Bab ii standar standar pemilu

45
Jurusan Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Diponegoro Semarang 2014 Nur Hidayat Sardini Pemilu dan Partai Politik Managemen Pemilu Bagian Pemilu SPG- 509 SPG-222

Transcript of Bab ii standar standar pemilu

Page 1: Bab ii standar standar pemilu

Jurusan Ilmu PemerintahanFakultas Ilmu Sosial dan Ilmu PolitikUniversitas Diponegoro Semarang 2014

Nur Hidayat Sardini

Pemilu dan Partai PolitikManagemen PemiluBagian Pemilu

SPG-509

SPG-222

Page 2: Bab ii standar standar pemilu

Bab IISTANDAR-STANDAR PEMILU DEMOKRATIS

Pokok Bahasan

● Ragam Jenis Pemilu dan Referendum;● Standar Pemilu Internasional;● Pemilu Menurut UUD 1945; dan● Asas Pemilu dan Asas Penyelenggara Pemilu.

Page 3: Bab ii standar standar pemilu

I. Referendum dan

Ragam Jenis Pemilu

Page 4: Bab ii standar standar pemilu

■ Modes of ElectionsDalam seluruh pengalaman kepemiluan di dunia, pengaruh negara-negara Eropa dan Amerika Serikat mewarnai model dan jenis Pemilu yang akhirnya ditiru oleh sebagian besar negara di dunia ini.

Namun sebagian negara yang menerapkan demokrasi elektoral mengadopsi, tidak seluruhnya menyangkop seluruh model dan sistem Pemilu yang diterapkan di dua negara dan dua kawasan dunia tsb.

Yang penting dicatat di sini adalah apa yang diterapkan kedua negara dan kedua kawasan tsb mengilhami sistem demokrasi elektoral hampir seluruh negara demokrasi di dunia ini

Page 5: Bab ii standar standar pemilu

Hal tersebut dimaklumi karena negara-negara Eropa Barat dan Amerika Serikat merupakan dua negara dari dua kawasan dunia yang telah memiliki sejarah panjang dalam demokrasi.

Dalam buku “Parties and Elections in America The Electoral Process (Fourth Edition)”, Prof L. Sandy Maisel dan Kara Z. Buckley, memberi catatan terhadap pengalaman-pengalaman penting Amerika Serikat dalam menggelar Pemilu.

Page 6: Bab ii standar standar pemilu

1. Americans are expected to go to the polls more frequently and to vote for more officeholders;

2. Our elections are held at regular intervals, regardless of the flow of world event, and are never changed because of particular national crises;

3. The terms of various offices in our system are not all the same; and

4. The rules in different states and for different offices vary significantly.

Page 7: Bab ii standar standar pemilu

■ Modes of ElectionsI. Direct Elections

Pemilu untuk memilih anggota DPR dengan sistem distrik atau proporsional, kandidatnya sudah ditentukan setelah lolos dari persyaratan yang ditentukan dan masuk dalam daftar kandidat.

II. Indirect Elections

Pemilu untuk memilih para calon anggota DPR atau untuk memilih para electoral college, yang kemudian memilih calon presiden.

Page 8: Bab ii standar standar pemilu

■ Referendums or Plebiscites Secara umum demokrasi langsung (direct democracy) dibagi atas dua hal yang utama, pertama Pemilihan Umum (general elections), dan kedua referendum.

Dalam tulisan “Referendum and Initiatives: The Politics of Direct Democracy”, Lawrence Leduc [2002] menyatakan:

“Pada sejumlah negara yang mapan berdemokrasi, prosedur demokrasi hanya dikenal dalam Pemilu, namun kadang rakyat merasakan terjadinya kemapanan prosedur demokrasi akibat pelaksanaan Pemilu, sehingga rakyat dibuat tidak nyaman dan akhirnya merusak kualitas demokrasi yang telah dijalankannya.

Dalam hal itu, akuntabilitas Pemilu tidak dijamin, sementara para pejabat yang bertanggung jawab seringkali kurang responsif dan “out of touch”. Bahkan terlalu mapannya “prosedur demokrasi elektoral” yang dijalankan, di dalam masyarakat di kawasan Eropa Barat menamai keadaan tsb sebagai “defisit demokrasi” (democracy deficit).

Page 9: Bab ii standar standar pemilu

Secara umum term “referendum” digunakan untuk menggambarkan perlunya sebuah negara mengonsultasikan kepada rakyatnya akan suatu atau beberapa hal, inilah yang disebut sebagai “consultative referendum”. Pada tahun 1994 negara Finlandia, Norwegia, dan Swedia, untuk bergabung dalam keanggotaan dalam European Union, dan pada 1972 Irlandia dan Denmark melakukan hal sama.

Di samping itu, kadang terjadi pula usulan-usulan mengenai perlunya suatu referendum yang diambil berdasarkan petisi dari warga negara daripada oleh langkah pemerintah atau legislatif, disebut sebagai “initiatives or citizens-initiated referendums”. Dalam kerangka ini sejumlah orang mengumpulkan tanda tangan, karena sering disebut juga sebagai “petisi”.

Page 10: Bab ii standar standar pemilu

Forms and Variations of the ReferendumREFERENDUM INITIATIVE

Constitutional(binding)

Consultative(non-binding) Abrogative Citizens’ Initiative

A vote that is required in order to effect a change in the constitution or basic law, altering the form of political institutions, or to ratify international treaties.

▫ Australia▫ Denmark▫ Ireland▫ Switzerland

A vote on any subject initiated by the government or legislature.

▫ Britain▫ Canada▫ Finland▫ Sweden

A procedure to force a vote on a law already passed by the legislature. Generally initiated by petition of citizens, or sometimes by a legislative minority.

▫ Austria▫ Italy▫ Sweden▫ Switzerland

A referendum on any subject which is brought about by petition of citizens. The number of signatures required varies widely. Results may be binding , but can also be subject to review by courts or legislature.

New ZealandSwitzerlandMany US states.

Source: Lawrence Leduc [2002: 75].

Page 11: Bab ii standar standar pemilu

Dalam bagian lain, kita mengenal jenis-jenis demokrasi langsung (direct democracy), dengan pengertian:

“Direct democracy is the term used to describe particular forms of vote within any democratic system. The term direct democracy is commonly used to refer to three distinct types of vote or instruments:

1. Referendum, which consists of a vote of the electorate required by the legal framework or requested by the Executive or Legislative on an issue of public policy such as a constitutional amendment or a proposed law;

2. Citizens’ initiative, which allows a certain number of citizens to initiate a vote of the electorate on a proposal outlined by those citizens to, for example, amend the constitution, or adopt, repeal, or amend an existing law; and

3. Recall, which allows a specified number of citizens to demand a vote of the electorate on whether an elected holder of public office should be removed from that office before the end of his/her term of office.

Page 12: Bab ii standar standar pemilu

The common characteristic of these instruments is that they all give citizens the right to be directly involved in the political decision making process.

Direct democracy is therefore often seen as conflicting with representative democracy, in which voters elect representatives to make decisions on their behalf.

Alternatively, direct democracy can be viewed as a sometimes necessary means for the citizens to correct or limit the excesses of elected representatives and leaders, or by the government as a means of ensuring itself of a mandate to undertake what might otherwise be perceived as unpopular measures.

■ Common Characteristic

Page 13: Bab ii standar standar pemilu

■ Jenis-Jenis Pemilu

Merangkum berbagai pelaksanaan Pemilu di Indonesia mutakhir, terdapat beberapa jenis penyelenggaraan Pemilu:

I. Berdasarkan Tujuan Pemilu

Berdasarkan tujuan Pemilu untuk memilih para calon yang akan duduk dalam lembaga-lembaga penyelenggara negara, maka Pemilu terdiri atas:

1.Pemilu Legislatif, yakni Pemilu untuk memilih penyelenggara negara yang akan menduduki jabatan-jabatan nasional:● Pemilu untuk memilih angggota DPR RI;● Pemilu untuk memilih anggota DPD RI;● Pemilu untuk memilih anggota DPRD provinsi;● Pemilu untuk memilih anggota DPRD kabupaten; dan● Pemilu untuk memilih anggota DPRD Kota.

Page 14: Bab ii standar standar pemilu

2. Pemilu Eksekutif, yakni Pemilu untuk memilih sepasang pucuk pimpinan eksekutif baik di tingkat nasional, provinsi, maupun kabupaten dan kota:● Pemilu untuk memilih presiden dan wakil presiden;

● Pemilu untuk memilih gubernur dan wakil gubernur;

● Pemilu untuk memilih bupati dan wakil bupati; dan

● Pemilu untuk memilih walikota dan wakil walikota.

Page 15: Bab ii standar standar pemilu

II. Berdasarkan Struktur Kekuasaan

Berdasarkan struktur kekuasaan atau ruang lingkup pemerintahan, maka Pemilu terdiri atas:

1. Pemilu Nasional, yakni Pemilu untuk memilih calon penyelenggara negara dalam jabatan-jabatan di tingkat pusat atau nasional, yakni

● Pemilu untuk memilih presiden dan wakil presiden;

● Pemilu untuk memilih anggota DPR RI; dan● Pemilu untuk memilih anggota DPD RI.

Page 16: Bab ii standar standar pemilu

2. Pemilu Lokal, yakni Pemilu untuk memilih para penyelenggara negara di daerah:

● Pemilu untuk memilih anggota DPRD Provinsi;

● Pemilu gubernur dan wakil gubernur;

● Pemilu untuk memilih anggota DPRD Kabupaten;

● Pemilu untuk memilih bupati dan wakil bupati;

● Pemilu untuk memilih anggota DPRD Kota; dan

● Pemilu untuk memilih walikota dan wakil walikota.

Page 17: Bab ii standar standar pemilu

II. Standar Pemilu Internasional

Page 18: Bab ii standar standar pemilu

■ Objective (Tujuan)Dalam buku “International Electoral Standards Guidelines for Reviewing the Legal Framework of Elections”, IDEA (International Institute for Democracy and Electoral Assistance, 2000), dicantumkan tujuan dari petunjuk umum mengenai Standar-Standar Pemilu yang diakui secara internasional.

Tujuan yang dimaksud adalah:

1. To set out the basic component of a legal framework governing democratic elections, incorporating internationally-recognized electoral standards

2. Necessary for the legal framework to be able to ensure democratic elections

3. To contribute to uniformity, reliability, consistency, accuracy, and overall professionalism in elections;

4. It is recognized that in some areas they remain inadequate.

Page 19: Bab ii standar standar pemilu

■ Primary Sources of the bases internationally recognized electoral standards

1. The 1948 Universal Declaration of Human Rights;2. The 1966 International Covenant on Civil and Political

Rights;3. The 1950 European Convention (together with its

Protocol) for the Protection of Human Rights and Fundamental Freedoms;

4. The 1990 Document of the Copenhagen Meeting of the Conference on the Human Dimension of the Conference for Security and Co-operation in Europe (CSCE);

5. The 1948 American Declaration of the Rights and Duties of Man;

6. The 1969 American Convention on Human Rights; and7. The 1981 African Charter on Human and People’s

Rights.

Page 20: Bab ii standar standar pemilu

A review of a country’s legal framework should also consider the following:

● Final reports of various election observation missions (international and domestic) where they are avalaible;

● The requirements of any international instruments to which the the country is a party, which impact on the elections law; and

● Model codes of conduct addressing election issues developed by international, governmental, or non-governmental organizations (NGOs).

■ Supplementary Sources

Page 21: Bab ii standar standar pemilu

■ International Election-Standard Component’s

1.Structuring the Legal framework

The legal framework should be so structured as to be unambiguous, understandable and transprarent, and should address all components of an electoral system necessary to ensure democratic elections.

Kerangka hukum harus disusun sedemikian rupa sehingga tidak bermakna ganda, dapat dipahami dan terbuka, dan harus dapat menyoroti semua unsur sistem Pemilu yang diperlukan untuk memastikan Pemilu yang demokratis.

Page 22: Bab ii standar standar pemilu

2. The Electoral System

The choice of electoral system should ensure that the international standards for democratic elections are met in terms of institutions elected, the frequency of elections and the organization of electoral units.

Pilihan sistem pemilu seharusnya memastikan bahwa standard-standar internasional untuk pemilu yang demokratis dipatuhi dalam kaitannya dengan lembaga yang dipilih, frekuensi pemilu, dan organisasi unit pemilu.

Page 23: Bab ii standar standar pemilu

3. Boundary delimitation, districting or defining boundaries of electoral units.

The legal framework for elections should seek to ensure that the boundaries of electoral units are drawn in such as to achieve the objective of according equal weigt to each vote the greatest degree possible to ensure effective representation.

Penetapan batasan, distrik dan definisi batasan unit pemilu.Kerangka hukum bagi pemilu harus memastikan bahwa batasan unit-unit pemilu dibuat sedemikian rupa sehingga mencapai tujuan sesuai dengan beban yang setara untuk setiap suara hingga ke derajat setinggi mungkin untuk mencapai keterwakilan yang efektif.

Page 24: Bab ii standar standar pemilu

4. The right to elect and to be elected.

The legal framework should ensure that all eligible citizens are guaranteed the right to universal suffrageas well as the right to contest elections without any discrimination.

Hak memilih dan dipilih.Kerangka hukum harus memastikan semua warga negara yang memenuhi syarat dijamin berhak memberikan suara secara universal dan adil serta berhak ikut dalam pemilihan tanpa diskriminasi.

Page 25: Bab ii standar standar pemilu

5. Electoral management bodies (EMBs)

The legal framework should require that EMBs be established and operate in a manner that ensures the independent and impartial administration of elections.

Badan pelaksana Pemilu.Kerangka hukum harus mewajibkan badan pelaksana pemilu dibentuk dan berfungsi dalam suatu cara yang menjamin penyelenggaraan pemilu secara independen dan adil.

Page 26: Bab ii standar standar pemilu

6. Voter registration and voter registers

The legal framework should require that voter registers be mainstained in a manner that is transparent and accurate, protects the right of qualified citizens to register, and prevents the unlawful or fraudulent registration or removal of persons.

Pendaftaran pemilih dan daftar pemilihKerangka hukum harus mewajibkan penyimpanan daftar pemilih secara transparan dan akurat, melindungi hak warga negara yang memenuhi syarat untuk mendaftar dan mencegah pendaftaran atau pencoretan orang secara tidak sah atau curang.

Page 27: Bab ii standar standar pemilu

7. Ballot acces for political parties and candidates.

The legal framework should ensure that all political parties and candidates are able to compete in elections on the basis of equitable treatment.

Akses kertas suara bagi partai politik dan para kandidat

Kerangka hukum seharusnya menjamin semua partai politik dan kandidat dapat bersaing dalam pemilu atas dasar perlakuan yang adil.

Page 28: Bab ii standar standar pemilu

8. Democratic electoral campaigns.

The legal framework should ensure that each political party and candidate enjoys the rights to freedom of expression and freedom of association, and has acces to the electorate, and that all in the election process have an equal chance of success.

Kampanye pemilu yang demokratis.

Kerangka hukum harus menjamin setiap partai politik dan kandidat menikmati hak atas kebebasan mengeluarkan pendapat dan kebebasan berkumpul dan memiliki akses terhadap para pemilih dan semua pihak yang terkait (stakeholder) dalam proses pemilihan memiliki peluang keberhasilan yang sama.

Page 29: Bab ii standar standar pemilu

9. Media acces and freedom of expression.

The legal framework should ensure that all political parties and candidates have acces to the media and are treated equitably by media owned or controlled by the state, and that no unreasanoble limitations are placed on the right of political parties and candidates to free expression during election campaigns.

Akses ke media dan kebebasan berekspresi.

Kerangka hukum harus menjamin semua partai politik dan kandidat memiliki akses ke media dan mereka diperlakukan secara adil oleh media yang dimiliki atau dikendalikan oleh negara. Juga tidak ada pembatasan kebebasan dan hak berekspresi partai politik dan para kandidat selama kampanye berlangsung.

Page 30: Bab ii standar standar pemilu

10. Campaign finance and expenditure.

The legal framework should ensure that all political parties and candidates are equitably treated by legal provisions governing campaign finance and expenditures.

Pembiayaan dan pengeluaran kampanye

Kerangka hukum harus memastikan semua partai politik dan kandidat diperlakukan secara adil oleh ketentuan hukum yang mengatur pembiayaan dan pengeluaran kampanye.

Page 31: Bab ii standar standar pemilu

11. Balloting.

The legal framework should ensure that polling stations are accessible, that there is accurate recordning of ballots and that the secrecy of the ballot is guaranteed.

Pemungutan suara

Kerangka hukum harus memastikan tempat pemungutan suara dapat diakses, terdapat pencatatan yang akurat atas kertas suara, dan kerahasiaan kertas suara terjamin.

Page 32: Bab ii standar standar pemilu

12. Counting and tabulating votes.

The legal framework should ensure that all votes are counted and tabulated accurately, equally, fairly, and transparently.

Menghitung dan mentabulasikan suara.

Kerangka hukum harus memastikan agar semua suara dihitung dan ditabulasikan dengan akurat, merata, adil, dan terbuka.

Page 33: Bab ii standar standar pemilu

13. The role representatives of the parties and candidate.

As a necessary safeguard of the integrity and transparency of the election, the legal frameworkd must contain a provision for representatives nominated by parties and candidates contesting the election to observe all voting processes. The rights and responsibilities of candidate and party representatives in polling stations should also be defined in the legal framework.

Peranan perwakilan partai dan kandidatGuna melindungi integritas dan keterbukaan pemilu, kerangka hukum harus memuat ketentuan yang menyatakan bahwa perwakilan yang ditunjuk oleh partai dan kandidat peserta pemilu harus mengamati semua proses pemungutan suara. Hak dan tanggung jawab perwakilan kandidat dan partai di tempat pemungutan suara juga harus dijelaskan dalam kerangka hukum..

Page 34: Bab ii standar standar pemilu

14. Election observers.

To ensure transparency and to increase credibiity, the legal framework should provide that election observers can observe all stage of election processes.

Pemantau pemiluUntuk menjamin transparansi dan meningkatkan kredibilitas, kerangka hukum harus menetapkan bahwa para pemantau pemilu dapat memantau semua tahapan dari proses pemilu.

Page 35: Bab ii standar standar pemilu

15. Compliance with and enforcement of electoral law.

The legal framework should provide effective mechanisms and remedies for compliance with the law and the enforcement of electoral rights, defining penalties for specific electoral offences.

Kepatuhan terhadap dan penegakan undang-undang pemiluKerangka hukum harus mengatur mekanisme dan penyelesaian hukum yang efektif untuk kepatuhan kepada undang-undang dan penegakan hak pilih. Juga harus dijelaskan hukuman-hukuman untuk pelanggaran- pelanggaran pemilu tertentu.

Page 36: Bab ii standar standar pemilu

■ Electoral Integrity by Kofi A AnnanDalam laporan Komisi Global untuk Pemilu, Demokrasi, dan Keamanan (The Global Commission on Elections, Democracy, and Security, September 2012), yang kemudian dituangkan dalam buku “Deepening Democracy: A Strategy for Improving the Integrity of Elections Worldwide”, mantan Sekjen PBB Kofi A. Annan, dkk., merumuskan mengenai Integritas Pemilu (the electoral integrity).

■ Definition: Elections with Integrity

“An election with integrity as any election that is based on the democratic principles of universal suffrage and political equality as reflected in international standards and agreements, and is professional, impartial, and transparent in its preparation and administration throughout the electoral cycle”.

Page 37: Bab ii standar standar pemilu

Five major challenges must be overcome to conduct elections with integrity:

• Building the rule of law to substantiate claims to human rights and electoral justice;• Building professional, competent electoral management bodies (EMBs) with full independence of action to administer elections that are transparent and merit public confidence;• Creating institutions and norms of multiparty competition and division of power that bolster democracy as a mutual security system among political contenders;• Removing barriers—legal, administrative, political, economic, and social—to universal and equal political participation; and • Regulating uncontrolled, undisclosed, and opaque political finance.

■ Major Challenges for Elections with Integrity

Page 38: Bab ii standar standar pemilu

Integrity is an ethical code of behaviour as well as a system of mechanisms adopted to protect the honesty and viability of the process.

Electoral integrity requires:

1. A generally accepted code of ethical behaviour in politics;

2. An electoral framework that is equitable and fair;3. Fair, transparent and impartial administration of the

elections;4. Political freedom to participate freely and equally in an

atmosphere without fear;5. Accountability of all participants;6. Built in mechanisms, including monitoring by civil

society and a free media, to safeguard integrity and ensure accountability; and

7. Enforcement.

Page 39: Bab ii standar standar pemilu

Dalam buku “PEREKAYASAAN SISTEM PEMILU UNTUK PEMBANGUNAN TATA POLITIK DEMOKRATIS” (Partnership, 2008) Prof Ramlan Surbakti dkk menyebut sejumlah parameter, yakni:

1. Predictable procedures. Pengaturan setiap tahap Pemilu mengandung kepastian hukum dalam arti mengatur semua hal yang perlu diatur, semua ketentuan bermakna tunggal, dan semua ketentuan bersifat konsisten satu sama lain;

2. Free and fair election. Pengaturan setiap tahap Pemilu berdasarkan asas-asas pemilihan umum yang demokratik, yaitu langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil, dan akuntabel;

3. Electoral integrity. Pengaturan proses penyelenggaraan Pemilu mengandung sistem pengawasan (dalam arti luas) untuk menjamin tidak saja pelaksanaan setiap tahap pemilihan umum sesuai dengan ketentuan tetapi juga hasil perhitungan suara bersifat akurat sesuai dengan hasil pilihan para pemilih.; dan

4. Compliance mechanism. Pengaturan proses penyelenggaraan Pemilu mengandung sistem penyelesaian sengketa dengan prosedur dan keputusan yang adil (dan cepat) untuk semua jenis dan bentuk sengketa pemilihan umum.

Page 40: Bab ii standar standar pemilu

III. Pemilu Menurut

UUD 1945

Page 41: Bab ii standar standar pemilu

■ Tugas

Dengan merujuk pada UUD 1945, coba Saudara jawab dasar hukum penyelenggaraan Pemilu di Indonesia:

1. Pemilu anggota DPR, DPD, dan DPRD;2. Pemilu Presiden dan Wakil Presiden; dan3. Pemilu Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.

Ketentuan:4. Jawaban ditulis tangan di kertas buku tulis biasa;5. Dikerjakan di rumah, dikumpulkan sebelum pertemuan

kuliah pekan depan; dan6. Tugas ini per individu, untuk peserta kuliah Laki-Laki.

Page 42: Bab ii standar standar pemilu

IV. Asas-Asas Pemilu

Page 43: Bab ii standar standar pemilu

■ Tugas

Dengan merujuk pada UU mengenai Pemilu (UU No 15 Tahun 2011, UU No 8 Tahun 2012, UU No 42 Tahun 2008), sering disebutkan tentang Asas Pemilu dan Asas Penyelenggara Pemilu.

1. Apa saja dan jelaskan Asas Pemilu; dan2. Apa saja dan jelaskan Asas Penyelenggara Pemilu.

Ketentuan:3. Jawaban ditulis tangan di kertas buku tulis biasa;4. Dikerjakan di rumah, dikumpulkan sebelum pertemuan

kuliah pekan depan; dan5. Tugas ini per individu, untuk peserta kuliah Perempuan.

Page 44: Bab ii standar standar pemilu

44

SEKILAS BIO DATA

NAMA : Nur Hidayat SardiniTempat, Tg Lahir

: Pekalongan, 10 Oktober 1969

Pengalaman/ : Anggota, Penanggung Jawab Sekretaris Sementara, dan Juru Bicara dan Anggota Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP)

Aktivitas : Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum (BAWASLU) RI

: Ketua Panwas Pemilu Jawa Tengah Pemilu 2004: Staf Pengajar Jurusan Ilmu Pemerintahan FISIP

UNDIP: S-2 Ilmu Politik UI, Jakarta: S-3 Mahasiswa Ilmu Politik Unpad, Bandung

(Disertasi)Alamat : Gd. Bawaslu Jl MH Thamrin No 14 Jakarta. Website : www.nurhidayatsardini.comE-mail : [email protected] : @nurhidayatsardiFacebook : Nur Hidayat Sardini

Page 45: Bab ii standar standar pemilu

45