BAB II LATARBELAKANG OPERASI MILITER DI IRIAN BARAT … · 20 BAB II LATARBELAKANG OPERASI MILITER...
Transcript of BAB II LATARBELAKANG OPERASI MILITER DI IRIAN BARAT … · 20 BAB II LATARBELAKANG OPERASI MILITER...
20
BAB IILATARBELAKANG OPERASI MILITER DI IRIAN BARAT
TAHUN 1961-1963
A. Pertentangan Masalah Irian Barat dalam Konferensi Meja Bundar(KMB)
Perang termasuk didalamnya operasi militer, kemunculannya tidak bisa
lepas dari peran politik dibelakangnya. Seperti ungkapan seorang pakar strategi
klasik dari Barat yaitu Carl von Clausewitz bahwa, “…. (W)ar is not merely an
act of policy but a true political instrument, a continuation of political
intercourse, carried on with other means. The political object is the goal, war is
the means of reaching it, and means can never be considered in isolation from
their purpose”.1 Ungkapan tersebut menunjukan bahwa perang merupakan salah
satu sarana untuk mencapai tujuan politis dan pelaksanaannya hanya bisa
ditentukan oleh keputusan politis para pemimpin negara, bukan para komandan
militer. Perang dan politik mempunyai keterkaitan yang sangat erat dan bahkan
tidak bisa dipisahkan. Mengutip pengertian politik kaitannya dengan masalah
konflik menurut Andrew Heywood, dijelaskan oleh Prof. Miriam Budiardjo dalam
bukunya Dasar-dasar Ilmu Politik: “Politics is the activity through which a people
make, preserve and amend the general rules under which they live and as sych is
inextricably linked to the phenomen of conflict and cooperation (Politik adalah
kegiatan suatu bangsa yang bertujuan untuk membuat, mempertahankan dan
mengamandemen peraturan-peraturan umum yang mengatur kehidupannya, yang
1 Carl von Clausewitz, On War, Michael Howard and Peter Paret (ed),(London: David Campbell Publishers, 1993), hlm. 99.
21
berarti tidak dapat lepas dari gejala konflik dan kerjasama)”.2 Operasi militer di
Irian Barat lahir dari keadaan politik yang tidak menguntungkan bagi Indonesia
pasca persetujuan Konferensi Meja Bundar (KMB).
Pengakuan Pemerintah Kerajaan Belanda atas kedaulatan Pemerintah
Indonesia dalam Konferensi Meja Bundar (KMB) tidak serta merta menyelesaikan
masalah. Belanda mengakui kedaulatan Indonesia dengan semua wilayahnya
kecuali Irian Barat. Belanda bersikeras dengan segala cara mempertahankan Irian
Barat, Pemerintah Indonesia juga bersikap dengan segala upayanya
mempertahankan wilayah Indonesia yang mencakup Irian Barat. Belanda melalui
Van Maarseveen (Menteri Seberang Lautan Kerajaan Belanda) mengemukakan
bahwa secara moral Indonesia tidak mempunyai hak atas wilayah ini, Irian Barat
memungkinkan berkembang kearah yang menguntungkan jika berada dalam
asuhan Belanda daripada Indonesia. Selain itu, Irian Barat bisa menjadi solusi dari
masalah kepadatan penduduk Belanda sebagai tempat emigrasi.3 Belanda juga
beranggapan bahwa sampai saat ini belum terdengar adanya penggabungan antara
rakyat asli Nieuw Guinea dengan rakyat Indonesia dan memang kebanyakan
rakyat Nieuw Guinea dan rakyat Indonesia tidak ada perhubungan. Atas dasar
itulah, Pemerintah Belanda memandang tuntutan dari Pemerintah Indonesia
2 Miriam Budiardjo, Dasar-dasar Ilmu Politik, (Jakarta: PT. GramediaPustaka Utama, 2008), hlm. 16.
3 P.B.R. De Gues. De Nieuw-Guinea Kwestie: Aspecten van buitelandsbeleid en militaire macht (Leiden: Martinus Nijhoff, 1984, diterjemahkan olehYayasan Jayawijaya, 2003), hlm. 44-45.
22
tentang Nieuw Guinea bukan suatu manifestasi dari perasaan nasional yang
dalam.4
Presiden Soekarno dalam pidatonya mengemukakan alasan kenapa
Indonesia mempertahankan Irian Barat sebagai berikut :
… Nah. Apakah gerangan sebabnya kita begitu mati-matian membebaskanIrian Barat? ta’lain dan ta’bukan, oleh karena kita adalah satu bangsajang mempunjai dasar-djiwa, satu bangsa jang mempunjai prinsipe, satukewadjiban-sutji daripada djiwa Indonesia, - luas atau tidakkah IrianBarat itu, kaja atau tidakkah Irian Barat itu, berpenduduk banjak atausedikitkah Irian Barat itu, perdjoeangan membebaskan Irian Baratmerupakan satu dasar fundamental daripada Nationbuilding kita, bahkanjuga satu dasar fundamental daripada character building Indonesia.5
1. Konferensi Meja Bundar (KMB) dan Pengakuan Kedaulatan Belandaatas Indonesia
Konferensi Meja Bundar (KMB) lahir dari Persetujuan Roem-Royen yang
disepakati pada tanggal 7 Mei 1949 yang menyebutkan bahwa Republik
Indonesia, Bijeenkomst voor Federal Overleg (BFO) dan Belanda sepakat
mengadakan Konferensi Meja Bundar (KMB). Konferensi Meja Bundar (KMB)
dilaksanakan dan dibuka secara resmi pada tanggal 23 Agustus 1949 dan berakhir
pada tanggal 2 November 1949. Hasil konferensi setelah dapat diterima oleh
masing-masing parlemen baik dari pihak Indonesia dan Belanda kemudian
disahkan. Pada tanggal 27 Desember 1949 secara resmi berlangsung penyerahan
kedaulatan Belanda ke Indonesia di Istana Op de Dam, Amsterdam, Belanda.
4 Oral Note Delegasi Indonesia ke-1 Konferensi Urusan Irian (NieuwGuinea) di Treveszaal,‘s-Gravenhage, tanggal 8 Desember 1950. (DelegasiIndonesia No. 1505). Koleksi Arsip Nasional Republik Indonesia.
5 Soekarno, Dibawah Bendera Revolusi Jilid II, 1965, hlm. 498.
23
Penyerahan kedaulatan yang dilaksanakan di Amsterdam, yang kemudian juga
diikuti di Jakarta. Penyerahan Pemerintahan Jakarta dari tangan Belanda kepada
Indonesia dilaksanakan di Istana Rijswijk (sekarang Istana Merdeka). Penyerahan
ini, dari pihak Belanda diwakili oleh wakil tinggi mahkota Belanda (nama lain
dari gubernur jenderal Belanda) yang terakhir di Indonesia, yaitu H.V.K. Lovink,
sedang dari Indonesia diwakili Sri Sultan Hamengku Buwono IX. Penyerahan
tersebut menandai berakhirnya kekuasaan Belanda di Indonesia.
2. Status Irian Barat dalam Perjanjian KMB
Konferensi Meja Bundar (KMB) yang diadakan di Den Haag pada tahun
1949 telah menghasilkan dua point penting yang tercantum dalam Pasal 1 dan 2.
Pada Pasal 1 dalam “Piagam Penyerahan Kedaulatan” dalam perjanjian
Konferensi Meja Bundar (KMB), berisi pengakuan Pemerintah Kerajaan Belanda
atas kedaulatan dan kemerdekaan Pemerintah Indonesia. Sedang dalam Pasal 2
berisi mengenai status Irian Barat yang dalam waktu satu tahun harus ditentukan
dan diselesaikan lebih lanjut melalui perundingan.
Isi Pasal 1 dalam “Piagam Penyerahan Kedaulatan” pasal 1 berbunyi:
a. Kerajaan Nederland menyerahkan kedaulatan atas Indonesia yangsepenuhnya kepada Republik Indonesia Serikat dengan tidak bersyaratlagi dengan tidak dapat dicabut dan karena itu mengakui RepublikIndonesia Serikat sebagai Negara yang merdeka dan berdaulat.
b. Republik Indonesia Serikat menerima kedaulatan itu atas dasarketentuan-ketentuan pada konstitusi, rencana konstitusi itu telahdipermaklumkan kepada Kerajaan Nederland.
c. Kedaulatan akan diserahkan selambat-lambatnya pada tanggal 30Desember 1949.
24
Pasal 2, Perihal Keresidenan Irian yang berbunyi:
Tentang Kresidenan Irian Barat (Nieuw Guinea) telah tercapai persetujuansebagai berikut:a. Disebabkan hal persesuaian antara pendirian masing-masing pihak
tentang Irian belum tercapai, sehingga soal itu masih menjadi pokokpertikaian.
b. Disebabkan keharusan Konferensi Meja Bundar (KMB) diakhiri denganberhasil pada tanggal 2 November 1949.
c. Mengingat faktor-faktor penting yang harus diperhatikan padapemecahan masalah Irian itu.
d. Mengingat singkatnya penyelidikan yang telah dapat diadakan dandiselesaikan prihal soal-soal yang bersangkutan dengan masalah Irianitu.
e. Mengingat sukarnya tugas kewajiban yang akan dihadapi dengan segeraoleh peserta Uni.
f. Mengingat kebulatan hati pihak-pihak yang bersangkutan hendakmempertahankan azas, supaya semua perselisihan yang mungkinternyata kelak atau timbul diselesaikan dengan jalan patuh dan rukun,maka status quo Keresidenan Irian (Nieuw Guinea) tetap berlaku serayaditentukan bahwa dalam waktu setahun sesudah tanggal penyerahankedaulatan kepada Republik Indonesia Serikat masalah kedudukankenegaraan Irian Barat akan diselesaikan dengan jalan perundinganantara Republik Indonesia Serikat dengan Kerajaan Nederland.6
Berdasarkan perjanjian-perjanjian yang disepakati dalam KMB, status
Irian Barat dalam waktu satu tahun harus ditentukan lebih lanjut melalui
perundingan. Masalah ini menjadi perhatian pemerintah Indonesia, baik masa
pemerintahan RIS hingga masa pemerintahan sesudahnya. Seperti dalam program
kerja pemerintahan RIS yang terus berupaya menyelesaiakan masalah Irian Barat
dalam setahun dengan jalan damai. Bahkan setelah RIS berubah menjadi Negara
Kesatuan Republik Indonesia, tiap-tiap kabinet (dari tahun 1950-1959) selalu
memasukan masalah Irian Barat dalam program kabinetnya karena pembebasan
Irian Barat merupakan tuntutan nasional secara multak.
6 Dinas Sejarah TNI AD., Sejarah TNI-AD 1945-1973 Jilid 3, (Jakarta,1985), hlm. 108. Keterangan lihat juga, Taufik Abdullah, Indonesia Dalam ArusSejarah Jilid: VII, (Jakarta: PT. Ichtiar Baru van Hoeve, 2012), hlm. 414-415.
25
3. Pro Kontra Hasil Konferensi Meja Bundar (KMB)
Hasil KMB mendapat tanggapan yang pro dan kontra dari berbagai
kalangan. Tanggapan pro muncul dari Organisasi masyarakat Nahdlatul’ Ulama
(NU) yang mengeluarkan Pedoman Umat Islam prihal perundingan internasional
antara RI dengan Belanda. Masyumi juga mengeluarkan pernyataannya mengenai
hasil perudingan Indonesia dengan Belanda. Statement Masyumi tersebut
dikeluarkan di Yogyakarta tanggal 6 Oktober 1949. Hasil KMB juga diterima oleh
Parkindo dalam Konferensi Pengurus Besar Dewan Partai dan Cabang di
Yogyakarta. Konferensi tersebut berpendapat terbentuknya RIS adalah suatu cara
untuk mewujudkan cita-cita bangsa Indonesia yang merdeka dan berdaulat dan
program selanjutnya memasukan Irian kedalam RIS.7 Selain Parkindo, DPR
sementara Negara Sumatera Timur juga menerima dengan suara bulat hasil
KMB.8 Parlemen Jawa Timur juga menerima hasil KMB dan juga akan
mengirimkan 22 delegasinya untuk meghadiri KNP Pleno yang terdiri dari 5 PNI,
8 Masyumi, 3 PBI, 2 golongan Arab, 1 Masyarakat Pelajar, 1 Sulawesi, 1 BTI dan
1 DKRI.9
Tanggapan kontra muncul dari PSI (Partai Sosialis Indonesia) melalui
pemimpin fraksi partai, Subadio menerangkan bahwa partainya tidak dapat
7 Berita Antara, 01 Desember 1949. Koleksi Arsip Nasional RepublikIndonesia.
8 Berita Antara, 01 Desember 1949. Koleksi Arsip Nasional RepublikIndonesia.
9 Berita Antara, 02 Desember 1949. Koleksi Arsip Nasional RepublikIndonesia.
26
menyetujui KMB, bahkan jika akan dilakukan pemungutan suara dalam sidang
KNP tentang KMB, PSI hanya akan memberikan suara kosong.10 Front Nasional
Sumatera Timur juga mengambil sikap belum puas dengan hasil KMB walau
disisi lain KMB dianggapnya sebagai kemajuan selangkah dalam perjuangan
kemerdekaan Indonesia.11 Penolakan juga muncul dari PKI. Statement CC. PKI
yang dimuat dalam surat kabar mingguan Pesat tanggal 10 Januari 1951, berisi
ajakan kepada seluruh rakyat, partai dan organisasi yang anti-imprealisme dan
demokratis untuk melaksanakan politik nasional yaitu membatalkan KMB.
Pembatalan hasil KMB menurut PKI tidak membawa kerugian bagi rakyat
Indonesia, namun jelas keuntungannya. Keuntungan yang didapat antara lain
dapat menentukan politik dalam dan luar negeri, politik kemiliteran, dan juga
politik ekonomi. PKI menyebutkan juga bahwa untuk kepentingan kas negara bisa
diperoleh dari nasionalisasi perusahaan-perusahaan penting, penyitaan perusahaan
musuh dan mengadakan proteksi terhadap perusahaan-perusahaan nasional.12
Penolakan juga dilakukan oleh PSII dalam sidangnya pada tanggal 2 Januari. PSII
menuntut penghapusan perjanjian KMB dan Uni Indonesia-Belanda karena
dianggap secara nyata digunakan Belanda untuk melanjutkan penjajahan di
Indonesia. PSII juga memerintahkan kepada semua anggota untuk bekerjasama
10 Berita Antara, 03 Desember 1949. Koleksi Arsip Nasional RepublikIndonesia.
11 Berita Antara, 02 Desember 1949. Koleksi Arsip Nasional RepublikIndonesia.
12 “Seluruh Rakyat Anti KMB”, Bintang Merah 01 Februari 1951. TahunVIII. No. 3, hlm. 55-56.
27
dengan golongan dan organisasi rakyat untuk melaksanakan putusan ini baik
dengan cara parlementer maupun secara massal-legal.13
B. Usaha-usaha Penyelesaian Masalah Irian Barat
1. Penyelesaian Masalah Irian Barat Melalui Jalan Diplomasi.
a. Perundingan Bilateral Uni Indonesia-Belanda
Pasca perjanjian KMB sebagai langkah pertama dalam rangka
menyelesaikan masalah Irian Barat, pada tanggal 25 Maret - 1 April 1950
diselenggarakan konferensi pertama dari Uni Indonesia-Belanda di Jakarta.
Konferensi pertama ini menghasilkan suatu kesepakatan untuk membentuk
Komisi Gabungan yang bertugas mengumpulkan fakta tentang Irian Barat dan
melaporkannya kepada Uni setelah tiga bulan. Namun tiap-tiap komisi membuat
laporan sendiri dan terpisah sehingga mempunyai tafsiran yang berbeda. Dari
pihak Indonesia berpendapat bahwa Indonesia berhak atas Irian Barat, sedang
kekuasaan Belanda atas Irian Barat merupakan kekuasaan kolonial. Sebaliknya
dari pihak Belanda berpendapat bahwa penyerahan Irian Barat kepada Indonesia
dianggap bertentangan dengan kepentingan penduduk aslinya. Klaim-klaim yang
diajukan masing-masing pihak membuat konferensi tidak menghasilkan
kesepakatan.
Pemerintah Indonesia berdasarkan Surat Keputusan Presiden Republik
Indonesia No. 57 Tahun 1950, kembali membentuk delegasi yang nantinya
13 Surat Kabar Mingguan Pesat 10 Januari 1951. Tahun VII. No. 2, hlm.23.
28
kembali membahas masalah Irian Barat pada konferensi lanjutan di Den Haag.
Perundingan yang dilakukan pada tanggal 4 Desember 1950 tersebut, masing-
masing pihak tetap pada penafsiran yang berbeda. Delegasi Belanda menolak
anggapan mengenai pemerintah Belanda di Nieuw Guinea sebagai bentuk
kolonialisasi, karena bentuk pemerintahan yang ada di Nieuw Guinea menurutnya
telah diakui PBB. Konferensi tersebut kembali menemui kebuntuan walau sudah
coba ditembus oleh delegasi Republik Indonesia dengan mengajukan usul-usul
baru serta pemberian konsesi-konsesi (kelonggaran) pada tanggal 11 Desember
1950.14
Pemerintah Indonesia kembali mengirimkan 17 delegasi dengan dipimpin
oleh Prof. Dr. Soepomo pada bulan Desember 1951 ke Den Haag untuk
mengadakan perundingan tentang pembatalan Uni dan masuknya wilayah Irian
Barat ke Indonesia. Perundingan yang berjalan hingga bulan Januari 1952 kembali
menemui jalan buntu karena adanya peristiwa penangkapan pihak Indonesia
terhadap kapal “Blitar” dan kapal “Talisse” dari Rotterdamsche Lloyd di Tanjung
Priok yang membawa senjata dan mesiu untuk Irian Barat.15 Peristiwa tersebut
menyulitkan perundingan uni dan oleh Belanda masalah Irian Barat sudah tidak
ada kompromi lagi.
14 Pokok-pokok konsesi (kelonggaran) yang diajukan oleh MohammadRoem selaku pimpinan delegasi dari Indonesia terdiri dari 7 pasal seperti yang dimuat dalam Surat Kabar Mingguan Pesat 10 Januari 1951. Tahun VII. No. 2, hlm.14.
15 Sajoeti Melik., “Dua Masalah Penting”. Mimbar Indonesia. No.2. TahunVI. Tanggal 12 Januari 1952, hlm. 3.
29
b. Perjuangan Diplomasi dalam Forum Internasional
…Setelah selama tiga tahun perundingan langsung dengan Belandamengenai sengketa Irian Barat ternjata gagal, maka ditjoba dengan djalanlain. Untuk memenuhi aspirasi nasional ini masih dipakai tjara berunding,tetapi diusahakan lewat Perserikatan Bangsa-Bangsa. Diharapkan melaluiforum ini Pemerintah Belanda akan dapat diinsafkan atas sikapnja jangtidak wadjar selama ini, untuk mentaati perdjandjian dengan mengadakanperundingan lagi dengan Indonesia.16
Pemerintah Indonesia setelah mengalami kegagalan dalam perundingan
Uni Indonesia-Belanda memasuki tahun 1954 merubah cara diplomasinya.
Perjuangan diplomasi dari yang sebelumnya melalui Uni Indonesia-Belanda
beralih melalui Forum Internasional. Presiden Soekarno secara resmi dalam pidato
kenegaraannya pada hari ulang tahun Proklamasi Kemerdekaan Indonesia,
menyatakan bahwa Indonesia akan menyerahkan tuntutan atas Irian Barat kepada
PBB. Sebagai bentuk kelanjutan dari pernyataan Presiden Soekarno tersebut,
melalui Kabinet Ali Sastroamijoyo, S.H ke-I, Pemerintah Indonesia memutuskan
membawa masalah Irian Barat ke forum internasional. Hasilnya permohonan
masalah “Irian Barat/Nieuw Guinea Barat” disetujui suara mayoritas dan untuk
pertama kalinya diperdebatkan dalam Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa
(PBB) ke-IX pada tahun 1954. Sidang Umum Majelis Umum PBB tersebut
mengalami kegagalan karena tuntutan Pemerintah mengenai pembebasan Irian
Barat ditolak oleh Belanda. Indonesia kembali mengajukan resolusi masalah Irian
Barat kepada Panitia Politik PBB. Resolusi tersebut diterima dalam Sidang Panitia
Politik PBB dengan perbandingan suara 34 setuju, 21 menolak, dan 5 abstain.
Namun dalam Sidang Majelis Umum tanggal 10 Desember 1954, terjadi
16 Soekarno., op.cit., hlm. 212-213.
30
perubahan perbandingan suara yang berujung pada kegagalan. Kegagalan tersebut
karena dalam Majelis Umum, keputusan mengenai masalah-masalah penting
seperti perdamaian dan keamanan membutuhkan mayoritas suara dua pertiga.17
Pemerintah Indonesia sadar perlunya perjuangan diplomasi yang aktif dan
efektif juga pentingnya dukungan dari negara-negara sahabat. Atas dasar
pemikiran tersebut, Pemerintah Indonesia mengadakan Konferensi Asia-Afrika
pada tanggal 18-24 April 1955 di Bandung. Konferensi Asia-Afrika yang dihadiri
29 negara menuai hasil nyata, menjelang Sidang Majelis Umum PBB ke-X pada
bulan September 1955, masalah Irian Barat dicantumkan dalam agenda sidang
Dewan Keamanan berkat dukungan negara-negara Asia-Afrika. Namun usaha
tersebut kembali mengalami deadlock, melalui nota politiknya delegasi Belanda
mengatakan bahwa Irian Barat tetap merupakan sengketa.
Sidang Umum PBB ke-XI kembali diajukan dengan rancangan resolusi
oleh 15 negara Asia-Afrika. Rancangan resolusi ini kembali mengalami kegagalan
karena tidak dapat mencapai dua-pertiga suara anggota PBB. Sidang Umum PBB
ke-XII PBB kembali dilakukan pada pertengahan bulan Agustus 1957. Masalah
Irian Barat kembali diajukan lagi sebagai acara sidang umum yang diikuti oleh 21
negara anggotanya. Perhitungan suara mayoritas dua-pertiga telah memihak
Indonesia, namun dalam pemungutan suara resmi, rancangan resolusi yang
diajukan Indonesia tidak mencapai dua-pertiga jumlah suara. Hasil itu
menunjukan bahwa Sidang Umum ke-XII kembali menemui kegagalan.
17 Perserikatan Bangsa-Bangsa., Pengetahuan Dasar MengenaiPerserikatan Bangsa-Bangsa, (Jakarta: UNIC (Kantor Penerangan PerserikatanBangsa-Bangsa)), hlm. 10.
31
Kegagalan juga berlanjut dalam Sidang Umum ke-IX hingga Sidang Umum XII
dalam Majelis Umum PBB. Kegagalan dalam Forum Internasional membuat
Pemerintah Indonesia meragukan peran PBB, dan beranggapan bahwa PBB bukan
tempat yang tepat untuk memecahkan masalah. Soekarno selaku Presiden
Republik Indonesia mengambil tindakan tegas dengan membatalkan hubungan
Uni Indonesia-Belanda berdasarkan Perjanjian KMB. Pembatalan tersebut
dilakukan secara sepihak oleh Indonesia dengan Undang-Undang No.13 Tahun
1956.18
Hubungan yang tegang antara Indonesia-Belanda mencapai puncaknya,
Belanda melakukan upaya provokasi dengan mengambil tindakan mendatangkan
Kapal Induk Hr.Ms. Karel Doorman bersama skuadron pesawat Seahawk.
Bertolak dari pangkalannya di Den Helder pada tanggal 31 Mei 1960, perjalanan
Hr.Ms. Karel Doorman disertai pemburu kapal selam Groningen dan Limburg,
juga disertai kapal tanker pemasok bahan bakar untuk berunjuk kekuatan ke
Timur Jauh dengan misi khusus memperkuat pangkalan militer mereka di Irian
Barat. Tindakan tersebut ditanggapai Pemerintah Indonesia dengan secara resmi
memutus hubungan diplomatik Indonesia dengan Pemerintahan Kerajaan Belanda
pada tanggal 17 Agustus 1960. Upaya ini diambil dengan konsekwensi
konfrontasi terbuka setelah sebelumnya usaha perebutan Irian Barat yang
dititikberatkan kepada jalan diplomasi tidak berhasil.
18 Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan RI., 30 Tahun IndonesiaMerdeka. (Jakarta : PT Citra Lamtoro Gung Persada, 1986), hlm. 99.
32
Gambar. 1Presiden Soekarno sedang mengucapkan pidato “Membangun Dunia
Kembali” dimuka Sidang Umum PBB tanggal 30 September 1960.Sumber: 30 Tahun Indonesia Merdeka.
Presiden Soekarno dalam pidatonya di muka Sidang Majelis Umum PBB
pada bulan September 1960 mengatakan, “Kami telah berusaha untuk
menyelesaikan masalah Irian Barat. Kami telah berusaha dengan sungguh-
sungguh, dengan kesabaran, penuh toleransi dan penuh harapan. Kami telah
berusaha untuk mengadakan perundingan-perundingan bilateral… Harapan
lenyap, kesabaran hilang; toleransi pun mencapai batasnya. Semuanya itu kini
telah habis dan Belanda tidak memberikan alternative lainnya kecuali
memperkeras sikap kami”.19 Pidato ini menunjukan bagaimana Indonesia telah
bersiap menggunakan metode konfrontasi karena metode diplomasi tidak berjalan
sesuai apa yang diinginkan.
19 Taufik Abdullah., op.cit., hlm. 421.
33
2. Peran Militer Indonesia dalam Usaha Penyelesaian Masalah Irian Barat
a. Penanganan Nasionalisasi Perusahaan Belanda
Kegagalan rancangan resolusi tentang Irian Barat dalam Sidang Umum ke
XII PBB tahun 1957 menjadi landasan Pemerintah Indonesia bertindak semakin
konfrontatif. Tindakan yang semakin radikal terjadi pada tanggal 2 Desember
1957, semua perusahaan Belanda dinasionalisasikan dibawah pengawasan KSAD
(Komando Strategi Angkatan Darat) selaku Penguasa Perang Pusat (Peperpu)
yang disahkan dengan Undang-Undang No. 86 tahun 1958. Undang-Undang
tersebut isinya mengatur hak ganti rugi bagi pemilik perusahaan-perusahaan
Belanda.
Gambar. 2
Perusahaan Belanda Nederlandsche Handel Maatschappij N.V dan BankEscompto diambil alih oleh rakyat pada tanggal 9 Desember 1957 untuk
dinasionalisasi.Sumber: 30 Tahun Indonesia Merdeka
34
Tercatat perusahaan Belanda yang dinasionalisasi berjumlah kisaran 700
buah dengan nilai kisaran 1.500 juta dollar. Banyaknya perusahaan yang
dinasionalisasikan menjadikan para pengusaha Belanda mengirimkan surat kepada
pemerintahannya mengenai kegelisahannya berhubungan dengan masalah Irian
Barat. Kegelisahaan tersebut bukan tanpa alasan, kepentingan Belanda yang
tertanam di Indonesia bernilai ribuan juta gulden, lebih berharga dibanding
mempertahan Irian Barat. Pernyataan tersebut dikeluarkan sendiri oleh perusahaan
Van der Werf dan Hubrecht yang berbasis di Amsterdam, Belanda.20
Tabel. 1Perusahaan Belanda yang dinasionalisasi
Sumber: Lembaran Negara Republik Indonesia No. 6, tahun 1960. PeraturanPemerintah No. 3, tahun 1960. Tentang Nasionalisasi PerusahaanAsuransi Milik Belanda. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran NegaraNo. 1928). Koleksi Arsip Daerah Kota Surabaya.
20 A.H. Nasution., Memenuhi Panggilan Tugas Jilid 5: Kenangan MasaOrde Lama. (Jakarta: PT. Gunung Agung, 1985), hlm. 282.
No Nama Perusahaan Tempat1. Firma Bekouw & Mijnssen Jakarta2. Firma Blom & van Der Aa Jakarta3. Firma Sluyters Jakarta4. N.V. Assurantie Maatschappij Jakarta Jakarta5. N.V. Assurantie Kantor langveldt -Schroder Jakarta6. N.V. Zee-en Brandassurantie Maatschappij van 1851 c.s Jakarta7. N.V. Javasche Verzekerings Agenturen Maatschappij Jakarta8. N.V. Nederlandsche LIoyd Jakarta9. N.V. Maskapai Asuransi dan Administrasi Umum Nusantara
LIoydJakarta
10. N.V. Assurantie Kantor O.W.J Schlenceker Jakarta11. N.V. Kantor Asuransi “Kali Besar” Jakarta12. Jakarta Assurantie & Administratie Jakarta13. Yayasan Onderlinge Landmolestverzekerings Fonds (O.L.F) Jakarta14. P.T. Maskapai Asuransi Arah Baru (Arba) Jakarta
35
b. Misi Pembelian Senjata, Jajak Pendapat dan “Diplomasi TNI”
Pemerintah Indonesia untuk mengimbangi kekuatan militer Belanda yang
sudah dulu ada di Irian Barat melakukan pembelian persenjataan ke Uni Soviet.
Hal tersebut karena negara-negara komunis bersedia menyerahkan persenjataan
yang diminta Indonesia. Tercatat masa Kabinet Ali Sastroamijoyo II telah
diproses kontrak-kontrak secara resmi pada tanggal 6 April 1958 dengan Polandia,
Cekoslawakia dan Yugoslavia sebesar US $ 60 Juta untuk kapal-kapal perang dan
pesawat udara.21 Pemerintah Indonesia selain membeli dari Uni Soviet juga
melakukan pembelian alutsista (alat utama sistem pertahanan) ke Amerika Serikat
dan Eropa. Pembelian persenjataan ke Amerika Serikat dan Eropa, Pemerintah
Indonesia mengutus Laksamana Udara Suryadarma yang terbang ke Amerika
Serikat untuk mengurus pembelian 10 buah Pesawat Hercules C-130.22
Penandatanganan kontrak pembelian senjata juga dilakukan dengan Pemerintah
Inggris yang diwakili Kolonel Ahmad Yani di Kedubes RI, London pada tanggal
15 Mei 1959.
21 A.H. Nasution., op.cit., hlm. 50-51.
22 Departemen Pertahanan-Keamanan Pusat Sejarah ABRI., 30 TahunAngkatan Bersenjata Republik Indonesia, (Jakarta: Dinas Sejarah ABRI, 1976),hlm. 253.
36
Gambar. 3
Kolonel Ahmad Yani sedang menandatangani kontrak pembelian senjatadengan pemerintah Inggris di Kedutaan Besar RI, London tanggal 15 Mei 1959.
Sumber: 30 Tahun ABRI
Pada akhir bulan Desember 1960, Pemerintah Indonesia secara resmi
mengumumkan telah mengirimkan suatu delegasi dengan misi pembelian senjata
ke Moskowa. Misi tersebut dipimpin oleh Menteri Keamanan Nasional/Kepala
Staf Angkatan Darat Jenderal A.H. Nasution, Kepala Staf Angkatan Udara
Laksamana Udara Suryadarma dan staf Angkatan Darat, Angkatan Udara dan
Angkatan Laut. Misi pembelian alutsista (alat utama sistem pertahanan) tersebut
berhasil mencapai suatu kesepakatan pembelian senjata atas dasar kredit jangka
panjang sebesar 475 juta dollar dan 510 juta dollar dalam wujud bantuan ekonomi
yang telah disepakati antara Pemerintah Indonesia dengan Uni Soviet.23
Kesepakatan bantuan kredit jangka panjang atas pembelian senjata dan bantuan
23 Baskara T Wardaya, Sj., Indonesia Melawan Amerika – Konflik PerangDingin 1953-1963, (Jakarta: Galang Press), hlm. 266.
37
ekonomi tersebut baru ditanda-tangani pada tanggal 6 Januari 1961. Sekembalinya
dari Uni Soviet, Jenderal A.H. Nasution mengutus Jenderal Hidayat untuk
meneliti kembali kontrak-kontrak yang telah disepakati dan mengecek kembali
kebutuhan-kebutuhan Angkatan Laut dan Angkatan Udara yang memerlukan
penambahan-penambahan agar lebih lengkap. Selain meneliti kontrak-kontrak
perjanjian Jenderal Hidayat juga mempersiapkan kunjungan Jenderal A.H.
Nasution dalam bulan Juni 1961 guna mensepakati kontrak untuk yang kedua
kalinya. Kontrak kedua ini membahas mengenai kelengkapan pertahanan udara
nasional. Selain Angkatan Udara, Angkatan Laut dan Angkatan Darat turut
melengkapkan daftar kebutuhannya sehingga disiapkan kontrak baru mengenai
pembelian kapal-kapal selam, pesawat MiG, roket, radar, tank dan lain-lain.
Gambar. 4
Rombongan Menteri Keamanan Nasional/KSAD Jenderal A.H. Nasutiontiba Moskwo, Januari 1961 untuk menandatangani kontrak pembelian senjata.
Sumber: 30 Tahun ABRI
38
Jenderal A.H. Nasution dalam misinya ke luar negeri, selain mengurus
pembelian senjata juga melakukan jajak pendapat. Jajak pendapat dilakukan
kepada negara-negara yang dikunjunginya berkaitan jika nantinya Indonesia dan
Belanda pecah perang. Negara-negara tersebut antara lain Mesir, Pakistan,
Prancis, Jerman dan Inggris. Jenderal A.H. Nasution dalam kunjungannya ke
Mesir meminta untuk menutup Terusan Suez bagi Belanda jika nanti terjadi
perang, permintaan tersebut oleh Presiden Nasser tidak mudah untuk dijalankan
karena Mesir terikat perjanjian internasional mengenai jaminan lalu lintas
internasional di Terusan Suez namun bisa melalui jalan lain yaitu dengan kaum
buruh untuk memboikot kapal Belanda. Selain Mesir, Jenderal A.H Nasution juga
meminta agar Pakistan melarang pesawat-pesawat Belanda lewat di atas Pakistan
jika terjadi perang.
Jenderal A.H. Nasution juga melakukan diplomasi kepada kubu-kubu
dunia Barat, seperti di Wanshington, Paris, Bonn dan London. Jenderal A.H.
Nasution menjelaskan bahwa soal Irian Barat tidak lepas dari Proklamasi
Kemerdekaan Indonesia dan TNI tidak akan menjadi antek komunis. Jenderal
A.H. Nasution juga mengemukakan bagaimana jika masalah Irian Barat berlarut-
larut maka hal itu akan menguntungkan Komunis di Indonesia dan di dunia
internasional.
39
3. Penyelesaian Masalah Irian Barat Melalui Jalan Konfrontasi.
a. Kampaye Trikora (Tri Komando Rakyat)
Gambar. 5
Pidato Presiden Soekarno dimuka rapat raksasa yang dikenal dengan TriKomando Rakyat (Trikora) di Yogyakarta pada tanggal 19 Desember
1961.Sumber: 30 Tahun Indonesia Merdeka
Saya tidak mengucapkan kehendak saya saja, tetapi tiap-tiap perkataanyang saya ucapkan ini didukung sepenuhnya oleh segenap rakyatIndonesia. Dan jikalau saya memberikan komando, sebenarnya bukankomando dari Soekarno kepada rakyat Indonesia, sebenarnya bukankomando dari Presiden Republik Indonesia kepada rakyat Indonesia,bukan komando dari pada Panglima Besar Pembebasan Irian Baratkepada rakyat Indonesia. Tidak!! Tapi sebenarnya adalah komando darirakyat Indonesia kepada rakyat Indonesia sendiri. Tidaklah benar jikasaya katakana bahwa inilah kehendakmu sendiri, saudara-saudara rakyatIndonesia?Maka oleh karena itu, hai segenap rakyat Indonesia. Mari sebagai tadisaya katakana, gagalkan ini usaha fihak Belanda untuk mendirikan“Negara Papua”, kibarkan bendera Sang Merah Putih! Siap sedia didalam waktu singkat pada komando untuk membebaskan sama sekali IrianBarat itu dari pada cengkraman imprealisme Belanda.24
24 Majalah Angkasa. Kisah Heroik Pertempuran Laut Trikora. EdisiKoleksi No 82. (Jakarta: PT. Gramedia. 2013), hlm. 3.
40
Pidato Presiden Soekarno yang kemudian dikenal dengan Tri Komando
Rakyat atau TRIKORA pada tanggal 19 Desember 1961 di Alun-alun Yogyakarta,
secara resmi telah membuka genderang perang terhadap Belanda dalam rangka
perjuangan pembebasan Irian Barat. Dihadiri lebih dari 1 juta orang, perintah ini
bisa dimaknai bagi militer dan rakyat Indonesia yang memenuhi syarat untuk turut
serta dalam Operasi Pembebasan Irian Barat. Sesuai dengan isi Trikora,
pemerintah berupaya melakukan pemanggilan dan pengerahan semua warga-
negara dalam rangka mobilisasi umum untuk kepentingan keamanan dan
pertahanan Negara. Maka untuk mewujudkan penggalangan dan pengerahan
segala potensi nasional, perlunya mempersiapkan mobilisasi umum yang
mengatur tentang pengerahan, penggalangan dan penggunaan potensi yang
diperlukan. Rakyat dituntut untuk secara spontanitet guna menyiapkan diri secara
sukarela dan turut aktif dalam usaha pembebasan Irian Barat dan usaha
pemeliharaan keamanan-pertahanan negara.
Pemanggilan dan penggerahan dalam rangka mobilisasi umum ditujukan
kepada setiap warga negara Indonesia baik laki-laki maupun perempuan.
Sukarelawan yang ikut harus berumur antara 18 - 40 tahun. Sukarelawan nantinya
akan diberikan latihan dasar-dasar keprajuritan yang meliputi latihan fisik dan
mental, dasar-dasar infantri juga latihan-latihan khusus sesuai dengan pembagian
regu-regu penugasan pertahanan sipil. Pendidikan latihan dipergunakan pelatih-
pelatih dan alat kelengkapan latihan dari lingkungan angkatan perang atau
angkatan darat. Penyelenggaraan latihan ini dilaksanakan dan dikoordinasi oleh
Penguasa Perang Daerah/Penguasa Darurat Militer Daerah/Penguasa Darurat Sipil
41
Daerah/Gubernur Kepala Daerah ditiap-tiap daerah di Indonesia. Pelaksanaan
pelatiha sukarelawan tidak dipungut biaya, karena pemerintah membebankan
peraturan ini kepada anggaran belanja khusus.25
Warga negara yang memenuhi syarat dapat diwajibkan menjalankan
kewajiban-kewajiban membantu kesatuan-kesatuan Angkatan Perang dan
Angkatan Bersenjata dalam melakukan pertempuran-pertempuran, baik dalam
bentuk perlawan rakyat aktif maupun bentuk cadangan umum yang terlatih dan
teratur berikut segala kewajiban guna mengikuti segala latihan-latihan yang
diperlukan. Kewajiban-kewajiban tersebut dituntut tidak mengurangi kewajiban
belajar, merugikan mata pencaharian atau merugikan vitalita suatu perusahaan
atau badan.26 Setiap sukarelawan yang lolos diharapkan mampu melakukan
tindakan-tindakan atau usaha-usaha untuk menangkis, mengatasi dan
memperkecil akibat-akibat dari serangan-serangan pihak lawan. Sukarelawan
nantinya juga ditugaskan dalam perlawanan-perlawanan aktif yang berupa gerilya,
infiltrasi, sabotase, bantuan secara langsung terhadap tugas-tugas tempur kepada
kesatuan-kesatuan Angkatan Perang dan Angkatan Bersenjata.
25 Undang-Undang No 1, 1962. BAB V, Pasal 10, ayat 2. PeraturanPemerintah Pengganti Undang-undang No. 1 tahun 1962 tentang pemanggilandan penggerahan semua warga negara dalam rangka mobilisasi umum untukkepentingan keamanan dan pertahanan negara. Lembaran Negara RepublikIndonesia, No. 8. Tahun 1962. Koleksi Arsip Daerah Kota Surabaya.
26 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang No. 1 tahun 1962tentang pemanggilan dan penggerahan semua warga negara dalam rangkamobilisasi umum untuk kepentingan keamanan dan pertahanan negara.(Lembaran Negara Republik Indonesia, No. 8. Tahun 1962.) Jakarta, tanggal 6Februari 1962. Koleksi Arsip Daerah Kota Surabaya.
42
b. Peristiwa Arafuru dan Jalan Menuju Konfrontasi Terbuka
Pasca pemutusan hubungan diplomatik Indonesia-Belanda, Pemerintah
Belanda meresponnya dengan membentuk Dewan Papua pada tanggal 5 April
1961 dengan dilengkapi bendera dan lagu kebangsaan. Sikap ini oleh Pemerintah
Indonesia diartikan sebagai penempatan kedaulatan Irian Barat diluar Republik
Indonesia. Tindakan Belanda tersebut dijawab Pemerintah Indonesia dengan
membentuk Dewan Pertahanan Nasional (Depertan) pada tanggal 11 Desember
1961. Dewan Pertahanan Nasional (Depertan) bertugas merumuskan cara
bagaimana untuk mengintegrasikan seluruh potensi nasional guna membebaskan
Irian Barat.
Dewan Pertahanan Nasional (Depertan), melalui sidang pada tanggal 14
Desember 1961 kemudian membentuk Komando Tertinggi (Koti) Pembebasan
Irian Barat (Pemibar). Koti Pemibar tersebut dipimpin sendiri oleh Presiden
Soekarno sebagai Panglima Besar, Jenderal Abdul Haris Nasution sebagai Wakil
Panglima Besar, dan Kolonel Achmad Yani sebagai Kepala Staf. Sesudah
pembentukan Komando Tertinggi (Koti) Pembebasan Irian Barat (Pemibar),
diadakan sebuah rapat yang dihadiri oleh Menteri/Panglima Angkatan Laut,
Laksamana Raden Eddy Martadinata.
Rapat yang dilaksanakan dengan jajaran Angkatan Darat tersebut
menghasilkan sebuah perintah operasi infiltarasi dan pendaratan pasukan ke
wilayah Irian Barat melalui laut. Angkatan Darat melalui Kolonel Achmad Yani
yang juga menjabat Deputi 1 KSAD langsung memerintahkan SUAD I/Intelijen
Angkatan Darat, Mayor Roedijto untuk memimpin pasukan relawan yang berasal
43
dari putra asli Irian Barat. Operasi ini terbilang sangat rahasia, hal itu bisa dilihat
bagaimana Wakil KSAD Jenderal Gatot Soebroto sendiri tidak mengetahui prihal
operasi ini. Operasi infiltrasi yang bernama Operasi Lintas ini hanya diketahui
oleh Asisten 1/Intelijen Kol. Magenda, Asisten 2/Operasi Kol. Moersjid dan
Mayor Roedjito.27
Berdasarkan perintah dari Koti Pemibar, operasi infiltasi ini akan
dilakukan pada tanggal 15 Januari 1962 pukul 24.00, dengan sasaran wilayah di
area selatan Kaimana, yaitu Vlake Hoek. Maka ditunjuklah Kolonel Sudomo,
Kepala Direktorat Operasi dan Latihan Markas Besar Angkatan Laut untuk
mempersiapkan operasi tersebut. Keberadaan 8 Kapal Motor Boat Terpedo
(MTB) yang baru didatangkan dari Jerman Barat menjadi alternatif Kolonel
Sudomo untuk merealisasikan operasi tersebut. Dipilihlah 4 dari 8 kapal tersebut
dengan pertimbangan bahwa kapal MTB yang dibeli dari Jerman Barat
merupakan kapal baru dan mempunyai kemampuan melaju hingga 42 knot
sehingga cocok untuk misi infiltarasi. Kapal-kapal MTB tersebut sudah dilengkapi
empat peluncur terpedo, senapan mesin 12,7 mm dan penangkis serangan udara
40 mm. Tetapi, kapal-kapal MTB yang dibeli dari Jerman Barat tersebut tidak
dipersenjatai terpedo sebagai senjata utama. Hal ini karena Jerman yang kalah
dalam PD II mendapat pembatasan produksi alutisita termasuk torpedo oleh
Sekutu yang menang dalam PD II. Rencananya Indonesia hendak membeli
torpedo dari Inggris, namun karena semakin memanasnya konflik Irian Barat,
27 Majalah Angkasa. Kisah Heroik Pertempuran Laut Trikora., op.cit.,hlm. 98.
44
Inggris melarang pengiriman senjata strategis tersebut ke Indonesia.28 Kapal-kapal
yang dilibatkan dalam Operasi Lintas I tersebut antara lain: RI-Macan Tutul, RI-
Macan Kumbang, RI-Harimau serta RI-Singa.
Letkol Sudomo kemudian membentuk Satuan Tugas Chusus (STC)-9 dan
memimpin sendiri satuan tersebut karena dari Mayor sampai Letkol Angkatan
Laut yang ada tidak ada yang berani mengajukan diri menjadi pemimpin STC-9.
Hal itu disebabkan karena Operasi Lintas I yang diemban oleh STC-9 sulit
dipertanggungjawabkan dan tidak memenuhi standar operasi militer. Alasan itu
bisa dilihat dari keadaan 4 kapal MTB yang harus menempuh jarak 2.000 mil
dengan tanpa terpedo dan juga operasi ini tanpa perlindungan udara (air cover).
Dalam doktirn operasi militer terutama mengenai operasi pendaratan pasukan dari
laut, perlindungan udara merupakan sebuah syarat mutlak.29
Tiga dari empat MTB yang berangkat dalam operasi tersebut bertugas
membawa satu pleton Pasukan Tugas Istimewa (Tugis) yang dipimpin Capa
Muhadi. Pasukan Tugas Istimewa (Tugis) yang ada kemudian dipecah lagi
menjadi empat regu kecil untuk membantu pendaratan dan penyusupan pasukan
sukarelawan. Tiap-tiap regu dibekali sebuah perahu karet dam motor tempel
berkekuatan 25 PK. Tiga MTB yang membawa pasukan infiltrasi yaitu RI-Macan
Tutul membawa regu-1, RI-Singa membawa regu-2, dan RI-Macan Kumbang
membawa regu-3, sedang regu-4 berangkat dengan menggunakan 3 pesawat
28 Julius Poor. Laksamana Sudomo: Mengatasi Gelombang Kehidupan.(Jakarta: PT. Gramedia. 1997), hlm. 90.
29 Majalah Angkasa. Kisah Heroik Pertempuran Laut Trikora., loc.cit.
45
Hercules C-130 milik AURI dari Pangkalan Halim Perdanakusuma. RI-Harimau
sengaja tidak membawa Pasukan Tugas Istimewa (Tugis) karena bertugas khusus
membawa Komando Operasional Kolonel Sudomo dan beberapa perwira
menengah Angkatan Laut.30
Satuan Tugas Chusus (STC)-9 diberangkatkan dari Tanjung Priok pada
tanggal 9 Januari 1962 malam. STC-9 dalam mencapai daerah operasi harus
menempuh jarak 2.000 mil dengan 3 titik kumpul (rendezvous/RV) untuk
pengisian bahan bakar, yang keseluruhannya dilakukan di tengah laut guna
menjaga faktor kerahasiaan operasi. Tiga titik kumpul tersebut terletak antara
Jakarta sampai Maluku. RV-I terletak di Pulau Gili Genteng, Selat Madura,
dengan RI-Pati Unus sebagai supplier bahan bakar, RV-II terletak Teluk Hading,
Flores, dengan RI-Rakata sebagai supplier bahan bakar dan RV-III terletak
didekat Pulau Udjir, Kepulauan Kai, Maluku. Di lokasi RV-III, sebagai supplier
bahan bakar adalah RI-Multatuli. Selama pelayaran, RI-Macan Kumbang
mengalami gangguan mesin sehingga terlambat mencapai RV-III. Sementara RI-
Singa, tidak bisa melanjutkan operasi karena mengalami kerusakan dan kehabisan
bahan bakar sebelum mencapai RV-III, dengan demikian hanya ada tiga MTB
yang bisa mencapai Pulau Udjir.31
Pasukan infiltrasi diangkut dengan pesawat Hercules C-130 pada tanggal
14 Januari 1962, untuk didaratkan di Pulau Langgur dan kemudian diangkut oleh
kapal RI-Multatuli ke Pulau Udjir untuk berkumpul dengan pasukan infiltrant
30 Ibid., hlm. 100.
31 Ibid., hlm. 94.
46
yang lain. Tepat pada tanggal 15 Januari, setelah semua pasukan berkumpul di
RV-III, Sudomo selaku Komando STC-9 memberikan berifing tentang rencana
operasi. Berifing yang diadakan diatas RI-Multatuli dihadiri lengkap ketiga KTC
(Komando Tugas Chusus) dan juga Deputi Operasi KSAL Komodor Yos
Soedarso, Asisten Operasi KSAD Kolonel Moersjid dan Letnan Kolonel Roedjito.
Rencana operasi yang disampaikan dalam berifing tersebut menetapkan bahwa
pasukan akan berangkat meninggalkan RV-III tepat pada pukul 18.00 WITA.
Kecepatan rata-rata kapal ditentukan 20 mil/perjam dengan jarak antar kapal
masing-masing 1,75 km, kondisi kapal total black out dan berlayar dengan
formasi 18 (Kiellinie/bergerak secara berurutan). Kapal yang berada dalam posisi
depan adalah RI-Harimau, RI-Macan Tutul ditengah dan RI-Macan Kumbang
paling belakang.32
Ketiga MTB dengan haluan 000 derajat dan formasi 18 serentak
meninggalkan RV-III tepat pukul 24.00. RI-Macan Tutul yang berada posisi
belakang bertugas sebagai KJO (Kapal Jaga Operasi). Komando Sudomo melalu
walky talky mengarahkan iring-iringan konvoi menuju 059 derajat, dengan tujuan
memotong jalur agar dapat mencapai Vlakke Hoek secara cepat. Konvoi STC-9
saat memasuki Laut Arafuru tidak menyadari sejak pukul 20.25 WIT telah
terdeteksi dari udara oleh Letnan H. Moekardanoe yang sedang berpatroli dengan
pesawat Neptune. Letnan H. Maoekardanoe merupakan keturunan Indonesia
kemudian menjadi warga negara Belanda dan masuk dalam dinas militer
32 Ibid. keterangan lihat juga majalah Angkasa. The Deadliest Fast AttackCraft–Kapal-kapal Cepat nan Mematikan, Edisi Koleksi no XLIII. (Jakarta: PT.Gramedia, 2007), hlm 51.
47
Koninklijke Marine (KM), Angkatan Laut Belanda.33 Mengetahui adanya
pergerakan musuh diperairan yang dikuasai Belanda, Letnan H. Maoekardanoe
melapor kepada dua kapal fregat Hr. Ms. Eversteen dan destroyer (Province
Class) Hr. Ms. Kortenaer yang sedang berpatroli di perairan setempat.
Kedatangan kapal Belanda kelas fregat dan destroyer jelas bukan tandingan
kapal-kapal MBT Indonesia. Kapal fregat dan destroyer Belanda telah
dipersenjatai 4 meriam kaliber 4,7 inci (12 cm), 4 meriam kaliber 40 mm
keduanya untuk sasaran laut sedang untuk udara 6 meriam anti udara kaliber 12,7
mm dan 8 laras terpedo, sedangkan MBT Indonesia hanya memiliki meriam
kaliber 40 mm dan 12,7 mm untuk menangkis udara.
Gambar. 6
Peta Pertempuran Laut Arafuru versi Kapten Sidhoparomo, Komandankapal RI Macan Kumbang.
Sumber: Laksamana Sudomo, Mengatasi Gelombang Kehidupan
33 Julius Poor., op.cit., hlm. 96.
48
Berikut rincian kronologi pertempuran RI-Macan Tutul, RI-Macan
Kumbang dan RI-Harimau di Laut Arafuru :
a. Pukul 21.45 WIT : Terjadi serangan udara pertama yang dilakukan pesawat
Neptune Belanda kepada STC-9. Serangan udara pertama ini gagal karena
peluru flare (roket suar) yang ditembakan tidak menyala, sehingga roket tidak
jadi ditembakkan karena keadaan yang gelap. Pada waktu yang sama, RI-
Macan Kumbang melaporkan bahwa radar RI-Macan Kumbang mendeteksi
adanya 2 echo pada baringan 070 derajat, dalam jarak sekitar 9 mil.
b. Pukul 21.50 WIT : Komando STC-9, Sudomo memerintahkan misi dibatalkan
dan kepada ketiga MBT untuk putar haluan menuju kearah 239 derajat dan
segera menghindar dari kejaran kapal-kapal Belanda. RI-Harimau dengan
kecepatan tinggi melampaui RI-Macan Kumbang dari lambung sebelah kiri,
sedang RI-Macan Tutul mengambil haluan 329 derajat dengan mengarah ke
posisi Hr. Ms. Eversten.
c. Pukul 22.02 WIT : Pesawat Neptune Belanda kembali melakukan penembakan
untuk kedua kalinya. Peluru suar berhasil menerangi posisi ketiga MBT
Indonesia, namun tembakan roket yang diarahkan gagal mengenai sasaran.
d. Pukul 22.05 WIT : RI-Macan Kumbang membalas serangan udara pesawat
Neptune dengan menggunakan dua senjata penangkis udara 40 mm dan dua
senapan mesin 12,7 mm.
e. Pukul 22.07 WIT : Hs. Mr. Eversten pertama kalinya melakukan penembakan
dengan meriam kaliber 12 cm kearah RI-Macan Tutul karena diduga hendak
49
menembakan serangan terpedo kearahnya, namun tembakan Hs. Mr. Eversten
tersebut belum mengenai sasaran.
f. Pukul 22.08 WIT : RI-Macan Tutul membalas serangan Hs. Mr. Eversten
dengan senjata penangkis udara 40 mm dan senapan mesin 12,7 mm.
Komodor Yos Sudarso melalui radio mengirimkan pesan tempur dengan
seruan ”Kobarkan semangat pertempuran”.
g. Pukul 22.10 WIT : Tembakan Hs. Mr. Eversten berhasil mengenai buritan RI-
Macan Tutul. RI-Macan Tutul setelah mengalami tembakan memutar haluan
kearah 239 derajat. Manuver RI-Macan Tutul tersebut diikuti Hs. Mr.
Eversten dengan tembakan-tembakan dari meriam kaliber 12 cm. Bersamaan
dengan itu, Hr. Ms. Kortenaer melakukan pengejaran kepada RI-Macan
Kumbang diiringi dengan tembakan peluru meriam kaliber 12 cm. Pengejaran
dilakukan hingga pukul 23.45 WIT. RI-Macan Kumbang berhasil meloloskan
diri dari kejaran Hr. Ms. Kortenaer.
h. Pukul 22.30 WIT : Kedua kalinya RI-Macan Tutul terkena tembakan tepat
ditengah kapal dari meriam utama 12 cm milik Hs. Mr. Eversten. Tembakan
tersebut belum sepenuhnya menghentikan laju RI-Macan Tutul.
i. Pukul 22.35 WIT : Tembakan Hs. Mr. Eversten berhasil mengenai anjungan
RI-Macan Tutul. Tembakan tersebut berhasil menghentikan laju kapal.
j. Pukul 22.50 WIT : RI-Macan Tutul tenggelam setelah tiga kali mendapat
tembakan dari Hs. Mr. Eversten. Tercatat dari 75 awak kapal RI-Macan Tutul,
yang gugur berjumlah 25 orang (termasuk didalamnya Laksamanan Muda Yos
Sudarso), sedang yang selamat berjumlah 45 orang.
50
k. Pukul 22.45 WIT : Hs. Mr. Eversten melakukan pengejaran diiringi
penembakan kearah RI-Harimau hinggal Pukul 23.45 WIT. RI-Harimau
Berhasil lolos.34
Tenggelamnya RI-Macan Tutul, menimbulkan dampak besar di dunia
internasional. Schuurman, Kepala Misi tetap pemerintah Belanda di PBB, pasca
insiden Arafuru mencoba mengambil keuntungan politis dari kejadian tersebut
dengan langsung menyampaikan kepada pejabat Sekretaris Jenderal PBB U
Thant, dengan laporan ”The MTB’s then opened fire on the aeroplane where upon
HMS Eversten answered the fire at 10.15. HMS Kortenaer joined the firing...”.
Tidak cukup sampai disitu, Belanda juga melengkapi dengan ”tuduhan” bahwa
ketiga MTB Indonesia telah melanggar teritorial laut mereka, ”.... at 10.08 PM, a
visual obeservation from the aeropalne indicated 3 MTB’s at distance of 12 miles
from the coast close to Vlakke Hoek.”35 Tertangkapnya awak kapal RI-Macan
Tutul dengan jumlah dua kali lebih besar dari jumlah normal awak kapal MTB
(jumlah normal awak kapal MTB adalah 20-30 orang) namun kenyataannya MTB
Indonesia mengangkut 70-90 orang, hal itu dipandang Belanda sebagai usaha
Indonesia melakukan pendaratan ke Irian Barat.
Letnan Kolonel Sudomo membantah tuduhan tersebut, menurutnya
Belanda pukul 21.45 telah menjatuhkan flare meskipun tidak menyala. Serangan
diulangi kembali pada pukul 22.02 dengan menembakan flare untuk kedua
kalinya diiringi tembakan senapan mesin dan roket. Letnan kolonel Sudomo
34 Ibid., hlm. 96-99.
35 Ibid., hlm. 101.
51
menyimpulkan bahwa Belanda sendiri yang telah melanggar dan memasuki
perairan Indonesia karena bergerak diluar batas 12 mil perairan teritorial mereka.
Sejalan dengan teori militer mengenai operasi amfibi dan infiltrasi yang
berbunyi:
Amphibious Warfare: military operations characterized by attackslaunched from sea by naval and landing forces against hostile shores. Theprincipal form is the amphibious assault, which may be conducted for anyof several purposes: as a prelude to further combat operations ashore, toseize a site required as an advanced naval or air base, or to deny the useof the site or arena to the enemy. (Micropaedia Britannica, 15th Edition,1990).36
Teori militer tersebut menjelaskan mengenai bagaimana dalam operasi
amfibi dan infiltrasi, bantuan udara dalam bentuk penerbangan pengintaian
(reconnaisson) dan bantuan tembakan udara menjadi unsur yang harus
dipertimbangkan sebagai upaya memasuki daerah musuh melalui pantai.
Keberadaan pesawat khusus untuk maritime patrol seperti pesawat Neptune-
Belanda bagi AURI diharapkan sebagai penyeimbang dalam pertempuran udara
ketika diadakan operasi infiltrasi seperti misi yang di emban STC-I sehingga
kejadian di laut Arafuru dapat dicegah. Peristiwa Arafuru secara misi awal gagal
mendaratkan infiltran di wilayah Irian Barat, namun disisi lain berhasil memicu
proses operasi militer. Hal itu menunjukan bagaimana peristiwa Arafuru menjadi
jalan menuju kearah konfrontasi terbuka antara Indonesia dengan Belanda. Proses
operasi militer tersebut melahirkan sebuah Komando Mandala yang bertugas
khusus membebaskan Irian Barat.
36 Majalah Angkasa. Operasi Amfibi–Seluk Beluk Pendaratan Ke PantaiMusuh. Edisi Koleksi no XXVIII. (Jakarta: PT. Gramedia), hlm. 7.
52
C. Unsur-unsur Militer dan Dasar-dasar Pertahanan Belanda di IrianBarat
Pemerintah Belanda dengan Pemerintah Indonesia setelah kegagalannya
dalam diplomasi membuat penyelesaian masalah Irian Barat menuju kearah
confrontation. Pemerintah Belanda kemudian mengambil inisiatif memperkuat
armada militernya di Irian Barat. Unsur-unsur militer Belanda mengalami
peningkatan dan perkembangan sejalan dengan sikap pemerintah Indonesia yang
terus berupaya membebaskan Irian Barat. Memasuki tahun 1950, unsur-unsur
pertahanan Belanda di Irian Barat seluruhnya terdiri dari: Koninklijke Marine
(KM), Corps Mariniers (CM) dan Militaire Luchtvaart Dienst (MLD).
Pemerintah Belanda berangsur-angsur kembali memperbesar kekuatan
armada militernya pasca Indonesia mengambil tindakan-tindakan confrontation
seperti dengan sepihak membatalkan hubungan Uni Indonesia-Belanda kemudian
pembentukan Propinsi Irian Barat pada tanggal 17 Agustus 1956 dan sikap
Presiden Soekarno yang mengeluarkan Undang-Undang No.86 Tahun 1958
tentang nasionalisasi perusahaan Belanda di Indonesia. Kekuatan militer Belanda
yang dikirim untuk memperkuat Irian Barat terdiri dari kesatuan-kesatuan
Koninklijke Landmacht (KL-Angkatan Darat Belanda) dan Militaire Luchtvaart
(ML-Angkatan Udara Belanda).37
Komando Tertinggi seluruh Angkatan Perang Belanda yang berada di Irian
Barat sebelumnya dijabat oleh Laksamana Muda P.J. Platerink kemudian
37 Dinas Sejarah TNI AD., Sejarah TNI-AD 1945-1973 Jilid 3, (Jakarta,1985), hlm. 116.
53
diserahkanterimakan kepada Laksamana Muda L.E. Reesers pada bulan Agustus
1961. Komando tertinggi ini membawahi satuan-satuan Komando Angkatan Darat
dan Angkatan Luat Belanda yang berada di Irian Barat. Sedangkan satuan
Komando Angkatan Udara dipegang langsung oleh Komando Tertinggi, Markas
Besar Umum (Algemene Hoofdkwartier) Angkatan Perang Belanda di Irian yang
berbasis di Hollandia sebagai pusat pemerintahan. Markas Besar Operasionil
(Operationeel Hoofdkrawtier) berbasis di Biak yang juga menjadi tempat
kedudukan Komando dari ketiga Angkatan Perang.38
Gambar. 7
Parade Marinir Belanda untuk menunjukan kesiapan tempur. Tampakpasukan Marinir Belanda (memegang UZI) dan Korps Papua (memegang Mauser
Jerman) yang terdiri dari penduduk asli Irian Barat.Sumber: Angkasa Edisi Koleksi
38 Ibid.
54
1. Unsur-unsur Kekuatan Militer Belanda di Irian Barat
a. Kekuatan Angkatan Bersenjata Belanda
Kekuatan Angkatan Bersenjata Belanda pada akhir tahun 1961, menurut
GKS (Gabungan Komando Staf) Indonesia sesuai instruksi Panglima Tertinggi
(ABRI diperkirakan sebagai berikut:
1) Angkatan Darat Belanda- Koninklijke Landmacht (KL) terdiri :
- 1 Berigade Infanteri berasal dari Resimen Infanteri “Oranje”
Gelderland dengan 3 batalyon.
- 1 Detasemen Penangkis Serangan Udara kurang lebih 500 orang.
- Brigade Papua yang diperkirakan sampai akhir tahun 1961 baru
terbentuk 1 batalyon.
2) Angkatan Laut Belanda- Koninklijke Marine (KM) terdiri:
- Kekuatan Maritim berupa: 1 kapal perusak, 3 kapal perusak, 10
LST (Landing Ship Tank), 2 kapal survey yang dipersiapkan untuk
pertahanan umum.
- Corps Mariniers (CM) berupa: 1 brigade terdiri dari 3 batalyon
- Militaire Luchtvaart Dienst (MLD) yan berupa: 1 skwadron
pesawat penempur buru Firelly, 1 Flight dari 3 pesawat Catalina
(Amfibi), ½ skwadron pesawat intai Martin Mariner, 1 unit dari 2
pesawat pembom anti kapal selam Neptune (yang kemudian akan
ditambah 6 buah).
55
3) Angkatan Udara Belanda-Militaire Luchtvaart (ML) terdiri dari:
- 1 skwadron pesawat buru sergap Hawker Hunter MK VI dengan 6
pesawat yang sudah siap tugas operasi.
- 1 flight pesawat helikopter intai.
- ½ skwadron pesawat angkut Dakota.
4) Kepolisian Belanda terdiri dari :
- Algemene Politie, jumlah kekuatannya diperkirakan sebanyak
1.700 orang. Pos-pos detasemennya terdapat di tempat-tempat
tingkat kecamatan (onderdistrict).
- Mobiele Politie, dibentuk dalam regu-regu dengan susunan tempur
infanteri. Tugasnya di daerah-daerah yang tidak atau belum aman
seperti di daerah Vogelkop, kepulauan Raja Ampat dan di pantai
selatan.39
2. Dasar-dasar Pertahanan Belanda di Irian Barat
a. Kondisi Geografis Irian Barat Bagi Pertahanan Belanda
Belanda dalam mempertahankan wilayah teritorial kekuasaannya di Irian
Barat menggunakan sistem pertahanan yang dikenal dengan strongpoint.
Strongpoint adalah sebuah titik-titik yang menjadi pusat pertahanan yang tersebar
disepanjang pantai Irian Barat. Strategi tersebut digunakan kerena melihat
keadaan medan di Irian Barat yang sulit dan hampir tidak dapat dilewati melalui
39 Ibid., hlm. 116-117. Keterangan lihat juga A.H. Nasution., op.cit., hlm.75.
56
jalur darat untuk menghubungkan basis-basis kedudukan pertahanan antara satu
dengan yang lain. Masing-masing strongpoint mempunyai tugas pendengaran dan
pengintaian dalam jarak radius tertentu bagi pusat pertahanan yang berada di
belakang. Selain itu, strongpoint bertugas menahan serangan musuh dalam
beberapa waktu agar dapat memberikan waktu yang cukup bagi pengiriman
logistic dan bantuan dari daerah belakang. Bantuan tersebut bisa berupa pasukan
pemukul berupa pasukan dari Angkatan Darat Belanda (KL-Koninklijke
Landmacht) atau Pasukan Korps Komando (CM-Corps Mariniers). Patroli darat
juga didasarkan kepada sistem di atas, sedang mengenai daerah-daerah yang tidak
dikuasai pasukan darat, patroli dilaksanakan melalui laut dan udara.40
Gambar. 8
Peta rute patroli pesawat Dakota (Kaimana-Biak) dan Kapal Hr. Ms.Eversten (Biak-Sorong-Kaimana) untuk mencegah infiltrasi pasukan Indonesia.
Sumber: Angkasa Edisi Koleksi
40 Ibid., hlm. 292.
57
Angkutan bantuan Belanda dilakukan melalui darat, laut dan udara dengan
mempergunakan saluran-saluran dan fasilitas yang ada. Unsur udara dan lapangan
terbang menjadi matarantai distribusi bantuan yang paling penting, hal itu karena
pengangkutan logistic yang paling cepat ialah melalui udara. Di beberapa tempat
disiapkan tempat-tempat pendaratan air, laut dan sungai untuk pesawat-pesawat
amfibi dan kapal-kapal pendarat air. Jaringan jalan darat hanya terdapat di sekitar
Holandia (Jayapura), Biak, Manokwari, Sorong, Kaimana dan Merauke. Jaringan
tersebut terbatas hanya untuk menghubungkan kepentingan-kepentingan
pemerintah setempat dan obyek-obyek ekonomis yang seluruhnya terhitung
kurang lebih 350 km.
b. Pembagian Daerah Pertahanan Belanda di Irian Barat
Meningkatnya aktifitas militer Indonesia didaerah Indonesia Timur,
terutama di daerah Sulawesi dan Kepulauan Maluku membuat Belanda
mempersiapkan kemungkinan penyerangan Indonesia. Belanda memperkirakan
bahwa Indonesia akan melakukan serangan dari arah Barat Daya. Untuk
menghadapi upaya tersebut, Belanda membagi daerah pertahanannya menjadi tiga
bagian, antara lain:
1) Garis Pertahanan Pertama
Wilayahnya meliputi sebelah selatan pegunungan yang membujur
sepanjang Irian Barat, termasuk kepulauan yang berada di pantai selatan. Daerah
pertahanan ini berada di bawah tanggung jawab Angkatan Darat Belanda (KL-
Koninklijke Landmacht) yang mempunyai nilai tempur defensive cukup baik.
58
Koninklijke Landmacht dalam pendidikannya dititikberatkan pada pertempuran
melawan pasukan-pasukan pendarat. Teritorial pertahanannya meliputi daerah
Sorong hingga Merauke dengan strongpoint di Sorang, Fak-fak, Kaimana,
Merauke, Tanah Merah dan Misool.
2) Garis Pertahanan kedua
Wilayahnya meliputi daerah sebelah Utara pegunungan dengan kepulauan
yang berada di sekitarnya, tidak termasuk Kepulauan Biak. Strongpoint terdapat
di kota-kota Manokwari, Middelburg dan Holandia. Pasukan Korps Komando
(CM-Corps Mariniers) yang mulai ditarik dari tugas penjagaan pantai selatan
mulai akhir tahun 1960, bertanggung jawab atas daerah pertahanan ini. Mulai saat
itulah secara berangsur-angsur tanggung jawab pertahanan darat diserahkan
kepada Angkatan Darat Belanda (KL-Koninklijke Landmacht). Dengan demikian
Pasukan Korps Komando (CM-Corps Mariniers) berfungsi sebagai pasukan
cadangan strategis.
3) Garis Pertahanan ketiga
Wilayahnya meliputi daerah kepulauan Biak. Daerah ini merupakan pusat
pertahanan dan logistic Belanda di Irian Barat yang mengatur penyaluran bantuan
untuk daerah-daerah strongpoint yang membutuhkan. Daerah pertahanan terakhir
ini juga menjadi tanggungjawab Pasukan Korps Komando (CM-Corps
Mariniers). Mereka (CM) merupakan kesatuan militer Belanda yang telah
memenuhi syarat-syarat yang diperlukan bagi suatu kesatuan modern dengan unit
59
kapal-kapal perangnya. Peralatan dan perlengkapannya telah disesuaikan dengan
tugas-tugas operasi di Eropa dalam hubungan NATO.41
Pembagian tiga daerah pertahanan tersebut dapat disimpulkan bahwa pusat
dari keseluruhan kekuatan pertahanan Belanda termasuk cadangan strategisnya
semua berada di Biak. Namun, komando pertahanan keseluruhannya dikendalikan
dari Holandia yang dipegang langsung oleh Angkatan Laut Belanda- Koninklijke
Marine (KM), mengingat menonjolnya aspek maritim. Berdasarkan informasi
yang ada dalam GKS (Gabungan Komando Staf) menunjukan bahwa Belanda
melakukan penempatan warning system yang diatur dengan formasi pembagian
kerja sebagai berikut:
a) Pesawat terbang Neptune (P2V7) bertugas mengadakan patroli di
sepanjang pantai dengan berpangkalan di Sorong, Kaimana dan Biak.
b) Kapal-kapal fregat, perusak dan kapal selam bertugas diperairan pantai
utara dengan pangkalannya di Biak agar sewaktu-waktu dapat
membantu patroli pesawat Neptune.
c) Kapal fregat, perusak dan kapal selam bertugas di perairan pantai barat
dan selatan, berpangkalan di Sorong atau Kaimana. Sewaktu-waktu
membantu pesawat Neptune berpatroli.
d) Pesawat terbang jenis Hawker Hunter berkedudukan di Biak sebagai
kesatuan buru-sergap.
e) Penempatan stasiun-stasiun radar di berbagai tempat (salah satunya
Pulau Noomfoor) yang dilalui oleh kapal-kapal atau pesawat-pesawat
41 Ibid., hlm. 292-293.
60
udara. Jarak radar dari daratan diperpanjang dengan radar patroli
pesawat Neptune, kapal fregat dan kapal perusak.42 Lapangan
pencarian sasaran ditujukan ke pulau-pulau Morotai dan Jailolo di
Halmahera Utara yang oleh Belanda diperkirakan sebagai pangkalan
Indonesia.
Sistem jaringan logistic Belanda meliputi daerah Holandia, Sorong dan
Biak yang merupakan suplai depot utama penyaluran logistic. Selain itu, Biak dan
Sorong juga menjadi pangkalan-pangkalan operasi Angkatan Laut Belanda-
Koninklijke Marine (KM) dan Angkatan Udara Belanda-Militaire Luchtvaart
(ML). Sedangkan Manokwari dijadikan pangkalan untuk reparasi kapal-kapal
Angkatan Laut Belanda-Koninklijke Marine (KM) Belanda. Pendistribusian
perlengkapan militer yang didatangkan dari Negeri Belanda menjadi masalah
tersendiri bagi pemerintah militer Belanda di Irian Barat. Garis logistic antara
negeri Belanda ke Irian Barat memerlukan waktu 1 bulan perjalanan laut karena
Belanda melalui Tanjung Harapan tidak melalui terusan Suez, Mesir karena
negara-negara Timur-Tengah memiliki hubungan baik dengan Indonesia. Selain
itu, perbandingan volume angkut yang dibutuhkan dengan ruangan yang tersedia
pada transport laut maupun udara yang terbatas menjadi kelemahan militer
Belanda, namun tidak menutup kemungkinan Belanda akan meminjam kepulauan
Cocos; Christmas, Singapura dan fasilitas-fasilitas penerbangan di Kalimantan
Utara serta Philipina (Pangkalan Amerika) untuk keperluang perbekalan dan
perawatan alat-alat perangnya dalam kegiatan penyerangan ke wilayah pusat
42 Ibid., hlm. 294.
61
pertahanan Indonesia. Campur tangan beberapa negara yang menyokong Belanda
dengan kemungkinan pengiriman korps sukarela dari Australia dan keberadaan
posisi armada ke-VII Amerika Serikat menjadi keunggulan Belanda jika terlibat
perang terbuka dengan Indonesia.