BAB II Makalah Agama

12
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3.1 Hakikat Ketuhanan dalam Islam Ketaatan merupakan karunia yang besar bagi muslim dan sebagian orang yang menyebut kecerdasan spiritual harus ditindaklanjuti dengan kecerdasan sosial. Dalam kata lain, ketaatan tidak dinilai oleh Allah SWT bila tidak ada implementasi pada aspek sosial (Muhibbin, Achmad, & Saifulloh, 2012). Seorang muslim yang baik tidak hanya memiliki sikap agama padabidang emosional saja, namun seorang muslim juga harus didukung dengan kecerdasan pikiran atau ulul albab. Dengan paduan sikap emosional dan kecerdasan pikiran tersebut insya Allah akan menuju kepada agama yang fitrah (QS. Ar-Rum:30). 3.1.1 Siapakah Tuhan itu? Lafal Ilah diterjemahkan sebagai kata Tuhan dalam bahasa Indonesia. Tuhan memiliki arti sebagai objek yang dibesarkan dan dipentingkan manusia. Pada surah Al-Qashash ayat 38 yang artinya: “Dan Fir’aun berkata, wahai para pembesar aku tidak menyangka bahwa kalian mempunyai ilah selain diriku.” Pada ayat tersebut lafal Ilah digunakan oleh Fir’aun untuk dirinya sendiri. Orang yang dipuja sebagai Tuhan dalam hidupnya telah berbuat syirik (Muhibbin, 2012). Contoh ayat tersebut menunjukkan bahwa kata Ilah mengandung banyak arti berbagai benda, baik abstrak (nafsu atau

description

tugas penddikan agama konsep ketuhanan dalam islam

Transcript of BAB II Makalah Agama

Page 1: BAB II Makalah Agama

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Hakikat Ketuhanan dalam Islam

Ketaatan merupakan karunia yang besar bagi muslim dan sebagian orang yang

menyebut kecerdasan spiritual harus ditindaklanjuti dengan kecerdasan sosial. Dalam kata

lain, ketaatan tidak dinilai oleh Allah SWT bila tidak ada implementasi pada aspek sosial

(Muhibbin, Achmad, & Saifulloh, 2012).

Seorang muslim yang baik tidak hanya memiliki sikap agama padabidang emosional

saja, namun seorang muslim juga harus didukung dengan kecerdasan pikiran atau ulul albab.

Dengan paduan sikap emosional dan kecerdasan pikiran tersebut insya Allah akan menuju

kepada agama yang fitrah (QS. Ar-Rum:30).

3.1.1 Siapakah Tuhan itu?

Lafal Ilah diterjemahkan sebagai kata Tuhan dalam bahasa Indonesia.

Tuhan memiliki arti sebagai objek yang dibesarkan dan dipentingkan manusia.

Pada surah Al-Qashash ayat 38 yang artinya: “Dan Fir’aun berkata, wahai

para pembesar aku tidak menyangka bahwa kalian mempunyai ilah selain

diriku.” Pada ayat tersebut lafal Ilah digunakan oleh Fir’aun untuk dirinya

sendiri. Orang yang dipuja sebagai Tuhan dalam hidupnya telah berbuat syirik

(Muhibbin, 2012). Contoh ayat tersebut menunjukkan bahwa kata Ilah

mengandung banyak arti berbagai benda, baik abstrak (nafsu atau

keinginan pribadi maupun benda nyata (Fir’aun atau penguasa

yang dipatuhi dan dipuja). Perkataan ilah dalam Al-Quran juga

dipakai dalam bentuk tunggal (mufrad: ilaahun), ganda

(mutsanna:ilaahaini), dan banyak (jama’: aalihatun).

Kalimat Tauhid secara komprehensif mempunyai pengertian

sebagai berikut:

1. La Khaliqa illa Allah : Tiada pencipta selain Allah

2. La Raziqa illa Allah : Tiada pemberi rizqi selain Allah

3. La Hafidha illa Allah : Tiada pemilihara selain Allah

4. La Malika illa Allah : Tiada penguasa selain Allah

5. La Waliya illa Allah : Tiada pemimpin selain Allah

6. La Hakima illa Allah : Tiada hakim selain Allah

Page 2: BAB II Makalah Agama

7. La Ghoyata illa Allah : Tiada yang maha menjadi tujuan selain Allah

8. La Ma’buda illa Allah : Tiada yang maha disembah selain Allah

3.1.2 Sejarah Pemikiran Manusia tentang Tuhan

Pemikiran Barat

Yang dimaksud konsep Ketuhanan menurut pemikiran manusia adalah

konsep yang didasarkan atas hasil pemikiran baik melalui pengalaman lahiriah

maupun batiniah, baik yang bersifat penelitian rasional maupun pengalaman

batin. Dalam literatur sejarah agama, dikenal teori evolusionisme, yaitu teori

yang menyatakan adanya proses dari kepercayaan yang amat sederhana, lama

kelamaan meningkat menjadi sempurna (Amir, 2012).

Teori tersebut mula-mula dikemukakan oleh Max Muller, kemudian

dikemukakan oleh EB Taylor, Robertson Smith, Lubbock, dan Jevens. Proses

perkembangan pemikiran tentang Tuhan menurut teori evolusionisme adalah

sebagai berikut:

a. Dinamisme

Sejak zaman primitif manusia telah mengakui adanya kekuatan yang

berpengaruh dalam kehidupan. Mula-mula sesuatu yang berpengaruh

tersebut ditujukan pada benda.

b. Animisme

Masyarakat primitif mempercayai adanya peran roh dalam  hidupnya.

Setiap benda yang dianggap benda baik, mempunyai roh. Oleh

masyarakat primitif, roh dipercayai sebagai sesuatu yang aktif sekalipun

bendanya telah mati.

c. Politeisme

Terjadi pergeseran pada kepercayaan. Roh yang lebih dari yang lain

kemudian disebut dewa. Dewa mempunyai tugas dan kekuasaan tertentu

sesuai dengan bidangnya.

d. Henoteisme

Kaum cendikiawan tidak setuju dengan pandangan ketuhanan oleh

penganut politeisme, muncul pergeserah bahwa manusia masih mengakui

Tuhan (Ilah) bangsa lain. Kepercayaan satu Tuhan untuk satu bangsa

disebut dengan henoteisme (Tuhan tingkat Nasional).

e. Monoteisme

Page 3: BAB II Makalah Agama

Kepercayaan dalam bentuk henoteisme melangkah menjadi monoteisme.

Dalam monoteisme hanya mengakui satu Tuhan untuk seluruh bangsa

dan bersifat internasional. Bentuk monoteisme ditinjau dari filsafat

Ketuhanan terbagi dalam tiga paham yaitu: deisme, panteisme, dan

teisme (Amir, 2012).

Hingga beberapa saat kemudian glolongan evolusionisme menjadi reda

dan sebaliknya sarjana-sarjana agama terutama di Eropa Barat mulai

menentang evolusionisme dan memperkenalkan teori baru untuk memahami

sejarah agama. Mereka menyatakan bahwa ide tentang Tuhan tidak datang

secara evolusi, tetapi dengan relevansi atau wahyu.

Pemikiran Umat Islam

Dikalangan umat Islam terdapat polemik dalam masalah ketuhanan.

Satu kelompok berpegang teguh dengan Jabariah, yaitu faham yang

mengatakan bahwa Tuhan mempunyai kekuatan mutlah yang menjadi penentu

segalanya. Di lain pihak ada yang berpegang pada doktrin Qodariah, yaitu

faham yang mengatakan bahwa manusialah yang menentukan nasibnya.

Setelah dirasakan oleh pihak Ali bahwa perjanjian itu merugikan

pihaknya, di kalangan pendukung Ali terbelah menjadi dua kelompok, yaitu :

kelompok yang tetap setia kepada Ali, dan kelompok yang menyatakan keluar,

namun tidak mau bergabung dengan Muawiyah. Kelompok pertama disebut

dengan kelompok SYIAH, dan kelompok kedua disebut dengan KHAWARIJ.

Dengan demikian umat Islam terpecah menjadi tiga kelompok politik, yaitu:

1) Kelompok Muawiyah (Sunni), 2) Kelompok Syi’ah, dan 3) Kelompok

Khawarij.

Menurut Khawarij  semua pihak yang terlibat perjanjian damai baik

pihak Muawiyah maupun pihak Ali dinyatakan kafir. Pihak Muawiyah

dikatakan kafir karena menentang pemerintah, sedangkan pihak Ali dikatakan

kafir karena tidak bersikap tegas terhadap para pemberontak, berarti tidak

menetapkan hukum berdasarkan ketentuan Allah. Mereka mengkafirkan Ali

dan para pendukungknya, berdasarkan Al-Quran Surat Al-Maidah (5) : 44

وَن. .اِف3ُر1 7َك اْل ُه1ُم1 3َك. .ِئ 1وْل ِف.ُأ @ُه1 اْلَّل َل. 7َز. .ْن َأ 3َم.ا ِب 1ُم7 .ْح7َك َي .ُم7 ْل و.َم.ْن7

Page 4: BAB II Makalah Agama

“Siapa yang tidak menegakkan hukum sesuai dengan apa yang diturunkan Allah (Al-Quran), maka mereka dalah orang-orang kafir.”

Secara garis besar, ada aliran yang bersifat liberal, tradisional, dan ada

pula yang bersifat di antara keduanya. Sebab timbulnya aliran tersebut adalah

karena adanya perbedaan metodologi dalam memahami Al-Quran dan Hadis

dengan pendekatan konte kstual sehingga lahir aliran yang bersifat tradisional.

Sedang sebagian umat Islam yang lain memahami dengan pendekatan antara

kontektual dengan tektual sehingga lahir aliran yang bersifat antara liberal

dengan tradisional.

Ketiga corak pemikiran ini telah mewarnai sejarah pemikiran ilmu

ketuhanan dalam Islam. Aliran tersebut yaitu (Muhibbin, 2012):

1. Mu’tazilah yang merupakan kaum rasionalis di kalangan muslim, serta

menekankan pemakaian akal pikiran dalam memahami semua ajaran dan

keimanan dalam Islam. Orang islam yang berbuat dosa besar, tidak kafir

dan tidak mukmin. Ia berada di antara posisi mukmin dan kafir (manzilah

bainal manzilatain).

2. Qodariah yang berpendapat bahwa manusia mempunyai kebebasan dalam

berkehendak dan berbuat. Manusia sendiri yang menghendaki apakah ia

akan kafir atau mukmin dan hal itu yang menyebabkan manusia harus

bertanggung jawab atas perbuatannya

3. Jabariah yang merupakan pecahan dari Murji’ah berteori bahwa manusia

tidak mempunyai kemerdekaan dalam berkehendak dan berbuat. Semua

tingkah laku manusia ditentukan dan dipaksa oleh Tuhan.

4. Asy’ariyah dan Maturidiyah yang pendapatnya berada di antara Qadariah

dan Jabariah, yang mana menganggap manusia memiliki potensi untuk

berusaha dan Tuhan menentukan takdirnya.

Namun, pada prinsipnya walaupun terdapat banyak

perbedaan aliran seperti yang dijelaskan sebelumnya, aliran-

aliran tersebut tidak bertentangan dengan ajaran dasar Islam.

Oleh karena itu umat Islam yang memilih aliran mana pun di

antara aliran-aliran tersebut sebagai yang dianutnya, tidak

menyebabkan ia keluar dari islam.

 

Page 5: BAB II Makalah Agama

3.1.3 Tuhan dalam Islam

Eksistensi Tuhan yang diperoleh melalui proses pemikiran dan

perenungan manusia, bukanlah merupakan yang sebenarnya karena bersifat

spekulatif. Lain halnya dengan eksistensi Tuhan yang disampaikan oleh Rasul

yang tersampaikan melalui wahyu.

Dalam Al-Qur’an, Tuhan yang haq adalah Allah. Hal ini dinyatakan

antara lain dalam surat Ali Imran ayat 62, surat Shad 35 dan 65, surat

Muhammad ayat 19. Dalam Al-Qur’an diberitahukan pula bahwa ajaran

tentang Tuhan yang diberikan kepada Nabi sebelum Muhammad adalah Allah,

hal tersebut tersurat dalam surat Hud ayat 84 dan surat Al-Maidah ayat 72.

Tuhan Allah adalah esa sebagaimana dinyatakan dalam surat al-Ankabut ayat

46, Thaha ayat 98, dan Shad ayat 4.

3.1.4 Pembuktian Wujud Tuhan

Telah banyak orang mencoba membuktikan wujud dan keberadaan

Tuhan melalui beberapa pendekatan, seperti pendekatan ilmiah, pendekatan

keberadaan alam, pendekatan ilmu fisika, pendekatan ilmu astronomi dan

argumentasi Al-Qur’an.

1. Metode Pembuktian Ilmiah

Baik agama ataupun ilmu pengetahuan kedua-duanya berlandaskan

pada keimanan pada yang ghaib. Namun, ruang lingkup agama adalah

ruang lingkup “penentuan hakikat” terakhir dan asli, sedangkan ruang

lingkup ilmu pengetahuan terbatas pada pembahasan ciri-ciri luar saja.

2. Keberadaan Alam menjadi Bukti Adanya Tuhan

Ismal Raj’i Al-Faruqi menyatakan bahwa prinsip dasar dalam teologi

Islam adalah Khaliq dan makhluk. Adanya alam serta isinya dan keajaiban

amam memberikan penerangan bahwa terdapat suatu kekuatan yang telah

menciptakannya. Tuhan yang kita yakini sebagai pencipta alam beserta

seluruh isinya adalah Allah SWT.

3. Pembuktian Wujud Tuhan dengan Pendekatan Ilmu Fisika

Beberapan dari kalangan ilmuwan berpendapat bahwa alam semesta

azali, yangmana alam mampu menciptakan dirinya sendiri. Namun dalam

Page 6: BAB II Makalah Agama

Hukum Kedua Termodinamika yang dikenal sebagai hukum keterbatasan

energi bertentangan dengan pendapat bahwa alam ini azali.

Dengan berdsar pada hukum tersebut, bisa dibuktikan bahwa alam

tidaklah bersifat azali. Apabila alam bersifat azali maka sejak dahulu kala

alam kehilangan energi.

4. Pembuktian Wujud Tuhan dengan Pendekatan Ilmu Astronomi

Logika manusia apabila dikaitkan dengan pemikiran terhadap sistem

yang luar biasa dan organisasi yang akurat dan detil, akan berkesimpulan

bahwa mustahil adanya sistem ini terjadi dengan sendirinya. Ada kekuatan

maha besar yang menciptakan dan mengendalikan sistem tersebut,

kekuatan maha besar tersebut adalah Tuhan.

Metode pembuktian adanya Tuhan melalui pemahaman dan

penghayatan keserasian alam tersebut oleh Ibnu Rusyd diberi istilah “dalil

ikhtira”. Di samping itu Ibnu Rusyd juga menggunakan metode lain yaitu

“dalil inayah”. Dalil ‘inayah adalah metode pembuktian adanya Tuhan

melalui pemahaman dan penghayatan manfaat alam bagi kehidupan

manusia (Zakiah Daradjat, 1996:78-80).

5. Argumentasi Qur’ani

Allah SWT telah berfirman dalam Surat Al-Fatihah yat 2 yang artinya:

“Segala puja dan puji hanyalah milik Allah, Rabb Alam Semesta”. Lafal

Rabb dalam ayat tersebut artinya Tuhan, yang mengacu pada Allah SWT.

Dalam Surat Al-A’Raf ayat 54 ditegaskan pula, yang artinya:

”Tuhamu adalah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dalam

enam hari (masa)”. Lafal Ayyam adalah bentuk jamak dari yaum yang

artinya dalah periode.

3.2 Keimanan dan Ketakwaan\

Keimanan pada keesaan Allah yang dikenal dengan istilah tauhid dibagi menjadi

dua, yaitu tauhid teoritis dan tauhid praktis. Tauhid teoritis adalah tauhid yang membahas

tentang keesaan Zat, keesaan Sifat, dan keesaaan Perbuatan Tuhan. Pembahasan keesaan

Zat, Sifat, dan Perbuatan Tuhan berkaitan dengan kepercayaan, pengetahuan, persepsi,

dan pemikiran atau konsep tentang Tuhan. Konsekuensi logis tauhid teoritis adalah

pengakuan yang ikhlas bahwa Allah adalah satu-satunya Wujud Mutlak, yang menjadi

sumber semua wujud.

Page 7: BAB II Makalah Agama

Adapun tauhid praktis yang disebut juga tauhid ibadah, berhubungan dengan

amal ibadah manusia. Tauhid praktis merupakan terapan dari tauhid teoritis. Kalimat Laa

ilaaha illallah (Tidak ada Tuhan selain Allah) lebih menekankan pengertian tauhid praktis

(tauhid ibadah). Tauhid ibadah adalah ketaatan hanya kepada Allah. Dengan kata lain,

tidak ada yang disembah selain Allah, atau yang berhak disembah hanyalah Allah semata

dan menjadikan-Nya tempat tumpuan hati dan tujuan segala gerak dan langkah

(Soepriatno, 2008)

3.2.1 Pengertian Iman dan Takwa

Kata Iman berasal dari bahasa Arab, amina-yukminuimanan yang

secara etimologi memiliki arti yakin atau percaya. Pada surat Al-Baqarah 165,

“Alladziina aamanuu asyaddu hubban lillaah” yang artinya ialah “orang yang

beriman sangat luar biasa cintanya kepada Allah”. Definisi iman adalah hati

membenarkan, lisan mengucapkan dan anggota badan mengerjakan dalam

kehidupan sehari-hari.

Dalam surat Al-Baqarah ayat 165  dikatakan bahwa orang yang

beriman adalah orang yang amat sangat cinta kepada Allah (asyaddu hubban

lillah). Oleh karena itu beriman kepada Allah berarti amat sangat rindu

terhadap ajaran Allah, yaitu Al-Quran menurut Sunnah Rasul. Hal itu karena

apa yang dikehendaki Allah, menjadi kehendak orang yang beriman, sehingga

dapat menimbulkan tekad untuk mengorbankan segalanya dan kalau perlu

mempertaruhkan nyawa.

Kata taqwa berasal dari bahasa Arab, dari kata: waqa-yaqi-wiqayah,

yang secara etimologi artinya hati-hati, waspada, mawas diri, memelihara dan

melindungi (Amir, 2012). Dalam kata lain, bisa dikatakan bahwa takwa adalah

memilihara keimanan yang diwujudkan dalam pengamalan ajaran agama

Islam secara utuh dan konsisten.

3.2.2 Proses Terbentuknya Iman

Pada awalnya seluruh ruh manusia telah mengambil kesaksian bahwa

Rabbnya adalah Allah SWT.

Benih iman yang telah terbentuk sejak dini memerlukan pemupukan secara

kontinu atau berkesinambungan. Benih yang unggul apabila tidak disertai

pemeliharaan yang intensif, besar kemungkinan menjadi punah. Demikian

Page 8: BAB II Makalah Agama

pula halnya dengan benih iman. Berbagai pengaruh terhadap seseorang akan

mengarahkan iman atau kepribadian seseorang, baik yang datang dari

lingkungan keluarga, masyarakat, pendidikan, maupun lingkungan termasuk

benda-benda mati seperti cuaca, tanah, air, dan lingkungan flora serta fauna.

3.2.3 Tanda-tanda Orang Beriman

3.2.4 Korelasi antara Keimanan dan Ketakwaan