BAB II PEMBAHASAN - repository.uksw.edu II.pdfHutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, serta...

59
11 BAB II PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN Sebagaimana judul di atas, inti dari Bab ini adalah pembahasan atas permasalahan yang telah ditentukan sebelumnya. Ada dua bagian utama di dalam Bab ini, yaitu paparan tentang norma-norma hukum yang relevan dengan permasalahan yang dibahas dan analisis terhadap permasalahan yang ada dengan mengacu pada norma-norma hukum yang dipaparkan. Sesuai dengan permasalahan yang dibahas, norma-norma hukum yang relevan untuk dikemukakan adalah norma-norma hukum tentang Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) yang dipayungi oleh norma-norma hukum yang lebih umum, yaitu norma-norma hukum kehutanan (khususnya menyangkut kepentingan- kepentingan yang dilindungi dan posisi hutan rakyat dalam konteks SVLK). Karena penelitian ini juga membahas tentang SVLK sebagai perwujudan public policy dalam transaksi jual-beli internasional, konsep-konsep tentang transaksi jual beli internasional juga dipandang relevan.

Transcript of BAB II PEMBAHASAN - repository.uksw.edu II.pdfHutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, serta...

Page 1: BAB II PEMBAHASAN - repository.uksw.edu II.pdfHutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, serta Pemanfaatan Hutan. o Peraturan Pemerintah RI Nomor 68 Tahun 2008 tentang Tata Cara

11

BAB II

PEMBAHASAN

A. HASIL PENELITIAN

Sebagaimana judul di atas, inti dari Bab ini adalah pembahasan atas

permasalahan yang telah ditentukan sebelumnya. Ada dua bagian utama di dalam

Bab ini, yaitu paparan tentang norma-norma hukum yang relevan dengan

permasalahan yang dibahas dan analisis terhadap permasalahan yang ada dengan

mengacu pada norma-norma hukum yang dipaparkan. Sesuai dengan

permasalahan yang dibahas, norma-norma hukum yang relevan untuk

dikemukakan adalah norma-norma hukum tentang Sistem Verifikasi Legalitas

Kayu (SVLK) yang dipayungi oleh norma-norma hukum yang lebih umum, yaitu

norma-norma hukum kehutanan (khususnya menyangkut kepentingan-

kepentingan yang dilindungi dan posisi hutan rakyat dalam konteks SVLK).

Karena penelitian ini juga membahas tentang SVLK sebagai perwujudan public

policy dalam transaksi jual-beli internasional, konsep-konsep tentang transaksi

jual beli internasional juga dipandang relevan.

Page 2: BAB II PEMBAHASAN - repository.uksw.edu II.pdfHutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, serta Pemanfaatan Hutan. o Peraturan Pemerintah RI Nomor 68 Tahun 2008 tentang Tata Cara

12

1. Norma-norma Perlindungan Hutan dalam Sistem Verifikasi

Legalitas Kayu

a. Pengertian Hukum Kehutanan

Hukum kehutanan di Indonesia merupakan salah satu bidang hukum yang

sudah berumur 137 tahun, yaitu sejak diundangkannya Reglemen Hutan 1865

yang berlaku pada masa Hindia Belanda. Istilah hukum kehutanan merupakan

terjemahan dari Boswezen Recht (Belanda) atau Forrest Law (Inggris). Menurut

Henry Campbell Black, berdasarkan hukum Inggris kuno yang disebut forrest law

(hukum kehutanan) adalah: “The system or body of old law relating to the royal

forest“ atau “suatu sistem atau tatanan hukum lama yang berhubungan dan

mengatur hutan-hutan kerajaan“1. Pada awalnya memang secara historis hukum

kehutanan hanya sebatas mengatur tentang perlindungan terhadap hutan sebagai

aset kerajaan. Namun, dalam perkembangannya pengaturan hukum kehutanan

kemudian juga menjangkau perlindungan terhadap hutan-hutan yang dimiliki

rakyat. Pada tahun 1971 hukum kehutanan Inggris disempurnakan melalui Act

1971 dan di dalam Act 1971 ini tidak hanya mengatur hutan kerajaan semata-

mata, tetapi juga mengatur mengenai hutan rakyat (hutan milik).

Idris Sarong Al Mar mengatakan bahwa yang disebut dengan hukum

kehutanan adalah serangkaian kaidah-kaidah atau norma-norma (tidak tertulis)

dan peraturan-peraturan (tertulis) yang hidup dan dipertahankan dalam hal-hal

1 Salim, H.S., S.H., M.S., Ibid., hal., 5.

Page 3: BAB II PEMBAHASAN - repository.uksw.edu II.pdfHutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, serta Pemanfaatan Hutan. o Peraturan Pemerintah RI Nomor 68 Tahun 2008 tentang Tata Cara

13

hutan dan kehutanan2. Definisi Idris Sarong Al Mar tersebut juga senada dengan

definisi yang dirumuskan Biro Hukum dan Organisasi, Departemen Kehutanan,

yaitu, bahwa hukum kehutanan adalah kumpulan (himpunan) peraturan baik yang

tertulis maupun tidak tertulis yang berkenaan dengan kegiatan-kegiatan yang

bersangkut-paut dengan hutan dan pengurusannya3.

Pasal 1 Angka 1 UU Kehutanan memberikan definisi tentang kehutanan

sebagai sistem pengurusan4 yang bersangkut paut dengan hutan, kawasan hutan,

dan hasil hutan yang diselenggarakan secara terpadu5.

Salim memberikan definisi yang cenderung berbeda dari ketiga definisi

hukum kehutanan diatas karena menurutnya ketiga definisi di atas hanya

menitikberatkan pada kekuasaan negara dalam pengelolaan dan pengurusan hutan

dan kehutanan semata-mata, menurut Salim hukum kehutanan bukanlah semata-

mata hanya mengenai hal-hal tersebut, namun juga mengenai urusan manusia

secara perorangan, jika orang tersebut mengusahakan penanaman kayu di atas

tanah hak miliknya6.

2 Idris Sarong Al Mar sebagaimana dikutip oleh Salim, H.S., M.S., Ibid.

3 Ibid.

4 Namun menurut Penulis Sistem pengurusan inilah yang diwujudkan dalam hukum/peraturan

maupun regulasi yang akan dikeluarkan oleh Negara atau Pemerintah sebagai Penguasa semua

Hutan diseluruh wilayah Indonesia., Lihat Pasal 4 UU kehutanan., menurut penulis bahwa definisi

Kehutanan dalam UU Kehutanan juga senada dengan definisi Idris Sarong Al Mar dan Biro

Hukum dan Organisasi Dephut. Jadi menurut Penulis definisi Kehutanan dalam UU Kehutanan

adalah hukum kehutanan itu sendiri.

5 Lihat UU Kehutanan Pasal 1 Angka (1).

6 Ibid.

Page 4: BAB II PEMBAHASAN - repository.uksw.edu II.pdfHutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, serta Pemanfaatan Hutan. o Peraturan Pemerintah RI Nomor 68 Tahun 2008 tentang Tata Cara

14

Dengan demikian Salim memberikan definisi mengenai hukum kehutanan

sebagai “kumpulan kaidah/ketentuan hukum yang mengatur hubungan antara

negara dengan hutan dan kehutanan, dan hubungan antara individu (perseorangan)

dengan hutan dan kehutanan”.

Definisi hukum kehutanan menurut Salim tersebut mempunyai tiga unsur

yaitu: adanya kaidah hukum, baik yang tertulis maupun tidak tertulis, mengatur

hubungan antara negara dengan hutan dan kehutanan, dan mengatur hubungan

antara individu (perseorangan) dengan hutan dan kehutanan7.

Hukum kehutanan juga mempunyai dua bentuk yaitu, hukum kehutanan

yang tertulis maupun tidak tertulis. Hukum kehutanan tertulis adalah kumpulan

kaidah hukum yang dibuat oleh lembaga yang berwenang untuk mengatur hal-hal

yang berkaitan dengan hutan dan kehutanan. Sedangkan hukum kehutanan tidak

tertulis atau disebut juga hukum adat mengenai hutan adalah aturan-aturan hukum

yang tidak tertulis, timbul, dan berkembang dalam masyarakat setempat, jadi

hukum kehutanan tidak tertulis sifatnya lokal dan hanya mengatur mengenai hal-

hal seperti hak membuka tanah dihutan, hak untuk menebang kayu, hak untuk

memungut hasil hutan dan hak untuk menggembalakan ternak, dan sebagainya

namun hak-hak yang sedemikian rupa itu tidak boleh bertentangan dengan

kepentingan bangsa dan negara8.

7 Ibid.

8 Ibid.

Page 5: BAB II PEMBAHASAN - repository.uksw.edu II.pdfHutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, serta Pemanfaatan Hutan. o Peraturan Pemerintah RI Nomor 68 Tahun 2008 tentang Tata Cara

15

b. Sumber-sumber Hukum Kehutanan

Secara sederhana, sumber hukum adalah tempat di mana kaidah-kaidah

hukum yang mengatur bidang tertentu bida diketemukan. Dari pemahaman ini,

dapat dikemukakan bahwa sumber-sumber hukum kehutanan adalah tempat di

mana kaidah-kaidah hukum yang mengatur tentang kehutanan dapat diketemukan.

Untuk itu ada dua kategori hukum kehutanan, yaitu hukum kehutanan yang

tertulis dan hukum kehutanan yang tidak tertulis.

1) Hukum kehutanan yang tertulis

Hukum kehutanan yang tertulis adalah hukum kehutanan yang dituangkan

dalam wujud tertulis oleh lembaga yang memiliki kewenangan untuk membuat

hukum tertulis tersebut. Dengan demikian, setiap peraturan perundang-undangan

yang substansinya menyangkut kaidah pengaturan hal-hal yang berkaitan dengan

kehutanan dapat dikategorikan sebagai hukum kehutanan yang tertulis. Sesuai

dengan pihak yang berwenang membuat peraturan perundang-undangan, hukum

kehutanan yang tertulis dapat dibedakan menjadi beberapa jenis, yakni Konstitusi,

Undang-Undang dan peraturan lain di luar Undang-Undang (misalnya Peraturan

Pemerintah, Peraturan Presiden, Keputusan Menteri dan Peraturan Daerah).

a. Konstitusi (UUD 1945)

Konstitusi menempati posisi yang penting sebagai sumber hukum

kehutanan Indonesia. Konstitusi memuat prinsip-prinsip yang menjadi sumber

dari berbagai pengaturan tentang kehutanan yang ada di Indonesia baik yang

berupa Undang-Undang maupun peraturan perundang-undangan yang lain. Dalam

Page 6: BAB II PEMBAHASAN - repository.uksw.edu II.pdfHutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, serta Pemanfaatan Hutan. o Peraturan Pemerintah RI Nomor 68 Tahun 2008 tentang Tata Cara

16

kaitan ini pasal yang relevan di dalam UUD 1945 adalah Pasal 33 Ayat (3) yang

berbunyi:

“Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di

dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk

sebesar-besar kemakmuran rakyat.”

b. Undang-Undang

Di Indonesia, Undang-Undang yang secara komprehensif mengatur

tentang kehutanan adalah Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 tentang

Kehutanan. Tetapi, di luar itu ada pula Undang-Undang yang juga terkait dengan

pengaturan tentang kehutanan. Secara lebih lengkap dapat dikemukakan bahwa

sumber-sumber terpenting hukum kehutanan Indonesia yang berwujud Undang-

Undang meliputi:

o Undang-Undang No.41 Tahun 1999 tentang Kehutanan.9

o Undang-Undang No.23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan

Lingkungan Hidup.

o Undang-Undang No.26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.

o Undang-Undang No.5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber

Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.

o Undang-Undang No.18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan

Pemberantasan Perusakan Hutan.

9 Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 ini sudah diubah dengan Undang-undang No. 19 Tahun

2004 tentang Penetapan PERPU No. 1 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-undang No. 41

tahun 1999 tentang Kehutanan menjadi Undang-undang.

Page 7: BAB II PEMBAHASAN - repository.uksw.edu II.pdfHutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, serta Pemanfaatan Hutan. o Peraturan Pemerintah RI Nomor 68 Tahun 2008 tentang Tata Cara

17

c. Peraturan perundang-undangan lain

Selain Undang-Undang, kaidah-kaidah hukum kehutanan juga dapat

diketemukan di dalam peraturan perundang-undangan yang lain, baik yang berupa

peraturan nasional maupun peraturan daerah. Peraturan perundang-undangan yang

penting misalnya:

d. Peraturan Pemerintah

o Peraturan Pemerintah RI Nomor 13 tahun 1994 tentang Perburuan

Satwa Buru.

o Peraturan Pemerintah RI Nomor 68 tahun 1998 tentang Kawasan

Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam.

o Peraturan Pemerintah RI Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan

Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar.

o Peraturan Pemerintah RI Nomor 8 Tahun 1999 tentang

Pemanfaatan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar.

o Peraturan Pemerintah RI Nomor 4 Tahun 2001 tentang

Pengendalian Kerusakan dan Atau Pencemaran Lingkungan Hidup

Yang Berkaitan dengan Kebakaran Hutan dan atau Lahan.

o Peraturan Pemerintah RI Nomor 63 Tahun 2002 tentang Hutan

Kota.

o Peraturan Pemerintah RI Nomor 14 Tahun 2004 tentang Syarat dan

Tata Cara Pengalihan Perlindungan Varietas Tanaman dan

Penggunaan Varietas Yang Dilindungi oleh Pemerintah.

Page 8: BAB II PEMBAHASAN - repository.uksw.edu II.pdfHutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, serta Pemanfaatan Hutan. o Peraturan Pemerintah RI Nomor 68 Tahun 2008 tentang Tata Cara

18

o Peraturan Pemerintah RI Nomor 44 Tahun 2004 tentang

Perencanaan Kehutanan.

o Peraturan Pemerintah RI Nomor 21 Tahun 2005 tentang Keamanan

Hayati Produk Rekayasa Genetik.

o Peraturan Pemerintah RI Nomor 38 Tahun 2007 tentang

Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan

Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota.

o Peraturan Pemerintah RI Nomor 6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan

dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Serta Pemanfaatan

Hutan.

o Peraturan Pemerintah Nomor 58 tahun 2007 tentang Dana

Reboisasi.

o Peraturan Pemerintah RI Nomor 3 Tahun 2008 tentang Perubahan

atas Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 tentang Tata

Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, serta

Pemanfaatan Hutan.

o Peraturan Pemerintah RI Nomor 68 Tahun 2008 tentang Tata Cara

Pelaksanaan Hubungan dan Kerja Sama Kepolisian Negara

Republik Indonesia.

o Peraturan Pemerintah RI Nomor 76 Tahun 2008 tentang

Rehabilitasi dan Reklamasi Hutan.

Page 9: BAB II PEMBAHASAN - repository.uksw.edu II.pdfHutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, serta Pemanfaatan Hutan. o Peraturan Pemerintah RI Nomor 68 Tahun 2008 tentang Tata Cara

19

o Peraturan Pemerintah Nomor 43 tahun 2009 tentang Pembinaan,

Pembiayaan dan Pengawasan Penyuluhan Pertanian Perikanan dan

Kehutanan.

o Peraturan Pemerintah Nomor 60 tahun 2009 tentang Perubahan

Atas Peraturan Pemerintah Nomor 45 tahun 2004

tentang Perlindungan Hutan.

o Peraturan Pemerintah No 10 tahun 2010 tentang Tata Cara

Peruntukan dan Fungsi Kawasan Hutan.

o Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 2010 tentang Penggunaan

Kawasan Hutan.

o Peraturan Pemerintah No. 36 Tahun 2010 Tentang Pengusahaan

Pariwisata Alam di Suaka Margasatwa, Taman Nasional, Taman

Hutan Raya, dan Taman Wisata Alam.

o Peraturan Pemerintah Nomor 72 tahun 2010 tentang Perusahaan

Umum (PERUM) Kehutanan Negara.

o Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 2011, tentang Pengelolaan

Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam.

o Peraturan Pemerintah No. 61 tahun 2012 tentang Perubahan PP No

24 tahun 2010 tentang Penggunaan Kawasan Hutan.

o Peraturan Pemerintah No. 60 tahun 2012 tentang Perubahan PP No

10 tahun 2010 tentang Tata Cara Peruntukan dan Fungsi Kawasan

Hutan.

Page 10: BAB II PEMBAHASAN - repository.uksw.edu II.pdfHutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, serta Pemanfaatan Hutan. o Peraturan Pemerintah RI Nomor 68 Tahun 2008 tentang Tata Cara

20

o Peraturan Pemerintah No. 37 tahun 2012 tentang Pengelolaan

Daerah Aliran Sungai.

e. Peraturan Presiden

o Keputusan Presiden RI No. 29 tahun 1991 tentang Perubahan

Keputusan Presiden No. 30 tahun 1990 tentang Pengenaan,

Pemungutan, dan Pembagian Iuran Hasil Hutan.

o Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 28 tahun 2011 tentang

Penggunaan Kawasan Hutan Lindung untuk Penambangan Bawah

Tanah.

o Instruksi Presiden Nomor 10 Tahun 2011 Penundaan Pemberian

Izin Baru dan Penyempurnaan Tata Kelola Hutan Alam Primer dan

Lahan Gambut.

o Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2012 Tentang Rencana Tata

Ruang Pulau Kalimantan.

o Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 62 tahun 2013 tentang

Badan Pengelola Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca dari

Deforestasi, Degradasi Hutan dan Lahan Gambut.

f. Peraturan Menteri

o Peraturan Menteri Kehutanan RI No. P.38/Menhut-II/2009 tentang

Standard dan Pedoman Penilaian Kinerja Pengelolaan Hutan

Page 11: BAB II PEMBAHASAN - repository.uksw.edu II.pdfHutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, serta Pemanfaatan Hutan. o Peraturan Pemerintah RI Nomor 68 Tahun 2008 tentang Tata Cara

21

Produksi Lestari dan Verifikasi Legalitas Kayu Pada Pemegang

Izin dan atau Pada Hutan Hak.

o Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.12/Menhut-II/2012 Tentang

Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Kehutanan Nomor

P.32/Menhut-II/2009 Tentang Tata Cara Penyusunan Rencana Teknik

Rehabilitasi Hutan Dan Lahan Daerah Aliran Sungai.

o Peraturan Menterri Kehutanan No. P.9/Menhut-II/2012 tentang

Rencana Pemenuhan Bahan Baku Industri Primer Hasil Hutan

Kayu.

o Peraturan Menteri Kehutanan No .P.4/Menhut-II/2012,

tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Kehutanan No.

p.48/menhut-ii/2010 tentang Pengusahaan Pariwisata Alam di

Suaka Margasatwa, Taman Nasional, Taman Hutan Raya dan

Taman Wisata Alam.

o Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.20/Menhut-II/2012 tanggal

23 April 2012 Tentang Penyelenggaraan Karbon Hutan.

o Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.19/Menhut-II/2012 tanggal

11 April 2012 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri

Kehutanan Nomor P.62/Menhut-II/2008 Tentang Rencana Kerja

Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman Industri

dan Hutan Tanaman Rakyat.

o Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.14/Menhut-II/2012 tanggal

8 April 2012 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Rehabilitasi

Hutan dan Lahan Tahun 2012.

Page 12: BAB II PEMBAHASAN - repository.uksw.edu II.pdfHutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, serta Pemanfaatan Hutan. o Peraturan Pemerintah RI Nomor 68 Tahun 2008 tentang Tata Cara

22

o Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.67/Menhut-II/2011

Tentang Pedoman Umum Penggunaan Belanja Bantuan Modal

Kerja dalam Rangka Pengembangan Desa Konservasi di Daerah

Penyangga Kawasan Konservasi.

o Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor:

P.63/Menhut-II/2011 ientang Pedoman Penanaman Bagi Pemegang

Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan dalam Rangka Rehabilitasi

Daerah Aliran Sungai.

o Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor:

P.61/Menhut-II/2011 Tentang Panduan Penanaman Satu Milyar

Pohon 2011.

o Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor:

P.60/Menhut-II/2011 Tentang Pedoman Penyusunan Rencana

Pengaturan Kelestarian Hutan Dan Rencana Teknik Tahunan Di

Wilayah Perum Perhutani.

o Peraturan Menteri Kehutanan No. P.8/Menhut-II/2014 tentang

Pembatasan Luasan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu

(IUPHHK) dalam Hutan Alam, IUPHHK Hutan Tanaman Industri

atau IUPHHK Restorasi Ekosistem pada Hutan Produksi.

2) Hukum kehutanan yang tidak tertulis

Hukum kehutanan yang tidak tertulis merupakan norma-norma hukum

yang mengatur tentang kehutanan yang terutama berkembang melalui praktik

Page 13: BAB II PEMBAHASAN - repository.uksw.edu II.pdfHutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, serta Pemanfaatan Hutan. o Peraturan Pemerintah RI Nomor 68 Tahun 2008 tentang Tata Cara

23

kebiasaan atau adat istiadat yang tidak tertulis. Hukum kehutanan yang tidak

tertulis ini memiliki keberlakuan lokal dan umumnya hanya berlaku di antara

masyarakat adat. Meski sifatnya tidak tertulis, pada prinsipnya hukum adat

sebagai hukum yang hidup di dalam masyarakat tetap diakui sebagai hukum yang

mengikat, setidaknya secara lokal.

Pengakuan terhadap pranata hukum adat tentang kehutanan juga

dipertegas melalui putusan Mahkamah Konstitusi dalam putusan No. 35/PUU-

X/2012. Dalam perkara tersebut pemohon meminta agar Mahkamah Konstitusi

memutus Pasal 1 Angka (6) dari Undang-Undang Kehutanan Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 3888 sebagai bertentangan dengan konstitusi. Pasal 1

Angka (6) Undang-Undang Kehutanan menyatakan bahwa hutan adat termasuk

dalam kategori hutan negara, bukan hutan hak.

Dalam pertimbangannya, Mahkamah Konstitusi berpendapat bahwa Pasal

4 ayat (3) bertentangan dengan UUD 1945 secara bersyarat (conditionally

unconstitutional) kecuali dimaknai sebagai berikut: “Penguasaan hutan oleh

Negara tetap memperhatikan hak masyarakat hukum adat, sepanjang masih hidup

dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan

Republik Indonesia yang diatur dalam undang-undang”.

Mahkamah Konstitusi secara khusus juga menegaskan bahwa kata

“memperhatikan” harus dimaknai lebih tegas, yaitu “negara mengakui dan

Page 14: BAB II PEMBAHASAN - repository.uksw.edu II.pdfHutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, serta Pemanfaatan Hutan. o Peraturan Pemerintah RI Nomor 68 Tahun 2008 tentang Tata Cara

24

menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak

tradisionalnya”.

Selanjutnya Mahkamah Konstitusi juga menyatakan bahwa frasa

“kenyataannya masih ada dan diakui keberadaannya, serta tidak bertentangan

dengan kepentingan nasional” sebagai prasyarat bagi pengakuan dan

penghormatan terhadap masyarakat hukum adat, dan karenanya harus dimaknai

secara jelas dan tegas bahwa masyarakat hukum adat tersebut tidak hanya sekedar

“ada” tetapi benar-benar yang “masih hidup”. MK juga menegaskan bahwa

“apabila dalam perkembangannya masyarakat hukum adat yang bersangkutan

tidak ada lagi maka hak pengelolaan hutan adat adalah tepat untuk dikembalikan

kepada Pemerintah, dan status hutan adat pun beralih menjadi hutan negara.

Dalam pertimbangannya pula Mahkamah Konstitusi berpendapat,

Mahkamah berpendapat hutan negara dan hutan adat harus ada perbedaan

perlakuan, sehingga dibutuhkan pengaturan hubungan antara hak menguasai

negara dengan hutan negara, dan hak menguasai negara terhadap hutan adat.

Terhadap hutan negara, negara mempunyai wewenang penuh untuk mengatur

peruntukan, pemanfaatan, dan hubungan-hubungan hukum yang terjadi di wilayah

hutan negara.

Terhadap hutan adat, wewenang negara dibatasi sejauh mana isi

wewenang yang tercakup dalam hutan adat. Hutan adat ini berada dalam cakupan

hak ulayat dalam satu kesatuan wilayah (ketunggalan wilayah) masyarakat hukum

adat dan "para warga masyarakat hukum adat mempunyai hak membuka hutan

Page 15: BAB II PEMBAHASAN - repository.uksw.edu II.pdfHutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, serta Pemanfaatan Hutan. o Peraturan Pemerintah RI Nomor 68 Tahun 2008 tentang Tata Cara

25

ulayatnya untuk dikuasai dan diusahakan tanahnya bagi pemenuhan kebutuhan

pribadi dan keluarganya."

c. Tujuan dan Asas-asas Hukum Kehutanan

1) Tujuan Hukum Kehutanan

Hukum kehutanan dibuat atau dibentuk mempunyai maksud atau tujuan

yaitu, untuk melindungi, memanfaatkan, dan melestarikan hutan agar dapat

berfungsi dan memberikan manfaat bagi kesejahteraan rakyat secara lestari10.

Sedangkan dalam UU Kehutanan Pasal 3 dinyatakan bahwa,

penyelenggaraan bertujuan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat yang

berkeadilan dan berkelanjutan dengan; (a) menjamin keberadaan hutan dengan

luasan yang cukup dan sebaran yang proporsional; (b) mengoptimalkan aneka

fungsi hutan yang meliputi fungsi konservasi, fungsi lindung, dan fungsi produksi

untuk mencapai manfaat lingkungan, sosial, budaya, dan ekonomi, yang seimbang

dan lestari; (c) meningkatkan daya dukung daerah aliran sungai; (d) meningkatkan

kemampuan untuk mengembangkan kapasitas dan keberdayaan masyarakat secara

parsitipatif, berkeadilan, dan berwawasan lingkungan sehingga mampu

menciptakan ketahanan sosial dan ekonomi serta ketahanan terhadap akibat

perubahan eksternal; dan (e) menjamin distribusi manfaat yang berkeadilan dan

berkelanjutan11.

10 Salim, H.S., S.H., M.S., Ibid.

11 Lihat UU Kehutanan Pasal 3.

Page 16: BAB II PEMBAHASAN - repository.uksw.edu II.pdfHutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, serta Pemanfaatan Hutan. o Peraturan Pemerintah RI Nomor 68 Tahun 2008 tentang Tata Cara

26

2) Asas-asas Hukum Kehutanan

Asas hukum ialah dasar atau petunjuk arah dalam pembentukan hukum

positif, Prof. Dr. R.M Sudikno Mertokusumo S.H. mengemukakan bahwa yang

disebut dengan asas hukum bukanlah kaidah hukum konkret, melainkan

merupakan latar belakang peraturan yang konkret dan yang bersifat umum atau

abstrak. Pada umumnya asas hukum tidak dituangkan dalam peraturan hukum

konkret12.

Jika mengacu pada pada Undang-Undang No. 41 tahun 1999 tentang

Kehutanan Pasal 2, kehutanan berasaskan manfaat dan lestari, kerakyataan dan

keadilan, kebersamaan, keterbukaan, dan keterpaduan13.

Penyelenggaraan kehutanan berasaskan manfaat dan lestari, dimaksudkan

agar setiap pelaksanaan penyelenggaraan kehutanan memperhatikan kesimbangan

dan kelestarian unsur lingkungan, sosial dan budaya, serta ekonomi14.

Penyelenggaraan kehutanan berasaskan kerakyatan dan keadilan,

dimaksudkan agar setiap penyelenggaraan kehutanan harus memberikan peluang

dan kesempatan yang sama kepada sema warga negara sesuai dengan

kemampuannya, sehingga dapat meningkatkan kemakmuran seluruh rakyat. Oleh

karena itu, dalam pemberian wewenang pengelolaan atau izin pemanfaatan hutan

12 Prof. Dr. R.M Sudikno Mertokusumo sebagaimana dikutip oleh Salim, H.S., S.H., M.S., ibid.,

hal., 8.

13 Lihat UU Kehutanan Pasal 2.

14 Supriadi, S.H., M.Hum., Hukum Kehutanan & Hukum Perkebunan di Indonesia., Jakarta., PT

Sinar Grafika, 2011., hal., 16.

Page 17: BAB II PEMBAHASAN - repository.uksw.edu II.pdfHutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, serta Pemanfaatan Hutan. o Peraturan Pemerintah RI Nomor 68 Tahun 2008 tentang Tata Cara

27

harus dicegah terjadinya praktik monopoli, monopsoni, oligopoli, dan

oligopsoni15.

Penyelenggaraan kehutanan berasaskan kebersamaan, dimaksudkan agar

dalam penyelenggaraan kehutanan menerapkan pola usaha bersama sehingga

terjalin saling keterkaitan dan saling ketergantungan secara sinergi antara

masyarakat setempat dengan BUMN atau BUMD dan BUMS Indonesia, dalam

rangka pemberdayaan usaha kecil, menengah, dan koperasi16.

Penyelenggaraan kehutanan berasaskan keterbukaan dimaksudkan agar

setiap kegiatan penyelenggaraan kehutanan mengikutsertakan masyarakat dan

memperhatikan aspirasi masyarakat17.

Penyelenggaraan kehutanana berasaskan keterpaduan, dimaksudkan agar

setiap penyelenggaraan kehutanan dilakukan secara terpadu dengan

memperhatikan kepentingan nasional, sektor lain, dan masyarakat setempat18.

Di samping asas yang dikemukakan diatas, dikenal juga asas lain yang

berlaku secara internasional, yaitu asas ecolabelling dan asas berkelanjutan

(sustainable forrest). Asas ecolabelling adalah suatu asas di mana semua kayu

tropis yang dijual harus berasal dari hutan lestari melaui mekanisme pelabelan.

15 Ibid.

16 Ibid.

17 Ibid.

18 Ibid.

Page 18: BAB II PEMBAHASAN - repository.uksw.edu II.pdfHutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, serta Pemanfaatan Hutan. o Peraturan Pemerintah RI Nomor 68 Tahun 2008 tentang Tata Cara

28

Asas ini diintrodusir pertama kali oleh Austria melalui undang-undang tentang

ecolabelling kayu tropis19.

Asas hutan berkelanjutan (sustainable forrest) adalah suatu asas di mana

setiap negara dapat mengelola secara berkelanjutan dan meningkatkan kerja sama

internasional dalam pelestarian hutan dan pembangunan berkelanjutan. Asas ini

dikumandangakan dalam konferensi PBB untuk lingkungan dan pembangunan

(UNCED) di Rio de Janeiro, Brazil, awal juni 1992, dan pada prinsipnya setiap

negara peserta konferensi harus melaksanakan segala isi konvensi dan

kesepakatan secara konsekuen20.

d. Kepentingan-kepentingan yang Dilindungi oleh Hukum

Kehutanan

Sebagaimana telah Penulis kemukakan diatas bahwa hutan memiliki peran

dan kedudukan yang sangat penting negara21. Oleh karena itu hutan harus

dilindungi demi kepentingan Negara dan masyarakat Indonesia pada khususnya

dan agar hutan dapat berfungsi dengan baik.

UU Kehutanan Pasal 6 Ayat (2) membagi hutan menurut fungsinya

menjadi 3 kategori yaitu: Hutan Konservasi, Hutan Lindung dan Hutan

Produksi22. Hutan Konservasi adalah kawasan hutan dengan ciri khas tertentu

19 Sormin sebagaimana dikutip oleh Salim, H.S., S.H., M.S., Op.Cit., hal., 11.

20 Salim, H.S., S.H., M.S.,Ibid., hal., 11.

21 Lihat Paragraph 1 pada latar belakang masalah, hal., 1 Bab I skripsi ini, Supra.

22 Lihat UU Kehutanan Pasal 6 Ayat (2).

Page 19: BAB II PEMBAHASAN - repository.uksw.edu II.pdfHutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, serta Pemanfaatan Hutan. o Peraturan Pemerintah RI Nomor 68 Tahun 2008 tentang Tata Cara

29

yang mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa

beserta ekosistemnya. Hutan konservasi terdiri atas tiga macam yaitu: kawasan

hutan suaka alam, kawasan hutan pelestarian alam dan hutan buru. Hutan lindung

sendiri adalah kawasan hutan yang mempeunyai fungsi pokok sebagai dasar

perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah

banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi (penerobosan) air laut, dan

memelihara kesuburan tanah. Hutan produksi adalh kawasan hutan yang

mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil hutan23.

Berdasarkan fungsi hutan diatas dapat dilihat khususnya pada fungsi hutan

lindung mempunyai manfaat yang sangat penting, yaitu untuk kelestarian atau

keberlangsungan lingkungan. Hutan lindung dapat mengatur dan meninggikan

debit air pada musinm kemarau, dan mencegah terjadinya debit air yang

berlebihan pada musim hujan. Hal ini disebabkan dalam hutan terdapat air retensi,

yaitu air yang masuk ke dalam tanah, dan sebagian bertahan dalam saluran-

saluran kecil yang terdapat dalam tanah. Serta hutan lindung dapat mencegah dan

menghambat mengalirnya air karena adanya akar-akar kayu dan akar tumbuh-

tumbuhan24.

Dapat disimpulkan bahwa fungsi dan manfaat hutan lindung sangat

penting karena secara langsung dapat berdampak terhadap lingkungan. Jika

23 Salim, H.S., S.H., M.S., Ibid., hal., 44.

24 Ibid., hal., 47.

Page 20: BAB II PEMBAHASAN - repository.uksw.edu II.pdfHutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, serta Pemanfaatan Hutan. o Peraturan Pemerintah RI Nomor 68 Tahun 2008 tentang Tata Cara

30

terdapat kerusakan pada hutan lindung maka akan berdampak langsung pula pada

rusaknya lingkungan.

Namun perlu disadari pula bahwa hutan lindung bukanlah hutan yang tidak

diperbolehkan untuk diambil manfaatnya atau hasil hutannya. Oleh karena itu UU

Kehutanan mengatur mengenai pemanfaatan hutan lindung yang diatur dalam

Pasal 26 sampai dengan Pasal 2725. Pemanfaatan hutan lindung adalah segala

bentuk usaha yang menggunakan kawasan dengan tidak mengurangi fungsi

utamanya. Salah satunya dengan pemanfaatan jasa lingkungan, pemanfaatan jasa

lingkungan adalah segala bentuk usaha yang memanfaatkan potensi jasa

lingkungan dengan tidak merusak lingkungan dan tidak mengurangi fungsi

kawasan.

Jika dilihat dalam pasal-pasal tersebut dilihat bahwa segala pemanfaatanya

adalah hasil hutan bukan kayu. Jadi hukum kehutanan melalui UU Kehutanan

memberikan proteksi atau perlindungan terhadap hutan terutama pohon-pohon

dalam hutan lindung yang menjadi pencegah debit air tinggi, erosi dan

sebagainya. UU Kehutanan juga mewajibkan para pemegang izin pemanfaatan

hutan untuk menjaga, memelihara, dan melestarikan hutan tempat usahanya serta

membantu dalam rehabilitasi dan reklamasi hutan26. Jadi dapat disimpulkan

bahwa hukum kehutanan adalah salah satu instrument perlindungan terhadap

lingkungan secara langsung.

25 Lihat UU Kehutanan Pasal 26-27.

26 Ibid., hal., 84.

Page 21: BAB II PEMBAHASAN - repository.uksw.edu II.pdfHutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, serta Pemanfaatan Hutan. o Peraturan Pemerintah RI Nomor 68 Tahun 2008 tentang Tata Cara

31

2. Sistem Verifikasi Legalitas Kayu sebagai Instrumen

Perlindungan Hutan

Hutan tidak hanya penting kedudukannya bagi negara namun juga dunia

internasional yang peduli terhadap kelestarian hutan khususnya di Indonesia dan

tidak dapat di pungkiri pula bahwa kayu yang berasal dari Indonesia adalah

komoditi Impor bagi negara lain khususnya Uni Eropa27 atau dapat dikatakan

hutan di Indonesia adalah aset internasional.

Untuk menjaga agar pemanfaatan hutan bisa dikendalikan dan untuk

menjaga kelestarian hutan, pada tahun 2012 melalui Peraturan Menteri

Perdagangan No. 64/M-DAG/PER/10/2012 tentang Ketentuan Ekspor Produk

Industri Kehutanan, pemerintah menekankan pentingnya Sistem Verifikasi

Legalitas Kayu dalam ekspor produk industri kehutanan.

a. Pengertian Sistem Verifikasi Legalitas Kayu.

Sistem Verifikasi dan Legalitas Kayu (SVLK) merupakan sistem

pelacakan yang disusun secara multistakeholder untuk memastikan legalitas

sumber kayu yang beredar dan diperdagangkan di Indonesia .

Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) dikembangkan untuk

mendorong implementasi peraturan pemerintah yang berlaku terkait perdagangan

dan peredaran hasil hutan yang legal di Indonesia.

27 Lihat latar belakang masalah dalam skripsi ini Bab I, hal., 3-5., Supra.

Page 22: BAB II PEMBAHASAN - repository.uksw.edu II.pdfHutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, serta Pemanfaatan Hutan. o Peraturan Pemerintah RI Nomor 68 Tahun 2008 tentang Tata Cara

32

Sebagai sebuah sistem, SVLK memiliki beberapa sub-sistem, di antaranya

adalah: Standar VLK, Lembaga Verifikasi Legalitas Kayu (LVLK), Pemegang

Izin, Lembaga Akreditasi (Komite Akreditasi Nasional), Lembaga Penilai &

Verifikasi Independen (LP&VI), Lembaga Verifikasi Legalitas Kayu (LVLK),

Lembaga Penilai Pengelolaan Hutan Produksi Lestari (LPPHPL), Sertifikat

Pengelolaan Hutan Produksi Lestari (S-PHPL), Sertifikat Legalitas Kayu (S-LK),

Tanda V-Legal, dan Dokumen V-Legal.

b. latar belakang SVLK

Komitmen Negara/Pemerintah dalam memerangi pembalakan liar dan

perdagangan kayu illegal. Perwujudan good forest governance menuju

pengelolaan hutan lestari. Permintaan atas jaminan legalitas kayu dalam bentuk

sertifikasi dari pasar internasional, khususnya dari Uni Eropa, Amerika Serikat,

Jepang dan Australia28. Sebagai bentuk "National Insentive" untuk mengantisipasi

semakin maraknya permintaan skema sertifikasi legalitas kayu dari negara asing,

seperti skema FSC, PEFC, dan sebagainya.

Pemberlakukan SVLK bagi kayu ekspor Indonesia dilatarbelakangi oleh:

maraknya kegiatan illegal logging dan illegal trading. Pada tahun 1998 s.d 1999,

isu pembalakan liar kayu hutan tropis semakin jelas mengemuka di pasar global.

Dan sampai dengan 2002 peredaran kayu illegal baik domestik maupun

internasional semakin merajalela. Walaupun situasi ini tidak hanya terjadi di

28 Di dunia internasional “rule” atau aturan seperti SVLK tersebut dikenal dengan nama TLAS

(Timber Legality Assurance System), di dunia internasional SVLK dikenal dengan nama INDO-

TLAS. Diakses di http://www.sgs.com/en/Our-Company/News-and-Media-Center/News-and-

Press-Releases/2013/09/The-Timber-Legality-Assurance-System-Effective-in-Early-2013.aspx.,

Pada Tanggal 15 Mei 2014.

Page 23: BAB II PEMBAHASAN - repository.uksw.edu II.pdfHutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, serta Pemanfaatan Hutan. o Peraturan Pemerintah RI Nomor 68 Tahun 2008 tentang Tata Cara

33

Indonesia, karena terjadi pula di Filipina, Laos, Myanmar, Thailand, Vietnam dan

sejumlah Negara Afrika, tetap saja Indonesia menjadi sasaran negara-negara

Amerika dan Uni Eropa yang memojokkan Indonesia sebagai hotspot pembalakan

liar.

Adanya “image” dari dunia luar yang kurang baik terhadap pengelolaan

hutan di Indonesia; Image yang kurang baik dari dunia luar akan berakibat pada

pemasaran kayu ekspor Indonesia. Oleh karena itu, Kementerian Kehutanan

bekerjasama dengan beberapa pihak (baik instansi teknis maupun LSM

Lingkungan) berusaha merumuskan sistem pemanfaatan hutan melalui sistem tata

usaha kayu berbasis legalitas melalui pemberlakuan verifikasi terhadap kayu yang

beredar di pasar.

Adanya kecenderungan dalam perdagangan kayu internasional yang

memerlukan legalitas, seperti USA dengan “amandement Lacey Act” yang

dimaksudkan untuk menghindarkan importasi kayu-kayu ilegal ke negeri tersebut,

Uni Eropa dengan ”EU Timber Regulation” (regulasi No. 995/2010 berlaku 3

Maret 2013) yang mewajibkan agar operator memiliki bukti yang cukup

meyakinkan bahwa produk perkayuan yang mereka perdagangkan bukan berasal

dari sumber yang illegal, Australia dengan “Prohibition Bill” dan Jepang dengan

“Green Konyuho” atau “Goho Wood” yang mewajibkan kayu yang diimpor

berasal dari sumber yang legal. Pada prinsipnya, negara-negara pengimpor

menghendaki hanya produk kayu legal yang masuk ke negaranya.

Page 24: BAB II PEMBAHASAN - repository.uksw.edu II.pdfHutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, serta Pemanfaatan Hutan. o Peraturan Pemerintah RI Nomor 68 Tahun 2008 tentang Tata Cara

34

Rendahnya kesejahteraan masyarakat, Potensi sumber daya alam berupa

kehutanan yang begitu melimpah dan bisa terbarukan, harusnya dapat

meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang berusaha di sektor perkayuan.

Namun pada kenyataannya usaha masyarakat di sektor kayu, terutama di tingkat

hulu masih belum mampu meningkatkan kesejahteraan yang signifikan. Berbagai

faktor menjadi penyebab, diantaranya daya saing produk dan kepastian hukum

atas status kayu dan administrasi tata usaha kayu hutan dari sisi regulasi

kehutanan.

Rendahnya daya saing produk kayu Indonesia, tanpa kepastian legalitas

kayu, persaingan kayu Indonesia di pasar internasional menjadi semakin

dipertanyakan. Hal ini karena semakin meningkatnya kesadaran masyarakat dunia

terhadap kelestarian lingkungan.

Dengan diberlakukannya SVLK diharapkan kayu Indonesia akan memiliki

daya saing di pasar internasional, karena konsep SVLK memberikan kepastian

bagi pasar bahwa kayu dan produk kayu yang diproduksi Indonesia merupakan

produk yang legal dan berasal dari sumber yang legal. SVLK juga akan

memperbaiki tata pemerintahan (Governance) kehutanan Indonesia melalui

perbaikan administrasi tata usaha kayu hutan secara efektif, mereduksi praktek

illegal logging dan illegal trading. Ke depannya diharapkan dapat meningkatkan

kesejahteraan masyarakat yang berusaha dalam bidang perkayuan dari hulu

sampai hilir29.

29 Hanik Rustiningsih, Sistem Verfikasi Legalitas Kayu (SVLK), Pusdiklat Bea dan Cukai, 2013.

Page 25: BAB II PEMBAHASAN - repository.uksw.edu II.pdfHutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, serta Pemanfaatan Hutan. o Peraturan Pemerintah RI Nomor 68 Tahun 2008 tentang Tata Cara

35

Pembahasan terkait dengan SVLK tidak akan lepas dari pembahasan

mengenai FLEGT VPA terkait dengan pemberlakuan EU Timber Regulations.

Tanggal 29 – 30 Maret 2007, negosiasi pertama di Jakarta. Tim Komisi Eropa dipimpin

oleh Mr. Jean Breteché (Duta Besar Uni Eropa di Jakarta). Delegasi RI diketuai oleh Dr.

Hadi S. Pasaribu (Dirjen Bina Produksi Kehutanan/Dephut). Anggota Delegasi RI terdiri

atas perwakilan dari instansi pemerintah yang terkait (Deplu, Depdag, Deperin, Depkeu),

swasta kehutanan, dan lembaga swadaya masyarakat.

Tanggal 11-13 Juli 2007, Negosiasi kedua di Brussels. Dalam negosiasi

kedua dibahas antara lain: mengkaji ulang elemen-elemen yang akan didiskusikan

dalam VPA, cakupan produk, sistem kepastian keabsahan kayu, penegakan

hukum dan tata kelola bidang kehutanan, penghindaran/peraturan

(circumvention/legislation), dan insentif.

Senin dan selasa, 14-15 April 2008 telah diadakan FLEGT VPA Technical

Meeting dengan hasil antara lain bahwa terkait dengan standar legalitas, Indonesia

telah menyusun prinsip, kriteria dan indikator yang dikembangkan sesuai dengan

peraturan perundangan yang berlaku, (Standar SVLK) juga tentang perkembangan

penyusunan kelembagaan terkait dengan standar tersebut.

Setelah melalui proses yang panjang dan melibatkan seluruh pemangku

kepentingan kehutanan sejak tahun 2007, maka pada tanggal 12 Juni 2009

Menteri Kehutanan telah menerbitkan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor

P.38/Menhut-II/2009 tentang Standard dan Pedoman Penilaian Kinerja

Pengelolaan Hutan Produksi Lestari dan Verifikasi Legalitas Kayu pada

Pemegang Izin atau pada Hutan Hak.

Page 26: BAB II PEMBAHASAN - repository.uksw.edu II.pdfHutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, serta Pemanfaatan Hutan. o Peraturan Pemerintah RI Nomor 68 Tahun 2008 tentang Tata Cara

36

Sedangkan dalam hal standard dan pedoman penilaiannya ditetapkan

melalui Peraturan Direktur Jenderal Bina Produksi Kehutanan No. P.6/VI-

Set/2009 tanggal 15 Juni 2009. Peraturan inilah yang menjadi landasan penerapan

SVLK.

Indonesia bermaksud agar sejumlah kira-kira 4.500 produsen, pengolah

dan eksportir Indonesia diverifikasi berdasarkan persyaratan Sistem Verifikasi

Legalitas Kayu Indonesia secara progresif.30.

Setelah selesainya proses penerjemahan ke dalam Bahasa Indonesia dan

22 bahasa Uni Eropa lainnya, maka Persetujuan FLEGT-VPA diharapkan akan

ditandatangani pada bulan April 2013. Kedua belah pihak kemudian akan

memulai prosedur ratifikasi masing-masing dan diharapkan akan selesai pada

bulan September 2013. Penyelesaian proses ratifikasi tersebut akan menjadi

langkah hukum yang penting karena akan membuat FLEGT-VPA memiliki

kekuatan mengikat secara hukum, baik untuk Indonesia dan Uni Eropa.

Setelah VPA berlaku dan dijalankan, berarti produk kayu Indonesia yang

telah disertai dengan lisensi ekspor akan secara penuh diterima sebagai

berkesesuaian dengan persyaratan EUTR, dan hal ini merupakan insentif yang

jelas bagi para pembeli di Eropa.

Sekretaris Jenderal Hadi Daryanto dan Duta Besar Julian Wilson

menyambut baik keterlibatan para pemangku kepentingan di bidang kehutanan,

30 Indonesia Wood “Wood Working Manufacture”, Sejarah SVLK Sistem Verifikasi Legalitas

Kayu, diakses dari http://indonesiawood.info/artikel-kayu/sertifikasi-kayu/sejarah-svlk-sistem-

verifikasi-legalitas-kayu-di-indonesia, Pada tanggal 15 Mei 2014, pada pukul 14:27.

Page 27: BAB II PEMBAHASAN - repository.uksw.edu II.pdfHutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, serta Pemanfaatan Hutan. o Peraturan Pemerintah RI Nomor 68 Tahun 2008 tentang Tata Cara

37

termasuk kalangan masyarakat sipil, dalam pengembangan SVLK, sebagai faktor

yang memungkinkan pembeli memiliki keyakinan dalam skema baru ini. Skema

ini menjadi kunci untuk mendukung perdagangan kayu legal antara Indonesia dan

Uni Eropa - yang bernilai sekitar 1,2 miliar USD per tahun.

Sekretaris Jenderal Hadi Daryanto dan Duta Besar Julian Wilson juga

menggarisbawahi bahwa Indonesia dan Uni Eropa saat ini berada dalam tahap

kritis dalam bergerak menuju implementasi penuh dari prosedur dan mekanisme

perdagangan kayu yang baru ini dalam kerangka FLEGT-VPA. Namun bahkan

sebelum VPA dengan Uni Eropa sepenuhnya diimplementasikan, skema SVLK

yang mendasarinya merupakan keuntungan pasar bagi Indonesia dengan

tersedianya jaminan legalitas kayu itu, tidak hanya untuk pasar Uni Eropa, tetapi

juga ke negara pasar lainnya, menimbang pencapaian Indonesia dalam

mengembangkan dan menerapkan SVLK tersebut. Umpan balik dari kontak-

kontak terkini dengan para pembeli produk kayu di Eropa mengatakan bahwa

mereka yakin kredibilitas skema SVLK dalam kaitannya dengan persyaratan

EUTR, dikarenakan skema SVLK akan menjadi dasar bagi FLEGT-VPA.

Saat ini Uni Eropa dan Indonesia bekerja sama secara erat untuk

memastikan bahwa VPA dapat diimplementasikan sesegera mungkin. Setelah

suksesnya uji coba pengapalan, sambil menunggu penandatanganan dan ratifikasi

VPA, maka dalam waktu dekat akan segera dilakukan evaluasi bersama terhadap

sistem yang telah disepakati tersebut.

Page 28: BAB II PEMBAHASAN - repository.uksw.edu II.pdfHutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, serta Pemanfaatan Hutan. o Peraturan Pemerintah RI Nomor 68 Tahun 2008 tentang Tata Cara

38

Sekretaris Jenderal Hadi Daryanto dan Duta Besar Julian Wilson setuju

bahwa pihak berwenang di negara-negara anggota Uni Eropa serta para operator

yang merupakan importir produk kayu Indonesia perlu menerima pesan penting

ini tentang pencapaian kemajuan Indonesia sehubungan dengan produk kayu

bersertifikat SVLK dan kemajuan cepat menuju implementasi penuh FLEGT-

VPA. Sertifikasi SVLK adalah instrumen yang berharga dalam penilaian legalitas

produk kayu Indonesia dan diharapkan hal ini dilihat sebagai unsur kuat jaminan

bagi pembeli di Eropa31.

Kemudian pada tanggal 30 September 2013 Pemerintah Republik

Indonesia telah menandatangani Persetujuan Kemitraan Sukarela antara

Pemerintah Republik Indonesia dan Uni Eropa tentang Penegakan Hukum

Kehutanan, Penatakelolaan, dan Perdagangan Kayu ke Uni Eropa (Voluntary

Partnership Agreement between Republic of Indonesia and European Union on

Forrest Law Enforcement, Governance and Trade Timber Products to into the

European Union), sebagai hasil Perundingan antara delegasi-delegasi Pemerintah

Republik Indonesia dan Uni Eropa, yang bertujuan untuk memperbaiki tata kelola

sektor kehutanan yang dapat menghapus tindakan pembalakan liar dan

memastikan perdagangan kayu serta produk kayu Indonesia ke wilayah Uni Eropa

sesuai dengan peraturan perundang-undangan kedua Negara.

31 Indonesian Legal Wood, Sistem Informasi Legalitas Kayu (SILK), Indonesia dan Uni Eropa

Adopsi Kebijakan Baru Legalitas Perdagangan Kayu Guna Mendorong Perdagangan Bilateral

Produk Kayu, diakses dari http://silk.dephut.go.id/index.php/article/vnews/5, pada tanggal 15 Mei,

pada pukul 14:44.

Page 29: BAB II PEMBAHASAN - repository.uksw.edu II.pdfHutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, serta Pemanfaatan Hutan. o Peraturan Pemerintah RI Nomor 68 Tahun 2008 tentang Tata Cara

39

Yang kemudian atas dasar tersebut Pemerintah Indonesia melalui Presiden

Republik Indonesia mengesahkan Peraturan Presiden No. 21 tahun 2014 tentang

Pengesahan Persetujuan Kemitraan Sukarela antara Pemerintah Republik

Indonesia dan Uni Eropa tentang Penegakan Hukum Kehutanan, Penatakelolaan,

dan Perdagangan Kayu ke Uni Eropa (Voluntary Partnership Agreement between

Republic of Indonesia and European Union on Forrest Law Enforcement,

Governance and Trade Timber Products to into the European Union).

c. Pengaturan SVLK

SVLK Kayu diatur dalam berberapa Peraturan Perundang-undangan yaitu:

1. Peraturan menteri kehutanan No. 38/menhut-II/2009 jo Permenhut

P.68/Menhut-II/2011 jo Permenhut P.45/Menhut-II/2012, jo

Permenhut P.42 /Menhut-II/2013 tentang Standard dan Pedoman

Penilaian Kinerja Pengelolaan Hutan Produksi Lestari dan

Verifikasi Legalitas Kayu pada Pemegang izin atau pada Hutan

Hak: yang berisi tentang subyek dan obyek (pihak yang

melaksanakan SVLK & PHPL serta pihak-pihak yang wajib SVLK

& PHPL) dalam SVLK dan PHPL, penilaian dan verikasi:

mengenai pihak yang berwenang melakukan verikasi dan penilaian

Verifikasi LK dan Penilaian Kerja PHPL, dasar atau metode-

metode penilaian maupun verifikasi LK dan PHPL. Penerbitan

sertifikat LK & PHPL; mengenai pelaporan setelah penerbitan

Page 30: BAB II PEMBAHASAN - repository.uksw.edu II.pdfHutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, serta Pemanfaatan Hutan. o Peraturan Pemerintah RI Nomor 68 Tahun 2008 tentang Tata Cara

40

sertifikat, jangka waktu sertifikat, kriteria penerbitan sertifikat,

hasil setelah penerbitan sertifikat (dokumen V & Tanda V Legal).

2. Pengaturan hasi SVLK sebagi syarat ekspor kayu & produk kayu:

Peraturan Menteri Perdagangan No. 64 tahun 2012 jo Peraturan

Menteri Perdagangan No.81 tahun 2013 tentang Ketentuan Ekspor

Produk Industri Kehutanan. Yang berisi ketentuan pihak-pihak

untuk memiliki/diwajibkan dokumen V, kriteria

pengekspor/perusahaan ekspor, jenis-jenis produk yang dapat di

ekspor, izin Eksportir Terdaftar Produk Industri Kehutanan

(EPTIK),

d. Subyek dan Obyek SVLK

SVLK terdiri dari dua komponen utama, yaitu S-PHPL dan S-LK. Menurut

ketentuan peraturan perundang-undangan, pihak yang wajib memiliki S-PHPL adalah

IUPHHK-HA/HT/RE sedangkan pihak yang yang wajib memiliki S-LK dapat dibedakan

menjadi dua kategori, yaitu kategori Pemegang Izin dan Pemilik Hutan Hak serta kategori

Industri. Untuk kategori Pemegang Izin dan Pemilik Hutan Hak pihak-pihak yang wajib

memiliki S-LK adalah IUPHHK-Hkm, IUPHHK-HTR, IUPHHK-HD, IUPHHK-

HTHTR, IPK, TPT, dan pemilik hutan hak sedangkan untuk kategori industri, pihak yang

harus memiliki S-LK adalah IUIPHHK, IUI dan TDI serta Industri Rumah Tangga /

Pengrajin dan pedagang ekspor.

Page 31: BAB II PEMBAHASAN - repository.uksw.edu II.pdfHutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, serta Pemanfaatan Hutan. o Peraturan Pemerintah RI Nomor 68 Tahun 2008 tentang Tata Cara

41

WAJIB SERTIFIKAT PHPL

Pemegang IUPHHK-HA, IUPHHK-HT, IUPHHK-RE dan pemegang hak

pengelolaan (yang belum memiliki S-PHPL wajib memiliki S-LK)

Sertifikat PHPL bagi pemegang IUPHHK-HA/HT/RE/pemegang hak

pengelolaan berlaku selama 5 (lima) tahun sejak diterbitkan dan dilakukan

penilikan (surveillance) sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun sekali.

WAJIB SERTIFIKAT LEGALITAS KAYU

Level Pemegang Izin & Pemilik Hutan hak

Pemegang IUPHHK-HKm, IUPHHK-HTR, IUPHHK-HD, IUPHHK-HTHR,

IPK, TPT, dan pemilik hutan hak wajib memiliki S-LK

Level Industri

Pemegang IUIPHHK, IUI dan TDI serta industri rumah tangga / pengrajin

dan pedagang ekspor wajib memiliki S-LK

Pemegang IUIPHHK yang mempunyai keterkaitan bahan baku dari hutan

hak, wajib memfasilitasi pemilik hutan hak untuk memperoleh S-LK.

Pemegang IUPHHK-HTR, IUPHHK-HKm, IUPHHK-HD, IUIPHHK

dengan kapasitas sampai dengan 2.000 M3 per tahun, TDI, IUI dengan

modal investasi sampai dengan Rp500.000.000.- (lima ratus juta rupiah) di

luar tanah dan bangunan, termasuk industri rumah tangga/pengrajin dan

Page 32: BAB II PEMBAHASAN - repository.uksw.edu II.pdfHutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, serta Pemanfaatan Hutan. o Peraturan Pemerintah RI Nomor 68 Tahun 2008 tentang Tata Cara

42

pedagang ekspor, dan pemilik hutan hak dapat mengajukan verifikasi LK

secara kelompok (group certification).

Sertifikat LK bagi pemegang IUPHHK-HA/HT/RE/Pemegang hak

pengelolaan, IUPHHK-HTR/HKM/HD/HTHR/IPK, IUIPHHK, IUI

dengan modal investasi lebih dari Rp500.000.000.- (lima ratus juta rupiah)

di luar tanah dan bangunan, dan TPT berlaku selama 3 (tiga) tahun sejak

diterbitkan dan dilakukan penilikan (surveillance) sekurang-kurangnya 12

bulan sekali.

Sertifikat LK bagi IUI dengan investasi sampai dengan Rp500.000.000.-

(lima ratus juta rupiah) di luar tanah dan bangunan, TDI dan industri

rumah tangga/pengrajin dan pedagang ekspor berlaku selama 6 (enam)

tahun sejak diterbitkan dan dilakukan penilikan (surveilance) sekurang-

kurangnya 24 bulan sekali.

Aspek yang diverifikasi dalam PHPL dan Legalitas kayu (VLK) adalah

sebagai berikut: Proses pemeriksaan SVLK meliputi pemeriksaan keabsahan asal-

usul kayu dari awal hingga akhir. Itu mulai dari pemeriksaan izin usaha

pemanfaatan, tanda-tanda identitas pada kayu dan dokumen yang menyertai kayu

dari proses penebangan, pengangkutan dari hutan ke tempat produksi kayu, proses

pengolahan hingga proses pengepakan dan pengapalan. SVLK efektif diterapkan

di seluruh tipe pengelolaan hutan di Indonesia: hutan alam produksi, hutan

tanaman, hutan rakyat (hutan milik) maupun hutan adat. Itu baik yang berbasis

unit manajemen maupun yang tak berbasis unit manajemen (pemegang izin

Page 33: BAB II PEMBAHASAN - repository.uksw.edu II.pdfHutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, serta Pemanfaatan Hutan. o Peraturan Pemerintah RI Nomor 68 Tahun 2008 tentang Tata Cara

43

pemanfaatan kayu). Sedangkan untuk PHPL yaitu meliputi verifikasi dokumen,

mempelajari kondisi lapangan auditee, Verifikasi Dokumen dan Observasi

Lapangan: Verifikasi dokumen adalah kegiatan yang dilakukan oleh Tim Audit

untuk menghimpun, mempelajari data dan dokumen auditee, dan menganalisis

menggunakan kriteria dan indikator yang ditetapkan. Observasi lapangan adalah

kegiatan yang dilakukan oleh Tim Audit untuk menguji kebenaran data melalui

pengamatan, pencatatan, uji petik, dan menganalisis menggunakan kriteria dan

indikator yang telah ditetapkan.

Pelaksana penilaian dan verifikasi adalah LP dan VI yang terdiri dari

Lembaga Verifikasi Legalitas Kayu (LVLK) dan Lembaga Pengelolaan Hutan

Produksi Lestari (LPHPL) yang bertugas untuk menilai kinerja pengelolaan hutan

lestari atau memverifikasi keabsahan hasil hutan kayu pada pemegang izin atau

pemilik hutan hak.

e. Syarat dan prosedur permohonan SVLK

Pemegang Izin mengajukan permohonan verifikasi kepada LVLK yang

memuat sekurang-kurangnya ruang lingkup verifikasi32, profil Pemegang Izin dan

32 Obyek verifikasi LK adalah Pemegang IUPHHK-HA/HPH atau IUPHHK-HT/HTI atau

IUPHHK-RE atau Pemegang IUPHHK-HTR atau IUPHHK-HKm atau Pemegang Izin dari Hutan

Hak atau Pemegang IPK. Verifikasi dilakukan pada dokumen Pemegang IUPHHK-HA/HPH,

IUPHHKHT/HTI dan IUPHHK-RE sesuai Lampiran 2; Pemegang IUPHHK-HTR, IUPHHKHKm

sesuai Lampiran 3; Pemegang Izin dari Hutan Hak sesuai Lampiran 5; dan Pemegang IPK sesuai

Lampiran 6 Peraturan Direktur Jenderal Bina Produksi Kehutanan Nomor P.6/VI-Set/2009 dalam

rentang waktu 1 (satu) tahun terakhir. Cakupan kegiatan verifikasi LK meliputi administrasi dan

fisik, yang meliputi mekanisme pemeriksaan kebenaran dokumen, konsistensi dokumen dan

kebenaran fisik pada setiap simpul mulai dari hulu sampai ke hilir sampai dengan pemenuhan hak-

hak negara yang dapat dibuktikan melalui penelusuran (traceable). Di samping itu dalam konteks

manajemen, juga dilakukan pemeriksaan terhadap ketaatan terhadap peraturan lain yang terkait

(legal compliance) sebagaimana diatur dalam Lampiran 2, Lampiran 3, Lampiran 5 dan Lampiran

6 pada Peraturan Direktur Jenderal Bina Produksi Kehutanan Nomor P.6/Set-VI/2009. Lihat

Page 34: BAB II PEMBAHASAN - repository.uksw.edu II.pdfHutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, serta Pemanfaatan Hutan. o Peraturan Pemerintah RI Nomor 68 Tahun 2008 tentang Tata Cara

44

informasi lain yang diperlukan dalam proses verifikasi LK. Sebelum melakukan

kegiatan verifikasi lapangan, LVLK harus melaksanakan pengkajian permohonan

verifikasi dan memelihara rekamannya untuk menjamin agar: persyaratan untuk

verifikasi didefinisikan dengan jelas, dipahami, dan didokumentasikan;

menghilangkan perbedaan pengertian antara LVLK dan Pemegang Izin; LVLK

mampu melaksanakan jasa verifikasi LK yang diminta, dan menjangkau lokasi

operasi Pemegang Izin.

LVLK menyelesaikan urusan kontrak kerja dengan Pemegang Izin. Dalam

hal pelaksanaan verifikasi dibiayai dari dana Pemerintah, maka pelaksanaan

verifikasi tidak melalui permohonan oleh Pemegang Izin kepada LVLK, namun

dilakukan penetapan oleh Pemerintah dan Pemerintah menerbitkan Surat

Pemberitahuan kepada Pemegang Izin yang akan diverifikasi. LVLK

mengumumkan rencana pelaksanaan verifikasi LK terhadap Pemegang Izin di

media massa dan website Departemen Kehutanan (www.dephut.go.id) minimal 7

(tujuh) hari kalender sebelum pelaksanaan verifikasi, agar Lembaga Pemantau

Independen dapat memberi masukan atau informasi berkaitan dengan pelaksanaan

verifikasi pada Pemegang Izin tersebut33.

peraturan Direktur Jenderal Bina Produksi Kehutanan No: P.02/VI- PPHH/2010 tentang Pedoman

Pelaksanaan Penilaian Kinerja Pengelolaan Hutan Produksi Lestari dan Verifikasi Legalitas Kayu

Lampiran 2 Ruang Lingkup.

33 Lihat peraturan Direktur Jenderal Bina Produksi Kehutanan No: P.02/VI- PPHH/2010 tentang

Pedoman Pelaksanaan Penilaian Kinerja Pengelolaan Hutan Produksi Lestari dan Verifikasi

Legalitas Kayu Lampiran 2 Permohonan Verifikasi.

Page 35: BAB II PEMBAHASAN - repository.uksw.edu II.pdfHutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, serta Pemanfaatan Hutan. o Peraturan Pemerintah RI Nomor 68 Tahun 2008 tentang Tata Cara

45

Bagan 1. Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK)34

34 Sumber: Arie Siswanto, “Materi Perkuliahan Hukum Kehutanan”, FH UKSW, 2013.

Page 36: BAB II PEMBAHASAN - repository.uksw.edu II.pdfHutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, serta Pemanfaatan Hutan. o Peraturan Pemerintah RI Nomor 68 Tahun 2008 tentang Tata Cara

46

3. Posisi Hutan Rakyat dalam SVLK

a. Pengertian Hutan Rakyat

Definisi atau pengertian dari hutan rakyat tidak terdapat atau dinyatakan

secara jelas dalam peraturan-perundang-undangan tentang kehutanan namun

Penulis menemukan pendapat yang diungkapkan oleh Salim bahwa Hutan Rakyat

disebut juga dengan Hutan Milik35, Supriadi juga berpendapat bahwa yang

dimaksud “hutan hak” adalah hutan yang berada di luar kawasan hutan dan

tumbuh di atas tanah yang dibebani hak atas tanah yang lazim disebut hutan

rakyat36.

Hutan milik yaitu hutan yang tumbuh diatas tanah hak milik dan yang

dapat memiliki dan menguasai hutan milik adalah orang (baik perorangan maupun

bersama-sama dengan orang lain)37, dan atau badan hukum.

Mengenai hutan yang berada diatas tanah yang telah memiliki alas title

atau dibebani suatu hak Undang-undang No. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan

Pasal 1 Angka (5) juga telah memberikan definisinya, yaitu berbunyi:

“hutan hak adalah hutan yang berada pada tanah

yang dibebani hak atas tanah”38.

35 Salim, H.S., S.H., M.S., Ibid., hal., 42.

36 Supriadi, S.H., M.Hum., Op.Cit., hal., 369.

37 Penulis juga menyimpulkan bahwa hutan adat sebagai hutan milik, karena hutan adat biasanya

dimiliki secara bersama-sama oleh suatu masyarakat adat dan digunakan untuk kepentingan

masyarakat adat tersebut. Hutan adat juga bukan merupakan bagian dari hutan negara berdasarkan

putusan Mahkamah Konstitusi No. 35/ PUU-X/2012/ tanggal 16 Mei 2013.

38 Lihat UU Kehutanan Pasal 1 Angka (5).

Page 37: BAB II PEMBAHASAN - repository.uksw.edu II.pdfHutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, serta Pemanfaatan Hutan. o Peraturan Pemerintah RI Nomor 68 Tahun 2008 tentang Tata Cara

47

Melihat dari substansi dari bunyi Pasal tersebut jadi Penulis

menyimpulkan bahwa hutan yang dimaksud dalam pasal tersebut juga berada di

atas tanah yang telah debebani hak39 atau alas title.

Peraturan Menteri Kehutanan RI No. P.38/Menhut-II/2009 tentang

Standard dan Pedoman Penilaian Kinerja Pengelolaan Hutan Produksi Lestari dan

Verifikasi Legalitas Kayu Pada Pemegang Izin atau Pada Hutan Hak Pasal Angka

(5) juga memberikan definisi hutan yang diatasnya telah dibebani hak atau alas

title, yaitu yang berbunyi:

“hutan hak adalah hutan yang berada pada tanah

yang telah dibebani hak atas tanah yang berada di

luar kawasan hutan dan dibuktikan dengan alas

title atau hak atas tanah”40.

Melihat dari substansi Pasal tersebut dapat dilihat bahwa hutan yang

dimaksud dalam Pasal tersebut juga merupakan hutan yang berada di atas tanah

yang telah dibebani hak atas tanah atau alas title, yang membedakan adalah hutan

tersebut bukanlah hutan yang berada dalam kawasan hutan baik itu hutan menurut

jenisnya. Juga hak atau alas title tersebut haruslah dapat dibuktikan.

39 Hak-hak tersebut dapat berupa hak milik, hak pakai, hak jasa perkarangan, hak guna usaha,

hipotek dan lain-lain. Salim, H.S., S.H., M.S., Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW), Jakarta,

Sinar Grafika, 2006, hal., 100-133.

40 Lihat PerMenHut P.38 Pasal 1 Angka (5).

Page 38: BAB II PEMBAHASAN - repository.uksw.edu II.pdfHutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, serta Pemanfaatan Hutan. o Peraturan Pemerintah RI Nomor 68 Tahun 2008 tentang Tata Cara

48

Melihat dari peraturan perundang-undangan tentang kehutanan dan

pendapat dari Salim tersebut, Penulis berkesimpulan bahwa Hutan Rakyat dapat

disebut juga sebagi hutan milik maupun hutan hak, kemudian Penulis

mendefinisikannya sebagai berikut: “Hutan Rakyat adalah hutan yang tumbuh

diatas tanah diluar kawasan hutan negara yang telah terbukti dibebani hak atas

tanah atau alas title baik oleh orang-perorangan ataupun bersama-sama

(masyarakat) maupun badan hukum”.

b. Potensi Hutan Rakyat dalam Ekspor Kayu dan Produk Kayu

Bukti bahwa hutan rakyat atau hutan hak mulai meningkat perannya

terlihat dari produk-produk kayu seperti Bayur, Durian, Jabon, Karet, Kemiri,

Sengon, Suren, Sungkai, dll. yang mulai banyak diminati oleh pasar. Sebelumnya

kita mengenal kayu hutan rakyat seperti Jati dan Mahoni yang sudah lebih dulu

masuk ke pasar internasional. Sebut saja produk plywood telah menggunakan

Sengon, Durian, Jabon, Bayur sebagai core, juga untuk finger joint laminating

board, barecore, engineering doors, dan packaging boxes. Begitu pula Mahoni,

Jati, Karet, dan Kelapa banyak digunakan untuk flooring, furniture, dan housing

components. Peningkatan penggunaan bahan baku dari hutan rakyat terlihat dari

data BRIK tahun 2004-2006 dimana persentase ekspor produk kayu olahan yang

menggunakan bahan baku dari hutan rakyat berkisar antara 38-40%, berarti

hampir separuh dari volume ekspor produk kehutanan telah menggunakan bahan

baku dari sumber-sumber alternatif.

Page 39: BAB II PEMBAHASAN - repository.uksw.edu II.pdfHutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, serta Pemanfaatan Hutan. o Peraturan Pemerintah RI Nomor 68 Tahun 2008 tentang Tata Cara

49

Kunjungan lapangan ke daerah Magelang, Wonosobo, Banyumas, dan

Ciamis yang dilakukan BRIK tampak keinginan masyarakat untuk menanam kayu

Afrika, Jati, Mahoni, dan Sengon cukup tinggi karena harga jualnya yang

menarik. Sebut saja Ngandong sebuah dusun di lereng Gn. Merapi (Kecamatan

Dukuh), rata-rata petani di sana memiliki Sengon seba-nyak 80—100 pohon yang

ditanam di lahan pekarangan, pematang sawah atau lahan lainnya walaupun pada

luasan yang tidak besar. Memiliki pohon Sengon merupakan investasi yang dapat

dimanfaatkan untuk keperluan sekolah dan memenuhi kebutuhan lainnya. Kayu-

kayu yang dipanen langsung ditampung oleh industri kayu yang terdapat di sekitar

Jogyakarta dan Magelang, dan itupun belum dapat memenuhi kebutuhan industri

kayu di dua daerah tersebut sehingga masih harus mendatangkan Sengon dari

Jawa Timur. Begitu pula kunjungan ke Ciamis yang dikenal sebagai salah satu

sentra produksi kayu Mahoni41.

Pemanfaatan dan pengusahaan hutan negara selama ini telah menghasilkan

kerusakan hutan, yang berakibat pada menurunnya potensi hutan secara drastis,

yang akan berdampak pada kontinyuitas penyediaan bahan baku hasil hutan dan

peran hutan sebagai penyangga lingkungan.

Rehabilitasi hutan negara masih belum menunjukkan hasil yang memadai,

artinya hutan negara belum dapat memberikan jaminan masa depan bagi

pemenuhan bahan baku hasil hutan secara kontinyu dan bagi perannya dalam

menyangga lingkungan hidup.

41 PT. BRIK Quality Service, HUTAN RAKYAT: PERAN YANG MAKIN NYATA, diakses dari

http://www.brikonline.com/index.php?option=com_content&task=view&id=66&Itemid=90 pada

tanggal 22 April 2014, pada pukul 14:32.

Page 40: BAB II PEMBAHASAN - repository.uksw.edu II.pdfHutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, serta Pemanfaatan Hutan. o Peraturan Pemerintah RI Nomor 68 Tahun 2008 tentang Tata Cara

50

Hutan Negara masih menghadapi berbagai masalah, utamanya yang

berkaitan dengan masalah sosial-kemasyarakatan, misal pencurian, perambahan,

sengketa kepemilikan, illegal logging dsb, yang penyelesaiannya belum jelas

waktunya.

Hutan rakyat sebagai hutan yang dimiliki secara pribadi oleh masyarakat

atau hutan yang dimiliki oleh kelompok masyarakat atau hutan yang dimiliki oleh

masyarakat adat, selama ini menunjukkan kondisi yang relatif utuh, bahkan

dibeberapa tempat menunjukkan peningkatan potensinya. Pemanfaatan hutan

rakyat selama ini belum optimal, sehingga belum memberikan manfaat yang

memadai bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Pemanfaatan hutan rakyat secara benar akan memberikan jaminan

kontinyuitas penyediaan bahan baku dan jaminan kontinyuitas dalam menyangga

lingkungan hidup42.

Dapat dilihat bahwa hutan rakyat sangat berfungsi dan bermanfaat untuk

keberlangsungan bahan baku kayu untuk Negara, kebutuhan pasar yang masih

sangat tinggi atas kayu Indonesia membuat Negara membutuhkan alternative

bahan baku kayu rakyat untuk memenuhi kebutuhan ekspor kayu yang tidak

mungkin hanya jika dihasilkan dari hutan Negara saja.

Kayu rakyat juga sudah sejak lama dimanfaatkan oleh industri mebel,

produk yang dihasilkan dari hutan rakyat mudah untuk menembus pasar ekspor

karena legalitasnya tak diragukan. Apalagi, produk berbasis kayu rakyat bersaing

42 Dian Pengusahaan Hutan Rakyat, Hutan rakyat untuk Kesejahteraan, diakses dari

http://www.dipantara.net/, pada tanggal 22 April 2014, pada pukul 14:45.

Page 41: BAB II PEMBAHASAN - repository.uksw.edu II.pdfHutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, serta Pemanfaatan Hutan. o Peraturan Pemerintah RI Nomor 68 Tahun 2008 tentang Tata Cara

51

dalam hal mutu dan harga dengan produk yang berbasis kayu alam. Konsumen

menyukai produk yang berkualitas dengan harga terjangkau. Kualifikasi ini bisa

dicapai dengan mudah oleh kayu rakyat..

Saat ini, 100% bahan baku Jawa Furni menggunakan kayu rakyat.

Perusahaan mebel itu mampu memproduksi sekitar 20 kontainer produk jadi

mebel yang kesemuanya ditujukan untuk pasar ekspor. Dari produk yang

diekspor, sekitar 60% ditujukan untuk wilayah Eropa, 20% untuk wilayah

Amerika Serikat dan Kanada, 10% pasar Timur Tengah dan 10% sisanya untuk

Eropa Timur.

Sebagai bentuk tanggung jawab terhadap hutan rakyat, pihaknya bersama

dengan para pihak terkait mendorong pengelolaan hutan rakyat yang lestari yang

dibuktikan dengan sertifikasi.

Pengelolaan hutan rakyat yang lestari sangat menguntungkan bagi

masyarakat karena memastikan keseimbangan alam. Hutan rakyat yang lestari

juga memastikan masyarakat bisa secara berkelanjutan mendapat nilai ekonomi

dari hutan rakyat43.

c. Posisi Hutan Rakyat dalam Skema SVLK

Pada Peraturan menteri kehutanan No. 38/menhut-II/2009 jo Permenhut

P.68/Menhut-II/2011 jo Permenhut P.45/Menhut-II/2012, jo Permenhut P.42

/Menhut-II/2013 tentang Standard dan Pedoman Penilaian Kinerja Pengelolaan

43 Dinas Kehutanan Provinsi Jawa barat, Kayu Rakyat Ungguli Produksi Perhutani, diakses dari

http://dishut.jabarprov.go.id/?mod=detilBerita&idMenuKiri=&idBerita=1263, pada tanggal 15

Mei 2014, pada pukul 18:59.

Page 42: BAB II PEMBAHASAN - repository.uksw.edu II.pdfHutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, serta Pemanfaatan Hutan. o Peraturan Pemerintah RI Nomor 68 Tahun 2008 tentang Tata Cara

52

Hutan Produksi Lestari dan Verifikasi Legalitas Kayu pada Pemegang izin atau

pada Hutan Hak. Hutan rakyat didefinisikan sebagai hutan hak44, hutan hak adalah

hutan yang berada pada tanah yang telah dibebani hak atas tanah yang berada

diluar kawasan hutan dan dibuktikan dengan alats titel atau alas hak atas tanah,

hasil hutan berupa kayu juga harus dinilai dan diverifikasi oleh LP&VI yang

berdasarkan pada standar verifikasi legalitas kayu.

Pemilik hutan hak/hutan rakyat juga diwajibkan untuk memiliki Sertifikat

Legalitas Kayu namun kewajiban tersebut tidak diwajibkan untuk pemilik hutan

hak/hutan rakyat yang telah memiliki sertifikat PHPL skema sukarela (voluntary),

pemilik hutan hak/hutan rakyat dapat mengajukan verifikasi LK secara kelompok

(group certification), pembiayaan pendampingan dan verifikasi legalitas kayu

periode pertama dibebankan kepada Kementrian Kehutanan bagi pemilik hutan

hak/hutan rakyat yang pelaksanaanya dilakukan secara berkelompok (group

certification), pemilik hutan hak/hutan rakyat memiliki hak keberatan atas

keputusan dalam setiap proses dan atau hasil penilaian dan verifikasi serta

melakukan melakukan banding ke LPHL atau LVLK atau juga pemilik hutan hak/

hutan rakyat dapat mengajukan keluhan kepada KAN untuk mendapatkan

penyelesaian.

Pemilik hutan hak/hutan rakyat yang telah memiliki Sertifikat LK dapat

membubuhkan Tanda V Legal, dalam penilaian dan verifikasi yang dilakukan

44 Pendapat penulis tersebut telah penulis jelaskan pada sub bab 3 Point a Pengertian hutan rakyat.

Lihat juga Pada Peraturan menteri kehutanan No. 38/menhut-II/2009 jo Permenhut P.68/Menhut-

II/2011 jo Permenhut P.45/Menhut-II/2012, jo Permenhut P.42 /Menhut-II/2013 tentang Standard

dan Pedoman Penilaian Kinerja Pengelolaan Hutan Produksi Lestari dan Verifikasi Legalitas Kayu

pada Pemegang izin atau pada Hutan Hak Pasal 1 Angka 4,5 dan Pasal 2 Ayat (3).

Page 43: BAB II PEMBAHASAN - repository.uksw.edu II.pdfHutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, serta Pemanfaatan Hutan. o Peraturan Pemerintah RI Nomor 68 Tahun 2008 tentang Tata Cara

53

oleh LPHPL atau LVLK akan mendapat laporan dari penilaian dan verifikasi yang

disampaikan olah LPHPL atau LVLK pemilik hutan hak/hutan rakyat wajib untuk

memiliki Sertifikat LK selambat-lambatnya tanggal 31 desember 2013.

Penilaian dan verfikasi yang berdasarkan pada Standar Verfikasi Legalitas

Kayu pada hutan hak/hutan rakyat yang terdapat dalam Lampiran 2.3 Peraturan

Direktur Jenderal Bina Usaha Kehutanan No. P.8/VI-BPPHH/2012 tanggal 17

Desember 2012 tentang Standar dan Pedoman Pelaksanaan Penilaian Kinerja

Pengelolaan Hutan Produksi Lestari dan Verifikasi Legalitas Kayu berprinsip

bahwa kepemilikan kayu dapat dibuktikan keabsahannya yang berkriteria

keabsahan hak milik dalam hubungannya dengan areal, kayu dan perdaganganya,

yang juga memiliki beberapa indikator yaitu:

1) Pemilik hutan hak mampu menunjukkan keabsahannya verifiernya adalah

dokumen kepemilikan/penguasaan lahan yang sah (alas titel/ dokumen

yang diakui pejabat yang berwenang. Sedangkan bagi pemegang HGU

verifiernya adalah dokumen legalitas pemegang HGU yang sah yang

mencakup Akte Perusahaan, SIUP, TDP, NPWP, dokumen lingkungan,

dokumen K3 serta KKB/ peraturan perusahaan yang relevan. verifier yang

lain adalah peta/sketsa areal hutan hak/hutan rakyat dan batas-batasnya di

lapangan. Metode verifikasi untuk verifier dokumen

kepemilikan/penguasaan lahan yang sah (alas titel/ dokumen yang diakui

pejabat yang berwenang) yaitu dengan memeriksa sertifikat Hak Milik,

Leter B, Girik, atau leter C atau sertifikat HGU atau sertifikat Hak Pakai

atau surat atau dokumen lainnya yang diakui oleh BPN dengan cara

Page 44: BAB II PEMBAHASAN - repository.uksw.edu II.pdfHutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, serta Pemanfaatan Hutan. o Peraturan Pemerintah RI Nomor 68 Tahun 2008 tentang Tata Cara

54

mengkonfirmasi ke BPN yang kemudian norma penilaiannya,

“memenuhi” jika dokumen tersedia, lengkap dan absah, yang dapat

berupa: sertifikat hak milik, leter B, Girik, atau leter C atau Sertifikat

HGU atau Sertifikat Hak Pakai atau surat atau dokumen lainnya yang

diakui oleh BPN dengan cara mengkonfirmasi ke BPN, metode verifikasi

untuk verifier dokumen legalitas pemegang HGU yang sah yang

mencakup Akte Perusahaan, SIUP, TDP, NPWP, dokumen lingkungan,

dokumen K3 serta KKB/ peraturan perusahaan yang relevan adalah

periksa keabsahan dan kelengkapan dokumen legalitas pemegang HGU

dengan norma penilaiannya “memenuhi” jika kelengkapan dan keabsahan

dokumen legalitas pemegan HGU dipenuhi seluruhnya, sedangkan metode

verifikasi untuk verifier peta/sketsa areal hutan hak/hutan rakyat dan

batas-batasnya di lapangan adalah periksa keberadaan peta/sketsa lokasi

dan juga memeriksa kejelasan tanda batas areal hutan. Dan norma

penilaiannya “memenuhi” jika tersedia peta/sketsa lokasi serta terdapat

tanda-tanda jelas (dapat berupa patok, ataupun pematang, atau tanaman

pagar).

2) Unit kelola (baik individu maupun kelompok) mampu membuktikan

dokumen angkutan yang sah. Verifiernya adalah dokumen angkutan hasil

hutan yang sah dan metode verifikasinya adalah periksa keabsahan

dokumen angkutan hasil hutan yang sah dan norma penilaiannya

“memenuhi” jika dokumen angkutan hasil hutan yang sah diterbitkan oleh

pejabat/petugas yang berwenang.

Page 45: BAB II PEMBAHASAN - repository.uksw.edu II.pdfHutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, serta Pemanfaatan Hutan. o Peraturan Pemerintah RI Nomor 68 Tahun 2008 tentang Tata Cara

55

3) Unit kelola menunjukkan bukti pelunasan pungutan pemerintah sektor

kehutanan dalam hal pemungutan atas tegakan yang tumbuh sebelum

pengalihan hak atau penguasaan yang verifiernya adalah bukti pembayaran

hak Negara berupa PSDH/DR dan pengganti nilai tegakkan dengan

metode verifikasi yaitu memerikasa kelengkapan, keabsahan dan

keberadaan bukti pembayaran DR dan PSDH serta pengganti nilai tegakan

dan norma penilaiannya “memenuhi” jika unit kelola dapat menunjukkan

bukti serot PSDH dan DR serta pengganti nilai tegakan sesuai dengan

tagihan.

4. SVLK Sebagai Syarat Perdagangan Internasional Kayu dan

Produk Kayu

a. Pengertian Perdagangan Internasional

Istilah “perdagangan internasional” (international trade) bisa dipahami

dalam arti luas maupun dalam arti sempit. Dalam arti luas, istilah “perdagangan

internasional” dimaknai sebagai setiap aktivitas transaksi perdagangan yang

melintasi batas-batas negara, sedangkan dalam arti sempit “perdagangan

internasional” dipahami sebagai jual-beli internasional (international sales) yang

merupakan salah satu bentuk transaksi bisnis internasional (international business

transactions) yang terutama melibatkan pihak-pihak swasta. Untuk selanjutnya,

perdagangan internasional dalam arti sempit akan disebut “jual-beli

internasional”. Perdagangan internasional dalam arti luas diatur oleh berbagai

norma hukum internasional, termasuk oleh kesepakatan-kesepakatan perdagangan

Page 46: BAB II PEMBAHASAN - repository.uksw.edu II.pdfHutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, serta Pemanfaatan Hutan. o Peraturan Pemerintah RI Nomor 68 Tahun 2008 tentang Tata Cara

56

baik yang bersifat global (seperti Perjanjian GATT/WTO), regional (seperti

Perjanjian Asean Free Trade Area/AFTA) maupun perjanjian-perjanjian yang

bersifat bilateral. Sedangkan jual-beli internasional dalam terutama didasarkan

pada kesepakatan di antara pihak-pihak yang terlibat dalam jual-beli internasional

itu sendiri, seperti penjual (seller), pembeli (buyer), bank dan pengangkut.

Beberapa norma yang mengikat jual-beli internasional berkembang melalui

praktek-praktek hukum kebiasaan dalam jual-beli yang dikenal dengan istilah lex

mercatoria. Namun, sebagai hubungan hukum yang bersifat perdata, jual-beli

internasional terutama tetap didasarkan pada kesepakatan di antara para pihaknya.

Dalam konteks penelitian ini, SVLK pada dasarnya terkait erat dengan

jual-beli internasional, karena SVLK merupakan sebuah persyaratan yang harus

dipenuhi oleh seorang penjual (seller) untuk kayu dan produk kayu yang menjual

barang kepada pembeli (buyer) di luar negeri (negara-negara Uni Eropa) agar

kayu dan produk kayu yang menjadi obyek transaksi itu dapat diterima di negara

tujuan. Apabila persyaratan ini tidak dipenuhi, sebagai akibatnya kayu dan produk

kayu sebagai objek jual-beli internasional tidak dapat diterima di negara tujuan.

Oleh karena itu, persyaratan SVLK ini dapat dipandang sebagai bentuk kebijakan

publik yang dituangkan dalam wujud pengaturan serta bersifat mengikat dalam

jual-beli internasional untuk kayu dan produk kayu di Uni Eropa.

Page 47: BAB II PEMBAHASAN - repository.uksw.edu II.pdfHutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, serta Pemanfaatan Hutan. o Peraturan Pemerintah RI Nomor 68 Tahun 2008 tentang Tata Cara

57

b. Isu Perlindungan Hutan dalam Norma-norma Perdagangan

Internasional

Meskipun terutama didasarkan pada kesepakatan di antara para pihak,

jual-beli internasional juga tunduk pada norma-norma mengikat (binding norms)

yang dimaksudkan untuk mengatur aspek-aspek khusus yang dipandang penting

terkait dengan proses ataupun objek jual-beli internasional. Norma-norma

dimaksud tercermin di dalam aspek pengaturan publik yang terdapat di dalam

instrumen-instrumen hukum internasional yang mengatur tentang hukum

perdagangan internasional dalam makna luas.

Meskipun hukum perdagangan internasional terutama mengatur aspek-

aspek perdagangan, dalam kenyataan ternyata hingga cakupan tertentu aspek-

aspek non-perdagangan juga menjadi sorotan. Beberapa aspek yang sebenarnya

bersifat non-perdagangan namun selama ini menjadi perhatian untuk diatur dalam

hukum perdagangan internasional di antaranya adalah persoalan Hak Asasi

Manusia (HAM), kesehatan (sanitasi) serta persoalan kelestarian lingkungan

hidup.

Isu Hak Asasi Manusia (HAM) misalnya muncul dalam wujud norma-

norma hukum perdagangan internasional yang menganggap bahwa barang-barang

yang dihasilkan oleh tenaga kerja yang dibayar sangat rendah adalah barang yang

seharusnya ditolak dalam perdagangan internasional. Demikian pula halnya

dengan anggapan bahwa penggunaan narapidana sebagai tenaga kerja (prison

Page 48: BAB II PEMBAHASAN - repository.uksw.edu II.pdfHutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, serta Pemanfaatan Hutan. o Peraturan Pemerintah RI Nomor 68 Tahun 2008 tentang Tata Cara

58

labour) yang dapat menekan biaya produksi barang harus dianggap sebagai salah

satu bentuk ketidakjujuran dalam penentuan harga (unfair pricing).

Isu kelestarian lingkungan hidup juga sudah cukup lama dicoba dikaitkan

dengan perdagangan internasional. Salah satu kasus yang menonjol terkait dengan

isu lingkungan hidup dalam perdagangan internasional adalah kasus sengketa

penangkapan Tuna antara AS dan Mexico45 yang pada akhirnya diselesaikan

melalui forum WTO.

Hutan dianggap sebagai aset dunia yang memiliki peran penting untuk

menjaga kualitas lingkungan hidup dunia. Oleh karena itu, mempertahankan

luasan hutan dan melindungi keberadaan hutan merupakan salah satu agenda

global yang cukup penting. Untuk itu, berbagai kesepakatan tentang perlindungan

hutan telah dibuat oleh negara-negara, baik melalui instrumen yang langsung

berkaitan dengan perlindungan hutan, maupun melalui instrumen yang secara

tidak langsung mengatur perlindungan hutan, misalnya melalui pengaturan

norma-norma perdagangan internasional yang terkait dengan perlindungan hutan.

45 Sengketa yang timbul antara Amerika Serikat dan Mexico mengenai metode penangkapan ikan

tuna. Sengketa ini menerapkan cara penyelesaian melalui peraturan badan internasional yaitu

General Agreement Tariff and Trade (GATT). Peristiwa ini bermula dari tindakan pemerintah

Amerika Serikat yang melarang impor ikan tuna yang berasal dari Mexico. Hal ini merugikan

Mexico yang kemudian gugatan diajukan melalui GATT Disputte Pannel I. Dalam sidang tersebut

Amerika Serikat menyatakan bahwa negaranya memiliki alasan kuat yaitu pelarangan atas

penangkapan ikan tuna yang dilakukan melalui jaring nelayan Mexico ternyata juga telah

membunuh anak ikan lumba-lumba (dolphin) yang dilindungi berdasarkan Mamalia Protection

Act 1972. Namun tindakan ini menurut Mexico merupakan upaya terselubung Amerika Serikat

dengan menggunakan masalah lingkungan hidup menjadi alat perdagangan. Dari hasil kasus ini

nampak bahwa kaitan antara perdagangan dan lingkungan hidup semakin erat. Sementara ini

GATT menunda keputusannya.

Page 49: BAB II PEMBAHASAN - repository.uksw.edu II.pdfHutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, serta Pemanfaatan Hutan. o Peraturan Pemerintah RI Nomor 68 Tahun 2008 tentang Tata Cara

59

c. SVLK sebagai Syarat Ekspor Kayu dan Produk Kayu

Munculnya SVLK tidak lepas dari negosiasi panjang antara Indonesia

dengan negara-negara Uni Eropa. Proses menuju SVLK sudah dimulai sejak

tahun 2007 saat negara-negara Uni Eropa yang merupakan konsumen bagi 15%

produk kayu jadi Indonesia menghendaki agar produk kayu (termasuk mebel)

yang diekspor ke negara-negara Uni Eropa dari Indonesia hanyalah produk kayu

yang berasal dari kayu legal (bukan hasil pembalakan liar). Legalitas kayu yang

dipergunakan untuk membuat berbagai produk kayu harus terjamin legalitasnya

dan untuk itu produk kayu tersebut harus dilengkapi dengan sertifikat legalitas

(certificate of legality).

Skema untuk menjamin legalitas produk kayu yang dirundingkan antara

Indonesia dengan Uni Eropa tertuang dalam sebuah kesepakatan antara Indonesia

dan Uni Eropa yang disebut Perjanjian FLEGT-VPA (Forest Law Enforcement,

Governance and Trade Voluntary Partnership Agreement) yang disepakati kedua

belah pihak pada bulan April 2011.

Di pihak Indonesia, substansi perjanjian FLEGT-VPA tersebut kemudian

diimplementasikan melalui penerbitan Peraturan Menteri Perdagangan No. 64/M-

DAG/PER/10/2012 tentang Ketentuan Ekspor Produk Industri Kehutanan

(selanjutnya disebut “Permendag No.64/2012”). Permendag No.64/2012 itu pada

intinya mengatur tentang syarat-syarat dan prosedur ekspor produk industri

kehutanan. Beberapa ketentuan Permendag No.64/2012 yang relevan adalah:

Page 50: BAB II PEMBAHASAN - repository.uksw.edu II.pdfHutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, serta Pemanfaatan Hutan. o Peraturan Pemerintah RI Nomor 68 Tahun 2008 tentang Tata Cara

60

Ekspor produk industri kehutanan hanya dapat dilakukan oleh perusahaan industri

kehutanan yang telah mendapat pengakuan Eksportir Terdaftar Produk Industri

Kehutanan (ETPIK) dan perusahaan perdagangan di bidang ekspor yang telah

mendapat pengakuan ETPIK Non-Produsen (Pasal 3 ayat (1) Permendag

No.64/2012)

(a) Ekspor produk industri kehutanan pada dasarnya harus dilengkapi dengan

Dokumen V-Legal (Pasal 14 ayat (1) Permendag No. 64/2012). Dokumen

V-Legal adalah dokumen yang menyatakan bahwa produk kayu memenuhi

standar verifikasi legalitas kayu. Dokumen V-Legal ini adalah output dari

Sistem Verifikasi legalitas Kayu (SVLK).

(b) Dokumen V-Legal digunakan sebagai dokumen pelengkap pabean yang

diwajibkan untuk penyampaian pemberitahuan pabean ekspor kepada

kantor pabean (Pasal 14 ayat (3) Permendag No. 64/2012).

(c) Dokumen V-Legal diterbitkan oleh Lembaga Verifikasi Legalitas Kayu

(LVLK), yaitu lembaga berbadan hukum Indonesia yang memiliki

kompetensi untuk melakukan verifikasi legalitas kayu (Pasal 14 ayat (2)

jo. Pasal 1 angka 5 Permendag No.64/2012)

(d) Kewajiban melengkapi dokumen V-Legal mulai berlaku per tanggal 1

Januari 2013 untuk Produk Industri Kehutanan yang ada dalam Lampiran I

Kelompok A, dan berlaku per tanggal 1 Januari 2014 untuk Produk

Industri Kehutanan yang ada dalam Lampiran I Kelompok B.

Page 51: BAB II PEMBAHASAN - repository.uksw.edu II.pdfHutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, serta Pemanfaatan Hutan. o Peraturan Pemerintah RI Nomor 68 Tahun 2008 tentang Tata Cara

61

Dalam perjalanan waktu, pemberlakuan kewajiban melengkapi dokumen

V-Legal khususnya bagi Produk Industri Kehutanan dalam kategori Kelompok B

(furniture) mengalami hambatan. Masih banyak produsen furniture, terutama

dalam skala UMKM yang belum mampu mendapatkan Dokumen V-Legal karena

alasan prosedur dan biaya yang dirasa mahal. Melihat kenyataan tersebut,

pemerintah kemudian mengeluarkan Peraturan Menteri Perdagangan No. 81/M-

DAG/PER/12/2013 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Perdagangan No.

64/M-DAG/PER/10/2012 tentang Ketentuan Ekspor Produk Industri Kehutanan

(selanjutnya disebut “Permendag No. 81/2013”).

Permendag No. 81/2013 pada intinya menunda pemberlakuan kewajiban

melengkapi dokumen V-Legal untuk Produk Industri Kehutanan yang ada dalam

Lampiran I Kelompok B dari tanggal 1 Januari 2013 menjadi tanggal 1 Januari

2015 (Pasal I Permendag No.81/2013).

Permendag No.81/2013 hanya berisi penundaan pemberlakuan kewajiban

melengkapi dokumen V-Legal. Cepat atau lambat kewajiban ini harus diterapkan

secara penuh sebagai wujud implementasi kewajiban Indonesia dalam Perjanjian

FLEGT-VPA dengan Uni Eropa. Meskipun pada dasarnya jual-beli yang bersifat

internasional merupakan transaksi hukum yang bersifat perdata di antara penjual

(seller) dan pembeli (buyer), namun transaksi perdata tersebut tunduk pada

kebijakan publik yang berlaku di negara penjual maupun di negara pembeli.

Dalam penelitian ini Dokumen V-Legal yang merupakan kelengkapan ekspor

untuk produk industri kehutanan adalah wujud dari kebijakan publik yang harus

dipenuhi oleh penjual (seller) untuk produk industri kehutanan. Apabila syarat ini

Page 52: BAB II PEMBAHASAN - repository.uksw.edu II.pdfHutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, serta Pemanfaatan Hutan. o Peraturan Pemerintah RI Nomor 68 Tahun 2008 tentang Tata Cara

62

tidak dipenuhi, akibatnya barang yang dijual tidak akan lolos pabean (duty

clearance) negara penjual.

Di sisi yang lain, tanpa dokumen V-Legal yang sah, otoritas pabean di

negara-negara Uni Eropa yang menjadi tujuan ekspor juga tidak akan memberikan

import clearance. Oleh karena itu, sebagai sebuah syarat dalam ekspor produk

industri kehutanan, SVLK yang terwujud dalam dokumen V-Legal merupakan

syarat yang mengikat dan tidak dapat diabaikan dalam transaksi jual-beli

internasional.

B. ANALISIS

1. Kedudukan SVLK sebagai instrumen untuk menjaga keutuhan dan

kelestarian hutan.

Melihat dari peraturan perundang-undangan kehutanan yang mengatur

mengenai Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) terlihat dari tujuan dari

peraturan perundang-undangan tersebut yaitu mengenai pengurangan dan

pencegahan illegal logging atau pembalakan liar46 yang berdampak langsung pada

kerusakan lingkungan, dengan SVLK hasil hutan berupa kayu akan terlacak

secara jelas baik dari asal-usulnya, ataupun keabsahaanya. SVLK secara khusus

melindungi hasil hutan terutama kayu atau dapat Penulis simpulkan pohon-pohon

kayu di dalam hutan yang memiliki fungsi sangat besar terutama apabila kayu

46 Lihat sub bab 2 point b latar belakang SVLK.

Page 53: BAB II PEMBAHASAN - repository.uksw.edu II.pdfHutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, serta Pemanfaatan Hutan. o Peraturan Pemerintah RI Nomor 68 Tahun 2008 tentang Tata Cara

63

tersebut berasal dari hutan lindung yang mempunyai fungsi yang menjadi

pencegah debit air tinggi, erosi dan sebagainya, sehingga dengan SVLK kayu

akan dapat ditelusuri dari mana asalnya misal apakah kayu tersebut berasal dari

hutan-hutan yang dapat diambil hasil hutannya yaitu kayu. Karena dalam

instrumen hukum kehutanan hutan lindung dapat dimanfaatkan47 kecuali untuk

kayunya. Maka apabila ada kayu yang berasal dari hutan lindung maka dapat

dipastikan bahwa kayu tersebut adalah illegal. Jadi dapat disimpulkan dengan

SVLK kayu-kayu yang berasal dari hutan-hutan di indonesia akan memiliki

identitas, kayu dari hutan-hutan di Indonesia tidak dapat ditebang secara

sembarangan oleh para pemilik hak, maupun para pemegang izin atas hutan

maupun oleh pembalak-pembalak liar, sehingga kelestarian hutan akan terjaga

penebangan pohon akan terkontrol dan terkendali. SVLK adalah sebagai

instrumen perlindungan yang memproteksi hutan secara ketat karena tidak hanya

berstandart nasional namun juga berstandart internasional, karena dengan SVLK

kayu-kayu illegal tidak akan dapat diperdagangkan48.

2. Kedudukan Hutan Rakyat dalam SVLK

Hutan hak/hutan rakyat mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam

Sistem Verifikasi Legalitas kayu melihat besarnya pengaruh hutan hak/hutan

rakyat terhadap pasar internasional terutama ekspor kayu dari Indonesia ke luar

Indonesia, minat pasar internasional terhadap kayu-kayu maupun produk kayu

47 Lihat sub bab 1 point d “Kepentingan-kepentingan yang dilindungi oleh hukum kehutanan”,

Paragraph ke 2 hal 30, lihat juga UU Kehutanan Pasal 26-27.

48 Lihat sub bab 2 point b latar belakang SVLK.

Page 54: BAB II PEMBAHASAN - repository.uksw.edu II.pdfHutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, serta Pemanfaatan Hutan. o Peraturan Pemerintah RI Nomor 68 Tahun 2008 tentang Tata Cara

64

dari hutan rakyat yang lebih disukai49 oleh konsumen internasional. Dan juga

hutan hak/hutan rakyat diakui kedudukannya oleh hukum.

Melihat dari substansi Pada Peraturan menteri kehutanan No. 38/menhut-

II/2009 jo Permenhut P.68/Menhut-II/2011 jo Permenhut P.45/Menhut-II/2012, jo

Permenhut P.42 /Menhut-II/2013 tentang Standard dan Pedoman Penilaian

Kinerja Pengelolaan Hutan Produksi Lestari dan Verifikasi Legalitas Kayu pada

Pemegang izin atau pada Hutan Hak. Hutan rakyat didefinisikan sebagai hutan

hak, hutan hak adalah hutan yang berada pada tanah yang telah dibebani hak atas

tanah yang berada diluar kawasan hutan dan dibuktikan dengan alats titel atau alas

hak atas tanah, hasil hutan berupa kayu juga harus dinilai dan diverifikasi oleh

LP&VI yang berdasarkan pada standar verifikasi legalitas kayu.

Pemilik hutan hak/hutan rakyat juga diwajibkan (pemilik hutan

hak/hutan rakyat sebagai subjek SVLK) untuk memiliki Sertifikat Legalitas

Kayu namun kewajiban tersebut tidak diwajibkan untuk pemilik hutan hak/hutan

rakyat yang telah memiliki sertifikat PHPL skema sukarela (voluntary), pemilik

hutan hak/hutan rakyat dapat mengajukan verifikasi LK secara kelompok (group

certification), pembiayaan pendampingan dan verifikasi legalitas kayu periode

pertama dibebankan kepada Kementrian Kehutanan bagi pemilik hutan hak/hutan

rakyat yang pelaksanaanya dilakukan secara berkelompok (group certification),

pemilik hutan hak/hutan rakyat memiliki hak keberatan atas keputusan dalam

setiap proses dan atau hasil penilaian dan verifikasi serta melakukan melakukan

49 Lihat sub bab 3 point b “potensi hutan rakyat dalam ekspor kayu dan produk kayu bab ini,

Supra.

Page 55: BAB II PEMBAHASAN - repository.uksw.edu II.pdfHutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, serta Pemanfaatan Hutan. o Peraturan Pemerintah RI Nomor 68 Tahun 2008 tentang Tata Cara

65

banding ke LPHL atau LVLK atau juga pemilik hutan hak/ hutan rakyat dapat

mengajukan keluhan kepada KAN untuk mendapatkan penyelesaian.

Pemilik hutan hak/hutan rakyat yang telah memiliki Sertifikat LK dapat

membubuhkan Tanda V Legal, dalam penilaian dan verifikasi yang dilakukan

oleh LPHPL atau LVLK akan mendapat laporan dari penilaian dan verifikasi yang

disampaikan olah LPHPL atau LVLK pemilik hutan hak/hutan rakyat wajib untuk

memiliki Sertifikat LK selambat-lambatnya tanggal 31 desember 2013.

Penilaian dan verfikasi yang berdasarkan pada Standar Verfikasi Legalitas

Kayu pada hutan hak/hutan rakyat yang terdapat dalam Lampiran 2.3 Peraturan

Direktur Jenderal Bina Usaha Kehutanan No. P.8/VI-BPPHH/2012 tanggal 17

Desember 2012 tentang Standar dan Pedoman Pelaksanaan Penilaian Kinerja

Pengelolaan Hutan Produksi Lestari dan Verifikasi Legalitas Kayu berprinsip

bahwa kepemilikan kayu dapat dibuktikan keabsahannya yang berkriteria

keabsahan hak milik dalam hubungannya dengan areal, kayu dan perdaganganya,

yang juga memiliki beberapa indikator yaitu:

1) Pemilik hutan hak mampu menunjukkan keabsahannya verifiernya adalah

dokumen kepemilikan/penguasaan lahan yang sah (alas titel/ dokumen

yang diakui pejabat yang berwenang. Sedangkan bagi pemegang HGU

verifiernya adalah dokumen legalitas pemegang HGU yang sah yang

mencakup Akte Perusahaan, SIUP, TDP, NPWP, dokumen lingkungan,

dokumen K3 serta KKB/ peraturan perusahaan yang relevan. verifier yang

lain adalah peta/sketsa areal hutan hak/hutan rakyat dan batas-batasnya di

Page 56: BAB II PEMBAHASAN - repository.uksw.edu II.pdfHutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, serta Pemanfaatan Hutan. o Peraturan Pemerintah RI Nomor 68 Tahun 2008 tentang Tata Cara

66

lapangan. Metode verifikasi untuk verifier dokumen

kepemilikan/penguasaan lahan yang sah (alas titel/ dokumen yang diakui

pejabat yang berwenang) yaitu dengan memeriksa sertifikat Hak Milik,

Leter B, Girik, atau leter C atau sertifikat HGU atau sertifikat Hak Pakai

atau surat atau dokumen lainnya yang diakui oleh BPN dengan cara

mengkonfirmasi ke BPN yang kemudian norma penilaiannya,

“memenuhi” jika dokumen tersedia, lengkap dan absah, yang dapat

berupa: sertifikat hak milik, leter B, Girik, atau leter C atau Sertifikat

HGU atau Sertifikat Hak Pakai atau surat atau dokumen lainnya yang

diakui oleh BPN dengan cara mengkonfirmasi ke BPN, metode verifikasi

untuk verifier dokumen legalitas pemegang HGU yang sah yang

mencakup Akte Perusahaan, SIUP, TDP, NPWP, dokumen lingkungan,

dokumen K3 serta KKB/ peraturan perusahaan yang relevan adalah

periksa keabsahan dan kelengkapan dokumen legalitas pemegang HGU

dengan norma penilaiannya “memenuhi” jika kelengkapan dan keabsahan

dokumen legalitas pemegan HGU dipenuhi seluruhnya, sedangkan metode

verifikasi untuk verifier peta/sketsa areal hutan hak/hutan rakyat dan

batas-batasnya di lapangan adalah periksa keberadaan peta/sketsa lokasi

dan juga memeriksa kejelasan tanda batas areal hutan. Dan norma

penilaiannya “memenuhi” jika tersedia peta/sketsa lokasi serta terdapat

tanda-tanda jelas (dapat berupa patok, ataupun pematang, atau tanaman

pagar).

Page 57: BAB II PEMBAHASAN - repository.uksw.edu II.pdfHutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, serta Pemanfaatan Hutan. o Peraturan Pemerintah RI Nomor 68 Tahun 2008 tentang Tata Cara

67

2) Unit kelola (baik individu maupun kelompok) mampu membuktikan

dokumen angkutan yang sah. Verifiernya adalah dokumen angkutan hasil

hutan yang sah dan metode verifikasinya adalah periksa keabsahan

dokumen angkutan hasil hutan yang sah dan norma penilaiannya

“memenuhi” jika dokumen angkutan hasil hutan yang sah diterbitkan oleh

pejabat/petugas yang berwenang.

3) Unit kelola menunjukkan bukti pelunasan pungutan pemerintah sektor

kehutanan dalam hal pemungutan atas tegakan yang tumbuh sebelum

pengalihan hak atau penguasaan yang verifiernya adalah bukti pembayaran

hak Negara berupa PSDH/DR dan pengganti nilai tegakkan dengan

metode verifikasi yaitu memerikasa kelengkapan, keabsahan dan

keberadaan bukti pembayaran DR dan PSDH serta pengganti nilai tegakan

dan norma penilaiannya “memenuhi” jika unit kelola dapat menunjukkan

bukti setor PSDH dan DR serta pengganti nilai tegakan sesuai dengan

tagihan.

Membuktikan bahwa kayu maupun produk kayu yang berasal dari hutan

rakyat adalah bagian penting dari Sistem Verifikasi Legalitas Kayu. Dimana hutan

hak/hutan rakyat telah diregulasi sedemikian detail semisal dalam keabsahan alas

title/ bukti kepemilikan atas hutan hak/rakyat.

3. SVLK sebagai instrumen perdagangan kayu internasional

Ekspor produk industri kehutanan hanya dapat dilakukan oleh perusahaan

industri kehutanan yang telah mendapat pengakuan Eksportir Terdaftar Produk

Page 58: BAB II PEMBAHASAN - repository.uksw.edu II.pdfHutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, serta Pemanfaatan Hutan. o Peraturan Pemerintah RI Nomor 68 Tahun 2008 tentang Tata Cara

68

Industri Kehutanan (ETPIK) dan perusahaan perdagangan di bidang ekspor yang

telah mendapat pengakuan ETPIK Non-Produsen (Pasal 3 ayat (1) Permendag

No.64/2012)

(a) Ekspor produk industri kehutanan pada dasarnya harus

dilengkapi dengan Dokumen V-Legal (Pasal 14 ayat (1)

Permendag No. 64/2012). Dokumen V-Legal adalah dokumen

yang menyatakan bahwa produk kayu memenuhi standar

verifikasi legalitas kayu. Dokumen V-Legal ini adalah output

dari Sistem Verifikasi legalitas Kayu (SVLK).

(b) Dokumen V-Legal digunakan sebagai dokumen pelengkap

pabean yang diwajibkan untuk penyampaian pemberitahuan

pabean ekspor kepada kantor pabean (Pasal 14 ayat (3)

Permendag No. 64/2012).

(c) Dokumen V-Legal diterbitkan oleh Lembaga Verifikasi

Legalitas Kayu (LVLK)50, yaitu lembaga berbadan hukum

Indonesia yang memiliki kompetensi untuk melakukan

verifikasi legalitas kayu (Pasal 14 ayat (2) jo. Pasal 1 angka 5

Permendag No.64/2012)

Kewajiban melengkapi dokumen V-Legal mulai berlaku per tanggal 1

Januari 2013 untuk Produk Industri Kehutanan yang ada dalam Lampiran I

50 LVLK merupakan salah satu pihak dalam Sistem Verifikasi Legalitas Kayu sebagai mana dalam

hasil penelitian Penulis diatas.

Page 59: BAB II PEMBAHASAN - repository.uksw.edu II.pdfHutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, serta Pemanfaatan Hutan. o Peraturan Pemerintah RI Nomor 68 Tahun 2008 tentang Tata Cara

69

Kelompok A, dan berlaku per tanggal 1 Januari 2014 untuk Produk Industri

Kehutanan yang ada dalam Lampiran I Kelompok B.

Melihat dari substansi dalam Pasal-pasal Permendag No.64/2012 dapat

terlihat bahwa Sistem Verifikasi Legalitas Kayu bukan hanya merupakan

Instrumen Hukum mengenai kehutanan semata namun SVLK adalah juga sebagai

instrumen hukum ekspor, yang pada dasarnya bagi pihak-pihak yang akan

mengekspor hasil hutan berupa kayu haruslah mengikuti SVLK, SVLK adalah

salah satu mata rantai dalam rentetan proses ekspor kayu mapun produk kayu di

indonesia.