BAB II PERAN KKG DAN PENGAWAS SEKOLAH A. Pengertian ...
Transcript of BAB II PERAN KKG DAN PENGAWAS SEKOLAH A. Pengertian ...
33
BAB II
PERAN KKG DAN PENGAWAS SEKOLAH
A. Pengertian, Fungsi dan Tugas KKG
1. Pengertian KKG
Kelompok Kerja Guru (KKG), adalah suatu organisasi
profesi guru yang bersifat non struktural yang, dibentuk oleh
guru-guru di Sekolah Dasar,di suatu wilayah atau gugus
sekolah,sebagai sarana untuk saling bertukar pengalaman
guna meningkatkan kemampuan guru dan memperbaiki
kualitas pembelajaran.1
Dari pengertian tersebut di atas dapat kita tarik
kesimpulan bahwa kelompok kerja guru adalah ajang
perkumpulan untuk membicarakan masalah-masalah yang
dihadapi dalam proses belajar mengajar sehingga guru
tersebut lebih profesional dan meningkatkan mutu dari proses
pembelajaran itu sendiri.
Oleh karena itu, pemberdayaan KKG sangat
dimungkinkan untuk menjadi sarana efektif guna
1Depdiknas,Buku IV Kurikulum Tingkat satuan Pendidikan Untuk
Sekolah Dasar Mata Pelajaran Pendidikan Jasmani. (Jakarta Dirjen
Dikdasmen Direktorat Pend, TK SD) h. 3
34
meningkatkan kinerja para guru di lapangan. Karenanya,
diperlukan reformasi organisasi dan manajemen KKG agar
organisasi ini memiliki kemampuan untuk menjadi wadah
yang efektif untuk meningkatkan mutu dan kinerja guru di
daerah.2.
Tangyong dan kawan-kawan,3
mengemukakan
bahwa:Kelompok kerja guru berguna sebagai sarana
kreatifitas guru yang, membantu guru mengembangkan topik,
menunggu sumbangan gagasan baru daru guru, sumber
informasi, sarana komunikasi, bengkel kerja yang berguna,
merupakan laboratorium tempat percobaan guru, tempat
pembinaan kekeluargaan, dan merupakan pusat perpustakaan
bagi guru:
Pendapat berbeda disampaikan Supriadi. Menurutnya,4
penyusun program gugus dan Kelompok Kerja Guru (KKG)
yang kurang jelas, pembiayaan dan sarana prasarana yang
kurang mendukung, tingkat kebersamaan diantara guru
2Depdiknas,Ibid. h. 3
3A.F. Tangyong dkk., Buku Panduan Kelompok Kerja Guru,
(Jakarta:Depdikbud, 1990), h. 9. 4Dedi Supriadi., Mengangkat Citra dan Martabat Guru, (Adicita
Karya Nusa, 1998), h. 240
35
dirasakan kurang mendukung, waktu pelaksanaan sedikit,
kurang tepat memilih pengurus, menjadikan KKG lesu.
Programnya menjadi kegiatan yang rutin, tidak bervariasi dan
mengakibatkan kejenuhan; pertemuan-pertemuan tidak
menghasilkan sesuatu yang konkkrit yang bermanfaat bagi
anggota. Anggota dan pengurus belum dapat
mengidentifikasikan permasalahan lapangan sehari-hari.
Permasalahan-permasalahan tersebut sangat dirasakan
bukan hanya oleh guru itu sendiri, akan tetapi oleh para
pembina teknis dan pihak-pihak terkait lainnya. Secara teoritis
upaya perubahan perilaku guru melalui kegiatan kelompok
kerja guru merupakan pendekatan yang paling efektif dan
terarah dalam meningkatkan pengetahuan, kemampuan
pembelajaran dan kemampuan mengembangkan diri yang
sekaligus berdampak bagi kinerja guru.
2. Fungsi KKG
Adapun fungsi KKG menurut Mangkoesapoetra
adalah:5
(1) menyusun program jangka panjang, jangka
5
Arif Mangkoesapoetra, “Memberdayakan MGMP Sebuah
Keniscayaan”, Artikel.http/www.Artikel.us/art 05-14.html. Diunduh 17
Agustus 2019.
36
menengah dan jangka pendek serta mengatur jadwal dan
tempat kegiatan secara rutin, (2) memotivasi para guru untuk
megikuti kegiatan KKG secara rutin baik ditingkat sekolah,
wilayah maupun kabupaten (3) meningkatkan mutu
kompetensi profesionalisme guru dalam perencanaan,
pelaksanaan, dan pengujian/Penilaian pembelajaran dikelas
sehingga mampu mengupayakan peningkatan dan pemerataan
mutu pendidikan di sekolah
3) Tugas KKG
Tugas KKG menurut buku pedomanya adalah:6 (1)
mengakomodir aspirasi dari, oleh dan untuk anggota, (2)
mengakomodir aspirasi masyarakat, steakholder dan siswa,
(3) melaksanakan perubahan yang lebih kreatif dan inovatif
dalam proses pembelajaran, (4) mitra kerja Dinas Pendidikan
dalam menyebarkan informasi kebijakan pendidikan.
Sedangkan menurut Mangkoesapoetra tugas KKG
adalah: (1) reformator dalam claissroom reform, terutama
dalam oerientasi pembelajaran efektif, (2) mediator dalam
6Depdiknas, Op. Cit. h. 4
37
pengembangan dan peningkatan kompetensi guru terutama
dalam pengembangan kurikulum dan sistim pengujian, (3)
suproting agency dalam inovasi manajemen kelas dan
manajemen sekolah, (4) collabolator terhadap unit terkait dan
organisasi profesi yang relevan, (5) evaluator dan develover
school reform dalam konteks MPMBS (6) clinical dan
academic supervisor dengan pendekatan penilaian appiraisal.
B. Pengertian, Fungsi dan Tugas Pengawas
1. Pengertian Pengawas Sekolah.
Pengawas Sekolah adalah pejabat fungsional yang
berkedudukan sebagai pelaksana teknis, untuk melaksanakan
kepengawasan pendidikan terhadap sejumlah sekolah tertentu
yang telah ditunjuk/ditetapkan.7
2. Fungsi Pengawas
Oteng Sutisna (1998),8
memposisikan pengawasan
sekolah sebagai pengawasan pengajaran yang memiliki
fungsi-fungsi pokok sebagai berikut :
7Djam‟an Satori, Pengawasan dan Penjaminan Mutu Pendidikan,
(Bandung: Alfabeta,2016), h. 96 8
Oteng Sutisna, Administrasi Pendidikan Dasar dan Teori untuk
Praktik Profesional, (Bandung: Angkasa, 1998)
38
a. Memberi bantuan teknologis dan psikologis bagi para guru
dan kepala sekolah.
b. Melakukan perbaikan dan pengembangan kurikulum.
c. Memberikan bantuan pengembangan kemampuan kepada
guru.
d. Menilai pengadaan, alokasi dan penyebaran alat dan
perlengkapan pelajaran.
e. Mengevaluasi dan mengembangkan tujuan-tujuan
pendidikan.
f. Mengkoordinasikan program-program pendidikan.
g. Melakukan penelitian.
h. Menyebarkan informasi mengenai penemuan-penemuan
baru di bidang pendidikan,
i. Melakukan bimbingan pelaksanaan program-program baru
di bidang pendidikan.
Jika memperhatikan kewenangan pengelolaan
pendidikan, maka dengan sendirinya kedudukan pengawas
berada di tingkat kabupaten/kota. Pengawas Sekolah sebagai
pejabat fungsional adalah mitra kerja Kepala Dinas
39
Pendidikan Kabupaten/Kota. Pengawas Sekolah adalah ujung
tombak pada sasaran dalam rangka pembinaan, penilaian, dan
pemantauan proses berlangsungnya pendidikan dan
pengajaran di tiap-tiap sekolah.
3. Tugas Pengawas.
Pengawas Sekolah mempunyai tugas pokok menilai
dan membina penyelenggaraan pendidikan pada sejumlah
sekolah tertentu, baik negeri maupun swasta yang menjadi
tanggung jawabnya. Tanggung jawab utama Pengawas
Sekolah adalah meningkatkan kualitas proses belajar
mengajar. Spektrum kegiatan Pengawas Sekolah meliputi :
a. Menyusun program pengawasan sekolah.
b. Menilai hasil belajar / bimbingan siswa dan kemampuan
guru.
c. Mengumpulkan dan mengolah data sumber daya
pendidikan, proses belajar mengajar / bimbingan, dan
lingkungan sekolah.
d. Menganalisis hasil belajar / bimbingan siswa, guru dan
sumber daya pendidikan.
40
e. Melaksanakan pembinaan kepada guru dan tenaga lainnya
di sekolah.
f. Menyusun laporan dan evaluasi hasil pengawasan.
g. Melaksanakan pembinaan lainnya di sekolah selain proses
belajar mengajar/ bimbingan siswa, dan
h. Melaksanakan evaluasi hasil pengawasan dari seluruh
sekolah yang ada di lingkungan kabupaten / kota.
C. Pengertian Kesiapan
Dalam Kamus Psikologi, kata kesiapan (readiness)
diartikan dengan tingkat kematangan atau kedewasaan yang
menguntungkan untuk mempraktikkan sesuatu.9
Menurut
Slameto, kesiapan diartikan dengan keseluruhan kondisi
seseorang yang membuatnya siap untuk memberikan respons atau
jawaban dalam cara tertentu terhadap suatu situasi. Penyesuaian
kondisi pada suatu saat akan berpengaruh atau berkecenderungan
untuk memberi respons. James Drever, seperti dikutip Slameto,
Readiness diartikan dengan preparedness to respond or react.
9
J.P. Chaplin, Kamus Lengkap Psikologi (Jakarta:Raja
Rafiondo,2006), 419.
41
Kesiapan adalah kesediaan untuk memberi rsepon atau bereaksi.
Dan Thorndike mengartikan „Kesiapan‟ dengan prasyarat untuk
belajar ke tahap berikutnya.10
Menurut Hamalik kesiapan adalah keadaan kapasitas yang
ada pada diri siswa dalam hubunngan dengan tujuan pengajaran
tertentu.11
Cronbach seorang ahli pendidikan yang dikutip oleh
Seomanto mengartikan Readiness dengan segenap sifat atau
kekuatan yang membuat seseorang dapat bereaksi dengan cara
tertentu.12
D. Peran KKG dan Pengawas
1. Peran KKG
UU No. 14/2005 mengamanatkan guru untuk memiliki
(a) kualifikasi akademik minimum S1/ DIV, (b) kompetensi
sebagai agen pembelajarn yaitu kompetensi pedagogik,
kepribadian, sosial, dan profesional, dan (c) sertifikat
10
Slameto, Belajar dan Faktor-faktor Yang Mempengaruhinya
(Jakarta: Rineka Cipta, 2003). 11
Oemar Hamalik, Perencanaan Pengajaran Berdasarkan
Pendekatan Sistem (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), 94. 12
Wasty Soemanto, Psikologi Pendidikan (Jakarta: Rineka Cipta,
1998).
42
pendidik. Agar guru dapat memilki kompetensi sebagai agen
pembelajaran sebagaimana yang diamanatkan dalam undang-
undang tersebut, maka harus senantiasa meningkatkan
kompetensinya secara terus menerus melalui berbagai upaya
antara lain melalui pelatihan, kegiatan karya tulis ilmiah,
pertemuan di kelompok kerja dan musyawarah kerja
diantaranya melalui Kelompok kerja Guru (KKG).
KKG sebagai salah satu wadah profesional guru (baik
guru kelas maupun guru mata pelajaran) yang berada pada
satuan wilayah Kabupaten/ Kota/Kecamatan/gugus sekolah
adalah organisasi sekolah nonstruktural yang bersifat mandiri,
berasaskan kekeluargaan, dan tidak mempunyai hubungan
hirarkis dengan lembaga lain. KKG mewadahi kegiatan
profesional guru terutama yang bertanggung jawab untuk
mengelola kegiatan belajar mengajar di kelas.
Menurut pedoman KKG (Depdiknas, 2004:4)13
KKG
berperan untuk (1) mengakomodir aspirasi dari, oleh dan
untuk anggota, (2) mengakomodir aspirasi masyarakat,
13
Depdiknas, Ibid., h. 4.
43
steakholder dan siswa, (3) melaksanakan perubahan yang
lebih kreatif dan inovatif dalam proses pembelajaran, (4) mitra
kerja Dinas Pendidikan dalam menyebarkan informasi
kebijakan pendidikan.
Sedangkan menurut Mangkoesapoetra (2004)14
peranan
KKG adalah: (1) reformator dalam claissroom reform,
terutama dalam oerientasi pembelajaran efektif, (2) mediator
dalam pengembangan dan peningkatan kompetensi guru
terutama dalam pengembangan kurikulum dan sistim
pengujian, (3) suproting agency dalam inovasi manajemen
kelas dan manajemen sekolah, (4) collabolator terhadap unit
terkait dan organisasi profesi yang relevan, (5) evaluator dan
develover school reform dalam konteks MPMBS (6) clinical
dan academic supervisor dengan pendekatan penilaian
appiraisal.
Jaringan kerja guru yang selama ini diakui dan tengah
berjalan di Indonesia dinamakn Musyawarah Guru Mata
Pelajaran (MGMP) untuk guru SMP/SMA/SMK, dan
14
Mangkoesapoetra, Op. Cit.,h. 3
44
Kelompok Kerja Guru (KKG) untuk guru SD yaitu organisasi
non struktural di tingkat kabupaten/kota.
Tujuan umum dari pembentukan MGMP dan KKG
adalah untuk mengembangkan kreativitas dan inovasi dalam
meningkatkan profesionalisme guru. Sedangkan tujuan khusus
pembentukan MGMP/KKG menurut Suyanto &Asep Djihad
adalah:15
1. Memperluas wawasan dan pengetahuan guru mata
pelajaran dalam upaya mewujudkan pembelajaran yang
efektif, efisien dan menyenangkan.
1. Mengembangkan kultur kelas yang kondusif sebagai
tempat proses pembelajarn yang menyenangkan,
mengasyikan dan mencerdaskan siswa, dan
2. Membangun kerjasama dengan masyarakat sebagai mitra
guru dalam melaksanakan proses pembelajaran.
Kegiatan MGMP dan KKG dapat diklasifikasikan
menjadi beberapa jenis kegiatan yaitu :
1. Peningkatan penguasaan materi mata pelajaran
15
Suyanto dan Asep Djihad, Calon Guru dan Guru Profesional,
(Yogyakarta: Multi Pressindo, 2013), h. 275-276.
45
Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman
guru terhadap materi ajar.
2. Peningkatan pemahaman kurikulum
3. Peningkatan kualitas pembelajaran
Kegiatan ini bertujuan agar guru mempunyai keterampilan
dan kemampuan melaksanakan pembelajaran yang efektif
dan efisien.
4. Peningkatan kemampuan evaluasi
2. Peran Pengawas
Pengawas sekolah berkedudukan sebagai pelaksana
teknis fungsional di bidang pengawasan akademik dan
manajerial pada sejumlah satuan pendidikan yang ditetapkan.
Merujuk pada satuan pendidikan, maka kemudian jabatan
pengawas dibedakan menjadi pengawasan TK, pengawasan
SD, pengawasan SMP, pengawasan SMA, dan pengawasan
SMK.16
Pengawas yang profesional memiliki kemampuan
melaksanakan supervisi akademik dan manajerial secara
16
Zainal Aqib, Penelitian Tindakan Kelas (PTK) untuk Guru, SD,
SLB, TK, (Yrama Widya: Bandung), h. 5-6.
46
efektif dan efisien yang mampu membawa peningkatan mutu
pendidikan. Dengan memperhatikan PERMENPAN dan RB
Nomor 21 Tahun 2010 Pasal 5 maka tugas pokok dan fungsi
pengawas sekolah adalah melaksanakan tugas pengawasan
akademik dan manajerial pada satuan pendidikan yang
meliputi penyusunan program pengawasan, pelaksanaan
pembinaan, pemantauan pelaksanaan 8 Standar Nasional
Pendidikan (SNP). Penilaian, pembimbingan dan pelatihan
profesional guru, evaluasi hasil pelaksanaan program
pengawasan.
Secara umum kompetensi adalah seperangkat
kemampuan yang meliputi pengetahuan, keterampilan,
kecakapan atau kapabilitas yang dimiliki seseoang, sehingga
ia mampu menampilkan perilaku kognitif, afektif, dan
psikomotor tertentu sesuai dengan tugas dan tanggung
jawabnya secara optimal. Dari pengertian di atas dapat
dipaparkan bahwa17
“kompetensi pengawas mencakup
kemampuan yang direfleksikan pada pengetahuan, sikap, dan
17
Nana Suidjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar,
(Bandung: Remaja Rosdakarya, 2012), h. 53-55.
47
keterampilan dalam melaksanakan tugas-tugas pokok dan
fungsi jabatan profesional sebagai pengawas sekolah”.
Dengan memperhatikan kemampuan yang harus dimiliki
pengawas sekolah tersebut sesuai dengan kebutuhan
pengelolaan manajemen di sekolah, tuntutan kurikulum 2013,
kebutuhan masyarakat dan perkembangan ilmu pengetahuan,
teknologi, dan seni.
Selanjutnya paradigma yang digunakan dalam
menyusun kompetensi pengawas dikembangkan atas dasar
tugas pokok dan fungsi pengawas sebagai supervisor.
Evaluasi supervisi pendidikan adalah suatu proses
menentukan tingkat keberhasilan supervisi akademik dengan
menggunakan patokan-patokan tertentu guna mencapai tujuan
pendidikan yang telah ditentukan sebelumnya.18
Menurut Aqib,19
“pengawasan dengan meliputi :
(1) Pengawasan sekolah,
(2) Pengembangan Profesi,
(3) Teknis operasional, dan wawasan kependidikan.
18
Ali Imron, Manajemen Peserta Didik Berbasis Sekolah (Jakarta:
Bumi Aksara 2012), h.196. 19
Zainal Aqib, Penelitian Tindakan Kelas (PTK), Op. Cit., h. 102
48
Selain itu untuk meningkatkan profesionalisme
pengawas sekolah melakukan pengembangan profesi secara
berkelanjutan dengan tujuan untuk menjawab tantangan dunia
pendidikan yang semakin komplek dan untuk lebih
mengarahkan sekolah ke arah pencapaian tujuan pendidikan
yang efektif, efisien, dan produktif.
Fungsi utama supervisi pendidikan ditujukan pada
perbaikan dan peningkatan kualitas pengajaran. Chester Harris
menyatakan bahwa fungsi utama supervisi ialah membina
program pengajaran yang ada sebaik-baiknya sehingga selalu
ada usaha perbaikan. Sedangkan Briggs mengungkapkan
bahwa fungsi utama supervisi bukan perbaikan pembelajaran
saja, tapi untuk mengakomodasi, menstimulasi, dan
mendorong kearah pertumbuhan profesi guru.20
a. Prinsip KKG
Prinsip KKG adalah: (1) merupakan organisasi yang
mandiri, (2) dinamika organisasi yang dinamis
berlangsung secara alamiah sesuai dengan kondisi dan
20
Sahertian, Konsep Dasar & Teknik Supervisi Pendidikan, (Jakarta:
Rineka Cipta, 2008), h. 21.
49
kebutuhan, (3) mempunyai visi dan misi dalam upaya
mengembangkan pelayanan pendidikan khususnya proses
pembelajaran efektif dan efisien, (4) kreatif dan inovatif
dalam mengembangkan ide-ide pembelajaran yang efektif
dan efisien, (5) memiliki anggaran dasar dan anggaran
rumah tangga (AD/ART).21
b. Kegiatan KKG
Kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan dalam
pertemuan KKG menurut pedoman KKG (Depdinas,2004)
antara lain: (1) meningkatkan pemahaman kurikulum.
Kegiatan KKG dilaksanakan dalam rangka untuk
meningkatkan pemahaman guru mengenai kurikulum yang
dipakai dalam proses pembelajaran beserta perangkat yang
dibutuhkan dalam mengajar sesuai dengan tuntunan
kurikulum, sehingga setelah mengikuti KKG guru
diharapkan dapat membuat perangkat pembelajaran dan
dapat menjalankan kurikulum yang digunakan dengan
benar, (2) mengembangkan silabus dan sistim
21
Depdiknas, Loc. Cit.
50
penilaian.Guru diharapkan mampu mengembangkan silabus
yang sudah ada dan diharapkan mampu memilih metode
penilaian pembelajaran disesuaikan dengan materi,
kemampuan siswa, media alat bantu pembelajaran, (3)
mengembangkan dan merancang bahan ajar. Guru dilatih
untuk dapat mengembangkan bahan pelajaran pokok
sehingga guru diharapkan mampu menyusun rancangan
bahan pelajaran, (4) meningkatkan pemahaman tentang
pendidikan berbasis luas (broadbased education) dan
pendidikan berorientasi kecakapan hidup (lifeskill). Bahwa
guru dalam mengajar tidak hanya berfokus pada materi
yang diajarkan tetapi mampu menanamkan keterampilan
kepada siswa (5) mengembangkan model pembelajaran
efektif. Guru dalam mengajar harus fokus terhadap
pencapaian tujuan pembelajaran dengan menggunakan
model pembelajaran yang bervariasi. (6) mengembangkan
dan melaksanakan analisis saran pembelajaran. Guru
mampu merencanakan sarana pembelajaran yang tepat
untuk menunjang pencapaian tujuan pembelajaran. (7)
51
mengembangkan dan melaksanakan pembuatan alat
pelajaran sederhana. Guru dapat membuat alat pembelajaran
sesuai dengan materi dan kemampuan sekolah guna
menunjang pencapaian tujuan pembelajaran. (8)
mengembangkan dan melaksanakan program pembelajaran
berbasis komputer. Penerapan sistim komputer terhadap
materi yang diajarkan, (9) mengembangkan media dalam
melaksanakan proses belajar mengajar. Guru mampu
merencanakan dan mengembangkan media apa yang cocok
untuk digunakan dalam pembelajaran sehingga dapat
mempermudah pencapaian tujuan pembelajaran.
3. Peningkatan Kompetensi Guru
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan,
pasal 28 dinyatakan bahwa: Pendidikan harus memiliki
kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen
pembelajaran, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki
kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
52
Sebagai agen pembelajaran, dimana seorang guru
memiliki beberapa fungsi yaitu: guru sebagai fasilitator, guru
sebagai motivator, guru sebagai pemacu, dan guru sebagai
pemberi inspirasi.Beberapa kemampuan yang harus dimiliki
oleh seorang guru berkaitan dengan kompetensi pedagogik
adalah: kemampuan mengelola pembelajaran, pemahaman
terhadap peserta didik, perencanaan pembelajaran,
pelaksanaan pembelajaran yang mendidik dialogis,
pemanfaatan teknologi pembelajaran, Penilaian hasil belajar
dan pengembangan peserta didik. Sementara untuk
kompetensi profesional kemampuan mencakup: memahami
jenis materi pembelajaran, mengurutkan materi pembelajaran,
mengorganisasikan materi pembelajaran, mendayagunakan
sumber pembelajaran, memilih dan menentukan materi
pembelajaran.
Kualifikasi akademi adalah tingkat pendidikan minimal
yang harus dipenuhi oleh seorang pendidik yang dibuktikan
dengan ijazah dan atau sertifikat keahlian yang relevan sesuai
ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Kompetensi
53
sebagai agen pembelajaran pada jenjang pendidikan dasar dan
menengah meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi
kepribadian, kompetensi profesional, dan kompetensi sosial.
Kompetensi Profesional merupakan kemampuan
penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam
yang meliputi: (a) dalam menyampaikan pembelajaran
mempunyai peranan dan tugas sebagai sumber materi yang
tidak kering dalam mengelola proses pembelajaran. Kegiatan
mengajarnya harus disambut oleh siswa sebagai suatu seni
pengelolaan proses pembelajaran yang diperoleh melalui
pelatihan, pengalaman dan kemauan belajar yang tidak pernah
putus, (b) dalam melaksanakan proses pembelajaran keaktifan
siswa harus diciptakan dan belajar terus dengan menggunakan
metode dan strategi mengajar yang tepat. Guru menciptakan
suasana yang dapat mendorong siswa untuk bertanya,
mengamati, mengadakan experiment serta menemkan fakta
dan konsep yang benar. Karena itu guru harus melakukan
kegiatan pembelajaran menggunakan multi media, sehingga
terjadi suasana belajar sambil bekerja, beajar sambil
mendengar, dan belajar sambil bermain sesuai konteks
54
materinya, (c) didalam pelaksanaan proses pembelajaran, guru
harus mmperhatikan prinsip-prinsip didaktif metodik sebagai
ilmu keguruan.misalnya bagaimana menerapkan prinsip
apresepsi, perhatian, kerja kelompok, korelasi dan prinsip-
prinsip lainnya, (d) daam hal Penilaian, secara teori dan
praktik guru harus dapat melaksanakan sesuai dengan tujuan
yang ingin diukurnya. Jenis tes yang digunakan untuk
mengukur hasil belahar harus benar dan tepat. Diharapkan
pula guru dapat menyusun butir soal secara benar, agar tes
yang digunakan dapat memotivasi siswa belajar.
4. Kemampuan Pembelajaran Guru
Dalam kegiatan pembelajaran perlu ada langkah-
langkah kongkrit, agar tujuan dan sasaran tercapai seoptimal
mungkin. Langkah-langkah itu diantaranya adalah :
a. Perencanaan
Perencanaan pembelajaran disusun sebelum terjadi
interaksi antara pendidik dan peserta didik, yang dimulai
setelah manganalisis tujuan dan bahan pembelajaran, serta
metode dan media pembelajaran yang akahn digunakan
55
agar sesuai dengan kebutuhan yang akan diinformasikan
melalui proses pembelajaran.
Seperti diungkapkan M. Sobry Sutikno,22
bahwa:
“kegiatan penting pada tahapan perencanaan pembelajaran adalah : a. mengecek atau membuat silabus
b. menentukan tujuan instruksional umum
c. menentuka tujuan instruksional khusus d. menentuka cara penilaian atau evalusi yang
akan dipakai untuk mengetahui kemampuan belajar peserta didik
e. menentukan waktu pelaksanaan
f. menentukan buku wajib dan pilihan
g. membuat ringkasan informasi atau hand out.
Disamping mempersiapkan hal-hal yang bersifat
teknis, guru pun perlu juga mempersiapkan kompetensi
akademis, maksudnya bahwa guru juga harus mau belajar
sehingga mampu dan menguasai apa yang akan diajarkan.
b. Pengorganisasian Kelas
Setelah guru merencanakan dengan seperangkat
kesiapannya dalam proses pembelajaran, guru juga
hendaknya melakukan pengorganisasian siswa di kelas
22
M. Sobry Sutikno, Belajar dan Pembelajaran: Upaya Kreatif dalam
Mewujudkan Pembelajaran yang Berhasil,(Bandung: Prospect, 2007), h. 44-45.
56
sesuai dengan situasi dan kondisi dimana siswa itu akan
mengikuti kegiatan.
Kegiatan ini tentu sudah dirancang sedemikian rupa
oleh guru guna memudahkan siswa mencerna apa yang
disampaikan guruseperti tercantum dalam tujuan
pembelajaran yang sudah disiapkan guru sebelumnya.
Dalam kegiatan ini guru harus dapat menciptakan situasi
yang kondusif, sehingga proses pembelajaran berjalan
sesuai rencana yaitu aktif, kreatif dan menyenangkan.
Pengorganisasian siswa di kelas dapat dilakukan
dengan cara klasikal, berkelompok, berpasangan atau
peserta didik memilih diantara teman sesuai dengan
pilihannya. Pengorganisasian ini semata-mata untuk
mengkondusipkan suasana kelas dalam rangka mencapai
keberhasilan pendidik dan peserta didik dalam satu paket
pembelajaran yang sudah direncanakan, ringkasnya
pengorganisasian ini bertujuan untuk melatih bekerjasama,
menanamkan jiwa kepemimpinan dan saling membantu
serta terjadinya pertukaran pengetahuan antar peserta didik.
57
Dari kegiatan ini guru akan dapat menghasilkan
catatan dari pengamatannya bahwa kreatifitas peserta
didik dalam satu paket pembelajaran dari mulai
pengorganisasian kelas, berkelompok sampai ke individu
dapat dimonitor sehingga diketahui siswa secara
perorangan atau kelompok mana yang dapat bekerjasama
untuk menghasilkan sesuatu dengan baik.
c. Pelaksanaan Kegiatan Pembelajaran
Untuk memulai proses ini guru hendaknya
memberikan motivasi terlebih dahulu kepada siswa,
untuk tetap bisa melaksanakan tugas yang akan
dikerjakan sesuai dengan petunjuk guru atau di dalam
lembar kerja siswa, dan siswa pasti akan memulai
pekerjaan dengan berbagai aktifitas yang akan
dilakukannya, di sini guru hendaknya berfunfgsi sebagai
fasilitator (memonitor dan mengawasi serta memfasilitasi
pembelajaran) untuk membantu para peserta didik
apabila ada peserta didik atau kelompok yang perlu
penjelasan, namun jangan lupa guru juga harus
58
berpandangan menyeluruh pada saat memperhatikan
kerja siwa agar para siswa merasa dirinya bukan hanya
diawasi tapi juga merasa dibimbing dan diperhatikan,
sehingga tidak akan menyebabkan para peseta didik kaku
dalam berbuat dan bertindak pada saat bekerja.
Seorang guru yang baik harus dapat
membangkitkan semangat peserta didiknya sehingga
terhindar dari rasa jenuh, dan sebaliknya akan timbul
gairah untuk belajar. Guru hendaknya menciptakan
suasana manis di kelas sehingga para siswa akan merasa
senang tapi mempunyai tanggungjawab yang besar
apalagi peserta didik yang ditunjuk sebagai ketua
kelompok misalnya, akan memantau bagaimana cara
kerja teman-temannya atau kondisi teman-temannya. Di
samping itu juga guru harus kreatif untuk dapat
mendorong belajar peserta didik, misalnya dengan
menggunakan media pembelajaran sebagai salah satu
pendukung suksesnya pembelajaran, media ini bisa
dibuat oleh guru sekalipun sederhana. Menurut
59
Heinich,23
”Dalam aktifitas pembelajaran, media dapat
didefinisikan sebagai sesuatu yang dapat memberikan
informasi dan pengetahuan dalam interaksi yang
berlangsung antara pendidik dan peserta didik” Beberapa
jenis media pembelajaran yang digambarkan M. Sobry
Sutikno 24
adalah:
a. Media grafis, gambar, photo,grafik,bagan atau
diagram,poster dan kartun, media ini juga sering
disebut media dua dimensi yaitu media yang
mempunyai ukuran panjang dan lebar.
b. Media tiga diomensi, yaitu dalam bentuk model
seperti model padat, model penampang, model
susun, model kerja, mick up, diorama.
c. Media proyeksi, seperti slide, film, strips,
penggunaan OHP, in focus, dll.
d. Penggunaan lingkungan sebagai media
pembelajaran.
23
Molenda & Russel Heinich, Teaching Reading Today’s In
Elementry Schools, (New Jersey Palo Alto, 1996). 24
M. Sobry Sutikno, Belajar dan Pembelajaran,Op. Cit, h. 5.
60
Kemudian perlu juga ditegaskan kepada para
peserta didik bahwa belajar itu tidak mesti terjadi di dalam
ruang kelas semata tetapi dapat juga dilakukan di luar
kelas atau lingkungan sekolah, karena sumber belajar itu
begitu luas, tidak hanya dibatasi oleh empat dinding
tembok saja, bahkan sesekali para siswa harus dibawa ke
tempat-tempat yang dianggap ada manfaat pendidikannya,
sehingga secara langsung obyek itu dapat diamati, di sini
pun daya imajinasi peserta didik dan apresiasi sumber
belajar sangat membantu para peserta didik, jelas ini akan
menambah pengalaman belajar peserta didik bahkan
bukan hanya itu saja, tetapi akan dapat pula menambah
pemahaman terhadap materi yang sedang ia pelajari atau
dibahas.
d. Penilaian Pembelajaran
Penilaian merupakan pengukuran ketercapaian
program pendidikan,proses penilaian mencakup
pengumpulan sejumlah bukti-bukti yang menunjukkan
pencapaian hasil belajar siswa. Penilaian berbasis kelas
61
menggunakan pengertian penilaian sebagai “assessment”
yaitu kegiatan yang dilakukan untuk memperoleh dan
mengefektifkan informasi tentang hasil belajar siswa pada
tingkat kelas selama dan setelah kegiatan belajar. Data
atau informasi dari penilaian berbasis kelas merupakan
salah satu bukti yang dapat digunakan untuk mengukur
keberhasilan suatu program pendidikan.
Penilaian kelas yang baik mensyaratkan adanya
keterkaitan langsung dengan aktivitas proses belajar
mengajar (PBM). Dengan demikian pula, PBM akan
berjalan efektif apabila didukung oleh penilaian kelas
yang efektif oleh guru.
Ragam penilaian kelas terdiri dari 1). Tes tertulis
yang merupakan tes dalam bentuk bahan tulisan ( baik
soal maupun jawabannya). Yang digunakan pada formatif
atau sumatif tes. Berbentuk objektif: pilihan ganda, benar
salah, menjodohkan. Non objektif; jawaban singkat atau
isian singkat, soal uraian, uraian bebas, pertanyaan lisan.
2). Penilaian Kinerja (Performance Assessment) adalah
62
penilaian dengan berbagai macam tugas dan situasi
dimana peserta tes diminta untuk mendemontrasikan dan
mengaplikan pengetahuan keberbagai macam kontek. 3).
Penilaian Fortofolio: kumpulan atau berkas pilihan yang
dapat memberikan informasi bagi suatu penilaian. 4).
Penilaian Proyek ; tugas yang harus diselesaikan dalam
periode/ waktu tertentu. 5). Penilaian hasil kerja adalah
penilaian terhadap keterampilan siswa dalam membuat
suatu produk benda tertentu dan kualitas produk tersebut.
6). Penilaian sikap merupakan penilaian yang
berhubungan dengan sifat bawaan, missal kecerdasan,
temperamen.25
e. Progam Perbaikan dan Pengayaan
Hasil belajar siswa adalah bentuk keberhasilan
dalam proses pembelajaran setelah berlangsung dalam
satu proses tatap muka yang diakhiri dengan Penilaian.
Tentu dalam Penilaian ini guru juga akan penuh kehati-
hatian karena latar belakang para siswa pun berbeda.
25
J.M. Olso, dan M.P. Zanna, Attitudes and Attitude Change. Annual
Review of Psychology, Refrences, Scientific Publishing, 1993, h. 44, 117-154
63
Secara sederhana hasil belajar yang mudah dilihat secara
keseluruhan adalah adanya siswa yang kurang atau lambat
dan siswa yang lebih cepat dalam belajarnya.
Progam perbaikan dan pengayaan ini dilaksanakan
setelah mengetahui kelemahan dan kekurangan peserta
didik baik dari dalam maupun dari luar. Karena itu
menelusuri kelemahan peserta didik harus dilakukan
secara cermat, tidak tertutup kemungkinan bagi para
peserta didik yang mengalami kesulitan belajar perlu
mendapat penanganan dan perhatian secara khusus pula
dari guru.
Khusus untuk peserta didik di sekolah dasar
biasanya banyak mengalami kesulitan belajar pada
membaca, menulis dan berhitung, ini semua memerlukan
kesabaran guru dalam membimbingnya, namun kesulitan
tersebut biasanya hanya berlangsung sesaat, namun jika
tidak ditangani dengan kesabaran maka akan mengganggu
proses pembelajran selanjutnya dan bisa pula menjadi
kesulitan belajar secara permanen.
64
f. Lingkungan sebagai sumber belajar
Seperti dikatakan dimuka bahwa pendidikan itu
bukan hanya tanggungjawab sekolah saja namun orang tua
dan masyarakat pun ikut bertanggungjawab di dalamnya,
karena itu keberhasilan pendidikan secara keseluruhan
adalah keberhasilan yang sesuai dengan harapan semua
pihak.
5. Efektivitas
Kata efektif berasal dari bahasa Inggris yaitu effective
yang berarti berhasil atau sesuatu yang dilakukan berhasil
dengan baik. Kamus ilmiah populer mendefinisikan efetivitas
sebagai ketepatan penggunaan, hasil guna atau menunjang
tujuan. Efektivitas merupakan unsur pokok untuk mencapai
tujuan atau sasaran yangtelah ditentukan di dalam setiap
organisasi, kegiatan ataupun program.
Disebut efektif apabila tercapai tujuan ataupun sasaran
seperti yang telah ditentukan. Hal ini sesuai dengan pendapat
H. Emerson yang dikutip SoewarnoHandayaningrat S yang
65
menyatakan bahwa “Efektivitas adalah pengukuran dalam arti
tercapainya tujuan yang telah ditentukan sebelumnya.”26
Sedangkan Georgopolous dan Tannembaum mengemukakan
bahwa27
“Efektivitas ditinjau dari sudut pencapaian tujuan, dimana
keberhasilan suatu organisasi harus mempertimbangkan
bukan saja sasaran organisasi tetapi juga mekanisme
mempertahankan diri dalam mengejar sasaran. Dengan
kata lain,penilaian efektivitas harus berkaitan dengan
mesalah sasaran maupun tujuan.”
Selanjutnya Steersmengemukakan bahwa28
“Efektivitas adalah jangkauan usaha suatu program sebagai suatu sistem dengan sumber daya dan sarana
tertentu untuk memenuhi tujuan dan sasarannya tanpa melumpuhkan cara dan sumber daya itu serta tanpa memberi tekanan yang tidak wajar terhadap
pelaksanaannya”.
Dari beberapa pendapat di atas mengenai efektivitas,
dapat disimpulkan bahwa efektivitas adalah suatu ukuran
yang menyatakan seberapa jauh target (kuantitas,kualitas dan
26
Soewarno Handayaningrat. Pengantar Studi Administerasi dan
Manajemen, (Jakarta: Haji Masagung, 1994), h. 16 27
Georgopolous Dan Tannenbaum, Efektifitas Organisasi, (Jakarta:
Erlangga, 1985), h. 50 28
M. Richard Steers, Efektifitas Organisasi, (Jakarta: Erlangga,
1985), h. 87
66
waktu) yang telah dicapai oleh manajemen, yang mana yang
dikemukakan oleh Hidayat yang menjelaskan bahwa29
“Efektivitas adalah suatuukuranyang menyatakan
seberapa jauh target (kuantitas,kualitas dan waktu) telah
tercapai. Semakin makin besar persentase target yang
dicapai, makin tinggi efektivitasnya”. tercapai. Dimana
makin besar persentase target yang dicapai, makin tinggi
efektivitasnya”.
Upaya mengPenilaian jalannya suatu organisasi,
dapat dilakukan melalui konsep efektivitas. Konsep ini
adalah salah satu faktor untuk menentukan apakah perlu
dilakukan perubahan secara signifikan terhadap bentuk dan
manajemen organisasi atau tidak. Dalam hal ini efektivitas
merupakan pencapaian tujuan organisasi melalui
pemanfaatan sumber daya yang dimiliki secara efisien,
ditinjau dari sisi masukan (input), proses, maupun keluaran
output). Dalam hal ini yang dimaksud sumber daya meliputi
ketersediaan personil, sarana dan prasarana serta metode dan
29
Hidayat, Teori Efektifitas Dalam Kinerja Karyawan, (Yogyakarta:
Gajah Mada Press, 1986).
67
model yang digunakan. Suatu kegiatan dikatakan efisien
apabila dikerjakan dengan benar dan sesuai dengan prosedur
sedangkan dikatakan efektif prosedur sedangkan dikatakan
efektif dengan benar dan memberikan hasil yang bermanfaat.
Mengukur efektivitas organisasi bukanlah suatu hal
yang sangat sederhana, karena efektivitas dapat dikaji dari
berbagai sudut pandang dan tergantung pada siapa yang
menilai serta menginterpretasikannya. Bila dipandang dari
sudut produktivitas, maka seorang manajer produksi
memberikan pemahaman bahwa efektivitas berarti kualitas
dan kuantitas (output) barang dan jasa. Tingkat efektivitas
juga dapat diukur dengan membandingkan antara rencana
yang telah ditentukan dengan hasil nyata yang telah
diwujudkan. Namun, jika usaha atau hasil pekerjaan dan
tindakan yang dilakukan tidak tepat sehingga menyebabkan
tujuan tidak tercapai atau sasaran yang diharapkan, maka hal
itu dikatakan tidak efektif.
68
E. Pengertian Kurikulum 2013
Sebelum mengkaji lebih jauh tentang penerapan
kurikulum 2013 bagi para guru, perlu dikemukakan terlebih
dahulu apa itu kurikulum. Kata “kurikulum” berasal dari bahasa
Yunani yang semula digunakan dalam bidang olahraga, yaitu
currere yang berarti jarak tempuh lari, yakni jarak yang harus
ditempuh dalam kegiatan berlari mulai dari start hingga finish.
Pengertian ini kemudian diterapkan dalam bidang pendidikan.
Dalam bahasa Arab, istilah “kurikulum” diartikan dengan
Manhaj, yakni jalan yang terang, atau jalan terang yang dilalui
oleh manusia ada bidang kehidupannya. Dalam konteks
pendidikan kurikulum berarti jalan terang yang dilalui oleh
pendidikan/guru dengan peserta didik untuk mengembangkan
pengetahuan keterampilan dan sikap serta nilai-nilai. Al-Khauly
seperti dikutip Muhaimin menjelaskan bahwa al-Manhaj sebagai
seperangkat rencana dan media untuk mengantarkan lembaga
pendidikan dalam mewujudkan pendidikan yang diinginkan.30
30
Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di
Sekolah Madrasah dan Perguruan Tinggi, (T.t. Rajawali Press, 2014), h. 1
69
Pengertian kurikulum yang dikemukakan oleh para ahli
rupanya sangat bervariasi, tetapi dari beberapa definisi itu ditarik
benang merah, bahwa di satu pihak ada yang menekankan pada
isi pelajaran atau mata kuliah, dan di lain pihak lebih
menekankan pada proses atau pengalaman belajar.
Pengertian yang lama tentang kurikulum lebih menekankan pada
isi pelajaran atau mata kuliah, dalam arti sejumlah mata pelajaran
atau kuliah di sekolah atau perguruan tinggi, yang harus ditempuh
untuk mencapai suatu ijazah atau tingkat; juga keseluruhan
pelajaran yang disajikan oleh suatu lembaga pendidikan.31
Atau
menuru al-Syaibany,32
terbatas pada pengetahuan-pengetahuan
yang dikemukakan oleh guru atau sekolah atau institusi
pendidikan lainnya dalam bentuk mata pelajaran-mata pelajaran
atau kitab-kitab karya ulama terdahulu, yang dikaji begitu lama
oleh para peserta didik dalam tiap tahap pendidikannya. Definisi
yang dikemukakan oleh Kemp, Morrison dan Ross,33
31
S. Nasution, Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar –
Mengajar, (Jakarta: Bumi Aksara, 1982). 32
O. al-Saibany, Falsafah Pendidikan, terj. Hasan Langgulung,
(Jakarta: Bulan Bintang, 1979). 33
E. I. Kemp, G.R. Morisson & S.M. Ross, Desaing Effective
Intruction, (New York: Merril Macmillan College, 1994).
70
menekankan pada isi mata pelajaran dan keterampilan-
keterampilan yang termuat dalam suatu program pendidikan.
Demikian pula definisi yang tercantum dalam UU Sisdiknas
Nomor 2/1989. Definisi kurikulum yang tertuang dalam UU
Sisdiknas Nomor 20/2003 dikembangkan ke arah seperangkat
rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran
serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan
kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan
tertentu. Dengan demikian, ada tiga komponen yang termuat
dalam kurikulum, yaitu tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara
pembelajaran, baik yang berupa strategi pembelajaran maupun
evaluasinya.
Definisi yang dikemukakan oleh Sarhan,34
menekankan
kepada sejumlah pengalaman pendidikan, budaya, sosial,
olahraga, dan seni yang disediakan oleh sekolah bagi para peserta
didiknya di dalam dan diluar sekolah, dengan maksud mendorong
mereka untuk berkembang menyeluruh dalam segala segi dan
mengubah tingkat laku mereka sesuai dengan tujuan pendidikan
34
Munir Sarhan al-Murshi, Fi al-Ijtima’ al-Tarbiyah, (Mesir:
Maktabah al-Anglo al-Misriyyah, 1978).
71
yang ditetapkan. Doll,35
menekankan pada semua pengalaman
yang ditawarkan kepada peserta didik dibawah bantuan atau
bimbingan sekolah atau perguruan tinggi itu sendiri, di rumah
ataupun di masyarakat. Termasuk di dalamnya berbagai upaya
guru/dosen dalam mendorong terjadinya pengalaman tersebut
serta berbagai fasilitas yang mendukungnya. Definisi yang senada
dengan dikemukakan oleh Saylor dan Alexander,36
bahwa
kurikulum adalah segala usaha sekolah/perguruan tinggi yang
bisa menghasilkan atau menimbulkan hasil belajar yang
dikehendaki, apakah di dalam situasi-situasi sekolah ataupun di
luar sekolah/perguruan tinggi. Demikian pula Oliva,37
yang
mendefinisikan kurikulum sebagai rencana atau program yang
menyangkut semua pengalaman yang dihayati peserta didik
dibawah pengarahan sekolah atau perguruan tinggi.
Masing-masing definisi dengan penekanannya tersebut
akan mempunyai implikasitertentu dalam pengembangan
35
Ronald C. Doll, Curriculum Improvement, Decision Making and
Process, (Boston: Ally and Bacon, Inc., 1974) 36
J. Galen Saylor dan William M. and Lewis Arthur J. Alexander,
Curriculum Planing for Better Teaching and Learning, (Holt-Reinhart and
Winston, 1981). 37
Peter Oliva, Developping the Curriculum, (New York: Longman,
1992).
72
kurikulum. Kurikulum yang menekankan pada isi bertolak dari
asumsi bahwa masyarakat bersifat statis, sedangkan pendidikan
berfungsi memelihara dan mewariskan pengetahuan, konsep-
konsep dan nilai-nilai yang telah ada, bagik nilai Ilahi maupun
nilai insani. Karena itu, kurikulum biasanya ditentukan oleh
sekelompok orang ahli, disusun secara sistematis dan logis sesuai
dengan disiplin-disiplin ilmu atau sistematsi ilmu yang dianggap
telah mapan, tanpa melibatkan guru/dosen apalagi peserta
didik/mahasiswa. Fungsi guru/dosen sebagai penjabar atau
penjelas dan pelaksana dalam pembelajaran baik dalam hal isi,
metode maupun evaluasi. Guru/dosen berperan sebagai
penyamp[ai informasi atau sebagai model dan ahli dalam disiplin
ilmu. Peran peseta didik bersifat pasif, sebagai penerima
informasi dan tugas-tugas dari guru/dosen.
Sedangkan kurikulum yang menekankan pada proses atau
pengalaman bertolak dari asumsi bahwa peserta didik sejak
dilahirkan telah memiliki potensi-potensi, baik potensi untuk
berpikir, berbuat, memcahkan masalah, maupunun belajar dan
berkembang sendiri. fungsi pendidikan adalah menciptakan
73
situasi atau lingkungan yang menunjang perkembangan potensi-
potensi tersebut. Karena itu, kurikulum dikembangkan dengan
bertolak pada kebutuhan dan minat peserta didik. Materi ajar
dipilih sesuai dengan minat dan kebutuhannya. Peserta didik
menjadi subjek pendidikan. Guru/dosen berfungsi sebagai
psikolog yang memahami segala kebutuhan dan masalah peserta
didik, ia berperan sebagai bidan yang membantu peserta didik
melahirkan ide-idenya, dan/atau sebagai pembimbing, pendorong,
fasilitator dan pelayan bagi peserta didik. Pengembangan
kurikulum dilakukan oleh guru dosen dengan melibatkan peserta
didik. Tidak ada kurikulum standar yang ada hanyalah kurikulum
minimal yang dalam implementasinya dikembangkan bersama
peserta didik. Isi dan proses pembelajarannya selalu berubah
sesuai dengan minat dan kebutuhan peserta didik.
Dari kedua pihak,yakni pihak yang menekankan isi dan
yang menekankan proses dan pengalaman, tersebut muncul pihak
ketiga yang berusaha memadukan kedua-duanya, dalam arti ia
menekankan baik pada isi maupun proses pendidikan atau
pengalaman belajar sekaligus. Pihak ini berasumsi bahwa
74
manusia adalah sebagai makhluk sosial yang dalam
kehidupannya selalu membutuhkan manusia lain, selalu hidup
bersama berinteraksi dan bekerja sam. Melalui kehidupan
bersama dan kerja sama itulah manusia dapat hidup, berkembang
dan mampu memenuhi kebutuhan hidup dan memecahkan
berbagai masalah yang dihadapi. Tugas pendidikan terutama
membantu agar peserta didik menjadi cakap dan selanjutnya
mampu ikut bertanggung jawab terhadap pembangunan dan
pengembangan masyarakatnya.
Isi pendidikan terdiri atas problem-problem yang aktual
yang dihadapi dalam kehidupan nyata di masyarakat. Proses
pendidikan atau pengalaman belajar peserta didik b erbentuk
kegiatan-kegiatan belajar kelompok yang mengutamakan kerja
sama, baik antar peserta didik, peserta didik dengan guru/dosen,
maupun antara peserta didik dan guru/dosen dengan sumber-
sumber belajar yang lain. Karena itu, dalam menyusun kurikulum
atau program pendidikan bertolak dari problem yang dihadapi
dalam masyarakat sebagai isi pendidikan, sedangkan proses atau
pengalaman belajar peserta didik adalah dengan cara
75
memerankan ilmu-ilmu dan teknologi, serta bekerja secara
kooperatif dan kolaboratif,
berupaya mencari pemecahan terhadap problem tersebut
menuju pembentukan masyarakat yang lebih baik. Adapun
kegiatan penilaian dilakukan untuk hasil maupun proses belajar.
Guru/dosen melakukan kegiatan penilaian sepanjang kegiatan
belajar.38
Sebagaimana di sebutkan di dalam Undang-undang
Nomor 20 tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional,
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai
tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai
pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk
mencapai tujuan pendidika tertentu. Berdasarkan pengertian
tersebut, kurikulum mempunyai dua dimensi, pertama, berkaitan
denngn rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan
pelajaran, kedua berkaitan dengan rencana dan pengaturan
mengenai bagaimana cara menyampiakan tujuan , isi, dan bahan
pelajaran itu kepada peserta didik. Dengan demikian, kurikulum
38
Muhaimin, Ibid. h. 5.
76
berisi tentang apa (what) tujuan, isi, dan bahan pelajaran dan
bagaimana (how) cara menyampaikannya. Kurikulum 2013 yang
diberlakukan mulai tahun ajaran 2013/2014 memenuhi kedua
dimensi tersebut.39
Dalam konsep kurikulum 2013 dikenal Kompetensi Inti
(KI) dan Kompetensi Dasar (KD). Kompetensi adalah
seperangkat sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang harus
dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh Peserta Didik setelah
mempelajari suatu muatan pembelajaran, menamatkan suatu
program, atau menyelesaikan satuan pendidikan tertentu Standar
Kompetensi Lulusan (SKL) Adalah kriteria mengenai kualifikasi
kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan
keterampilan. Standar Isi adalah kriteria mengenai ruang lingkup
materi dan tingkat Kompetensi untuk mencapai Komletensi
lulusan pada jenjang dan jenis pendidikan teretentu
(PP32/2013:pasal 1, ayat 4). Kompetensi Inti adalah tingkat
kemampuan untuk mencapai Standar Kompetensi Lulusan yang
harus dimiliki seorang Peserta Didik pada setiap tingkta kelas
39
Panitia Sertifikasi Guru, Modul Pendidikan dan Latihan Profesi
Guru (PLPG), (Semarang: LPTK Rayon 206 IAIN Wali Songo, 2013), h. 23.
77
atau program (PP32/2013:pasal 1, ayat 13), sedangkan pengertian
kompetensi Dasar adalah kemampuan untuk mencapai
Kompetensi Inti yang harus diperoleh Peserta Didik melalui
pembelajaran (PP32/2013 : pasal 1 ayat 14).
Landasan Yuridis Implementasi Kurikulum 2013
1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945.
2. Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 tentang sistem
pendidikan nasional.
3. Peraturan Pemerintah No.32 tahun 2013 tentang perubahan
PP No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.
4. Peraturan menteri pendidikan dan kebudayaan republik
Indonesia no 54 tahun 2013 tentang standar kompetensi
lulusan pendidikan dasar dan menengah.
5. Peraturan menteri Pendidikan dan kebidayaan republik
Indonesia no 65 tahun 2013 tentang standar proses pendidikan
dasar dan menengah.
6. Peraturan menteri pendidikan dan kebudayaan republik
indonesia no 66 tahun 2013 tentang standar penilaian
pendidikan.
78
7. Peraturan menteri pendidikan dan kebudayaan republik
indonesia no 67 tahun 2013 tentang kerangka dasar dan
struktur kurikulum sekolah dasar/madrasah ibtidaiyah.
8. Peraturan menteri pendidikna kebudayaan republik indonesia
no 68 tahun 2013 tentang kerangka dasar dan struktur
Kurikulum sekolah menengah pertama/madrasah tsanawiyah.
9. Peraturan menteri pendidikan dan kebudayaan republik
indonesia no 69 tahun 2013 tentang kerangka dasar dan
struktur kurikulum sekolah menengah atas/madrasah aliyah.
10. Peraturan menteri pendidikan dan kebudayaan republik
indonesia no 70 tahun 2013 tentang kerangka dasar dan
struktur kurikulum sekolah menengah kejuruan/madrasah
aliyah kejuruan.
11. Peraturan menteri pendidikan dan kebudayaan republik
indonesia nomor 71 tahun 2013 tentang buku pembelajaran
sebagai sumber utama.
Rasionalitas Pengembangan Kurikulum 2013
Sebagaimana disebutkan di dalam Permendikbud Nomor
67 tahun 2013 tentang Kerangka Dasardan Struktur Kurikulum
79
Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyyah, Nomor 68 tahun 2013
tentang Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum Sekolah
Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyyah, Nomor 69 tahun
2013 tentang Kerangka Dasardan Struktur Kurikulum Sekolah
Menengah Kejuruan/Madrasah Aliyah Kejuruan bahwa faktor-
faktor yang digunakan dalam pengembangan kurikulum 2013
adalah:
1. Tantangan Internal
Tantangan internal antara lain terkait dengan kondisi
pendidikan dikaitkan dengan tuntutan pendidikan yang
mengacu pada 8 (delapan) Standar Nasional pendidikan yang
meliputi standar isi, standar proses, standar kompetensi
lulusan, standar pendidik dan pembiayaan, dan standar
penilaian pendidikan.
Tantangan internal lainnya terkait dengan
perkembangan penduduk Indonesia dilihat dari pertumbuhan
penduduk usia produktif. Saat ini jumlah penduduk Indonesia
usia produktif (15-64 tahun) lebih banyak dari usia tidak
produktif (anak-anak berusia 0-14 tahun dan orang tua berusia
80
65 tahun ke atas). Jumlah penduduk usia produktif ini
diperkirakan akan mencapai puncaknya pada tahun 2020-
2035 pada saat angkanya mencapai 70%. Oleh sebab itu
tantangan besar yang dihadapi adalah bagaimana
mengupayakan agar sumber daya manusia usia produk yang
melimpah ini daapt ditransformasikan menjadi sumber daya
manusia yang memiliki kompetensi dan keterampilan melalui
pendidikan agar tidak menjadi beban.
2. Tantangan Eksternal
Tantangan eksternal antara lain terkait dengan arus
globalisasi dan berbagai isu yang terkait dengan masalah
lingkungan hidup,, kemajuan teknologi dan informasi,
kebangkitan industry kreatif dan budaya, dan perkembangan
pendidikan di tingkat internasional. Arus globalisasi akan
menggeser pola hidup masyarakat dari agraris dan perniagaan
tradisional menjadi masyarakat industry dan perdagangan
modern seperti dapat telrihat di World Trade Organization
(WTO), Association of Southeast Asian Nations (ASEAN)
(AFTA). Tantangan eksternal juga terkait dengan pergeseran
81
kekuatan ekonomi dunia, pengaruhg dan imbas teknosains
terkait serta mutu, investasi, dan transformasi bidang
pendidikan. Keikutsertaan Indonesia di dalam studi
International Trends in International Mathematics and
Science Study (TIMSS) dan Program for International
Student Assessment (PISA) sejak tahun 1999 juga
menunjukkan bahwa capaian anak-anak Indonesia tidak
menggembirakan dalam beberapa kali laporan yang
dikeluarkan TIMSS dan PISA. Hal ini disebabkan antara lain
banyaknya materi uji yang ditanyakan di TIMSS dan PISA
tidak terdapat dalam kurikulum Indonesia.
3. Penyempurnaan Pola Pikir
Kurikulum 2013 dikembangkan dengan
penyempurnaan pola pikir sebagai berikut:
1) Pola pembelajaran yang berpusat pada guru menjadi
pembelajaran berpusat pada peserta didik. Peserta didik
harus memiliki pilihan-pilihan terhadap materi yang
dipelajari untuk memliki kompetensi yang sama;
82
2) Pola pembelajaran satu arah (interaksi guru-peserta didik)
menjadi pembelajaran interaktif (interaktif guru-peserta
didik-masyarakat-lingkungan alam, sumber/ media
lainnya);
3) Pola pembelajaran terisolasi menjadi pembelajaran secara
jejaring (peserta didik dapat menimba ilmu dari siapa saja
dan dari mana saja yang dapat dihubungi serta diperoleh
melalui internet);
4) Pola pembelajaran pasif menjadi pembelajaran aktif-
mencari (pembelajaran siswa aktif mencari semakin
diperkuat dengan model pembelajaran pendekatan sains);
5) Pola belajar sendiri menjadi belajar kelompok (berbasis
tim)
6) Pola pembelajaran alat tunggal menjadi pembelajaran
berbasis alat multimedia;
7) Pola pembelajaran berbasis masal menjadi kebutuhan
pelanggan (users) dengan memperkuat pengembangan
potensi khusus yang dimiliki setiap peserta didik;
83
8) Pola pembelajaran ilmu pengetahuan tunggal
(monodiscipline) menjadi pembelajaran ilmu pengetahuan
jamak (multi disciplines); dan
9) Pola pembelajaran pasif menjadi pembelajaran kritis
4. Penguatan Tata Kelola Kurikulum
Pelaksanaan Kurikulum selama ini telah
menempatkan kurikulum sebagai daftar mata
pelajaran.Pendekatan Kurikulum 2013 untuk Sekolah
Menengah Kejuruan/Madrasah Aliyah Kejuruan diubah
sesuai dengan kurikulum satuan pendidikan. Oleh karena itu
dalam Kurikulum 2013 dilakukan penguatan tata kelola
sebagai berikut:
1) Tata kerja guru yang bersifat individual diubah menjadi
tata kerja yang bersifat kalaboratif;
2) Penguatan manajemen sekolah melalui penguatan
kemampuan manajamen kepala sekolah sebagai pimpinan
kependidikan (educational leader); dan
3) Penguatan sarana dan prasarana untuk kepentingan
manajemen dan proses pembelajaran.
84
5. Penguatan Materi
Penguatan materi dilakukan dengan cara pendalaman
dan perluasan materi yang relevan bagi peserta didik.
Karakteristik Kurikulum 2013
Kurikulum 2013 dirancang dengan karakteristik sebagai
berikut:
1. Mengembangkan keseimbangan antara pengembangan
sikap spiritual dan social, rasa ingin tahu, kreativitas,
kerja sama dengan kemampuan intelektual dan
psikomotorik;
2. Sekolah merupakan bagian dari masyarakat yang
memberikan pengalaman belajar terencana dimana
peserta didik menerapkan apa yang dipelajari di sekolah
ke masyarakat dan memanfaatkan masyarakat sebagai
sumber belajar;
3. Mengembangkan sikap, pengetahuan dan keterampilan
serta menerapkannya dalam berbagai situasi di sekolah
dan masyarakat;
85
4. Memberi waktu yang cukup leluasa untuk
mengembangkan berbagai sikap, pengetahuan, dan
keterampilan;
5. Kompetensi dinyatakan dalam bentuk kompetensi inti
kelas yang dirinci lebih lanjut dalam kompetensi dasar
mata pelajaran
6. Kompetensi inti kelas menjadi unsur pengorganisasi
(organizing elements) kompetensi dasar, dimana semua
kompetensi dasar dan proses pembelajaran dikembangkan
untuk mencapai kompetensi inti;
7. Kompetensi dasar dikembangkan didasarkan pada prinsip
akumulatif, saling memperkuat (reinforced) dan
memperkaya (enriched) antar matapelajaran dan jenjang
pendidikan (organisasi horizontal dan vertical).
6. Tujuan Kurikulum 2013
Kurikulum 2013 bertujuan untuk mempersiapkan
manusia Indonesia agar memiliki kemampuan hidup sebagai
pribadi dan warga Negara yang beriman, produktif, kreatif,
inovatif, dan afektif serta mampu berkontribusi pada
86
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara, dan
peradaban dunia.
7. Struktur Kurikulum
1. Kompetensi Inti (dari SD hingga SMA sama)
Kompetensi inti dirancang sering dengan meningkatnya
usia peserta didik pada kelas tertentu, Melalui kompetensi
inti, integrasi vertical berbagai kompetensi dasar pada
kelas yang berbeda dapat dijaga.
Rumusan kompetensi inti menggunakan notasi
sebagia berikut:
1. Kompetensi Inti-1 (KI-1)untuk kompetensi inti sikap
spiritual;
2. Kompetensi Inti-2 (KI-2) untuk kompetensi inti sikap
sosial;
3. Kompetensi Inti-3 (KI-3)untuk kompetensi inti
pengetahuan; dan
4. Kompetensi Inti-4 (KI-4) untuk kompetensi inti
keterampilan.
87
Kompetensi Inti (KI 1-4) selanjutnya dijabarkan menjadi
beberapa Kompetensi Dasar (KD). KD ini sudah ditentukan
di dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
tentang Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum sebagaimana
Permendikbud Nomor 67 tahun 2013 untuk SD/MI, Nomor
68 tahun 2013 untuk SMP/MTs, Nomor 69 tahun 2013 untuk
jenjang SMA/MA, Nomor 70 tahun 2013 untuk
SMK/MAK.40
F. Implementasi Kurikulum 2013 di Sekolah
Implementasi adalah suatu proses penerapan ide, konsep,
kebijaka atau inovasi dalam suatu tindakanpraktis sehingga
memberikan dampak, baik berupa perubahan
pengetahuan,keterampilan, maupun nilai dan sikap. Implementasi
kurikulum dapat diartikan sebagai aktualisasi kurikulum tertulis
dalam bentuk pembelajaran.41
Implementasi kurikulum adalah penerapan atau
pelaksanaan program kurikulum yang telah dikembangkan dalam
40
Panitia Sertifikasi Guru, Ibid., h. 41
Kusnandar, Guru Profesional: Implementasi Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan dan Sukses Dalam Sertifikasi Guru, (Jakarta: Raja Grafindo
Persada), 2007, h. 211.
88
tahap sebelumnya, kemudian diujicobakan dengan pelaksanaan
dan pengelolaan, sambil senantiasa dilakukan penyesuaian
terhadap siyuasi lapangan dan karakteristik peserta didik, baik
perkembangan intelektual, emosional maupun fisiknya.42
Dalam suatu sistem pendidikan, kurikulum itu sifatnya
dinamis serta harus selalu dilakukan perubahan dan
pengembangan, agar dapat mengikuti perkembangan dan
tantangan zaman. Meskipun demikian, perubahan dan
pengembangannya harus dilakukan secara sistematis dan terarah,
tidak asal berubah. Perubahan dan pengembangan kurikulum
tersebut harus memiliki visi dan arah yang jelas, mau dibawa ke
mana sistem pendidikan nasional dengan kurikulum tersebut.
Sehubungan dengan itu, sejak wacana perubahan dan
pengembangan Kurikulum 2013 digulirkan, telah muncul
berbagai tanggapan dari berbagai kalangan, baik yang pro
maupun kontra.43
42
Oemar Hamalik, Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum,
(Bandung: Remaja Rosda Karya, 2007), 328. 43
Anonimous, Pengembangan dan Implementasi Kurikulum 13, h. 59.
89
Menghadapi berbagai tanggapan tersebut, terutama “nada
miring” dari yang kontra terhadap perubahan kurikulum; Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan Muhammad Nuh dalam berbagai
kesempatan menegaskan perlunya perubahan dan pengembangan
Kurikulum 2013.Mendikbud mengungkapkan bahwa perubahan
dan pengembangan kurikulum merupakan persoalan yang sangat
penting, karena kurikulum harus senantiasa disesuaikan dengan
tuntutan zaman.Perlunya perubahan dan pengembangan
Kurikulum 2013 didorong oleh beberapa hasil studi international
tentang kemampuan peserta didik Indonesia dalam kancah
international. Hasil survey “Trends in International Math and
Science” tahun 2007, yang dilakukan oleh Global Institute,
menunjukkan hanya lima persen peserta didik Indonesia yang
mampu mengerjakan soal penalaran berkategori tinggi; padahal
peserta didik Korea dapat mencapai 71 persen. Sebaliknya, 78
persen peserta didik Indonesia dapat mengerjakan soal hapalan
berkategori rendah, sementara siswa Korea 10 persen. Data lain
diungkapkan oleh Programme for International Student
Assessment (PISA), hasil studinya tahun 2009 menempatkan
90
Indonesia pada peringkat bahwa 10 besar, dari 65 negara peserta
pelajaran sampai level tiga saja, sementara banyak peserta didik
dari Negara lain dapat menguasai pelajaran sampai level empat,
lima, bahkan enam. Hasil dari kedua survey tersebut merujuk
pada suatu simpulan bahwa: prestasi peserta didik Indonesia
tertinggal dan terbelakang. Dalam kerangka inilah perlunya
perubahan dan pengembangan kurikulum, yang dimulai dengan
penataan terhadap empat elemen standar nasional, yaitu standar
kompetensi kelulusan (SKL), standar isi, standar proses, dan
standar penilaian. Dalam padaitu dilakukan penataan terhadap
empat mata pelajaran, yakni: agama, PPKN, matematika, dan
bahasa Indonesia.
Perlunya perubahan kurikulum juga karena adanya
beberapa kelemahan yang ditemukan dalam KTSP 2006 sebagai
berikut (diadaptasi dari materi sosialisasi Kurikulum 2013).44
1. Isi dan pesan-pesan kurikulum masih terlalu padat, yang
ditunjukkan dengan banyaknya mata pelajaran dan banyak
44
Anonimous, Pengembangan dan Implementasi Kurikulum 13, h. 60.
91
materi yang keluasan dan kesukarannya melampaui tingkat
perkembangan usia anak.
2. Kurikulum belum mengembangkan kompetensi secara utuh
sesuai dengan visi, misi, dan tujuan pendidikan nasional.
3. Kompetensi yang dikembangkan lebih didominasi oleh aspek
pengetahuan, belum sepenuhnya menggambarkan pribadi
peserta didik (pengetahuan, keterampilan dan sikap).
4. Berbagai kompetensi yang diperlukan sesuai dengan
perkembangan masyarakat, seperti pendidikan karakter,
kesadaran lingkungan, pendekatan dan metode pembelajaran
konstruktifistik, keseimbangan soft skills and hard skills, serta
jiwa kewirausahaan, belum terakomoadsi di dalam kurikulum.
5. Kurikulum belum peka dan tanggap terhadap berbagai
perubahan social yang terjadi pada tingkat local, nasional
maupun global.
6. Standar proses pembelajaran belum menggambarkan urutan
pembelajarna yang rinci sehingga membuka peluang
penafsiran berpusat pada guru.
92
Penilaian belum menggunakan standar penilaian berbasis
kompetensi, serta belum tegas memberikan layanan remediasi
dan pengayaan secara berskala.45
Dalam kerangka inilah perlunya pengembangan
kurikulum 2013, untuk menghadapi berbagai masalah dan
tantangan masa depan yang semakin lama semakin rumit dan
kompleks. Berbagai tantangan masa depan tersebut antara lain
berkaitan dengan globalisasi dan pasar bebas, masalah
lingkungan hidup, pesatnya kemajuan teknologi informasi,
konvergensi ilmu dan teknologi, ekonomi berbasis pengetahuan,
kebangkitan industry kreatif dan budaya.
Untuk menghadapi tantangan tersebut, kurikulum harus
mampu membekali peserta didik dengan berbagai kompetensi.
Kompetensi yang diperlukan di masa depan sesuai dengan
perkembangan global antara lain: kemakpuan berkomunikasi,
kemampuan berpikir jernih dan kritis, kemampuan
mempertimbangkan segi moral suatu permasalahan, kemampuan
45 Imas Kurniasih dan Sani, Sukses Mengimplementasikan Kurikulum
2013: Memahami Berbagai Aspek dalam Kurikulum 2013, (Jakarta: Kata
Pena), h. 2014, 5-7.
93
menjadi warga Negara yang bertanggungjawab, kemampuan
mencoba untuk mengerti dan toleran terhadap pandangan yang
berbeda, kemampuan hidup dalam masyarakat yang mengglobal,
memiliki minat luas dalam kehidupan, memiliki kesiapan untuk
bekerja, memiliki kecerdasan sesuai dengan bakat/minatnya, dan
memiliki rasa tanggung jawab terhadap lingkungan.
Pengembangan kurikulum 2013 dilandasi secara filosofis,
yuridis, dan konseptual sebagai beriut.
1. Landasan filosofis
a. Filosofis Pancasila yang memberikan berbagai prinsip
dasar dalam pembangunan pendidikan.
b. Filosofi pendidikan yang berbasis pada nilai-nilai
luhur, nilai akademik, kebutuhan peserta didik dan
masyarakat.
2. Landasan yuridis
a. RPJMM 2010-2014 Sektor Pendidikan, tentang
Perubahan Metodologi Pembelajaran dan Penatan
Kurikulum
94
b. PP No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan
c. INPRES Nomor 1 Tahun 2010, tentang Percepatan
Pelaksanaan Prioritas Pembangunan Nasional,
penyempurnaan kurikulum dan metode pembelajaran
aktif berdasarkan nilai-nilai budaya bangsa untuk
membentuk daya saing dan karakter bangsa.
3. Landasan Konseptual
a. Relevansi Pendidikan (link and match)
b. Kurikulum berbasis kompetensi dan karakter
c. Pembelajaran Kontekstual (contextual teaching and
learning)
d. Pembelajaran aktif (student active learning)
e. Penilaian yang valid, utuh dan menyeluruh.
Dalam rangka mempersiapkan lulusan pendidikan
memasuki era globalisasi yang penuh tantangan dan
ketidakpastian, diperlukan pendidikan yang dirancang
berdasarkan kebutuhan nyata di lapangan.Untuk kepentingan
tersebut Pemerintah melakukan penataan kurikulum.Kurikulum
95
2013 merupakan tindak lanjut dari kurikulum berbasis
kompetensi (KBK) yang pernah diuji cobakanpada tahun
2004.KBK atau (Competency Based Curriculum) dijadikan acuan
dan pedoman bagi pelaksanaan pendidikan untuk
mengembangkan berbagai ranah pendidikan (pengetahuan,
keterampilan dan sikap) dalam seluruh jenjang dan jalur
pendidikan, khususnya pada jalur pendidikan sekolah.46
Pada hakikatnya kompetensi merupakan perpaduan dari
pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap yang direfleksikan
dalam kebiasaan berpikir dan bertindak. Burke (1995)
mengemukakan bahwa kompetensi: “…is a knowledge, skills,
and abilities that a person achieves, which become part of his or
her being to the exent he or she can satisfactorily perform
particular cognitive, affective, and psychomotor behaviros”.
Dalam hal ini, kompetensi diartikan sebagai pengetahuan,
keterampilan dan kemampuan yang dikuasai oleh seseorang yang
telah menjadi bagian dari dirinya, sehingga ia dapat melakukan
perilaku-perilaku kognitif, afektif, dan psikomotorik dengan
46
M. Fadlillah, Implementasi Kurikulum 2013 dalam Pembelajaran
SD/MI, SMP/MTS, & SMA/MA, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media), 2014, 187-188.
96
sebaik-baiknya. Pengertian tersebut mengandung arti bahwa
kompetensi merupakan penguasaan terhadap suatu tugas,
keterampilan, sikap dan apresiasi yang harus dimiliki oleh peserta
didik untuk dapat melaksanakan tugas-tugas pembelajaran sesuai
dengan jenis pekerjaan tertentu.Dengan demikian, terdapat
hubungan (link) antara tugas-tugas yang dipelajari peserta didi di
sekolah dengan kemampuan yang diperlukan oleh dunia kerja.
Untuk itu, kurikulum menuntut kerja sama yang baik antara
pendidikan dengan dunia kerja, terutama dalam mengidentifikasi
dan menganalisis kompetensi yang perlu diajarkan kepada peserta
didik di sekolah.47
Kompetensi yang harus dikuasai peserta didik perlu
dinyatakan sedemikian rupa agar dapat dinilai, sebagai wujud
hasil belajar peserta didik yang mengacu pada pengalaman
langsung, Peserta didik perlumengetahui tujuan belajar, dan
tingkat-tingkat penguasaan yang akan digunakan sebagai kriteria
pencapaian secara eksplisit, dikembangkan berdasarkan tujuan-
tujuan yang telah ditetapkan, dan memiliki kontribusi terhadap
47 M. Fadlillah, Implementasi Kurikulum 2013, h. 190.
97
kompetensi-komptensi perlu dilakukan secara objektif,
berdasarkan kinerja peserta didik, dengan bukti penguasan
mereka terhadap pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap
sebagai hasil belajar. Dengan demikian dalam pembelajaran yang
dirancang berdasarkan kompetensi, penilaian tidak dilakukan
berdasarkan pertimbangan yang bersifat subyektif.
Beberapa aspek atau ranah yang terkadung dalam konsep
kompetensi dapat diuraikan sebagai berikut.
1. Pengetahuan (knowledge); yaitu kesadaran dalam bidang
kognitif, misalnya seorang gurumengetahui cara
melakukan identifikasi kebutuhan belajar, dan bagaimana
melakukan pembelajaran terhadap peserta didik sesuai
dengan kebutuhannya.
2. Pemahaman (understanding); yaitu kedalaman kognitif
dan afektif yang dimiliki oleh individu. Misalnya seorang
guru yang akan melaksanakan pembelajaran harus
memiliki pemahaman yang baik tentang karakteristik dan
kondisi peserta didik, agar dapat melaksanakan
pembelajaran secara efektif dan efisien.
98
3. Kemampuan (skill); adalah sesuatu yang dimiliki
olehindividu untuk melakukan tugas atau pekerjaan
ydibebankan kepadanya. Misalnya kemampuan guru
dalam memilih, dan membuat alat peraga sederhana untuk
memberi kemudahan belajar kepada peserta didik.
4. Nilai (value); adalah suatu standar perilaku yang telah
diyakini dan secara psikologis telah menyatu dalam diri
seseorang. Misalnya standar perilaku guru dalam
pembelajaran (kejujuran, keterbukaan, demokratis, dan
lain-lain).
5. Sikap (attitude); yaitu perasaan (senang-tidak senang-
suka-tidak suka) atau reaksi terhadap suatu rangsangan
yang dating dari luar. Misalnya reaksi terhadap krisis
ekonomi, perasaan terhadap kenaikan upah/gajih, dan
sebagainya.
6. Minat (interest) adalah kecenderungan seseorang untuk
melakukan sesuatu perbuatan. Misalnya minat untuk
mempelajari atau melakukan sesuatu.48
48 M. Fadlillah, Implementasi Kurikulum 2013, 190-191
99
Berdasarkan analisis kompetensi di atas, Kurikulum 2013
berbasis kompetensi dapat dimaknai sebagai suatu konsep kur
yang menekankan pada pengembangan kemampuan melakukan
(kompetensi) tugas-tugas dengan standar performansi tertentu,
sehingga hasilnya dapat dirasakan oleh peserta didik,berupa
penguasaan terhadap seperangkat kompetensi tertentu. Kurikulum
ini diarahkan untuk mengembangkan pengetahuan, pemahaman,
kemampuan, nilai, siap dan minat peserta didik, agar dapat
melakukan sesuatu dalam bentuk kemahiran, kettepatan, dan
keberhasilan dengan penuh tanggung jawab.
Kurikulum 2013 berbasis kompetensi memfokuskan pada
pemerolehan kompetensi-kompetensi tertentu oleh peserta didik.
Oleh karena itu, kurikulum ini mencakup sejumlah
kompetensi dan seperangkat tujuan pembelajaran yang
dinyatakan sedemikian rupa, sehingga pencapaiannya dapat
diamati dalam bentuk perilaku atau keterampilan peserta didik
sebagai suatu kriteria keberhasilan. Kegiatan pembelajaran perlu
diarahkan untuk membantu peserta didik menguasai sekurang-
kurangnya tingkat kompetensi minimal, agar mereka dapat
100
mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan.Sesuai dengan
konsep belajar tuntas dan pengembangan bakat, setiap peserta
didik harus diberi kesempatan untuk mencapai tujuan sesuai
dengan kemampuan dan kecepatan belajar masing-masing.49
Paling tidak terdapat dua landasan teoretis yang
mendasari Kurikulum 2013 berbasis kompetensi.Pertama, adanya
pergeseran dari pembelajaran kelompok ke arah pembelajaran
individual.Dalam pembelajaran individual setiap peserta didik
dapat belajar sendiri, sesuai dengan cara dan kemampuan masing-
masing. Untuk itu, diperlukan pengaturan kelas yang fleksibel,
baik sarana maupun waktu, karena dimungkinkan peserta didik
belajar dengan kecepatan yang berbeda, penggunaan alat yang
berbeda, serta mempelajari bahan ajar yang berbeda pula.Kedua,
pengembangan konsep belajar tuntas (mastery learning) atau
belajar sebagai penguasaan (learning for matery) adalah suatu
falsafah pembelajaran ymengatakan bahwa dengan system
pembelajarna yang tepat, semua peserta didik dapat mempelajari
semua bahan yang diberikan dengna hasil yang baik.Dengan
49 M. Fadlillah, Implementasi Kurikulum 2013, h. 193.
101
demikian, setiap peserta didik dapat mencapai tujuan
pembelajaran secara optimal, jika diberikan waktu yang
cukup.Jika asumsi tersebut diterima maka perhatian harus
dicurahkan kepada waktu yang diperlukan untuk kegiatan
belajar.Dalam hal ini, perbedaan antara peserta didik yang pandai
dengan yang kurang (bodoh) hanya terletak pada masalah waktu,
peserta didik yang bodoh memerlukan waktu yang cukup lama
untuk mempelajari sesuatu atau memecahkan suatu masalah,
sementara yang pandai bisa cepat melakukannya.50
Landasan pemikiran di atas memberikan beberapa
implikasi terhadap pembelajaran.Pertama, meskipun
dilaksanakan secara klasikal, pembelajaran harus lebih
menekankan pada kegiatan individual, dengan memperhatikan
perbedaan peserta didik.Dalam hal ini misalnya tugas diberikan
secara individu, bukan secara kelompok.Kedua, perlu diupayakan
lingkungan belajar ykondusif denan metode dan media yang
bervariasi, sehingga memungkinkan setiap peserta didik belajar
dengan tenang dan menyenangkan.Ketiga, agar setiap peserta
50
Muhammad Zaini, Pengembangan Kurikulum: Konsep
Implementasi Evaluasi dan Inovasi, (T.Tp.: Teras: 2009), 147-148.
102
didik dapat mengerjakan tugas dengan baik dalam pembelajaran
perlu diberikan waktu yang cukup, terutama dalam penyelesaian
tugas atau praktek.Jika alokasi waktu yang tersedia di sekolah
tidak mencukupi, maka berilah kebebasan kepada peserta didik
untuk menyelesaikan tugas di luar kelas, pada kegiatan ekstra
kurikuler.
Sedikitnya terdapat tiga hal yang perlu diperhatikan dalam
pengembangan Kurikulum 2013 berbasis kompetensi, yaitu
penetapan kompetensi yang akan dicapai, pengembangan strategi
untuk mencapai kompetensi, dan evaluasi. Kompetensi yang
ingin dicapai merupakan pernyataan tujuan (goal statement) yang
hendak diperoleh peserta didik, menggambarkan hasil belajar
(learning outcomes) pada aspek pengetahuan, keterampilan, nilai
dan sikap. Strategi mencapai kompetensi adalah upaya untuk
membantu peserta didik dalam menguasai kompetensi yang
ditetapkan, misalnya: membaca, menulis, mendengarkan,
berkreasi, dan mengobservasi, sampai terbentuk suatu
103
kompetensi. Sedangkan evaluasi merupakan kegiatan penilaian
terhadap pencapaian kompetensi bagi setiap peserta didik.51
Kurikulum 2013 berbasis kompetensi antara lain
mencakup seleksi kompetensi yang sesuai; spesifikasi indikator-
indikator evaluasi untuk menentukan kesuksesan pencapai
kompetensi; dan pengembangan sistem pembelajaran. Di
samping itu, kurikulum berbasis kompetensi memiliki sejumlah
kompetensi yang harus dikuasai oleh peserta didik, penilaian
dilakukan berdasarkan standar khusus sebagai hasil demonstrasi
kompetensi yang ditunjukkan oleh peserta didik, hasil
demonstrasi kompetensi yang ditunjukkan oleh peserta didik,
pembelajaran lebih menekankan pada kegiatan individual
personal untuk menguasai kompetensi yang dipersyaratkan,
peserta didik dapat dinilai kompetensinya kapan saja bila mereka
telah siap, dan dalam pembelajaran peserta didik dapat maju
sesuai dengan kecepatan dan kemampuan masing-masing.52
Dari berbagai sumber, sedikitnya dapat diidentifikasikan
lima karakteristik kurikulum berbasis kompetensi yaitu:
51 Muhammad Zaini, Pengembangan Kurikulum, h. 150-151. 52 Muhammad Zaini, Pengembangan Kurikulum, h. 152.
104
mendayagunakan keseluruhan sumber belajar: pengalaman
lapangan; strategi individual personal; kemudahan belajar; dan
belajar tuntas.
Suatu factor yang menyebabkan rendahnya kualitas
pembelajaran antara lain belum dimanfaatkannya sumber belajar
secara maksimal, baik oleh guru maupun oleh peseta didik. Hal
tersebut lebih dipersulit lagi oleh suatu kondisi yang turun
termurun, dimana guru mendominasi kegiatan pembelajaran.
Dalam Kurikulum 2013 berbasis kompetensi, guru hendaknya
tidak lagi berperan sebagai actor/aktris utama dalam proses
pembelajaran, karena pembelajaran dapat dilakukan dengan
mendayagunakan aneka ragam sumber belajar. Dengan demiian,
tidak ada lagi anggapan bahwa kegiatan pembelajaran baru
dikatakan sempurna kalau ada ceramah dari guru. Untuk
memperoleh hasil belajar yang optimal peserta didik dituntut
tidak hanya mengandalkan diri dari apa yang terjadi di dalam
kelas, tetapi harus mampu dan mau menelusuri aneka ragam
sumber belajar yang diperlukan.
105
Pendayagunaan sumber belajar memiliki arti yang sangat
penting, selain melengkapi, memelihara dan memperkaya
khasanah belajar, sumber belajar juga dapat meningkatkan
aktivitas dan kreativitas belajar, yang sangat menguntungkan baik
guru maupun bagi para peserta didik.Dengan didayagunakannya
sumber belajar secara maksimal, dimungkinkan orang yang
belajar menggali berbagai jenis ilmu pengetahuan yang sesuai
dengan bidangnya,
sehingga pengetahuannya senantiasa actual, serta mampu
mengikuti akselerasi teknologi dan seni yang senantiasa
berubah.53
Pada hakikatnya tidak ada satu sumber belajar pun yang
dapat memenuhi segala macam keperluan belajar
mengajar.Dengan demikian, berbiacara sumber belajar perlu
dipandang dalam arti luas, jamak dan beraneka ragam.
Momentum pemilihan sumber suatu belajar, perlu dikaitkan
dengan tujuan yang ingin dicapai dalam proses pembelajaran.
53 Imas Kurniasih dan Sani, Sukses Mengimplementasikan Kurikulum
2013, 45-46.
106
Dengan kata lain, sumber belajar dipilih dan digunakan dalam
proses belajar apabila sesuai dengan menunjang tercapainya
tujuan. Dalam keanekaragaman sifat dan kegunaan sumber
belajar, secara umum dapat dirumuskan kegunaanya sebagai
berikut.
a. Merupakan pembuka jalan dan pengembangan
wawasan terhadap proses belajar mengajar yang akan
ditempuh. Di sini sumber belajar merupakan peta
dasar yang perlu dijajaki secara umum agar wawasan
terhadap proses pembelajaran yang akan
dikembangkan dapat diperoleh lebih awal.
b. Merupakan pemandu secara teknis dan langkah-
langkah operasional untuk menelusuri secara lebih
teliti menuju pada penguasaan keilmuan secara tuntas.
c. Memberikan berbagai macam ilustrasi dan contoh-
contoh yang berkaitan dengan aspek-aspek bidang
keilmuan yang dipelajari.
107
d. Memberikan petunjuk dan gambaran kaitan bidang
keilmuan yang sedang dipelajari dengan berbagai
bidang keilmuan lainnya.
e. Menginformasikan sejumlah penemuan baru yang
pernah diperoleh orang lain yang berhubungan dengan
bidang keilmuan tertentu.
f. Menunjukkan berbagai permasalahan yang timbul
yang merupakan konsekuensi logis dalam suatu
bidang keilmuan yang menuntut adanya kemampuan
pemecahan dari orang yang mengabdikan diri dalam
bidang tersebut.54
Dalam kegiatan pembelajaran, pendayagunaan sumber
belajar secara optimal sangatlah penting, karena keefektifan
proses pembelajaran ditentukan pula oleh kemampuan peserta
didik dalam mendayagunakan sumber-sumber belajar. Pada
umumnya terdapat dua cara mendayagunakan sumber belajar
dalam pembelajaran di sekolah
54
Anonomous,Ibid., h. 71.
108
a. Membawa sumber belajar ke dalam kelas. Dari aneka
ragam macam dan bentuknya sumber-sumber belajar
dapat digunakan dalam proses pembelajaran di dalam
kelas. Hal tersebut misalnya membawa tape recorder ke
dalam kelas, dan memanggil manusia sumber.
b. Membawa kelas ke lapangan dimana sumber belajar
berada. Adakalanya terdapat sumber belajar yang sangat
penting dan menunjang tujuan belajar tetapi tidak dapat
dibawa ke dalam kelas karena mengandung risiko yang
cukup tinggi, atau memiliki karakteristik yang tidak
memungkinkan untuk dibawa ke dalam k elas. Hal
tersebut misalnya museum, apabila kita mau
menggunakan museum sebagai sumber belajar tidak
mungkin museum tersebut ke dalam kelas, oleh karenanya
kita harus mendatangi museum tersebebut. Pemanfaatan
sumber belajar dengan cara yang kedua ini biasanya
dilakukan dengan metode karyawisata, hal ini dilakukan
terutama untuk mengefektifkan biaya yang dikeluarkan. 55
55 Imas Kurniasih dan Sani, Sukses Mengimplementasikan Kurikulum
2013, 47.
109
Tidak ada satu sumber belajar pun yang dapat memenuhi
berbagai kebutuhan, maka dalam proses belajar diperlukan
kesiapan mental dan kemauan, serta kemampuan menjelajahi
aneka ragam sumber belajar yang ada mungkin ada.56
Dalam rencana strategi pendidikan nasional, sedikitnya
terdapat lima permasalahan utama yang pemecahannya harus
diprioritaskan. Permasalahan tersebut berkaitan dengan
peningkatan mutu pendidikan, peningkatan efisiensi pengelolaan
pendidikan, peningkatan relevansi pendidikan, pemerataan
layanan pendidikan, dan pendidikan berkarakter.Pertama upaya
peningkatan mutu pendidikan dilakukan dengan menetapkan
tujuan dan standar kompetensi pendidikan, yaitu melalui
konsensus nasional antara pemerintah dengan seluruh lapisan
masyarakat. Standar kompetensi yang mungkin akan berbeda
antar sekolah atau antar daerah akan menghasilkan standar
kompetensi nasional dalam tingkatan standar minimal, normal
(mainstream), dan unggulan. Kedua; peningkatan efisiensi
pengelolaan pendidikan mengarah pada penataan kurikulum yang
56
Anonimous, Ibid., h. 72.
110
lebih luas kepada sekolah untuk mengoptimalkan sumber daya
yang tersedia bagi tercapainya tujuan pendidikan yang
diharapkan. Ketiga, peningkatan relevansi pendidikan mengarah
pada pendidikan berbasis masyarakat, dengan pendekatan
partisipatif. Peningkatan peran serta partisipasi orang tua dan
masyarakat pada level kebijakan (pengambilan keputusan) dan
level operasional melalui komite (dewan) sekolah. Keempat,
pemerataan layanan pendidikan mengarah pada pendidikan yang
berkeadilan. Hal ini berkenaan dengan penerapan formula
pembiayaan pendidikan yang adil dan transparan, upaya
pemerataan mutu pendidikan dengan adanya standar kompetensi
minial serta pemerataan pelayanan pendidikan bagi peserta didik
pada semua lapisan masyarakat. Kelima; pendidikan berkarakter
untuk menumbuhkembangkan nilai-nilai filosofis dan jenjang
pendidikan secara utuh dan menyeluruh (kaffah). Dalam konteks
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI); pendidikan
karakter harus mengandung perekat bangsa yang memiliki
111
beragam budaya dalam wujud kesadaran, pemahaman,
kepedulian, dan komitmen masyarakat.57
Dalam rangka mengantisipasi perubahan-perubahan
global dan persaingan pasar bebas, serta tuntutan kemajuan ilmu
pengetahuan, dan teknologi, khususnya teknologi informasi yang
semakin hari semakin canggih, pemerataan layanan pendidikan
perlu diarahkan pada pendidikan yang transfaran, berkeadilan,
dan demokratis (democatic education). Hal tersebut harus
dikondisikan dalam lingkungan keluarga, sekolah dan
masyarakat. Dalam hal ini, sekolah sebagai sebuah masyarakat
kecil (mini society) yang merupakan wahana ppengembangan
peserta didik, dituntut untuk menciptakan iklim pembelajaran
yang demokratis (democatic instruction), agar terjadi proses
belajar yang menyenangkan (joyfull learning). Dengan ikllim
pendidikan yang demikian diharapkan mampu melahirkan calon-
calon penerus pembangunan masa depan yang sabar, kompeten,
mandiri, kritis, rasional, cerdas, kreatif, dan siap menghadapi
berbagai macam tantangan, dengan tetap bertawakal terhadap
57
E. Mulyasa, Pengembangan dan Implementasi Kurikulum 2013, (t.t.
Rosda Karya: 2016), h. 6.
112
sang penciptanya. Bahwa apa yang dihadapi, apa yang terjadi,
merupakan kehendak ilahi yang harus dihadapi dan disyukuri.
Untuk kepentingan tersebut diperlukan perubahan yang
cukup medasar dalam sistem pendidikan nasional, yang
dipandang oleh berbagai pihak sudah tidak efektif, bahkan dari
segi mata pelaajran yang diberikan dianggap kelebiyhan muatan
(overload) tetapi tidak mampu memberikan bekal, serta tidak
mempersiapkan peserta didik untuk bersaing dengan bangsa-
bangsa lain di dunia, perubahan mendasar tersebut berkaitan
dengan kurikulum, yang dengan sendirinya menuntut dan
mempersyaratkan berbagai perubahan pada komponen-komponen
pendidikan lain.
Berkaitan dengan perubahan kurikulum, berbagai pihak
menganalisis dan melihat perlunya diterapkan kurikulum berbasis
kompetensi sekaligus berbasis karakter (competency and
character based curricculum), yang dapat membekali peserta
didik dengan berbagai sikap dan kemampuan yang sesuai dengan
tuntutan perkembangan zaman dan tuntutan teknologi. Hal
tersebut penting, guna menjawab tantangan arus globalisasi,
113
berkontribusi pada pembangunan masayrakat dan kesejahteraan
sosial, lentur, serta adaptif terhadap berbagai perubahan.
Kurikulum berbasis karakter dan kompetensi diharapkan mampu
memcahkan berbagai karakter dan kompetensi diharapkan
mampu memecahkan berbagai persoalan bangsa, khususnya
dalam bidang pendidikan, dengan mempersiapkan peserta didik,
melalui perencanaan pelaksanaan, dan evaluasi terhadap sistem
pendidikan secara efektif, efisien, dan berhasil guna. Oleh karena
itu, merupakan langkah yang positif ketika pemerintah
(Mendikbud) merevitalisasi pendidikan karakter dalam seluruh
jenis dan jenjang pendidikan, termasuk dalam pengembangan
kurikulum 2013. Kurikulum 2013 lebih ditekankan pada
pendidikan karakter, terutama pada tingkat dasar, yang akan
menjadi fondasi bagi tingkat berikutnya. Melalui pengembangan
kurikulum 2013 yang berbasis karakter dan berbasis kompetensi,
kita berharap bangsa ini menjadi bangsa yang bermartabat, dan
masyarakatnya memiliki nilai tambah (added value), dan nilai
jual yang bisa ditawarkan kepada orang lain dan bangsa lain dan
dunia, sehingga kita bisa bersaing, bersanding, bahkan bertanding
114
dengan bangsa-bangsa lain dalam percaturan global. Hal ini
dimungkinkan, kalau implementasi Kurikulum 2013 betul-betul
dapat menghasilkan insan yang produktif, kreatif, inovatif dan
berkarakter.
Pendidikan karakter dalam Kurikulum 2013 bertujuan
untuk meningkatkan mutu proses dan hasil pendidikan, yang
mengarah pada pembentukan budi pekerti dan akhlak mulia
peserta didik secara utuh, terpadu, seimbang, sesuai dengan
standar kompetensi lulusan pada setiap satuan pendidikan.
Melalui implementasi Kurikulum 2013 yang berbasis kompetensi
sekaligus berbasis karakter, dengan pendekatan tematik dan
kontekstual diahrapkan peserta didik mampu secara mandiri
meningkatkan dan menggunakan pengetahuannya, mengkaji dan
menginternalisasi serta mempersonalisasi nilai-nilai karakteri dan
akhlak mulia sehingga terwujud dalam perilaku sehari-har
Dalam implementasi Kurikulum 2013, pendidikan
karakter dapat diintegrasikan dalam seluruh pembelajaran pada
setiap bidang studi yang terdapat dalam kurikulum. Materi
pembelajaran yang berkaitan dengan norma atau nilai-nilai pada
115
setiap bidang studi perlu dikembangkan, dieksplisitkan,
dihubungkan dengan konteks kehidupan sehari-hari. Dengan
demikian, pendidikan nilai, dan pembentukan karakter tidak
hanya dilakukan pada tataran kognitif, tetapi menyentuh
internaslisasi dan pengamalan nyata dalam kehidupan sehari-hari.
Pendidikan karakter pada tingkat satuan pendidikan
mengarah pada pembentukan budaya sekolah/madrasah, yaitu
nilai-nilai yang melandasari perilaku, tradisi, kebiasaan sehari-
hari serta simbol-simbol yang dipraktikan oleh semua warga
sekolah/madrasah, dan masyarakat sekitarnya. Budaya sekolah/
madrasah merupakan ciri khas, karakter atau watak dan citra
sekolah/madrasah tersebut di mata masyarakat luas. Pada
umumnya pendidikan karakter menekankan pada keteladanan,
penciptaan lingkungan dan pembiasaan; melalui berbagai tugas
keilmuan dan kegiatan kondusif. Dengan demikian; apa yang
dilihat, didengar dirasakan dan dikerjakan oleh peserta didik
dapat membentuk karakter mereka. Selain menjadikan
keteladanan dan pembiasaan sebagai metode pendidikan utama,
116
penciptaan iklim dan budaya serta lingkungan yang kondusif juga
sangat penting dan turut membentuk karakter peserta didik.58
Penciptaan lingkungan yang kondusif dapat dilakukan
melalui berbagai variasi metode, yang mencakup: penugasan,
pembiasaan, pelatihan, pembelajaran, pengarahan, dan
keteladanan. Berbagai variasi metode tersebut berpengaruh
terhadap pembentukan karakter peserta didik. Pemberian tugas
disertai pemahaman akan dasar-dasar filosofisnya, sehingga
peserta didik akan mengerjakan berbagai dasar filosofisnya,
sehingga peserta didik akan mengerjakan berbagai tugas dengan
kesadaran dan pemahaman, kepedulian dan komitmen yang
tinggi. Setiap kegiatan mengandung unsur-unsur pendidikan,
sebagai contoh dalam kegiatan kepramukaan, terdapat pendidikan
kesederhanaan, kemandirian, kesetiakawanan dan kebersamaan,
kecintaan pada lingkungan dan kepemimpinan. Dalam kegiatan
olahraga terdapat pendidikan kesehatan jasmani, penanaman
sportivitas, kerja sama (team work) dan kegigihan dalam
berusaha.
58
E. Mulyasa, Ibid., 8.
117
Revitalisasi dan penekanan karakter dalam pengembangan
Kurikulum 2013; diharapkan dapat menyiapkan SDM yang
berkualitas, sehingga masyarakat dan bangsa Indonesia bisa
menjawab berbagai masalah dan tantangan yang semakin rumit
dan kompleks. Hal ini penting, karena dalam era globalisasi,
perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni berlangsung
begitu pesat dan tingginya mobilitas manusia karena jarak ruang
dan waktu menjadi sangat relatif. Berbagai masalah dan
tantangan yang datang silih berganti dalam era globalisasi tidak
mungkin dihindari, karena meskipun kita menutup pintu,
pengaruh globalisasi akan masuk lewat jendela atau merasuk
melalui berbagai cara. Bangsa Indonesia harus masuk dalam arus
perubahan tersebut, dan ikut bermain dalam era globalisasi;
bahkan harus mampu mengambil peluang agar dapat
memanfaatkannya demi peningkatan kesejahteraan masayrakat
dan bangsa secara keseluruhan. Dalam rangka mempertinggi daya
saing, kemampuan memahami hakikat perubahan, dan
memanfaatkan peluang yang timbul, serta mengantisipasi
terkikisnya rasa nasionalisme dan erosi ideologi kebangsaan,
118
serta penanaman ssitem nilai bangsa Indonesia diperlukan
pengkajian kembali terhadai kurikulum sebagai ruhnya
pendidikan, terutama berkaitan dengan pendidikan karakter, yang
selama ini dipandang sudah hilang dari kehidupan bangsa
Indonesia. Kalaupun karakter tersebut masih ada, maka hanya
dilimiki dan diamalkan di daerah-daerah atau lokasi-lokasi
tertentu saja, seperti di lingkungan pondok pesantren.
Implementasi Kurikulum 2013 yang berbasis karakter dan
kompetensi-kompetensi harus melibatkan semua komponen
(stakeholders) termasuk komponen-komponen yang ada dalam
sistem pendidikan itu sendiri. komponen-komponen tersebut
antara lain kurikulum, rencana pembelajaran, proses
pembelajaran, mekanisme penilaian, kualitas hubungan,
pengelolaan pembelajaran, pengelolaan sekolah/madrasah,
pelaksanaan pengembangan diri peserta didik, pemberdayaan
sarana prasarana, pembiayaan, serta etos kerja seluruh warga dan
lingkungan sekolah/madrasah.
Implementasi kurikulum 2013 menuntut kerjasama yang
optimal diantara para guru, sehingga memerlukan pembelajaran
119
berbentuk tim, dan menuntut kerjasama yang kompak di antara
para anggota tim. Kerjasama antara para guru sangat penting
dalam proses pendidikan yang akhir-akhir ini mengalami
perubahan yang sangat pesat. Implementasi Kurikulum 2013 akan
dilaksanakan secara terbatas dan bertatap, mulai tahun ajaran
2013 (Juli 2013) pada jenjang pendidikan dasar dan menengah,
dimulai di kelas I dan IV untuk SD, kelas VII SMP, dan kelas IX
SMA. Semula, Kurikulum 2013 akan diimplementasikan pada
30% SD, dan 100% untuk SMP, SMA dan SMK, sehingga tahun
2016 semua sekolah diharapkan sudah menggunakan dan
mengembangkan kurikulum baru, baik negeri maupun swasta.
Apa yang diungkapkan di atas berdasarkan asumsi bahwa
Kurikulum 2013 dapat diterapkan pada setiap jenis dan jenjang
pendidikan dan pada berbagai ranah pendidikan. Meskipun
demikian, kurikulum ini tidak dapat digunakan untuk
memecahkan seluruh permasalahan pendidikan, namun memberi
makna yang lebih signifikan kepada perbaikan pendidikan.
Waktu terus berlalu tanpa kompromi, tinggal beberapa hari lagi
menjelang bulan Juli, tetapi DPR belum menyetujui rencana
120
kemendikbud untuk melakukan perubahan kurikulum.
Rencanapun telah diubah kembali, yang semula Kurikulum 2013
akan diimplementasikan pada 30% SD, dan 100% untuk SMP,
SMA dan SMK, diubah hanya menjadi 5% SD, dan 7% untuk
SMP, SMA, dan SMK, itupun masih tarik ulur, belum mendapat
restu DPR. Tahun 2013 dilakukan pilot projek pada beberapa
sekolah unggulan yang dipandang siap untuk
mengimplementasikan Kurikulum 2013, seperti sekolah mantan
RSBI.59
Kurikulum 2013 yang ditawarkan merupakan bentuk
operasional penataan kurikulum dan SNP yang akan memberikan
wawasan baru terhadap sistem yang sedangberjalan selama ini.
Kebaruan ini harus diwaspadai dengan mengkaji berbagai sumber
dan mendesiminasikannya kepada berbagai pihak terutama para
pelaksana dan calon pelaksana di lapangan, agar tidak salah tafsir
dan salah kaprah dalam implementasinya. Faktor lain yang perlu
diperhatikan berkaitan dengan kesiapan para pelaksananya.
Kesiapan ini juga menyangkut kemampuan dalam mengajukan
59
E. Mulyasa, Ibid., h. 9.
121
argumentasi dan rasionalisasi dari berbagai sudut pandang untuk
mendukung perlunya pengembangan dan perubahan kurikulum
2013.60
Untuk kepentingan tersebut, diperlukan berbagai pelatihan
dan sosialisasi yang matang kepada berbagai pihak, agar
kurikulum baru yang ditawarkan dapat dipahami dan diterapkan
secara optimal. Sosialisasi merupakan langkah penting yang akan
menunjang dan menentukan keberhasilan kurikulum. Lebih dari
itu, sosialisasi ini perlu dilakukan oleh berbagai pihak yang
memiliki kewenangan untuk itu. Untuk Kurikulum 2013,
berkaitan dengan sosialisasi ini bahkan dilakukan uji publik, baik
secara langsung maupun secara online, dengan harapan
kurikulum ini akan mendapat dukungan dari berbagai pihak
sehingga dapat diimplementasikan pada waktunya secara optimal.
Tidak hanya itu, Kurikulum 2013 juga dikawal langsung oleh
Wakil Presiden dengan Menteri Pendidikan bersama tim
intinya.Jadi kalau kurikulum ini tidak mampu memberikan
dampak positif terhadap peningkatan kualitas pendidikan dan
60
E. Mulyasa, Ibid., h. 9.
122
kualitas sumber daya manusia di masa mendatang “sungguh
terlaaluu,” bahwa kurikulum ini akan berhasil secara efektif?
Siapa yang berani digantung di monas kalau ternyata dalam
implementasinya kurikulum ini gagal lagi?
Dalam kerangka inilah buku ini ditulis agar dapat
dijadikan sebagai salah satu sumber untuk memperkaya
pemahaman para pelaksana di lapangan, khususnya para guru,
calon guru, kepala sekolah, komite sekolah, dewan pendidikan,
komisi pendidikan, dan tenaga kependidikan lain yang
bertanggung jawab dan terlibat secara langsung maupun tidak
langsung dalam kegiatan pendidikan khususnya dalam rangka
menyukseskan implementasi Kurikulum 2013 di sekolah.61
Keberhasilan kurikulum 2013 dapat diketahui dari
perwujudan indikator Standar Kompetensi Lulusan (SKL) dalam
pirbadi peserta didik secara utuh. Kata utuh perlu ditekankan,
karena hasil pendidikan sebagai output dari setiap satuan
pendidikan belum menunjukkan keutuhan tersebut. Bahkan dapat
dikatakan bahwa lulusan-lulusan dari setiap satuan pendidikan
61
E. Mulyasa, Ibid., h. 11.
123
tersebut baru menunjukkan SKL pada permukaanya saja, atau
hanya kulitnya saja. Kondisi ini juga boleh jadi disebabkan
karena alat ukur atau penilaian keberhasil peserta didik dari setiap
satuan pendidikan hanya menilai permukaan saja, sehingga hasil
penilaian tersebut belum menggambarkan kondisi yang
sebenarnya.
Keberhasilan Kurikulum 2013 dalam membentuk
kompetensi dan karakter di sekolah dapat diketahui dari berbagai
perilaku sehari-hari yang tampak dalam setiap aktivitas para
peserta didik dan warga sekolah lainnya. Perilaku tersebut antara
lain diwujudkan dalam bentuk: kesadaran, kejujuran, keikhlasan,
kesederhanaan, kemandirian, kepedulian, kebebasan dalam
bertindak, kecermatan, ketelitian, dan komitmen.
Apa yang diungkapkan di atas harus menjadi milik
seluruh warga sekolah. Untuk kepentingan tersebut, guru, kepala
sekolah, pengawas, bahkan komite sekolah harus memberi contoh
dan menjadi suri tauladaan dalam mempraktekkan indikator-
indikator pendidikan karakter dalam perilaku sehari-hari. Dengan
demikian akan tercipta iklim yang kondusif bagi pembentukan
124
karakter peserta didik, dan seluruh warga sekolah; sehingga
pendidikan karakter tidak hanya dijadikan ajang pembelajaran,
tetapi menjadi tanggung jawab semua warga sekolah untuk
membina dan mengembangkannya.
Keberhasilan implementasi Kurikulum 2013 juga dapat
dilihat dari indikator-indikator perubahan sebagai berikut:
1. Adanya lulusan yang berkualitas, produktif, kreatif dan
mandiri
2. Adanya peningkatan mutu pembelajaran
3. Adanya peningkatan efisiensi dan efektivitas pengelolaan dan
pendayagunaan sumber belajar.
4. Adanya peningkatan perhatian serta partisipasi masyarakat.
5. Adanya peningkatan tanggung jawab sekolah.
6. Tumbuhnya sikap, keterampilan dan pengetahuan secara utuh
di kalangan peserta didik
7. Terwujudnya pembelajaran aktif, kreatif, efektif dan
menyenangkan (PAKEM)
125
8. Terciptanya iklim yang aman, nyaman dan tertib, sehingga
pembelajaran dapat berlangsung dengan tenang dan
menyenangkan (joyfull learning).
9. Adanya proses evaluasi dan perbaikan secara berkelanjutan
(continuous quality improvement).
Dalam implementasi Kurikulum 2013 yang berbasis
karakter dan kompetensi; pendidikan karakter bukan hanya
tanggung jawab sekolah semata, tetapi merupakan
tanggungjawab semua pihak: orang tua, pemerintah, dan
masyarakat. Oleh karena itu, pengembangan rencana,
pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran dimulai dari analisis
karakter dan kompetensi yang akan dibentuk, atau yang
diharapkan, muncul setelah pembelajaran. Bedanya dengan
kurikulum lain, Kurikulum 2013 lebih fokus dan berangkat dari
karakter serta kompetensi yang akan dibentuk, baru memikirkan
untuk mengembangkan tujuan yang akan dicapai. Semua
komponen lebih diarahkan pada pembentukan karakter dan
kompetensi peserta didik yang diharapkan, baik dalam jangka
pendek maupun jangka panjang; baik dalam real curriculum,
126
maupun dalam hidden curriculum. Dalam hal ini, semakin
banyak pi hak yang terlibat dalam pembentukan k arakter dan
kompetensi, akan semakin efektif hasil yang diperoleh. Oleh
karena itu, untuk mengefektifkan program pendidikan karakter
dan meningkatkan kompetensi dalam Kurikulum 2013 diperlukan
koordinasi, komunikasi dan jalinan k erja sama antara sekolah,
orang tua, masyarakat, dan pemerintah; baik dalam perencanaan,
pelaksanaan, maupun evaluasi dan pengawasannya.62
G. Implementasi Kurikulum Terhadap Kesiapan Guru
Kurikulum 2013 menjanjikan lahirnya generasi penerus
bangsa yang produktif, kreatif, inovatif dan berkarakter. Dengan
kreativitas, anak-anak bangsa mampu berinovasi secara produktif
untuk menjawab tantangan masa depan yang semakin rumit dan
kompleks. Meskipun demikian, keberhasilan Kurikulum 2013
dalam menghasilkan insan yang produktif, kreatif dan inovatif,
serta dalam meralisasikan tujuan pendidikan nasional untuk
membentuk watak dan peradaban bangsa yang bermartabat
sangat ditentukan oleh berbagai faktor (kunci sukses). Kunci
62
E. Mulyasa, Ibid., h. 12.
127
sukses tersebut antara lain berkaitan dengan kepemimpinan
kepala sekolah, kreativitas guru, aktivitas peserta didik,
sosialisasi, fasilitas dan sumber belajar, lingkungan yang
kondusif akademik, dan partisipasi warga sekolah.
Kunci sukses pertama yang menentukan keberhasilan
implementasi Kurikulum 2013 adalah kepemimpinan kepala
sekolah, terutama dalam mengoordinasikan, menggerakkan, dan
menyelaraskan semua sumber daya pendidikan yang tersedia.
Kepemimpinan kepala sekolah merupakan salah satu faktor
penentu yang dapat menggerakkan semua sumber daya sekolah
untuk dapat mewujudkan visi, misi tujuan dan sasaran sekolah
melalui program-program yang dilaksanakan secara terencana
dan bertahap. Oleh karena itu, dalam menyukseskan
implementasi Kurikulum 2013 diperlukan kepala sekolah yang
mandiri, dan profesional dengan kemampuan manajemen serta
kepemimpinan yang tangguh, agar mampu mengambil keputusan
dan prakarsa untuk meningkatkan mutu sekolah. Kepemimpinan
kepala sekolah diperlukan, terutama untuk memobilisasi sumber
daya sekolah dalam kaitannya dengan perencanaan dan evaluasi
128
program sekolah, pembelajaran, pengelolaan ketenagaan, sarana
dan sumber belajar, keuangan, pelayanan siswa serta hubungan
sekolah dengan masyarakat.63
Keberhasilan kurikulum 2013, menuntut kepala sekolah
yang demokratis profesional, sehingga mampu menumbuhkan
iklim demokratis di sekolah, yang akan mendorong terciptanya
ikllim yang kondusif bagi terciptanya kualitas pendidikan dan
pembelajaran yang optimal untuk mengembangkan seluruh
potensi peserta didik.
Kepala sekolah yang mandiri, demokratis, dan profesional
harus berusaha menanamkan, menanamkan, memajukan dan
meningkatkan sedikitnya empat macam nilai, yakni pembinaan
mental, moral dan fisik dan artistik.
1. Pembinaan mental; yaitu membina para tenaga
kependidikan tentang hal-hal yang berkaitan dengan sikap
batin dan watak. Dalam hal ini, kepala sekolah harus
mampu menciptakan iklim yang kondusif agar setiap
tenaga kependidikan dapat melaksanakan tugas dengan
63
E. Mulyasa, Ibid., h. 40.
129
baik, secara proporsional dan profesional. Untuk itu,
kepala sekolah harus berusaha melengkapi sarana,
prasarana, dan sumber belajar agar dapat memberi
kemudahan kepada apra guru dalam melaksanakan tugas
utamanya mengajar. Untuk kepentingan tersebut, kepala
sekolah bisa bekerjasama dengan komite sekolah dalam
menggandeng masyarakat untuk ikut memikirkan
pendidikan di sekolah, terutama yang menyangkut
masalah pendanaan (dana).
2. Pembinaan moral; yaitu membina para tenaga
kependidikan tentang hal-hal yang berkaitan dengan
ajaran baik guruk mengenai suatu perbuatan, sikap dan
kewajiban sesuai dengan tugas masing-masing tenaga
kependidikan. Kepala sekolah harus berusaha
memberikan nasihat kepada seluruh warga sekolah,
misalnya apda setiap upacara bendera atau pertemuan
rutin.
3. Pembinaan fisik; yaitu membina para tenaga kependidikan
tentang hal-hal yang berkaitan engan kondisi jasmani atau
130
badan, kesehatan dan penampilan mereka secara lahiriah.
Kepala sekolah harus mampu memberikan dorongan agar
para tenaga kependidikan terlibat secara aktif dan kreatif
dalam berbagai kegiatan olahraga, bak yang
diprogramkan di sekolah maupun yang diselenggarakan
oleh masyarakat sekitar sekolah.
4. Pembinaan artistik; yaitu membina tenaga kependidikan
tentang hal-hal yang berkaitanj dengan kepekaan manusia
terhadap seni dan keindahan. Hal ini biasanya dilakukan
melalui kegiatan karya wisata yang bisa dilaksanakan
setiap akhir tahun ajaran. Dalam hal ini, kepala sekolah
dibantu oleh para pembantunya harus mampu
merencanakan berbagai program pembinaan artistik,
seperti karyawisata, agar dalam pelaksanaannya tidak
menganggu kegiatan pembelajaran. Lebih dari itu,
pembinaan artistik harus terkait atau merupakan
pengayaan dari pembelajaran yang telah dilaksanakan.64
64
E. Mulyasa, Ibid., h. 41.
131
Kunci sukses kedua yang menentukan keberhasilan
implementasi Kurikulum 2013 adalah kreativitas guru, karena
merupakan faktor penting yang besar pengaruhnya, bahkan
sangat menentukan berhasil-tidaknya peserta didik dalam belajar.
Kurikulum 2013 akan sulit dilaksanakan di berbagai daerah
karena sebagian besar guru belum siap. Ketidaksiapan guru itu
tidak hanya terkait dengan urusan kompetensinya, tetapi
berkaitan dengan masalah kreativitasnya, yang juga disebabkan
oleh rumusan kurikulum yang lambat disosialisasikan oleh
Pemerintah. Dalam hal ini, guru-guru yang bertugas di daerah
dan dipedalaman akan sulit mengikuti hal-hal baru dalam waktu
singkat, apalagi dengan pendekatan tematik integratif yang
memerlukan waktu untuk memahaminya.
Kurikulum 2013 yang berbasis karakter dan kompetensi,
antara lain ingin mengubah pola pendidikan dari orientasi
terhadap hasil dan materi ke pendidikan sebagai proses, melalui
pendekatan tematik integratif dengan contextual teaching and
learning (CTL). Oleh karena itu, pembelajaran harus sebanyak
mungkin melibatkan peserta didik, agar mereka mampu
132
bereksplorasi untuk membentuk kompetensi dengan menggali
berbagai potensi, dan kebenaran secara ilmiah. Dalam kerangka
inilah perlunya kreativitas guru, agar mereka mampu menjadi
fasilitator, dan mitra belajar bagi peserta didik. Tugas guru tidak
hanya menyampaikan informasi kepada peserta didik, tetapi harus
kreatif memberikan layanan dan kemudahan belajar (facilitate
learning) kepada seluruh peserta didik, agar mereka dapat belajar
dalam suasana yang menyenangkan, gembira, penuh semangat,
tidak cemas dan berani mengemukakan pendapat secara terbuka.
Rasa gembira, penuh semangat, tidak cemas dan berani
mengemukakan pendapat secara terbuka merupakan modal dasar
bagi peserta didik untuk tumbuh dan berkembang menjadi
manusia yang siap beradaptasi, menghadapi berbagai
kemungkinan, dan memasuki era globalisasi yang penuh berbagai
tantangan.
Guru sebagai fasilitator sedikitnya harus memiliki 7
(tujuh) sikap seperti yang diidentifikasi Rogers sebagai berikut:65
65
E. Mulyasa, Ibid., h. 42.
133
1. Tidak berlebihan mempertahankan pendapat dan
keyakinannya, atau kurang terbuka;
2. Dapat lebih mendengarkan peserta didik, terutama tentang
aspirasi dan perasaannya;
3. Mau dan mampu menerima ide peserta didik yang
inovatif, dan kreatif, bahkan yang sulit sekalipun;
4. Lebih meningkatkan perhatiannya terhadap hubungan
dengan peserta didik seperti halnya terhadap bahan
pembelajaran;
5. Dapat menerima balikan (feedback) baik yang sifatnya
positif maupun negatif, dan menerimanya sebagai
pandangan yang konstruktif terhadap diri dan perilakunya
6. Toleransi terhadap kesalahan yang diperbuat peserta didik
selama proses pembelajaran; dan
7. menghargai prestasi peserta didik, meskipun biasanya
mereka sudah tahun prestasi yang dicapainya.
Beberapa hal yang harus dipahami guru dari peserta didik
antara lain; kemampuan, potensi, minat, hobi, sikap, kepribadian,
kebiasaan, catatan kesehatan, latar belakang keluarga dan
134
kegiatannya di sekolah. Agar implementasi Kurikulum 2013
berhasil memperhatikan perbedaan individual peserta didik, guru
perlu memperhatikan hal-hal berikut:
1. menggunakan metode yang bervariasi;
2. memberikan tugas yang berbeda bagi setiap peserta didik;
3. mengelompokkan peserta didik berdasarkan
kemampuannya, serta disesuaikan dengan mata pelajaran;
4. memodifikasi dan memperkaya bahan pembelajaran;
5. menghubungi spesialis, bila ada peserat didik yang
mempunyai kelainan;
6. menggunakan prosedur yang bervariasi dalam membuat
penilaian dan laporan;
7. memahami bahwa peserta didik tidak berkembang dalam
kecepatan yang sama;
8. mengembangkan situasi belajar yang memungkinkan
setiap anak bekerja dengan kemampuan masing-masing
pada setiap pelajaran; dan
9. mengusahakan keterlibatan peserta didik dalam berbagai
kegiatan pembelajaran.
135
Guru yang berhasil mengajar berdasarkan perbedaan
tersebut, biasanya memahami mereka melalui kegiatan-kegiatan
sebagai berikut:
1. mengamati peserta didik dalam berbagai situasi, baik di
kelas maupun di luar kelas;
2. menyediakan waktu untuk mengadakan pertemuan
dengan peserta didik, sebelum, selama dan setelah
pembelajaran;
3. mencatat dan mengecek seluruh pekerjaan peserta didik,
dan memberikan komentar yang konstruktif;
4. mempelajari catatan peserta didik yang adekuat;
5. membuat tugas dan latihan untuk kelompok;
6. memberikan kesempatan khusus bagi peserta didik yang
memiliki kemampuan yang berbeda; serta
7. memberikan penilaian secara adil dan transparan.66
Beberapa haly perlu dimiliki guru, untuk mendukung
implementasi Kurikulum 2013 antara lain sebagai berikut.
66
E. Mulyasa, Ibid., h. 43.
136
1. Menguasai dan memahami kompetensi inti dalam
hubungannya dengan kompetensi lulusan;
2. Menyukai apa yang diajarkannya dan menyenangi
mengajar sebagai suatu profesi;
3. Memahami peserta didik, pengalaman, kemampuan,
dan prestasinya;
4. Menggunakan metoda dan media yang bervariasi
dalam mengajar dan membentuk kompetensi peserta
didik;
5. Memodifikasi dan mengeliminasi bahan yang kurang
penting bagi kehidupan peserta didik;
6. Mengikuti perkembangan pengetahuan mutakhir;
7. Menyiapkan proses pembelajaran
8. Mendorong peserta didik untuk memperoleh hasil
yang lebih baik; serta
9. Menghubungkan pengalaman yang lalu dengan
kompetensi dan karakter yang akan dibentuk.
137
Adapun karakteristik guru yang berhasil mengembangkan
pembelajaran secara efektif dapat diidentifikasikan sebagai
berikut.
1. Respek dan memahami dirinya, serta dapat
mengontrol dirinya (emosinya stabil);
2. Antusias dan bergairah terhadap bahan, kelas dan
seluruh kegiatan pembelajaran;
3. Berbicara dengan jelas dan komunikatif (dapat
mengkomunikasikan idenya terhadap peserta didik);
4. Memperhatikan perbedaan individual peserta didik;
5. Memiliki banyak pengetahuan, inisiatif, kreatif dan
banyak akal;
6. Menghindari sarkasme dan ejekan terhadap peserta
didik; serta
7. Tidak menonjolkan diri, dan menjadi teladan bagi
peserta didik.
Dalam rangka menyukseskan implementasi Kurikulum
2013, dan menyiapkan guru yang siap menjadi fasilitator
pembelajaran sebagaimana diuraikan di atas; hendaknya diadakan
138
musyawarah antara kepala sekolah, guru, tenaga kependidikan,
pengawas sekolah, dan komite sekolah. Musyawarah tersebut
diperlukan, terutama untuk menganalisis, mendiskusikan dan
memahami buku pedoman dan berbagai hal yang terkait dengan
implementasi Kurikulum 2013, antara lain sebagai berikut:67
1. Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum
2. Pedoman Implementasi Kurikulum 2013
3. Pedoman Pengelolaan
4. Pedoman Evaluasi Kurikulum
5. Standar Kompetensi Kelulusan
6. Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar
7. Buku Guru
8. Buku SIswa
9. Silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
10. Standar Proses dan Model pembelajaran
11. Dokumen Standar Penilaian
12. PEdoman Penilaian dan Rapor
13. Buku Pedoman Bimbingan dan Konseling
67
E. Mulyasa, Ibid., h. 44.
139
Buku pedoman dan dokumen-dokumen tersebut, bagi
guru yang sudah ikut pelatihan (diklat), mungkin tidak terlalu
masalah, karena sudah ada sedikit pencerahan, tetapi bagi guru
yang belum ikut diklat merupakan masalah besar, dan akan
menjadi batu sandungan dalam implementasi Kurikulum 2014.
Oleh karena itu, alangkah bijaknya seandainya guru-guru yang
sudah mengikuti diklat, berinisiatif secara kreatif untuk
memahamkan guru-guru lain di sekolahnya, sehingga semuanya
siap mendukung keberhasilan implementasi Kurikulum 2013.68
Kunci sukses ketiga yang menentukan keberhasilan
implementasi Kurikulum 2013 adalah aktivitas peserta
didik.Dalam rangka mendorong dan mengembangkan aktivitas
peserta didik, guru harus mampu mendisiplinkan peserta didik,
terutama disiplin diri (self-discipline).Guru harus mampu
membantu peserta didik mengembangkan pola perilakunya;
meningkatkan standar perilakunya; dan melaksanakan aturan
sebagai alat untuk menegakkan disiplin dalam setiap aktivitasnya.
Untuk mendisiplinkan peserta didik perlu dimulai dengan prinsip
68
E. Mulyasa, Ibid., h. 45.
140
yang sesuai dengan tujuan pendidikan nasional, yakni sikap
demokratis; sehingga peraturan disiplin perlu berpedoman pada
hal tersebut, yakni dari, oleh dan untuk peserta didik, sedangkan
guru tut wuri handayani.Dalam hal ini, guru harus mampu
memerankan diri sebagai pengemban ketertiban, yang patut
digugu, ditiru, dan diteladani, tetapi tidak bersikap otoriter.
Memperhatikan pendapat Reaisman and Payne (1987:
239-241). Peserta didik, sebagai berikut:
1. Konsep diri (self-concept); Strategi ini menekankan
bahwa konsep-konsep diri masing-masing individu
merupakan faktor penting dari setiap perilaku. Untuk
menumbuhkan konsep diri, guru disarankan bersikap
empatik, menerima, hangat dan terbuka, sehingga peserta
didik dapat mengeksplorasikan pikiran dan perasaannya
dalam memecahkan masalah.
2. Keterampilan berkomunikasi (communication skills); guru
harus memiliki keterampilan komunikasi yang efektif agar
mampu menerima semua perasaan dan mendorong
timbulnya kepatuhan peserta didik.
141
3. Konsekuensinya-konsekuensi logis dan alami (natural
and logical consequences); perilaku-perilaku yang salah
terjadi karena peserta didik telah mengembangkan
kepercayaan yang salah terhadap dirinya. Hal ini
mendorong munculnya perilaku-perilaku salah. Untuk itu,
guru disarankan: a) menunjukkan secara tepat tujuan
perilaku yang salah, sehingga membantu peserta didik
dalam mengatasi perilakunya, dan b) memanfaatkan
akibat-akibat logis dan alami dari perilaku yang salah.
4. Klarifikasi nilai (values clarification); strategi ini
dilakukan untuk membantu peserta didik dalam menjawab
pertanyaannya sendiri tentang nilai-nilai dan membentuk
system nilainya sendiri.
5. Analisis transaksional (transactional analysis); disarankan
agar guru belajar sebagai orang dewasa, terutama apabila
berhadapan dengan peserta didik yang menghadapi
masalah.
6. Terapi realitas (reality therapy); sekolah harus berupaya
mengurangi kegagalan dan meningkatkan keterlibatan.
142
Dalam hal ini guru harus bersikap positif dan
bertanggung-jawab.
7. Disiplin yang terintegrasi (assertive discipline); metode
ini menekankan pengendalian penuh oleh guru untuk
mengembangkan dan mempertahankan peraturan. Prinsip-
prinsip modifikasi perilaku yang sistematik
diimpementasikan di kelas, termasuk pemanfaatan papan
tulis untuk menuliskan nama-nama peserta didik yang
berperilaku menyimpang.
8. Modifikasi perilaku (behavior modification); perilaku
salah disebabkan oleh lingkungan, sebagai tindakan
remidiasi, sehubungan denan hal tersebut, dalam
pembelajaran perlu diciptakan lingkungan yang kondusif.
9. Tantangan bagi disiplin (dare to discipline); guru
diharapkan cekatan, sangat terorganisasi dan dalam
pengendalian yang tegas. Pendekatan ini mengasumsikan
bahwa peserta didik akan menghadapi berbagai
keterbatasan pada hari-hari pertama di sekolah. Dan guru
143
perlu membiarkan mereka untuk mengetahui siapa yang
berada dalam posisi sebagai pemimpin.
Untuk mendisiplinkan peserta didik dengan 9 (Sembilan)
strategi tersebut, harus mempertimbangkan berbagai situasi dan
memahami faktor-faktor yang mempengaruhinya. Oleh karena
itu, disarankan kepada guru untuk melakukanhal-hal sebagai
berikut:
a. Mempelajari pengalaman peserta didik di sekolah melalui
kartu catatan kunulatif;
b. Mempelajari nama-nama peserta didik secara langsung,
misalnya melalui daftar hadir di kelas;
c. Mempertimbangkan lingkungan pembelajaran dan
lingkungan peserta didik;
d. Memberikan tugas yang jelas, dapat dipahami, sederhana
dan tidak bertele-tele.
e. Menyiapkan kegiatan sehari-hari agar apa yang dilakukan
dalam pembelajaran sesuai dengan yang direncanakan,
tidak terjadi banyak penyimpangan
144
f. Bergairah dan semangat dalam melakukan pembelajaran,
agar dijadikan teladan oleh peserta didik;
g. Berbuat sesuatu yang berbeda dan bervariasi, jangan
monoton; sehingga membantu disiplin dan gairah belajar
peserta didik;
h. Menyesesuaikan argumentasi dengan kemampuan peserta
didik, jangan memaksakan peserta didik sesuai dengan
pemahaman guru, atau mengukur peserta didik sesuai
dengan pemahaman guru, atau mengukur peserta didik
dari kemampuan gurunya; dan
i. Membuat peraturan yang jelas dan tegas agar bias
dilaksanakan dengan sebaik-baiknya oleh peserta didik
dan lingkungannya.69
Melalui berbagai upaya diharapkan tercipta iklim yang
kondusif bagi implementasi Kurikulum 2013, sehingga peserta
didik dapat menguasai berbagai kompetensi sesuai dengan tujuan.
Kunci sukses keempat yang menentukan keberhasilan
implementasi Kurikulum 2013 adalah sosialisasi. Sosialisasi
69
E. Mulyasa, Ibid., h. 47.
145
dalam implementasi kurikulum sangatlah penting dilakukan, agar
semua pihak yang terlibat dalam implementasinya di lapangan
paham dengan perubahan yang harus dilakukan sesuai dengan
tugas pokok dan fungsinya masing-masing, sehingga mereka
memberikan dkungan terhadap perubahan yang harus dilakukan
sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya masing-masing,
sehingga mereka memberikan dukungan terhadap perubahan
kurikulum yang dilakukan. Dalam hal ini seharusnya pemerintah
mengembangkan grand design yang jelas dan menyeluruh, agar
konsep kurikulum yang diimplementasikan dapat dipahami oleh
para pelaksana secara utuh, tidak ditangkap secara parsial, keliru
atau salah faham.
Sosialisasi kurikulum perlu dilakukan terhadap berbagai
pihak yang terkait dalam implementasinya, serta terhadap seluruh
warga sekolah, bahkan terhadap masyarakat dan orang tua peserta
didik. Sosialisasi ini penting, terutama agar seluruh warga
sekolah mengenal dan memahami visi dan misi sekolah, serta
kurikulum yang akan diimplementasikan. Sosialisasi bisa
dilakukan oleh jajaran pendidikan di pemerintah pusat maupun
146
pemerintah daerah yang bergerak dalam bidang pendidikan
(Dinas Pendidikan dan Kebudayaan) secara proporsional dan
professional.Di tingkat sekolah, sosialisasi bisa langsung oleh
kepala sekolah apabila yang bersangkutan sudah mengenal dan
cukup memahaminya. Namun demikian, jika kepala sekolah
belum begitu memahami, atau masih belum mantap dengan
konsep-konsep perubahan kurikulum yang akan dilakukan, maka
bisa mengundang ahlinya yang ada di masyarakat, baik dari
kalangan pemerintah, akademisi, maupun dari kalangan penulis
atau pengamat pendidikan. Sebaiknya dalam sosialisasi juga
dihadirkan komite sekolah, bahkan bila memungkinkan seluruh
orang tua, untuk mendapat masukan, dukungan dan pertimbangan
tentang impelentasi kurikulum.70
Sosialisasi perlu dilakukan secara matang kepada berbagai
pihak agar kurikulum baru yang ditawarkan dapat dipahami dan
diterapkan secara optimal, karena sosialisasi merupakan langkah
penting akan menunjang dan menentukan keberhasilan perubahan
kurikulum. Setelah sosialisasi, kemudian mengadakan
70
E. Mulyasa, Ibid., h.48.
147
musyawarah antara kepala sekolah, guru, tenaga kependidikan,
dan komitesekolah untuk mendapatkan persetujuan dan
pengesahan dari berbagai pihak dalam rangka menyukseskan
implementasi Kurikulum 2013.
Kunci sukses kelima yang menentukan keberhasilan
implementasi Kurikulum 2013 adalah fasilitas dan sumber belajar
yang memadai, agar kurikulum yang sudah dirancang dapat
dilaksanakan secara optimal. Fasilitas dan sumber belajar yang
perlu dikembangkan dalam mendukung suksesnya implementasi
kurikulum antara lain dalam mendukung suksesnya implementasi
kku antara lain dalam mendukung suksesnya implementasi
kurikulum antara lain laboratorium, pusat sumber belajar dan
perpustakaan, serta tenaga penngelola dan peningkatan
kemampuan pengelolaannya. Fasilitas dan pengelola dan
peningkatan kemampuan pengelolaannya.Fasiltas dan sumber
belajar tersebut perlu didayagunakan seoptimal
mungkin.Dipelihara, dan disimpan dengan sebaik-bbaiknya.
Dalam pada itu, kreativitas guru dan peserta didik perlu
senantiasa ditingkatkan untuk membuat dan mengembangkan
148
alat-alat pembelajaran serta alat peraga lain yang berguna bagi
peningkatan kualitas pembelajaran. Kreativitas tersebut
diperlukan, bukan semata-mata karena keterbatasan fasilitas dan
dana dari pemerintah, tetapi merupakan kewajiban yang harus
melekat pada setiap guru untuk berkreasi, berimprovisasi,
berinisiatif dan inovatif.
Dalam pengembangan fasilitas dan sumber belajar, guru
di samping harus mampu membuat sendiri alat pembelajaran dan
alat peraga, juga harus berinisiatif mendayagunakan lingkungan
sekitar sekolah sebagai sumber belajar yang lebih konkret.
Pendayagunaan lingkungan sebagai sumber belajar, misalnya
memanfaatkan batu-batuan, tanah, tumbuh-tumbuhan, keadaan
alam, pasar, kondisi masyarakat. Untuk kepentingan tersebut,
perlu senantiasa diupayakan peningkatan pengetahuan guru dan
dorong terus untuk menjadi peningkatan pengetahuan guru dan
didorong terus untuk menjadi guru yang kreatif dan professional
terutama dalam pengadaan serta pendayagunaan fasilitas dan
sumber belajar secara luas, untuk mengembangkan kemampuan
peserta didik secara optimal.Upaya ini harus menjadi kepedulian
149
bersama antara kepala sekolah, komite sekolah dan pengawas
sekolah secara proporsional.71
Harus disadari bahwa sampai saat ini, buku pelajaran
masih merupakan sumber belajar yang sangat pentin bagi para
peserta didik, meskipun masih banyak yang tidak memilikinya
terutama bagi sekolah-sekolahh yang berada di luar kota, di
pedesaan, dan bagi daerah-daerah terpencil. Dalam implementasi
Kurikulum 2013 pemerintah sudah menyiapkan sebagian besar
buku-buku wajib yang harus dipelajari oleh peserta didik,
termasuk buku guru, dan pedoman belajar peserta didik. Oleh
karena itu, pemilihan buku guru, dan peedoman belajar peserta
didik.Oleh karena itu, pemilihan buku pelajaran hendaknya
mengutamakan buku wajib yang langsung berkaitan dengan
pencapaian kompetensi tertentu. Sedangkan pemilihan buku
pelengkap hendaknya tetap berpedoman pada rekomendasi atau
pengesahan dari dinas pendidikan, dan pertimbangan lain yang
tidak memberatkan orang tua, sehhubungan dengan itu,
hendaknya kepala sekolah, guru, dan pengawas sekolah tidak
71
E. Mulyasa, Ibid., h. 49.
150
memaksakan kepada peserta didik untuk membeli buku terbiatan
tertentu setiap tahun. Sebaiknya peserta didik dianjutkan
menggunakan buku-buku bekas milik kakak atau keluarga lain
yang sudah tidak dipakai lagi. Ini penting, karena dalam kondisi
ekonomi nasional yang carut marut sekarang ini banyak orang tua
yang tidak mampu lagi untuk membiayai pendidikan anaknya.Di
samping itu, hal ini mendukung tuntutan reformasi dalam bidang
pendidikan, yakni “mengembangkan atau menyediakan
pendidikan yang murahh dan berkualitas bagi seluruh lapisan
masyarakat.”
Dalam kaitannya dengan proses pembelajaran (actual
curriculum) idealnya dikembangkan ruang kelas yang dilengkapi
dengan fasilitas dan suber belajar untuk pembentukkan
kompetensi dan karakter peserta didik, dan pencapaian setiap
tujuan pembelajaran. Kelas-kelas lengkap ini terutama
diperlukan untuk melaukkan pembelajaran kontekstual (CTL)
tematik integrative, dan team teaching. Kelas yang ideal hanya
bisa dikembangkan oleh sekolah-sekolah yang berstatus social
ekonomi menengah ke atas. Namun demikian, jika pemerintah
151
sudah mampu dan mau mrealisasikan anggaran pendidikan
minimal 20% dari APBN dan APBD, maka kelas yang ideal ini
akan dapat direalisasikan di seluruh sekolah dalam berbagai
lapisan masyarakat. Kondisi inilah yang memungkinkan seluruh
lapisan masyarakt menikmati pendidikan secara adil dan merata,
menuju terwujudnya keadilan social bagi seluruh rakyat
Indonesia.Amin.
Seccara umum fasilitas dan sumber belajar terdiri dari dua
kelompok besar, yakni fasilitas dan sumber belajar yang
direncanakan (by design) dan yang dimanfaatkan (by
utilation).Kedua jenis fasilitas dan sumber belajar tersebut dapat
didayagunakan seccara efektif dalam menyukseskan
implementasi Kurikulum 2013.Pendayagunaan fasilitas dan
sumber belajar memiliki arti yang sanggat penting, seliiain
melengkapi, memelihara, dan memperkaya khasanah belajar,
sumber belajar juga dapat meningkatkan aktivitas dan kreativitas
belajar, yang sangat menguntungkan baik bagi guru maupun
peserta didik.Pendayagunaan fasilitas dan sumber belajar seccara
maksimal, memungkin peserta didik menggali berbagai konsep
152
yang sesuai dengan mata pelajaran yang sedang dipelajari,
sehingga menambah wawasan dan pemahaman yang senantiasa
actual, serta mampu menggikuti berbagai perubahan yang terjadi
di masyarakat dan lingkungannya. Kondisi inilah yang
memungkinkan peserta didik memiliki kemampuan unbertindak
seccara local, sesuai dengan kebutuhan lingkungan, dan berpikir
dalam prespektif global sesuai dengan kemajuan ilmu
pengetahuan, teknologi dan seni (act locally think globally).72
Pendayagunaan fasilitas dan sumber belajar perlu
dikaitkan dengan kompetensi yang ingin dicapai dalam proses
pembelajaran. Dengan kata lain, fasilitas dan sumber belajar
dipilih dan digunakan dalam proses belajar apabila sesuai dan
menunjang tercapainya kompetensi. Dalam menyukseskan
implementasi Kurikulum 2013, fasilitas dan sumber belajar
memiliki kegunaan sebagai berikut.
1. Merupakan pembuka jalan dan pengembangan wawasan
terhadap proses pembelajaran yang akan ditempuh. Disini
sumber belajar meurpakan peta dasar yang perlu dijajagi
72
E. Mulyasa, Ibid., h. 51.
153
seccara umum agar wawasan terhadap proses
pembelajaran yang akan dikembangkan dapat diperoleh
lebih awal.
2. Merupakan pemandu secara teknis dan langkah-langkah
operasional untuk menelusuri secara lebih teliti menuju
pada pembentukan kompetensi secara tuntas.
3. Memberikan berbagai macam ilustrasi dan contoh-contoh
yang berkaitan dengan kompetensi dasar yang akan
dikembangkan.
4. Memberikan petunjuk dan gambaran kaitan kompetensi
dasar yang sedang dikembangkan dengan kompetensi
dasar lainnya
5. Menginformasikan sejumlah penemuan baru yang pernah
diperoleh orang lain yang berhubungan dengan mata
pelajaran tertentu.
6. Menunjukkan berbagai permasalahan yang timbul,
sebagai konsekuensi logis dalam suatu bidang keilmuan
154
yang menuntut adanya kemampuan pemecahan dari
orang yang mengabdikan diri dalam bidang tersebut.73
Secara umum dapat dikemukakan dua cara memanfaatkan
fasilitas dan sumber belajar dalam menyukseskan implementasi
kurikulum. Pertama; membawa sumber belajar ke dalam kelas.
Dari aneka ragam macam dan bentuknya sumber belajar dapat
digunakan dalam proses pembelajaran di dalam kelas, terutama
dalam pembentukan kompetensi dasar peserta didik. Hal tersebut
misalnya membawa tape recorder kedalam kelas, atau
menghadirkan anggotanya di kelas dan memberi penjelasan
kepada peserta didik. Penjelasan ini akan lebih bermakna
daripada ceramah yang dilakukan guru atau diskusi yang kurang
jelas arahnya. Kedua; membawa kelas ke lapangan yang kurang
jelas arahnya.Kedua; membawa kelas ke lapangan tempat sumber
belajar berada.Adakalanya terdapat sumber belajar yang sangat
penting dan menunjang tujuan belajar tetapi tidak dapat dibawa
ke dalam kelas karena mengandung resiko yang cuup tinggi, atau
memiliki karakteristik yang tidak memungkinkan untuk dibawa
73
Anonimous, Ibid., h. 71.
155
ke dalam kelas.Hal tersebut misalnya museum, apabila kita mau
menggunakan museum sebagai sumber belajar tidak mungkin
membawa museum tersebut ke dalam kelas, oleh karenanya kita
dengan cara yang kedua ini dapat dilakukan dengan metoded
karyawisata, hal ini dilakukan terutama untuk mengefektifkan
biaya yang dikeluarkan.
Fasilitas dan sumber belajar sudah sewajarnya
dikembangkan oleh sekolah sesuai dengan apa yang digariskan
dalam Standar Nasional Pendidikan (SNP/PP.19/2005), mulai
dari pengadaan, pemeliharaan dan perbaikan. Hal ini didasari
oleh kenyataan bahwa sekolahlah yang paling mengetahui
kebutuuhhan fasilitas dan sumber belajjar, baik kecukupan,
kesesuaian, maupun kemutakhirannya, terutama sumber-sumber
belajar yang dirancang (by design) secara khusus untuk
kepentingan pembelajaran.74
74
E. Mulyasa, Ibid., h. 52.