BAB II PEMBAHASAN A. Tinjauan Pustaka...b. Tanah-tanah yang diambil oleh pemerintah, karena...

48
9 BAB II PEMBAHASAN A. Tinjauan Pustaka a. Landreform Undang-Undang No. 56 Prp Tahun 1960 merupakan Undang-Undang landefrom di Indoneisa. Landreform berasal dari kata-kata dalam bahasa Inggris yang terdiri dari kata “Land” dan “Reform”. Land artinya tanah, sedangkan Reform artinya perubahan dasar atau perombakan untuk membentuk /membangun/menata kembali struktur pertanian. Jadi arti Landreform adalah perombakan struktur pertanian lama dan pembangunan struktur pertanian lama menuju struktur pertanian baru. 1 Landeform mempunyai tujuan yang meliputi terciptanya masyarakat adil dan makmur, peningkatan taraf hidup rakyat jelata/petani, peningkatan taraf hidup petani dan memperkuat dan memperluas pemilikan tanah untuk seluruh rakyat. 2 Tanah-tanah yang menjadi obyek landreform yang akan diredistribusikan pada petani menurut ketentuan Pasal 1 PP No. 224 Tahun 1961, meliputi : 3 a. Tanah-tanah selebihnya dari batas maksimum sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-undang Nomor 56 Prp Tahun 1960, b. Tanah-tanah yang diambil oleh pemerintah, karena pemiliknya bertempat tinggal di luar daerah kecamatan letak tanahnya atau karena pemilikan tanah absentee/guntai, 1 I Nyoman Budi Jaya, Tinjauan Yuridis tentang Restribusi Tanah Pertanian Dalam Rangka Pelaksanaan Landreform, Liberty, Yogyakarta, 1989, hlm. 9 2 Sri Harini Dwiyatmi, Hukum Agraria, Edisi Juni 2013, Fakultas Hukum Universitas Kristen Satya Wacana, 2013, hlm. 59 3 I Nyoman Budi Jaya, Op. Cit., hlm. 367

Transcript of BAB II PEMBAHASAN A. Tinjauan Pustaka...b. Tanah-tanah yang diambil oleh pemerintah, karena...

Page 1: BAB II PEMBAHASAN A. Tinjauan Pustaka...b. Tanah-tanah yang diambil oleh pemerintah, karena pemiliknya bertempat tinggal di luar daerah kecamatan letak tanahnya atau karena pemilikan

9

BAB II

PEMBAHASAN

A. Tinjauan Pustaka

a. Landreform

Undang-Undang No. 56 Prp Tahun 1960 merupakan Undang-Undang

landefrom di Indoneisa. Landreform berasal dari kata-kata dalam bahasa Inggris

yang terdiri dari kata “Land” dan “Reform”. Land artinya tanah, sedangkan

Reform artinya perubahan dasar atau perombakan untuk membentuk

/membangun/menata kembali struktur pertanian. Jadi arti Landreform adalah

perombakan struktur pertanian lama dan pembangunan struktur pertanian lama

menuju struktur pertanian baru.1

Landeform mempunyai tujuan yang meliputi terciptanya masyarakat adil

dan makmur, peningkatan taraf hidup rakyat jelata/petani, peningkatan taraf hidup

petani dan memperkuat dan memperluas pemilikan tanah untuk seluruh rakyat.2

Tanah-tanah yang menjadi obyek landreform yang akan diredistribusikan pada

petani menurut ketentuan Pasal 1 PP No. 224 Tahun 1961, meliputi :3

a. Tanah-tanah selebihnya dari batas maksimum sebagaimana yang

dimaksud dalam Undang-undang Nomor 56 Prp Tahun 1960,

b. Tanah-tanah yang diambil oleh pemerintah, karena pemiliknya

bertempat tinggal di luar daerah kecamatan letak tanahnya atau karena

pemilikan tanah absentee/guntai,

1 I Nyoman Budi Jaya, Tinjauan Yuridis tentang Restribusi Tanah Pertanian Dalam Rangka

Pelaksanaan Landreform, Liberty, Yogyakarta, 1989, hlm. 9 2 Sri Harini Dwiyatmi, Hukum Agraria, Edisi Juni 2013, Fakultas Hukum Universitas Kristen

Satya Wacana, 2013, hlm. 59 3 I Nyoman Budi Jaya, Op. Cit., hlm. 367

Page 2: BAB II PEMBAHASAN A. Tinjauan Pustaka...b. Tanah-tanah yang diambil oleh pemerintah, karena pemiliknya bertempat tinggal di luar daerah kecamatan letak tanahnya atau karena pemilikan

10

c. Tanah-tanah swapraja dan bekas swapraja yang dengan berlakunya

ketentuan UUPA menjadi hapus dan beralih kepada Negara,

d. Tanah-tanah lain yang langsung dikuasai oleh Negara misalnya,

tanah-tanah dengan Hak Guna Usaha yang telah berakhir waktunya,

dihentikan atau dibatalkan.

Dalam landreform juga terdapat program-program yaitu :4

1. Pembatasan luas maksimum penguasaan tanah,

2. Larangan pemilikan tanah secara absentee/guntai,

3. Redistribusi tanah-tanah yang selebihnya dari batas maksimum, tanah-

tanah yang terkena larangan absentee/guntai, tanah-tanah bekas

Swapraja dan tanah-tanah Negara,

4. Pengaturan soal pengembalian dan penebusan tanah-tanah pertanian

yang digadaikan,

5. Pengaturan kembali perjanjian bagi hasil tanah pertanian,

6. Penetapan luas minimum pemilikan tanah pertanian, disertai larangan

untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang mengakibatkan

pemecahan pemilikan tanah-tanah pertanian menjadi bagian-bagian

yang terlampau kecil.

Dalam program landrefrom dikenal larangan pemilikan tanah pertanian

secara absentee/guntai. Kata absentee berasal dari kata latin “absentee” atau

“absentis”, yang berarti tidak hadir. Yang dimaksud dengan kepemilikan tanah

pertanian secara absentee/ guntai adalah pemilikan tanah pertanian yang letaknya

di luar Kecamatan tempat tinggal pemilik tanah.5 Tujuan adanya larangan ini

adalah agar hasil yang diperoleh dari pengusahaan tanah itu sebagian besar dapat

dinikmati oleh masyarakat pedesaan tempat letak tanah yang bersangkutan, karena

4 Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia, Sejarah Pembentukan UUPA, Isi dan

Pelaksanaannya Jilid I, Djambatan, Jakarta, 2008,,. 367 5 Urip Santodo, Hukum Agraria Kajian Komprehesif, Kencana, Jakarta, 2013, hlm. 218

Page 3: BAB II PEMBAHASAN A. Tinjauan Pustaka...b. Tanah-tanah yang diambil oleh pemerintah, karena pemiliknya bertempat tinggal di luar daerah kecamatan letak tanahnya atau karena pemilikan

11

pemilik tanah akan bertempat tinggal di daerah penghasil.6 Pemilikan tanah

pertanian secara absentee/guntai ini, menimbulkan penggarapan yang tidak

efisien Sehingga hal itu tidak sesuai dengan tujuan landreform yang

diselenggarakan di Indonesia yaitu untuk mempertinggi penghasilan dan taraf

hidup para petani.

b. Pengertian Tanah Pertanian

Dalam UUPA tidak diberikan penjelasan mengenai apa yang dimaksud

dengan tanah pertanian. dalam Undang-Undang No 56 Prp Tahun 1960 tentang

Penetapan Luas Tanah Pertanian juga tidak diberikan penjelasan mengenai

pengertian tanah pertanian tersebut. Dalam Instruksi Bersama Menteri Dalam

Negeri dan Otonomi Daerah dengan Menteri Agraria tanggal 5 Januari 1961 No.

Sekra 9/1/2 mengenai Pengertian Tanah atau Lahan Pertanian, diberikan

penjelasan sebagai berikut:7

“Yang dimaksud dengan “tanah pertanian” ialah juga semua tanah

perkebunan, tambak untuk perikanan, tanah tempat penggembalaan ternak,

tanah belukar bekas ladang dan hutan yang menjadi tempat mata

pencaharian bagi yang berhak. Pada umumnya tanah pertanian adalah

semua tanah yang menjadi hak orang, selain tanah untuk perumahan dan

perusahaan. Bila atas sebidang tanah berdiri rumah tempat tinggal

seseorang, maka pendapat setempat itulah yang menentukan, berapa luas

bagian yang dianggap halaman rumah dan berapa yang merupakan tanah

pertanian.”

Tanah atau lahan pertanian biasanya digunakan untuk usaha bidang

pertanian dalam arti mencakup persawahan, hutan, perikanan, perkebunan,

tegalan, padang, pengembalaan dan semua jenis penggunaan lain yang lazim

6 Boedi Harsono, Op.cit, hlm. 385

7 Budi, Harsono, Op. cit, hlm. 372

Page 4: BAB II PEMBAHASAN A. Tinjauan Pustaka...b. Tanah-tanah yang diambil oleh pemerintah, karena pemiliknya bertempat tinggal di luar daerah kecamatan letak tanahnya atau karena pemilikan

12

dikatakan sebagai usaha pertanian.8 Jenis pertanian tersebut dibedakan menjadi

dua yaitu:9

a. Pertanian Tanah Basah

Pertanian yang di kembangkan pada dataran rendah yang mmpunyai

ketinggian ukuran 300 m diatas permukaan laut yg di sekitarnya terdapat

banyak air dari sungai sungai atau saluran irigasi. contoh tanaman yang

dibudidayakan di tanah basah adalah tanaman padi.

b. Pertanian Tanah Kering

Pertanian yang mengandalkan musim hujan karena hanya air hujan

sebagai pasokan kebutuhan air bagi tanaman. Pada umumnya lahan kering

berada pada ketinggin 500 - 1500 m diatas permukaan laut. Untuk usaha

pertanian tanah kering dapat dibagi dalam tiga jenis penggunaan tanah, yaitu

tanah kering berbasis palawija (tegalan), tanah kering berbasis sayuran

(dataran tinggi) dan pekarangan.

c. Tentang Petani

Banyak teori pertanian maupun tentang petani yang diungkapkan oleh para

ahli. Menurut para ahli, terdapat beberapa definisi Pertanian maupun Petani.

Pendapat yang dikemukakan oleh Eric R. Wolf. mendefinisikan petani sebagai:10

“Penduduk yang secara eksistensial terlibat dalam cocok tanam dan

membuat keputusan yang otonom tentang proses tanam. Kategori itu dengan

demikian mencakup penggarapan atau penerima bagi hasil maupun pemilik

penggarap selama mereka ini berada pada posisi pembuat keputusan yang

8 Instruksi Gubernur Jawa Tengah Nomor 590/107/1985 Tanggal 25 Maret 1985 Tentang

Pencegahan Perubahan Tanah Pertanian ke Kon Pertanian Yang Tidak Terkendalikan 9http://hutantani.blogspot.sg/2014/04/pengertian-pertanian-lahan-basah-dan-

kering.html. Diakses Minggu 13 september 2015 10

http://www.infoorganik.com/index.php?option=com_content&view=article&id=86:petani-penggarap-hambat-aplikasi-pertanian-organik-pola-tanamsri&catid=34:padi&Itemid=62. Diakses minggu 13 September 2015

Page 5: BAB II PEMBAHASAN A. Tinjauan Pustaka...b. Tanah-tanah yang diambil oleh pemerintah, karena pemiliknya bertempat tinggal di luar daerah kecamatan letak tanahnya atau karena pemilikan

13

relevan tentang bagaimana pertumbuhan tanaman mereka.Namun itu tidak

memasukkan nelayan atau buruh tani tak bertanam.”

Menurut Fadholi Hernanto, memberikan pengertian tentang petani yang

mengatakan bahwa:11

“Petani adalah setiap orang yang melakukan usaha untuk memenuhi

sebagian atau seluruh kebutuhan kehidupannya dibidang pertanian dalam

arti luas yang meliputi usaha tani pertanian, peternakan, perikanan

(termasuk penangkapan ikan), dan mengutamakan hasil laut.”

Dalam buku Pengantar Peyuluhan Pertania Dalam teori dan Praktek yang

ditulis oleh Totok Mardiakanto dan Sri Sujani, memberikan pengertian petani

yaitu :

“Petani adalah penduduk atau orang-orang yang untuk sementara atau

secara tetap memiliki dan atau menguasai sebidang “tanah-pertanian” dan

mengerjakannya sendiri, baik dengan tenaganya sendiri (beserta

keluarganya) maupun dengan menggunakan tenaga orang lain atau orang-

upahan: Termasuk dalam pengertian “menguasai” di sini adalah : menyewa,

menggarap (penyakap), memaro (bagi-hasil). Sedang buruh-tani tak

bertanah tidak termasuk dalam kategori petani.”

Pengertian petani juga termuat dalam Pasal 1e Undang- Undang No 2 Tahun

1960 Tentang Perjanjian Bagi Hasil yaitu:

“Petani, ialah orang, baik yang mempunyai maupun tidak mempunyai tanah

yang mata pencaharian pokoknya adalah mengusahakan tanah untuk

pertanian”.

Definisi petani Dalam Pasal 1e Undang- Undang No 2 Tahun 1960 Tentang

Perjanjian Bagi Hasil berbeda dengan definisi petani yang termuat dalam Undang-

undang No 9 Tahun 2013 Tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani,

Dalam Pasal 1 ayat (3), termuat pengertian petani yaitu:

“Petani adalah warga negara Indonesia perseorangan dan/atau beserta

keluarganya yang melakukan Usaha Tani di bidang tanaman pangan,

hortikultura, perkebunan, dan/atau peternakan.”

11

Fadholi Hermanto, Ilmu Usaha Tani, Penebar Swadaya, Jakarta, 2009, hlm. 26

Page 6: BAB II PEMBAHASAN A. Tinjauan Pustaka...b. Tanah-tanah yang diambil oleh pemerintah, karena pemiliknya bertempat tinggal di luar daerah kecamatan letak tanahnya atau karena pemilikan

14

Orang yang disebut petani, atau kedudukannya sebagai petani, mempunyai

fungsi yang banyak. Petani sebagai orang yang berusahatani, mendapatkan

produksi pertanian dalam arti luas, karenanya petani tidak akan terlepas dari

ternak, ikan dan tanaman dimanapun tumbuhnya.12

Dalam melakukan usahanya

para petani cenderung membuat suatu kelompok tani yang beranggotakan para

petani-petani (pemilik lahan, buruh tani, peternak, nelayan) dalam satu desa.

Kelompok tani diartikan sebagai kumpulan orang-orang tani atau petani, yang

terdiri atas petani dewasa (pria/wanita) maupun petani-taruna (pemuda-pemudi),

yang terikat informal dalam suatu wilayah kelompok atas dasar keserasian dan

kebutuhan bersama serta berada di lingkungan pimpinan seorang kontak tani

(Ketua Kelompok Tani).13

Dalam Peraturan Menteri Petanian Nomor: 273/Kpts/OT.160/4/2007

Tentang Pedoman Pembinaan Kelembagaan Petani, pengertian kelompok tani

yaitu:

“Kelompok tani adalah kumpulan petani/peternak/pekebun yang dibentuk

atas dasar kesamaan kepentingan, kesamaan kondisi lingkungan (sosial,

ekonomi, sumberdaya) dan keakraban untuk meningkatkan dan

mengembangkan usaha anggota.”

Namun setelah dirumuskannya Peraturan Menteri Pertanian Nomor:

16/Permentan/OT.140/2008 Tentang Pedoman Umum Pengembangan Usaha

Agribisnis Perdesaan (PUAP), beberapa kelompok tani yang berada dalam satu

kawasan desa digabungkan menjadi “GAPOKTAN” yang menjadi pelaksana

PUAP tersebut. Gabungan kelompok tani (Gapoktan) dalam Peraturan Menteri

12

Fadholi Hermanto, Loc. Cit. 13

Totok Mardikanto, Dasar-Dasar Peyuluhan Dan Modernisasi Pertanian, Binacipta, Bandung, 1977, hlm.51

Page 7: BAB II PEMBAHASAN A. Tinjauan Pustaka...b. Tanah-tanah yang diambil oleh pemerintah, karena pemiliknya bertempat tinggal di luar daerah kecamatan letak tanahnya atau karena pemilikan

15

Petanian Nomor: 273/Kpts/OT.160/4/2007 Tentang Pedoman Pembinaan

Kelembagaan Petani merupakan kumpulan beberapa kelompok tani yang

bergabung dan bekerja sama untuk meningkatkan skala ekonomi dan efisiensi

usaha.

Tujuan penggabungan kelompok menjadi Gapoktan dalam PERMENTAN

Nomor 273/Kpts/OT.160/4/2007 adalah untuk menggalang kepentingan bersama

secara kooperatif agar kelompok tani lebih berdaya guna dan berhasil guna, dalam

penyediaan sarana produksi pertanian, permodalan, peningkatan atau perluasan

usaha tani di sektor hulu dan hilir, pemasaran serta kerjasama dalam peningkatan

posisi tawar.

d. Pemilikan Tanah Pertanian

Di Indonesia pemilikan dan penguasaan tanah diberikan batasan, Pengaturan

mengenai pembatasan pemilikan atas tanah diatur dalam Pasal 7 UUPA, yang

menyatakan bahwa : “Untuk tidak merugikan kepentingan umum maka pemilikan

dan penguasaan tanah yang melampaui batas tidak diperkenankan.” Dalam

pemilikan atau penguasaan tanah terdapat pengaturan mengenai batas maksimum

pemilikan atau penguasaan tanah yang tercantum dalam Pasal 17 UUPA, namun

dalam pasal tersebut tidak memberikan secara jelas mengenai pembatasan

maksimum dan minimum pemilikan atau penguasaan tanah pertanian.

Sebagai pelaksanaan dari Pasal 17 UUPA yang mengatur tentang batas

minimum dan maksimum penguasaan dan pemilikan atas tanah, Pemerintah telah

mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu) No.56

Tahun 1960 pada tanggal 29 Desember 1960 dan mulai berlaku tanggal 1 Januari

Page 8: BAB II PEMBAHASAN A. Tinjauan Pustaka...b. Tanah-tanah yang diambil oleh pemerintah, karena pemiliknya bertempat tinggal di luar daerah kecamatan letak tanahnya atau karena pemilikan

16

1960. Perpu No. 56/1960 ini kemudian ditetapkan menjadi Undang-undang No.56

Prp Tahun 1960 tentang Penetapan Luas Tanah Pertanian (LN 1960 no. 174),

Penjelasannya dimuat dalam TLN No. 5117. UU No. 56/1960 merupakan

Undang-Undang landreform di Indonesia, yang mengatur tiga masalah

didalamnya yaitu :14

a. Penetapan luas maksimum pemilikan dan penguasaan tanah pertanian,

b. Penetapan luas minimum pemilikan tanah pertanian dan larangan

untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang mengakibatkan

pemecahan pemilikan tanah-tanah itu menjadi bagian-bagian yang

terlampau kecil,

c. Soal pengembalian dan penebusan tanah-tanah pertanian yang

digadaikan.

(a) Penetapan Batas Maksimum Pemilikan Tanah Pertanian

Penetapan batas maksimum pemilikan atau penguasaan tanah pertanian

diatur dalam Pasal 1 Undang-Undang No. 56 PRP Tahun 1960 Tentang Penetapan

Luas Tanah Pertanian yang menyatakan bahwa :

(1) Seorang atau orang-orang yang dalam penghidupannya merupakan satu

keluarga bersama-sama hanya diperbolehkan menguasai tanah pertanian,

baik milik sendiri atau kepunyaan orang lain ataupun miliknya sendiri

bersama kepunyaan orang lain, yang jumlah luasnya tidak melebihi batas

maksimum sebagai yang ditetapkan dalam ayat (2) pasal ini.

(2) Dengan memperhatikan jumlah penduduk, luas daerah dan faktor-faktor

lainnya, maka luas maksimum yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini

ditetapkan sebagai berikut :

14

Boedi Harsono, Op.cit, hlm 370

Page 9: BAB II PEMBAHASAN A. Tinjauan Pustaka...b. Tanah-tanah yang diambil oleh pemerintah, karena pemiliknya bertempat tinggal di luar daerah kecamatan letak tanahnya atau karena pemilikan

17

Di daerah- daerah

yang

Sawah (hektar) Tanah Kering (hektar)

1. Tidak padat

2. Padat :

a. kurang padat

b. cukup padat

c. sangat padat

15

10

7,5

5

20

12

6

6

Jika tanah pertanian yang dikuasai itu merupakan sawah dan tanah

kering, maka untuk menghitung luas maksimum tersebut, luas sawah

dijumlah dengan luas tanahkering dengan menilai tenah-kering sama

dengan sawah ditambah 30% di daerahdaerah yang tidak padat dan 20%

di daerah-daerah yang padat dengan ketentuan, bahwa tanah pertanian

yang dikuasai seluruhnya tidak boleh lebih dari 20 hektar.

Tujuan dari penetapan batas maksimum penguasaan atau pemilikan tanah

pertanian, secara makro bertujuan dalam rangka mencegah penumpukan tanah

pada tangan satu orang.15

Apabila ada masyarakat yang memiliki tanah pertanian

melebihi batas maksimum, pemilik tersebut diwajibkan untuk memberitahukan

kepada Kepala Badan Pertanahan Daerah Kabupaten/Kota seperti yang diatur

dalam Pasal 3 Undang-Undang No. 56 PRP Tahun 1960 Tentang Penetapan Luas

Tanah Pertanian.

Selain itu juga terdapat larangan pemecahan (fragmentasi) bagi pemilik

lahan yang melebihi batas maksimum. Larangan pemecahan tersebut tercantum

dalam Pasal 4 Undang-Undang No. 56 PRP Tahun 1960 Tentang Penetapan Luas

Tanah Pertanian yang menyatakan:

“Orang atau orang-orang sekeluarga yang memiliki tanah pertanian yang

jumlah luasnya melebihi luas maksimum dilarang untuk memindahkan hak-

miliknya atas seluruh atau sebagian tanah tersebut, kecuali dengan izin

Kepala Agraria Daerah Kabupaten/Kota yang bersangkutan. Izin tersebut

hanya dapat diberikan jika tanah yang haknya dipindahkan itu tidak

15

Sri Harini Dwiyatmi, Loc. Cit.

Page 10: BAB II PEMBAHASAN A. Tinjauan Pustaka...b. Tanah-tanah yang diambil oleh pemerintah, karena pemiliknya bertempat tinggal di luar daerah kecamatan letak tanahnya atau karena pemilikan

18

melebihi luas maksimum dan dengan memperhatikan pula ketentuan Pasal 9

ayat (1) dan (2)”.

(b) Penetapan Batas Minimum Pemilikan Tanah Pertanian

Mengenai penetapan batas minimum pemilikan tanah pertanian ini tidak

dijelaskan secara rinci seperti penetapan batas maksimum pemilikan tanah

pertanian dalam Undang-Undang No. 56 PRP Tahun 1960 Tentang Penetapan

Luas Tanah Pertanian. Namun batas minimum pemilikan tanah pertanian yaitu 2

Ha, penetapan batas minimum ini terlihat dalam Pasal 8 Undang-Undang No. 56

PRP Tahun 1960 Tentang Penetapan Luas Tanah Pertanian yang menyatakan

“Pemerintah mengadakan usaha-usaha agar supaya setiap petani sekeluarga

memiliki tanah pertanian minimum 2 hektar.”

Tujuan dengan adanya penetapan batas minimum tanah pertanian

merupakan salah satu sarana untuk mewujudkan kelayakan hidup bagi petani baik

untuk jenis tanah sawah maupun tanah kering (tegalan). Untuk mencapai

pemilikan tanah pertanian 2 Ha bagi setiap petani diusahakan secara bertahap.

Sarana untuk mencapainya tahap pertama adalah pencegahan atau larangan

dilakukannya pemecahan (fragmentasi) tanah pertanian menjadi pemilikan di

bawah 2 Ha, dengan batasan-batasan ini batas pemilikan minimum akan dapat

dicapai. Persisnya pembatasan pemecahan tanah pertanian sebagai diatur pada

Pasal 9 dan 10 UU No. 56 Prp. Tahun 1960 dalam rupa :16

1. Larangan pemindahan tanah pertanian kecuali karena pewarisan bila

karena pemindahan itu mengakibatkan pemilikan tanah pertanian kurang

dari 2 Ha. baik oleh penjual maupun oleh pembeli. Tentu saja terkecuali

bagi penjual bila dengan pemindahan itu menjadi dirinya sama sekali

tidak mempunyai tanah pertanian lagi (penjualan sekaligus tanah

pertaniannya yang kurang dari 2 Ha)

16

Ibid.

Page 11: BAB II PEMBAHASAN A. Tinjauan Pustaka...b. Tanah-tanah yang diambil oleh pemerintah, karena pemiliknya bertempat tinggal di luar daerah kecamatan letak tanahnya atau karena pemilikan

19

2. Bila pada waktu peraturan ini berlaku terdapat dua orang atau lebih

memiliki tanah pertanian kurang dari 2 Ha maka dalam waktu 1 tahun

mereka wajib menunjuk salah satu dari antaranya untuk menjadi

pemiliknya atau memindahkan pada pihak lain agar pemilikan 2 Ha

untuk satu orang terpenuhi

3. Jika kewajiban nomor 2 di atas tidak dilaksanakan maka memperhatikan

keinginan mereka menteri Agraria atau pejabat yang ditunjuknya

menunjuk salah satu dari untuk selanjutnya memiliki tanah yang

bersangkutan ataupun menjual pada pihak lain

4. Bagi mereka yang memiliki tanah pertanian karena warisan yang

menyebabkan pemilikan kurang dari 2 Ha / kurang dari batas minimum

pemilikan tanah pertanian akan diatur oleh peraturan perundangan.

Menurut penulis pengaturan lebih lanjut perhal pokok ini berdasarkan

pengalaman praktek jika ada pemilikan tanah pertanian menjadi bagian

kecil-kecil kurang 2 Ha maka tanah itu kemudian dimiliki secara bersama

sekalipun tidak selalu demikian. Tiap ahli waris sebagai pemilik tanah

pertanian tidak boleh memilikinya secara terpisah-pisah harus tetap

menjadi satu. Dalam sertifikat kepemilikan tersebut disebut seluruh ahli

waris sebagai pemilik bersama atas tanah pertanian yang diperoleh dari

pewarisan tadi. Inilah cara yang ditempuh untuk menghindaro

pemecahan tanah pertanian asal pewarisan agar tidak menjadi bagian-

bagian yang lebih kecil dan memiliki kurang dari 2 Ha/ kurang dari batas

minimum pemilikan tanah.

5. Pelanggaran terhadap ketentuan tersebut diatas terkena pidana dengan

hukuman kurungan selama-lamanya 3 bulan dan / atau denda serta

dikategorisasikan sebagai pelanggaran.

e. Pengertian Alih Fungsi Tanah Pertanian

Alih fungsi tanah atau istilah lain disebut sebagai konversi tanah merupakan

perubahan fungsi sebagian atau seluruh kawasan tanah dari fungsinya semula

menjadi fungsi lain. Alih fungsi tanah dalam artian perubahan atau penyesuaian

penggunaan disebabkan oleh faktor-faktor yang secara garis besar meliputi untuk

memenuhi kebutuhan penduduk yang semakin bertambah jumlahnya dan

meningkatnya tuntutan akan mutu kehidupan yang lebih baik.17

Utomo dkk (1992) mendefenisikan alih fungsi lahan atau lazimnya disebut

sebagai konversi lahan adalah perubahan fungsi sebagian atau seluruh kawasan

17 Desi Irmalia Astuti, Skripsi : “Keterkaitan Harga Lahan terhadap Laju Konversi Lahan

Pertanian di Hulu Sungai Ciliwung Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor”, Departemen Sumber Daya Ekoonomi Dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi Dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, 2011, hal. 8

Page 12: BAB II PEMBAHASAN A. Tinjauan Pustaka...b. Tanah-tanah yang diambil oleh pemerintah, karena pemiliknya bertempat tinggal di luar daerah kecamatan letak tanahnya atau karena pemilikan

20

dari fungsinya semula (seperti yang direncanakan) menjadi fungsi lain yang

menjadi dampak negatif (masalah) terhadap lingkungan dan potensi lahan itu

sendiri.18

Alih fungsi lahan berarti perubahan/ penyesuaian peruntukan

penggunaan, disebabkan oleh faktor-faktor yang secara garis besar meliputi

keperluan untuk memenuhi kebutuhan penduduk yang makin bertambah

jumlahnya dan meningkatnya tuntutan akan mutu kehidupan yang lebih baik.

Pertambahan penduduk yang semakin pesat setiap tahunnya memerlukan

tanah yang semakin luas, tidak saja guna perluasan pemukiman namun juga

sebagai ruang perluasan kegiatan-kegiatan perekonomian agar kebutuhan manusia

terpenuhi secara lebih baik.19

Guna memenuhi kebutuhan masyarakat akan tanah

yang terus meningkat seiring bertambah banyaknya jumlah penduduk, para

pemilik lahan pertanian melakukan alih fungsi tanah pertanian ke non pertanian.

Alih fungsi tanah pertanian ke non pertanian ini dapat menumbuhkan

perekonomian negara karena alih fungsi tanah pertanian ke non pertanian tidak

hanya dipergunakan untuk perumahan atau pemukiman saja, tetapi juga

dipergunakan untuk penyediaan industri, tambang, perkantoran, jalan raya

maupun fasilitas umum lainnya. Perkembangan industri yang cukup pesat

berakibat beralihnya fungsi tanah pertanian. selain untuk memenuhi kebutuhan

industri, alih fungsi tanah pertanian juga terjadi sangat laju guna memenuhi

kebutuhan perumahan/pemukiman yang jumlahnya lebih besar.20

18

https://yeniagustienhrp.wordpress.com/2011/05/25/makalah-tentang-konversi-lahan-pertanian/. Diakses minggu 13 september 2015

19 Rhina Uchyani F, Susi Wuriani, Tren Alih Fungsi Lahan Pertanian Di Kabupaten Klate,

SEPA: Vol. 8 no. 2, UNS, 2002, hlm. 52 20

http://dc281.4shared.com/doc/U3Myg0n2/preview.html, Diakses minggu 13 september 2015

Page 13: BAB II PEMBAHASAN A. Tinjauan Pustaka...b. Tanah-tanah yang diambil oleh pemerintah, karena pemiliknya bertempat tinggal di luar daerah kecamatan letak tanahnya atau karena pemilikan

21

Tanah pertanian menjadi salah satu sumber utama dan paling penting dalam

kelangsungan hidup bagi warga negara Indonesia. Hal ini karena, sumber pangan

yang dikonsumsi oleh manusia merupakan hasil dari tanah pertanian (tanah

pertanian basah maupun tanah pertanian kering). Selain itu, tanah pertanian

merupakan sumber penghasilan bagi para warga negara Indonesia yang bekerja

sebagai petani yang sumber pendapatannya dari hasil pertanian. seiring

pertumbuhan penduduk yang semakin banyak setiap tahunnya, perkembangan

teknologi, dan perkembangan infrastruktur, mengakibatkan penggunaan tanah

pertanian mulai beralih.

Tanah pertanian yang semula berfungsi untuk bercocok tanam, berangsur-

angsur berubah menjadi perumahan atau pemukiman, industri, jalan dll., guna

meningkatkan pertumbuhan ekonomi bangsa Indonesia. Alih fungsi tanah

pertanian merupakan fenomena yang tidak dapat dihindarkan dari pembangunan.

Upaya yang mungkin dilakukan adalah dengan memperlambat dan

mengendalikan kegiatan alih fungsi tanah pertanian menjadi tanah non pertanian.

Ada tujuh pola atau tipologi konversi tanah atau alih fungsi lahan, antara

lain :21

1. Konversi gradual berpola sporadis yaitu dipengaruhi oleh dua faktor

utama yaitu lahan yang kurang/ tidak produktif dan terdesakan

ekonomi pelaku konversi.

2. Konversi sistematik berpola „enclave‟ dikarenakan lahan kurang

produktif, sehingga konversi dilakukan secara serempak untuk

meningkatkan nilai tambah.

3. Konversi lahan sebagai respon atas pertumbuhan penduduk

(population growth driven land conversion) yaitu lebih lanjut

disebut konversi adaptasi demografi, dimana dengan meningkatnya

pertumbuhan penduduk, lahan terkonversi untuk memenuhi

kebutuhan tempat tinggal.

21

https://yeniagustienhrp.wordpress.com/2011/05/25/makalah-tentang-konversi-lahan-pertanian/. Diakses minggu 13 september 2015

Page 14: BAB II PEMBAHASAN A. Tinjauan Pustaka...b. Tanah-tanah yang diambil oleh pemerintah, karena pemiliknya bertempat tinggal di luar daerah kecamatan letak tanahnya atau karena pemilikan

22

4. Konversi yang disebabkan oleh masalah social (social problem

driven land conversion) yaitu disebabkan oleh dua faktor yakni

keterdesakan ekonomi dan perubahan kesejahteraan.

5. Konversi tanpa beban yaitu dipengaruhi oleh faktor keinginan untuk

mengubah hidup yang lebih baik dari keadaan saat ini dan ingin

keluar dari kampung.

6. Konversi adaptasi agraris yaitu disebabkan karena keterdesakan

ekonomi dan keinginan untuk berubah dari masyarakat dengan

tujuan meningkatkan hasil pertanian.

7. Konversi multi bentuk atau tanpa bentuk yaitu konversi dipengaruhi

oleh berbagai faktor, khususnya faktor peruntukan untuk

pemukiman, perkantoran, sekolah, koperasi, perdagangan, termasuk

sistem waris yang tidak dijelaskan dalam konversi demografi.

f. Peraturan Mengenai Alih Fungsi

Dalam rangka alih fungsi tanah pertanian ke non pertanian pemerintah

mengeluarkan peraturan yang menjadi pegangan dalam pelaksanaanya:

1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Penetapan Dan alih

Fungsi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan.

Pasal 35 :

(1) Lahan yang sudah ditetapkan sebagai Lahan Pertanian Pangan

Berkelanjutan dilindungi dan dilarang dialihfungsikan.

(2) Alih fungsi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan hanya dapat

dilakukan oleh Pemerintah atau pemerintah daerah dalam

rangka:

a. pengadaan tanah untuk kepentingan umum; atau

b. terjadi bencana.

2. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Lahan

Pertanian Pangan Berkelanjutan.

a. Pasal 44 :

(1) Lahan yang sudah ditetapkan sebagai Lahan Pertanian

Pangan Berkelanjutan dilindungi dan dilarang

dialihfungsikan.

(2) Dalam hal untuk kepentingan umum, Lahan Pertanian

Pangan Berkelanjutan sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) dapat dialihfungsikan, dan dilaksanakan sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan.

(3) Pengalihfungsian Lahan yang sudah ditetapkan sebagai

Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan untuk kepentingan

umum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat

dilakukan dengan syarat:

a. dilakukan kajian kelayakan strategis;

b. disusun rencana alih fungsi lahan;

c. dibebaskan kepemilikan haknya dari pemilik; dan

Page 15: BAB II PEMBAHASAN A. Tinjauan Pustaka...b. Tanah-tanah yang diambil oleh pemerintah, karena pemiliknya bertempat tinggal di luar daerah kecamatan letak tanahnya atau karena pemilikan

23

d. disediakan lahan pengganti terhadap Lahan Pertanian

Pangan Berkelanjutan yang dialihfungsikan.

(4) Dalam hal terjadi bencana sehingga pengalihan fungsi

lahan untuk infrastruktur tidak dapat ditunda, persyaratan

sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a dan huruf b

tidak diberlakukan.

(5) Penyediaan lahan pengganti terhadap Lahan Pertanian

Pangan Berkelanjutan yang dialihfungsikan untuk

infrastruktur akibat bencana sebagaimana dimaksud pada

ayat (4) dilakukan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan

setelah alih fungsi dilakukan.

(6) Pembebasan kepemilikan hak atas tanah yang

dialihfungsikan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)

huruf c dilakukan dengan pemberian ganti rugi sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

b. Pasal 46 :

(1) Penyediaan lahan pengganti terhadap Lahan Pertanian

Pangan Berkelanjutan yang dialihfungsikan sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 44 ayat (3) huruf d dilakukan atas

dasar kesesuaian lahan, dengan ketentuan sebagai berikut:

a. paling sedikit tiga kali luas lahan dalam hal yang

dialihfungsikan lahan beririgasi;

b. paling sedikit dua kali luas lahan dalam hal yang

dialihfungsikan lahan reklamasi rawa pasang surut dan

nonpasang surut (lebak); dan

c. paling sedikit satu kali luas lahan dalam hal yang

dialihfungsikan lahan tidak beririgasi.

(2) Penyediaan lahan pertanian pangan sebagai pengganti

Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) sudah harus dimasukkan dalam

penyusunan Rencana Program Tahunan, Rencana Program

Jangka Menengah (RPJM) maupun Rencana Program

Jangka Panjang (RPJP) instansi terkait pada saat alih

fungsi direncanakan.

(3) Penyediaan lahan pertanian pangan sebagai lahan

pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat

dilakukan dengan:

a. pembukaan lahan baru pada Lahan Cadangan

Pertanian Pangan Berkelanjutan;

b. pengalihfungsian lahan dari nonpertanian ke pertanian

sebagai Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan,

terutama dari tanah telantar dan tanah bekas kawasan

hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (2);

atau

c. penetapan lahan pertanian sebagai Lahan Pertanian

Pangan Berkelanjutan.

Page 16: BAB II PEMBAHASAN A. Tinjauan Pustaka...b. Tanah-tanah yang diambil oleh pemerintah, karena pemiliknya bertempat tinggal di luar daerah kecamatan letak tanahnya atau karena pemilikan

24

(4) Penyediaan lahan pengganti terhadap Lahan Pertanian

Pangan Berkelanjutan yang dialihfungsikan dilakukan

dengan jaminan bahwa lahan pengganti akan

dimanfaatkan oleh petani transmigrasi maupun

nontransmigrasi dengan prioritas bagi petani yang

lahannya dialihfungsikan sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan.

(5) Untuk keperluan penyediaan lahan pengganti sebagaimana

dimaksud pada ayat (1), Pemerintah melakukan

inventarisasi lahan yang sesuai dan memelihara daftar

lahan tersebut dalam suatu Pusat Informasi Lahan

Pertanian Pangan Berkelanjutan.

3. Keputusan Presiden Republik Indonesia No 53 Tahun 1989 Tentang

Kawasan Industri.

Pasal 7 :

Pembangunan Kawasan Industri tidak mengurangi areal

tanah pertanian dan tidak dilakukan di atas tanah yang

mempunyai fungsi utama untuk melindungi sumber daya alam

dan warisan budaya.

4. Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 590/11108/SJ tanggal 24

Oktober 1984 Tentang Perubahan Tanah Pertanian ke Non Pertanian.

Menginstruksi kepada semua Gubernur untuk

melaksanakan koordinasi antar instansi Pemerintah Daerah untuk

mencegah terjadinya alih fungsi tanah pertanian sehingga tidak

mengganggu usaha peningkatan produksi pangan.

Mengintruksikan kepada Bappeda untuk melaksanakan

inventarisasi yang teliti tentang status penggunaan tanah yang

dialih fungsi berdasarkan data dari instansi-instansi yang

berkaitan. Mengeluarkan Perda sesuai dengan Peraturan

Perundangan yang berlakuberkaitan dengan penggunaan tanah

pertanian.

5. Surat Menteri Negara Agraria/Kepala BPN Nomor 410-1851 tanggal 15

Juni 1994 Tentang Pencegahan Penggunaan Tanah Sawah Beririgasi

Teknis Untuk Penggunaan Non Pertanian Melalu Penyusunan Rencana

Tata Ruang.

Menginstruksikan kepada semua Gubernur dan semua

Bupati/Walikota untuk menghindarkan ketidakcocokan antara

Rencana Tata Ruang dan larangan penggunaan tanah sawah

beririgasi teknis untuk non pertanian, maka dalam menyusun

Rencana Tata Ruang wilayah agar tidak memperuntukkan tanah

sawah beririgasi teknis untuk penggunaan non pertanian. apabila

terpaksa harus memperuntukkan tanah sawah beririgasi teknis

untuk kegiatan non pertanian karena pertimbangan-pertimbangan

tertentu, agar terlebih dahulu dikonsultasikan kepada Badan

Page 17: BAB II PEMBAHASAN A. Tinjauan Pustaka...b. Tanah-tanah yang diambil oleh pemerintah, karena pemiliknya bertempat tinggal di luar daerah kecamatan letak tanahnya atau karena pemilikan

25

Koordinasi Tata Ruang Nasional yang diberi tugas antara lain

untuk menangani masalah tat ruang yang terjadi di daerah.

6. Surat Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Ketua

BAPPENAS Nomor 5334/MK/9/1994 tanggal 29 September 1994

tentang Perubahan Penggunaan Tanah Sawah Beririgasi Teknis untuk

Penggunaan Tanah Non Pertanian.

Menginstruksikan kepada Menteri Negara Agraria/Kepala

BPN bahwa menunjuk Surat Menteri Negara Agraria/Kepala

BPN Nomor 410-1851 tanggal 15 Juni 1994 bahwa masalah

pengalihan tanah sawah beririgasi teknis untuk penggunaan di

luar pertanian telah dikaji secara mendalam oleh Badan

Koordinasi Tata Ruang Nasional. Badan Koordinasi Tata Ruang

Nasional telah memutuskan ketetapanketetapan dalam

menghadapi rencana perubahan sawah beririgasi teknis untuk

penggunaan di luar pertanian dalam kaitannya dengan Rencana

Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota. Keputusan tersebut

mempertimbangkan berbagai aspek yaitu, untuk swasembada

pangan secara dinamis, memelihara dan memanfaatkan jaringan

irigasi, kepentingan rakyat petani serta berbagai kepentingan

hidup. Selain itu dipertimbangkan pula mengenai telah keluarnya

berbagai ijin lokasi bahkan telah dibebaskan dan dilakukannya

pembangunan pada tanah yang semula merupakan tanah sawah

beririgasi teknis berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah

Kabupaten/Kota yang bersangkutan.

7. Surat Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Ketua

BAPPENAS Nomor 5335/MK/9/1994 tanggal 29 September 1994

tentang Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah tingkat

Kabupaten/Kota.

Menginstruksikan kepada Menteri Dalam Negeri untuk

mencegah perubahan penggunan sawah beririgasi teknis untuk

penggunaan diluar pertanian. Dalam menegakkan ketentuan

tersebut maka Rencana Tata Ruang Wilayah yang didalamnya

tercantum rencana penggunaan tanah sawah beririgasi teknis

untuk penggunaan bukan pertanian perlu disempurnakan. Selain

itu Rencana Tata Ruang Wilayah yang telah ada dan yang sedang

dipersiapkan agar sungguh-sungguh sesuai dengan kaidah-kaidah

tata ruang yang benar.

8. Surat Menteri Negara Agraria/Kepala BPN Nomor 460-3346 tanggal 31

Oktober 1994 tentang Perubahan Penggunaan Tanah Sawah Beririgasi

Teknis Untuk Penggunaan Tanah Non Pertanian Sehubungan dengan:

(a) Surat Menteri Negara Perencanaan Pembangunan

Nasional/Ketua BAPPENAS Nomor 5334/MK/9/1994,

(b) Surat Menteri Negara Perencanaan Pembangunan

Nasional/Ketua BAPPENAS Nomor 5335/MK/9/1994,

Page 18: BAB II PEMBAHASAN A. Tinjauan Pustaka...b. Tanah-tanah yang diambil oleh pemerintah, karena pemiliknya bertempat tinggal di luar daerah kecamatan letak tanahnya atau karena pemilikan

26

(c) Surat Menteri Negara Perencanaan Pembangunan/Ketua

BAPPENAS Nomor 5417/MK/10/1994.

Menginstruksikan kepada Kepala Badan Pertanahan

Nasional Propinsi dan Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota

agar dalam penanganan ijin lokasi, peninjauan Rencana Tata

Ruang Wilayah tingkat Propinsi dan tingkat Kabupaten/Kota serta

usaha efisiensi penggunaan tanah berpedoman pada Keputusan

Badan Koordinasi Tata Ruang Nasional yang tertuang dalam

ketiga surat tersebut adalah sebagai berikut:

A. Pemrosesan ijin lokasi yang diajukan berdasarkan Rencana Tata

Ruang Wilayah yang telah ada bagi penggunaan tanah sawah

beririgasi teknis di luar pertanian:

1. Wilayah Perkotaan

a. Sudah ada ijin lokasi

i. Tanah yang sudah dibangun dan tanah sudah

dibebaskan meski belum dibangun, ijin yang sudah

ada diberlakukan,

ii. Tanah yang belum dibebaskan, pemilik ijin

diperingatkan untuk membebaskan tanah tersebut

sampai batas waktu tertentu dan bilamana tidak

dilakukan ijin tidak diperpanjang.

b. Belum ada ijin lokasi

ii. Tanah yang sudah dibangun ijin dapat diberikan

setelah memenuhi kelengkapan persyaratan ijin lokasi

yang ditetapkan,

iii. Tanah yang telah dibebaskan tapi belum dibangun dan

telah memenuhi semua persyaratan ijin lokasi, ijin

dapat diberikan,

iv. Tanah yang belum dibebaskan ijin tidak diberikan.

2. Wilayah Pedesaan

a. Sudah ada ijin lokasi

i. Tanah yang sudah dibangun ijin dapat diberlakukan

terus,

ii. Tanah yang belum dibangun ijin yang sudah

dikeluarkan tidak diperpanjang apabila batas

waktunya habis.

b. Belum ada ijin lokasi

Ijin lokasi tidak diberikan tanpa kecuali.

B. Membantu Pemerintah Propinsi dan Kabupaten/Kota dalam

menyusun dan atau merevisi Rencana Tata Ruang Wilayah

Propinsi dan Kabupaten/Kota:

I. Tidak memasukkan sawah beririgasi teknis untuk

penggunaan non pertanian,

II. Merubah peruntukan tanah sawah beririgasi teknis untuk

penggunaan non pertanian dalam Rencana Tata Ruang

Page 19: BAB II PEMBAHASAN A. Tinjauan Pustaka...b. Tanah-tanah yang diambil oleh pemerintah, karena pemiliknya bertempat tinggal di luar daerah kecamatan letak tanahnya atau karena pemilikan

27

Wilayah yang ada ke dalam penggunaan tanah tetap

sebagai sawah beririgasi teknis.

C. Ijin lokasi untuk perusahaan pembangunan perumahan. Agar

dilakukan penyaringan yang ketat tentang pemberian ijin lokasi

untuk perumahan. Jika ijin-ijin lokasi yang telah diberikan cukup

untuk menopang pembangunan perumahan rakyat, sementara tidak

diberikan ijin lokasi baru. Jika terpaksa harus diberikan, agar

jangan di atas tanah sawah beririgasi teknis.

9. Surat Menteri Negara Agraria/Kepala BPN Nomor 460-1594 tanggal 5

Juni 1996 tentang Pencegahan Konversi Tanah Sawah Irigasi Teknis

Menjadi Tanah Kering.

Meningkatnya permintaan tanah untuk keperluan

pembangunan perumahan, industri dan kegiatan non pertanian

lainnya terutama disekitar kota-kota akan semakin mengancam

tanah sawah beririgasi teknis dialihkan penggunaannya ke non

pertanian. Kebijaksanaan larangan menggunakan tanah sawah

beririgasi teknis ke penggunaan non pertanian telah dikeluarkan,

yaitu berupa:

a. Surat Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Ketua

Bappenas kepada Menteri Negara Agraria/Kepala Badan

Pertanahan Nasional Nomor 5334/MK/9/1994 tanggal 29

September 1994 tentang Perubahan Penggunaan Tanah Sawah

Beririgasi Teknis Untuk Penggunaan Tanah Non Pertanian.

b. Surat Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Ketua

Bappenas kepada Menteri Dalam Negeri Nomor 5335/MK/9/1994

tanggal 29 September 1994 tentang Penyusunan Rencana Tata

Ruang Wilayah Kabupaten/Kota.

c. Surat Edaran Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan

Nasional Kepada para Kepala Kantor Wilayah BPN Propinsi dan

Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota seluruh Indonesia

Nomor 460-3346 tanggal 31 Oktober 1994 tentang Perubahan

Penggunaan Tanah Sawah Beririgasi Teknis Untuk Penggunaan

Tanah Non Pertanian. Untuk maksud tersebut diminta perhatian

secara sungguh-sungguh Gubernur dan Bupati/Walikota guna

memberikan petunjuk kepada masyarakat agar:

I. Tidak menutup saluran-saluran irigasi yang mengairi sawah

beririgasi teknis,

II. Tidak mengeringkan sawah beririgasi teknis dan

menjadikannya untuk penggunaan pertanian tanah kering,

III. Tidak menimbun sawah beririgasi teknis untuk keperluan

bangunan.

IV. Bagi yang telah mengubah tanah sawah beririgasi teknis

menjadi tanah tegalan/tanah kering tanpa izin dalam rangka

menghindari larangan penggunaan tanah sawah beririgasi

teknis untuk penggunaan tanah non pertanian, agar

Page 20: BAB II PEMBAHASAN A. Tinjauan Pustaka...b. Tanah-tanah yang diambil oleh pemerintah, karena pemiliknya bertempat tinggal di luar daerah kecamatan letak tanahnya atau karena pemilikan

28

mengembalikannya menjadi tanah sawah beririgasi teknis

seperti semula,

V. Sesuai Surat Menteri Negara Perencanaan Pembangunan

Nasional/Ketua Bappenas kepada Menteri Dalam Negeri

Nomor 5335/MK/9/1994 tanggal 29 September 1994 tentang

Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota

kiranya Gubernur dapat memberikan petunjuk-petunjuk

kepada para BupatiWalikota agar dalam meninjau kembali dan

merevisi Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota tidak

memperuntukkan tanah sawah beririgasi teknis bagi

penggunaan tanah non pertanian.

10. Instruksi Gubernur Jawa Tengah Nomor 590/107/1985 tanggal 25

Maret 1985 tentang Pencegahan Perubahan Tanah Pertanian ke Non

Pertanian yang Tidak Terkendalikan.

Berdasarkan Surat Edaran Menteri Dalam Negeri tanggal

24 Oktober 1984 Nomor 590/11108/SJ perihal perubahan tanah

pertanian ke non pertanian, bahwa disinyalir adanya

kecenderungan terjadinya alih fungsi tanah pertanian ke non

pertanian yang tidak terkendali sehingga dapat mengganggu usaha

peningkatan produksi pangan. Berhubung dengan itu, dipandang

perlu mengeluarkan instruksi untuk pencegahan terjadinya hal

tersebut.

Menginstruksikan kepada semua Bupati/Walikota untuk

melaksanakan upaya pencegahan terjadinya alih fungsi tanah

pertanian ke non pertanian yang tidak terkendali, juga

menginstruksikan kepada Kepala BPN Propinsi untuk membantu

Bupati/Walikota dalam melaksanakan instruksi tersebut dan

mengeluarkan petunjuk teknis instruksi tersebut serta melakukan

pengawasan atas pelaksanaan instruksi tersebut.

Setiap perubahan tanah pertanian ke non pertanian harus

dengan ijin dari Bupati/Walikota. Dalam rangka penyelesaian

permohonan ijin perubahan tanah pertanian ke non pertanian, harus

memperhatikan pertimbangan dari Panitia Pertimbangan

Perubahan Penggunaan Tanah Pertanian ke Non Pertanian yang

dibentuk oleh Bupati/Walikota. Bupati/Walikota melakukan

pengawasan terhadap terjadinya atau kemungkinan terjadinya

perubahan tanah pertanian ke non pertanian di secara koordinatif

dengan instansi-instansi pemerintah yang ada di daerah.

Bupati/Walikota dan Kepala Kantor Pertanahan

Kabupaten/Kota selalu memonitor dan melakukan pendataan

terhadap pelaksanaan ijin perubahan penggunaan tanah pertanian

ke non pertanian.

11. Peraturan Daerah Kota Salatiga Nomor 4 Tahun 2011 tentang Rencana

Tata Ruang Wilayah Kota Salatiga Tahun 2010-2030.

Pasal 8 huruf a

Rencana pengembangan kawasan peruntukkan pertanian

meliputi :

Page 21: BAB II PEMBAHASAN A. Tinjauan Pustaka...b. Tanah-tanah yang diambil oleh pemerintah, karena pemiliknya bertempat tinggal di luar daerah kecamatan letak tanahnya atau karena pemilikan

29

a.Pembatasan alih fungsi lahan pertanian tanaman pangan

untuk kegiatan non pertanian.

12. Surat Keputusan Walikota Salatiga Nomor 591.05/23/2002 tanggal 1

Februari 2002 tentang Panitia Pertimbangan Perubahan Penggunaan

Tanah Pertanian ke Non Pertanian.

Memperhatikan Surat Edaran Menteri Dalam Negeri

Nomor 590/11108/SJ tanggal 24 Oktober 1984 tentang Perubahan

Tanah Pertanian ke Non Pertanian dan Instruksi Gubernur Jawa

Tengah Nomor 590/107/1985 tanggal 25 Maret 1985 tentang

Pencegahan Perubahan Tanah Pertanian ke Non Pertanian yang

Tidak Terkendali, Walikota Salatiga memutuskan Panitia

Pertimbangan Perubahan Penggunaan Tanah Pertanian ke Non

Pertanian yang memiliki tugas yaitu:

a. Membantu Walikota dalam pengendalian dan penyelesaian

ijin perubahan penggunaan tanah pertanian ke non pertanian

dari seseorang/badan hukum dengan menyajikan bahan-

bahan pertimbangan tentang tanah yang menjadi obyek

permohonan,

b. Mengadakan peninjauan lapangan dan wawancara dengan

pemohon menyangkut status tanah, keadaan fisik tanah dan

lingkungan hidup sekitarnya,

c. Membuat Berita Acara hasil-hasil sidang dan pemeriksaan

tanah,

d. Bertanggung jawab dan melaporkan hasilnya kepada

Walikota.

Susunan Panitia Pertimbangan Perubahan Penggunaan

Tanah Pertanian ke Non Pertanian:

a Kepala Kantor Pertanahan (Ketua merangkap Anggota),

b Kepala Bagian Tata Pemerintahan Setda (Wakil Ketua

merangkap Anggota),

c Kepala Bagian Tata Pemerintahan Setda (Wakil Ketua

merangkap Anggota),

d Ketua Bappeda (Anggota),

e Kepala Bagian Hukum dan Ortala Setda (Anggota),

f Kepala Bagian Perekonomian Setda (Anggota tidak tetap),

g Kepala Dinas Pertanian (Anggota),

h Kepala Dinas Pekerjaan Umum (Anggota tidak tetap),

i Camat dan Lurah di mana tanah tersebut berada (Anggota).

Page 22: BAB II PEMBAHASAN A. Tinjauan Pustaka...b. Tanah-tanah yang diambil oleh pemerintah, karena pemiliknya bertempat tinggal di luar daerah kecamatan letak tanahnya atau karena pemilikan

30

B. Hasil Penelitian

1. Umum

a. Letak Geografis Kota Salatiga

Salatiga merupakan suatu kota kecil yang terletak di Provinsi Jawa Tengah,

Letak astronomi Kota Salatiga di antara 110º.27'.56,81" sampai dengan

110º.32'.4,64" Bujur Timur dan 007º.17' sampai dengan 007º.17'.23" Lintang

Selatan.22

Topografi kota Salatiga berada pada ketinggian kurang lebih 450 meter

sampai dengan 850 meter di atas permukaan laut (dpl). Permukaan tanahnya

sebagian besar bergelombang dan banyak terdapat sungai. Kondisi topografi kota

Salatiga pada masing-masing Kecamatan adalah:23

1. Kecamatan Sidorejo berada pada ketinggian ± 450 m - 712,5 mdpl.

2. Kecamatan Tingkir berada pada ketinggian ± 510 m - 700 m dpl.

3. Kecamatan Argomulyo berada pada ketinggian ± 595 m - 850 mdpl.

4. Kecamatan Sidomukti berada pada ketinggian ± 515 m - 650 mdpl.

Kondisi topografi Kota Salatiga terbagi dalam tiga bagian permukaan terdiri

dari:24

a. Daerah bergelombang ± 65 % terdapat di wilayah Dukuh, Ledok,

Kutowinangun, Salatiga, Sidorejo Lor, Bugel, Kumpulrejo, dan Kauman

Kidul.

b. Daerah miring ± 25 % terdapat di wilayah Tegalrejo, Mangunsari,

Sidorejo Lor, Sidorejo Kidul, Tingkir Lor, Pulutan, Kecandran, Randuacir,

Tingkir Tengah, dan Cebongan.

22

Badan Statistik Kota Salatiga, Op.cit. hal. 7 23

Profil Daerah Kota Salatiga, Badan Perencanaan Daerah Kota Salatiga 2010, hal.3 24

Badan Statistik Kota Salatiga, Op.cit., hal.8

Page 23: BAB II PEMBAHASAN A. Tinjauan Pustaka...b. Tanah-tanah yang diambil oleh pemerintah, karena pemiliknya bertempat tinggal di luar daerah kecamatan letak tanahnya atau karena pemilikan

31

c. Daerah datar ± 10 % terdapat di wilayah Kalicacing, Noborejo,

Kalibening, dan Blotongan.

Secara administrasi dikelilingi dan berbatasan langsung dengan Kabupaten

Semarang. Beberapa desa yang termasuk dalam Wilayah Kabupaten Semarang

dan menjadi batasan-batasan tersebut adalah sebagai berikut :25

Sebelah Utara : Kecamatan Pabelan (Desa Pabelan, Desa Pejaten).

Sebelah Timur : Kecamatan Pabelan (Desa Ujung-ujung, Desa Sukoharjo

dan Desa Glawan), Kecamatan Tengaran (Desa Bener, Desa Tegal waton

dan Desa Nyamat).

Sebelah Selatan : Kecamatan Getasan (Desa Sumogawe, Desa Samirono

dan desa Jetak).

Sebelah Barat : Kecamatan Tuntang (Desa Candirejo, Desa Jombor, Desa

Sraten dan Desa Gedangan) dan Kecamatan Getasan (Desa Polobogo).

Luas wilayah Kota Salatiga pada tahun 2014 tercatat sebesar 5.678,110

hektar atau 56.781 km². Luas Wilayah Kota Salatiga terbagi dalam 4 Kecamatan

dan 22 Kelurahan, pembagian wilayah Kota Salatiga dengan luas masing-masing

Kecamatan dan Kelurahan dengan luas tanah sebagai berikut :

25

Ibid. hal.7

Page 24: BAB II PEMBAHASAN A. Tinjauan Pustaka...b. Tanah-tanah yang diambil oleh pemerintah, karena pemiliknya bertempat tinggal di luar daerah kecamatan letak tanahnya atau karena pemilikan

32

Tabel 1

Luas Lahan Masing-Masing Kecamatan dan Kelurahan Kota Salatiga(Ha)

Sumber : Kantor Pertanahan Kota Salatiga, 11 Agustus 2015

Berdasarkan tabel 1 diatas dapat dilihat bahwa, kecamatan di Kota Salatiga

yang memiliki wilayah paling luas adalah Kecamatan Argomulyo dengan luas

wilayah 1.852,69 Ha, dan kelurahan yang memiliki wilayah paling luas adalah

Kelurahan Kumpulrejo dengan luas wilayah 629,03 Ha.

b. Tata Guna Tanah di Salatiga

Dalam penggunaan tanah diperlukan adanya penatagunaan tanah yang

dilakukan oleh pemerintah agar penguasaan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah

Kecamatan Kelurahan

Luas

(Ha) Kecamatan Kelurahan

Luas

(Ha)

Argomulyo 1.852,69 Sidomukti 1.145,85

Ledok 187,33 Kecandran 399,2

Tegalrejo 188,43 Dukuh 377,15

Noborejo 332,2 Mangunsari 290,77

Cebongan 138,1 Kalicacing 78,73

Kumpulrejo 629,03 Sidorejo 1.624,72

Randuacir 377,6 Pulutan 237,1

Tingkir 1.054,85 Blotongan 423,8

Tingkir Tengah 137,8 Sidorejo Lor 271,6

Tingkir Lor 177,3 Salatiga 202

Kalibening 99,6 Bugel 294,37

Sidorejo Kidul 277,5

Kauman

Kidul 195,85

Kutowinangun 293,75

Gendongan 68,9

Page 25: BAB II PEMBAHASAN A. Tinjauan Pustaka...b. Tanah-tanah yang diambil oleh pemerintah, karena pemiliknya bertempat tinggal di luar daerah kecamatan letak tanahnya atau karena pemilikan

33

sesuai kebutuhan kegiatan pembangunan dan arahan fungsi Rencana Tata Ruang

Wilayah. Pengertian Penatagunaan tanah yang tercantum dalam Peraturan

Pemerintah Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2004 tentang Penatagunaan

Tanah adalah pola pengelolaan tata guna tanah yang meliputi penguasaan,

penggunaan dan pemanfaatan tanah yang berwujud konsolidasi pemanfaatan

tanah melalui pengaturan kelembagaan yang terkait dengan pemanfaatan tanah

sebagai satu kesatuan sistem untuk kepentingan masyarakat secara adil.26

Penataagunaan tanah dilakukan bertujuan untuk sebagai berikut :27

1. Mengatur penguasaan, penggunaan dan pemanfaatan tanah bagi berbagai

kebutuhan kegiatan pembangunan yang sesuai dengan rencana tata ruang

wilayah,

2. Mewujudkan penguasaan, penggunaan dan pemanfaatan tanah agar sesuai

dengan arahan fungsi kawasan dalam rencana tata ruang wilayah,

3. Mewujudkan tertib pertanahan yang meliputi penguasaan, penggunaan dan

pemanfaatan tanah termasuk pemeliharaan tanah serta pengendalian

pemanfaatan tanah,

4. Menjamin kepastian hukum untuk menguasai, menggunakan dan

memanfaatkan tanah bagi masyarakat yang mempunyai hubungan hukum

dengan tanah sesuai dengan rencana tata ruang wilayah yang telah

ditetapkan.

Penggunaan tanah merupakan proses yang selalu dinamis dan dapat

mencerminkan aktivitas penduduk suatu wilayah atau daerah tertentu. Selain itu

penggunaan tanah merupakan salah satu faktor utama aktivitas ekonomi penduduk

untuk menunjang dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dari luas lahan

Kota Salatiga 56.781 km², penggunaan tanah di Salatiga per tahun 2013-2014

dilaksanakan untuk perumahan, jasa, perusahaan, perindustrian, pertanian

26

Pasal 1 ayat (1) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2004 tentang Penatagunaan Tanah

27 Pasal 3 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2004 tentang

Penatagunaan Tanah

Page 26: BAB II PEMBAHASAN A. Tinjauan Pustaka...b. Tanah-tanah yang diambil oleh pemerintah, karena pemiliknya bertempat tinggal di luar daerah kecamatan letak tanahnya atau karena pemilikan

34

meliputi sawah, tegalan, perkebunan dan lain-lain sebagaimana ditunjukkan dalam

tabel berikut :

Tabel 2

Penggunaan Lahan Kota Salatiga Tahun 2014 (Ha)

Lahan

Luas (Ha)

2013 2014

1 2 3

Daerah Terbangun 2.174,20 2.182,59

a. Perumahan 1.793,5400 1.800,8063

b. Jasa 225,7854 225,9736

c. Perdagangan 86,5400 87,4645

d. Perindustrian 68,3430 68,3430

Lahan Pertanian 3.503,91 3.495,52

a. Sawah 715,4194 713,8808

b. Tegalan 2.496,3400 2.489,4918

c. Perkebunan 180,9800 180,9800

d. Lainnya 111,1700 111,1700

JUMLAH 5.678,1100 5.678,1100

Sumber : Kantor Pertanahan Kota Salatiga, 11 Agustus 2015

Dari tabel 2 diatas dapat dilihat bahwa, penggunaan lahan di Kota Salatiga

hingga 2014 sebagian besar digunakan untuk perumahan, lahan yang digunakan

sebesar 1.800,81 Ha. Pada tahun 2014 yang naik jumlah penggunaan lahannya

seluas 7,27 Ha dari tahun sebelumnya yang penggunaannya hanya seluas 1.793,54

Ha. Sedangkan, penggunaan lahan Kota Salatiga yang paling kecil

penggunaannya adalah penggunaan tanah untuk Perindustrian yang jumlahnya

relatif sama dari tahun 2013 sampai dengan 2014 seluas 68,343 Ha.

Penggunaan lahan untuk perumahan lebih besar karena dipengaruhi

pertumbuhan penduduk Kota Salatiga yang terus bertambah. Pada tahun 2013

tercatat jumlah penduduk Kota Salatiga berjumlah 178.594 jiwa, dan pada tahun

Page 27: BAB II PEMBAHASAN A. Tinjauan Pustaka...b. Tanah-tanah yang diambil oleh pemerintah, karena pemiliknya bertempat tinggal di luar daerah kecamatan letak tanahnya atau karena pemilikan

35

2014 jumlah penduduk meningkat menjadi 181.193 jiwa.28

Pertambahan jumlah

penduduk tersebut memungkinkan permintaan akan tanah untuk perumahan

meningkat. Salah satu cara untuk memenuhi kebutuhan tanah untuk pembangunan

perumahan tersebut adalah dengan alih fungsi tanah pertanian menjadi non

pertanian.

2. Pemilikan Lahan Pertanian Sawah Oleh Petani Terkait Pasal 8

Undang-Undang No.56 PRP Tahun 1960 Tentang Penetapan Luas

Tanah Pertanian

a. Lahan Pertanian Sawah Kota Salatiga

Pemerintah Kota Salatiga melalui Badan Perencanaan Daerah (BAPPEDA)

telah melakukan pemetaaan tanah pertanian sawah di sejumlah kelurahan yang

tercantum dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Salatiga tahun 2010-2030.

Pemetaan pertanian sawah tersebut dilakukan untuk melindungi lahan pertanian

sawah demi ketahanan pangan yang ada agar tidak dialih fungsikan. Sawah yang

tercantum dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Salatiga tahun 2010-2030

yang dipetakan oleh BAPPEDA meliputi:

1. Sawah Lestari adalah lahan pertanian berupa sawah yang tidak boleh

dikonversi dengan kegiatan non pertanian dalam rangka mencegah dan

mengendalikan konversi (alih fungsi) lahan pertanian ke penggunaan non

pertanian untuk mewujudkan stabilitas ketahanan pangan dan menyangga

produksi pangan secara nasional.29

28

Badan Statistik Kota Salatiga, Salatiga Dalam Angka 2015, Hal. 48 29

Pasal 1 ayat 50 Peraturan Daerah Kabupaten Klaten No. 2 Tahun 2010 Tentang Irigasi

Page 28: BAB II PEMBAHASAN A. Tinjauan Pustaka...b. Tanah-tanah yang diambil oleh pemerintah, karena pemiliknya bertempat tinggal di luar daerah kecamatan letak tanahnya atau karena pemilikan

36

2. Sawah Dipertahankan Dengan Syarat adalah lahan pertanian berupa sawah

yang dibolehkan dikonversi dengan kegiatan non pertanian dengan syarat

apabila alih fungsi yang dilakukan dalam rangka pengadaan tanah untuk

kepentingan umum.

3. Sawah dapat dialih fungsikan yaitu lahan pertanian berupa sawah yang

dibolehkan dilakukan konversi ke non pertanian.

Pemetaan lahan pertanian sawah tergambarkan sebagai berikut :

Page 29: BAB II PEMBAHASAN A. Tinjauan Pustaka...b. Tanah-tanah yang diambil oleh pemerintah, karena pemiliknya bertempat tinggal di luar daerah kecamatan letak tanahnya atau karena pemilikan

37

Gambar 1

Peta Sawah Kota Salatiga

Keterangan :

1. Warna Hijau Tua : Sawah Lestari

2. Warna Hijau Muda : Sawah Dipertahankan Dengan Syarat

3. Warna Titik Hijau Muda : Sawah dapat dialih fungsikan

Page 30: BAB II PEMBAHASAN A. Tinjauan Pustaka...b. Tanah-tanah yang diambil oleh pemerintah, karena pemiliknya bertempat tinggal di luar daerah kecamatan letak tanahnya atau karena pemilikan

38

Dari gambar pemetaan lahan pertanian sawah di atas dapat dilihat bahwa

Pemerintah Kota Salatiga memang memperbolehkan untuk dilakukannya

alihfungsi lahan pertanian sawah ke non pertanian. lahan yang dapat dialih

fungsikan terdapat pada Kelurahan Ledok, Kelurahan Noborejo dan Kelurahan

Pulutan. Dari gambar pemetaan diatas dapat dilihat bahwa lahan pertanian yang

sawah yang dapat dialih fungsikan paling besar berada di Kelurahan Pulutan.

Sedangkan lahan pertanian yang sawah yang dapat dialih fungsikan paling sedikit

berada di Kelurahan Noborejo.

Lahan pertanian di Salatiga seluas 3.495,52 Ha,30

yang terdiri dari lahan

pertanian sawah seluas 713,8808 Ha, lahan tegalan seluas 2.489,4918 Ha, lahan

perkebunan seluas 180,9800 Ha dan lainnya seluas 111,1700 Ha, yang tersebar

diseluruh wilayah Kecamatan Kota Salatiga. Berikut adalah tabel luasan lahan

pertanian sawah yang tersebar di seluruh Kecamatan Kota Salatiga:

30

Badan Pertanahan Kota Salatiga , Data Penggunaan Lahan Kota Salatiga 2014

Page 31: BAB II PEMBAHASAN A. Tinjauan Pustaka...b. Tanah-tanah yang diambil oleh pemerintah, karena pemiliknya bertempat tinggal di luar daerah kecamatan letak tanahnya atau karena pemilikan

39

Tabel 3

Pendataan Luas Lahan Sawah Kota Salatiga Tahun 2014(Ha)

Sumber : Kantor Pertanahan Kota Salatiga, 11 Agustus 2015

No Kecamatan

Luas Lahan

(BPS)

Luas Lahan

(Kelurahan)

Luas Lahan

(Kel. Tani)

Luas Lahan

(BAPPEDA)

Luas Lahan

(BPN)

Sawah (Ha) Sawah (Ha) Sawah (Ha) Sawah (Ha) Sawah (Ha)

I Argomulyo 29.671 13.135 10 13.64 155.410

Noborejo 2.635 2.635 - - -

Cebongan 14.604 0.5 - - -

Randuacir - - - - -

Ledok 12.432 10 10 13.64 -

Tegalrejo - - - - -

Kumpulrejo - - - - -

II Tingkir 311.577 324.651 309 235.99 277.054

Tingkir Tengah 51.201 49.4 50 42.50 -

Tingkir Lor 75.992 75.9 75 65.83 -

Kalibening 56.078 69.69 54 34.83 -

Sidorejo Kidul 83.491 83.661 84 55.42 -

Kutowinangun 44.815 46 46 37.41 -

Gendongan - - - - -

III Sidomukti 61.799 40.27 50 48.84 597.497

Kecandran 30.899 - 28 30.64

Dukuh 2.279 2.34 - -

Mangunsari 28.621 37.93 22 18.20

Kalicacing - - - -

IV Sidorejo 381.737 255.255 307.07 325.75 321,4923

Pulutan 130.543 67.2 102 113 -

Blotongan 75.989 50 55 57.65 -

Sidorejo Lor 31.762 10 31.76 15.22 -

Salatiga 20.675 18.76 18.5 15.76 -

Bugel 48.442 48.44 28.81 35.82 -

Kauman Kidul 74.326 60.855 71 87.49 -

Jumlah 784,784 337,786 319 624,22 673,3870

Page 32: BAB II PEMBAHASAN A. Tinjauan Pustaka...b. Tanah-tanah yang diambil oleh pemerintah, karena pemiliknya bertempat tinggal di luar daerah kecamatan letak tanahnya atau karena pemilikan

40

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa di Kota Salatiga ada 5 penetapan luas lahan

pertanian sawah, namun kelima penetapan tersebut tidak ada yang sama jumlah

luasannya. Hal ini dapat dimungkinkan kesemua penetapan tersebut tidak sama

dengan luasan lahan pertanian sawah yang ada sekarang ini.

b. Jumlah Petani Kota Salatiga

Dengan adanya lahan pertanian di Kota Salatiga, maka tentu saja ada petani

yang mengerjakan atau menggarap lahan pertanian tersebut sesuai dengan

fungsinya. Dari jumlah 178.594 penduduk, di Kota Salatiga terdapat 8.180

Petani.31

Jumlah petani tersebut terbagi menjadi 2 golongan, yaitu Petani Pemilik

Lahan dan Buruh Tani. Yang dimaksud dengan petani Pemilik Lahan yaitu petani

yang memiliki lahan usaha sendiri serta lahan tersebut diusahakan atau digarap

sendiri dan status lahannya milik sendiri. Sedangkan, Buruh Tani adalah petani

pemilik lahan atau tidak memiliki lahan usaha tani sendiri yang biasa bekerja di

lahan usaha tani petani pemilik atau penyewa dengan mendapat upah, berupa uang

atau barang hasil usaha tani, seperti beras atau makanan lainnya. Hubungan kerja

di dalam usaha tani tidak diatur oleh suatu perundang-undangan perburuhan

sehingga sifat hubungannya bebas sehingga kontinyuitas kerja bagi buruh tani

yang bersangkutan tidak terjamin.32

Jumlah masing-masing antara petani pemilik

lahan dan buruh tani yang tersebar di wilayah Kota Salatiga sebagaimana yang

tersebut dalam tabel berikut.

31

Badan Statistik Kota Salatiga, Op.cit. hal.54 32

Abdul Rodjak, Manajemen UsahaTani Jilid 2, Pustaka Gratuna, Bandung, hlm. 56

Page 33: BAB II PEMBAHASAN A. Tinjauan Pustaka...b. Tanah-tanah yang diambil oleh pemerintah, karena pemiliknya bertempat tinggal di luar daerah kecamatan letak tanahnya atau karena pemilikan

41

Tabel 4

Jumlah Petani Salatiga 2013

Status Kecamatan

Jumlah Argomulyo Tingkir Sidomukti Sidorejo

1 2 3 4 5

Petani Pemilik

Lahan 1.578 197 731 1.078 3.584

Buruh Tani 480 304 1.602 2.210 4.596

Jumlah Petani 2058 501 2333 3298 8180

Sumber : Salatiga Dalam Angka 2014, Badan Pusat Statistik

Dalam tabel 5 diatas dapat dilihat bahwa, persebaran jumlah petani sebagai

pemilik lahan terbanyak berada di Kecamatan Argomulyo sebanyak 1.578 Orang

dan untuk jumlah petani pemilik lahan paling sedikit berada di Kecamatan Tingkir

yaitu 197 Orang. Sedangkan untuk buruh tani terbanyak berada di Kecamatan

Sidorejo sebanyak 2.210 Orang dan untuk jumlah petani berstatus pemilik lahan

paling sedikit berada di Kecamatan Tingkir yaitu 304 Orang.

Para petani Kota Salatiga sebagian besar menjadi anggota maupun pengurus

dalam Gabungan Kelompok Tani (GAPOKTAN). Dari jumlah petani yang ada di

Kota Salatiga yaitu 8.180 orang, yang tergabung menjadi anggota maupun

pengurus GAPOKTAN hanya 4163 petani.33

GAPOKTAN yang terbentuk di

Kota Salatiga berjumlah 22 kelompok, yang tersebar di seluruh kelurahan-

kelurahan Kota Salatiga. Jumlah petani yang tergabung dalam GAPOKTAN

masing-masing kelurahan sebagaimana terebut dalam tabel berikut ini :

33

Dinas Pertanian Kota Salatiga, Data Gabungan Kelompok Tani (GAPOKTAN)

Page 34: BAB II PEMBAHASAN A. Tinjauan Pustaka...b. Tanah-tanah yang diambil oleh pemerintah, karena pemiliknya bertempat tinggal di luar daerah kecamatan letak tanahnya atau karena pemilikan

42

Tabel 5

Angka Gabungan Kelompok Tani (GAPOKTAN) Kota Salatiga

Kecamatan Kelurahan

Nama Gapoktan

Jumlah Anggota Total Anggota KD KW KP

1 2 3 4 5 6 7 8

1. Sidorejo Pulutan

1. Sumber Makmur 212 - 24

236

Bugel 2. Makaryo Tani 93 30 - 123

Kauman Kidul 3. Prima Agung 188 - - 188

Blotongan 4. Ngudi Tani 193 - - 193

Sidorejo Lor 5. Tani Makmur 62 - - 62

Salatiga 6. Salatiga Makmur 47 - -

47

2. Tingkir Tingkir Lor

1. Ngudi Raharjo 188 37 -

225

Tingkir Tengah 2. Margo Rukun 189 60 40 289

Sidorejo Kidul 3. Sari Mulyo 202 81 35 318

Kutowinangun 4. Ngudi Makmur 120 63 -

183

Kalibening 5. Berkah Hasil 69 20 - 89

Gendongan 6. Sidodadi 38 13 - 51

3. Argomulyo Randuacir 1. Ngudi Mulyo 200 56 -

256

Kumpulrejo 2. Sedyo Makmur 431 30 21

482

Noborejo 3. Jatayu 318 103 51 472

Cebongan 4. Bina Bumi Pertiwi 111 58 -

169

Ledok 5. Jogo Tani 88 14 - 102

Tegalrejo 6. Wargo Mulyo 92 - - 92

4. Sidomukti Dukuh 1. Sedyo Mulyo 88 - -

88

Mangunsari 2. Dadi Makmur 187 30 - 217

Kecandran 3. Tani Makmur 144 55 15 214

Kalicacing 4. Kalicacing Berkarya 67 - -

67

Jumlah Gapoktan Kelurahan 22 Jumlah Keseluruhan 4163

Sumber : Dinas Pertanian Kota Salatiga 2015

Keterangan : KD: Kelompok Dewasa, KW : Kelompok Wanita, KP : Kelompok

Pemuda

Page 35: BAB II PEMBAHASAN A. Tinjauan Pustaka...b. Tanah-tanah yang diambil oleh pemerintah, karena pemiliknya bertempat tinggal di luar daerah kecamatan letak tanahnya atau karena pemilikan

43

Dari tabel 6 diatas dapat dilihat bahwa, Gapoktan dengan anggota terbanyak

berada di Kelurahan Kumpulrejo dengan jumlah anggota sebanyak 482 Petani,

Gapoktan terbanyak kedua jumlah anggotanya berada di Kelurahan Noborejo

dengan jumlah anggota sebanyak 472 Petani dan Gapoktan yang paling sedikit

memiliki anggota berada di Kelurahan Gendongan yang hanya beranggotakan 51

Petani. Untuk Kecamatan yang memiliki jumlah terbanyak petani menjadi

anggota maupun pengurus Gapoktan yaitu Kecamatan Argomulyo sebanyak 1547

Petani, terbanyak kedua yaitu Kecamatan Tingkir yang berjumlah 1155 Petani dan

Kecamatan yang paling sedikit jumlah petani yang tergabung menjadi anggota

maupun pengurus Gapoktan yaitu Kecamatan Sidomukti yang hanya berjumlah

586 Petani.

c. Alih Fungsi Lahan Pertanian Menjadi Non Pertanian Kota Salatiga

Salatiga merupakan kota yang tumbuh dan berkembang cukup pesat. Alih

fungsi lahan pertanian menyebabkan penyusutan lahan pertanian. Berdasarkan

tabel 2 diatas, penyusutan lahan pertanian di Salatiga mencapai 8,39 Ha yang

mana pada tahun 2013 tercatat jumlah lahan pertanian mencapai 3.503,91 Ha,

berkurang menjadi 3.495,52 Ha pada tahun 2014.34

Tanah pertanian yang dialih

fungsikan terdiri dari lahan pertanian sawah dan lahan pertanian tegalan. Alih

fungsi lahan pertanian yang sawah maupun yang tegalan di Kota Salatiga pada

tahun 2014 tersebar di 4 Kecamatan Kota Salatiga sebagaimana tersebut dalam

tabel berikut.

34

Kantor Pertanahan, Luas Penggunaan Lahan Kota Salatiga 2014,

Page 36: BAB II PEMBAHASAN A. Tinjauan Pustaka...b. Tanah-tanah yang diambil oleh pemerintah, karena pemiliknya bertempat tinggal di luar daerah kecamatan letak tanahnya atau karena pemilikan

44

Tabel 6

Alih Fungsi Lahan Pertanian Sawah Kota Salatiga Tahun 2014 (Ha)

No

Kecamatan

dan

Kelurahan

Luas

Lahan

Sawah

Tahun

2013

Luas Lahan

Sawah Yang

Dialih

Fungsikan

Tahun 2013

Luas

Lahan

Sawah

Tahun

2014

Luas Lahan

Sawah Yang

Dialih

Fungsikan

Tahun 2014

1 2 3 4 5 6

I Argomulyo - 1,031

1. Randuacir - 1,031

II Tingkir 2,948

1. Tingkir

Tengah -

2,338

2.

Kalibening -

0,610

III Sidomukti 0,616 -

1. Dukuh 0,616 -

IV Sidorejo 1,182 16,362

1. Pulutan 1,182 0,830

2.

Blotongan -

3,517

3. Sidorejo

Lor -

4,078

4. Salatiga - 3,859

5. Kauman

Kidul -

4,078

Jumlah 715,4194 1,798 713,3214 20,341

Sumber : Kantor Pertanahan Kota Salatiga, 11 Agustus 2015

Dari tabel 3 diatas dapat dilihat bahwa, jumlah alih fungsi lahan pertanian

sawah pada tahun 2013 di Kota Salatiga mencapai 1,798 Ha yang meningkat

jumlahnya pada tahun 2014 menjadi 20,341 Ha. Pada tahun 2013, alih fungsi

lahan pertanian sawah terbesar terjadi di Kecamatan Sidorejo yang mencapai

seluas 1,182 Ha, dan paling sedikit terjadi di Kecamatan Sidomukti seluas 0,616

Ha. Pada tahun 2014 jumlah alih fungsi lahan pertanian sawah ke non pertanian di

Page 37: BAB II PEMBAHASAN A. Tinjauan Pustaka...b. Tanah-tanah yang diambil oleh pemerintah, karena pemiliknya bertempat tinggal di luar daerah kecamatan letak tanahnya atau karena pemilikan

45

Kota Salatiga tersebut meningkat menjadi seluas 20,341 Ha. Alih fungsi lahan

pertanian yang terjadi terbesar di Kecamatan Sidorejo mencapai seluas 16,362 Ha,

terbesar kedua terjadi di Kecamatan Tingkir yang mencapai seluas 2,948 Ha dan

paling sedikit alih fungsi terjadi di Kecamatan Argomulyo hanya seluas 1,031 Ha.

Selain lahan pertanian yang sawah, terdapat pula tanah pertanian tegal yang

dialihfungsikan sebagaimana disebutkan dalam tabel berikut :

Page 38: BAB II PEMBAHASAN A. Tinjauan Pustaka...b. Tanah-tanah yang diambil oleh pemerintah, karena pemiliknya bertempat tinggal di luar daerah kecamatan letak tanahnya atau karena pemilikan

46

Tabel 7

Alih Fungsi Lahan Pertanian Tegal Kota Salatiga Tahun 2014 (Ha)

Kecamatan dan

Kelurahan

Luas

Lahan

Tegal

Tahun

2013

Luas Tanah

Tegal Yang

Dialih

Fungsikan

Tahun 2013

Luas

Lahan

Tegal

Tahun

2014

Luas Tanah

TegalYang

Dialih

Fungsikan

Tahun 2014

1 2 3 4 5 6

I Argomulyo 14,433 31,453

1. Noborejo - 0,748

2. Cebongan - 12,98

3. Randuacir 1,449 1,5

4. Ledok - 8,7

5. Tegalrejo 5,086 6,615

6. Kumpurejo 7,898 0,91

II Tingkir 9,483 15,524

1. Tingkir

Tengah 4,355 -

2. Kalibening 1,985 0,12

3. Sidorejo kidul 2,343 1,863

4.Kutowinangun 0,8 13,541

III Sidomukti 24,449 26,798

1. Kecandran - 0,947

2. Dukuh 20,884 14,59

3. Mangunsari 3,565 11,171

IV Sidorejo 28,827 22,6

1. Pulutan 5,291 3,764

2. Blotongan 8,579 6,509

3. Sidorejo Lor 9,075 3,789

4. Salatiga 1,293 6,88

5. Bugel 0,901 0,675

6. Kauman Kidul 3,688 1,016

Jumlah 2.496,34 77,192 2.429,15 96,303

Sumber : Kantor Pertanahan Kota Salatiga, 11 Agustus 2015

Dari tabel 4 diatas dapat dilihat bahwa, pada tahun 2013 sampai dengan

tahun 2014 alih fungsi lahan pertanian tegal meningkat pesat. Alih fungsi lahan

pertanian tegal pada tahun 2013 seluas 77,192 Ha. Alih fungsi lahan pertanian

tegal terbesar pada tahun 2013 terjadi di Kecamatan Sidorejo mencapai seluas

Page 39: BAB II PEMBAHASAN A. Tinjauan Pustaka...b. Tanah-tanah yang diambil oleh pemerintah, karena pemiliknya bertempat tinggal di luar daerah kecamatan letak tanahnya atau karena pemilikan

47

28,827 Ha, terbesar kedua alih fungsi lahan pertanian tegal terjadi di Kecamatan

Sidomukti mencapai seluas 24,449 Ha, terbesar ketiga alih fungsi lahan pertanian

tegal terjadi di Kecamatan Argomulyo mencapai seluas 14,433 Ha, dan paling

sedikit terjadi alih fungsi tersebut di Kecamatan Tingkir yang hanya seluas 9,843

Ha.

Pada tahun 2014 tidak hanya alih fungsi lahan pertanian sawah ke non

pertanian di Kota Salatiga yang meningkat, alih fungsi lahan pertanian tegal ke

non pertanian juga meningkat cukup banyak. Jumlah alih fungsi lahan pertanian

tegal pada tahun ini mencapai 96,303 Ha. Pada tahun 2014 alih fungsi lahan

pertanian tegal terbesar terjadi di Kecamatan Argomulyo yang mencapai seluas

31,453 Ha, terbesar kedua alih fungsi lahan pertanian tegal terjadi di Kecamatan

Sidomukti yang mencapai seluas 26,798 Ha, terbesar ketiga alih fungsi lahan

pertanian tegal tejadi di Kecamatan Sidorejo yang mencapai seluas 22 Ha dan

paling sedikit jumlah alih fungsinya terjadi di Kecamatan Tingkir yang hanya

seluas 15,524 Ha.

d. Prosedur Alih Fungsi Lahan Pertanian Menjadi Non Pertanian Kota

Salatiga

Sejak tahun 2011 Kota Salatiga mengalami kegiatan alih fungsi lahan

pertanian menjadi non pertanian. Dalam pelaksanaan alih fungsi pertanian

menjadi non pertanian tersebut harus memperhatikan beberapa hal antara lain

adalah peraturan perundang-undangan, prosedur, dan pihak-pihak yang

berwenang. Salah satu peraturan peraturan perundang-undangan yang menjadi

dasar dalam pelaksanaan alih fungsi tanah pertanian adalah peraturan mengenai

Page 40: BAB II PEMBAHASAN A. Tinjauan Pustaka...b. Tanah-tanah yang diambil oleh pemerintah, karena pemiliknya bertempat tinggal di luar daerah kecamatan letak tanahnya atau karena pemilikan

48

tata ruang wilayah. Kota Salatiga pada tanggal 8 Agustus 2011 mengeluarkan

Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah

Kota Salatiga Tahun 2010-2030.

Pemberian ijin perubahan penggunaan tanah pertanian ke non pertanian

diatur dalam Instruksi Gubernur Jawa Tengah Nomor 590/107/1985 tanggal 25

Maret 1985 tentang Pencegahan Perubahan Tanah Pertanian ke Non Pertanian

yang Tidak Terkendalikan. Tata cara pemberian ijin perubahan penggunaan tanah

pertanian ke non pertanian Kota Salatiga adalah:35

1. Pemohon mengajukan permohonan ijin perubahan lahan pertanian ke non

pertanian kepada Walikota Salatiga lewat Kantor Pertanahan Kota

Salatiga.

2. Setelah menerima permohonan dan telah membayar biaya, Panitia

melakukan sidang dan pemeriksaan tanah ke lapang.

3. Setelah dilakukan peninjauan lapang, Berita Acara Hasil Pemeriksaan

lapang diajukan kepada Walikota Salatiga.

4. Berdasarkan Berita Acara Sidang Pemeriksaaan Panitia Pertimbangan

Perubahan Penggunaan Tanah Pertanian ke Non Pertanian, Kepala Kantor

Pertanahan Kota Salatiga mengeluarkan Surat Keputusan tentang diterima

atau tidaknya permohonan tersebut.

5. Surat Keputusan tersebut diterbitkan 10 hari setelah Berita Acara diterima

oleh Walikota Salatiga.

6. Penyerahan keputusan permohonan ijin perubahan lahan pertanian ke non

pertanian kepada pemohon.

35

Brosur: Pelayanan Pertimbangan Teknis Pertanahan, Kantor Pertanahan Kota Salatiga

Page 41: BAB II PEMBAHASAN A. Tinjauan Pustaka...b. Tanah-tanah yang diambil oleh pemerintah, karena pemiliknya bertempat tinggal di luar daerah kecamatan letak tanahnya atau karena pemilikan

49

Dalam prosedur tata cara diatas terdapat Panitia Pertimbangan Perubahan

Tanah Pertanian ke Non Pertanian, panitia tersebut dibentuk oleh Walikota.36

Panitia Pertimbangan Perubahan Penggunaan Tanah Pertanian ke Non Pertanian

Kota Salatiga menurut Keputusan Walikota Salatiga Nomor 591.05/23/2002

tentang Panitia Pertimbangan Perubahan Tanah Pertanian ke Non Pertanian,

adalah :

a. Kepala Kantor Pertanahan selaku Ketua merangkap Anggota.

b. Kepala Bagian Tata Pemerintahan Setda selaku Wakil Ketua merangkap

Anggota.

c. Kepala Seksi Penataagunaan Tanah Kantor Pertanahan selaku Sekretaris

bukan Anggota.

d. Ketua Bappeda selaku Anggota.

e. Kepala Bagian Hukum dan Organisasi Tata Laksana Setda selaku Anggota.

f. Kepala Bagian Perekonomian Setda selaku Anggota Tidak Tetap.

g. Kepala Dinas Pertanian selaku Anggota.

h. Kepala Dinas Pekerjaan Umum selaku Anggota Tidak Tetap

i. Camat setempat selaku Anggota.

j. Lurah setempat selaku Anggota.

Prosedur seperti diatas yang sudah terjadi adalah kegiatan alih fungsi lahan

pertanian sawah dalam kategori yang dapat di alih fungsikan sebagai nampak

pada halaman 41 gambar 1.

36 Instruksi Gubernur Jawa Tengah Nomor 590/107/1985 tanggal 25 Maret 1985 tentang

Pencegahan Perubahan Tanah Pertanian ke Non Pertanian yang TidakTerkendalikan

Page 42: BAB II PEMBAHASAN A. Tinjauan Pustaka...b. Tanah-tanah yang diambil oleh pemerintah, karena pemiliknya bertempat tinggal di luar daerah kecamatan letak tanahnya atau karena pemilikan

50

3. Upaya Pemerintah Kota Salatiga

a. Kebijakan Alih Fungsi Lahan Pertanian Kota Salatiga

Kebijakan Pemerintah Kota Salatiga terkait Alih fungsi lahan pertanian

mengacu pada Peraturan Daerah Kota Salatiga No 4 Tahun 2011 tentang Rencana

Tata Ruang Wilayah Kota Salatiga Tahun 2010-2030. Alih fungsi lahan pertanian

ke non pertanian dapat dilakukan, apabila lahan yang akan dialih fungsi tersebut

bukan merupakan lahan pertanian sawah lestari dan lokasi lahan yang dialih

fungsikan sesuai dengan penetapan lokasi RTRW Kota Salatiga.37

b. Larangan Alih Fungsi

Mengenai larangan alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian,diatur

dalam Pasal 35 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 Tentang

Penetapan Dan Alih Fungsi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan yang

menyatakan bahwa “Lahan yang sudah ditetapkan sebagai Lahan Pertanian

Pangan Berkelanjutan dilindungi dan dilarang dialih fungsikan”. Di Kota

Salatiga, kebijakan Pemerintah setempat hanya membatasi alih fungsi lahan

pertanian, hal ini tertuang dalam Pasal 55 Ayat (8) huruf a Peraturan Daerah Kota

Salatiga No 4 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Salatiga

Tahun 2010-2030, yang berbunyi “Rencana pengembangan kawasan peruntukan

pertanian meliputi : a. Pembatasan alih fungsi lahan pertanian tanaman pangan

untuk kegiatan non pertanian”. Pelarangan alih fungsi lahan pertanian di Kota

Salatiga hanya meliputi alih fungsi lahan pertanian sawah lestari. Hal ini

dikarenakan sawah lestari merupakan lahan pertanian pangan berkelanjutan yang

dilindungi oleh Pemerintah guna menghasilkan pangan pokok bagi kemandirian,

37

Wawancara Badan Pertanahan Kota Salatiga, Tanggal 11 Januari 2016

Page 43: BAB II PEMBAHASAN A. Tinjauan Pustaka...b. Tanah-tanah yang diambil oleh pemerintah, karena pemiliknya bertempat tinggal di luar daerah kecamatan letak tanahnya atau karena pemilikan

51

ketahanan, dan kedaulatan pangan nasional. Alih fungsi lahan pertanian sawah

lestari dapat dilakukan, sepanjang alih fungsi tersebut dilakukan guna kepentingan

umum atau terjadi bencana alam seperti yang tercantum dalam Pasal 35 ayat (2)

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Penetapan Dan alih Fungsi Lahan

Pertanian Pangan Berkelanjutan, dengan catatan Pemerintah harus menyediakan

lahan pengganti untuk mengganti lahan pertanian sawah lestari yang dialih

fungsikan. Ketentuan lahan yang harus di ganti tersebut tercantum dalam Pasal 46

ayat (1) Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Lahan

Pertanian Pangan Berkelanjutan yaitu:38

a. Paling sedikit tiga kali luas lahan dalam hal yang dialihfungsikan lahan

beririgasi;

b. Paling sedikit dua kali luas lahan dalam hal yang dialihfungsikan lahan

reklamasi rawa pasang surut dan nonpasang surut (lebak); dan

c. Paling sedikit satu kali luas lahan dalam hal yang dialihfungsikan lahan

tidak beririgasi.

Dalam setiap pengajuan permohonan alih fungsi lahan pertanian ke non

pertanian khususnya lahan sawah, Pemerintah Kota Salatiga melalui BPN akan

mengecek langsung ke lahan yang akan dialih fungsikan tersebut, apakah

merupakan lahan pertanian sawah lestari atau tidak. Apabila lahan sawah tersebut

merupakan lahan sawah lestari, maka permohonan tersebut akan di tolak dan alih

fungsi tidak dapat dilakukan. Apabila lahan pertanian yang akan dialih fungsikan

tersebut bukan merupakan lahan pertanian sawah lestari, maka permohonan

38

Wawancara Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Salatiga, Tanggal 11 Januari 2016

Page 44: BAB II PEMBAHASAN A. Tinjauan Pustaka...b. Tanah-tanah yang diambil oleh pemerintah, karena pemiliknya bertempat tinggal di luar daerah kecamatan letak tanahnya atau karena pemilikan

52

tersebut akan diterima dengan catatan lahan tersebut digunakan harus sesuai

dengan penetapan lokasi RTRW Kota Salatiga.39

Namun pada kenyataannya ada pengajuan permohonan alih fungsi lahan

pertanian sawah lestari ke non pertanian yang diijinkan oleh Pemerintah Kota

Salatiga yang terjadi di wilayah Kelurahan Pulutan, Kecamatan Sidorejo. Lahan

pertanian lestari ini dialih fungsikan menjadi perumahan.40

Pengijinan alih fungsi

tersebut bertentangan dengan kebijakan Pemerintah yang termuat dalam Pasal 35

Ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Penetapan Dan Alih

Fungsi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan dan bertentangan dengan kebijakan

Pemertintah Kota Salatiga yang termuat dalam Pasal 55 Ayat (8) huruf a

Peraturan Daerah Kota Salatiga No 4 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang

Wilayah Kota Salatiga Tahun 2010-2030 yang melarang kegiatan alih fungsi

terhadap lahan sawah lestari yang merupakan lahan pertanian pangan

berkelanjutan, karena kegiatan alih fungsi tersebut bukan untuk kepentingan

umum melainkan untuk kepentingan pribadi. Hal ini bisa terjadi dikarenakan

prosedur alih fungsi tersebut tidak melalui permohonan ijin dari Kelurahan,

melainkan langsung ke BPN Kota Salatiga. Pemohon hanya meminta Ijin

Mendirikan Bangunan (IMB) ke Kelurahan setelah lahan tersebut sudah

dikeringkan untuk siap dibangun dan tidak ada penggantian lahan akan kegiatan

alih fungsi tersebut.41

39

Wawancara Badan Pertanahan Kota Salatiga, Tanggal 11 Januari 2016 40

Wawancara Kelurahan Pulutan Kecamatan Sidorejo, Kota Salatiga, Tanggal 11 Januari 2016

41 Ibid.

Page 45: BAB II PEMBAHASAN A. Tinjauan Pustaka...b. Tanah-tanah yang diambil oleh pemerintah, karena pemiliknya bertempat tinggal di luar daerah kecamatan letak tanahnya atau karena pemilikan

53

3. Analisis

a. Luas Lahan Pertanian Sawah

Luas lahan pertanian sawah di Kota Salatiga pada tahun 2014, ada 5

penetapan luasan pertanian dari instansi Pemerintahan Kota Salatiga yang berbeda

jumlahnya. Data yang diperoleh oleh penulis meliputi data dari Pertama, Badan

Pusat Statistik (BPS) yang menetapkan lahan pertanian sawah di Kota Salatiga

seluas 784,784 Ha, Kedua, Kelurahan-Kelurahan wilayah Kota Salatiga yang

menetapkan lahan pertanian sawah di Kota Salatiga seluas 337,786 Ha, Ketiga,

Kelompok Tani Kota Salatiga yang menetapkan lahan pertanian sawah di Kota

Salatiga seluas 319 Ha, Keempat, Badan Perencanaan Daerah Kota Salatiga

(BAPPEDA) menetapkan lahan pertanian sawah seluas 624,22 Ha, dan yang

Kelima, data dari Badan Pertanahan Kota Salatiga (BPN) menetapkan lahan

pertanian sawah seluas 673,3870 Ha.

Dengan adanya 5 penetapan luas lahan pertanian sawah di Kota Salatiga

tersebut, hemat penulis luas sawah di Kota Salatiga tidak jelas, karena dari kelima

penetapan tersebut berbeda-beda. Dengan adanya penetapan luas lahan pertanian

sawah yang berbeda-beda dapat dimungkinkan bahwa jumlah lahan pertanian

sawah yang sebenarnya tidak sama luasannya dengan yang ditetapkan. Oleh

karena penetapan yang berbeda-beda tersebut maka upaya Pemerintah dalam

mengusahakan agar setiap petani sekeluarga memiliki lahan pertanian minimum 2

Ha seperti yang tercantum dalam Pasal 8 Undang-Undang Nomor 56 Tahun 1960

Tentang Penetapan Luas Tanah Pertanian di Kota Salatiga tidak akan pernah

tercapai.

Page 46: BAB II PEMBAHASAN A. Tinjauan Pustaka...b. Tanah-tanah yang diambil oleh pemerintah, karena pemiliknya bertempat tinggal di luar daerah kecamatan letak tanahnya atau karena pemilikan

54

b. Alih Fungsi Lahan Pertanian Kota Salatiga

Dari data yang terpapar diatas, nampak bahwa alih fungsi di Kota Salatiga

dari tahun ke tahun mengalami peningkatan (lihat tabel 5 dan 6). Alih fungsi

tersebut meningkat disebabkan karena adanya kebutuhan akan lahan untuk

perumahan, jasa, perdagangan seiring bertambah jumlah penduduk Kota Salatiga

yang terus meningkat. Kegiatan alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian Kota

Salatiga umumnya memiliki 2 sifat, yaitu Pertama, bersifat alih fungsi lahan

sebagai respon atas pertumbuhan penduduk, Kedua, bersifat alih fungsi multi

bentuk atau tanpa bentuk yaitu konversi atau alih fungsi yang dipengaruhi oleh

berbagai faktor, khususnya faktor peruntukan untuk perkantoran, sekolah,

koperasi, perdagangan dan industri.

Prosedur alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian di Kota Salatiga

sangat mudah, kegiatan alih fungsi lahan pertanian dapat dilakukan apabila lahan

pertanian yang akan dialih fungsikan tersebut bukan merupakan lahan pertanian

sawah lestari. Namun apabila lahan pertanian yang akan dialih fungsikan

merupakan lahan pertanian sawah, maka alih fungsi tersebut dapat dilakukan

dengan catatan lahan sawah tersebut merupakan sawah dapat dialih fungsikan

sesuai yang tergambar pada Peta Penetapan Sawah Berkelanjutan Kota Salatiga

(lihat gambar 1). Sawah lestari yang merupakan sawah yang harus dilindungi oleh

Pemerintah, sawah lestari dapat dialih fungsikan dengan catatan alih fungsi

tersebut digunakan untuk kepentingan umum dan harus adanya pengganti lahan

atas kegiatan alih fungsi tersebut. Penulis melakukan wawancara terhadap

BAPPEDA terkait pembangunan jalan tol yang menyebabkan harus dilakukannya

alih fungsi lahan pertanian sawah lestari (lihat gambar 1). Namun atas kegiatan

Page 47: BAB II PEMBAHASAN A. Tinjauan Pustaka...b. Tanah-tanah yang diambil oleh pemerintah, karena pemiliknya bertempat tinggal di luar daerah kecamatan letak tanahnya atau karena pemilikan

55

alih fungsi tersebut tidak ada penggantian lahan. Selain itu, penulis juga

melakukan wawancara di Kelurahan Pulutan yang dimana ada sawah lestari yang

dialih fungsikan untuk perumahan, akan tetapi juga tidak ada penggantian atas

kegiatan alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian tersebut.

Terkait pengaturan alih fungsi lahan pertanian di Kota Salatiga tercantum

dalam Pasal 55 Ayat (8) huruf a Peraturan Daerah Kota Salatiga No 4 Tahun 2011

tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Salatiga Tahun 2010-2030, yang

berbunyi “Rencana pengembangan kawasan peruntukan pertanian meliputi : a.

Pembatasan alih fungsi lahan pertanian tanaman pangan untuk kegiatan non

pertanian”. Dalam Pasal tersebut dapat dilihat bahwa Pemerintah Kota Salatiga

hanya melakukan pembatasan alih fungsi lahan pertanian. Sehingga dapat

diartikan bahwa alih fungsi lahan pertanian diperbolehkan dengan catatan tidak

melebihi batasan. Dengan hal tersebut, hemat penulis upaya Pemerintah dalam

mengusahakan agar setiap petani sekeluarga memiliki lahan pertanian minimum 2

Ha seperti yang tercantum dalam Pasal 8 Undang-Undang Nomor 56 Tahun 1960

Tentang Penetapan Luas Tanah Pertanian di Kota Salatiga tidak akan pernah

tercapai.

c. Irelevansi Pasal 8 Undang-Undang No. 56 PRP Tahun 1960 Tentang

Penetapan Luas Tanah Pertanian

Lahan pertanian di Kota Salatiga pada tahun 2014 seluas 3.495,2 Ha (lihat

tabel 2). Sedangkan untuk jumlah petani di Kota Salatiga sebanyak 8.180 petani

yang terdiri dari 3.584 petani pemilik lahan dan 4.596 buruh tani(lihat tabel 4).

Maka dengan jumlah tersebut dapat diartikan bahwa 1 orang petani pemilik lahan

Page 48: BAB II PEMBAHASAN A. Tinjauan Pustaka...b. Tanah-tanah yang diambil oleh pemerintah, karena pemiliknya bertempat tinggal di luar daerah kecamatan letak tanahnya atau karena pemilikan

56

di Kota Salatiga rata-rata memiliki 0,42 Ha lahan pertanian, hal ini dikarenakan

alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian di Kota Salatiga sangat laju (lihat

gambar 6 dan 7). Di Kota Salatiga ada penetapan golongan untuk lahan pertanian

sawah, penetapan sawah di Kota Salatiga seperti yang tergambar pada Peta

Penetapan Sawah Berkelanjutan Kota Salatiga (lihat gambar 1). Penetapan lahan

pertanian seperti ini bertentangan dengan cita-cita dan semangat Pasal 8 Undang-

Undang No. 56 PRP Tahun 1960 Tentang Penetapan Luas Tanah Pertanian. Hal

ini dikarenakan dengan adanya penetapan lahan pertanian sawah dapat dialih

fungsikan. Dengan adanya penetapan tersebut, maka kegiatan alih fungsi terhadap

lahan pertanian lahan sawah diperbolehkan dan akan berdampak pada pemilikan

lahan pertanian yang akan berkurang jumlahnya setiap tahun.

Dengan adanya fakta tersebut, maka kepemilikan lahan pertanian oleh 1

petani pemilik lahan di Kota Salatiga yang hanya seluas 0,42 Ha dapat berkurang

terus menerus setiap tahunnya yang mengakibatkan cita-cita Pasal 8 Undang-

Undang No. 56 PRP Tahun 1960 Tentang Penetapan Luas Tanah Pertanian agar

setiap pertani sekeluarga memiliki minimum 2 Ha lahan pertanian tidak akan

tercapai. Dengan demikian, Pasal 8 Undang-Undang No. 56 PRP Tahun 1960

Tentang Penetapan Luas Tanah Pertanian, hemat penulis sudah tidak relevan lagi

karena adanya alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian di Kota Salatiga yang

meningkat setiap tahunnya dan dapat mengurangi jumlah kepemilikan lahan

pertanian oleh petani di Kota Salatiga.