BAB II REV -...
Transcript of BAB II REV -...
8
BAB II
KUALITAS TES :
VALIDITAS DAN RELIABILITAS
A. Tes
1. Beberapa Istilah yang Terkait
Di dalam proses pendidikan akan selalu ada situasi yang
memerlukan pengambilan keputusan. Keputusan – keputusan ini, yang
disebut dengan keputusan pendidikan, hanya akan dapat diambil dengan
bijaksana dan tepat apabila dilandasi dengan informasi yang relevan dan
akurat. Salah satu sumber informasi yang terpenting dalam hal ini adalah
hasil pengukuran yang diperoleh dari tes.1
Sebelum sampai pada uraian yang lebih jauh, maka akan
diterangkan dahulu arti dari beberapa istilah – istilah yang berhubungan
dengan tes.
a. Tes
Tes adalah merupakan alat atau prosedur yang digunakan untuk
mengetahui atau mengukur sesuatu dalam suasana, dengan cara
dan aturan-aturan yang sudah ditentukan.2
b. Testing
Testing merupakan saat pada waktu tes itu sedang dilaksanakan
atau berlangsung. Dapat juga dikatakan testing adalah saat
pengambilan tes.3
c. Testee
Testee adalah responden yang sedang mengerjakan tes. Jadi
orang-orang inilah yang sedang dinilai, diukur baik kemampuan,
minat, pencapaian prestasi.4
1 Saifuddin Azwar, Tes Prestasi (Fungsi dan Pengembangan Pengukuran Prestasi
Belajar), (Yogyakarta : Liberty, 1987), hlm. 8. 2 Suharsimi Arikunto, Dasar – Dasar Evaluasi Pendidikan , (Jakarta : Bumi Aksara,
1990), hlm. 51. 3 Ibid. 4 Ibid.
9
d. Tester
Tester adalah orang yang diserahi untuk melaksanakan
pengambilan tes terhadap para responden atau testee.5
2. Pengertian Tes
Tes berasal dari bahasa latin testum yang berarti alat untuk
mengukur tanah. Dalam bahasa Prancis kuno, kata tes berarti ukuran
yang dipergunakan untuk membedakan antara emas dengan perak serta
logam lainnya.6
Dalam kamus besar Bahasa Indonesia, tes adalah Ujian secara
tertulis, lisan, atau wawancara untuk mengetahui pengetahuan,
kemampuan, bakat, dan kepribadian seorang individu.7
Dalam Encyclopedia of Educational Evaluation, tes diartikan;
“any series of questions or exercises or other means of measuring the skill, knowledge, intelligence, capacities or aptitudes of an individual or group”. 8
Artinya : Seperangkat pertanyaan atau latihan atau alat pengukur
kemampuan, pengetahuan, kepandaian, kapasitas atau
kecerdasan lain dari suatu kelompok atau individu.
Kemudian dalam Ensiklopedi Pendidikan, yang dimaksud dengan
tes adalah :
“ suatu percobaan untuk secara bertanggung jawab mendapatkan gambaran mengenai sifat-sifat, kemampuan-kemampuan, temperamen, dan kepribadian orang, biasanya untuk dapat mengetahui bagaimana orang harus diperlakukan, pekerjaan apa bagi seseorang akan lebih sesuai “.9
5 Ibid. 6 Chabib Thoha, Teknik Evaluasi Pendidikan, ( Jakarta : Rajawali, 1991), hlm. 43. 7 Tim Penyusun Kamus Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa
Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1997), cet. IX, hlm. 1050. 8 Anderson, et. al., Encyclopedia of Educational Evaluation, (London : Jossey-Bass Inc.,
Publishers, 1981), hlm. 425. 9 R. Soegarda Poerbakawatja, Ensiklopedi Pendidikan, (Jakarta : Gunung Agung, 1982)
hlm. 359.
10
Menurut Sumadi Suryabrata, mendefinisikan tes adalah sebagai
berikut :
“Tes adalah pertanyaan – pertanyaan yang harus dijawab dan atau perintah – perintah yang harus dijalankan, yang berdasar atas bagaimana testee menjawab pertanyaan-pertanyaan dan atau melakukan perintah-perintah itu, penyelidik mengambil kesimpulan dengan cara membandingkan dengan standar atau testee yang lain”.10
Pengertian tes menurut Wayan Nurkancana adalah :
“Suatu cara untuk mengadakan penilaian yang berbentuk suatu tugas atau serangkaian tugas yang harus dikerjakan oleh anak atau sekelompok anak sehingga menghasilkan suatu nilai tentang tingkah laku atau prestasi anak tersebut, yang dapat dibandingkan dengan nilai yang dicapai oleh anak-anak lain atau dengan nilai standar yang ditetapkan”. 11
Selanjutnya Muchtar Buchori juga mendefinisikan tes, sebagai
berikut :
“Tes adalah suatu percobaan yang kita diadakan untuk mengetahui ada atau tidaknya hasil-hasil pelajaran tertentu pada seseorang murid atau kelompok murid.” 12
Menurut Cronbach dalam bukunya Essentials of Psychological
Testing, mendefinisikan tes sebagai berikut :
“A test is a systematic procedure for comparing the behavior of two or more person”.13
Artinya : Tes merupakan suatu prosedur yang sistematis untuk
membandingkan tingkah laku dua orang atau lebih.
10 Sumadi Suryobroto, Pembimbing Ke Psikodiagnostik, (Yogyakarta: Andi Offset, 1984),
hlm. 22 11 Wayan Nurkancana, Evaluasi Pendidikan, (Surabaya : Usaha Nasional, 1986), cet. IV,
hlm. 25. 12 Muchtar Buchori, Teknik – Teknik Evaluasi dalam Pendidikan, (Bandung : Jemmars,
1980), hlm. 119. 13 L J. Cronbach, Essential of Psychological Testing, (New York : Harper, 1970), hlm. 21.
11
Kemudian menurut Doughlas Brown, dalam kitab Ususu at-
Ta’allumi al-Lughoti wa Ta’liimiha terjemahan oleh Abdul ar-Rajhi ,
tes diartikan sebagai berikut :
14طريقة لقياس االفراد ومعارفهم ىف جمال معني: واالختبار
Artinya : “Tes dalam pengertian yang singkat adalah Cara untuk mengukur pengetahuan individu (testee) dalam bidang tertentu”.
Dari beberapa pengertian tes diatas dapat disimpulkan bahwa, tes
adalah merupakan suatu alat pengumpul informasi yang di dapat dengan
melalui pertanyaan, petunjuk, latihan, perintah kepada testee untuk
merespon sesuai dengan petunjuk atau prosedur itu, kemudian hasilnya
oleh tester diolah secara sistematis menuju suatu arah kesimpulan yang
menggambarkan tingkah laku subyek tersebut.
3. Macam – Macam Tes
Tes yang merupakan salah satu teknik dalam evaluasi memiliki
berbagai macam dan bentuk. Disini akan kami bahas tentang macam-
macamnya. Secara umum tes dibedakan :
a. Berdasarkan Obyek Pengukurannya
Yaitu terdiri atas tes kepribadian (Personality Test) dan tes
hasil belajar (Achievement Test).
1) Tes Kepribadian (Personality Test)
Tes kepribadian adalah Tes yang ditujukan untuk
mengukur salah satu atau lebih aspek-aspek non intelek dari
susunan mental atau psikologis individu. 15
Yang termasuk dalam jenis tes ini dan banyak
digunakan dalam pendidikan adalah : Pengukuran sikap, b)
Pengukuran minat, c) Pengukuran bakat, d) Tes inteligensi.
14 Doughlas Brown, Ususu at-Ta’allumi al-Lughoti wa Ta’liimiha, Terj. Abdul Rajhi dan
Ali Ali Ahmad Syu’ban, (Arab : Darun an-Nahdhoh), hlm. 266 15 Chabib Thoha, Op. Cit., hlm. 44.
12
2) Tes Hasil Belajar (Achievement Test)
Tes prestasi / hasil belajar adalah tes yang mengukur
tingkat mana seseorang telah mencapai sesuatu dengan
mempelajari informasi tertentu atau menguasai kemampuan
tertentu biasanya sebagai akibat dari petunjuk / perintah
khusus. 16
Tes prestasi pada umumnya mengukur penguasaan
dan kemampuan para peserta didik secara individual dalam
cakupan dan ilmu pengetahuan yang telah ditentukan oleh
guru yang itu semua dilakukan oleh mereka selama waktu
tertentu dan terjadi dalam proses belajar mengajar.17
b. Berdasarkan Fungsinya
Berdasarkan fungsinya tes dibedakan menjadi empat jenis,
yaitu :
1) Tes penempatan
Tes penempatan adalah tes untuk mengukur kemampuan dasar
yang dimiliki oleh anak didik; kemampuan tersebut dapat
dipakai meramalkan kemampuan peserta didik pada masa
mendatang, sehingga kepadanya dapat dibimbing, diarahkan
sesuai dengan kemampuan dasarnya.18
2) Tes formatif
Tes formatif adalah tes yang dilakukan pada saat proses belajar
mengajar sedang berlangsung, digunakan untuk mencari
umpan balik guna memperbaiki proses belajar mengajar bagi
guru dan murid.19
16 Ibid. 17 Sukardi, Metodologi Penelitian Pendidikan ( kompetensi dan Praktiknya ), (Jakarta:
Bumi Aksara, 2003) , hlm. 139. 18 Chabib Thoha dan Abdul Mu’ti, PBM PAI di Sekolah (Eksistensi dan Proses Belajar
Mengajar Pendidikan Agama Islam), (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 1998), hlm. 289. 19 Harjanto, Perencanaan Pengajaran, ( Jakarta : Rineka Cipta, 1997), hlm. 284.
13
3) Tes diagnostik
Tes diagnostik adalah tes yang digunakan untuk mengetahui
atau mencari sebab-sebab kegagalan atau kesulitan belajar
pada peserta didik.20
4) Tes Sumatif
Tes sumatif adalah tes yang dilaksanakan pada akhir program
pembelajarn atau semester digunakan untuk mengukur atau
menilai sampai dimana pencapaian peserta didik terhadap
bahan pelajaran yang telah diajarkan, dan selanjutnya untuk
menentukan kenaikan tingkat atau kelulusan peserta didik yang
bersangkutan.21
c. Berdasarkan Tingkatnya
Selanjutnya berdasarkan tingkatnya tes dibedakan menjadi dua
jenis, yaitu :
1) Tes standar
Tes standar adalah tes yang telah mengalami proses
standarisasi, yakni proses validasi dan keandalan sehingga tes
tersebut benar - benar valid dan andal untuk suatu tujuan da
bagi suatu kelompok tertentu. Tes standar juga digunakan
sebagai alat pengukur untuk membandingkan perorangan atau
kelompok siswa yang tidak dapat dilakukan oleh tes buatan
guru.22
2) Tes non standar
Tes non standar adalah tes yang dibuat oleh pengajar atau
guru yang belum memiliki keahlian profesional dalam
penyusunan tes, atau mereka yang memiliki keahlian tetapi
tidak sempat menyusun tes secara baik, mengujicobakan,
20 Ibid. 21 Chabib Thoha, Op. Cit., hlm. 48. 22 Sri Esti Wuryani djiwandono, Psikologi Pendidikan, ( Jakarta : Grasindo, 2002), hlm.
409.
14
melakukan analisis sehingga validitas dan reliabilitasnya
belum dapat dipertanggung jawabkan.23
4. Bentuk – Bentuk Tes
Ditinjau dari bentuknya tes dibagi menjadi tiga jenis, yaitu :
a). Tes tertulis
Tes tertulis adalah jenis tes dimana tester dalam mengajukan
butir – butir pertanyaan atau soalnya dilakukan secara tertulis dan
testee memberikan jawabannya juga secara tertulis.24
Tes tertulis secara umum dapat dibedakan menjadi dua bagian,
yaitu :
1) Tes Obyektif
Tes obyektif adalah tes yang butir soalnya dapat
dijawab dengan jawaban yang sudah tersedia; sehingga peserta
tes menampilkan keseragaman data, baik bagi yang menjawab
benar maupun mereka yang menjawab salah.25
Bentuk obyektif tes ada beberapa macam, antara lain :
a) Completion Test, terdiri atas :
(1). Completion test (tes melengkapi)
(2). Fill-in (mengisi titik-titik dalam kalimat yang
dikosongkan)
Completion test dan Fill-in adalah merupakan
tes yang menggunakan jawaban pendek dan bebas,
butir soalnya berupa kalimat dimana bagian – bagian
tertentu di hilangkan atau harus diisi dan tidak hanya
mengenai satu hal saja melainkan bisa bermacam
hal.26
23 Chabib Thoha, Loc. Cit., hlm. 52. 24 Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan , (Jakarta : Raja Grafindo, 2003), hlm.
75. 25 Chabib Thoha dan Abdul Mu’ti, Op. Cit.,, hlm. 298.. 26 Ngalim Purwanto, Prinsip-Prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran, (Bandung :
Remaja Rosdakarya, 1997), hlm. 40.
15
b) Selection Type Test (tes yang menjawabnya dengan
mengadakan pilihan) yang terdiri atas :
(1). True-false (benar – salah)
Tes seperti ini terdiri dari kalimat atau
pernyataan yang mengandung dua kemungkinan
jawab: benar atau salah, dan testee diminta memilih
apakah pernyataan – pernyataan tersebut benar atau
salah dengan cara terterntu 27
(2). Multiple choice (pilihan ganda)
Tes seperti ini adalah tes obyektif yang terdiri
atas pernyataan atau pertanyaan yang sifatnya belum
selesai, dan untuk menyelesaikannya harus dipilih
salah satu atau lebih dari beberapa kemungkinan
jawab yang telah disediakan pada tiap – tiap butir
soalnya.28
(3). Matching (menjodohkan)
Matching test pada umumnya disampaikan
dalam bentuk dua lajur, lajur kiri dan lajur kanan.
Kemudian setiap lajur kiri yang merupakan tempat
atau posisi dari soal atau pertanyaan, sedangkan
untuk lajur kanan adalah tempat jawaban.
Selanjutnya jawaban disi pada tempat jawaban yang
telah ada.29
27 Sri Esti W.D., Op. Cit., hlm. 425. 28 Anas Sudijono, Op.cit., hlm. 118. 29 Sri Esti W.D., Loc. Cit., hlm. 432.
16
2) Tes Subyektif
Tes subyektif juga sering disebut dengan tes uraian,
sehingga dalam tes ini peserta didik memiliki kebebasan
dalam menentukan jawaban, yang mengakibatkan data
jawaban akan bervariasi dan menimbulkan subyektivitas dalam
penilaiannya.30
b). Tes Lisan
Tes lisan adalah tes dimana tester di dalam mengajukan
pertanyaan–pertanyaan atau soalnya dilakukan secara lisan, dan
testee memberikan jawabannya juga secara lisan pula.31
c). Tes Tindakan
Tes tindakan adalah “tes yang persoalan atau pertanyaan
disampaikan dalam bentuk tugas yang harus dikerjakan oleh
peserta didik. Alat yang dapat digunakan tes ini adalah berupa
observasi atau pengamatan terhadap tingkah laku tersebut, yang
hasilnya kemudian diserahkan pada guru.32
5. Kriteria Tes yang Baik
Suatu tes dapat dikatakan baik bilamana tes tersebut memiliki
ciri sebagai alat ukur yang baik. Kriterianya antara lain :
a. Memiliki Validitas (keshahihan) yang cukup tinggi
Suatu tes dikatakan valid atau shahih jika tes tersebut
mengukur tujuan atau salah satu aspek tujuan yang peneliti ukur.
Salah satu metode penentuan kevalidan tes prestasi yaitu
mempelajari isi tes.33 Untuk penjelasan lebih lanjut akan kami
jelaskan pada sub berikutnya.
30 Chabib Thoha dan Abdul Mu’ti, Loc. Cit.,, hlm. 298.. 31 Anas Sudijono, Loc. Cit.,, hlm. 75. 32 W.S. Winkel S.J., Psikologi Pendidikan dan Evaluasi Belajar, (Jakarta : Gramedia,
1983), hlm. 106. 33 Charles E. Skinner (ed.), Essentials of Educational Psichology, (Englewood Cliffs :
Prentice-Hall, Inc, tt), hlm. 444..
17
b. Memiliki Reliabilitas (keajegan / kestabilan) yang baik
Tes dikatakan reliabel jika mengukur secara konsisten.
Reliabel tes tidak ditentukan dengan mengujikan tes itu sendiri,
namun tes sebenarnya harus diuji cobakan untuk menghasilkan
informasi yang diinginkan.34
c. Memiliki Nilai Objektivitas
Objektivitas suatu tes ditentukan oleh tingkat atau kualitas
kesamaan skor-skor yang diperoleh dengan tes tersebut meskipun
hasil tes itu dinilai oleh beberapa orang penilai. Untuk itu
diperlukan kunci jawaban tes (scoring key).
Kualitas objektivitas suatu tes dapat dibedakan menjadi
tiga tingkatan, yaitu :35
1) Tinggi, yaitu jika hasil-hasil tes itu menunjukkan tingkat
kesamaan yang tinggi.
2) Sedang, yaitu seperti tes yang sudah distandarisasi, tetapi
pandangan subjektif skor masih mungkin muncul dalam
penilaian dan interpretasinya.
3) Fleksibel, yaitu seperti beberapa jenis tes yang digunakan
oleh LBP (lembaga Bimbingan dan Penyuluhan) untuk
keperluan konseling.
d. Memiliki nilai Kepraktisan
Kepraktisan suatu tes juga penting diperhatikan. Suatu tes
dikatakan mempunyai kepraktisa yang baik jika kemungkinan
untuk menggunakan tes itu besar. Kriteria untuk mengukur praktis
tidaknya suatu tes dapat dilihat dari :
1) Biaya yang diperlukan untuk menyelenggarakan tes itu.
2) Waktu yang diperlukan untuk menyusun tes itu.
34 Ibid, hlm. 445. 35 Chabib Thoha, Op. Cit.
18
3) Sukar- mudahnya menyusun tes itu.
4) Sukar-mudahnya menilai tes itu.
5) Sulit-tidaknya menginterpretasikan (mengolah) hasil tes itu.
6) Lamanya waktu yang diperlukan untuk melaksanakan tes
itu. 36
6. Kegunaan Tes
Penting bagi kita untuk menentukan dahulu alasan mengadakan
tes. Kegunaan tes yang tepat memerlukan satu atau lebih tujuan yang
diperlukan dan penting. Perencanaan yang cerdas merupakan dasar
yang tepat dalam menggunakan hasil tes. Salah satu cara
pengelompokan kegunaan tes berdasarkan fungsi ada tiga, yaitu : para
pegawai sekolah atau personelnya yang bisa kita sebut dengan
administrator, supervisor, dan guru.37
a. Kegunaan bagi administrator
Hasil tes dapat digunakan untuk menyediakan data
perkembangan dan prestasi anak. Hal ini dimasukkan kedalam
kartu data kumulatif anak dan menjadi dasar data permanen
evaluasi pertumbuhan dan perkembangan individu maupun
kelompok kelas. Kegunaan yang lain untuk menyediakan laporan
bagi orang tua. Kemudian yang lain untuk menyediakan data bagi
laporan periodik perkembangan sekolah untuk perlindungan dalam
masyarakat. Dan yang terakhir adalah untuk membuat interpretasi
status anak lebih baik dan memudahkan penempatan dalam ruang
kelas yang cocok. 38
36 Ibid, hlm. 142. 37 Charles E. Skinner, Op. Cit.,, hlm. 440. 38 Ibid.
19
b. Kegunaan bagi supervisor
Demikian pula supervisor bisa menggunakan hasil tes bagi
bermacam-macam tujuan. Tugas utamanya yaitu membantu guru
melaksanakan tugas pengajaran yang lebih baik, itu dapat terwujud
dengan baik jika antara supervisor dan guru memiliki bukti status
anak. Jadi kegunaan tes bagi supervisor adalah untuk menentukan
status anak ataupun kelas dalam beberapa tujuan utama kurikulum.
Hal ini memperbolehkannya menandai perubahan yang diperlukan
dalam prosedur instruksional ataupun pembelajaran bagi siswa.
Tujuan yang lain adalah untuk mengevaluasi metode-metode
pengajaran atau materi-materi instruksional. 39
c. Kegunaan bagi guru
Guru menggunakan hasil tes untuk banyak tujuan, banyak
diantaranya sama dengan administrator dan supervisor. Dan
kegunaan hasil tes itu digunakan untuk mengukur diantaranya :
Pertama, Untuk menentukan status tiap anak dalam berbagai
subyek dan tujuan kurikulum. Kedua, untuk mengevaluasi status
dan tingkat pertumbuhan tiap anak dipandang dari segi umur dan
kemampuan. Ketiga, untuk mengidentifikasi kebutuhan pendidikan
tiap anak. Keempat, untuk mengidentifikasi anak berbakat, anak
normal dan anak yang lamban. Kelima, untuk mengelompokkan
anak pada kelompok kelasnya. Keenam, untuk menganalisa atau
mendiagnosa kesulitan anak dan tingkat pertumbuhan secara
individual. Ketujuh, untuk menetukan prestasi status sekolah pada
awal dan akhir semester. 40
39 Ibid, hlm. 441. 40 Ibid.
20
B. Validitas Tes
1. PengertianValiditas
Suatu tes hasil belajar dapat dikatakan baik jika memiliki ciri
atau mempunyai sifat valid atau shahih atau memiliki validitas. Kata
valid sering diartikan dengan tepat, benar, shahih, absah; jadi kata
validitas dapat diartikan dengan ketepatan, kebenaran, keshahihan,
atau keabsahan.41 Apabila kata valid dikaitkan dengan fungsi tes
sebagai alat pengukur, maka sebuah tes dikatakan valid jika tes
tersebut dengan secara tepat, secara benar, secara shahih, atau secara
absah dapat mengukur apa yang seharusnya diukur.
Menurut Anne Anastasi, dalam bukunya : Psychological
Testing, yang dikutip oleh Sumadi Suryabrata mendefinisikan
validitas tes sebagai berikut :
“Validity, i.e., the degree to which the test actually measures what it purports to measures”. 42
Artinya : Validitas ialah tingkat dimana dengan sesungguhnya
sebuah tes dapat mengukur apa yang hendak diukur.
Menurut Muhammad Abdul Kholik Muhammad dalam
kitabnya Ikhtibaarootun al-Lughoh, mendefinisikan validitas tes
adalah sebagai berikut :
ان صدق االختبار يعىن اىل اي مدى يقيس االختبار الشىيء : الصدق 43 .الذى وضع من اجله
Artinya : “Validitas tes adalah sejauh mana tes tersebut dapat
mengukur apa – apa yang hendak diukur”.
41 Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan , Op. Cit., hlm. 93. 42 Sumadi Suryobroto, Op. Cit., hlm. 23. 43 Muhammad Abdul Kholik Muhammad, Ikhtibaarootun al-Lughoh, (Jami’ah Malik
Su’ud : 1989), hlm. 48.
21
Dengan demikian alat – alat evaluasi, khususnya tes hasil belajar
dapat dikatakan tes yang valid apabila tes tersebut betul – betul dapat
mengukur hasil belajar.44 Jadi bukan sekedar mengukur daya ingatan
atau kemampuan bahasa saja.
2. Macam – Macam Validitas
Validitas sebuah tes dapat diketahui dari hasil pemikiran dan
dari hasil pengalaman. Dua hal yang pertama akan diperoleh validitas
logis (logical validity) dan hal yang kedua diperoleh validitas empiris
(empirical validity). Dua hal inilah yang dijadikan dasar
pengelompokan validitas.45
Secara garis besar ada dua macam validitas, yaitu validitas tes
dan validitas butir.46
a. Validitas Tes
Adapun jenis validitas tes secara umum dapat
dikelompokkan ke dalam 2 pengelompokkan, yaitu : Validitas
Logis dan Validitas Empiris.
1) Validitas Logis
Validitas logis mengandung arti logika / penalaran.
Dengan demikian maka validitas logis untuk sebuah
instrumen evaluasi menunjuk pada kondisi bagi sebuah
instrumen yang memenuhi persyaratan valid berdasarkan
hasil penalaran dan sudah dirancang secara baik, sesuai
dengan teori dan ketentuan yang berlaku.
Tes hasil belajar yang setelah dilakukan
penganalisisan secara rasional ternyata memiliki daya
ketepatan mengukur, disebut tes hasil belajar yang telah
memiliki validitas logika (logical validity). Istilah lain
44 Wayan Nurkancana, Op. Cit., hlm. 128. 45 Suharsimi Arikunto, Op. Cit., hlm. 64. 46 Anas Sudijono, Op. Cit., hlm. 65.
22
untuk validitas logika adalah : validitas rasional, validitas
ideal, atau validitas das sollen.47
Ada dua macam validitas logis yang dapat dicapai
oleh sebuah instrumen, yaitu : validitas isi dan validitas
konstruksi.
a) Validitas isi
Validitas isi artinya kejituan daripada suatu tes
ditinjau dari isi tes tersebut. Suatu tes hasil belajar
dikatakan valid, apabila materi tes tersebut betul –
betul merupakan bahan- bahan yang representatif
terhadap bahan – bahan pelajaran yang diberikan.48
Dan validitas isi mempersoalkan apakah isi butir tes
yang diujikan itu mencerminkan isi materi
kurikulum yang seharusnya diukur atau tidak.49.
b) Validitas konstruksi
Validitas konstruksi dapat diartikan sebagai
validitas yang bertilik dari segi susunan, kerangka,
atau rekaan. Sehingga tes hasil belajar dapat
dinayatakan memiliki validitas konstruksi, apabila
tes hasil belajar tersebut ditinjau dari segi susunan,
kerangka atau rekaannya telah dapat secara tepat
mencerminkan suatu konstruksi dalam teori
psikologis.50 Artinya dalam susunan atau
kerangkanya benar – benar tepat mengukur aspek-
aspek berpikir (aspek Kognitif, Afektif dan
psikomotorik). Cara lain untuk menetapkan validitas
konstruksi adalah menghubungkan (korelasi) alat
penilaian yang dibuat dengan alat penilaian yang
47 Ibid, hlm. 164. 48 Wayan Nurkancana, Loc. Cit., hlm. 129. 49 Chabib Thoha, Loc. Cit., hlm. 111. 50 Anas Sudijono, Loc. Cit., hlm. 166.
23
sudah baku (standardized) seandainya telah ada
yang baku. Bila menunjukkan koefisien korelasi
yang tinggi, maka alat penilaian tersebut memenuhi
validitasnya.51
2) Validitas Empiris
Dimaksud dengan validitas empiris adalah memiliki
pengertian pengalaman, sehingga sebuah instrumen
dikatakan memiliki validitas empiris apabila sudah diuji
dari pengalaman. Dengan demikian validitas empiris tidak
dapat diperoleh hanya dengan jalan menyusun instrumen
berdasarkan ketentuan seperti halnya validitas logis, tetapi
harus dibuktikan dengan hasil analisis yang dilakukan
terhadap data hasil pengamatan dilapangan, terbukti
bahwa tes hasil belajar itu dengan secara tepat telah dapat
mengukur hasil belajar yang seharusnya diukur.
Ada dua cara untuk mengetahui apakah tes hasil
belajar itu sudah memiliki validitas empiris ataukah
belum, yakni dari segi daya ketepatan meramalanya
(predictive validity) dan daya ketepatan bandingannya atau
“ada sekarang” (concurrent validity).52
a) Validitas Ramalan (predictive validity)
Memprediksi artinya meramal, dan meramal
selalu mengenai hal yang akan datang jadi sekarang
belum terjadi. Sebuah tes memiliki validitas ramalan
atau prediksi apabila mempunyai kemampuan untuk
meramalkan apa yang akan terjadi pada masa yang
akan datang.53
51 Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, ( Bandung : Remaja
Rosdakarya, 1999), hlm. 15. 52 Anas Sudijono, Op. Cit., hlm. 168. 53 Suharsimi Arikunto, Loc. Cit., hlm. 66.
24
Jika sebuah Perguruan Tinggi mampu
meramalkan keberhasilan peserta tes dalam
mengikuti kuliah dimasa yang akan datang. Calon
yang tersaring berdasarkan hasil tes diharapkan
mencerminkan tinggi rendahnya kemampuan
mengikuti kuliah.
Sebagai alat pembanding validitas prediksi
adalah nilai – nilai yang diperoleh setelah peserta tes
mengikuti pelajaran di Perguruan Tinggi. Jika
ternyata siapa yang memiliki nilai tes tinggi ternyata
gagal dalam ujian semester I dibandingkan dengan
yang dahulu nilai tesnya lebih rendah maka tes
masuk yang dimaksud tidak memiliki validitas
prediksi.
b) Validitas Bandingan atau “ada sekarang” (concurrent
validity)
Validitas bandingan suatu tes artinya membuat
tes yang memiliki perbandingan atau kesamaan
dengan tes yang sejenis yang telah ada atau yang
telah dibakukan. Perbandingan atau kesamaan tes
terlingkupnya abilitas yang diukurnya, sasaran atau
objek yang diukurnya, serta waktu yang diperlukan.
Perbandingan atau kesamaan suatu tes adalah indeks
korelasi berdasarkan perhitungan korelasi. Apabila
menunjukkan indeks korelasi yang cukup tinggi,
yakni mendekati angka satu (korelasi sempurna),
berarti tes yang tersusun sudah memiliki validitas
bandingan atau kesamaan.54
54 Nana Sudjana, Op. Cit.., hlm. 15-16.
25
b. Validitas butir
Dimaksud dengan validitas butir dari suatu tes adalah,
ketepatan mengukur yang dimiliki oleh sebutir soal (yang
merupakan bagian tak terpisahkan dari tes sabagai suatu
totalitas), dalam mengukur apa yang seharusnya diukur lewat
butir soal tersebut.55
Apabila kita perhatikan secara cermat, maka tes – tes
hasil belajar yang dibuat atau disusun oleh guru atau para
pengajar sebenarnya adalah merupakan kumpulan dari sekian
banyak butir – butir soal; dengan butir mana para penyusun tes
ingin mengukur atau mengungkap hasil belajar yang telah
dicapai oleh masing – masing individu peserta didik, setelah
mereka mengikuti proses pembelajaran dalam jangka waktu
tertentu. Eratnya hubungan antara butir soal dengan tes hasil
belajar sebagai suatu totalitas itu kiranya dapat dipahami dari
kenyataan, bahwa semakin banyak butir – butir item yang dapat
di jawab dengan betul oleh testee, maka skor-skor total hasil tes
tes tersebut akan semakin tinggi. Sebaliknya semakin sedikit
butir-butir item yang dapat dijawab betul oleh testee, maka skor-
skor total hasil tes itu akan semakin rendah atau semakin
menurun.
Dengan demikian sebutir soal dapat dikatakan telah
memiliki validitas yang tinggi atau dapat dikatakan valid, jika
skor-skor pada butir soal yang bersangkutan memiliki
kesesuaian atau kesajajaran arah dengan skor totalnya; atau
dengan bahasa statistik : Ada korelasi positif yang signifikan
antara skor butir dengan skor totalnya.56
55 Anas Sudijono, Loc. Cit., hlm. 182. 56 Ibid, hlm. 184.
26
Bagan Tentang Validitas Tes dan Validitas butir57
3. Teknik Pengujian Validitas Tes
Penganalisisan terhadap tes hasil belajar sebagai suatu totalitas
dapat dilakukan dengan dua cara. Pertama, penganalisisan yang
dilakukan dengan jalan berpikir secara rasional atau penganalisisan
dengan menggunakan logika (logical analysis). Kedua, penganalisisan
yang dilakukan dengan mendasarkan diri kepada kenyataan empiris,
dimana penganalisisan dilaksanakan dengan menggunakan empirical
analysis.58
Untuk dapat menentukan apakah tes hasil belajar sudah
memiliki vaaliditas rasional ataukah belum, dapat dilakukan
penelusuran dari dua segi, yaitu dari segi isinya (content), dan dari segi
susunan atau konstruksinya (construct).
Sedangkan untuk mengetahui apakah tes hasil belajar sudah
memiliki validitas empirik ataukah belum, dapat dilakukan
penelusuran dari dua segi, yaitu dari segi daya ketepatan meramalnya
57 Ibid, hlm.191. 58 Ibid, hlm. 163.
Validitas
Validitas Tes
Logical validity= Validitas Logika= Validitas Rasional= Validitas Ideal= Validitas Das Sollen
Empirical Validity= Validitas Empiris= Validitas lapangan= Validitas Das Sein
Validitas butir
Content validity= Validitas Isi = Validitas kurikuler
Construct validity= Validitas konstruksi= Validitas Susunan
Predictive validity= Validitas Ramalan
Concurrent Validity= Validitas Bandingan= Validitas Pengalaman= Validitas Ada sekarang
27
(predictive validity) dan daya ketepatan bandingannya (concurrent
validity).59
Kemudian untuk melakukan pengujian validitas ramalannya
dengan kriterium yang telah ditentukan itu, cara yang sering digunakan
adalah dengan menerapkan Teknik Analisis Korelasional Product
Moment dari Karl Pearson.60 Selanjutnya untuk melakukan pengujian
validitas bandingan juga dapat menerapkan teknik yang sama dengan
validitas ramalan.
4. Teknik Pengujian Validitas Butir
Dari uraian yang telah dikemukakan diatas, kiranya menjadi
cukup jelas bahwa sebutir soal dapat dikatakan telah memiliki validitas
yang tinggi atau dapat dinyatakan valid, jika skor-skor pada butir soal
yang bersangkutan memiliki kesesuaian atau kesejajaran arah dengan
skor totalnya; atau dengan bahasa statistik : Ada korelasi positif yang
signifikan antara skor butir dengan skor totalnya. Skor total disini
berkedudukan sebagai variabel terikat (dependent variable), sedangkan
skor butir berkedudukan sebagai variabel bebas (independent
variable). Dengan demikian, maka untuk sampai pada kesimpulan
bahwa butir-butir yang ingin diketahui validitasnya, yaitu valid
ataukah tidak, kita dapat menggunakan teknik korelasi sebagai teknik
analisisnya. Sebutir soal dapat dinyatakan valid, apabila skor butir
yang bersangkutan terbukti mempunyai korelasi yang positif yang
signifikan dengan skor totalnya. Seperti diketahui, pada tes obyektif
maka hanya ada dua kemungkinan jawaban, yaitu betul dan salah.
Setiap butir soal yang dijawab dengan betul umumnya diberi skor 1
(satu), sedangkan untuk setiap jawaban yang salah diberikan skor 0
(nol). Jenis data seperti ini dalam dunia ilmu statistik dikenal dengan
nama data diskret murni atau data dikotomik.61
59 Ibid, hlm. 168. 60 bid, hlm. 170. 61 bid, hlm. 185.
28
Sedangkan skor total yang dimiliki oleh masing – masing
individu testee adalah merupakan hasil penjumlahan dari setiap skor
yang dimiliki oleh masing – masing butir soal adalah merupakan data
kontinyu.62
Menurut teori yang ada, apabila variabel I berupa data
kontinum (skor hasil tes), sedangkan variabel II berupa data diskrit
murni (betul atau salahnya testee dalam menjawab), maka teknik
korelasi yang tepat untuk digunakan dalam mencari korelasi antara
variabel I dengan variabel II adalah teknik korelasi point biserial
(rpbis).63
C. Reliabilitas Tes
1. Pengertian Reliabilitas
Reliabilitas sering diartikan dengan keterandalan atau keajegan.
Artinya suatu tes memiliki keterandalan bilamana tes tersebut dipakai
mengukur berulang–ulang hasilnya sama. Dengan demikian reliabilitas
dapat pula diartikan dengan keajegan atau stabilitas.64
Menurut Anne Anastasi dalam bukunya Psychological Testing,
mendefinisikan Reliabilitas tes sebagai berikut :
“Reliability refers to the consistency of scores obtained by the same persons when they are reexamined with the same test on different occasions, or with different sets of equivalent items.” 65
Artinya : Reliabilitas adalah konsisten atau keajegan atau ketetapan dari nilai yang diperoleh dari tiap individu yang sama manakala diadakan tes ulang dengan tes yang sama pada waktu yang berbeda atau dengan butir soal yang sejenis.
Menurut Muhammad Abdul Kholik Muhammad dalam
kitabnya Ikhtibaarootun al-Lughoh, mendefinisikan reliabilitas tes
adalah sebagai berikut :
62 Ibid, hlm. 184- 185. 63 Anas Sudijono, Pengantar Statistik Pendidikan, ( Jakarta : Rajawali, 1991 ), hlm. 245. 64 Chabib Thoha, Loc. Cit., hlm. 118. 65 Anne Anastasi dan Susana Urbina, Psychological Testing, (New York : Prentice-Hall,
1988), hlm, 84.
29
يقصد بالثبات عدم التذ بدب ىف االختبار اذا ما قصد بـه : الثبات 66 .ان يكون مبثابة املقياس
Artinya : “ Reliabilitas tes adalah tidak adanya perubahan-perubahan dalam tes yang dilaksanakan dengan menggunakan tes yang serupa”.
Tes Hasil belajar dikatakan baik apabila telah memiliki
reliabitas atau bersifat reliabel. Apabila istilah tersebut dikaitkan
dengan fungsi tes sebagai alat ukur mengenai keberhasilan belajar
peserta didik, maka sebuah tes tersebut dapat dinyatakan reliabel
apabila hasil-hasil pengukuran yang dilakukan dengan menggunakan
tes tersebut secara berulang kali terhadap subyek yang sama, senantiasa
menunujukkan hasil yang tetap sama atau sifatnya ajeg dan stabil.67
2. Faktor – Faktor yang Pengaruhi Reliabilitas
a. Luas tidaknya sampling yang diambil.
Makin luas suatu sampling, berarti tes makin andal.
b. Perbedaan bakat dan kemampuan murid yang di tes.
Makin variabel kemampuan peserta tes, berarti makin tinggi
keandalan koefisien tes. Tes yang diberikan kepada beberapa
tingkat kelas yang berbeda lebih tinggi keandalannya daripada
yang hanya diberikan kepada beberapa kelas yang sama karena
tingkat kelas yang berbeda akan menghasilkan achievement yang
lebih luas.
c. Suasana dan kondisi testing.
Suasana ketika sedang berlangsung testing, seperti tenang, gaduh,
banyak gangguan, pengetes yang marah-marah dapat mengganggu
pengerjaan tes sehingga dengan demikian mempengaruhi pula hasil
dan keandalan tes.68
66 Muhammad Abdul Kholik Muhammad, Op. Cit., hlm. 39. 67 Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan, Op. cit., hlm. 95. 68 M. Ngalim Purwanto, Op. Cit. hlm. 141.
30
3. Teknik Pengujian Reliabilitas
Berbeda dengan tes hasil belajar bentuk uraian, maka pada
bentuk tes objektif penentuan reliabilitas tes dapat menggunakan tiga
macam pendekatan, ketiga macam pendekatan tersebut adalah sebagai
berikut :69
a. Pendekatan Test-retest ( Pendekatan Bentuk Ulangan )
Yang dimaksud adalah untuk menguji reliabilitas tes
dengan jalan mengujikan tes tersebut dua kali atau lebih,
kemudian hasilnya dikorelasikan. Tujuan uji reliabilitas ini untuk
mengetahui koefisien stabilitas tes. Tes tersebut memiliki
keterandalan atau keajegan bilamana dipakai untuk mengukur
obyek yang sama dalam waktu yang berbeda–beda hasilnya tetap
sama. Ada enam (6) langkah yang dapat ditempuh pada uji
reliabilitas ini sebagai berikut :
1) Menyusun sebuah tes yang akan diukur reliabilitasnya.
2) Mengujikan tes yang tersusun tersebut (tahap I).
3) Menghitung skor hasil tes tahap I.
4) Mengujikan ulang tes yag tersusun tersebut (tahap II).
5) Menghitung skor hasil tes ulang (tahap II).
6) Menghitungan reliabilitas tes tersebut dengan jalan
mengkorelasikan skor tes I dengan skor tes II dengan rumus
korelasi rank – order (teknik korelasi tat jenjang) dari
Spearman.70
b. Pendekatan Alternate Form ( Pendekatan Bentuk Paralel )
Yang dimaksud adalah pengujian reliabilitas tes dengan
jalan melakukan pengukuran dengan menggunakan dua jenis tes
yang mana butir – butir soalnya sejenis tapi tidak sama, tes di
ujikan secara bersamaan oleh dua kelompok. Adapun untuk
mencari atau menghitung reliabilitas tes, dapat dipergunakan
69Anas Sudijono, Op. Cit., hlm. 213. 70Anas Sudijono, Op. Cit., hlm. 269.
31
teknik korelasi Product Moment dari Pearson atau teknik korelasi
rank – order dari Spearman (khusus untuk N kurang dari 30).71
Adapun langkah – langkah yang ditempuh adalah sebagai
berikut :72
1) Menyusun dua buah tes yang ekuivalen.
2) Mengujikan kedua tes tersebut (dalam kurun waktu yang
beriringan).
3) Memberikan skor hasil tes yang sudah diujikan, disusun
dengan memisahkan antara tes A dengan tes B.
4) Mencari koefisien stabilitas kedua tes (A dan B ) dengan
jalan mencari korelasinya melalui rumus korelasi Product
Moment.
c. Pendekatan Single Test – Single Trial (Pendekatan “serba
satu” )
Yang dimaksud adalah pengujian reliabilitas tes dengan
jalan melakukan pengukuran terhadap satu kelompok subyek,
dimana pengukuran dilakukan dengan hanya menggunakan satu
jenis alat pengukur, dan pelaksanaannya dilakukan sebanyak satu
kali saja. Adapun untuk mencari atau menghitung reliabilitas tes,
dapat menggunakan lima jenis formula, yaitu : a) Formula
Spearman-Brown, b) Formula Flanagan, c) Formula Rulon, d)
Formula Kuder- Richardson, dan e) Formula C. Hoyt.73
1) Metode Split-Half Reliability
Metode ini dipakai untuk megetahui tingkat
reliabilitas tes dengan jalan membelah tes menjadi dua
bagian dan skor kedua belahan tersebut dikorelasikan
dengan rumus tertentu.
71 Ibid, hlm. 273. 72 Chabib Thoha, Op. Cit., hlm. 123. 73 Anas Sudijono, Op. Cit., hlm. 214.
32
Cara melakukan pembelahan hasil tes tersebut dapat
dilakukan dengan dua jalan, yaitu membelah antara skor
ganjil dengan skor genap, atau membelah antara belahan
nomor atas dengan nomor bawah.
Adapun langkah secara umum yang ditempuh untuk
mencari reliabilitas tes ini adalah :74
a) Menyusun sebuah tes sebaiknya jumlah nomornya
genap, sehingga bila di belah jumlahnya sama.
b) Mengujikan tes tersebut pada satu sampel.
c) Menghitung skor masing – masing peserta tes dalam
dua kelompok skor, dapat dikelompokkan skor ganjil
dan genap; dapat pula dikelompokkan skor belahan
atas dan bawah.
d) Mencari reliabilitas setengah tes, dengan jalan
mengkorelasikan kedua skor tersebut dengan rumus
Product Moment, atau mencari deviasi pada belahan
ganjil genap.
e) Mencari reliabilitas satu tes penuh dengan
menggunakan rumus :
(1) Rumus Spearman- Brown
(2) Rumus Flanagan
(3) Rumus Rulon
2) Uji Homogenitas
Di antara metode untuk mengukur koefisien
konsistensi untuk mengetahui reliabilitas tes, dapat
digunakan pendekatan yang tidak membelah tes menjadi
dua. Hal ini disebabkan oleh dua kemungkinan, (a) Jumlah
butir ganjil, sehingga tidak dapat di belah menjadi dua.
74 Chabib Thoha, Loc. Cit., hlm. 124 .
33
(b) Komposisi antara butir-butir ganjil dan genap tidak
homogen, sehingga bila dibelah cenderung tidak memiliki
korelasi positif.75
Adapun langkah – langkah pencarian reliabilitasnya
adalah sebagai berikut :
a) Membuat tabel analisis butir tanpa harus
mengelompokkan nomor ganjil dan genap.
b) Menghitung proporsi yang menjawab benar dan
proporsi yang menjawab salah pada masing-masing
butir dalam tabel analisis butir.
c) Mengalikan proporsi yang menjawab benar dengan
yang menjawab salah.
d) Mencari varians (standar deviasi kuadrat) dari skor
total.
e) Menghitung reliabilitas tes dengan menggunakan
rumus :
(1) Rumus Kuder-Richardson (K-R 20 dan K-R 21)
(2) Rumus C. Hoyt / Alpha
Dari uraian yang telah dikemukakan diatas, kiranya
menjadi cukup jelas. Kemudian langkah pengujian
reliabilitas yang akan dilakukan dalam penelitian ini adalah
penulis akan menggunakan rumus : K-R 20.
Dengan alasan akan lebih tepat hasilnya apabila
dilakukan secara langsung terhadap butir–butir soal tes
yang bersangkutan.76
75 Ibid, hlm. 133 76 Anas Sudijono, Loc. Cit., hlm. 252.
34
Bagan Pendekatan Teknik Pengujian Reliabilitas tes Hasil Belajar 77
Teknik Pengujian Reliabilitas
Tes Hasil Belajar Tes Hasil Belajar Bentuk Uraian Bentuk Obyektif (Essay Test) (Objektive Test) Rumus Alpha
Tiga Macam Pendekatan
Pendekatan Pendekatan Pendekatan Single test- Single Trial Tes – Retest Alternate Form (=single test- single trial = (=Single Test- Double (=Double Test- Pendekatan “serba satu”) Trial Method= Double Trial-= Lima Formula Bentuk Ulangan) Bentuk Paralel)
Formula Korelasi item gasal Spearman- Dengan Item Genap Brown
Korelasi Belahan kiri Teknik Belah dua Dengan belahan kanan (split–half Technique)
Formula Varian Deviasi Belahan I
Flanagan dengan Belahan II
Formula Varian Beda skor Belahan I Rulon dengan Belahan II
Formula Analisis langsung terhadap Rumus K-R 20 Kuder butir-butir item tes yang Richardson bersangkutan Rumus K-R 21
Formula Interaksi antara subyek Teknik Analisis
C. Hoyt dengan item Varian (ANAVA)
D. Pelajaran Akhlak pada SMP Muhammadiyah 08 Mijen
1. Kurikulum Akhlak
Sebagai mata pelajaran yang menyelaraskan dan menserasikan
hubungan manusia dengan Allah, hubungan antar sesama manusia,
serta hubungan dengan lingkungan sekitar. Standar kompetensi mata
pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) berisi sekumpulan
kemampuan yang harus dikuasai siswa selama menempuh pendidikan
77 Ibid, hlm. 278.
35
di SMP. Sedangkan Pendidikan Agama Islam yang ada di SMP
Muhammadiyah 08 terbagi menjadi 5 unsur atau sub mata pelajaran
PAI; yaitu : Aqidah, Ibadah, Akhlak, al-Qur’an, dan Tarikh.78
Kemampuan-kemampuan yang tercantum dalam komponen
kemampuan dasar ini merupakan penjabaran dari kemampuan dasar
umum yang harus dicapai di SMP khususnya pada Akhlak yaitu :
- Mampu berakhlak mulia dengan meneladani sifat, sikap dan
kepribadian Rosululloh serta Khulafaur Rosyidin. 79
Berdasarkan kemampuan dasar umum Pendidikan Agama
Islam, kemampuan dasar sub mata pelajaran Akhlak adalah sebagai
berikut :
- Berperilaku dengan sikap – sikap terpuji
- Menghindari sifat – sifat tercela.
- Bertata krama.80
a. Tujuan Pembelajaran Akhlak
Pendidikan Agama Islam di SMP bertujuan untuk
menumbuhkan dan meningkatkan keimanan melalui pemberian
dan pemupukan pengetahuan, pengahayatan, pengamalan serta
pengalaman peserta didik tentang agama Islam sehingga menjadi
manusia Muslim yang terus berkembang dalam hal keimanan,
ketaqwaannya kepada Allah SWT, serta berakhlak mulia dalam
kehidupan pribadi, bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Adapun tujuan lain yang berkaitan dengan pengajaran
Akhlak sesuai dengan tujuan pembelajaran umum kelas III
semester genap adalah : 81
78 Majlis Pendidikan Dasar dan Menengah, Kurikulum Dasar dan Menengah
Muhammadiyah (Garis-Garis Besar Program Pengajaran Sekolah Menengah Umum dan Kejuruan), PW Muhammadiyah Ja-Teng, 2002, hlm. ii
79 Departemen Pendidikan Nasional, Standar Kompetensi Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam (Sekolah Menengah Pertama dan Madrasah Tsanawiyah), ( Jakarta : 2003 ), hlm. 11- 12.
80 Ibid, hlm. 12. 81 Majlis Pendidikan Dasar dan Menengah, Op. Cit., hlm. 45.
36
1) Siswa memiliki sifat sabar dan mengamalkan kedalam
kehidupan sehari-hari.
2) Siswa memiliki pengetahuan dan pemahaman tentang nikmat
Allah serta mampu mensyukuri dan mengamalkan dalam
kehidupan sehari-hari.
b. Materi Pelajaran Akhlak
Adapun materi akhlak untuk kelas III semester VI / genap
meliputi :82
1) Sabar
a) Ajaran Islam tentang sabar
b) Peranan sabar dalam kehidupan
2) Syukur atas nikmat Allah SWT
a) Yang berkaitan dengan kesempurnaan manusia
b) Yang berkaitan dengan alam sekitar
c) Nikmat Allah yang bersifat materi dan non materi
d) Nikmat yang berkaitan dengan peradaban
2. Pembelajaran Akhlak
Di dalam kelas peranan siswa sebagai bagian yang lebih besar
dalam proses pembelajaran sangatlah menentukan sehingga diperlukan
adanya persiapan–persiapan yang matang diharapkan dalam
pentransferan pengetahuan berjalan seoptimal mungkin. Oleh karena
itu dibutuhkan pendekatan-pendekatan dalam pembelajaran. Adapun
pendekatan-pendekatannya adalah sebagai berikut : 83
a. Pendekatan Rasional
Pendekatan ini berupaya untuk melakukan perubahan atau
pemantapan struktur kognisi anak didik (akal dan pikiran),
dalam memahami dan menghayati ajaran Islam.
b. Pendekatan Pembiasaan
82 Ibid, hlm. 42. 83 Departemen Pendidikan Nasional, Loc. Cit., hlm. 13
37
Pendekatan ini dilakukan dengan membiasakan anak didik
dilingkungan sekolah, untuk selalu melaksanakan ajaran Islam
baik pelaksanaan ibadah ritual maupun hubungan dengan
sesama warga sekolah dan lingkungannya.
c. Pendekatan Pengalaman
Pendekatan ini berupa penyampaian pengalaman
keberagamaan kepada para anak didik, dalam rangka pembinaan
dan penanaman nilai-nilai ajaran Islam.
d. Pendekatan Keteladanan
Guru pengajar PAI dan Ke-Muhammadiyahan khususnya
dan semua guru memberikan contoh dan teladan kepada anak
didik aik di lingkungan sekolah maupun di lingkungan
masyarakat. Perwujudan pengamalan ajaran Islam dalam
kehidupan sehari-hari.
e. Pendekatan Emosional
Pendekatan ini bermaksud membangkitkan perasaan dan
emosi anak didik dalam memahami dan membudayakan ajaran
Islam.
f. Pendekatan Fungsional
Pendekatan ini menyajikan ajaran Islam dengan menitik
beratkan pada aspek kemanfaatan agama Islam bagi anak didik
dalam kehidupan yang selamat baik di dunia maupun di akherat.
3. Obyek Penilaian
Penilaian terhadap kegiatan dan hasil belajar mengajar siswa
dimaksudkan untuk mengumpulkan data sebagai bahan pertimbangan
dalam membantu perkembangan selanjutnya dan atau menetapkan
keberhasilan siswa. Disamping penilaian itu penilaian siswa
merupakan bagian integral dari kegiatan pendidikan di SMP,
dimaksudkan untuk memperoleh keterangan tentang kegiatan dan
kemajuan belajar siswa. Penilaian terhadap bidang studi pendidikan
38
Agama Islam di SMP mencakup tiga aspek, yakni aspek pengetahuan
(kognitif), aspek sikap (afektif) dan aspek ketrampilan
(psikomotorik).84
Ketiga ranah tersebut saling berhubungan, walaupun untuk
keperluan klasifikasi tujuan instruksional, salah satunya mungkin lebih
ditonjolkan daripada lainnya, dan yang selanjutnya akan menjadi
obyek penilaian. Adapun penjelasan berikut contoh soal untuk
evaluasi dari masing-masing ranah dapat dikemukakan seperti di
bawah ini.
a. Ranah Kognitif (cognitive domain) ini meliputi :
1) Pengetahuan (knowledge), yang dimaksud adalah tingkat
kemampuan yang harus dikuasai siswa untuk mengenal
(recognition) dan mengingat kembali (recall) konsep, fakta
dan informasi. Kata-kata kerja operasional yang biasa
digunakan untuk merumuskan TIK, yang sekaligus untuk
menakar jenjang penguasaan tersebut ialah :
mengindentifikasikan, menyebutkan, menunjukkan,
mendefinisikan, menyatakan, dan sebagainya. 85 Contoh
hasil belajar kognitif pada jenjang pengetahuan adalah
menyebutkan ciri-ciri orang yang sabar ketika mendapatkan
musibah, sebagai salah satu materi pelajaran Akhlak.
2) Pemahaman (comprehension), yang dimaksud adalah
tingkat kemampuan yang diharapkan dikuasai siswa untuk
memahami atau menangkap makna dan fakta dari bahan
yang dipelajari. Tingkat ini lebih sulit daripada
pengetahuan, karena memerlukan pemikiran. Kata-kata
kerja operasional yang biasa digunakan untuk merumuskan
TIK jenjang pemahaman, antara lain : menjelaskan,
84 Ibid, hlm. 14. 85 Abd. Rachman Abror, Psikologi Pendidikan, ( Yogyakarta : Tiara Wacana, 1993 ), Cet.
IV, hlm. 163.
39
menguraikan, mengubah, memperkirakan, menyimpulkan,
memberi contoh, menafsirkan, menentukan, dan
membedakan. 86 Contoh hasil belajar kognitif pada jenjang
pemahaman adalah jelaskan cara kita mensyukuri nikmat
Allah, sebagai salah satu materi pelajaran Akhlak.
3) Penerapan (application), ialah kemampuan yang dituntut
agar yang bersangkutan mampu menerapkan atau
menggunakan apa yang telah diketahui dan dipahami dalam
situasi yang baru. Kemampuan ini setingkat lebih tinggi
dari kemampuan sebelumnya, karena hanya dengan bekal
memahami suatu kaidah belum tentu membawa
kemampuan untuk menerapkan pada situasi yang baru.
Kata kerja operasional yang biasa digunakan untuk
merumuskan TIK jenjang penerapan ini, antara lain :
mendemonstrasikan, menghitung, menyesuaikan,
menemukan. 87 Contoh hasil belajar kognitif pada jenjang
penerapan adalah peserta didik mampu memikirkan tentang
penerapan konsep sabar, sebagai salah satu materi pelajaran
Akhlak.
4) Analisa (analysis), yaitu kemampuan untuk menguraikan
atau merinci sesuatu kedalam unsur-unsurnya, sehingga
struktur keseluruhan dapat dipahami dengan sebaik-
baiknya. Kemampuan ini lebih tinggi dari kemampuan
sebelumnya, dan dapat berupa memahami dan menguraikan
bagaimana proses terjadinya, cara bekerjanya, atau
bagaimana sistematikanya. Kata-kata kerja operasional
yang bisa digunakan untuk merumuskan TIK jenjang
analisa, antara lain : memisahkan, menerima,
menghubungkan, memilih, membandingkan,
86 Ibid. 87 Ibid, hlm. 164.
40
mempertentangkan, membagi. 88 Contoh hasil belajar
kognitif pada jenjang analisa adalah peserta didik dapat
merenungkan dan memikirkan wujud nyata dari kesabaran
seoarang siswa di rumah, di sekolah, dan dalam kehidupan
sehari-hari di tengah-tengah masyarakat, sebagai salah satu
materi pelajaran Akhlak.
5) Sintesis (synthesis), kemampuan untuk membentuk atau
menyatukan unsur-unsur menjadi suatu bentuk yang
menyeluruh. Kemampuan ini setingkat lebih tinggi dari
kemampuan sebelumnya, karena dituntut kriteria untuk
menemukan pola dan struktur organisasi. Kata-kata kerja
operasional yang dipergunakan untuk merumuskan TIK
jenjang sintesa, antara lain : mengkatagorikan,
mengkombinasikan, mengarang, menciptakan, mengatur,
menyusun kembali, menyimpulkan, mempolakan. 89
Contoh hasil belajar kognitif pada jenjang analisa adalah
peserta didik dapat menulis karangan tentang pentingnya
mensyukuri nikmat Allah, sebagai salah satu materi
pelajaran Akhlak.
6) Penilaian (Evaluation), yaitu kemampuan untuk
membentuk pendapat yang mengandung penilaian atau
suatu pernyataan, konsep, situasi, dan sebagainya
berdasarkan suatu kriteria tertentu. Kemampuan ini
merupakan tingkat tertinggi dari kemampuan sebelumnya,
karena mencakup semua kemampuan yang telah
dikemukakan sebelumnya. Kata-kata kerja operasional
yang bisa digunakan untuk merumuskan TIK jenjang
evaluasi ini, antara lain : menafsirkan, menilai,
menentukan, mempertimbangkan, membuktikan,
88 Ibid. 89 Ibid.
41
mendukung, menolak, menaksir dan sebagainya. 90 Contoh
hasil belajar kognitif pada jenjang evaluasi adalah peserta
didik mampu menimbang-nimbang tentang manfaat yang
dapat dipetik oleh seseorang yang berlaku sabar, sebagai
salah satu materi pelajaran Akhlak.
b. Ranah Afektif (affective domain) ini meliputi :
1) Penerimaan (receiving), yaitu kepekaan terhadap suatu
perangsang dan kesediaan untuk memperhatikannya, seperti
buku pelajaran, penjelasan guru, walaupun demikian,
penerimaan dan perhatian di sini masih pasif. Kata-kata
kerja operasional yang bisa digunakan untuk merumuskan
TIK jenjang penerimaan ialah menanyakan, memilih,
mengikuti, menjawab, melanjutkan, menyatakan,
menempatkan. 91 Contoh hasil belajar afektif pada jenjang
penerimaan adalah bagaimana tindakan anda kalau anda
diberi nikmat rizki oleh Allah, sebagai salah satu materi
pelajaran Akhlak.
2) Merespon (responding), yaitu kerelaan untuk
memperlihatkan reaksi terhadap norma tertentu;
menunjukkan kesediaan dan kerelaan untuk merespon; dan
merasa puas dalam merespon. Kata-kata kerja operasional
yang bisa digunakan untuk merumuskan TIK jenjang
merespon ialah menjawab, mendiskusikan, menghormat,
berbuat, melakukan, membaca, melaporkan, menceritakan
dan sebagainya. 92 Contoh hasil belajar afektif pada jenjang
merespon adalah peserta didik tumbuh hasratnya untuk
mempelajari lebih dalam, ajaran-ajaran Islam tentang
90 Ibid, hlm. 165. 91 Ibid. 92 Ibid.
42
kesabaran dengan cara mendiskusikan, sebagai salah satu
materi pelajaran Akhlak.
3) Penilaian (valuing), yaitu mencakup kemampuan untuk
memberikan penilaian terhadap sesuatu dan membawa diri
sesuai dengan penilaian itu. Sikapnya mulai terbentuk;
menerima suatu norma, mengahargai suatu norma dan
mengikat diri pada suatu norma. Dan kemampuan yang
serupa itu dinyatakan dalam suatu perkataan atau tindakan.
Kata-kata kerja operasional yang bisa digunakan untuk
menyusun TIK jenjang penilaian ialah melengkapi,
menggambarkan, membedakan, menerangkan, mengikuti,
mengusulkan, mengambil bagian dan sebagainya. 93 Contoh
hasil belajar afektif pada jenjang penilaian ini adalah
tumbuh kemauan yang kuat pada peserta didik untuk
berlaku sabar dimanapun berada, sebagai salah satu materi
pelajaran Akhlak.
4) Organisasi (organization), yaitu mencakup kemampuan
untuk membentuk suatu konsep tentang suatu nilai sebagai
pedoman dan pegangan dalam kehidupan; dan menyusun
suatu sistem nilai. Kata-kata kerja operasional yang bisa
digunakan untuk menyusun TIK jenjang organisasi ialah
mengubah, mengatur, menggabungkan, membandingkan,
melengkapi, merumuskan, mempertahankan,
memperbandingkan, dan sebagainya. 94 Contoh hasil
belajar afektif pada jenjang organisasi ini adalah uraikan
secara singkat dan jelas bagaimana prinsip kerja menurut
ajaran Islam, sebagai salah satu materi pelajaran Akhlak.
5) Karakterisasi menurut nilai atau kompleks nilai
(characterization by a value or value complex), yaitu
93 Ibid. 94 Ibid, hlm. 166.
43
mencakup kemampuan untuk menghayati dan mewujudkan
nilai-nilai dalam kehidupannya sedemikian rupa sehingga
menjadi milik pribadinya dan menjadi bagian dari
pribadinya. Kata-kata kerja operasional yang bisa
digunakan untuk menyusun TIK jenjang pembentukan pola
hidup ini adalah bertindak, menyatakan, memperlihatkan,
mempraktekkan, melayani, membuktikan, menunjukkan,
mempersoalkan, dan sebagainya. 95 Kemampuan ini sulit
dirumuskan secara konkret, kecuali lewat pengamatan
dengan memperlihatkan indikator-indikatornya, Misalnya
bagaimana seseorang memperlihatkan kesabaran dan
syukurnya terhadap Allah.
c. Ranah Psikomotorik (psychomotoric domain )
Ranah psikomotorik adalah ranah yang berkaitan dengan
ketrampilan (skill) atau kemampuan bertindak setelah seseorang
menerima pengalaman belajar tertentu.96 Hasil belajar
psikomotorik ini sebenarnya adalah merupakan kelanjutan dari
hasil belajar kognitif dan afektif. Hasil belajar kognitif dan
afektif akan menjadi hasil belajar psikomotorik apabila peserta
didik telah menunjukkan perilaku atau perbuatan tertentu sesuai
dengan makna yang terkandung dalam ranah kognitif dan
afektifnya. Jika hasil belajar kognitif dan afektif dengan materi
tentang kesabaran dan syukur nikmat menurut ajaran Islam
sebagaimana telah dikemukakan pada pembicaraan meteri akhlak
diatas, maka wujud nyata dari hasil belajar psikomotorik yang
merupakan kelanjutan dari hasil belajar kognitif dan afektif itu
adalah : 97
95 Ibid. 96 Anas Sudijono, Loc. Cit., hlm. 57. 97 Ibid. hlm 58.
44
1) Peserta didik bertanya kepada guru Akhlak tentang contoh-
contoh kesabaran yang telah ditunjukkan oleh Rosululloh
SAW, para sahabat, para ulama dan lain-lain.
2) Peserta didik mencari dan membaca buku-buku, majalah-
majalah, atau brosur-brosur, surat kabar, dan lain-lainya
yang membahas tentang kesabaran dan syukur nikmat.
3) Peserta didik dapat memberikan penjelasan kepada teman
sekelasnya di sekolah, atau kepada adiknya, atau kepada
anggota masyarakat lainnya, tentang pentingnya kesabaran
dan syukur nikmat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari..
4) Peserta didik menganjurkan kepada teman-temannya atau
adik-adiknya, agar bersikap sabar dalam menghadapi
masalah dan bersyukur bila mendapat rizki yang banyak
dari Allah SWT.
5) Peserta didik memberikan contoh-contoh kesabaran dan
mensyukuri nikmat.