BAB II LANDASAN TEORITIK - etheses.iainkediri.ac.id
Transcript of BAB II LANDASAN TEORITIK - etheses.iainkediri.ac.id
22
BAB II
LANDASAN TEORITIK
A. Eskatologi Islam
1. Pengertian Eskatologi.
Kata eskatologi atau eschatology berasal dari bahasa yunani yakni
eschatos yang memiliki arti yang terakhir, yang terjauh,yang paling luar,
masa terakhir, dan logos yang artinya kajian atau studi tentang.
Sedangkan eskatologis adalah studi tentang kepercayaan yang dikaitkan
dengan peristiwa-peristiwa akhir atau final seperti kematian, hari
pengadilan, hari kiamat, saat terakhir sejarah, surga dan neraka, serta
hubungan manusia dengan hal tersebut.1
Kemudian definisi eskatologis menurut para filosof adalah sebuah
doktrin tentang akhir, yang membahas tentang keyakinan yang
berhubungan dengan kejadian-kejadian akhir hidup manusia seperti
kematian, hari kiamat, berakhirnya dunia, kebangkitan–kembali,
pengadilan akhir, surga dan neraka dan lain sebagainya.2 Dari berbagai
pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa eskatologi adalah
1Tim Penulis Rosda, Kamus Filsafat (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1995), 98. Baca juga Eva,
Ensiklopedi Oxford Dunia Islam Moderen terj. The Oxford Encyclopedia Of The Modern Islamic
Word (Bandung: Mizan, 2001), 19. 2 Sibawaihi, Eskatologi Al Gazali dan Fazlur Rahman; Studi Komparatif Epistemologi Klasik –
Kontemporer (Yogyakarta: Islamika, 2004), 13.
22
23
ajaran keyakinan atau kepercayaan manusia terhadap hari akhir,
sedangkan eskatologis adalah hal-hal yang berkaitan dengan skatologi.
Ajaran dan faham eskatologi telah diajarkan dan diperkenalkan
oleh hampir semua agama sebagai doktrin hari akhir dan merupakan
bagian dari ajaran teologi suatu agama3. Sedangkan dalam Agama Islam
sendiri konsep eskatologi telah diajarkan dan diperkenalkan sebagai
awal pondasi agama yakni berupa iman.
Konsep iman dalam Islam telah termuat dalam dasar rukun iman,
yakni iman kepada hari akhir. Hal ini mengindikasikan bahwa hari
akhir, hal-hal yang menyangkut akhirat, surga, neraka merupakan hal
pokok yang harus diimani oleh setiap muslim. Karenannya mengingkari
adanya eskatologi atau hari akhir berarti tidak mengimani sepenuhnya
dari konsep dasar rukun iman. Salah satu ayat yang menerangkan rukun
iman terdapat dalam al-Qur’an surah al-Baqarah (2): 177
من آمن ليس البر أن تـولوا وجوهكم قربل المشررقر والمغرربر ولـكرن البررر والملآئركةر والكرتابر والنبريرين وآتى المال على حبرهر ذوري واليـومر الآخر للهر بر
وابن السبريلر والسآئرلرين وفر الررقابر وأقام الصلاة القرب واليـتامى والمساكرين ين م إرذا عاهدوا والصابرررين فر البأساء والضراء وحر وآتى الزكاة والموفون برعهدرهر
ون البأسر أولـئرك الذرين صدقوا وأولـئرك هم المتـق
Artinya: Kebajikan itu bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah
timur dan ke barat, tetapi kebajikan itu ialah (kebajikan) orang yang
beriman kepada Allah, hari akhir, malaikat-malaikat, kitab-kitab, dan
nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabat,
anak yatim, orang-orang miskin, orang-orang yang dalam perjalanan
3Menurut mistisme, eskatologi juga digambarkan sebagai faham realistas masa depan dan proses
penyatuan dengan Tuhan. Sedangkan dalam Kristen eskatologi digambarkan sebagai konsep-
konsep yang terkait dengan era mesianik atau mesias, hari akhir dan akhir zaman.
24
(musafir), peminta-minta, dan untuk memerdekakan hamba sahaya,
yang melaksanakan shalat dan menunaikan zakat, orang-orang yang
menepati janji apabila berjanji, dan orang yang sabar dalam
kemelaratan, penderitaan dan pada masa peperangan. Mereka itulah
orang-orang yang benar, dan mereka itulah orang-orang yang
bertakwa.
Selain itu rukun iman juga disampaikan Rasulullah SAW. dalam
hadisnya. Seperti hadis dalam S{ah{i>h{ Bukha>riy.
يم أخبن أبو حيان التـيمري عن ثـنا إرساعريل بن إربـراهر د قال حد ثـنا مسد حد صلى الل عليهر وسلم بررزا يـوما لرلناسر أبر زرعة عن أبر هريـرة قالكان النبر
بريل للر وملائركترهر وكتبرهر فأته جر يمان أن تـؤمرن بر يمان قال الر فـقال ما الرسلام أن تـعبد الل ول سلام قال الر لبـعثر قال ما الر وبرلرقائرهر ورسلرهر وتـؤمرن بر
ئا وتقريم الصلاة و تـؤدري الزكاة المفروضة وتصوم رمضان قال ما تشررك برهر شيـحسان قال أن تـعبد الل كأنك تـراه فإرن ل تكن تـراه فإرنه يـراك قال مت الر
علم مرن السائرلر وسأ ها بر ك عن أشراطرها إرذا الساعة قال ما المسئول عنـ خبربرلر البـهم فر البـنـيانر فر خس ل ا وإرذا تطاول رعاة الر ولدت المة رب صلى الل عليهر وسلم} إرن الل عرنده عرلم يـعلمهن إرل الل ث تلا النبربريل جاء يـعلرم ئا فـقال هذا جر الساعةر {الآية ث أدبـر فـقال ردوه فـلم يـروا شيـ
يمانر الناس درينـهمقال أبو عبد اللر جعل ذلرك كله مرن الرArtinya: Telah menceritakan kepada kami Musaddad berkata, Telah
menceritakan kepada kami Isma>'il b. Ibra>hi>m telah
mengabarkan kepada kami Abu H}ayya>n At Taimi dari Abu Zur'ah
dari Abu Hurairah berkata; bahwa Nabi s}allallahu 'alaihi
wasallam pada suatu hari muncul kepada para sahabat, lalu datang
Malaikat Jibril 'Alaihis Salam yang kemudian bertanya: "Apakah
iman itu?" Nabi shallallahu 'alaihi wasallam menjawab: "Iman
adalah kamu beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-
kitab-Nya, pertemuan dengan-Nya, Rasul-Rasul-Nya, dan kamu
beriman kepada hari berbangkit". (Jibril 'Alaihis salam) berkata:
"Apakah Islam itu?" Jawab Nabi shallallahu 'alaihi wasallam:
"Islam adalah kamu menyembah Allah dan tidak menyekutukannya
dengan suatu apapun, kamu dirikan shalat, kamu tunaikan zakat
25
yang diwajibkan, dan berpuasa di bulan Ramadlan". (Jibril 'Alaihis
salam) berkata: "Apakah ihsan itu?" Nabi s}allallahu 'alaihi
wasallam menjawab: "Kamu menyembah Allah seolah-olah
melihat-Nya dan bila kamu tidak melihat-Nya sesungguhnya Dia
melihatmu". (Jibril 'Alaihis salam) berkata lagi: "Kapan terjadinya
hari kiamat?" Nabi shallallahu 'alaihi wasallam menjawab: "Yang
ditanya tentang itu tidak lebih tahu dari yang bertanya. Tapi aku
akan terangkan tanda-tandanya; (yaitu); jika seorang budak telah
melahirkan tuannya, jika para penggembala unta yang berkulit
hitam berlomba-lomba membangun gedung-gedung selama lima
masa, yang tidak diketahui lamanya kecuali oleh Allah". Kemudian
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam membaca: "Sesungguhnya hanya
pada Allah pengetahuan tentang hari kiamat" (QS. Luqman: 34).
Setelah itu Jibril 'Alaihis salam pergi, kemudian Nabi s}allallahu
'alaihi wasallam berkata; "hadapkan dia ke sini." Tetapi para sahabat
tidak melihat sesuatupun, maka Nabi bersabda; "Dia adalah
Malaikat Jibril datang kepada manusia untuk mengajarkan agama
mereka." Abu Abd. Allah berkata: "Semua hal yang diterangkan
Beliau shallallahu 'alaihi wasallam dijadikan sebagai iman.4
Selain sebagai aqidah umat islam, iman kepada hari akhir juga memiliki
peran sebagai pengingat bahwa hidup di dunia tidaklah kekal selama-
lamanya, karena semua makhluk akan kembali pada Zat tunggal yakni
Allah SWT. Setiap individu akan dimintai pertanggungjawaban atas segala
tindakan selama di dunia baik yang berkenaan dengan benar, salah, dan
baik, buruk. Selain itu mengingat hari akhir akan memberikan renungan
manusia tentang keadaan dan kondisinya ketika diakhirat kelak, serta
saling berlomba-lomba melakukan kebaikan sebagai persiapannya dalam
menghadapi hari akhir.
Pembahasan mengenai eskatologi atau hari akhir merupakan
bagian dari tema-tema futuristik yang terdapat dalam al-Qur’an dan hadis.
Sebagai tema-tema eskatologi kemampuan akal hanya berkisar pada
4Imam Bukha>riy, Shah{i>h{ Bukha>riy, Kitab Iman, Bab Pertanyaan malaikat Jibril kepada Nabi
Shallallahu 'alaihi wa salam tentang iman, Islam, Ihsan dan pengetahuan akan hari qiyamat (CD
Room Lidwa Pustaka I-Software Sembilan Imam), Hadis : 48.
26
penerimaan dan penolakan, 5 karena eskatologi bersifat futuristik yaitu
kejadian masa depan yang belum dialami hingga saat ini.
Namun keberadaan kajian mengenai eskatologi telah ada dan
berkembang hingga saat ini, sehingga perkembangan ilmu tentang
eskatologi menjadi wacana tersendiri bagi para pemikir islam. 6 Para
ilmuan islam memiliki konsep-konsep yang berbeda mengenai penjelasan
eskatologi, namun para ilmuan islam secara global tetap berpegang pada
koridor dan pakem-pakem dalam agama Islam. Berikut pandangan
beberapa tokoh mengenai eskatologi.
Menurut Fazlur Rahman pembahasan mengenai ilmu eskatologis
banyak ditemukan pada tema-tema dalam al-Qur’an, sehingga tidak ada
pengelompokan-pengelompokan atau pengkotak-kotak dalam ayat al-
Qur’an, maksudnya Fazlur rahman tidak setuju adanya pembedaan
mengenai imu-ilmu agama atau ilmu non agama, ilmu syari’ah atau non
syariah.7
Menurutnya semua ilmu harus dipelajari secara mendalam
karenaya pengkotak-kotakan ilmu akan mematikan ilmu dan pemikiran
dalam Islam. menurutnya semua ilmu itu baik karena ilmu yang buruk
adalah lmu yang disalahgunakan. Sehingga pembahasan agama tidak boleh
5Redaksi yang lemah dapat ditolak dengan redaksi yang agung atau sumber utama hukum islam
yakni al-Qur’an dan Hadis. Seperti halnya hadis yang berstatus hasan gharib dapat ditolak
menggunakan hadis yang bertema sama dan berstatus masyur ataupun dengan jaran-ajaran dalam
al-Qur’an. Baca Muh. Zuhri, Telaah Matan Hadis Sebuah Tawaran Metodologis
(Jogjakarta:Lesfi,2003), 50-51. 6Sibawaihi, Eskatologi Al Gazali dan Fazlur Rahman; Studi Komparatif Epistemologi Klasik –
Kontemporer (Yogyakarta: Islamika, 2004), 3. 7Sibawaihi, Eskatologi Al Gazali dan Fazlur Rahman; Studi Komparatif Epistemologi Klasik –
Kontemporer (Yogyakarta: Islamika, 2004), 75.
27
berkisyar syariah saja, pembahasan mengenai eskatologi jauh lebih
memberi makna dalam kehidupan dan landasan paling kokoh dalam
bertingkah laku.
Hal yang mendasari dari konsep berfikir Fazlur Rahman terletak
pada nilai-nilai moral pada manusia. Salah satu contoh pemikiran Fazlur
Rahman mengenai surga dan neraka adalah disebabkan oleh moral dan
keadilan sebagai konstitusi nyata yang berlandaskan al-Qur’an untuk
menilai perbuatan manusia, sementara keadilan tidak dapat dijamin
didunia. Pendapat Fazlur Rahman ini mengindikasikan bahwa moralitas
dari seluruh tindakan manusia merupakan dasar dari adanya surga dan
neraka.8
Sedangkan Mulla Shadra menggunakan rasionalitas dalam
memaknai peristiwa kebangkitan dan pengumpulan sebagai wujud dan
hasil dari kehidupan di dunia, sehingga manusia melakukan proses
penyempurnaan untuk dapat meningkatkan kuwalias dirinya. 9 Berbeda
dengan hal itu ciri khas dari pola pikir Ibn Rusyd dalam eskatologi adalah
rasional ilmiah, 10 sehingga beliau mencoba memadukan antara
pengetahuan dengan akal. Salah satu contoh pemikirannya adalah
mengenai hari kebangkitan, pada hari itu rukhanilah yang dibangkitkan
8Sibawaihi, Eskatologi Al Gazali dan Fazlur Rahman; Studi Komparatif Epistemologi Klasik –
Kontemporer (Yogyakarta: Islamika, 2004),131-132. 9 Kholid Al-Walid, Perjalanan Jiwa Menuju Akhirat: Filsafat Eskatologi Mulla Shadra (Jakarta:
Sadra Press, 2012), 184-185. 10 Muhammad Iqbal, Ibn Rusyd dan Averroisme: Sebuah Pemberontakan Terhadap Agama
(Jakarta: Gaya Media Pratama, 2004), 96.
28
karena jasad manusia tidak dapat merasakan kenikmatan surga atau
kesakitan dineraka, karena surga dan neraka tidak bersifat jasmaniah.11
Terakhir menurut al-Gaza>li ilmu eskatologis merupakan bagian
dari ilmu akhirat yakni ilmu-ilmu syariah yang secara garis besar adanya
kehati-hatian agar tidak terjadi kesalahan dalam memahaminya.12 Seperti
penjelasan al-Ghaza>li mengenai doktrin syafa’at bahwa seseorang yang
masuk nerakapun akan dislamatkan oleh Syafaat selama ia memiliki
Tauhid13, sehingga pandangan al-Ghazali mengenai eskatologi dilihat dari
sisi teologis dan mengimaninya sebagai bentuk dasar dari akidah Islam.
2. Prinsip - prinsip Eskatologi Islam
a. Peristiwa Kematian
Kematian adalah proses alamiah setiap makhluk hidup,
setiap makhluk hidup yang diciptakan pasti mengalami
kematian (akhir hidup). Seperti halnya makhluk hidup lain,
manusia juga mengalami kematian. Kematian adalah proses
berpisahnya ruh dari jasadnya, dan ruh akan melanjutan
perjalanan spiritualnya menuju alam yang berikutnya.
Menurut al-Ghaza>li (w 1111 M/505 H) kematian
manusia adalah bentuk dari kiamat kecil, sedangkan menurut
Mulla Shadra kematian adalah proses gradasi wujud dari level
11Kamil Muhammad Uwaidah, Ibn Rusyd Filosof Muslim Dari Andalusia, Kehidupan, Karya, Dan
Pemikirannya (Jakarta: Rio Cipta), 58-59. 12 Ibid, 75. 13 Sibawaihi, Eskatologi Al Gazali dan Fazlur Rahman; Studi Komparatif Epistemologi Klasik –
Kontemporer (Yogyakarta: Islamika, 2004), 185-186
29
wujud yang rendah (duniawi), menuju level yang lebih tinggi,
menurutnya kematian tidaklah melenyapkan kehidupan tetapi
proses menuju keidupan selanjutnya.14
b. Peristiwa Alam Barzah
Doktrin mengenai alam barzah adalah doktrin eskatologi
yang dianut dalam Islam, sedangkan dalam agama lain yakni
Zoroasterianisme (majusi) juga meyakini adanya alam
pemisah antara kehidupan dunia, dengan masa kebangkitan
kelak. Menurut pandangan al-Ghaza>li (w 1111 M/505 H)
dalam alam barzah manusia telah ditampakkan dan dibalas
atas dosa atau pahala ketika di dunia. Kemudian mayit yang
meninggal meninggalkan unsur-unsur jasmani yang nantinya
akan merasakan kenikmatan bila ia melakukan amal yang baik,
begitu pula sebaliknya.
Kondisi manusia ketika di alam barzah memiliki empat
perbedaan menurut al-Gaza>li (w 1111 M/505 H) yaitu:
pertama, keadaan seseorang yang duduk diatas tumitnya
sampai matanya hancur berantakan, kondisi tubuhnya menjadi
bengkak dan kembali ketanah. Kedua, keadaan seseorang yang
merasa kantuk hingga tidak mengetahui dan merasakan segala
hal sampai waktu peniupan terompet pertama. Ketiga, ketika
14Kholid Al-Walid, Perjalanan Jiwa Menuju Akhirat: Filsafat Eskatologi Mulla Shadra (Jakarta:
Sadra Press, 2012), 169.
30
jasad mayit telah hancur maka ia menuju terompet sangkakala.
Keempat, bagi Nabi dan Rasul dibebaskan ruhnya untuk
berkeliling dimuka bumi.15
Senada dengan hal tersebut Mulla Shadra (w 1640
M/1050 H) menerangkan bahwa kualitas alam barzah berada
di atas kualitas kehidupan dunia. Mulla Shadra (w 1640
M/1050 H) juga merumuskan keadaan manusia di alam barzah
mengalami kenikmatan seperti mendapati beragam hidangan
dalam bentuk yang menyenangkan, namun bila manusia pada
masa hidupnya penuh keburukan, maka ia akan mengalami
berbagai keburukan yang menyiksa dirinya.16
Sedangkan menurut Fazlur Rahman (w 1988 M) alam
barzah merupakan gambaran awal dari segala sesuatu yang
akan datang, sehingga Rahman (w 1988 M) meyakini bahwa
surga dan neraka telah dimulai ketika seseorang berada di
alam kubur.17 Sehingga pandangan ini menolak pendapat al-
Gaza>li (w 1111 M/505 H) yang mengatakan alam barzah
adalah perantara dari dunia menuju alam selanjutnya.
15Sibawaihi, Eskatologi Al Gazali dan Fazlur Rahman; Studi Komparatif Epistemologi Klasik –
Kontemporer (Yogyakarta: Islamika, 2004), 97. 16Kholid Al-Walid, Perjalanan Jiwa Menuju Akhirat: Filsafat Eskatologi Mulla Shadra (Jakarta:
Sadra Press, 2012), 173-174. 17Sibawaihi, Eskatologi Al Gazali dan Fazlur Rahman; Studi Komparatif Epistemologi Klasik –
Kontemporer (Yogyakarta: Islamika, 2004), 99.
31
c. Peristiwa Hari Kiamat
Kiamat merupakan kehancuran alam semesta dan
merupakan akhir dari peradaban, hal ini ditandai dengan
kematian seluruh makhluk dan tidak menyisakan satupun.
Mulla Shadra (w 1640 M/1050 H) membagi pembahasan
tentang kiamat menjadi dua yakni kiamat kecil dan kiamat
besar. Kiamat kecil adalah kematian pada diri manusia,
sedangkan kiamat besar adalah proses terfokusnya orientasi
segala yang rendah kepada yang mahatinggi, segala sesuatu
kepada sumbernya.18
Al-Ghaza>li (w 1111 M/505 H) menerangkan bahwa
setelah manusia dan alam semesta luluh lantah kemudian
ditiuplah terompet yang kedua, dimana semua makhluk hidup
dibangkitkan lagi dan menunggu hari penghitungan amal,
pada saat yang sama para makhluk hidup baru menyadari
kelengahan didunia. Menurut Al-Ghaza>li (w 1111 M/505 H)
bila digambarkan apabila manusia ketika di dunia termasuk
orang yang bermewah-mewah, dan kaya-kaya seperti raja,
maka pada hari itu mereka menjadi yang terhina, terkecil,
terendah diantara yang lainnya. 19
18Kholid Al-Walid, Perjalanan Jiwa Menuju Akhirat: Filsafat Eskatologi Mulla Shadra (Jakarta:
Sadra Press, 2012), 182. 19Sibawaihi, Eskatologi Al Gazali dan Fazlur Rahman; Studi Komparatif Epistemologi Klasik –
Kontemporer (Yogyakarta: Islamika, 2004), 105.
32
Sedangkan menurut Ibn Rusyd (w 1998 M/595 H) masa
kebangkitan ini hanya bersifat rukhaniah, sehingga
kebangkitan ini tidak memerlukan tubuh lagi, karena
kebangkitan rukhani lebih sesuai dengan akal karena akhirat
bersifat ghaib.20
Pada hari perhitungan amal menurut Mulla Shadra (w
1640 M/1050 H) lembaran atau kitab sebenarnya adalah hati
dan ruh manusia. Hati dan ruh adalah substansif jiwa tempat
seluruh aktivitas manusia tercatat.21 Sehingga Mulla Shadra
tidak menjelaskan yang dimaksud dengan perhitungan ialah
perhitungan dengan cara manual, tetapi lebih bersifat simbolik.
d. Makna Surga dan Neraka
Penggambaran surga dan neraka menurut Mulla Shadra
(w 1640 M/1050 H) berkisar pada dua sifat yakni bahagia dan
kehinaan. Surga digambarkan sebagai tempat yang mulia,
menyenangkan jiwa dan pandangan, penghuni di dalamnya
kekal dan abadi. Sedangkan Neraka adalah tempat yang penuh
dengan kehinaan, kederitaa, kesakitan, kelaparan dan
kehausan. Neraka diperuntukkan bagi orang-orang kafir dan
20Kamil Muhammad Uwaidah, Ibn Rusyd: Filosof Muslim dari Andalusia, Kehidupan, Karya dan
Pemikirannya (Jakarta: Riora Cipta, 2001), 58. 21Kholid Al-Walid, Perjalanan Jiwa Menuju Akhirat: Filsafat Eskatologi Mulla Shadra (Jakarta:
Sadra Press, 2012), 210.
33
musyik, sedangkan pengikut ajaran Tauhid yang berdosa akan
keluar darinya dengan kasih saying Allah SWT.22
Sedangkan menurut Fazlur Rahman (w 1988 M)
gambaran mengenai perwujudan surga dan neraka merupakan
doktrin penting dari Hari Akhir. Hal ini disebabkan oleh
beberapa faktor yakni: Pertama, moral dan keadilan yang
berlandaskan al-Qur’an merupakan patokan untuk menilai
perbuatan manusia, yang didunia keadilan tidak dapat dijami.
Kedua, tujuan-tujuan hidup harus djelaskan secara gambling
untuk memperlihatkan apa tujuan manusia diciptakan. Ketiga,
berbagai perdebatan tentang orientasi-orientasi manusia harus
diselesaikan, karena hal tersebut disebabkan oleh kepentingan
diri sendiri, kelompok, bangsa, atau warisan kebudayaan.23
B. Sendawa dan Faktor-Faktor Penyebab Sendawa
Sendawa adalah udara yang keluar dari tenggorokan yang
memenuhi mulut dan berbeda dengan muntah. 24 Menurut Muhammad
Sa}lih} al-Munjab dalam kitabnya silsilah al-ada>b al-islamiah dijelaskan
dalam bab adab bersendawa bahwa, yang dimaksud dengan bersendawa
ialah mengeluarkan suara hasil dari kenyang (kekenyangan), dan yang
22 Ibid, 218. 23Sibawaihi, Eskatologi Al Gazali dan Fazlur Rahman; Studi Komparatif Epistemologi Klasik –
Kontemporer (Yogyakarta: Islamika, 2004), 131-132. 24Mahmud Al-Mihshri, 400 Kesalahan dalam Sholat Terj. Fahrur Mu’is dan Nurul Latifah (Media
Zikir:Solo, 2007), 101
34
disertai dengan bau khas dari perut.25 Sedangkan menurut ilmu kesehatan
sendawa adalah udara yang keluar melalui kerongkongan dan mulut
sebagai hasil dari proses pencernan.26
Ketika seseorang makan dan minum, sebenarnya tidak hanya
makanan dan minuman yang masuk ke dalam tubuh manusia, ketika
makan dan minum udara juga ikut masuk kedalam tubuh seperti gas
nitrogen dan oksigen. sehingga apabila seseorang makan atau minum
dengan jumlah banyak maka banyak pula udara yang masuk kedalam perut,
ketika perut menumpuk udara yang banyak maka secara otomatis akan
dikeluarkan melalui sendawa. Bila tidak dikeluarkan melalui sendawa
kemungkinan lambung akan terasa penuh sehingga menyebabkan mual
dan muntah,27 sehingga mengganggu proses pencernaan.
Ketika proses pencernaan berlangsung perut secara ideal dibagi
menjadi tiga bagian yakni makanan, air dan udara, maka dari itu ketika
udara dalam perut melebihi kapasitasnya maka secara reflek perut akan
mengeluarkan kelebihan-kelebihan udara yang masuk kedalam perus lewat
sendawa. Sendawa merupakan hal yang biasa terjadi pada manusia dan
hewan pada umumnya ketika setelah makan. Dalam hal ini sebagai muslim
harus menjaga adab ketika bersendawa seperti melirihkan suara, dan
menjauhkan muka dari orang lain agar tidak menganggu kenyamanan
25S}olih al-Munjad, silsilah al-ada>b al-islamiah, dari bab adab bersendawa,(CD ROM: al-
Maktabah al-Sha>milah Vol. 3), XIX: 14. 26Putu Oka, Akupuntur dan Minuman Untuk Mengatasi Gangguan Pencernaan (PT Elex Media
Kompetindo: Jakarta, 2001), 65. 27Putu Oka, Akupuntur dan Minuman Untuk Mengatasi Gangguan Pencernaan (PT Elex Media
Kompetindo: Jakarta, 2001), 65.
35
orang yang berada disekitarnya. Bahkan Ima>m Ah}mad menerangkan
bahwa ketika seseorang bersendawa ketika sholat agar mengangkat kepala
agar tidak mengganggu orang lain.28
C. Ma’a>ni al-Hadi<th.
1. Pengertian Ma’a>ni al-Hadi<th.
Secara bahasa ma’ani berasal dari kata ma’na yang berarti
makna, arti, arti atau petunjuk yang dikehendaki suatu lafal.
Sehingga ilmu ma’anil hadis adalah ilmu yang membahas tentang
makna dan maksud lafal hadis Nabi SAW. secara tepat dan benar.
Kemudian secara istilah ilmu ma’anil hadis adalah ilmu yang
membahas tentang metodologi dalam memahami suatu hadis untuk
mendapatkan maksud hadis secara tepat dan proposional.29
Teori Ma’a>ni al-Hadi<th juga dikenal sebagai ilmu fiqhul
hadis atau fahm hadis, 30 dalam memahami makna hadis dapat
menggunakan beberapa pendekatan yakni:
a) Pendekatan kebahasaan. Mayoritas hadis diriwayatkan
dengan makna maka dalam menggunakan pendekatan ini
dapat diterapkan dengan hadis-hadis riwa>yah bi al-Ma’na,
selanjutnya dalam memahami isi hadis juga membutuhkan
28Kumpulan Tanya Jawab Keagamaan (Pustaka Ilmu Sunni Salafiyah: Yogyakarta, 2015), 4725. 29 Abdul Mustaqim, Ilmu Ma’anil Hadits Paradigma Interkoneksi: Berbagai Teori Dan Metode
Memahami Hadits (Yogyakarta: Idea Press, 2008), 11. 30 Abdul Majid Khon, Takhrij Dan Metode Memahami Hadis (Jakarta: Amzah, 2014), 134-144.
36
asbabul wurud hadis untuk menangkap maksud dan hal-hal
yang melatar belakangi munculnya hadis tersebut.
b) Pendekatan dengan menggunakan penalaran induktif.
Pengajian hadis menggunakan penalaran induktif
memposisikan hadis selayaknya teks, sehingga hadis di
analisis bersama teks-teks lain untuk selanjutnya dapat
diambil kesimpulan. Yakni menghadapkan hadis dengan
ayat-ayat al-Qur’an, atau menghadapkan hadis dengan
hadis lain serta meghadapkan hadis dengan ilmu
pengetahuan.31
Sedangkan menurut Musahadi HAM Ilmu ma’anil hadis
memiliki tiga langkah kerja yakni:
1) Kritik Historis, yakni menentukan validitas dan otentitas
hadis dengan menggunakan kaedah ke-s{ah{ih{-an hadis
yang telah ditetapkan oleh para ulama’ hadis.
2) Kritik Eidetis, yakni menjelaskan makna dan kandungan
hadis. Dalam kritik eidetis terdapat tiga poin penting
yaitu: Pertama, Analisis Isi yakni memahami matan
hadis dengan berbagai kajian seperti kajian linguistik,
kajian tematik, konprehensif dan kajian konfirmatif.
Kedua, Analisis Realitas Historis yakni memahami hadis
dengan melihat situasi dan problem saat hadis muncul,
31Muh. Zuhri, Telaah Matan Hadis Sebuah Tawaran Metodologis (Jogjakarta:Lesfi,2003), 54-78
37
baik situasi makro maupun mikro. Ketiga, Analisis
Generalisasi yakni menangkap makna universal suatu
hadis baik inti dan esensinya.
3) Kritik Praktis, yaitu perubahan makna hadis yang
diperoleh dari proses generalisasi, kedalam realitas
kehidupan kekinian.32
2. Langkah kerja Ma’a>ni al-Hadi<th
a) Ma’a>ni al-Hadi<th Melalui Kritik Historis.
Kritik historis merupakan tahapan penting dalam proses
pemaknaan hadis nantinya, sebab pemaknaan yang benar harus
pula berasal dari hadis yang sudah diuji otentitasnya. 33 Pada
pembahasan terdahulu telah disinggung mengenai kaidah-kaidah
Ke-S{ah{i>h{-an Hadis yang memiliki beberpa unsur-unsur yakni:
Pertama, Sanad hadis yang bersangkutan harus bersambung
mulai dari mukharrij-nya sampai pada Nabi Muhammad SAW.
Kedua, Seluruh periwayat dalam hadis itu harus bersifat adil.
Ketiga, para periwayat harus memiliki sifat dhabith. Keempat,
32 Musahadi HAM, Evolusi Konsep Sunnah: Implikasi Pada Perkembanga Hukum Islam
(Semarang: Aneka Ilmu, 2000), 155-159. Baca juga Miftahul Asror dan Imam Musbikin,
Membedah Hadis Nabii SAW, Cet.I (Yogyakarta: Jaya Star Nine, 2015), 291-292. 33 Miftahul Asror dan Imam Musbikin, Membedah Hadis Nabii SAW, Cet.I (Yogyakarta: Jaya Star
Nine, 2015), 292-298.
38
tidak terdapat kejanggalan (syuzu>z). kelima, tidak terdapat cacat
(‘llat).34
b) Ma’a>ni al-Hadi<th Kritik Eiditis.
Setelah mengetahui berbagai redaksi hadis yang telah diuji
keotentikannya maka langkah selanjutnya yakni memaparkan, dan
pemaknaan hadis secara tepat dan proposional. Dalam proses
memahami sebuah hadis maka kritik eidetis memiiki tiga analisis
yakni analisis matan, analisis sosio historis, dan analisis
generalisasi.
a. Analisis matan.
Perlunya penelitian matan tidak hanya karena matan
tidak dapat dilepaskan dengan sanad hadis, tetapi juga
adanya periwayatan secara makna atau Riwa>yah bil-
Ma’na>.35 Dalam buku Takhri>j dan Metode Memahami
Hadis milik Abdul Majid Khon, yang dimaksud dengan
periwayatan secara makna adalah meriwayatkan hadis
berdasarkan kesesuaian maknanya saja sedangkan
redaksinya disusun sendiri oleh (rawi) orang yang
meriwayatkan. 36
34 Dr. M. Syuhudi Ismai>l, Metodologi Penelitian Hadis Nabi Muhammad SAW., Cet I. (Jakarta :
Bulan Bintang, 1992), 64. 35 Miftahul Asror dan Imam Musbikin, Membedah Hadis Nabii SAW, Cet.I (Yogyakarta: Jaya Star
Nine, 2015), 299 36 Abdul Majid Khon, Takhri>j dan Metode Memahami Hadis, Cet I, (Jakarta : AMZAH, 2014),
30-31.
39
Cara kerja analisis matan dapat dilakukan dengan
berbagai kajian sebagai berikut: Pertama Kajian linguistik,
dalam memahami hadis yang memiliki lafad dan redaksi
yang berbeda maka perlu melihat dan mengetahui dari segi
kebahasaannya. 37 Kedua Kajian tematik komprehensif,
yakni dengan cara menghimpun semua hadis yang
berkaitan dengan tema yang sedang dicari untuk
mendapatkan informasi yang utuh dan lengkap.38 Keempat
Kajian konfirmatif, yakni memahami hadis dan sunnah
dalam kerangka bimbingan dan petunjuk daam al-Qur’an.
Sehingga makna hadis tidak boleh bertentangan dan
menyalahi al-Qur’an karena posisi hadis menjelaskan isi al-
Qur’an yang masih global.39
b. Analisis sosio historis.
Analisis sosio historis digunakan untuk melihat,
memperhatikan, mengeksplorasi, dan mengkaji situasi dan
peristiwa sejarah yang terkait dengan latar belakang
munculnya suatu hadis.40 Analisis Sosio historis digunakan
untuk mencari petunjuk bagi hadis yang sedang dicari,
37 Miftahul Asror dan Imam Musbikin, Membedah Hadis Nabii SAW, Cet.I (Yogyakarta: Jaya Star
Nine, 2015), 299. 38 Abdul Majid Khon, Takhri>j dan Metode Memahami Hadis, Cet I, (Jakarta : AMZAH, 2014),
142. 39 Miftahul Asror dan Imam Musbikin, Membedah Hadis Nabii SAW, Cet.I (Yogyakarta: Jaya Star
Nine, 2015), 308 40 Musahadi HAM, Evolusi Konsep Sunnah: Implikasi Pada Perkembanga Hukum Islam
(Semarang: Aneka Ilmu, 2000), 153
40
Nabi Muhammad SAW. adalah manusia biasa maka dalam
mengkaji hadis juga perlu diteliti apakah pada saat hadis
tersebut disabdakan Nabi Muhammad SAW. berposisi
sebagai Nabi atau Rasul, Manusia biasa, ayah, Suami
ataupun pemimpin.
Sehingga analisis sosio historis bertujuan untuk
mengetahui keadaan dan setting sosial hadis tersebut
disabdakan oleh Nabi Muhammad SAW.41 Dalam hal ini
dapat digunakan kajian situasi mikro atau asbab al-wurud
dan kajian makro yakni situasi dan kondisi secara
menyeluruh dari Arabiyah.42 Karenanya cabang ilmu asbab
al-wurud yakni suatu ilmu yang berbicara mengenai
peristiwa-peristiwa atau pertanyaan-pertanyaan yang terjadi
pada saat hadis disampaikan oleh Nabi Muhammad SAW.
yang memang telah dikenal dan diperkenalkan oleh ulama’
hadis sejak zaman dahulu43
c. Analisis generaisasi.
Analisis generalisasi digunakan untuk menemukan
ide-ide sentral atau makna universal yang terdapat dalam
hadis yang dikaji. Menurut Fazlur Rahman “Ideal Moral”
41 Nizar Ali, Memahami Hadis Nabi Muhammad SAW., Cet I, (Yogyakarta : Cesad YPI al-
Rahmah, 2001), 94-96. 42 Musahadi HAM, Evolusi Konsep Sunnah: Implikasi Pada Perkembanga Hukum Islam
(Semarang: Aneka Ilmu, 2000), 153 dan 158. 43 Lihat Luba>b an Nuqu>l dalam Hasyiah Tafsir al Jala>lain (Semarang: Maktabah Usaha
dalam Keluarga, t.th.), hal. 5.
41
digunakan unntuk mengkaji setiap teks dan perkataan Nabi
SAW. dan diasumsikan mengandung tujuan moral sosial
yang bersifat universal. Dalam analisis generalisasi
memahami teks keagamaan dan menangkap hikmah (pesan)
baik dari Tuhan maupun Rasul-Nya.44
c) Ma’a>ni al-Hadi<th Melalui Kritik Praktis.
Kritik praktis bertujuan untuk memahami hadis berdasarkan
kondisi dan realitas kehidupan. Tujuan universal yang diperoleh
dari proses generalisasi ditujukan kedalam ralitas kehidupan
kekinian sehingga memiliki makna praktis bagi penyelesaian
problematika masyarakat dewasa ini.45 Sedangkan kritik praktis
berfokus pada situasi kekinian dan analisis dari berbagai realitas
yang dihadapi.46
Seperti yang diketahui hadis Nabi SAW. tidak hanya
bermuatan dogma agama saja, terkadang Hadis Nabi SAW. juga
bersentuhan dengan ilmu pengetahuan lain seperti hadis yang
menyebutkan bahwa sayap lalat itu masing-masinga terdapat racun
dan penawarnya. Hadis semacam ini tidak menyebutkan halal
haram maupun pahala atau dosa, karenanya dalam menghadapi
44 Miftahul Asror dan Imam Musbikin, Membedah Hadis Nabii SAW, Cet.I (Yogyakarta: Jaya Star
Nine, 2015), 321. 45 Musahadi HAM, Evolusi Konsep Sunnah: Implikasi Pada Perkembanga Hukum Islam
(Semarang: Aneka Ilmu, 2000), 159. 46 Miftahul Asror dan Imam Musbikin, Membedah Hadis Nabii SAW, Cet.I (Yogyakarta: Jaya Star
Nine, 2015), 315.
42
hadis seperti ini hanya bisa diterima ataupun ditolak dengan akal
dan kewajaran.
Sebelum perkembangan ilmu pengetahuan (kesehatan)
berkembang, lalat dianggap sebagai hewan yang dapat
menyebarkan penyakit karena lalat sering berada pada tempat-
tempat yang kumuh. Namun belakangan keilmuan kesehatan telah
membuktikan kebenaran hadis ini. 47
Sehingga dari contoh diatas dapat disimpulkan bahwa
dalam memahami hadis Nabi SAW. yang berkaitan dengan
kehidupan dunia agar sesuai dengan zaman kekinian perlu
menggunakan pendekatan dan pisau analisis dari berbagai
keilmuan lain sebagai bentuk langkah-langkah praktis dalam
memahami hadis Nabi SAW.
47Muh. Zuhri, Telaah Matan Hadis Sebuah Tawaran Metodologis (Jogjakarta:Lesfi,2003)