Bab II - revisi 4 mei
-
Upload
muhammadsyauqi -
Category
Documents
-
view
225 -
download
0
description
Transcript of Bab II - revisi 4 mei
BAB II
Tinjauan Pustaka
Tinjauan pustaka dalam penelitian ini memuat uraian secara sistematis tentang hasil-hasil
penelitian terdahulu dan juga menguraikan tentang teori-teori yang berhubungan dengan dengan
penelitian ini. Tinjauan pustaka dalam penelitian ini dipakai dalam mendasari penelitian yang
akan dilakukan. Dalam tinjauan pustaka ini akan diuraikan tentang:
2.1 Anak Sekolah Dasar
Anak sekolah dasar adalah anak yang berusia 7-12 tahun, memiliki fisik lebih kuat dibanding
balita, mempunyai sifat individual serta aktif dan tidak bergantung dengan orang tua. Biasanya
pertumbuhan anak putri lebih cepat dari pada anak putra. Kebutuhan gizi anak sebagian besar
digunakan untuk aktivitas pembentukan dan pemeliharaan jaringan. Karakteristik anak sekolah
meliputi:
1. Pertumbuhan tidak secepat bayi.
2. Gigi merupakan gigi susu yang tidak permanen (tanggal).
3. Lebih aktif memilih makanan yang disukai.
4. Kebutuhan energi tinggi karena aktivitas meningkat.
5. Pertumbuhan lambat.
6. Pertumbuhan meningkat lagi pada masa pra remaja.
Anak sekolah biasanya banyak memiliki aktivitas bermain yang menguras banyak tenaga,
dengan terjadi ketidakseimbangan antara energi yang masuk dan keluar, akibatnya tubuh anak
menjadi kurus. Untuk mengatasinya harus mengontrol waktu bermain anak sehingga anak
memiliki waktu istirahat cukup.7
2.1.1 Masalah Gizi Anak Sekolah Dasar
Masalah gizi (malnutrition) adalah gangguan pada beberapa segi kesejahteraan perorangan
dan atau masyarakat yang disebabkan oleh tidak terpenuhinya kebutuhan akan zat gizi
yang diperoleh dari makanan. Masalah gizi berkaiatan erat dengan masalah pangan.
Masalah pangan antara lain menyangkut ketersediaan pangan dan kerawanan konsumsi
pangan yang dipengaruhi oleh kemiskinan, rendahnya pendidikan dan adat/kepercayaan
yang terkait dengan tabu makanan. Sementara, permasalahan gizi tidak hanya terbatas
pada kondisi kekurangan gizi saja melainkan tercakup pula kondisi kelebihan gizi.7
Di beberapa daerah pada sekelompok masyarakat Indonesia terutama di kota-kota
besar, masalah kesehatan masyarakat utama justru dipicu dengan adanya kelebihan gizi,
meledaknya kejadian obesitas di beberapa daerah di Indonesia akan mendatangkan
masalah baru yang mempunyai konsekuensi yang serius bagi pembangunan bangsa
Indonesia khususnya di bidang kesehatan. Dengan kata lain, masih tingginya prevalensi
kurang gizi di beberapa daerah dan meningkatnya prevalensi obesitas yang dramatis di
beberapa daerah yang lain akan menambah beban yang lebih komplek dan harus dibayar
mahal oleh bangsa Indonesia dalam upaya pembangunan bidang kesehatan, sumber daya
manusia dan ekonomi.7
Kelompok anak sekolah pada umumnya mempunyai kondisi gizi yang lebih baik
daripada kelompok balita, karena kelompok umur sekolah mudah dijangkau oleh berbagai
upaya perbaikan gizi yang dilakukan oleh pemerintah maupun oleh kelompok swasta.
Meskipun demikian masih terdapat berbagai kondisi gizi anak sekolah yang tidak
memuaskan, misal berat badan yang kurang, anemia defisiensi Fe, defisiensi vitamin C
dan daerah-daerah tertentu juga defisiensi Iodium.7
2.2 Status Gizi
Gizi merupakan suatu istilah yang merujuk kepada suatu proses dari organisme dalam
menggunakan bahan makanan melalui proses pencernaan, penyerapan, transportasi,
penyimpanan, metabolisme dan pembuangan yang dipergunakan untuk pemeliharaan hidup,
pertumbuhan fungsi organ tubuh dan produksi.5
Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-
zat gizi. Status gizi dapat pula diartikan sebagai tanda fisik yang diakibatkan oleh karena adanya
keseimbangan antara pemasukan dan pengeluaran gizi melalui variabel-variabel tertentu yaitu
inikator status gizi. Definisi lain menyebutkan bahwa status gizi adalah suatu keadaan fisik
seseorang yang ditentukan dengan salah satu atau kombinasi dari ukuran-ukuran gizi tertentu.5
Status gizi optimal adalah suatu keadaan dimana terdapat kesinambungan antara asupan
dengan kebutuhan zat gizi yang digunakan dalam jumlah berlebih, sedangkan status gizi kurang
terjadi apabila tubuh mengalami kekurangan zat-zat gizi. Status gizi seseorang dipengaruhi oleh
konsumsi makan yang bergantung pada jumlah dan jenis pangan yang dibeli, pemasukan,
distribusi dalam keluarga dan kebiasaan makan secara perorang.5
2.2.1 Faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi
Faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi terdiri dari penyebab langsung dan tidak
langsung.
1. Penyebab langsung, yaitu:
a. Asupan makanan
b. Penyakit infeksi yang mungkin dideritai
Timbulnya gizi kurang tidak hanya dikarenakan makanan yang
kurang tetapi juga karena penyakit. Anak yang mendapat makanan cukup
baik tetapi sering diserang diare atau demam akhirnya dapat menderita
kurang gizi. Sebaliknya, anak yang mendapat makanan tidak cukup baik,
daya tahan tubuhnya dapat melemah. Dalam keadaan demikian mudah
terserang infeksi, kurang nafsu makan, dan akhirnya berakibat kurang gizi.8
2. Penyebab tidak langsung
a. Ketahanan pangan keluarga, adalah kemampuan keluarga untuk memenuhi
kebutuhan pangan seluruh anggota keluarga dengan baik secara kuantitas
maupun kualitas. Ketahanan pangan keluarga mencakup ketersediaan
pangan baik dari hasil produksi sendiri maupun dari sumber lain atau pasar,
harga pangan dan daya beli keluarga serta pengetahuan tentang gizi dan
kesehatan.8
b. Pola pengasuhan anak, meliputi sikap ibu atau pengasuh lain dalam hal
berhubungan dengan anak, memberikan makan, merawat, menjaga
kebersihan, memberi kasih sayang dan sebangainya.
c. Pelayanan kesehatan dan sanitasi lingkungan; semakin mudah akses dan
keterjangkauan anak dan keluarga terhadap pelayanan kesehatan dan
ketersediaan air bersih, semakin kecil risiko anak terkena penyakit dan
kekurangan gizi.8
2.2.2 Penilaian Status Gizi
a. Penilaian Status Gizi Secara Langsung
Penilaian status gizi secara langsung dapat dibagi menjadi empat penilaian yaitu,
antropometri, klinis, biokimia, dan biofisik.
1) Antropometri
Antropometri adalah berhubungan dengan berbagai macam pengnukuran dimensi tubuh
dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Berbagai jenis ukuran
tubuh antara lain berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas dan tebal lemak di
bawah kulit.9
2) Klinis
Pemeriksaan klinis adalah metode yang sangat penting untuk menilai status gizi
masyarakat. Metode ini didasarkan atas perubahan-perubahan yang terjadi yang
dihubungkan dengan ketidakcukupan zat gizi.9
3) Biokimia
Penilaian status gizi dengan biokimia adalah pemeriksaan spesimen yang diuji secara
laboratoris yang dilakukan pada berbagai macam jaringan tubuh. Jaringan tubuh yag
digunakan antara lain : darah, urine, tinja dan juga beberapa jaringan tubuh seperti hati
dan otot.9
4) Biofisik
Penentuan status gizi secara biofisik adalah metode penentuan status gizi dengan
melihat kemampuan fungsi (khususnya jaringan) dan melihat perubahan struktur dan
jaringan.9
b. Penilaian Status Gizi Secara Tidak Langsung
Penilaian status gizi secara tidak langsung dapat dibagi menjadi tiga penilaian yaitu, survei
konsumsi makanan, statistik vital dan faktor ekologi.9
1) Survei Konsumsi Makanan
Survei konsumsi makanan adalah metode penentuan status gizi secara tidak langsung
dengan melihat jumlah dan jenis zat gizi yang.
2) Statistik Vital
Pengukuran status gizi dengan statistik vital adalah dengan menganalisis data beberapa
statistik kesehatan seperti angka kematian berdasarkan umur, angka kesakitan dan
kematian akibat penyebab tertentu dan data lainnya yang berhubungan dengan gizi.9
3) Faktor Ekologi
Bengoa mengungkapkan bahwa malnutrisi merupakan masalah ekologi sebagai hasil
interaksi beberapa faktor fisik, biologis, dan lingkungan budaya. Jumlah makanan yang
tersedia sangat tergantung dari keadaan ekologi seperti iklim, tanah, irigasi dan lain-
lain.8
2.2.3 Penilaian Status Gizi Anak Sekolah Dasar
2.2.3.1 Penilaian Status Gizi Secara Antropometri
Antropometri adalah ukuran tubuh. Maka antropometri gizi berhubungan dengan berbagai
macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan
tingkat dan tingkat gizi.
Pengukuran antropometri relatif mudah dilaksanakan. Akan tetapi untuk berbagai
cara, pengukuran antropometri ini membutuhkan keterampilan, peralatan dan keterangan
untuk pelaksanaanya. Jika dilihat dari tujuannya antropometri dapat dibagi menjadi dua
yaitu :
1. Untuk ukuran massa jaringan : Pengukuran berat badan, tebal lemak dibawah
kulit, lingkar lengan atas. Ukuran massa jaringan ini sifanya sensitif, cepat
berubah, mudah turun naik dan menggambarkan keadaan sekarang.
2. Untuk ukuran linier : pengukuran tinggi badan, lingkar kepala dan lingkar dada.
Ukuran linier sifatnya spesifik, perubahan relatif lambat, ukuranya tetap atau
naik, dapat menggambarkan riwayat masa lalu.
Parameter dan indeks antropometri yang umum digunakan untuk menilai status
gizi anak adalah indikator Berat Badan Menurut Umur (BB/U), Tinggi Badan Menurut
Umur (TB/U), Indeks Massa Tubuh menurut Umur (IMT/U).7
2.2.3.2. Indeks Berat Badan Menurut Umur (BB/U)
Berat badan merupakan salah satu ukuran antropometri yang memberikan gambaran
tentang massa tubuh (otot dan lemak), karena massa tubuh sangat sensitif terhadap
perubahan yang mendadak misalnya karena penyakit infeksi, menurunnya nafsu makan
atau menurunya makanan yang dikonsumsi maka berat badan merupakan ukuran
antropometri yang sangat labil. Dalam keadaan normal, dimana keadaan kesehatan baik
dan keseimbangan antara intake dan kebutuhan zat gizi terjamin, berat badan berkembang
mengikuti pertambahan umur. Sebaliknya keadaan abnormal, terdapat dua kemungkinan
perkembangan berat badan yaitu berkembang lebih cepat atau berkembang lebih lambat
dari keadaan normal. Berdasarkan sifat-sifat ini, maka indeks berat badan menurut umur
(BB/U) digunakan sebagai salah satu indikator status gizi. Oleh karena sifat berat badan
yang stabil maka indeks BB/U lebih menggambarkan status gizi seseorang pada saat kini
(current nutritional status).7
Penggunaan indeks BB/U sebagai indikator status gizi memiliki kelebihan dan kekurangan
yang perlu mendapat perhatian. Kelebihan indeks BB/U yaitu :
1. Dapat lebih mudah dan lebih cepat dimengerti oleh masyarakat umum.
2. Sensitif untuk melihat perubahan status gizi jangka pendek.
3. Dapat mendeteksi kegemukan (Over weight).
Sedangkan kelemahan dari indek BB/U adalah :
1. Dapat mengakibatkan interpretasi status gizi yang keliru bila terdapat oedema.
2. Memerlukan data umur yang akurat.
3. Sering terjadi kesalahan pengukuran misalnya pengaruh pakaian, atau gerakan
anak pada saat penimbangan.
4. Secara operasional sering mengalami hambatan karena masalah sosial budaya
setempat. Dalam hal ini masih ada orang tua yang tidak mau menimbangkan
anaknya karena seperti barang dagangan.7
2.2.3.3. Indeks Tinggi Badan Menurut Umur (TB/U)
Tinggi badan merupakan ukuran antropometri yang menggambarkan pertumbuhan
skeletal. Dalam keadaan normal, tinggi badan tumbuh bersamaan dangan pertambahan
umur. Pertumbuhan tinggi badan tidak seperti berat badan, relatif kurang sensitif terhadap
masalah defisiensi zat gizi jangka pendek. Pengaruh defisiensi zat gizi terhadap tinggi
badan baru akan tampak pada saat yang cukup lama.7
Indeks TB/U lebih menggambarkan status gizi masa lampau, dan dapat juga
digunakan sebagai indikator perkembangan sosial ekonomi masyarakat. Keadaan tinggi
badan anak pada usia sekolah (tujuh tahun), menggambarkan status gizi masa balitanya.
Masalah penggunaan indek TB/U pada masa balita, baik yang berkaitan dengan kesahlian
pengukuran tinggi badan maupun ketelitian data umur. Masalah-masalah seperti ini akan
lebih berkurang bila pengukuran dilakukan pada anak yang lebih tua karena pengukuran
lebih mudah dilakukan dan penggunaan selang umur yang lebih panjang (setelah tahunan
atau tahunan) memperkecil kemungkinan kesalahan data umur.7
Kelemahan penggunaan indeks tinggi badan menurut umur (TB/U) yaitu :
1. Tidak dapat member gambaran keadaan pertumbuhan secara jelas.
2. Dari segi operasional, sering dialami kesulitan dalam pengukuran terutama bila anak
mengalami keadaan takut dan tegang.7
2.2.3.4. Indeks Massa Tubuh (IMT/U)
Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk menetapkan pelaksanaan perbaikan gizi adalah
dengan menentukan atau melihat. Ukuran fisik seseorang sangat erat hubungannya dengan
status gizi. Atas dasar itu, ukuran-ukuran yang baik dan dapat diandalkan bagi penentuan
status gizi dengan melakukan pengukuran antropometri. Hal ini karena lebih mudah
dilakukan dibandingkan cara penilaian status gizi lain, terutama untuk daerah pedesaan.
Pengukuran status gizi pada anak sekolah dapat dilakukan dengan cara
antropometri. Saat ini pengukuran antropometri (ukuran-ukuran tubuh) digunakan secara
luas dalam penilaian status gizi, terutama jika terjadi ketidakseimbangan kronik antara
intake energi dan protein. Pengukuran antropometri terdiri atas dua dimensi, yaitu
pengukuran pertumbuhan dan komposisi tubuh. Komposisi tubuh mencakup komponen
lemak tubuh (fat mass) dan bukan lemak tubuh (non-fat mass).7
Pengukuran status gizi anak sekolah dapat dilakukan dengan indeks antropometri
dan menggunakan Indeks Massa Tubuh Menurut Umur (IMT/U) anak sekolah.7
Rumus IMT,
IMT = Berat badan(kg)
Tinggi badan (m) xTinggi badan (m)
2.2.3.7. Kategori Indeks Massa Tubuh
Untuk mengetahui status gizi seseorang maka ada kategori ambang batas IMT yang digunakan,
seperti yang terlihat pada tabel 2.1 yang merupakan ambang batas IMT untuk Indonesia.9
Tabel 2.1 Kategori Batas Ambang IMT untuk Indonesia
Kategori IMT (kg/m2)
Kurus Kekurangan berat badan tingkat berat < 17,0
Kekurangan berat badan tingkat ringan 17,1 – 18,4
Normal 18,5 – 25,0
Gemuk Kelebihan berat badan tingkat ringan 25,1 – 27,0
Kelebihan berat badan tingkat berat ≥ 27,0
Pada tabel 2.2, dapat dilihat kategori IMT berdasarkan klasifikasi yang telah ditetapkan
oleh WHO.9
Tabel 2.2 Kategori IMT berdasarkan WHO (2000)
Kategori IMT (kg/m2)
Underweight < 18,5
Normal 18,5 – 24,99
Overweight ≥ 25,00
Preobese 25,00 – 29,99
Obesitas tingkat 1 30,00 – 34,99
Obesitas tingkat 2 35,00 – 39,9
Obesitas tingkat 3 ≥ 40,0
2.2.3.6. Klasifikasi Status Gizi Berdasarkan Antropometri
Dalam penelitian status gizi, khususnya untuk keperluan klasifikasi diperlukan ukuran
baku (reference). Pada tahun 2009, Standar Antropometri WHO 2007 diperkenalkan oleh
WHO sebagai standar antopometri untuk anak dan remaja di dunia.7 Klasifikasi status gizi
anak dan remaja menurut WHO 2007 adalah sebagai berikut :7
Indeks BB/U :
a. Normal : ≥ -2 SD s/d ≤ 2 SD
b. Kurang : ≥ -3 SD s/d < -2 SD
c. Sangat Kurang : < -3 SD
Indeks TB/U :
a. Normal : ≥ -2 SD s/d ≤ 2 SD
b. Pendek : ≥ -3 SD s/d < -2 SD
c. Sangat pendek : < -3 SD
Indeks IMT/U :
a. Sangat gemuk : > 3 SD
b. Gemuk : > 2 SD s/d ≤ 3 SD
c. Normal : ≥ -2 SD s/d ≤ 2 SD
d. Kurus : ≥ -3 SD s/d < -2 SD
e. Sangat kurus : < -3 SD
2.3 Masalah Gizi Kurang
Konsumsi makanan berpengaruh terhadap status gizi seseorang. Status gizi baik atau status gizi
optimal terjadi bila tubuh memperoleh cukup zat-zat gizi yang digunakan secara efisien,
sehingga memungkinkan pertumbuhan fisik, perkembangan otak, kemampuan kerja, dan
kesehatan secara umum pada tingkat setinggi mungkin. Gizi kurang merupakan suatu keadaan
yang terjadi akibat tidak terpenuhinya asupan makanan. Gizi kurang dapat terjadi karena
seseorang mengalami kekurangan salah satu zat gizi atau lebih di dalam tubuh.9
Akibat yang terjadi apabila kekurangan gizi antara lain menurunnya kekebalan tubuh
(mudah terkena penyakit infeksi), terjadinya gangguan dalam proses pertumbuhan dan
perkembangan, kekurangan energi yang dapat menurunkan produktivitas tenaga kerja, dan
sulitnya seseorang dalam menerima pendidikan dan pengetahuan mengenai gizi.9
Gizi kurang merupakan salah satu masalah gizi yang banyak dihadapi oleh negara-negara
yang sedang berkembang. Hal ini dapat terjadi karena tingkat pendidikan yang rendah,
pengetahuan yang kurang mengenai gizi dan perilaku belum sadar akan status gizi. Contoh
masalah kekurangan gizi, antara lain KEP (Kekurangan Energi Protein), GAKI (Gangguan
Akibat Kekurangan Iodium), Anemia Gizi Besi (AGB).9
2.4 Masalah Gizi Lebih
Status gizi lebih merupakan keadaan tubuh seseorang yang mengalami kelebihan berat badan,
yang terjadi karena kelebihan jumlah asupan energi yang disimpan dalam bentuk cadangan
berupa lemak. Ada yang menyebutkan bahwa masalah gizi lebih identik dengan kegemukan.
Kegemukan dapat menimbulkan dampak yang sangat berbahaya yaitu dengan munculnya
penyakit degeneratif, seperti diabetes mellitus, penyakit jantung koroner, hipertensi, gangguan
ginjal dan masih banyak lagi.9
Masalah gizi lebih ada dua jenis yaitu overweight dan obesitas. Batas IMT untuk
dikategorikan overweight adalah antara 25,1 – 27,0 kg/m2, sedangkan obesitas adalah ≥ 27,0
kg/m2. Kegemukan (obesitas) dapat terjadi mulai dari masa bayi, anak anak, sampai pada usia
dewasa. Kegemukan pada masa bayi terjadi karena adanya penimbunan lemak selama dua tahun
pertama kehidupan bayi. Bayi yang menderita kegemukan maka ketika menjadi dewasa akan
mengalami kegemukan pula. Kegemukan pada masa anak-anak terjadi sejak anak tersebut
berumur dua tahun sampai menginjak usia remaja dan secara bertahap akan terus mengalami
kegemukan sampai usia dewasa. Kegemukan pada usia dewasa terjadi karena seseorang telah
mengalami kegemukan dari masa anak-anak.9
2.5 Sarapan Pagi
Sarapan atau makan pagi adalah makanan yang disantap pada pagi hari, waktu sarapan dimulai
dari pukul 06.00 pagi sampai dengan pukul 10.00 pagi. Sarapan dianjurkan menyantap makanan
yang ringan bagi kerja perncernaan, sehingga dianjurkan untuk mengkonsumsi makanan yang
memiliki kadar serat tinggi dengan protein yang cukup namun dengan kadar lemak rendah.
Selain itu, mengonsumsi protein dan kadar serat yang tinggi juga dapat membuat seseorang tetap
merasa kenyang hingga waktu makan siang.10
1. Pentingnya Sarapan Pagi
Sarapan pagi bagi anak SD, berfungsi sebagai penyokong pertumbuhan sel-sel baru atau
bagian-bagiannya. Pada pertumbuhan dibentuk sel-sel baru yang ditambahkan kepada sel-
sel baru untuk menggantikan sel-sel lama yang telah rusak dan aus terpakai
Anak yang terbiasa mengkonsumsi sarapan pagi akan mempunyai kemampuan
yang lebih baik di sekolahnya. Sarapan pagi sangat penting, karena semua makanan yang
berasal dari makan malam sudah meninggalkan lambung, artinya lambung sudah tidak
berisi makanan lagi sampai pagi hari.10
Saat tidur, di dalam tubuh kita tetap berlangsung oksidasi untuk menghasilkan tenaga
yang diperlukan untuk menggerakkan jantung, paru-paru dan alat-alat tubuh lainnya.
Oksidasi ini akan mempengaruhi kadar gula darah, sehingga tubuh mengambil cadangan
hidrat arang dan jika habis maka cadangan lemaklah yang diambil. Dalam keadaan seperti
ini pasti tubuh tidak dapat melakukan pekerjaan dengan baik. Oleh karena itu dianjurkan
membiasakan diri untuk makan pagi, karena akan membantu memperpanjang masa kerja
atau menaikkan produktivitas kerja yang dapat menciptakan keadaan yang memungkinkan
untuk meningkatkan daya tangkap dalam menerima materi atau pelajaran.10
2. Kebiasaan Sarapan Pagi
Kebiasaan makan adalah tingkah laku manusia atau kelompok manusia dalam memenuhi
kebutuhannya akan makan yang meliputi sikap, kepercayaan, dan pemilihan terhadap
makanan. Sikap seseorang terhadap makanan dapat bersifat positif atau negatif,
kepercayaan orang terhadap makanan berkaitan dengan nilai baik atau buruk, menarik atau
tidak menarik. Sedangkan pemilihan makanan berdasarkan sikap dan kepercayaan.
Suatu kebiasaan yang teratur dalam keluarga akan membentuk kabiasaan yang baik
bagi anak-anak. Sarapan pagi bagi anak, sebenarnya sudah dirintis sejak bayi, pembiasaan
makan pagi di rumah atau membawa bekal dari rumah adalah salah satu contoh
pembiasaan yang baik. Anak-anak tidak dibiasakan jajan di warung saat istirahat.10
Kebiasaan anak senang jajan dapat berdampak buruk sebab banyak makanan jajanan yang
tidak aman dan tidak sehat beredar. Mengkonsumsi makanan jajanan yang tidak aman dan
tidak sehat dapat menyebabkan anak terkena penyakit dan dapat menurunkan status gizi
anak.11 Didalam usia anak-anak, mereka gemar sekali jajan. Mungkin sudah menjadi
kebiasaan di rumahnya, tetapi mungkin juga akibat kawan-kawannya. Kadang anak-anak
menolak untuk tidak makan pagi di rumah dan sebagai ganti dimintanya uang untuk jajan.
Jajan yang mereka beli sudah terang makanan yang mereka senangi saja, misalnya es,
gula-gula atau makanan-makanan yang kurang nilai gizinya dan dan jika berlangsung lama
akan berpengaruh pada status gizi.1
Selanjutnya pola makan dalam keluarga juga diperhatikan, frekuensi makan
bersama dalam keluarga, pembiasaan makan yang seimbang gizinya, tidak membiasakan
makan makanan atau minum minuman yang manis, membiasakan banyak makan buah-
buahan atau sayur-sayuran diantara makan besar. Anak yang tidak sarapan boleh jadi
karena terburu-buru akan berangkat sekolah, sehingga tidak sempat sarapan.10
2.5.1 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Sarapan
Ada dua faktor yang mempengaruhi kebiasaan makan manusia yaitu, faktor ekstrinsik (yang
berasal dari luar diri manusia) dan faktor intrinsik (yang berasal dari dalam diri manusia).10
2.5.1.1 Faktor Ekstrinsik yang Mempengaruhi Kebiasaan Makan
Adapun faktor ekstrinsik yang mempengaruhi kebiasaan makan, antara lain:
a. Lingkungan alam
Pola makan masyarakat pedesaan di Indonesia pada umumnya diwarnai oleh jenis-jenis
bahan yang umum dan dapat diproduksi setempat. Misalnya pada masyarakat nelayan di
daerah pantai, ikan merupakan makanan sehari-hari yang dipilih karena dapat dihasilkan
sendiri. Pola pangan pokok menggambarkan salah satu ciri dari kebiasaan makan. Selain
itu, jenis/macam alat dapur, bahan bakar untuk memasak, waktu yang tersedia bagi ibu
untuk bekerja di dalam dan di luar rumah, jarak antara rumah dan tempat bahan makanan
dapat juga mempengaruhi kebiasaan makan.10
b. Lingkungan sosial
Lingkungan sosial memberikan gambaran yang jelas tentang perbedaan-perbedaan
kebiasaan makan. Tiap-tiap bangsa dan suku mempunyai kebiasaan makan yang berbeda-
beda sesuai dengan kebudayaan yang telah dianut turun-temurun. Di dalam suatu rumah
tangga, kebiasaan makan juga sering ditemukan adanya perbedaan antara suami dan isteri,
orang tua dan anak, tua dan muda. Suami/ayah sebagai kepala rumah tangga harus
diistimewakan dalam hal makanannya terhadap anggota keluarga yang lain, kemudian
baru anak-anak dan prioritas terakhir adalah ibu.10
c. Lingkungan budaya dan agama
Lingkungan budaya yang terkait dengan kebiasaan makan biasanya meliputi nilai-nilai
kehidupan rohani dan kewajiban-kewajiban sosial. Pada masyarakat Jawa ada kepercayaan
bahwa nilai-nilai spiritual yang tinggi akan dapat dicapai oleh seorang ibu atau anaknya
apabila ibu tersebut sanggup memenuhi pantangan dalam makanan. Misalnya, “mutih”
(hanya makan nasi dan garam), “ngerowot” (hanya makan dengan bangsa umbi-umbian)
secara periodik dalam jangka waktu tertentu agar tercapai cita-citanya hidup bahagia dan
sejahtera. Agama juga memberikan batasan-batasan dan pedoman-pedoman dan batasan-
batasan dalam kebiasaan makan. Neraca bahan makanan dapat memberikan gambaran
adanya potensi sumber daya pangan, tetapi apabila terhitung pula persediaan daging babi
maka potensi itu menjadi hukum potensial bagi negara/daerah yang mayoritas
penduduknya beragama Islam. Demikian pula daging sapi untuk daerah yang mayoritas
penduduknya beragama Hindu.10
d. Lingkungan ekonomi
Distribusi pangan banyak ditemukan oleh kelompok-kelompok masyarakat menurut taraf
ekonominya. Golongan masyarakat ekonomi kuat mempunyai kebiasaan makan yang
cenderung beras, dengan konsumsi rata-rata melebihi angka kecukupannya. Sebaliknya
golongan masyarakat ekonomi rendah, yang justru pada umumnya produsen pangan,
mereka mempunyai kebiasaan makan yang memberikan nilai gizi di bawah kecukupan
jumlah maupun mutunya.10
Berdasarkan Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 176 Tahun 2014 tentang
Upah Minimum Provinsi (UPM) Tahun 2015, UMP tahun 2015 di Provinsi Daerah
Khusus Ibukota Jakarta (“DKI Jakarta”) adalah sebesar Rp 2.700.000 (dua juta tujuh ratus
ribu rupiah). Dengan demikian, besaran UMP di DKI Jakarta tersebut sudah termasuk
upah pokok dan tunjangan tetap.12 Oleh karena itu pendapatan per bulan sebuah keluarga
termasuk kategori cukup jika bernilai lebih dari Rp 2.700.000 dan termasuk kategori
rendah jika berada dibawah nilai tersebut.
2.5.1.2 Faktor Intrinsik yang Mempengaruhi Kebiasaan Makan
Adapun faktor intrinsik yang mempengaruhi kebiasaan makan antara lain:
a. Asosiasi Emosional
Seorang ibu akan memberikan ASI dan makan kepada anak-anaknya dengan penuh cinta
kasih agar anak-anaknya memiliki tumbuh kembang jasmani dan rohani yang baik.
Kenangan manis dalam bentuk cara pemberian makanan oleh si ibu akan mendasari
kebiasaan makan anak dalam kehidupan selanjutnya.10
b. Keadaan Jasmani dan Kejiwaan yang Sedang Sakit
Keadaan (status) kesehatan sangat mempengaruhi kebiasaan makan. Bosan, lelah, putus
asa adalah ketidakseimbangan kejiwaan yang dapat mempengaruhi kebiasaan makan.
Pengaruhnya dapat berkurangnya nafsu makan sebagai tempat pelarian.
c. Penilaian yang Lebih Terhadap Mutu Pangan
Pola pangan yang sudah turun-temurun mempunyai ikatan kuat dengan tradisi kehidupan
masyarakat. Dari segi gizi kebiasaan makan yang baik yaitu yang menunjang terpenuhinya
kecukupan gizi, sedangkan kebiasaan makan yang jelek antara lain seperti anak-anak
dilarang makan daging/ikan dengan alasan takut kecacingan.10
2.6 Peran Ibu terhadap Sarapan Anak Sekolah
Ibu memainkan peran penting dalam penyediaan sarapan anak sekolah. Penyediaan sarapan
yang baik tergantung kepada faktor pendidikan dan pengetahuan ibu tentang gizi. Pengetahuan
tentang gizi dan kesehatan adalah suatu keadaan di mana seseorang dapat menguasai dan
memahami pengertian tentang gizi dan kesehatan. Pengetahuan tersebut dapat diperoleh dari
orang lain, generasi sebelumnya, atau melalui informasi yang lainya.13
Tingkat pengetahuan tentang kesehatan berpengaruh kepada perilaku kesehatan seseorang
sebagai indikator kesehatan masyarakat karena perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan
lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Faktor ibu memegang
peranan penting dalam menyediakan dan menyajikan makanan yang bergizi dalam keluarga,
sehingga berpengaruh terhadap status gizi anak. Tingkat pendidikan formal merupakan faktor
yang menentukan mudah tidaknya seseorang dalam menyerap dan memahami informasi
tentang gizi dan kesehatan. Orang yang berpendidikan tinggi lebih cenderung memilih
makanan yang lebih baik dalam jumlah dan mutunya dibandingkan mereka yang
berpendidikan rendah. Pengetahuan merupakan hal yang sangat penting untuk terbentuknya
tindakan seseorang. Apabila penerimaan perilaku didasari oleh pengetahuan, maka perilaku
dapat bersifat langgeng.13
- Lingkungan - Keluarga
Pengetahuan ibu
Pendidikan ibu
Sikap
Kepercayaan
Pemilihan Faktor Ekstrinsik- Lingkungan alam- Lingkungan sosial- Lingkungan budaya- Lingkungan agama- Lingkungan ekonomi
Faktor Intrinsik- Asosiasi emosional- Keadaan kejiwaan dan jasmani- penilaian terhadap mutu Kebiasaan makan
Kebiasaan sarapan
Status gizi
Penggunaan metabolik
Umur
Jenis kelamin
Status fisiologis
Status kesehatan
Ukuran tubuhNilai cerna
Kegiatan
Tingkat kebutuhan
2.6 Kerangka teori
Infeksi internal:- cacingan- mencret
Kebersihan lingkungan