Bab II - revisi 4 mei

25
BAB II Tinjauan Pustaka Tinjauan pustaka dalam penelitian ini memuat uraian secara sistematis tentang hasil-hasil penelitian terdahulu dan juga menguraikan tentang teori-teori yang berhubungan dengan dengan penelitian ini. Tinjauan pustaka dalam penelitian ini dipakai dalam mendasari penelitian yang akan dilakukan. Dalam tinjauan pustaka ini akan diuraikan tentang: 2.1 Anak Sekolah Dasar Anak sekolah dasar adalah anak yang berusia 7-12 tahun, memiliki fisik lebih kuat dibanding balita, mempunyai sifat individual serta aktif dan tidak bergantung dengan orang tua. Biasanya pertumbuhan anak putri lebih cepat dari pada anak putra. Kebutuhan gizi anak sebagian besar digunakan untuk aktivitas pembentukan dan pemeliharaan jaringan. Karakteristik anak sekolah meliputi: 1. Pertumbuhan tidak secepat bayi. 2. Gigi merupakan gigi susu yang tidak permanen (tanggal). 3. Lebih aktif memilih makanan yang disukai. 4. Kebutuhan energi tinggi karena aktivitas meningkat. 5. Pertumbuhan lambat. 6. Pertumbuhan meningkat lagi pada masa pra remaja. Anak sekolah biasanya banyak memiliki aktivitas bermain yang menguras banyak tenaga, dengan terjadi ketidakseimbangan antara energi yang masuk dan keluar, akibatnya tubuh anak menjadi kurus. Untuk mengatasinya harus mengontrol waktu bermain anak sehingga anak memiliki waktu istirahat cukup. 7

description

pene

Transcript of Bab II - revisi 4 mei

BAB II

Tinjauan Pustaka

Tinjauan pustaka dalam penelitian ini memuat uraian secara sistematis tentang hasil-hasil

penelitian terdahulu dan juga menguraikan tentang teori-teori yang berhubungan dengan dengan

penelitian ini. Tinjauan pustaka dalam penelitian ini dipakai dalam mendasari penelitian yang

akan dilakukan. Dalam tinjauan pustaka ini akan diuraikan tentang:

2.1 Anak Sekolah Dasar

Anak sekolah dasar adalah anak yang berusia 7-12 tahun, memiliki fisik lebih kuat dibanding

balita, mempunyai sifat individual serta aktif dan tidak bergantung dengan orang tua. Biasanya

pertumbuhan anak putri lebih cepat dari pada anak putra. Kebutuhan gizi anak sebagian besar

digunakan untuk aktivitas pembentukan dan pemeliharaan jaringan. Karakteristik anak sekolah

meliputi:

1. Pertumbuhan tidak secepat bayi.

2. Gigi merupakan gigi susu yang tidak permanen (tanggal).

3. Lebih aktif memilih makanan yang disukai.

4. Kebutuhan energi tinggi karena aktivitas meningkat.

5. Pertumbuhan lambat.

6. Pertumbuhan meningkat lagi pada masa pra remaja.

Anak sekolah biasanya banyak memiliki aktivitas bermain yang menguras banyak tenaga,

dengan terjadi ketidakseimbangan antara energi yang masuk dan keluar, akibatnya tubuh anak

menjadi kurus. Untuk mengatasinya harus mengontrol waktu bermain anak sehingga anak

memiliki waktu istirahat cukup.7

2.1.1 Masalah Gizi Anak Sekolah Dasar

Masalah gizi (malnutrition) adalah gangguan pada beberapa segi kesejahteraan perorangan

dan atau masyarakat yang disebabkan oleh tidak terpenuhinya kebutuhan akan zat gizi

yang diperoleh dari makanan. Masalah gizi berkaiatan erat dengan masalah pangan.

Masalah pangan antara lain menyangkut ketersediaan pangan dan kerawanan konsumsi

pangan yang dipengaruhi oleh kemiskinan, rendahnya pendidikan dan adat/kepercayaan

yang terkait dengan tabu makanan. Sementara, permasalahan gizi tidak hanya terbatas

pada kondisi kekurangan gizi saja melainkan tercakup pula kondisi kelebihan gizi.7

Di beberapa daerah pada sekelompok masyarakat Indonesia terutama di kota-kota

besar, masalah kesehatan masyarakat utama justru dipicu dengan adanya kelebihan gizi,

meledaknya kejadian obesitas di beberapa daerah di Indonesia akan mendatangkan

masalah baru yang mempunyai konsekuensi yang serius bagi pembangunan bangsa

Indonesia khususnya di bidang kesehatan. Dengan kata lain, masih tingginya prevalensi

kurang gizi di beberapa daerah dan meningkatnya prevalensi obesitas yang dramatis di

beberapa daerah yang lain akan menambah beban yang lebih komplek dan harus dibayar

mahal oleh bangsa Indonesia dalam upaya pembangunan bidang kesehatan, sumber daya

manusia dan ekonomi.7

Kelompok anak sekolah pada umumnya mempunyai kondisi gizi yang lebih baik

daripada kelompok balita, karena kelompok umur sekolah mudah dijangkau oleh berbagai

upaya perbaikan gizi yang dilakukan oleh pemerintah maupun oleh kelompok swasta.

Meskipun demikian masih terdapat berbagai kondisi gizi anak sekolah yang tidak

memuaskan, misal berat badan yang kurang, anemia defisiensi Fe, defisiensi vitamin C

dan daerah-daerah tertentu juga defisiensi Iodium.7

2.2 Status Gizi

Gizi merupakan suatu istilah yang merujuk kepada suatu proses dari organisme dalam

menggunakan bahan makanan melalui proses pencernaan, penyerapan, transportasi,

penyimpanan, metabolisme dan pembuangan yang dipergunakan untuk pemeliharaan hidup,

pertumbuhan fungsi organ tubuh dan produksi.5

Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-

zat gizi. Status gizi dapat pula diartikan sebagai tanda fisik yang diakibatkan oleh karena adanya

keseimbangan antara pemasukan dan pengeluaran gizi melalui variabel-variabel tertentu yaitu

inikator status gizi. Definisi lain menyebutkan bahwa status gizi adalah suatu keadaan fisik

seseorang yang ditentukan dengan salah satu atau kombinasi dari ukuran-ukuran gizi tertentu.5

Status gizi optimal adalah suatu keadaan dimana terdapat kesinambungan antara asupan

dengan kebutuhan zat gizi yang digunakan dalam jumlah berlebih, sedangkan status gizi kurang

terjadi apabila tubuh mengalami kekurangan zat-zat gizi. Status gizi seseorang dipengaruhi oleh

konsumsi makan yang bergantung pada jumlah dan jenis pangan yang dibeli, pemasukan,

distribusi dalam keluarga dan kebiasaan makan secara perorang.5

2.2.1 Faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi

Faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi terdiri dari penyebab langsung dan tidak

langsung.

1. Penyebab langsung, yaitu:

a. Asupan makanan

b. Penyakit infeksi yang mungkin dideritai

Timbulnya gizi kurang tidak hanya dikarenakan makanan yang

kurang tetapi juga karena penyakit. Anak yang mendapat makanan cukup

baik tetapi sering diserang diare atau demam akhirnya dapat menderita

kurang gizi. Sebaliknya, anak yang mendapat makanan tidak cukup baik,

daya tahan tubuhnya dapat melemah. Dalam keadaan demikian mudah

terserang infeksi, kurang nafsu makan, dan akhirnya berakibat kurang gizi.8

2. Penyebab tidak langsung

a. Ketahanan pangan keluarga, adalah kemampuan keluarga untuk memenuhi

kebutuhan pangan seluruh anggota keluarga dengan baik secara kuantitas

maupun kualitas. Ketahanan pangan keluarga mencakup ketersediaan

pangan baik dari hasil produksi sendiri maupun dari sumber lain atau pasar,

harga pangan dan daya beli keluarga serta pengetahuan tentang gizi dan

kesehatan.8

b. Pola pengasuhan anak, meliputi sikap ibu atau pengasuh lain dalam hal

berhubungan dengan anak, memberikan makan, merawat, menjaga

kebersihan, memberi kasih sayang dan sebangainya.

c. Pelayanan kesehatan dan sanitasi lingkungan; semakin mudah akses dan

keterjangkauan anak dan keluarga terhadap pelayanan kesehatan dan

ketersediaan air bersih, semakin kecil risiko anak terkena penyakit dan

kekurangan gizi.8

2.2.2 Penilaian Status Gizi

a. Penilaian Status Gizi Secara Langsung

Penilaian status gizi secara langsung dapat dibagi menjadi empat penilaian yaitu,

antropometri, klinis, biokimia, dan biofisik.

1) Antropometri

Antropometri adalah berhubungan dengan berbagai macam pengnukuran dimensi tubuh

dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Berbagai jenis ukuran

tubuh antara lain berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas dan tebal lemak di

bawah kulit.9

2) Klinis

Pemeriksaan klinis adalah metode yang sangat penting untuk menilai status gizi

masyarakat. Metode ini didasarkan atas perubahan-perubahan yang terjadi yang

dihubungkan dengan ketidakcukupan zat gizi.9

3) Biokimia

Penilaian status gizi dengan biokimia adalah pemeriksaan spesimen yang diuji secara

laboratoris yang dilakukan pada berbagai macam jaringan tubuh. Jaringan tubuh yag

digunakan antara lain : darah, urine, tinja dan juga beberapa jaringan tubuh seperti hati

dan otot.9

4) Biofisik

Penentuan status gizi secara biofisik adalah metode penentuan status gizi dengan

melihat kemampuan fungsi (khususnya jaringan) dan melihat perubahan struktur dan

jaringan.9

b. Penilaian Status Gizi Secara Tidak Langsung

Penilaian status gizi secara tidak langsung dapat dibagi menjadi tiga penilaian yaitu, survei

konsumsi makanan, statistik vital dan faktor ekologi.9

1) Survei Konsumsi Makanan

Survei konsumsi makanan adalah metode penentuan status gizi secara tidak langsung

dengan melihat jumlah dan jenis zat gizi yang.

2) Statistik Vital

Pengukuran status gizi dengan statistik vital adalah dengan menganalisis data beberapa

statistik kesehatan seperti angka kematian berdasarkan umur, angka kesakitan dan

kematian akibat penyebab tertentu dan data lainnya yang berhubungan dengan gizi.9

3) Faktor Ekologi

Bengoa mengungkapkan bahwa malnutrisi merupakan masalah ekologi sebagai hasil

interaksi beberapa faktor fisik, biologis, dan lingkungan budaya. Jumlah makanan yang

tersedia sangat tergantung dari keadaan ekologi seperti iklim, tanah, irigasi dan lain-

lain.8

2.2.3 Penilaian Status Gizi Anak Sekolah Dasar

2.2.3.1 Penilaian Status Gizi Secara Antropometri

Antropometri adalah ukuran tubuh. Maka antropometri gizi berhubungan dengan berbagai

macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan

tingkat dan tingkat gizi.

Pengukuran antropometri relatif mudah dilaksanakan. Akan tetapi untuk berbagai

cara, pengukuran antropometri ini membutuhkan keterampilan, peralatan dan keterangan

untuk pelaksanaanya. Jika dilihat dari tujuannya antropometri dapat dibagi menjadi dua

yaitu :

1. Untuk ukuran massa jaringan : Pengukuran berat badan, tebal lemak dibawah

kulit, lingkar lengan atas. Ukuran massa jaringan ini sifanya sensitif, cepat

berubah, mudah turun naik dan menggambarkan keadaan sekarang.

2. Untuk ukuran linier : pengukuran tinggi badan, lingkar kepala dan lingkar dada.

Ukuran linier sifatnya spesifik, perubahan relatif lambat, ukuranya tetap atau

naik, dapat menggambarkan riwayat masa lalu.

Parameter dan indeks antropometri yang umum digunakan untuk menilai status

gizi anak adalah indikator Berat Badan Menurut Umur (BB/U), Tinggi Badan Menurut

Umur (TB/U), Indeks Massa Tubuh menurut Umur (IMT/U).7

2.2.3.2. Indeks Berat Badan Menurut Umur (BB/U)

Berat badan merupakan salah satu ukuran antropometri yang memberikan gambaran

tentang massa tubuh (otot dan lemak), karena massa tubuh sangat sensitif terhadap

perubahan yang mendadak misalnya karena penyakit infeksi, menurunnya nafsu makan

atau menurunya makanan yang dikonsumsi maka berat badan merupakan ukuran

antropometri yang sangat labil. Dalam keadaan normal, dimana keadaan kesehatan baik

dan keseimbangan antara intake dan kebutuhan zat gizi terjamin, berat badan berkembang

mengikuti pertambahan umur. Sebaliknya keadaan abnormal, terdapat dua kemungkinan

perkembangan berat badan yaitu berkembang lebih cepat atau berkembang lebih lambat

dari keadaan normal. Berdasarkan sifat-sifat ini, maka indeks berat badan menurut umur

(BB/U) digunakan sebagai salah satu indikator status gizi. Oleh karena sifat berat badan

yang stabil maka indeks BB/U lebih menggambarkan status gizi seseorang pada saat kini

(current nutritional status).7

Penggunaan indeks BB/U sebagai indikator status gizi memiliki kelebihan dan kekurangan

yang perlu mendapat perhatian. Kelebihan indeks BB/U yaitu :

1. Dapat lebih mudah dan lebih cepat dimengerti oleh masyarakat umum.

2. Sensitif untuk melihat perubahan status gizi jangka pendek.

3. Dapat mendeteksi kegemukan (Over weight).

Sedangkan kelemahan dari indek BB/U adalah :

1. Dapat mengakibatkan interpretasi status gizi yang keliru bila terdapat oedema.

2. Memerlukan data umur yang akurat.

3. Sering terjadi kesalahan pengukuran misalnya pengaruh pakaian, atau gerakan

anak pada saat penimbangan.

4. Secara operasional sering mengalami hambatan karena masalah sosial budaya

setempat. Dalam hal ini masih ada orang tua yang tidak mau menimbangkan

anaknya karena seperti barang dagangan.7

2.2.3.3. Indeks Tinggi Badan Menurut Umur (TB/U)

Tinggi badan merupakan ukuran antropometri yang menggambarkan pertumbuhan

skeletal. Dalam keadaan normal, tinggi badan tumbuh bersamaan dangan pertambahan

umur. Pertumbuhan tinggi badan tidak seperti berat badan, relatif kurang sensitif terhadap

masalah defisiensi zat gizi jangka pendek. Pengaruh defisiensi zat gizi terhadap tinggi

badan baru akan tampak pada saat yang cukup lama.7

Indeks TB/U lebih menggambarkan status gizi masa lampau, dan dapat juga

digunakan sebagai indikator perkembangan sosial ekonomi masyarakat. Keadaan tinggi

badan anak pada usia sekolah (tujuh tahun), menggambarkan status gizi masa balitanya.

Masalah penggunaan indek TB/U pada masa balita, baik yang berkaitan dengan kesahlian

pengukuran tinggi badan maupun ketelitian data umur. Masalah-masalah seperti ini akan

lebih berkurang bila pengukuran dilakukan pada anak yang lebih tua karena pengukuran

lebih mudah dilakukan dan penggunaan selang umur yang lebih panjang (setelah tahunan

atau tahunan) memperkecil kemungkinan kesalahan data umur.7

Kelemahan penggunaan indeks tinggi badan menurut umur (TB/U) yaitu :

1. Tidak dapat member gambaran keadaan pertumbuhan secara jelas.

2. Dari segi operasional, sering dialami kesulitan dalam pengukuran terutama bila anak

mengalami keadaan takut dan tegang.7

2.2.3.4. Indeks Massa Tubuh (IMT/U)

Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk menetapkan pelaksanaan perbaikan gizi adalah

dengan menentukan atau melihat. Ukuran fisik seseorang sangat erat hubungannya dengan

status gizi. Atas dasar itu, ukuran-ukuran yang baik dan dapat diandalkan bagi penentuan

status gizi dengan melakukan pengukuran antropometri. Hal ini karena lebih mudah

dilakukan dibandingkan cara penilaian status gizi lain, terutama untuk daerah pedesaan.

Pengukuran status gizi pada anak sekolah dapat dilakukan dengan cara

antropometri. Saat ini pengukuran antropometri (ukuran-ukuran tubuh) digunakan secara

luas dalam penilaian status gizi, terutama jika terjadi ketidakseimbangan kronik antara

intake energi dan protein. Pengukuran antropometri terdiri atas dua dimensi, yaitu

pengukuran pertumbuhan dan komposisi tubuh. Komposisi tubuh mencakup komponen

lemak tubuh (fat mass) dan bukan lemak tubuh (non-fat mass).7

Pengukuran status gizi anak sekolah dapat dilakukan dengan indeks antropometri

dan menggunakan Indeks Massa Tubuh Menurut Umur (IMT/U) anak sekolah.7

Rumus IMT,

IMT = Berat badan(kg)

Tinggi badan (m) xTinggi badan (m)

2.2.3.7. Kategori Indeks Massa Tubuh

Untuk mengetahui status gizi seseorang maka ada kategori ambang batas IMT yang digunakan,

seperti yang terlihat pada tabel 2.1 yang merupakan ambang batas IMT untuk Indonesia.9

Tabel 2.1 Kategori Batas Ambang IMT untuk Indonesia

Kategori IMT (kg/m2)

Kurus Kekurangan berat badan tingkat berat < 17,0

Kekurangan berat badan tingkat ringan 17,1 – 18,4

Normal 18,5 – 25,0

Gemuk Kelebihan berat badan tingkat ringan 25,1 – 27,0

Kelebihan berat badan tingkat berat ≥ 27,0

Pada tabel 2.2, dapat dilihat kategori IMT berdasarkan klasifikasi yang telah ditetapkan

oleh WHO.9

Tabel 2.2 Kategori IMT berdasarkan WHO (2000)

Kategori IMT (kg/m2)

Underweight < 18,5

Normal 18,5 – 24,99

Overweight ≥ 25,00

Preobese 25,00 – 29,99

Obesitas tingkat 1 30,00 – 34,99

Obesitas tingkat 2 35,00 – 39,9

Obesitas tingkat 3 ≥ 40,0

2.2.3.6. Klasifikasi Status Gizi Berdasarkan Antropometri

Dalam penelitian status gizi, khususnya untuk keperluan klasifikasi diperlukan ukuran

baku (reference). Pada tahun 2009, Standar Antropometri WHO 2007 diperkenalkan oleh

WHO sebagai standar antopometri untuk anak dan remaja di dunia.7 Klasifikasi status gizi

anak dan remaja menurut WHO 2007 adalah sebagai berikut :7

Indeks BB/U :

a. Normal : ≥ -2 SD s/d ≤ 2 SD

b. Kurang : ≥ -3 SD s/d < -2 SD

c. Sangat Kurang : < -3 SD

Indeks TB/U :

a. Normal : ≥ -2 SD s/d ≤ 2 SD

b. Pendek : ≥ -3 SD s/d < -2 SD

c. Sangat pendek : < -3 SD

Indeks IMT/U :

a. Sangat gemuk : > 3 SD

b. Gemuk : > 2 SD s/d ≤ 3 SD

c. Normal : ≥ -2 SD s/d ≤ 2 SD

d. Kurus : ≥ -3 SD s/d < -2 SD

e. Sangat kurus : < -3 SD

Gambar 2.1. Persentil Indeks Massa Tubuh Untuk Anak Laki-laki, Usia 2 Sampai 20 Tahun

Gambar 2.2. Persentil Indeks MassaTubuh Untuk Anak Perempuan, Usia 2 Sampai 20 Tahun

2.3 Masalah Gizi Kurang

Konsumsi makanan berpengaruh terhadap status gizi seseorang. Status gizi baik atau status gizi

optimal terjadi bila tubuh memperoleh cukup zat-zat gizi yang digunakan secara efisien,

sehingga memungkinkan pertumbuhan fisik, perkembangan otak, kemampuan kerja, dan

kesehatan secara umum pada tingkat setinggi mungkin. Gizi kurang merupakan suatu keadaan

yang terjadi akibat tidak terpenuhinya asupan makanan. Gizi kurang dapat terjadi karena

seseorang mengalami kekurangan salah satu zat gizi atau lebih di dalam tubuh.9

Akibat yang terjadi apabila kekurangan gizi antara lain menurunnya kekebalan tubuh

(mudah terkena penyakit infeksi), terjadinya gangguan dalam proses pertumbuhan dan

perkembangan, kekurangan energi yang dapat menurunkan produktivitas tenaga kerja, dan

sulitnya seseorang dalam menerima pendidikan dan pengetahuan mengenai gizi.9

Gizi kurang merupakan salah satu masalah gizi yang banyak dihadapi oleh negara-negara

yang sedang berkembang. Hal ini dapat terjadi karena tingkat pendidikan yang rendah,

pengetahuan yang kurang mengenai gizi dan perilaku belum sadar akan status gizi. Contoh

masalah kekurangan gizi, antara lain KEP (Kekurangan Energi Protein), GAKI (Gangguan

Akibat Kekurangan Iodium), Anemia Gizi Besi (AGB).9

2.4 Masalah Gizi Lebih

Status gizi lebih merupakan keadaan tubuh seseorang yang mengalami kelebihan berat badan,

yang terjadi karena kelebihan jumlah asupan energi yang disimpan dalam bentuk cadangan

berupa lemak. Ada yang menyebutkan bahwa masalah gizi lebih identik dengan kegemukan.

Kegemukan dapat menimbulkan dampak yang sangat berbahaya yaitu dengan munculnya

penyakit degeneratif, seperti diabetes mellitus, penyakit jantung koroner, hipertensi, gangguan

ginjal dan masih banyak lagi.9

Masalah gizi lebih ada dua jenis yaitu overweight dan obesitas. Batas IMT untuk

dikategorikan overweight adalah antara 25,1 – 27,0 kg/m2, sedangkan obesitas adalah ≥ 27,0

kg/m2. Kegemukan (obesitas) dapat terjadi mulai dari masa bayi, anak anak, sampai pada usia

dewasa. Kegemukan pada masa bayi terjadi karena adanya penimbunan lemak selama dua tahun

pertama kehidupan bayi. Bayi yang menderita kegemukan maka ketika menjadi dewasa akan

mengalami kegemukan pula. Kegemukan pada masa anak-anak terjadi sejak anak tersebut

berumur dua tahun sampai menginjak usia remaja dan secara bertahap akan terus mengalami

kegemukan sampai usia dewasa. Kegemukan pada usia dewasa terjadi karena seseorang telah

mengalami kegemukan dari masa anak-anak.9

2.5 Sarapan Pagi

Sarapan atau makan pagi adalah makanan yang disantap pada pagi hari, waktu sarapan dimulai

dari pukul 06.00 pagi sampai dengan pukul 10.00 pagi. Sarapan dianjurkan menyantap makanan

yang ringan bagi kerja perncernaan, sehingga dianjurkan untuk mengkonsumsi makanan yang

memiliki kadar serat tinggi dengan protein yang cukup namun dengan kadar lemak rendah.

Selain itu, mengonsumsi protein dan kadar serat yang tinggi juga dapat membuat seseorang tetap

merasa kenyang hingga waktu makan siang.10

1. Pentingnya Sarapan Pagi

Sarapan pagi bagi anak SD, berfungsi sebagai penyokong pertumbuhan sel-sel baru atau

bagian-bagiannya. Pada pertumbuhan dibentuk sel-sel baru yang ditambahkan kepada sel-

sel baru untuk menggantikan sel-sel lama yang telah rusak dan aus terpakai

Anak yang terbiasa mengkonsumsi sarapan pagi akan mempunyai kemampuan

yang lebih baik di sekolahnya. Sarapan pagi sangat penting, karena semua makanan yang

berasal dari makan malam sudah meninggalkan lambung, artinya lambung sudah tidak

berisi makanan lagi sampai pagi hari.10

Saat tidur, di dalam tubuh kita tetap berlangsung oksidasi untuk menghasilkan tenaga

yang diperlukan untuk menggerakkan jantung, paru-paru dan alat-alat tubuh lainnya.

Oksidasi ini akan mempengaruhi kadar gula darah, sehingga tubuh mengambil cadangan

hidrat arang dan jika habis maka cadangan lemaklah yang diambil. Dalam keadaan seperti

ini pasti tubuh tidak dapat melakukan pekerjaan dengan baik. Oleh karena itu dianjurkan

membiasakan diri untuk makan pagi, karena akan membantu memperpanjang masa kerja

atau menaikkan produktivitas kerja yang dapat menciptakan keadaan yang memungkinkan

untuk meningkatkan daya tangkap dalam menerima materi atau pelajaran.10

2. Kebiasaan Sarapan Pagi

Kebiasaan makan adalah tingkah laku manusia atau kelompok manusia dalam memenuhi

kebutuhannya akan makan yang meliputi sikap, kepercayaan, dan pemilihan terhadap

makanan. Sikap seseorang terhadap makanan dapat bersifat positif atau negatif,

kepercayaan orang terhadap makanan berkaitan dengan nilai baik atau buruk, menarik atau

tidak menarik. Sedangkan pemilihan makanan berdasarkan sikap dan kepercayaan.

Suatu kebiasaan yang teratur dalam keluarga akan membentuk kabiasaan yang baik

bagi anak-anak. Sarapan pagi bagi anak, sebenarnya sudah dirintis sejak bayi, pembiasaan

makan pagi di rumah atau membawa bekal dari rumah adalah salah satu contoh

pembiasaan yang baik. Anak-anak tidak dibiasakan jajan di warung saat istirahat.10

Kebiasaan anak senang jajan dapat berdampak buruk sebab banyak makanan jajanan yang

tidak aman dan tidak sehat beredar. Mengkonsumsi makanan jajanan yang tidak aman dan

tidak sehat dapat menyebabkan anak terkena penyakit dan dapat menurunkan status gizi

anak.11 Didalam usia anak-anak, mereka gemar sekali jajan. Mungkin sudah menjadi

kebiasaan di rumahnya, tetapi mungkin juga akibat kawan-kawannya. Kadang anak-anak

menolak untuk tidak makan pagi di rumah dan sebagai ganti dimintanya uang untuk jajan.

Jajan yang mereka beli sudah terang makanan yang mereka senangi saja, misalnya es,

gula-gula atau makanan-makanan yang kurang nilai gizinya dan dan jika berlangsung lama

akan berpengaruh pada status gizi.1

Selanjutnya pola makan dalam keluarga juga diperhatikan, frekuensi makan

bersama dalam keluarga, pembiasaan makan yang seimbang gizinya, tidak membiasakan

makan makanan atau minum minuman yang manis, membiasakan banyak makan buah-

buahan atau sayur-sayuran diantara makan besar. Anak yang tidak sarapan boleh jadi

karena terburu-buru akan berangkat sekolah, sehingga tidak sempat sarapan.10

2.5.1 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Sarapan

Ada dua faktor yang mempengaruhi kebiasaan makan manusia yaitu, faktor ekstrinsik (yang

berasal dari luar diri manusia) dan faktor intrinsik (yang berasal dari dalam diri manusia).10

2.5.1.1 Faktor Ekstrinsik yang Mempengaruhi Kebiasaan Makan

Adapun faktor ekstrinsik yang mempengaruhi kebiasaan makan, antara lain:

a. Lingkungan alam

Pola makan masyarakat pedesaan di Indonesia pada umumnya diwarnai oleh jenis-jenis

bahan yang umum dan dapat diproduksi setempat. Misalnya pada masyarakat nelayan di

daerah pantai, ikan merupakan makanan sehari-hari yang dipilih karena dapat dihasilkan

sendiri. Pola pangan pokok menggambarkan salah satu ciri dari kebiasaan makan. Selain

itu, jenis/macam alat dapur, bahan bakar untuk memasak, waktu yang tersedia bagi ibu

untuk bekerja di dalam dan di luar rumah, jarak antara rumah dan tempat bahan makanan

dapat juga mempengaruhi kebiasaan makan.10

b. Lingkungan sosial

Lingkungan sosial memberikan gambaran yang jelas tentang perbedaan-perbedaan

kebiasaan makan. Tiap-tiap bangsa dan suku mempunyai kebiasaan makan yang berbeda-

beda sesuai dengan kebudayaan yang telah dianut turun-temurun. Di dalam suatu rumah

tangga, kebiasaan makan juga sering ditemukan adanya perbedaan antara suami dan isteri,

orang tua dan anak, tua dan muda. Suami/ayah sebagai kepala rumah tangga harus

diistimewakan dalam hal makanannya terhadap anggota keluarga yang lain, kemudian

baru anak-anak dan prioritas terakhir adalah ibu.10

c. Lingkungan budaya dan agama

Lingkungan budaya yang terkait dengan kebiasaan makan biasanya meliputi nilai-nilai

kehidupan rohani dan kewajiban-kewajiban sosial. Pada masyarakat Jawa ada kepercayaan

bahwa nilai-nilai spiritual yang tinggi akan dapat dicapai oleh seorang ibu atau anaknya

apabila ibu tersebut sanggup memenuhi pantangan dalam makanan. Misalnya, “mutih”

(hanya makan nasi dan garam), “ngerowot” (hanya makan dengan bangsa umbi-umbian)

secara periodik dalam jangka waktu tertentu agar tercapai cita-citanya hidup bahagia dan

sejahtera. Agama juga memberikan batasan-batasan dan pedoman-pedoman dan batasan-

batasan dalam kebiasaan makan. Neraca bahan makanan dapat memberikan gambaran

adanya potensi sumber daya pangan, tetapi apabila terhitung pula persediaan daging babi

maka potensi itu menjadi hukum potensial bagi negara/daerah yang mayoritas

penduduknya beragama Islam. Demikian pula daging sapi untuk daerah yang mayoritas

penduduknya beragama Hindu.10

d. Lingkungan ekonomi

Distribusi pangan banyak ditemukan oleh kelompok-kelompok masyarakat menurut taraf

ekonominya. Golongan masyarakat ekonomi kuat mempunyai kebiasaan makan yang

cenderung beras, dengan konsumsi rata-rata melebihi angka kecukupannya. Sebaliknya

golongan masyarakat ekonomi rendah, yang justru pada umumnya produsen pangan,

mereka mempunyai kebiasaan makan yang memberikan nilai gizi di bawah kecukupan

jumlah maupun mutunya.10

Berdasarkan Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 176 Tahun 2014 tentang

Upah Minimum Provinsi (UPM) Tahun 2015, UMP tahun 2015 di Provinsi Daerah

Khusus Ibukota Jakarta (“DKI Jakarta”) adalah sebesar Rp 2.700.000 (dua juta tujuh ratus

ribu rupiah). Dengan demikian, besaran UMP di DKI Jakarta tersebut sudah termasuk

upah pokok dan tunjangan tetap.12 Oleh karena itu pendapatan per bulan sebuah keluarga

termasuk kategori cukup jika bernilai lebih dari Rp 2.700.000 dan termasuk kategori

rendah jika berada dibawah nilai tersebut.

2.5.1.2 Faktor Intrinsik yang Mempengaruhi Kebiasaan Makan

Adapun faktor intrinsik yang mempengaruhi kebiasaan makan antara lain:

a. Asosiasi Emosional

Seorang ibu akan memberikan ASI dan makan kepada anak-anaknya dengan penuh cinta

kasih agar anak-anaknya memiliki tumbuh kembang jasmani dan rohani yang baik.

Kenangan manis dalam bentuk cara pemberian makanan oleh si ibu akan mendasari

kebiasaan makan anak dalam kehidupan selanjutnya.10

b. Keadaan Jasmani dan Kejiwaan yang Sedang Sakit

Keadaan (status) kesehatan sangat mempengaruhi kebiasaan makan. Bosan, lelah, putus

asa adalah ketidakseimbangan kejiwaan yang dapat mempengaruhi kebiasaan makan.

Pengaruhnya dapat berkurangnya nafsu makan sebagai tempat pelarian.

c. Penilaian yang Lebih Terhadap Mutu Pangan

Pola pangan yang sudah turun-temurun mempunyai ikatan kuat dengan tradisi kehidupan

masyarakat. Dari segi gizi kebiasaan makan yang baik yaitu yang menunjang terpenuhinya

kecukupan gizi, sedangkan kebiasaan makan yang jelek antara lain seperti anak-anak

dilarang makan daging/ikan dengan alasan takut kecacingan.10

2.6 Peran Ibu terhadap Sarapan Anak Sekolah

Ibu memainkan peran penting dalam penyediaan sarapan anak sekolah. Penyediaan sarapan

yang baik tergantung kepada faktor pendidikan dan pengetahuan ibu tentang gizi. Pengetahuan

tentang gizi dan kesehatan adalah suatu keadaan di mana seseorang dapat menguasai dan

memahami pengertian tentang gizi dan kesehatan. Pengetahuan tersebut dapat diperoleh dari

orang lain, generasi sebelumnya, atau melalui informasi yang lainya.13

Tingkat pengetahuan tentang kesehatan berpengaruh kepada perilaku kesehatan seseorang

sebagai indikator kesehatan masyarakat karena perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan

lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Faktor ibu memegang

peranan penting dalam menyediakan dan menyajikan makanan yang bergizi dalam keluarga,

sehingga berpengaruh terhadap status gizi anak. Tingkat pendidikan formal merupakan faktor

yang menentukan mudah tidaknya seseorang dalam menyerap dan memahami informasi

tentang gizi dan kesehatan. Orang yang berpendidikan tinggi lebih cenderung memilih

makanan yang lebih baik dalam jumlah dan mutunya dibandingkan mereka yang

berpendidikan rendah. Pengetahuan merupakan hal yang sangat penting untuk terbentuknya

tindakan seseorang. Apabila penerimaan perilaku didasari oleh pengetahuan, maka perilaku

dapat bersifat langgeng.13

- Lingkungan - Keluarga

Pengetahuan ibu

Pendidikan ibu

Sikap

Kepercayaan

Pemilihan Faktor Ekstrinsik- Lingkungan alam- Lingkungan sosial- Lingkungan budaya- Lingkungan agama- Lingkungan ekonomi

Faktor Intrinsik- Asosiasi emosional- Keadaan kejiwaan dan jasmani- penilaian terhadap mutu Kebiasaan makan

Kebiasaan sarapan

Status gizi

Penggunaan metabolik

Umur

Jenis kelamin

Status fisiologis

Status kesehatan

Ukuran tubuhNilai cerna

Kegiatan

Tingkat kebutuhan

2.6 Kerangka teori

Infeksi internal:- cacingan- mencret

Kebersihan lingkungan

2.7 Kerangka konsep

- Jenis kelamin anak- Lingkungan ekonomi- Pendidikan ibu- Pengetahuan ibu- Kebiasaan sarapan di keluarga

Kebiasaan sarapan Status gizi