BAB II Revisi pengaruh pajak

36
15 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pajak Daerah Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (UU PDRD), adalah pengganti dari Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 dan Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000, Pajak Daerah yang selanjutnya disebut adalah kontribusi wajib kepada Daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. 2.1.1 Definisi Pajak Terdapat bermacam-macam batasan atau definisi tentang pajak yang dikemukakan oleh para ahli diantaranya adalah :

description

skripsi

Transcript of BAB II Revisi pengaruh pajak

Page 1: BAB II Revisi pengaruh pajak

15

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pajak Daerah

Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak

Daerah dan Retribusi Daerah (UU PDRD), adalah pengganti dari Undang-

Undang Nomor 18 Tahun 1997 dan Undang-undang Nomor 34 Tahun

2000, Pajak Daerah yang selanjutnya disebut adalah kontribusi wajib

kepada Daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat

memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan

imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Daerah bagi

sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

2.1.1 Definisi Pajak

Terdapat bermacam-macam batasan atau definisi tentang pajak

yang dikemukakan oleh para ahli diantaranya adalah :

Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH., menyatakan bahwa:

“Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal balik (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.”(Mardiasmo, 2008:1)

Menurut Prof. Dr. P.J.A. Andriani, merumuskan:

“Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-

Page 2: BAB II Revisi pengaruh pajak

16

pengeluaran umum berhubungan dengan tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.”(Siti Kurnia R., 2010: 22)

Ada beberapa kriteria yang harus dipenuhi agar sesuatu dapat

dianggap sebagai pajak yaitu :

1. Bersifat pajak dan bukan retribusi.

2. Obyek pajak terletak atau terdapat di wilayah daerah kabupaten/kota

yang bersangkutan dan mempunyai mobilitas yang cukup rendah

serta hanya melayani masyarakat di wilayah daerah kabupaten/kota

yang bersangkutan.

3. Obyek dan dasar pengenaan pajak tidak bertentangan dengan

kepentingan umum.

4. Obyek pajak bukan merupakan obyek pajak propinsi dan atau obyek

pajak pusat.

5. Potensinya memadai serta tidak memberikan dampak ekonomi yang

negatif.

6. Memperhatikan aspek keadilan dan kemampuan masyarakat serta

menjaga kelestarian lingkungan.

2.1.2 Unsur dan Fungsi Pajak

Dari definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa pajak memiliki unsur-

unsur sebagai berikut:

1. Iuran dari rakyat kepada negara. Yang berhak memungut pajak

hanyalah negara. Iuran tersebut berupa uang (bukan barang).

Page 3: BAB II Revisi pengaruh pajak

17

2. Berdasarkan undang-undang. Pajak dipungut berdasarkan atau

dengan kekuatan undang-undang serta aturan pelaksanaannya.

3. Tanpa jasa timbal atau kontraprestasi dari negara yang secara

langsung dapat ditunjuk. Dalam pembayaran pajak tidak dapat

ditunjukkan adanya kontrapestasi individual oleh pemerintah.

4. Digunakan untuk membiayai rumah tangga negara, yakni

pengeluaran-pengeluaran yang bermanfaat bagi masyarakat luas.

Selain unsur-unsur pajak, dari definisi di atas terlihat adanya dua

fungsi pajak, yaitu:

1. Fungsi budgetair (anggaran), yaitu pajak sebagai sumber dana bagi

pemerintah untuk membiayai pengeluaran-pengeluarannya.

2. Fungsi regulerend (mengatur), yaitu pajak sebagai alat untuk

mengatur atau melaksanakan kebijaksanaan pemerintah dalam

bidang sosial dan ekonomi.(Mardiasmo, 2008:1)

Berdasarkan fungsi pajak tersebut, dapat dipahami atau dimengerti

bahwa fungsi budgeter pajak dikaitkan dengan anggaran pendapatan dan

belanja negara (APBN) umumnya dan anggaran pendapatan dan belanja

daerah (APBD) pada khususnya yang dimaksud untuk mengisi kas negara

atau daerah sebanyak-banyaknya dalam rangka pembiayaan pengeluaran

rutin pemerintah pusat atau daerah.

Page 4: BAB II Revisi pengaruh pajak

18

2.1.3 Jenis Pajak

Menurut Siti Kurnia R., (2010:52) ditinjau dari segi kriteria lembaga

atau instansi yang memungut pajak. Pajak dapat dibagi menjadi dua jenis

pajak, yaitu sebagai berikut :

1. Pajak Pusat

Pajak pusat adalah pajak yang diadministrasikan oleh

pemerintah pusat dalam hal ini Departemen Keuangan, yakni

Direktorat Jenderal Pajak. Pajak daerah yaitu pajak yang dipungut

oleh Pemerintah Pusat. Pajak daerah yaitu pajak yang dipungut oleh

Pemerintah Pusat yang terdiri dari :

a. Pajak Penghasilan

b. Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang

Mewah

c. Bea Materai

2. Pajak Daerah

Pajak daerah adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah

daerah. Dibedakan dengan pajak pemerintah provinsi dan

pemerintah daerah tingkat II. Pajak pemerintah daerah tingkat I

(Provinsi) dan pajak daerah tingkat II (Kabupaten/Kota).

Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak

Daerah dan Retribusi Daerah, berikut jenis-jenis pajak daerah :

Page 5: BAB II Revisi pengaruh pajak

19

Jenis Pajak Provinsi terdiri dari :

a. Pajak Kendaraan Bermotor

b. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor

c. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor

d. Pajak Air Permukaan

e. Pajak Rokok

Jenis Pajak Kabupaten/Kota terdiri atas :

a. Pajak Hotel

b. Pajak Restoran

c. Pajak Hiburan

d. Pajak Reklame

e. Pajak Penerangan Jalan

f. Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan

g. Pajak Parkir

h. Pajak Air Tanah

i. Pajak Sarang Burung Walet

j. Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan

k. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.

2.1.4 Sayarat Pemungutan Pajak

Tidaklah mudah untuk membebankan pajak pada masyarakat. Bila

terlalu tinggi, masyarakat akan enggan membayar pajak. Namun bila

terlalu rendah, maka pembangunan tidak akan berjalan karena dana yang

Page 6: BAB II Revisi pengaruh pajak

20

kurang. Menurut Mardiasmo (2008:2) agar pungutan pajak tidak

menimbulkan hambatan atau perlawanan, maka pemungutan pajak harus

memenuhi persyaratan yaitu :

1. Pemungutan Pajak Harus Adil (Syarat Keadilan).

Sesuai dengan tujuan hukum, yakni mencapai keadilan. undang-

undang dan pelaksanaan pemungutan harus adil. Adil dalam

perundang-undangan diantaranya mengenakan pajak secara umum

dan merata. serta disesuaikan dengan kemampuan masing-masing.

Sedang adil dalam pelaksanaannya yakni dengan memberikan hak

bagi Wajib Pajak untuk mengajukan keberatan, penundaan dalam

pembayaran dan mengajukan banding kepada Majelis Pertimbangan

Pajak.

2. Pemungutan pajak harus berdasarkan Undang-undang (Syarat

Yuridis). Di Indonesia, pajak diatur dalam UUD 1945 pasal 23 ayat 2.

Hal ini memberikan jaminan hukum untuk menyatakan keadilan, baik

bagi negara maupun warganya.

3. Tidak Mengganggu Perekonomian (Syarat Ekonomis). Pemungutan

tidak boleh mengganggu kelancaran kegiatan produksi maupun

perdagangan, sehingga tidak menimbulkan kelesuan perekonomian

masyarakat.

4. Pemungutan Pajak Harus Efisien (Syarat Finansiil). Sesuai fungsi

budgetair, biaya pemungutan pajak harus dapat ditekan sehingga

Iebih rendah dari hasil pemungutannya.

Page 7: BAB II Revisi pengaruh pajak

21

5. Sistem Pemungutan Pajak Harus Sederhana. Sistem pemungutan

yang sederhana akan memudahkan dan mendorong masyarakat

dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Syarat ini telah dipenuhi

oleh undang-undang perpajakan yang baru.

2.1.5 Asas Pemungutan Pajak

Dalam memungut suatu pajak, terdapat asas-asas atau prinsip-

prinsip yang harus diperhatikan. Menurut Erly Suandy (2009:27) Asas-

asas pemungutan pajak yang baik sebagaimana dikemukakan oleh Adam

Smith dalam bukunya Wealth of Nations dengan ajaran yang terkenal

"The Four Maxims", didasarkan pada:

1. Asas Equality (asas keseimbangan dengan kemampuan atau asas

keadilan): pemungutan pajak yang dilakukan oleh negara harus

sesuai dengan kemampuan dan penghasilan wajib pajak. Negara

tidak boleh bertindak diskriminatif terhadap wajib pajak.

2. Asas Certainty (asas kepastian hukum): semua pungutan pajak

harus berdasarkan UU, sehingga bagi yang melanggar akan dapat

dikenai sanksi hukum.

3. Asas Convinience of Payment (asas pemungutan pajak yang tepat

waktu atau asas kesenangan): pajak harus dipungut pada saat yang

tepat bagi wajib pajak (saat yang paling baik), misalnya disaat wajib

pajak baru menerima penghasilannya atau disaat wajib pajak

menerima hadiah.

Page 8: BAB II Revisi pengaruh pajak

22

4. Asas Efficiency (asas efisien atau asas ekonomis): biaya

pemungutan pajak diusahakan sehemat mungkin, jangan sampai

terjadi biaya pemungutan pajak lebih besar dari hasil pemungutan

pajak.

Menurut Mardiasmo (2002) mengungkapkan bahwa, di samping

penggunaan prinsip di atas, terdapat dua pendekatan yang lebih mudah

dilaksanakan, yaitu benefit approach dan ability to pay approach.

Penjelasannya adalah sebagai berikut:

1. Benefit approach, dengan kata lain adalah prinsip pengenaan pajak

berdasarkan atas manfaat yang diterima oleh seorang wajib pajak

dari pembayaran pajak itu kepada pemerintah.

2. Ability to pay approach, disebut pula dengan prinsip kemampuan

untuk membayar atau berdasarkan daya pikul seorang wajib pajak.

Dengan kata lain ialah bahwa seorang wajib pajak akan dikenai

beban pajak sesuai dengan kemampuannya untuk membayar pajak.

Kedua pendekatan di atas adalah berdasarkan atas prinsip

kesamaan (equity), dimana prinsip kemanfaatan (benefit principle)

berdasarkan atas kesamaan manfaat yang diterima oleh wajib pajak

sesuai dengan pajak yang dibayarnya, sedangkan prinsip kemampuan

membayar (ability to pay principle) berdasarkan atas kesamaan

pengorbanan yang sesuai dengan kemampuan seorang wajib pajak untuk

Page 9: BAB II Revisi pengaruh pajak

23

membayar pajak. Untuk mengukur kemampuan membayar pajak dapat

dilihat dari tingkat pendapatan seorang wajib pajak.

2.1.5 Sistem Pemungutan Pajak Daerah

Sistem pemungutan pajak daerah menerapkan dua sistem yaitu Self

Assesment dan Official Assesment. Wajib pajak diberikan kebebasan

untuk memilih salah satu dari kedua sistem tersebut. Self Assesment

merupakan sistem dimana wajib pajak menghitung dan menetapkan

sendiri besarnya pajak terutang melalui media Surat Pemberitahuan Pajak

Daerah (SPTPD), sedangkan Official Assesment adalah perhitungan

dan penetapan pajak dilakukan oleh pejabat Dinas Pendapatan dan

Pengelolaan Keuangan (DPPK) Kabupaten Bandung berdasarkan laporan

dari wajib pajak, yang dituangkan dalam Surat Ketetapan Pajak Daerah

(SKPD) dan ditandatangani oleh pejabat DPPK Kabupaten Bandung.

Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak

Daerah dan Retribusi Daerah (UU PDRD), adalah pengganti dari Undang-

Undang Nomor 18 Tahun 1997 dan Undang-undang Nomor 34 Tahun

2000, telah memberikan batasan bahwa pajak daerah yang selanjutnya

disebut adalah kontribusi wajib kepada Daerah yang terutang oleh orang

pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang,

dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk

keperluan Daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Dari batasan tersebut Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Daerah

(DPPK) Kabupaten Bandung melakukan pungutan terhadap sembilan

Page 10: BAB II Revisi pengaruh pajak

24

jenis pajak, dari hasil pemungutan pajak tersebut diharapkan dapat

membiayai tugas-tugas penyelenggaraan pemerintahan dan

pembangunan di Kabupaten Bandung dalam rangka mencapai

masyarakat adil dan makmur. Kesembilan jenis pajak tersebut adalah :

1) Pajak Hotel

Pajak Hotel adalah pajak atas pelayanan yang disediakan oleh hotel.

Hotel adalah fasilitas penyedia jasa penginapan/ peristirahatan

termasuk jasa terkait lainnya dengan dipungut bayaran, yang

mencakup juga motel, losmen, gubuk pariwisata, wisma pariwisata,

pesanggrahan, rumah penginapan dan sejenisnya, serta rumah kos

dengan jumlah kamar lebih dari 10 (sepuluh). Objek Pajak Hotel

adalah pelayanan yang disediakan oleh Hotel dengan pembayaran,

termasuk jasa penunjang sebagai kelengkapan Hotel yang sifatnya

memberikan kemudahan dan kenyamanan, termasuk fasilitas

olahraga dan hiburan. Subjek Pajak Hotel adalah orang pribadi atau

Badan yang melakukan pembayaran kepada orang pribadi atau

Badan yang mengusahakan Hotel. Tarif Pajak Hotel ditetapkan

paling tinggi sebesar 10% (sepuluh persen) dari jumlah pembayaran.

2) Pajak Restoran

Pajak Restoran adalah pajak atas pelayanan yang disediakan oleh

restoran. Restoran adalah fasilitas penyedia makanan dan/atau

minuman dengan dipungut bayaran, yang mencakup juga rumah

makan, kafetaria, kantin, warung, bar, dan sejenisnya termasuk jasa

Page 11: BAB II Revisi pengaruh pajak

25

boga/katering. Objek Pajak Restoran adalah pelayanan yang

disediakan oleh Restoran. Subjek Pajak Restoran adalah orang

pribadi atau Badan yang membeli makanan dan/atau minuman dari

Restoran. Tarif Pajak Restoran ditetapkan paling tinggi sebesar 10%

(sepuluh persen) atas pembayaran.

3) Pajak Hiburan

Pajak Hiburan adalah pajak atas penyelenggaraan hiburan. Hiburan

adalah semua jenis tontonan, pertunjukan, permainan, dan/atau

keramaian yang dinikmati dengan dipungut bayaran. Objek Pajak

Hiburan adalah jasa penyelenggaraan Hiburan dengan dipungut

bayaran. Subjek Pajak Hiburan adalah orang pribadi atau Badan

yang menikmati Hiburan. Tarif Pajak Hiburan ditetapkan paling tinggi

sebesar 35% (tiga puluh lima persen).

4) Pajak Reklame

Pajak Reklame adalah pajak atas penyelenggaraan reklame.

Reklame adalah benda, alat, perbuatan, atau media yang bentuk dan

corak ragamnya dirancang untuk tujuan komersial memperkenalkan,

menganjurkan, mempromosikan, atau untuk menarik perhatian

umum terhadap barang, jasa, orang, atau badan, yang dapat dilihat,

dibaca, didengar, dirasakan, dan/atau dinikmati oleh umum. Objek

Pajak Reklame adalah semua penyelenggaraan Reklame. Subjek

Pajak Reklame adalah orang pribadi atau Badan yang menggunakan

Page 12: BAB II Revisi pengaruh pajak

26

Reklame. Tarif Pajak Reklame ditetapkan paling tinggi sebesar 25%

(dua puluh lima persen).

5) Pajak Penerangan Jalan

Pajak Penerangan Jalan adalah pajak atas penggunaan tenaga

listrik, baik yang dihasilkan sendiri maupun diperoleh dari sumber

lain. Penggunaan listrik dari sumber lain adalah penggunaan tenaga

listrik selain pengguna tenaga listrik yang dihasilkan sendiri (genset,

trafo, dan lain-lain) yang bersumber baik tenaga listrik dari PLN

maupun Non PLN (swasta), tenaga energi mata hari, energi nuklir

dan lain-lain. Objek Pajak Penerangan Jalan adalah penggunaan

tenaga listrik, baik yang dihasilkan sendiri maupun yang diperoleh

dari sumber lain. Subjek Pajak Penerangan Jalan adalah orang

pribadi atau Badan yang dapat menggunakan tenaga listrik. Tarif

Pajak Penerangan Jalan ditetapkan paling tinggi sebesar 10%

(sepuluh persen).

6) Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan

Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan adalah pajak atas kegiatan

pengambilan mineral bukan logam dan batuan, baik dari sumber

alam di dalam dan/atau permukaan bumi untuk dimanfaatkan.

Mineral Bukan Logam dan Batuan adalah mineral bukan logam dan

batuan sebagaimana dimaksud di dalam peraturan perundang-

undangan di bidang mineral dan batubara. Objek Pajak Mineral

Page 13: BAB II Revisi pengaruh pajak

27

Bukan Logam dan Batuan adalah kegiatan pengambilan Mineral

Bukan Logam dan Batuan. Subjek Pajak Mineral Bukan Logam dan

Batuan adalah orang pribadi atau Badan yang dapat mengambil

Mineral Bukan Logam dan Batuan. Tarif Pajak Mineral Bukan Logam

dan Batuan ditetapkan paling tinggi sebesar 25% (dua puluh lima

persen).

7) Pajak Parkir

Pajak Parkir adalah pajak atas penyelenggaraan tempat parkir di luar

badan jalan, baik yang disediakan berkaitan dengan pokok usaha

maupun yang disediakan sebagai suatu usaha, termasuk

penyediaan tempat penitipan kendaraan bermotor. Parkir adalah

keadaan tidak bergerak suatu kendaraan yang tidak bersifat

sementara. Objek Pajak Parkir adalah penyelenggaraan tempat

Parkir di luar badan jalan, baik yang disediakan berkaitan dengan

pokok usaha maupun yang disediakan sebagai suatu usaha,

termasuk penyediaan tempat penitipan kendaraan bermotor. Subjek

Pajak Parkir adalah orang pribadi atau Badan yang melakukan parkir

kendaraan bermotor. Tarif Pajak Parkir ditetapkan paling tinggi

sebesar 30% (tiga puluh persen).

8) Pajak Air Tanah

Pajak Air Tanah adalah pajak atas pengambilan dan/atau

pemanfaatan air tanah. Air Tanah adalah air yang terdapat dalam

Page 14: BAB II Revisi pengaruh pajak

28

lapisan tanah atau batuan di bawah permukaan tanah. Objek Pajak

Air Tanah adalah pengambilan dan/atau pemanfaatan Air Tanah.

Subjek Pajak Air Tanah adalah orang pribadi atau Badan yang

melakukan pengambilan dan/atau pemanfaatan Air Tanah. Tarif

Pajak Air Tanah ditetapkan paling tinggi sebesar 20% (dua puluh

persen).

9) Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan

Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah pajak atas

perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan. Perolehan Hak atas

Tanah dan/atau Bangunan adalah perbuatan atau peristiwa hukum

yang mengakibatkan diperolehnya hak atas tanah dan/atau

bangunan oleh orang pribadi atau Badan. Hak atas Tanah dan/atau

Bangunan adalah hak atas tanah, termasuk hak pengelolaan,

beserta bangunan di atasnya, sebagaimana dimaksud dalam

undang-undang di bidang pertanahan dan bangunan. Objek Pajak

Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah Perolehan

Hak atas Tanah dan/atau Bangunan. Subjek Pajak Bea Perolehan

Hak atas Tanah dan Bangunan adalah orang pribadi atau Badan

yang memperoleh Hak atas Tanah dan/atau Bangunan. Tarif Bea

Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan ditetapkan paling tinggi

sebesar 5% (lima persen).

Page 15: BAB II Revisi pengaruh pajak

29

Ciri-ciri dari pajak daerah menurut Kaho (1995) yaitu sebagai

berikut :

a. Pajak daerah berasal dari pajak negara yang diserahkan kepada

daerah sebagai pajak daerah,

b. Penyerahan dilakukan berdasarkan undang-undang,

c. Pajak daerah dipungut oleh daerah berdasarkan kekuatan undang-

undang dan atau peraturan hukum lainnya,

d. Hasil pungutan pajak daerah dipergunakan untuk membiayai

penyelenggaraan urusan-urusan rumah tangga daerah atau untuk

membiayai pengeluaran daerah sebagai badan hukum politik.

Undang-Undang Nomor 18 tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan

Retribusi Daerah merupakan landasan hukum bagi pemerintah daerah

dalam mengeluarkan peraturan daerah (perda) untuk memungut pajak

dan retribusi di daerahnya masing-masing. Akan tetapi, perda-perda yang

akan dikeluarkan oleh pemda tentu tidak boleh bertentangan dengan

peraturan perundang-undangan yang berlaku, termasuk terhadap UU No.

18 Tahun 1997 yang telah diamandemen melalui UU No. 34 Tahun 2000

dan UU No. 28 Tahun 2009.

Menurut Saragih (2003), di samping jenis atau objek pajak daerah

seperti yang telah disebutkan sebelumnya, daerah juga diberi keleluasaan

atau peluang untuk menciptakan pajak daerah lainnya asal sesuai dengan

ketentuan undang-undang yang berlaku. Beberapa kriteria yang harus

dipenuhi dalam menciptakan pajak baru adalah sebagai berikut:

Page 16: BAB II Revisi pengaruh pajak

30

1. Bersifat sebagai pajak dan bukan retribusi;

2. Objek dan dasar pengenaan pajak tidak bertentangan dengan

kepentingan umum;

3. Potensinya memadai;

4. Tidak berdampak negatif terhadap perekonomian;

5. Memperhatikan aspek keadilan dan kemampuan masyarakat;

6. Menjaga kelestarian lingkungan hidup.

2.2 Pendapatan Asli Daerah (PAD)

Dalam UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah,

Pendapatan daerah adalah semua hak daerah yang diakui sebagai

penambah nilai kekayaan bersih dalam periode tahun anggaran yang

bersangkutan. Pendapatan asli daerah adalah salah satu dari sumber

pendapatan daerah. Yang dimaksud Pendapatan Asli Daerah adalah

penerimaan yang diperoleh daerah dari sumber-sumber pendapatan di

dalam wilayahnya sendiri. Pendapatan asli daerah dipungut berdasarkan

peraturan daerah yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan

yang berlaku di Indonesia.

Pengertian pendapatan asli daerah (PAD) menurut Mardiasmo

(2002:132) menyatakan bahwa:

“Pendapatan asli daerah adalah penerimaan yang diperoleh dari sektor pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah, hasil pengeloalaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah”.

Page 17: BAB II Revisi pengaruh pajak

31

Sedangkan menurut Halim (2012:101) “Pendapatan Asli Daerah

merupakan semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi

asli daerah”. Kelompok Pendapatan Asli Daerah (PAD) dipisahkan

menjadi empat jenis pendapatan, yaitu sebagai berikut :

1. Pajak daerah,

2. Retribusi daerah,

3. Hasil pengelolaan kekayaan milik daerah yang dipisahkan,

4. Lain-lain PAD yang sah.

Klasifikasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang dinyatakan oleh

Halim (2012:101) adalah sesuai dengan klasifikasi PAD berdasarkan

Kepmendagri Nomor 21 Tahun 2012 perubahan ke dua atas Permendagri

59 Nomor Tahun 2007 dan Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 tentang

pedoman pengelolaan keuangan daerah, terdiri atas :

1) Pajak Daerah

Pajak daerah merupakan pendapatan daerah yang berasal dari

pajak. Pendapatan pajak dibedakan untuk provinsi dan untuk

kabupaten/kota sesuai dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun

2009 tentang Prubahan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000

tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang dijabarkan lebih

lanjut ke dalam Permendagri Nomor 21 Tahun 2011 tentang

Perubahan Kedua atas Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 tentang

Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah.

Page 18: BAB II Revisi pengaruh pajak

32

Menurut aturan tersebut, jenis pendapatan pajak untuk Provinsi

meliputi objek pendapatan, yaitu: Pajak kendaraan bermotor, Pajak

kendaraan di air, Bea balik nama kendaraan bermotor, Bea balik

nama kendaraan di air, Pajak bahan bakar kendaraan bermotor,

Pajak air permukaan, dan Pajak rokok.

Selanjutnya jenis pajak kabupaten/kota meliputi objek

pendapatan, yaitu: Pajak hotel, Pajak restoran, Pajak hiburan, Pajak

reklame, Pajak penerangan jalan, Pajak pengambilan bahan galian

golongan C, Pajak lingkugan, Pajak mineral bukan logam dan

batuan, Pajak parkir, Pajak sarang burung walet, Pajak bumi dan

bangunan pedesaan dan perkotaan, dan BPHTB.

2) Retribusi Daerah

Retribusi daerah merupakaan pendapatan daerah yang berasal

dari retribusi.pendapatan retribusi menurut Permendagri Nomor 21

Tahun 2011 tentang Perbubahan Kedua atas Permendagri Nomor 13

Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah

sebagai jabaran dari Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang

Perubahan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Pajak

Daerah dan Retribusi Daerah yang dapat dupungut oleh pemerintah

provinsi dan Kabupaten/kota dibagi menjadi tiga, yaitu sebagai

berikut:

Page 19: BAB II Revisi pengaruh pajak

33

1. Retribusi Jasa Umum

Retribusi jasa umum adalah pelayanan yang disediakan

atau diberikan pemerintah daerah untuk tujuan kepentingan

dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang

pribadi atau badan.

Objek pendapatan yang termasuk dalam kategori retribusi

jasa umum untuk pemerintah provinsi, terdiri atas: Retribusi

pelayanan kesehatan, Retribusi pengujian kendaraan bermotor,

Retribusi penggantian beban cetak peta, Retribusi pelayanan

tera/tera ulang, dan Retribusi pelayanan pendidikan.

Sedangkan retribusi jasa umum untuk pemerintah

kabupaten/kota,terdiri atas: Retribusi pelayanan kesehatan,

Retribusi pelayanan persampahan/kebersihan, Retribusi

penggantian beban cetak KTP dan beban cetak akta catatan

sipil, Retribusi pelayanan pemakaman dan pengabuan mayat,

Retribusi pelayanan parkir di tepi jalan umum, Retribusi

pelayanan pasar, Retribusi pengujian kendaraan bermotor,

Retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran, Retribusi

penyediaan dan/atau penyedotan kakus, Retribusi pengolahan

limbah cair, Retribusi penggantian beban cetak peta, Retribusi

pelayanan pendidikan, Retribusi pelayanan tera/tera ulang, dan

Retribusi pengendalian menara telekomunikasi.

Page 20: BAB II Revisi pengaruh pajak

34

2. Retribusi Jasa Usaha

Retribusi jasa usaha adalah pelayanan yang disediakan

oleh pemerintah daerah dengan menganut prinsip komersial.

Retribusi jasa usaha untuk pemerintah provinsi, terdiri

atas: retribusi, pemakaian kekayaan daerah, Retribusi jasa

usaha tempat pelelangan, Retribusi jasa usaha tempat

penginapan/pesanggrahan/villa, Retribusi jasa usaha

kepelabuhan, Retribusi jasa usaha tempat rekreasi dan oleh

raga, Retribusi jasa usaha pengolahan limbah cair, Retribusi

jasa usaha penjualan produksi usaha daerah, Retribusi jasa

usaha tempat khusus parkir, dan Retribusi penyebrangan di air.

Sedangkan, retribusi jasa usaha untuk pemerintah

kabupaten/kota, terdiri atas: Retribusi pemakaian kekayaan

daerah, Retribusi jasa usaha pasar grosir atau pertokoan,

Retribusi jasa usaha tempat pelelangan, Retribusi jasa usaha

terminal, Retribusi jasa usaha tempat khusus parkir, Retribusi

jasa usaha tempat penginapan/pesanggrahan/villa, Retribusi

jasa usaha rumah potong hewan, Retribusi penyebrangan di

air, Retribusi penyediaan/atau penyedotan kakus, Retribusi jasa

usaha pelayanan kepelabuhan, Retribusi jasa usaha tempat

rekreasi dan olahraga, Retribusi jasa usaha pengolahan limbah

cair, dan Retribusi jasa usaha penjualan produksi usaha

daerah.

Page 21: BAB II Revisi pengaruh pajak

35

3. Retribusi Perizinan Tertentu

Retribusi perizinan tertentu oleh pemerintah daerah

kepada orang pribadi atau badan yang dimaksudkan untuk

pengaturan dan pengawasan atas kegiatan pemanfaatan

ruang, penggunaan SDA, barang, prasarana, sarana, atau

fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan

menjaga kelestarian lingkungan. Jenis retribusi perizinan

tertentu untuk pemerintah provinsi, yaitu: Retribusi izin trayek

dan Retribusi izin usaha perikanan.

Sedangkan jenis retribusi perizinan tertentu untuk

pemerintah kabupaten/kota, yaitu: Retribusi izin mendirikan

bangunan, Retribusi izin tempat penjualan minuman beralkohol,

Retribusi izin gangguan, Retribusi izin trayek, dan Retribusi izin

usaha perikanan.

3) Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah Yang Dipisahkan

Hasil pengelolaan kekayaan milik daerah yang dipisahkan

merupakan penerimaan daerah yang berasal dari pengelolaan

kekayaan daerah yang dipisahkan. Jenis pendapatan ini diperinci

menurut objek pendapatan yang mencakup:

1. Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik

daerah/BUMD;

2. Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik

negara/BUMN; dan

Page 22: BAB II Revisi pengaruh pajak

36

3. Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik

swasta atau kelompok usaha masyarakat.

4) Lain-lain Pendapatan Asli Daerah Yang Sah

Pendapatan ini merupakan penerimaan daerah yang berasal

dari lain-lain milik pemerintah daerah. Jenis pendapatan ini meliputi

objek pendapatan, yaitu: Hasil penjualan aset daerah yang tidak

dipisahkan; Jasa giro; Pendapatan bunga; Penerimaan atas tuntutan

ganti kerugian daerah; Penerimaan komisi, potongan, ataupun

bentuk lain sebagai akibat dari penjualan, pengadaan barang dan

jasa oleh daerah; Penerimaan keuangan dari selisih nilai tukar rupiah

terhadap mata uang asing; Pendapatan denda atas keterlambatan

pelaksanaan pekerjaan; Pendapatan denda pajak; Pendapatan

denda retribusi; Pendapatan hasil eksekusi atas jaminan;

Pendapatan dari pengembalian; Faslilitas sosial dan faslilitas umum;

Pendapatan dari penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan;

Pendapatan dari angsuran/cicilan penjualan; dan Hasil pengelolaan

dana bergulir.

2.3 Hubungan Pajak Daerah dengan Pendapatan Asli Daerah (PAD)

Sebagai wujud dari implementasi otonomi daerah dan desentralisasi

fiskal adalah pemberian sumber-sumber penerimaan bagi daerah yang

dapat digali dan digunakan sendiri sesuai dengan potensinya masing-

masing. Berlakunya otonomi daerah, daerah ditutut untuk dapat berkreasi

Page 23: BAB II Revisi pengaruh pajak

37

dalam mencari sumber penerimaan daerah yang dapat mendukung

pembiayaan pengeluaran daerah. Salah satu sumber dana untuk

membiayai sarana dan prasarana tersebut adalah Pendapatan Asli

Daerah (PAD).

Berdasarkan UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah

dan UU No. 33 Tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara

Pemerintah Pusat dan Daerah. Undang-undang tersebut membawa

konsekuensi pada kemandirian daerah dalam mengoptimalkan

penerimaan daerahnya, memberikan lebih banyak kewenangan kepada

daerah dalam menjalankan fungsi pemerintahan dan untuk mengatur

sumber-sumber penerimaan daerah sebagai wujud pelaksanaan otonomi

daerah. Optimalisasi penerimaan daerah ini sangat penting bagi daerah

dalam rangka menunjang pembiayaan pembangunan secara mandiri dan

berkelanjutan. Sumber penerimaan daerah yang dapat menjamin

keberlangsungan pembangunan di daerah dapat diwujudkan dalam

bentuk Pendapatan Asli Daerah (PAD).

Sumber-sumber PAD tersebut terdiri atas hasil pajak daerah, hasil

retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan

lain-lain pendapatan asli daerah yang sah. Salah satu komponen

pendapatan asli daerah (PAD) yang memiliki kontibusi besar adalah dari

sektor pajak. Sektor pajak memiliki posisi sangat penting dan strategis

bagi pendapatan negara/daerah, sehingga hampir tidak dapat disangkal

Page 24: BAB II Revisi pengaruh pajak

38

bahwa pajak merupakan andalan pemasukan uang bagi negara/ daerah.

(Siti Kurnia R, 2010: 55)

Penerimaan pajak menurut Agus Sambodo (1999:82) adalah

“Bertujuan untuk memasukan penerimaan uang kas Negara sebanyak-

banyaknya yaitu untuk mengisi APBN yang sesuai dengan target

penerimaan yang telah ditetapkan sehingga posisi anggaran pendapatan

dan pengeluaran seimbang (balance budget)”.

Dalam konteks keuangan, pemerintah daerah menerima aktiva,

penerimaan aktiva oleh pemerintah daerah pada umumnya berupa

pendapatan. Contoh pendapatan pemerintah daerah adalah pendapatan

asli daerah (PAD) dan dana perimbangan. Oleh karena itu, pengertian

pendapatan menurut Abdul Halim (2012:106) menyatakan bahwa:

”Pendapatan adalah semua penerimaan rekening kas umum negara/daerah yang menambah saldo anggaran lebih, dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan yang menjadi hak pemerintah, dan tidak perlu dibayar kembali oleh pemerintah”.

Pendapatan asli daerah memiliki peran penting dalam rangka

pembiayaan pembangunan di daerah. Berdasarkan pada potensi yang

dimiliki daerahnya, peningkatan dalam penerimaan PAD ini akan dapat

meningkatkan kemampuan keuangan daerah. Sehingga jelas bahwa

pajak daerah merupakan salah satu sumber pendapatan daerah yang

penting guna membiayai pelaksanaan pemerintahan daerah.

Berdasarkan uraian di atas yang telah dikemukakan, bahwa terdapat

hubungan antara penerimaan pajak daerah terhadap pendapatan asli

daerah. Maka dapat disimpulkan bahwa penerimaan pajak daerah

Page 25: BAB II Revisi pengaruh pajak

39

memiliki pengaruh terhadap pendapatan asli daerah yang akan diterima

oleh Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan (DPPK) Kabupaten

Bandung.

2.4 Kajian Terhadap Penelitian Terdahulu

Penelitian pertama yang dilakukan oleh Rina Rahmawati Ruswandi

(2009), tentang Analisis Pengaruh Pajak Daerah terhadap Pendapatan

Asli Daerah (PAD) di Kabupaten Sumedang selama periode tahun 1994

hingga tahun 2008. Hasil penelitiannya menunjukkan, Pajak daerah

berpengaruh signifikan secara positif terhadap nilai PAD di Kabupaten

Sumedang dengan elastisitas sebesar 0,193, yang berarti bahwa jika

pajak daerah meningkat sebesar satu persen, maka nilai total penerimaan

PAD akan meningkat sebesar 0,193 persen (cateris paribus).

Penelitian yang ke dua oleh Septian Dwi Kurniawan (2010),

tentang Pengaruh Penerimaan Pajak Dan Retribusi Daerah Terhadap

Peningkatan Pendapatan Asli Daerah Di Kabupaten Ponorogo selama

periode tahun 2005 sampai dengan tahun 2008 mulai bulan Januari

sampai bulan Desember. Hasil regresi linier berganda menunjukan bahwa

pajak daerah berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi sebesar

1,90 dan retribusi daerah berpengaruh positif terhadap pertumbuhan

ekonomi sebesar 0,873 dan keduanya sama-sama berpangaruh terhadap

peningkatan pendapatan asli daerah.