ

2.3.7 Perencanaan Tanggul

Tanggul adalah bangunan pengendali sungai yang dibangun dengan persyaratan

teknis tertentu untuk melindungi daerah sekitar sungai terhadap limpasan air sungai.

Yang perlu diperhatikan dalam perencanaan tanggul adalah lebar tanggul dan elevasi

tanggul. Ketentuan lebar tanggul seperti tercantum dalam tabel 2-7.

Tabel 2-7. Persyaratan Lebar Tanggul

Debit Rencana

(m3/det)

Lebar Tanggul

(m)

Q < 200

200<Q<500

2000<Q<5000

5000<Q<10000

3,0

4,0

5,0

6,0

(Sumber : Ir. Sugiyanto, Pengendalian Banjir)

Elevasi tanggul ditentukan oleh elevasi muka air banjir sungai ditambah tinggi jagaan

tertentu. Elevasi muka air banjir didapat berdasarkan perhitungan hidrolik banjir

sungai. Ketentuan tinggi jagaan tanggul seperti tercantum dalam Tabel 2-8.

42

Tabel 2-8. Tinggi Jagaan Tanggul

Debit Rencana

(m3/det)

Tinggi jagaan tanggul

(m)

Q < 200

200<Q<500

500<Q<2000

2000<Q<5000

5000<Q<10000

Q > 10000

0,6

0,75

1,00

1,25

1,50

2,00

(Sumber : Ir. Sugiyanto, Pengendalian Banjir)

2.3.8 Pengaruh Back Water Akibat Pasang Surut

Pada pengendalian banjir perlu memperhatikan muka air pada waktu banjir di

sepanjang sungai dan muka air banjir akibat back water. Hal ini atas pertimbangan

bahwa dengan adanya limpasan pada sebagian tanggul akan mengakibatkan bobolnya

tanggul adalah merupakan gagalnya system pengendali banjir.

Cara yang biasa digunakan dalam menghitung pengaruh back water adalah cara

analisa hidrolik steady non uniform flow, terutama untuk sungai yang mempunyai

bentuk penampang yang tidak beraturan maupun kemiringan dasar sungai yang

bervariasi.

Gambar 2.14. Steady Non Uniform Flow

Tinggi tenaga total setiap titik dalam aliran :

H = ⎟⎟⎠

⎞⎜⎜⎝

⎛++

gV

dxd

dxdh

dxdz

2

2

(2-66)

Sf d

θ

θ

datum

gV2

2

α

dh

Z

43

Di integrasikan terhadap jarak (ds) :

dxdH = ⎟⎟

⎞⎜⎜⎝

⎛++

gV

dxd

dxdh

dxdz

2

2

(2-67)

-Sf = -So + dxdh

gATQ

dxdh

3

2

− (2-68)

dxdh =

3

2

1gA

TQSfSo

− (2-69)

dxdh = 21 Fr

SfSo−− (2-70)

Back water dapat terjadi karena adanya perbedaan tinggi tekanan aliran pada suatu titik

(saluran) yang ditinjau.

a. Terjadi back water (H hulu < H hilir)

HilirHulu

b. Tidak terjadi back water (H hulu > H hilir)

HilirHulu

Gambar 2.15. Syarat terjadinya back water

44

Dalam perhitungan panjang back water dapat digunakan dengan dua cara, yaitu :

1. Metode Tahapan Langsung (Direct Step Method)

Energi spesifik

E = h + g

V2

2

(2-71)

gV2

2

+ h2 + So.∆x = g

V2

21 + h1 + Sf. ∆x (2-72)

E2 + So.∆x = E2 + Sf.∆x (2-73)

∆x = SoSfEE

−− 12 (2-74)

Sf = 2

21 SfSf + (2-75)

2. Metode Tahapan Standard

Energi total

H = Z + h + g

V2

2

(2-76)

Z1 + h1 + g

V2

21 = Z2 + h2 +

gV2

22 + ∆H (2-77)

H1 = H2 + ∆H (2-78)

∆H = Sf. ∆x (2-79)

Z = So. X (2-80)

(DR. Ir. Suripin, M.Eng. Diktat Mekanika Fluida dan Hidrolika)