BAB II LANDASAN TEORI -...
Transcript of BAB II LANDASAN TEORI -...
11
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Pilihan Karir
2.1.1 Pengertian Pilihan Karier
Karir seseorang bukan sekedar pekerjaan apa
yang telah dijabatnya, melainkan suatu pekerjaan atau
jabatan yang benar-benar sesuai dan cocok dengan
potensi-potensi diri dari orang-orang yang menjabatnya
(Andersen, 2012). Kata pilihan mengandung makna
menentukan sesuatu. Karier adalah istilah yang
didefenisikan oleh kamus oxford inggris sebagai suatu
lintasan atau perjalanan dalam kehidupan (atau bagian
yang berbeda dari kehidupan). Pilihan karier menurut
Holland (1985) dalam Sukardi (1994) merupakan hasil
dari interaksi antara faktor hereditas dengan segala
pengaruh budaya, teman bergaul, orang tua dan orang
dewasa yang dianggap memiliki peran yang penting.
Faktor keturunan dan sejarah hidup membangun
proses perkembangan atau orientasi modal pribadi
membuat individu bereaksi terhadap tuntutan
lingkungan.
Pada dasarnya pilihan karier merupakan ekspresi
atau perluasan kepribadian kedalam dunia kerja yang
diikuti oleh pengidentifikasian terhadap stereotipe
12
okupasional tertentu. Perbandingan antara self dengan
persepsi tentang suatu okupasi tentang penerimaan
atau penolakannya merupakan faktor penentu utama
dalam pilihan karier. Keselarasan antara pandangan
seseorang tentang dirinya dengan okupasi yang
disukainya membentuk “Modal Personal Style”.
Orientasi kesenangan pribadi (modal orientasi pribadi)
merupakan proses perkembangan yang terbentuk
melalui hereditas dan pengalaman individu dalam
bereaksi terhadap tuntutan lingkungannya.
Individu memilih sebuah karier untuk
memuaskan orientasi kesenangan pribadinya. Jika
individu telah mengembangkan suatu orientasi yang
dominan, maka akan lebih besar kemungkinannya
dalam okupasi yang sesuai. Akan tetapi, jika individu
belum dapat menetukan pilihan, maka kemungkinan
untuk dapat memperoleh kepuasan itu, akan hilang.
Pilihan karier yang dibuat pada awal proses
perkembangan vokasional sangat berpengaruh
terhadap pilihan-pilihan selanjutnya. Perkembangan
karier seorang dewasa masih harus membuat pilihan-
pilihan diantara kemungkinan untuk meningkatkan
kariernya dan memperoleh kepuasan pribadi yang
mendalam.
Adanya pencarian karier menciptakan
homogenitas okupasi. Homogenitas okupasi merupakan
13
jalan terbaik menuju pemenuhan diri dan pola karier
yang konsisten. Individu yang mempunyai peran dan
tujuan okupasional yang bertentangan dengan
lingkungan akan mempunyai pola karier yang tidak
konsisten dan divergen. Holland menekankan
pentingnya “self-knowledge” dalam upaya mencari
kepuasan dan stabilitas vocational. Holland (1985)
memandang pilihan karier sebagai ekspresi atau
ekstensi kepribadian dalam dunia pekerjaan, yang
diikuti dengan pengidentifikasian terhadap stereotype
okupasional tertentu. Holland (1985) memandang
modal orientasi diri sebagai kunci menuju pilihan
okupasi individu.
2.1.2 Proses Pilihan Karier
Secara singkat proses pilihan karier menurut
Holland (1985) dapat dijelaskan sebagai berikut: (a)
orang secara langsung mengorientasikan dirinya
kepada kelompok besar klasifikasi karier, selama
perkembangannya individu melakukan seleksi atau
penjajakan karier-karier tersebut dengan berbagai
kecenderungan terhadap klasifikasi jabatan tertentu
sebagai puncak dari pilihannya, (b) pilihan dari
sekelompok karier-karier dimana individu akan
mengadakan seleksi atau penjajakan terhadap karier
atau jabatan dan merupakan fungsi dari penilaian diri
dan kemampuannya (Kompetensinya) untuk memebuat
14
pilihan yang memadai dengan lingkungan
pekerjaannya, (c) lebih lanjut dikatakan dalam proses
pilihan karier atau pekerjaan disertai dengan sejumlah
faktor-faktor internal individu, meliputi pengetahuan
tentang diri (Self-knowledge), evaluasi diri (Self-
evaluation), dan pengetahuan tentang jenis pekerjaan
dalam hal, arah dan luasnya lingkungan pekerjaan
serta perbedaan antara dua dalam lingkungan
pekerjaan, tingkat hierarki perkembangan dan
sejumlah faktor-faktor lingkungan meliputi luasnya
potensi lingkungan, tekanan sosial yang bersumber
dari keluarga dan teman-teman, pembatasan-
pembatasan yang berasal dari sumber sosial-ekonomi
dan lingkungan fisik.
2.1.3 Syarat-syarat Pilihan Karier
Untuk dapat menentukan pilihan karier secara
tepat, maka ada beberapa syarat yang harus
diperhatikan dalam mengambil keputusan karier. Ada
tiga syarat pengambilan keputusan yang baik, menurut
Holland (1985) dalam Sukardi (1994) yaitu: (a)
pemeriksaan dan pengenalan nilai-nilai pribadi,
pengambilan keputusan yang berhubungan dengan
perkembangan kepribadian dan nilai-nilai memberikan
pengalaman kepada individu-individu yang
memberikan kontribusi pada kematangan emosional,
konsep diri dan orientasi-orientasi nilai, (b)
15
pengetahuan dan penggunaan informasi yang kuat dan
relevan (sebelum memutuskan). Salah satu dari
langkah-langkah pertama dalam pengambilan
keputusan adalah pengumpulan informasi, sediakan
sumber-sumber informasi kepada individu-individu dan
bagaimana menggunakannya, (c) pengetahuan dan
penggunaan strategi untuk mengkonfirmasikan
informasi kadalam tindakan. Individu-individu
biasanya menggunakan berbagai strategi pengambilan
keputusan seperti memberikan kemudahan untuk
menemukan strategi-strateginya dan bagaimana
meningkatkannya.
2.1.4 Aspek-aspek Pilihan Karier
Adapun berbagai aspek dalam pilihan karier
menurut Holland (1985) terdiri dari 6 (enam)
yaitu:(a)kemampuan Intelegensi, sebagai pertimbangan-
pertimbangan dalam memasuki dunia kerja maupun
studi lanjut, (b) Bakat, mengetahui bakat diri, agar
dapat memberikan bimbingan belajar yang sesuai dan
dapat memprediksi jabatan maupun bidang kerja
setelah menamatkan studi, (c) Minat, mempunyai
pengaruh dalam mencapai suatu pekerjaan atau karier,
apabila individu tidak berminat terhadap pekerjaan
yang dipilihnya maka, tidak dapat menyelesaikan
pekerjaannya dengan baik. (d) Sikap, merupakan aspek
pilihan karier yang cenderung relatif stabil bereaksi
16
terhadap dirinya sendiri, orang lain, atau situasi
tertentu. (e) Konsep diri, seseorang yang dapat menilai
dirinya pasti dapat menilai karier yang dipilih, karena
pilihan karier mencerminkan konsep diri, dan (f)
Ketrampilan, apabila seseorang tidak mempunyai
ketrampilan khusus seperti menguasai bahasa asing,
pemanfaatan Ilmu Teknologi, maka mempengaruhi
pilihan karier.
2.2 Faktor – faktor yang Mempengaruhi Pilihan Karier
Faktor-faktor yang berpengaruh dalam pilihan
karier Holland dalam Sukardi (1994) yaitu: (a) faktor
pengetahuan diri, artinya pengaruh pengetahuan diri
ini, lebih mengacu kepada pengetahuan individu
tentang dirinya dari orang lain. Pengetahuan diri
sendiri mempunyai peran untuk meningkatkan
(increase) dan menurunkan (decrease) ketepatan
pilihan seseorang. Pengetahuan diri diartika, sebagai
kemampuan seseorang untuk membedakan berbagai
kemungkinan lingkungan dipandang dari sudut
kemampuan-kemampuannya sendiri, namun ada
perbedaan mendasar antara penilaian diri dan
pengetahuan diri. Penilaian diri menitikberatkan
penghargaan terhadap dirinya, sedangkan pengetahuan
diri berisikan sejumlah informasi yang dimiliki oleh
individu tentang dirinya seperti, usia dan jenis kelamin.
Menurut Ginzberg dalam sukardi (1994) bahwa pilihan
17
karier siswa SMK berada pada periode tentatif
berlangsung pada umur 11-18 tahun. Pada tahap ini,
anak mulai menghadapi perlunya keputusan dengan
cepat dan konkrit tentang vokasional yang akan
datang. Dengan lain kata, tugas utama perkembangan
siswa SMK adalah melakukan eksplorasi, uji coba
peranan untuk memperoleh kesesuaian antara konsep
diri dan faktor-faktor lingkungan pekerjaan dan
pendidikan yang mempersiapkan individu pada suatu
pekerjaan. Sedangkan untuk jenis kelamin
kecenderungan antara kualitas pilihan karier siswa
wanita dan pria berbeda, baik pada aspirasi dan pilihan
studi, ataupun aspirasi dan bidang pekerjaan (Holland,
1995). Karena tinggi-rendahnya pengetahuan diri
seseorang akan terlihat dari tepat atau tidaknya
keputusan yang diambil, (b) faktor lingkungan, artinya
dalam memilih karier dapat dipengaruhi oleh tekanan
sosial, seperti tuntutanorang tua, pengaruh di masa
kecil, lingkungan pergaulan. Sejalan dengan
pendapatBerk (1993) menyatakan bahwa untuk
menetapkan pilihan karir seorang remaja ditentukan
oleh berbagai faktor diantaranya orang tua, teman-
teman, gender, dan karakteristik diri sendiri. Berikut
adalah penjelasan mengenai faktor yang mempengaruhi
pemilihan karir pada remaja.
18
a. Orang tua.
Orang tua berperan dalam menentukan arah
pemilihan karir pada anak remajanya. Walaupun pada
akhirnya keberhasilan dalam menjalankan karir
selanjutnya sangat tergantung pada kecakapan dan
profesionalismeanak yang menjalaninya. Karena hal ini
berkaitan dengan masalah pembiayaan pendidikan,
masa depan anaknya agar terarah dengan baik, orang
tua turut ikut campur agar anaknya memilih program
studi yang mampu menjamin kehidupan karirnya.
Biasanya orang tua yang berkecukupan secara
ekonomi, menghendaki anaknya untuk memilih
program studi yang cepat menghasilkan nilai materi,
misalnya fakultas ekonomi (akuntasi, manajemen),
teknik, farmasi, kedokteran (umum dan gigi) dan lain-
lain. Anggapan orang tua, anak yang mampu memasuki
program ini tentu akan terjamin masa depannya.
Dalam kenyataannya tak selamanya yang menjadi
pilihan orang tua akan berhasil dijalankan oleh
anaknya, kalau tidak disertai oleh minat bakat,
kemampuan, kecerdasan, motivasi internal dari anak
yang bersangkutan. Inilah yang perlu diperhatikan.
b. Teman (Peer group)
Tidak dipungkiri, pada kenyataannya, lingkungan
pergaulan dalam kelompok remaja, cukup memberi
pengaruh pada diri seseorang dalam memilih jurusan
program studi di SMA maupun Perguruan Tinggi.
19
Mereka mungkin merasa tidak enak kalau tidak sama
dalam pemilihan jurusan atau program studi. Pengaruh
teman kelompok sebaya ini bersifat eksternal. Bila
remaja tidak mempunyai dorongan internal, minat
bakat atau kemampuan yang dibutuhkan untuk
menyelesaikan suatu tugas atau tuntutan, maka
kemungkinan anak akan mengalami kegagalan.
c. Peran Jenis Gender Stereotype masyarakat seringkali telah menilai
terhadap jenis kelamin seseorang. Masyarakat
menghendaki agar jenis tugas atau pekerjaan tertentu,
dilakukan oleh jenis kelamin tertentu pula. Memang
baik diakui atau tidak, jenis kelamin kadang-kadang
menentukan seseorang dalam memilih karir pekerjaan.
d. Karakteristik Kepribadian Individu
Keberhasilan dalam memilih dan menjalankan
program studi serta karir pekerjaan, sangat ditentukan
karakteristik kepribadian individu yang bersangkutan.
Individu yang memiliki minat, kemampuan,
kecerdasan, motivasi internal, tanpa ada paksaan dari
orang lain, biasanya akan mencapai keberhasilan
dengan baik. Keberhasilan tidak dapat diukur secara
materi finansial yang melimpah, tetapi seberapa besar
nilai kepuasan hidup yang diperoleh melalui pilihan-
pilhan tersebut.
20
Adapun faktor lain yang mempengaruhi pilihan
karier (Kochung and Migunde, 2011) dalam
penelitiannya mengenai Factors Influencing Students
Career Choices Among Secondary School students in
Kisumu Municipality, Kenya. Dalam penelitian ini
melibatkan 233 siswa, menyatakan bahwa faktor yang
sangat berpengaruh dari beberapa faktor diatas adalah
hubungan antara anak dengan orang tua, anak dengan
guru serta harapan yang dimiliki.
2.3 Unsur-unsur Pilihan Karier
Unsur-unsur pilihan karier menurut Holland
(1985) yaitu mengetahui akan aktivitas yang disukai,
mengetahui kompetensi yang dimiliki dan mengetahui
akan pilihan pekerjaan yang disenangi. Sejalan
denganUnsur dari pilihan karier berdasarkan
(Sampson, J. P., et al 1992) yaitu; (1) mengetahui
tentang diri sendiri, meliputi; Nilai diri, ketertarikan
diri, keterampilan diri, kepribadian diri, bakat atau
kemampuan diri, (2) mengetahui tentang pilihan diri
sendiri, meliputi; Mempelajari tentang pekerjaan
tertentu,apa itu program studi dan pekerjaan,
mempelajari tentang bagaimana pekerjaan, program
studi, dapat mengatur orang, dan mempelajari tentang
latar belakang pekerjaan., (3) mengetahui bagaimana
membuat keputusan dan (4) memikirkan keputusan
yang dibuat.
21
Gambar 2.1 Piramida menunjukkan Unsur yang Terlibat
dalam membuat Pilihan Karier (Sampson, J.P., et al., 1992)
Unsur dari pilihan karier yaitu, mengetahui
tentang diri sendiri, mengetahui tentang pilihan saya,
bagaiman membuat keputusan, memikirkan keputusan
yang dibuat, unsur-unsur ini merupakan dasar yang
dijadikan acuan untuk pilihan karier sebagai hasil
interaksi antara faktor internal dan eksternal individu.
2.4 Teori Perkembangan Karier
MenurutSukardi (2008) teori yang dikembangkan
olehHolland menjelaskan bahwa suatu pemilihan
pekerjaan atau jabatan merupakan hasil dari interaksi
antara faktor hereditas (keturunan) dengan segala
pengaruh budaya, teman bergaul, orang tua, orang
dewasa yang dianggap memiliki peranan yang penting.
Selain itu, Holland juga merumuskan tipe-tipe
Thinking about
my decision making
Knowing how
I make decision
Knowing
about my self
Knowing about
my options
22
(golongan) kepribadian dalam pemilihan pekerjaan
berdasarkan atas inventori kepribadian yang disusun
atas dasar minat.
Kemudian, setiap tipe-tipe kepribadian itu
dijabarkan ke dalam suatu model teori, yang disebut
model orientasi (the model orientation). Model orientasi
ini merupakan suatu rumpun perilaku-perilaku
penyesuaian yang khas. Setiap orang memiliki urutan
orientasi yang berbeda-beda, dan hal inilah yang
menyebabkan mengapa setiap orang itu mempunyai
corak hidup yang berbeda-beda.
Urutan orientasi yang pertama terhadap suasana
lingkungan pekerjaan tertentu merupakan corak hidup
yang utama dan pertama, urutan model orientasi kedua
terhadap lingkungan kerja yang lainnya, dan
merupakan corak hidup yang kedua bagi seseorang
untuk selanjutnya. Penempatan urutan corak hidup itu
sangat bergantung dari tingkat kecerdasan serta
penilainnya terhadap diri sendiri. Makin jelas
penempatan urutan corak hidupnya maka akan
semakin menghasilkan pola pilihan yang tepat bagi
seseorang. Namun perlu digarisbawahi, jika model
orientasi John L. Holland ini mengajukan model
orientasi berdasarkan budaya Amerika.
Adapun model orientasi yang dijabarkan oleh
John L. Holland (1985) adalah sebagai berikut:
23
a. Realistis
Tipe kepribadian dan lingkunganrealistis,
memiliki kecenderungan untuk memilih lapangan kerja
yang berorientasi kepada penerapan. Ciri-cirinya yaitu;
mengutamakan kejantanan, kekuatan otot, ketrampilan
fisik, mempunyai kecakapan, dan koordinasi motorik
yang kuat, kurang memiliki kecakapan menyampaikan
informasi secara lisan maupun tertulis untuk orang
lain, konkrit, bekerja praktis, kurang memiliki
ketrampilan sosial, serta kurang peka dalam hubungan
dengan orang lain.
Orang dengan model orientasi realistis dalam
lingkungan nyatanya selalu ditandai dengan tugas-
tugas yang konkrit, fisik, eksplisit yang memberikan
tantangan bagi penghuni lingkungan ini. Untuk dapat
memecahkan masalah yang lebih efektif seringkali
memerlukan bentuk-bentuk kecakapan, gerakan, dan
ketahanan tertentu. Diantaranya kecakapan mekanik,
ketahanan dan gerakan fisikuntuk berpindah-pindah
dan seringkali berada diluar gedung.Sifat-sifat yang
nampak dengan jelas dari tuntutan-tuntutan
lingkungan menciptakan kegagalan dan keberhasilan.
Contoh pekerjaan orang dengan model orientasi ini
adalah, operator mesin/radio, sopir truk, petani,
penerbang, pengawas bangunan, ahli listrik, dan
pekerjaan lain yang sejenis.
24
b. Intelektual
Tipe model kepribadian dan lingkungan
Intelektual, memiliki kecenderungan untuk memilih
pekerjaan yang bersifat akademik. Ciri-cirinya adalah
memiliki kecenderungan untuk merenungkan daripada
mengatasinya dalam memecahkan suatu masalah,
berorientasi pada tugas, tidak sosial. Membutuhkan
pemahaman, menyenangi tugas-tugas yang bersifat
kabur, memiliki nilai-nilai dan sikap yang tidak
konvensional dan kegiatan-kegiatanya bersifat
intraseptif.
Orang model orientasi intelektual dalam
lingkungan nyatanya selalu ditandai dengan tugas yang
memerlukan berbagai kemampuan abstark, dan kreatif.
Bukan tergantung kepada pengamatan pribadinya.
Untuk dapat memecahkan masalah yang efektif dan
efisien diperlukan intelejensi, imajinasi, serta kepekaan
terhadap berbagai masalah yang bersifat intelektual
dan fisik. Kriteria keberhasilan dalam melaksanakan
tugas bersifat objektif dan bisa diukur, tetapi
memerlukan waktu yang cukup lama dan secara
bertahap. Bahan dan alat serta perlengkapan
memerlukan kecakapan intelektual daripada
kecakapan manual. Kecakapan menulis mutlak
dipelihara dalam oreientasi ini. Contoh pekerjaan orang
dengan model orientasi ini adalah, ahli fiika, ahli
25
biologi, kimia, antropologi, matematika, pekerjaan
penelitian, dan pekerjaan lain yang sejenis.
c. Artistik
Tipe model Kepribadian dan Lingkungan Artistik,
memiliki kecenderungan berhubungan dengan orang
lain secara tidak langsung, bersifat sosial dan sukar
menyesuaikan diri.
Orang model orientasi artistik ini ditandai dengan
berbagai macam tugas dan masalah yang memerlukan
interpretasi atau kreasi bentuk-bentuk artistik melalui
cita rasa, perasaan dan imajinai.Dengan kata lain,
orientasi artistik lebih menitikberatkan menghadapi
keadaan sekitar dilakukan dengan melalui ekspresi diri
dan menghindari keadaan yang bersifat
intrapersonal, keteraturan, atau keadaan yang
menuntut ketrampilan fisik. Contoh pekerjaan orang
dengan model orientasi ini adalah, ahli musik, ahli
kartum ahli drama, pencipta lagu, penyair, dan
pekerjaan lain yang sejenis.
d. Sosial
Tipe model Kepribadian dan lingkungansosial,
memiliki kecenderungan untuk memilih lapangan
pekerjaan yang bersifat membantu orang lain. Ciri-ciri
26
dari tipe model ini adalah pandai bergaul dan
berbicara, bersifat responsive, bertanggung jawab,
kemanusiaan, bersifat religiusm membutuhkan
perhatian, memiliki kecakapan menyampaikan
informasi secara tertulis maupun lisan, hubungan
antarpribadi, kegiatan-kegiatan rapi dan teratur,
menjauhkan bentuk pemecahan masalah secara
intelektual, lebih berorientasi pada perasaan.
Orang model orientasi sosial memiliki ciri-ciri
kebutuhan akan kemampuan untuk menginterpretasi
dan mengubah perilaku manusia, serta minat untuk
berkomunikasi dengan orang lain. Secara umum
orientasi kerja dapat menimbulkan rasa harga diri dan
status. Contoh pekerjaan orang dengan model orientasi
ini adalah, guru, pekerja sosial, konselor, misionari,
psikolog klinik, terapis, dan pekerjaan lain yang sejenis.
e. Usaha
Tipe model kepribadian dan lingkungan Usaha
(Enterpreuner), memiliki ciri khas diantaranya
menggunakan ketrampilan-ketrampilan berbcara dalam
situasi dimana ada kesempatan untuk menguasai
orang lain atau mempengaruhi orang lain, menganggap
dirinya paling kuat, jantan, mudah untuk mengadakan
adaptasi dengan orang lain, menyenangi tugas-tugas
sosial yang kabur, perhatian yang besar pada
27
kekuasaan, status dan kepemimpinan, agresif dalam
kegiatan lisan.
Orang model orientasi usaha ditandai dengan
berbagai macam tugas yang menitikberatkan kepada
kemampuan penyampaian informasi secara lisan
maupun tertulis yang digunakan untuk mengarahkan
dan mempengaruhi orang lain. Contoh pekerjaan orang
dengan model orientasi ini adalah, pedagang, politikus,
manajer pimpinan eksekutif perusahaan, perwakilan
dagang, dan pekerjaan lain yang sejenis.
f. Konvensional
Tipe model Kepribadian dan lingkungan
konvensional, pada umumnya memiliki kecenderungan
untuk terhadap kegiatan berupa penyampaian
informasi secara lisan maupun tertulis pada orang lain,
menyenangi bahasa yang tersusun baik, numerik
(angka) yang teratur, menghindari situasi yang kabur,
senang mengabdi, mengidentifikasikan diri dengan
kekuasaaan, memberi nilai yang tinggi terhadap status
dan kenyataan materi, mencapai tujuan dengan
mengadaptasikan dirinya ketergantungan pada atasan.
Orang model orientasi konvensional pada
lingkungan nyatanya ditandai dengan berbagai macam
tugas dan pemecahan masalah memerlukan suatu
proses informasi secara lisan maupun tulisan dan
matematis secara berkelanjutan, rutin, konkrit, dan
28
sistematis. Berhasilnya dalam pemecahan masalah
akan nampak dengan jelas dan memerlukan waktu
yang relative singkat. Contoh pekerjaan orang dengan
model orientasi ini adalah, kasir, statistika, pemegang
buku, pegawai arsip, pegawai bank, dan pekerjaan lain
yang sejenis.
2.5 Pengukuran Pilihan Karier
Variabel pilihan karier dapat diukur menurut
Holland (1985) yaitu dengan menggunakan Vocational
Preference Inventory (VPI) yang telah dialih bahasakan
oleh Noah, Sidek Mohd (2007) memiliki 160 pernyataan
pekerjaan yang harus dipertimbangkan ketika
menyesuaikan keadaan psikologis individu untuk
memilih karier.
Pilihan karier juga dapat diukur dengan
menggunakan self directed search (SDS) yang
dikembangkan Holland (1995) dari Vocational
Preference Inventory (VPI), berisikan tiga unsur pilihan
karier yaitu, mempertimbangkan aktivitas, kompetensi
yang dimiliki, dan jenis pekerjaan yang disukai dalam
memilih karier. Maka penulis menggunakan Self
Directed Search untuk mengetahui pilihan karier siswa.
2.6 Layanan Informasi Karir
Layanan informasi karir merupakan salah satu
sub bagian dari layanan bimbingan dan konseling di
29
sekolah yang harus diberikan kepada siswa meliputi:
(a) layanan orientasi, (b) layanan informasi, (c) layanan
konten, (d) layanan penempatan dan penyaluran, (e)
layanan konseling perorangan, (f) layanan bimbingan
kelompok, (g) konsultasi dan (h) mediasi (Sudrajat,
2008)
Hakikat layanan informasi adalah untuk
memberikan informasi tentang berbagai hal yang
dipandang bermanfaat bagi peserta didik atau siswa
melalui komunikasi langsung maupun tidak langsung.
Sejalan dengan itu, menurut Ifdil (2008) bahwa layanan
informasi merupakan penyampaian berbagai informasi
karier kepada sasaran layanan agar individu dapat
mengolah dan memanfaatkan informasi demi
kepetingan hidup dan perkembangannya.
Menurut Sukardi (2008) Informasi karier
merupakan salah satu alat yang dipergunakan untuk
membantu siswa memahami dirinya sendiri, dunia
kerja pada umumnya serta aspek-aspek dunia kerja
pada khususnya. Sedangkan menurut Hartono (2010)
bahwa Informasi karier merupakan, fakta dan ide
mengenai karier yang disajikan dalam bentuk
kuantitatif, kualitatif atau gabungan keduanya.
Berbagai informasi karier mencangkup informasi
tentang kesuksesan kerja seseorang dalam berbagai
bidang, macam-macam kerja, kondisi aktivitas kerja,
30
Kompensasi kerja, jaminan kesehatan, syarat pekerjaan
yaitu kompetensi yang dimiliki, jenjang pendidikan,
pengalaman kerja, dan informasi berbagai perguruan
tinggi yang terkait dengan jenis pekerjaan. Sejalan
dengan pendapat sukardi dan hartono bahwa informasi
karir adalah informasi yang mendukung perkembangan
bidang pekerjaan, dan berdasarkan informasi itu
memungkinkan seseorang mengadakan pengujian akan
kesesuaian dengan konsep dirinya. Lebih lanjut
dikatakan informasi karir tidak hanya sekedar
merupakan objek faktual, tetapi sebagai kemampuan
proses psikologis untuk mentransformasikan informasi
itu dikaitkan dengan pilihan dan tujuan hidup masa
depan (Karneli, 2009).
Berdasarkan beberapa defenisi informasi karier
dengan hakikat layanan informasi di atas, maka
penulis menyimpulkan layanan informasi karier adalah
suatu layanan yang diberikan oleh konselor kepada
konseli yang berlangsung di lembaga pendidikan
melalui komunikasi langsung, yang bertujuan agar
konseli dapat memperoleh informasi dunia kerja dan
sebagainya serta memperoleh pemahaman diri yakni,
minat, kemampuan, ketrampilan, kepribadian, sikap
dan nilai-nilai.
Adapun teori perkembangan karier yang
mendukung layanan informasi karier berdasarkan
31
pandangan Super (1994). Konsepsi Super tentang
gambaran diri dan kematangan vokasional menjadi
pegangan bagi seorang tenaga pendidik bila merancang
program pendidikan karier, yang membawa orang
muda dalam hal ini siswa ke pemahaman diri dan
pengolahan informasi tentang dunia karja, selaras
dengan tahapan perkembangan karier tertentu. Dengan
lain kata, program layanan karier yang dilakukan di
Sekolah mengangkat para siswa ke tahap pemahaman
diri dan pengolahan informasi yang lebih tinggi dan
lebih matang. (Winkel, 2006).
2.7 Faktor – faktor yang Mempengaruhi Layanan Informasi Karier
Materi informasi yang diberikan kepada siswa
hendaknya disesuaikan dengan kebutuhan dan
permasalahan siswa, sehingga benar-benar dapat
dirasakan lebih bermanfaat dan memiliki makna
(meaningful). Pemilihan dan penetuan jenis materi
informasi yang tidak didasarkan kepada kebutuhan
dan masalah siswa akan cenderung tidak memiliki daya
tarik, sehingga siswa akan menjadi kurang partisipatif
dan kooperatif dalam mengikuti kegiatan layanan.
Materi informasi yang lengkap dan akurat akan sangat
membantu siswa untuk lebih tepat dalam
mempertimbangkan dan memutuskan pilihan
kariernya.
32
Penyampaian informasi bisa dilakukan oleh
konselor, melalui teknik ekspositorik. Selain itu, dapat
juga dilakukan dengan cara meminta bantuan dari
pihak lain sebagai narasumber, misalkan dengan
mengundang “tokoh karier”. Upaya pemanfatan
narasumber memiliki keunggulan tersendiri, yakni
informasi yang diberikan cenderung bersifat nyata,
berdasarkan hasil pengalamannya.
2.8 Pengukuran Layanan Informasi Karier
Terdapat beberapa alat ukur untuk mengukur
keberhasilan layanan informasi karier siswa.Menurut
Sutijono (2008), diantaranya adalah dengan
menggunakan hasil belajar siswa terkait dengan materi
informasi yang diberikan berupa test awal (pree test)
sebelum materi disampaikan dan sesudah materi
disampaikan melalui Tes akhir (post test). Selain itu,
dapat juga mengukur ketuntasan layanan informasi
karier dengan menggunakan Angket berupa Lembar
Perencanaan Karier.
Hartono (2012) dalam penelitianya yang berjudul
Efektivitas Pemanfaatan Layanan Bimbingan dan
Konseling Karier dengan berbantuan Komputer Website
dalam Pilihan karier. Penelitian ini melibatkan 90 siswa
kelas XI SMA di Surabaya. Instrumen yang digunakan
33
adalah Kuesioner Kebermanfaatan Layanan Bimbingan
Karier yang diadaptasi menggunakan skala likert.
Anisa dan Mochamad (2011) juga mengemukakan
bahwa layanan informasi karier juga dapat diukur
dengan menggunakan sarana pembelajaran
berupaPizza Karier yang dapat diterapkan ketika
pemberian layanan informasi karier bagi siswa,
sehingga siswa benar-benar memahami akan karier
yang akan dipilihnya.
2.9 Pola Asuh Orang Tua
Pengasuhan atau sering disebut pola asuh berarti
bagaimana orang tua memperlakukan anak, mendidik,
membimbing dan mendisiplinkan serta melindungi
anak dalam mencapai proses kedewasaan, hingga
kepada upaya pembentukan norma-norma yang
diharapkan oleh masyarakat pada umumnya (Casmini,
2007).Sejalan dengan pendapat Walgito (2010), bahwa
pola asuh adalah suatu model atau cara mendidik anak
yang merupakan suatu kewajiban dari setiap orang tua
dalam usaha membentuk pribadi anak yang sesuai
dengan harapan masyarakat pada umumnya. Macam-
macam pola asuh orang tua dibedakan berdasarkan
tuntutan dan tanggapan orang tua terhadap anak
menurut Baumrind, Maccoby and Martin (1983) sejalan
dengan(Besembeum, 2008) adalah sebagai berikut:
34
a. Otoriter
Pola asuh orangtua yang autoritarian adalah
orangtua yang memberikan batasan-batasan tertentu
dan aturan yang tegas terhadap anaknya, tetapi
memiliki komunikasi verbal yang rendah. Pola asuh ini
merupakan cara yang membatasi dan bersifat
menghukum, sehingga anak harus mengikuti petunjuk
orangtua dan menghormati pekerjaan dan usaha
orangtua.Biasanya pola asuh ini memiliki kontrol yang
kuat, sedikit komunikasi, membatasi ruang gerak anak,
dan berorientasi pada hukuman fisik maupun verbal
agar anak patuh dan taat. Ada ketakutan yang tinggi
dalam diri orangtua terhadap anaknya, karena adanya
pertentangan dalam kemauan dan keinginan. Jadi
anak-anak ini sering sekali tidak bahagia, ketakutan,
dan cemas dibandingkan dengan anak lain, gagal
memulai suatu kegiatan, menarik diri karena tidak
puas diri dan memiliki ketrampilan komunikasi yang
lemah.
b. Demokratis
Menurut Shochib (2000), pola asuh demokratis
adalah suatu bentuk pola asuh yang memperhatikan
dan menghargai kebebasan anak, namun kebebasan
itu tidak mutlak dan dengan bimbingan yang penuh
35
pengertian antara orang tua dan anak. Pola asuh dan
sikap orang tua yang demokratis menjadikan adanya
kominukasi yang dialogis antara anak dan orang tua
dan adanya kehangatan yang membuat anak remaja
merasa diterima oleh orang tua sehingga ada pertautan
perasaan. Sejalan dengan pendapat Santrock(2007),
pola asuh yang mendorong anak untuk mandiri,
namun masih menempatkan batas dan kendali pada
tindakan mereka, Orang tua lebih bersikap hangat dan
penyayang.
Menurut Yuniati (2003), orang tua yang
menerapkan pola asuh demokratis banyak memberikan
kesempatan kepada anak untuk membuat keputusan
secara bebas, berkomunikasi dengan lebih baik,
mendukung anak untuk memiliki kebebasan sehingga
anak mempunyai kepuasan tersendiri dalam hukum
untuk mengembangkan kedisiplinan. Pola asuh
demokratis dihubungkan dengan tingkah laku anak-
anak yang memperlihatkan emosional positif, sosial,
dan pengembangan kognitif. Adapun ciri-ciri pola asuh
demokratis yakni; (a) Menentukan peraturan dan
disiplin dengan memperhatikan dan
mempertimbangkan alasan-alasan yang diterima, (b)
Mengarahkan tentang perbuatan baik yang perlu
dipertahankan dan yang tidak baik ditinggalkan, (c)
Memberikan bimbingan dengan penuh perhatian, (d)
Dapat menciptakan keharmonisan keluarga, dan (e)
36
Dapat menciptakan suasana komunikatif antar orang
tua dan sesama keluarga. Sejalan dengan Zahara Idris
dan Lisma Jamal (1992) ciri-ciri pola asuh demokratis
adalah: (a) Menentukan peraturan dan disiplin dengan
memperhatikan dan mempertimbangkan alasan-alasan
yang dapat diterima, dipahami dan dimengerti oleh
anak, (b) Memberikan pengarahan tentang perbuatan
baik yang perlu dipertahankan dan yang tidak baik
agar di tinggalkan, (c) Memberikan bimbingan dengan
penuh pengertian, (d) Dapat menciptakan
keharmonisan dalam keluarga, dan (e) Dapat
menciptakan suasana komunikatif antara orang tua
dan anak serta sesama keluarga.
Pendapat Baurmind (1971) tentang tipe pola
asuh orang tua, yang dikembangkan oleh Casmini
(2007) berdasarkan pada konseptualisasi Baumrind
bahwa pola asuh domokratis adalah perpaduan antara
pola asuh otoriter dengan pola asuh Negletful. Dengan
demikian, Orang tua yang demokratis mempunyai ciri-
ciri yaitu; (a) tegas namun tetap hangat, (b) mengatur
standar agar dapat melaksanakan dan memberi
harapan yang konsisten terhadap kebutuhan dan
kemampuan anak, (c) memberi kesempatan anak untuk
berkembang otonomi dan mampu mengarahkan diri,
namun anak harus memiliki tanggung jawab terhadap
tingkah lakunya, (d) menghadapi anak secara rasional,
orientasi pada masalah-masalah memberi dorongan
37
dalam diskusi keluarga dan menjelaskan disiplin yang
mereka berikan.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan ciri-ciri
orang tua yang menggunakan tipe demokratis antara
lain : (a) tegas namun tetap hangat, (b) komunikasi
yang baik dan adanya sikap terbuka antara orang tua
dengan anak serta sesama keluarga, (c) anak diberi
kebebasan untuk mengemukakan pendapat, perasaan
dan keinginanya namun tetap memberi pengawasan
dan tuntutan tanggung jawab secara wajar terhadap
setiap perilakunya, (d) menentukan peraturan dan
disiplin dengan memperhatikan,dan
mempertimbangkan alasan-alasan yang dapat diterima,
dipahami dan dimengerti oleh anak, (e) memberikan
bimbingan dan dorongan dengan penuh pengertian.
Secara umum orang tua mengkombinasikan kontrol
dan dorongan, dimana dalam waktu yang bersamaan
mereka mengawasi perilaku anak dan mendorong
untuk memenuhi peraturan yang ada dalam keluarga
dengan mengikuti standar yang diterapkan.
c. Permisif Pola asuh permisif adalah jenis pola mengasuh
anak yang serba boleh terhadap keinginan anak. Pola
asuh ini ditandai dengan adanya kebebasan tanpa
batas pada anaknya untuk berperilaku sesuai dengan
keinginannya sendiri. Melalui pola asuh seperti ini,
38
anak mendapatkan kebebasan sebanyak mungkin dari
orang tua.
Permisif yang penuh kelalaian, pada pola ini
orangtua sangat tidak ikut campur dalam kehidupan
anaknya. Orangtua yang seperti ini tidak akan pernah
tahu keberadaan anak mereka dan tidak cakap secara
sosial, padahal anak membutuhkan perhatian orang
tua ketika mereka melakukan sesuatu. Anak ini
biasanya memiliki self-esteem yang rendah, tidak
dewasa dan diasingkan dalam keluarga. Pada masa
remaja mereka mengalami penyimpangan-
penyimpangan perilaku, misalnya suka tidak masuk
sekolah, kenakalan remaja. Dengan demikian anak
menunjukkan pengendalian diri yang buruk dan tidak
bisa menangani kebebasan dengan baik. Jadi orangtua
yang tidak menuntut ataupun menanggapi
menunjukkan suatu pola asuh yang neglectful atau
uninvolved. Orangtua ini tidak memonitor perilaku
anaknya ataupun mendukung ketertarikan mereka,
karena orang tua sibuk dengan masalahnya sendiri dan
cenderung meninggalkan tanggung jawab mereka
sebagai orang tua.
Pada pola ini orangtua terlibat dengan anaknya,
tetapi sedikit sekali menuntut atau mengendalikan
mereka. Biasanya orangtua yang demikian akan
memanjakan, dan mengizinkan anak untuk melakukan
39
apa saja yang mereka inginkan. Gaya pola asuh ini
menunjukkan bagaimana orangtua sangat terlibat
dengan anaknya, tetapi menempatkan sedikit sekali
kontrol pada mereka. Hal ini berkaitan dengan
ketidakmampuan sosial, terutama dalam kontrol diri.
Jadi gaya pola asuh permisif indulgent, orangtua
memiliki tuntutan rendah dan tanggapan terlibat tinggi
pada anak. Orangtua ini toleran, hangat dan menerima.
Mereka menunjukkan sedikit otoritas, dan membiarkan
terbentuknya self-regulation pada anak atau remaja.
Pola asuh permisif mengutamakan kebebasan,
dan anak diberikan kebebasan penuh untuk
mengungkapkan keinginan dan kemauannya dalam
memilih. Pada dasarnya orangtua dalam pola ini akan
menuruti kehendak anak, dan kerangka pemikiran
psikoanalitis melandasi pandangan orangtua yang
memandang bahwa setiap manusia dilahirkan sudah
memiliki kebutuhan dasar pribadi yang menuntut
untuk dipenuhi. Oleh karena itu apabila tuntutan ini
tidak dipenuhi, maka akan terjadi halangan
perkembangan dan timbul penyimpangan dalam
pertumbuhan dan perkembangan anak. Oleh karena
itu anak harus diberikan kebebasan penuh serta
dihindari penekanan terhadap keinginan dan kemauan
anak, dan dibiarkan berkembang dengan apa adanya.
Pandangan liberal ini berkembang di Inggris, yang
40
dikembangkan oleh Neill (1960), dia menyarankan
supaya anak sebaiknya diberikan kebebasan penuh
untuk melakukan apa yang menjadi keinginannya. Jika
anak berbuat kesalahan, maka orang tua tidak perlu
ikut serta untuk memperbaikinya tetapi cukup hanya
membiarkan saja supaya anak itu memperbaiki sendiri
dirinya sendiri. Paham ini memandang bahwa seorang
anak secara alamiah telah memiliki suatu kemampuan
untuk dapat mengurus dan mengatur dirinya sendiri,
sehingga orang lain tidak perlu ikut campur tangan.
Dari perkembangan liberal yang ada kemudian
berkembang konsep baru dari Rogers dimana
menyarankan supaya anak diasuh dengan campur
tangan yang sesedikit mungkin dari orang tua maupun
dari lingkungan.
Pola asuh orang tua permisif bersikap terlalu
lunak, tidak berdaya, memberi kebebasan terhadap
anak tanpa adanya norma-norma yang harus diikuti
oleh mereka. Mungkin karena orang tua sangat sayang
(over affection) terhadap anak atau orangtua kurang
dalam pengetahuannya. Pola asuh demikian ditandai
dengan nurturance yang tinggi, namun rendah dalam
tuntutan kedewasaan, kontrol dan komunikasi,
cenderung membebaskan anak tanpa batas, tidak
mengendalikan anak, lemah dalam keteraturan hidup,
dan tidak memberikan hukuman apabila anak
41
melakukan kesalahan, dan tidak memiliki standart bagi
perilaku anak, serta hanya memberikan sedikit
perhatian dalam membina kemandirian dan
kepercayaan diri anak.
2.10 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pola Asuh
Menurut Baumrind dalam Supartini (2004), ada
beberapa faktor yang dapat mempengaruhi pola
pengasuhan orang tua terhadap anaknya yaitu:
a. Usia orang tua
Usia merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi kesiapan pasangan dalam menjalankan
peran pengasuhan terhadap anaknya. Usia yang terlalu
muda ataupun yang terlalu tua menyebabkan orang
tidak dapat melaksanakan peran pengasuhan secara
optimal.
b. Keterlibatan ayah
Kedekatan hubungan antara ibu dan anak sama
pentingnya dibandingkan kedekatan antara ayah dan
anaknya, walaupun secara kodrati terdapat perbedaan
diantara keduanya. Pengasuhan anak dalam rumah
tangga dapat melibatkan ayah untuk memnjalankan
peran pengasuhannya. Seorang ayah tidak saja
bertanggung jawab dalam memberikan nafkah akan
tetapi dapat pula bekerja sama dengan ibu dalam
42
melakukan perawatan anak seperti mengajak bermain
dan olah raga bersama sebagai salah satu upaya dalam
melakukan interaksi.
c. Pendidikan orang tua
Pendidikan dan pengalaman orang tua dalam
melakukan perawatan anak akan mempengaruhi
kesiapan mereka dalam menjalankan peran
pengasuhan. Pengalaman dalam menjalankan peran
tersebut dipelajari dari pengalaman orang tua ataupun
pengalaman terdahulu.
d. Pengalaman sebelumnya dalam mengasuh
Orang tua yang sebelumnya memiliki
pengetahuan dalam merawat anak, mereka akan lebih
siap dalam menjalankan peran pengasuhan. Selain itu
mereka akan lebih mampu dalam mengenali tanda-
tanda pertumbuhan dan perkembangan anak yang
normal.
e. Stress orang tua
Stress yang dialami orang tua akan
mempengaruhi kemampuan orang tua dalam
menjalankan peran pengasuhan, terutama dalam
kaitannya dengan strategi kopingadalah suatu proses
individu berusaha untuk menangani dan menguasai
situasi stres yang menekan akibat dari menghadapi
43
permasalahan anak dengan cara melakukan perubahan
kognitif maupun perilaku guna memperoleh rasa aman
dalam diri. Kondisi yang lain anak juga dapat
menyebabkan stress pada orang tua, misalnya orang
tua dengan anak yang keterbelakangan mental.
f. Hubungan suami istri
Hubungan yang kurang harmonis antara suami
dan istri akan berdampak kepada kemampuan mereka
dalam menjalankan perannya sebagai orang tua dan
merawat serta mengasuh anak dengan penuh rasa
bahagia, karena satu sama lain dapat saling memberi
dukungan dan menghadapi segala masalah dengan
koping yang positif.
2.11 Mengukur Pola Asuh Orang Tua
Terdapat beberapa alat ukur yang digunakan
untuk mengukur jenis atau tipe pola asuh orang tua
diantaranya adalah menggunakan lembar kuesionare
Persepsi siswa tentang Pola Asuh demokratis Orang
Tua (Yuliana, 2012). Adapun cara lain yang dapat
digunakan untuk mengukur jenis pola asuh orang tua
yaitu Family Communication Patterns (FCP) yang
dikembangkan oleh Richie and Fitzpatrick, (1990) yang
dipadukan dengan Physicology Control Scale (PCS)
menjadi Revised Family Communication Pattern (RFCP)
instrumen yang digunakan untuk mengukur tipe atau
gaya pola asuh orang tua berdasarkan pada cara
44
berkomunikasi anak dengan orang tua dalam penelitian
(Kuhar, M., 2010) tentang Parent Authority Styles in
Adolescent-Parent Relationship.
Menurut Reitman at al (2002) bahwa Pola asuh
orang tua dapat diukur dengan menggunakan
Konseptualisasi Baumrind tentang gaya pengasuhan
dengan menggunakan Parental Authority Questionare -
Revisi (PAQ-R) yang bertujuan untuk menguji sifat dari
gaya pengasuhan orang tua. PAQ-R adalah salah satu
instrumen yang dibuat untuk mengukur pola
pengasuhan orang tua baik berdasarkan pada etnis dan
sosioekonomi dilihat dari segi persepsi anak terhadap
sikap orang tua di Amerika-Afrika. Maka alat yang
digunakan oleh penulis untuk mengukur sifat atau
jenis pola asuh orang tua yaitu Kuesioner Pola Asuh
Demokratis berdasarkan pada Persepsi Anak.
2.12 Kajian Hubungan Layanan Informasi
Karier dan Pola Asuh Demokratis
dengan Pilihan karier
Teori pengembangan karier menurut Holland
(1985) yang di dalamnya yaitu mengenai pilihan karier
berdasarkan pada tipe kepribadian, seperti minat, perlu
disesuaikan dengan jenis pekerjaan nantinya. Untuk
itu, siswa perlu mengetahui bahwa apa yang menjadi
minat mereka dan mengetahui sejumlah informasi
45
terkait dengan kariernya. untuk mengetahui akan
kariernya, siswa di sekolah diperhadapkan dengan
layanan informasi karier yang disampaikan oleh guru,
ternyata dapat mengarahkan siswa akan pilihan
kariernya. Dalam menentukan pilihan karier, menurut
Sucipto (2008) membahas layanan informasi karier
dapat meningkatkan arah pilihan karier.
Penelitian yang dilakukan oleh Bacanli (2012),
menyatakan bahwa, pemberian layanan informasi
dalam dunia karier dapat memberikan manfaat bagi
individu untuk dapat melihat hubungan antara
keputusan karier yang dibuat secara matang dan tidak
rasional. Penelitiannya melibatkan 188 mahasiswa
Turki. Setelah dilakukan analisis ditemukan bahwa,
layanan informasi karier berhubungan secara positif
signifikan pada mahasiswa Turki dengan koefisien
korelasi sebesar r : 0,331 p(<0,01).
Emily (2011) meneliti tentang Relationship Among
Career and Life stress, Negative Career Thoughts, and
Career Decision State: A Cognitive Information Processing
Perspective menyatakan bahwa proses pengumpulan
informasi dari tiap individu dipengaruhi oleh faktor
kehidupan stres dan perspektif negatif tentang karier,
apabila kurangnya informasi karier maka akan
berdampak bagi individu untuk dapat menentukan
karier yang hendak dipilih. Penelitian ini melibatkan
46
232 mahasiswa di University of Southern Mississipi.
Instrumen yang digunakan yaitu decision making list
(Test). Hasil analisis menunjukkan bahwa hubungan
antara kehidupan stress dengan peningkatan pilihan
karier yang keliru berdasarkan sejumlah pengolahan
informasi karier, dengan koefisien korelasi sebesar r :
0,380 p(<0,01).
Alika (2010) meneliti tentang Parental and Peer
group influence as Correlates of career choice in
humanities Among High school students in Edo state,
Nigeria. Menyatakan bahwa pola asuh orang tua
berhubungan langsung dengan karier yang akan dipilih
siswa. Penelitian ini melibatkan 100 siswa di Sekolah
Menengah Atas di Nigeria. Instrumen yang digunakan
yaitu students occupational clusters preferences scale
(OCPS), peer pressure assessment scale (PPAS), dan
parental influence assessment inventory (PIAI). Hasil
analisis menunjukkan bahwa adanya hubungan yang
signifikan pola asuh orang tua dan pilihan karier siswa,
dengan koefisien korelasi sebesar r : 0,371 p(<0,05).
Sejalan dengan penelitian Safitri (2012) tentang
Hubungan antara persepsi pola asuh demokratis
dengan pilihan karier pada siswa kelas XI SMA Negeri
11 Yogyakarta. Dalam penelitian ini, melibatkan 160
siswa. Instrumen yang digunakan berupa Kuesioner
yang terdiri dari, Skala Persepsi Terhadap Pola Asuh
47
Demokratis yang dikembangkan oleh (Baumrind, 1971)
dan Skala Pilihan Karier yang dikembangkan oleh
(Holland, 1985). Hasil analisis menunjukkan bahwa
tedapat hubungan yang positif antara Pola asuh
demokratis dan pilihan karier siswa, dengan nilai
koefisien koelasi sebesar r : 0,381 p(< 0,05).
2.13 Hasil-hasil Penelitian yang Relevan
Hasil penelitian sebelumnya Wicaksono (2012)
menunjukkan bahwa informasi karier sangat
berhubungan dalam pengambilan keputusan dengan
koefisien korelasi r: 0,522 p (<0,05). Sejalan dengan
Luhur (2004) dalam penelitiannya terhadap para siswa
SMA di Malang juga mengungkapkan bahwa terdapat
hubungan antara pemberian layanan informasi karier
dengan pengambilan putusan karier dengan koefisien
korelasi sebesar r : 442 p (<0,05).
Adapun hasil penelitian Ismadi (2012) sejalan
dengan penelitian Wicaksono (2012) dan Luhur (2004)
tentang hubungan layanan informasi karier dengan
menggunakan teknik E-learning terhadap kemantapan
dalam pilihan karier siswa, dimana hasil penelitiannya
menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan
antara layanan informasi karier dengan pilihan karier
siswa. Dengan koefisien korelasi sebesar
r:0,571p(<0,05) dimana jumlah responden yang
48
digunakan sebagai sampel adalah siswa yang
berjumlah N=32.
Selain itu, hasil penelitian yang dilakukan oleh
Ariani (2002) tentang Hubungan antar Pola asuh orng
tua dengan pilihan karier siswa Kelas II di SMU Islam
Malang, menunjukkan bahwa ada hubungan yang
signifikan antara pola asuh demokratis orang tua
dengan pilihan karier siswa sebesar 9,46% dengan
nilai r : 0,397 p(<0,05). Sejalan dengan penelitian
Yuliana (2012) tentang Hubungan antara pola asuh
demokratis dengan pemilihan karier siswa kelas XI di
SMA Negeri 11 Yogyakarta, menunjukkan bahwa ada
hubungan yang signifikan pola asuh demokratis orang
tua dengan pilihan karier siswa dengan presentase 29%
dimana, N=160 dengan koofesien korelasi sebesar r :
0,561 p(<0,05)
2.14 Kerangka Teoritik
Setiap Individu dalam masa pertumbuhan dan
perkembangan akan beranjak pada tiap fase
kehidupan. masa remaja adalah masa peralihan antara
masa anak-anak ke masa dewasa. Salah satu tugas
perkembangan pada masa remaja adalah memilih dan
menentukan karir. Remaja yang sudah berada di
sekolah menengah kejuruan (SMK) sudah mulai
49
memikirkan masa depan mereka. Untuk siswa kelas XI
SMK Negeri 2 Salatiga yang rata-rata usianya 15-17
tahun, proses pilihan karirnya termasuk dalam tahap
tentatif. Pada tahap tentatif mencakup usia kurang
lebih 11 tahun sampai 18 tahun, jadi masa anak
bersekolah di SMP dan SMA/SMK maupun yang
sederajat. Siswa SMK mulai mengalami perubahan
dalam pilihan karirnya, anak mulai menyadari tentang
tuntutan-tuntutan yang terkandung dalam suatu
pekerjaan. Untuk memilih pekerjaan, anak memikirkan
apakah ia berminat di bidang pekerjaan tersebut atau
tidak, anak juga memikirkan seberapa besar
kemampuannya bila berhubungan dengan pekerjaan
yang menjadi pilihannya serta nilai-nilai kehidupan
juga tidak lepas menjadi pertimbangan dalam pilihan
karirnya tersebut. Dalam tahap tentatif ini anak
memadukan antara minat, kemampuan yang miliki
serta nilai-nilai kehidupan sebagai gambaran diri yang
jelas dan menyadari akibat-akibatnya terhadap
keputusan karir yang dipilihnya. Masa remaja juga
masa berkembangnya identity (jati diri). Perkembangan
identity pada masa remaja erat kaitannya dengan
komitmen terhadap okupasi masa depan. Apabila
remaja gagal mengintegrasikan aspek-aspek dan
pilihan atau merasa tidak mampu memilih, maka dia
akan mengalami kebingungan. Individu yang
mengalami kebingungan identitas tidak menemukan
50
arah pekerjaan atau komitmen ideology yang mana
pun, dan mencapai kemajuan kecil kearah tujuan-
tujuan ini.
Untuk dapat menentukan pilihan karirnya secara
tepat individu memerlukan proses yang panjang yang
dipengaruhi oleh taraf perkembangannya. Walaupun
individu bisa memutuskan karir yang akan dipilihnya
tetapi banyak hal yang perlu diperhatikan agar
keputusannya tersebut sesuai dengan keadaan dan
kemampuan individu tersebut. Pilihan karir merupakan
suatu proses untuk memilih suatu pekerjaan tertentu.
Seseorang akan mempertimbangkan beberapa pilihan
pekerjaan yang didasarkan atas berbagai faktor
diantaranya kesesuaian internal seperti minat,
kemampuan, dan nilai-nilai, dukungan orang tua,
pengaruh teman sebaya, serta informasi kerja dan lain-
lain.
Layanan informasi karier merupakan sub bagian
dari Layanan bimbingan dan konseling di sekolah
dimana proses pendidikan di sekolah, bukan hanya
memperoleh pengetahuan saja, melainkan
pembentukan karakteristik tiap individu, serta
kesiapan siswa dalam menentukan kariernya kelak.
Maka sejalan dengan pendapat Arikunto (2008) bahwa
bimbingan dan konseling merupakan bagian integral
dari manajemen pendidikan di sekolah karena,
manajemen pendidikan berarti mengatur seluruh
51
kebetuhan siswa dari segi pengetahuan dan sikap
semenjak masuk sekolah sampai pada kelulusannya.
Apabila siswa telah memperoleh sejumlah informasi
yang berkaitan dengan dunia pekerjaan, maka dia akan
menentukan pilihan karier sesuai dengan
kemampuannya. Jadi Hubungan antara layanan
informasi karier yang diberikan guru bagi siswa sangat
mempengaruhi pilihan kariernya.
Orang tua menjadi salah satu faktor dari
beberapa faktor, yang mempengaruhi pilihan karier
anak. Setiap orang tua memiliki pola asuh yang
berbeda beda, dan hal ini akan menentukan hasil akhir
dari arah pilih anak. Ada beberapa orang tua yang
senang memaksakan kehendaknya mereka cenderung
otoriter dan membatasi gerak anak, anak tidak bebas
memilih harus sesuai pilihan orang tua. Ada juga orang
tua yang cenderung permisif atau terlalu membebaskan
anak, anak cenderung seenaknya namun menjadi
kurang bertanggung jawab. Ada pula yang lebih
demokratis, yaitu orang tua menggabungkan antara
pola asuh otoriter dan permisif yang biasa disebut
dengan pola asuh demokratis. Disini orang tua tidak
terlalu mengekang dan tidak terlalu membebaskan.
Anak diberi kebebasan namun tetap diawasi dan diberi
tanggung jawab. Anak bisa menentukan pilihannya
namun tetap didiskusikan dengan orang tua dan
dicarikan solusi yang terbaik.
52
Dalam keluarga demokratis senantiasa mencari
penalaran di belakang perintah yang diberikan
sehingga anak terlatih menetapkan pilihannya, apakah
sesuai atau tidak terutama dengan norma. Hal ini akan
termanifestasi dalam perilaku sehari-hari terutama
dalam menetapkan pilihan karier. Individu terbiasa
memperhitungkan apa yang akan dia lakukan, apa
yang akan dia pilih, apa akibat dari pilihannya,
bagaimana pendapat orang tua dan pertimbangan lain.
Hubungan antara orang tua dan anak yang baik
akan menumbuhkan persepsi yang positif dalam diri
anak tentang orang tua mereka. Remaja yang memiliki
persepsi bahwa orang tuanya menerapkan pola asuh
demokratis, akan merasa dirinya diterima dan dihargai
karena anak merasa orang tua tidak sekedar menutut
atau memaksakan kehendak namun lebih mengakui
hak-hak mereka sebagai anak. Kaitannya dengan
pilihan karir ketika anak sudah memiliki pemahaman
positif tentang pola asuh demokratis yang diterapkan
orang tua, maka ketika dihadapkan dalam pilihan karir
anak lebih bisa menentukan pilihannya tanpa merasa
tertekan oleh orang tua. Anak tidak akan menganggap
orang tua mereka sebagai hambatan dalam pilihan
karir namun sebaliknya anak tidak akan ragu
menjadikan orang tuanya sebagai pedoman ketika
mereka mengalami kebingungan dalam memilih karena
menentukan pilihan itu, bukanlah hal yang mudah,
53
H1
H2
H3
dan anak tidak akan ragu atau takut untuk berdiskusi
dengan orang tua yang memberi kenyamanan serta
bisa memahami mereka. Hal ini erat hubungannya
dengan ketepatan pilihan karir anak kelak. Dari uraian
diatas jelas terdapat hubungan antara pola asuh
demokratis dengan pilihan karir anak.
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat diperjelas
denga uraian bentuk bagan seperti berikut ini;
Layanan Informasi Karier (X1) 1. Usaha yang dilakukan individu
dalam memahami materi informasi karier.
2. Sejauh Mana Individu ingin memperoleh layanan informasi karier.
3. Bentuk-bentuk Layanan Informasi Karier di Sekolah.
Pola asuh demokratis (X2)
1. Bentuk pola asuh demokratis
dilihat dari aspek pengontrolan.
2. Bentuk pola asuh demokratis
dilihat dari aspek tanggapan.
Pilihan Karier (Y)
1. Aktivitas yang disukai
2. Kompetensi yang dimiliki
3. Pekerjaan yang disukai
54
Gambar 2.2
Bagan Kerangka Pikir
2.15 Hipotesis Penelitian 2.15.1 Hipotesis Empirik
1. Ada hubungan yang signifikan antara layanan
informasi karier dengan pilihan karier siswa kelas
XI SMK Negeri 2 Salatiga tahun ajaran
2012/2013
2. Ada hubungan yang signifikan antara pola asuh
demokratis orang tua dengan pilihan karier siswa
kelas XI SMK Negeri 2 Salatiga tahun ajaran
2012/2013
3. Ada hugungan yang signifikan antara layanan
informasi karier dan pola asuh demokratis orang
tua dengan pilihan karier siswa kelas XI SMK
Negeri 2 Salatiga tahun ajaran 2012/2013
2.15.2 Hipotesis Statistik
1. Ho: Rx1.y = 0 artinya tidak ada hubungan yang
signifikan antara layanan informasi karier dengan
pilihan karier siswa kelas XI SMK Negeri 2
Salatiga, dan jika H1:Rx1.y ≠ 0artinya ada
55
hubungan yang signifikan antara layanan
informasi dengan pilihan karier siswa kelas XI
SMK Negeri 2 Salatiga.
2. Ho: Rx2.y = 0 artinya tidak ada hubungan yang
signifikan antara pola asuh demokratif orang tua
dengan pilihan karier siswa kelas XI SMK Negeri
2 Salatiga, dan jika H1: Rx2.y ≠ 0 artinya ada
hubungan yang signifikan antara pola asuh
demokratif orang tua dengan piliha karier siswa
kelas XI SMK Negeri 2 Salatiga.
3. Ho: Rx12.y = 0 artinya tidak ada hubungan yang
signifikan antara layanan informasi karier, pola
asuh demokratif orang tua dengan pilihan karier
siswa kelas XI SMK Negeri 2 Salatiga dan jika H1:
Rx12.y ≠ 0 artinya ada hubungan yang signifikan
antara layanan informasi karier, pola asuh
demokratif orang tua dengan pilihan karier siswa
kelas XI SMK Negeri 2 Salatiga.