BAB II LANDASAN TEORI -...
-
Upload
truongkhue -
Category
Documents
-
view
215 -
download
0
Transcript of BAB II LANDASAN TEORI -...
14
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Pengertian Self-Regulated Learning
Zimmerman dalam Ahmadi mendefinisikan self-regulated learning sebagai
suatu proses dimana seorang siswa mengaktifkan dan mendorong kognisi
(cognition), perilaku (behaviours) dan perasaannya (affect) secara sistematis dan
berorientasi pada pencapaian tujuan belajar. Berdasarkan perspektif sosial
kognitif, siswa yang dapat dikatakan sebagai self regulated learner adalah siswa
yang secara metakognitif, motivasional, dan behavioral aktif dan turut serta
dalam proses belajar mereka. Siswa tersebut dengan sendirinya memulai usaha
belajar secara langsung untuk memperoleh pengetahuan dan keahlian yang
diinginkan, tanpa bergantung pada guru, orang tua atau orang lain. Self-regulated
learning dapat berlangsung apabila peserta didik secara sistematis mengarahkan
perilakunya dan kognisinya dengan cara memberi perhatian pada instruksi-
instruksi, tugas-tugas, melakukan proses dan menginterpretasikan pengetahuan,
mengulang-mengulang informasi untuk mengingatnya serta mengembangkan
dan memelihara keyakinan positifnya tentang kemampuan belajar dan mampu
mengantisipasi hasil belajarnya Schunk, dalam Schunk & Zimmerman (1998).
Susanto (2006) Setiap orang memiliki usaha untuk meregulasi dirinya
sendiri dengan berbagai cara yang berbeda dalam mencapai tujuannya yang
membedakan adalah efektivitas dari regulasi diri tersebut. Regulasi diri dalam
pembelajaran / self-regulated learning sangat diperlukan, karena dengan adanya
self-regulated learning ini peserta didik akan mengetahui dan memahami
15
perilaku seperti apa yang dapat diterima oleh orangtua dan lingkungannya,
sehingga peserta didik bisa menetapkan target pencapaian prestasi yang harus
diraihnya. Self-regulated learning yang baik juga membantu dalam mengatur,
merencanakan dan mengarahkan dirinya, untuk mencapai tujuan tertentu, dalam
hal ini pencapaian mendorong peserta didik untuk mempunyai motivasi untuk
berprestasi di sekolah. Tentunya didalam mendapatkan prestasi belajar yang
diinginkan peserta didik perlu terlebih dahulu menumbuhkan motivasi di dalam
dirinya agar dapat berprestasi, dengan adanya motivasi ini peserta didik akan
terdorong untuk mencapai prestasi yang diinginkan. Dengan didukung
pengaturan diri ini, peserta didik akan mampu menunjukkan atau menahan
perilaku tertentu secara tepat sesuai dengan kondisi yang dihadapi dalam usaha
mencapai prestasinya.
Menurut Piaget unsur yang paling penting dalam perkembangan pemikiran
seseorang adalah mekanisme internal yang disebut dengan ekuilibrium. Hal ini
merupakan regulasi-diri, yaitu unsur pengaturan dalam diri seseorang
berhadapan dengan rangsangan atau rangsangan dari luar. Berhadapan dengan
lingkungan luar, seseorang mengalami ketidakseimbangan (Disekuilibrium)
dalam dirinya. Sehingga individu akan berusaha membuat keseimbangan
(Ekuilibrasi) dengan lingkungannya. Ekuilibrasi ini sering juga disebut motivasi
dasar seseorang yang memungkinkannya selalu berusaha memperkembangkan
pemikiran dan pengetahuannya. Untuk mengembangkan pengetahuan individu
maka ia harus mengembangkan regulasi-diri untuk mencapai ekuilibrasi dalam
proses pemikirannya.
16
2.1.1 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Self-Regulated Learning.
Sel-regulated learning dipengaruhi beberapa factor, diantaranya adalah
self efficacy, motivasi dan tujuan.
a. Self efficacy.
Merupakan penilaian individu terhadap kemampuan nya untuk
melakukan suatu tugas, mencapai suatu tujuan, atau mengatasi hambatan dalam
belajar (Bandura, 2003). Self efficacy dapat mempengaruhi siswa dalam memilih
suatu tugas, usaha, ketekunan, dan prestasi. Siswa yang memiliki self efficacy
yang tinggi akan meningkatkan penggunaan kognitif dan strategi self-regulated
learning.
b. Motivasi .
Menurut Cobb (2003), motivasi yang dimiliki siswa secara positif
berhubungan dengan self-regulated learning. Motivasi dibutuhkan siswa untuk
melaksanakan strategi yang akan mempengaruhi proses belajar. Siswa
cenderung akan lebih efisien mengatur waktunya dan efektif dalam belajar
apabila memiliki motivasi belajar. Motivasi yang berasal dari dalam diri
seseorang (intrinsic)cenderung akan lebih memberikan hasil positif dalam proses
belajar dan meraih prestasi yang baik. Motivasi ini akan lebih kuat dan le bih
stabil / menetap bila
dibandingkan dengan motivasi yang berasal dari luar diri (extrinsic).
c. Tujuan (goals).
Menurut Cobb (2003) goal merupakan penetapan tujuan apa yang
hendak dicapai seseorang. Goal merupakan kriteria yang digunakan siswa untuk
17
memonitor kemajuan mereka dalam belajar. Goal memiliki dua fungsi dalam
self-regulated learning yaitu menuntun siswa untuk memonitor dan mengatur
usahanya dalam arah yang spesifik. Selain itu goal juga merupakan kriteria bagi
siswa untuk mengevaluasi performansi mereka.
Dalam perspektif sosial kognitif keberadaan strategi self-regulated
learning ditentukan oleh tiga faktor yakni faktor pribadi, perilaku dan
lingkungan (Bandura dalam Pintrich & Schunk,2002).
1. Faktor pribadi
Self-regulated learning terjadi pada derajat dimana peserta didik dapat
menggunakan proses personal untuk secara strategis mengatur perilaku dan
lingkungan belajar disekitarnya. Faktor ini meliputi penggunaan strategi
mengatur materi pelajaran (organizing & transforming), membuat rencana dan
tujuan belajar (goal setting & planning), mencatat hal penting (keeping record &
monitoring), serta mengulang dan mengingat (rehearsing & memorizing).
2. Faktor perilaku
Menunjuk pada kemampuan peserta didik dalam menggunakan self-
evaluation strategy sehingga mendapatkan informasi tentang keakuratan dan
mengecek kelanjutan dari hasil umpan balik. Faktor ini melibatkan strategi
konsekuensi setelah mengerjakan tugas (self consequences) dan evaluasi
terhadap kemajuan tugas (self-evaluating).
3. Faktor lingkungan
Menunjuk pada sikap proaktif peserta didik untuk menggunakan strategi
pengubahan lingkungan belajar seperti penataan lingkungan belajar, mengurangi
18
kebisingan, penataan cahaya yang tepat, dan pencarian sumber belajar yang
relevan. Faktor ini meliputi strategi mencari informasi (seeking information),
mengatur lingkungan belajar (environmental structuring), mencari bantuan
sosial (seek social assistance), serta meninjau kembali catatan, tugas atau tes
sebelumnya dan buku pelajaran (review record).
2.1.2 Komponen Self-Regulated Learning
Menurut Kermarrec dkk (2004) ada tiga komponen teoritis yang
menggambarkan proses self-regulated learning dalam pendidikan, yaitu strategi
belajar (learning strategi), strategi pengelolaan (management strategi),dan
pengetahuan tentang belajar atau knowledge of learning.
a. Strategi belajar merupakan strategi utama yang mengindikasikan tentang
cara peserta didik memilih dan memproses informasi yang disajikan
dalam pelajaran.
b. Strategi pengelolaan adalah strategi pendukung yang merepresentasikan
tentang bagaimana peserta didik secara mental mengorganisasi
lingkungan belajar dan memfasilitasi pemrosesan informasi.
c. Adapun pengetahuan tentang belajar berkenaan dengan informasi umum
yang digunakan oleh peserta didik untuk menjelaskan cara-cara strategi
dalam belajar.
Berdasarkan hasil penelitian Kermarrec, dkk. (2004) menyebutkan ada 17
kategori empiris dalam proses regulasi diri. Ke-17 kategori tersebut dipilah
menjadi 6 kategori strategi belajar, 7 strategi pengelolaan, dan 4
pengetahuan tentang belajar. 6 kategori strategi belajar yang terbukti secara
19
efektif digunakan dalam pendidikan adalah : (a) mendengarkan instruksi (b)
berfikirdan menemukan pemahaman; (c) melihat dan meniru; (d)
memvisualisasikan dan membayangkan; (e) memfokuskan perhatian; (f)
mengulang dan melatih. Selanjutnya, 7 kategori empiris dalam strategi
pengelolaan terdiri dari (a)mengelola perhatian; (b) mencari bantuan; (c)
mengelola tugas dan menyesuaikan tingkat kesulitan; (d) mengelola waktu; (e)
mengurangi interaksi teman sebaya; (f) mengelola motivasi; (g) melakukan
evaluasi diri. Adapun ke- 4 kategori yang termasuk dalam pengetahuan
tentang belajar adalah :(a)pengetahuan tentang diri; (b) pengetahuan tentang
strategi (c) pengetahuan tentang situasi; (d) pengetahuan tentang orang lain.
2.1.3 Karakteristik Individu Yang Memiliki Self Regulated Learning
Menurut Zimmermen, dkk dalam Haryu (2004) karakteristik individu
yang memiliki self-regulated learning adalah memiliki kemampuan untuk
mempersiapkan aktifitas dan langkah-langkah dalam belajar supaya individu
tersebut dapat secara aktif mengatur aktifitasnya di dalam belajar dapat
mempertimbangkan segala tindakanya, dapat menerima masukan serta
mempunyai motivasi tetap tinggi di dalam belajarnya.
Sedangkan menurut Rochester Institute Of Technology mengemukakan
ciri-ciri individu yang memiliki self-regulated learning memiliki kemandirian
dalam melaksanakan tugas-tugas yang diberikan kepadanya serta dapat membuat
perencanaan untuk mengatur penggunaan waktu serta sumber-sumber yang
dimiliki baik yang besumber dari dalam individu tersebut maupun rangsangan
dari luar atau dari lingkungan sekitar pada saat melaksanakan tugas. selain itu
20
individu juga harus memiliki need for challenge yang berarti pelajar memiliki
kemampuan untuk menyesuaikan diri terhadap kesulitan yang dihadapinya di
dalam mengerjakan tugas dan mengubahnya menjadi sebuah tantangan yang
lebih menarik untuk dipelajari sehingga mereka dapat menggunakan sumber-
sumber yang berasal dari dalam dirinya maupun dari luar dirinya didalam proses
belajar.
Zimmerman dan Martinez-Pons dalam Purdie, dkk, (1996) melakukan
sebuah penelitian dengan metode wawancara yang telah menghasilkan 10
kategori perilaku belajar sebagai strategi self regulated learning sebagai berikut :
a. Evaluasi terhadap kemajuan tugas (self evaluating)
Merupakan inisiatif siswa dalam melakukan evaluasi terhadap kualitas
tugas dan kemajuan pekerjaannya. Peserta didik memutuskan apakah hal-hal
yang telah dipelajari mencapai tujuan yang ditentukan sebelumnya. Dalam hal
ini peserta didik membandingkan informasi yang didapat melalui self monitoring
dengan beberapa standar atau tujuan yang dimiliki.
b. Mengatur materi pelajaran (organizing & transforming)
Strategi organizing menandakan perilaku overt dan covert dari peserta
didik untuk mengatur materi yang dipelajari dengan tujuan meningkatkan
efektivitas proses belajar. Strategi transforming dilakukan dengan mengubah
materi pelajaran menjadi lebih sederhana dan mudah dipelajari.
c. Membuat rencana dan tujuan belajar (goal setting & planning)
Strategi ini merupakan pengaturan peserta didik terhadap tujuan umum
dan tujuan khusus dari belajar dan perencanaan untuk urutan pengerjaan tugas,
21
bagaimana memanfaatkan waktu dan menyelesaikan kegiatan yang berhubungan
dengan tujuan tersebut. Perencanaan akan membantu peserta didik untuk
menemu-kenali konflik dan krisis yang potensial serta meminimalisir tugas-
tugas yang mendesak. Perencanaan juga memungkinkan peserta didik untuk
fokus pada hal-hal yang penting bagi perolehan kesuksesan jangka panjang.
Untuk mendapatkan manfaat sebesar mungkin dari perencanaan, maka
perencanaan perlu ditinjau kembali secara rutin.
d. Mencari informasi (seeking information)
Peserta didik memiliki inisiatif untuk berusaha mencari informasi di luar
sumber-sumber sosial ketika mengerjakan tugas ataupun ketika mempelajari
suatu materi pelajaran. Strategi ini dilakukan dengan menetapkan informasi apa
yang penting dan bagaimana cara mendapatkan informasi tersebut.
e. Mencatat hal penting (keeping record & monitoring)
Strategi ini dilakukan dengan mencatat hal-hal penting yang
berhubungan dengan topik yang dipelajari, kemudian menyimpan hasil tes, tugas
maupun catatan yang telah dikerjakan.
f. Mengatur lingkungan belajar (environmental structuring)
Peserta didik berusaha memilih atau mengatur aspek lingkungan fisik
dengan cara tertentu sehingga membantu mereka untuk belajar dengan lebih
baik.
g. Konsekuensi setelah mengerjakan tugas (self consequences)
Strategi ini dilakukan dengan mengatur atau membayangkan reward atau
punishment yang didapatkan bila berhasil atau gagal dalam mengerjakan tugas.
22
h. Mengulang dan mengingat (rehearsing & memorizing)
Peserta didik berusaha mempelajari ulang materi pelajaran dan mengingat
bahan bacaan dengan perilaku yang overt dan covert.
i. Mencari bantuan sosial (seek social assistance)
Bila menghadapi masalah dengan tugas yang sedang dikerjakan, peserta
didik dapat meminta bantuan teman sebaya (seek peer asistance), meminta
bantuan guru (seek teacher assistance) dengan bertanya kepada guru didalam
maupun luar jam belajar untuk dapat membantu menyelesaikan tugas dengan
baik. Peserta didik juga meminta bantuan orang dewasa (seek adult assistance)
yang berada di dalam dan di luar lingkungan belajar bila ada topik yang tak
dimengerti. Orang dewasa yang dimaksud dalam hal ini adalah orang yang lebih
berpengalaman.
j. Meninjau kembali catatan, tugas atau tes sebelumnya dan buku pelajaran
(review record)
Dalam strategi ini peserta didik meninjau kembali catatan pelajaran
sehingga tahu topik apa saja yang akan diuji. Selanjutnya peserta didik meninjau
kembali tugas atau tes sebelumnya (review test/work) yang meliputi soal-soal
ujian terdahulu tentang topik-topik tertentu, juga tugas tugas yang telah
dikerjakan sebagai sumber informasi untuk belajar.
23
2.2 Pengertian Motivasi Berprestasi
Mc Clelland dalam Wardi (2010) bahwa motivasi berprestasi merupakan
kecenderungan seseorang dalam mengarahkan dan mempertahankan tingkah
laku untuk mencapai suatu standar prestasi. Pencapaian standar prestasi
digunakan oleh siswa untuk menilai kegiatan yang pernah dilakukan. Siswa yang
menginginkan prestasi yang baik akan menilai apakah kegiatan yang
dilakukannya telah sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan.
Motivasi berprestasi merupakan daya penggerak yang memotivasi
semangat seseorang, yang mendorong seseorang untuk mengembangkan
kreativitas dan menggerakkan semua kemampuan serta energi yang dimilikinya
demi mencapai prestasi kerja yang maksimal (Mc Clelland, 1987). Motivasi
berprestasi merupakan suatu kebutuhan untuk memberikan prestasi yang
mengungguli standar. Menurut McClelland dan Atkinson bahwa motivasi
berprestasi merupakan ciri seorang yang mempunyai harapan tinggi untuk
mencapai keberhasilan dari pada ketakutan kegagalan. Selanjutnya dinyatakan
McClelland bahwa motivasi berprestasi merupakan kecenderungan seseorang
dalam mengarahkan dan mempertahankan tingkah laku untuk mencapai suatu
standar prestasi. Pencapaian standar prestasi digunakan oleh siswa untuk menilai
kegiatan yang pernah dilakukan. Siswa yang menginginkan prestasi yang baik
akan menilai apakah kegiatan yang dilakukannya telah sesuai dengan kriteria
yang telah ditetapkan.
Motivasi berprestasi adalah orientasi seseorang dalam berusaha sedemikian
rupa untuk mencapai keberhasilan tugas, kegigihan dalam menghadapi
24
kegagalan, dan perasaan bangga ketika mencapai keberhasilan (Gill dalam
Weinberg dan Gould, 1995). Motivasi berprestsi sering disebut juga dengan
isitilah daya saing (competitiveness). Daya saing adalah disposisi berusaha
sedemikian rupa untuk memperoleh kepuasan ketika dibandingkan dengan
standar kesempurnaan atau ukuran keunggulan orang lain (Cox, 2002).
Berkaitan dengan penelitian ini, motivasi berprestasi memiliki 9 indikkator,
yaitu:1) memiliki semangat yang tinggi untuk mencapai kesuksesan; 2) memiliki
tanggung jawab; 3) memiliki rasa percaya diri; 4) memilih untuk melakukan
tugas yang menantang; 5) menunjukkan usaha keras dan tekun dalam mencapai
tujuan yang bersifat lebih baik; 6) memupuk keberanian untuk mengambil
resiko; 7) adanya keinginan untuk selalu unggul dari orang lain; 8) kreatif; 9)
selalu menen-tukan tujuan yang realistik (Mc Clelland, dkk. (1976) dan
Abdullah (Azwar, 1999).
Mc Clelland dalam Sukadji dkk (2001) mendefinisikan motivasi
berprestasi sebagai motivasi yang mendorong seseorang untuk mencapai
keberhasilan dalam bersaing dengan suatu ukuran keunggulan (standard of
excellence). Sedangkan menurut Murray dalam Beck (1998), motivasi
berprestasi adalah suatu keinginan atau kecenderungan untuk mengatasi
hambatan, melatih kekuatan, dan untuk berusaha melakukan sesuatu yang sulit
dengan baik dan secepat mungkin. Sementara itu Atkinson dalam Petri (2001)
menyatakan bahwa motivasi berprestasi individu didasarkan atas dua hal, yaitu
tendensi untuk meraih sukses dan tendensi untuk menghindari kegagalan.
Individu yang memiliki motivasi berprestasi tinggi berarti ia memiliki motivasi
25
untuk meraih sukses yang lebih kuat daripada motivasi untuk menghindari
kegagalan, begitu pula sebaliknya.
Motivasi yang muncul dari dalam diri individu tidak terlepas dari adanya
kebutuhan. Faktor utama yang menyebabkan timbulnya suatu kebutuhan dalam
kehidupan individu adalah untuk mempertahankan hidup dan memelihara
keseimbangan psikis (homeostatis). Adanya kebutuhan tersebut yang akan
menimbulkan dorongan atau motif dalam diri individu untuk melakukan
tindakan.
Mc Clelland dalam Sukadji dkk (2001) mendefinisikan motivasi
berprestasi sebagai motivasi yang mendorong seseorang untuk mencapai
keberhasilan dalam bersaing dengan suatu ukuran keunggulan (standard of
excellence). Sedangkan menurut Irwanto dalam Khairi Wardi (2010) motivasi
adalah penggerak perilaku (the energizer of behavior), dan penentu perilaku,
dengan kata lain motivasi adalah suatu konstruk teoritis mengenai terjadinya
perilaku.
Sudarsono dalam Khairi Wardi (2010) motivasi adalah tenaga yang
mendorong seseorang berbuat sesuatu keinginan, kecenderungan organisme
untuk melakukan sesuatu sikap atau perilaku yang dipengaruhi oleh kebutuhan
dan diarahkan kepada tujuan tertentu yang telah direncanakan
sebelumnya,sifatnya sebagai alat pengontrol terhadap dirinya sendiri.
Komarudin (1994) menyebutkan bahwa motivasi berprestasi meliputi:
pertama kecenderungan atau upaya untuk berhasil atau mencapai tujuan yang
dikehendaki, kedua keterlibatan ego individu dalam suatu tugas, ketiga harapan
26
suatu tugas yang terlihat oleh tanggapnya subyek, keempat motif untuk
mengatasi rintangan atau berupaya berbuat sesuatu dengan cepat dan baik.
Edwards dalam putu (2008) mengartikan motivasi berprestasi sebagai
suatu kebutuhan untuk berbuat lebih baik dari orang lain, yang mendorong
individu untuk menyelesaikan tugas lebih sukses untuk mencapai prestasi yang
lebih tinggi.
Heckhausen dalam Martaniah (1987) menyatakan bahwa seseorang yang
motivasi berprestasinya tinggi mempunyai disposisi penilaian antara lain:
a. Jika motivasi berprestasi lebih kuat, perbedaan antara bayangan diri yang
nyata dan yang ideal akan lebih besar.
b. Orang yang berorientasi sukses akan lebih mengharapkan kemungkinan
sukses, dan yang berorientasi gagal akan lebih mengharapkan kemungkinan
kegagalan dalam mencapai kegagalan.
c. Tingkat aspirasi yang berorientasi sukses biasanya hanya sedang, dan yang
berorientasi gagal biasanya terlalu tinggi atau terlalu rendah.
d. Subjek yang dimotivasi sukses menganggap sukses sebagai akibat faktor yang
mantap seperti kemampuan dan menganggap kegagalan bukan karena faktor
tersebut, tetapi sebagai akibat kurangnya usaha yang momental.
Pengertian kebutuhan untuk berprestasi menurut Mc Clelland dalam Sobur
(2003) adalah suatu daya dalam mental manusia untuk melakukan suatu kegiatan
yang lebih baik, lebih cepat, lebih efektif, dan lebih efisien daripada kegiatan
yang dilaksanakan sebelumnya. Ini disebabkan oleh virus mental. Dari pendapat
tersebut Alex Sobur mengartikan bahwa dalam psikis manusia, ada daya yang
27
mampu mendorongnya ke arah suatu kegiatan yang hebat sehingga dengan daya
tersebut, ia dapat mencapai kemajuan yang teramat cepat.
Menurut perspektif kognitif mengenai motivasi, pemikiran siswa
mengarahkan motivasi mereka. Perspektif kognitif juga menekankan pentingnya
penetapan tujuan, perencanaan, dan pemantauan menuju suatu sasaran.
Perspektif kognitif berargumen bahwa tekanan eksternal seharusnya kurang
ditekankan. Perspektif kognitif merekomendasikan bahwa siswa harus diberi
lebih banyak kesempatan dan tanggung jawab untuk mengendalikan hasil
prestasi mereka sendiri.
Motivasi Berprestasi merupakan bekal untuk meraih sukses. Sukses
berkaitan dengan perilaku 'produktif dan selalu memperhatikan / menjaga
'kualitas' produknya. Motivasi berprestasi merupakan konsep personal yang
merupakan faktor pendorong untuk meraih atau mencapai sesuatu yang
diinginkannya agar meraih kesuksesan. Untuk mencapai kesuksesan tersebut
setiap orang mempunyai hambatan-hambatan yang berbeda, dan dengan
memiliki motivasi berprestasi yang tinggi, diharapkan hambatan-hambatan
tersebut akan dapat diatasi dan kesuksesan yang dinginkan dapat diraih.
Dengan memiliki motivasi berprestasi maka akan muncul kesadaran bahwa
dorongan untuk selalu mencapai kesuksesan (perilaku produktif dan selalu
memperhatikan kualitas) dapat menjadi sikap dan perilaku permanen pada diri
individu. Motivasi berprestasi akan dapat mendobrak ketahanan individu dalam
menghadapi tantangan hidup sehingga mencapai kesuksesan.
28
Motivasi berprestasi adalah daya dorong yang terdapat dalam diri
seseorang sehingga orang tersebut berusaha untuk melakukan sesuatu tindakan /
kegiatan dengan baik dan berhasil dengan predikat unggul (excellent) dorongan
tersebut dapat berasal dari dalam dirinya atau berasal dari luar dirinya.
2.2.1 Ciri-Ciri Orang Yang Mempunyai Motivasi Berprestasi
Ada beberapa karakteristik dari individu yang memiliki motivasi
berprestasi yang dijabarkan oleh McClelland (1987), yakni sebagai berikut:
a. Menyukai tugas yang memiliki taraf kesulitan.
Rohwer (dalam Robbins, 2001) mengatakan bahwa seseorang yang
memiliki motivasi berprestasi tinggi akan berusaha mencoba setiap tugas yang
menantang tetapi mampu untuk diselesaikan, sedangkan orang yang tidak
memiliki motivasi berprestasi tinggi akan enggan melakukannya. Robbins (2001)
menambahkan bahwa orang yang memiliki motivasi berprestasi yang tinggi
menyukai tugas-tugas yang menantang serta berani mengambil resiko yang
diperhitungkan untuk mencapai suatu sasaran yang telah ditentukan. Oleh karena
itu, mereka yang memiliki motivasi berprestasi tinggi menyukai tugas-tugas
dengan taraf kesulitan sedang yang dianggap realistis sesuai dengan
kemampuannya untuk melakukan tuntutan pekerjaan (McCelland, 1987).
b. Bertanggung jawab secara personal atas performa kerja.
Individu yang memiliki motivasi berprestasi yang tinggi memilih untuk
bertanggung jawab secara personal terhadap performanya. Mereka akan
memperoleh kepuasan setelah melakukan sesuatu yang lebih baik dengan
tanggung jawab personal terhadap tugas yang dilakukan. Mereka juga mempunyai
29
kecenderungan untuk menyelesaikan pekerjaan sampai tuntas, dan selalu ingat
akan tugas-tugasnya yang belum terselesaikan.
c. Menyukai umpan balik
Umpan balik merupakan aspek penting dalam proses motivasi karena dapat
memberikan informasi kepada karyawan apakah hasil kerjanya telah berhasil
mencapai hasil seperti yang diharapkan. Mereka yang memiliki motivasi
berprestasi tinggi menganggap umpan balik sebagai hadiah karena mereka ingin
mengetahui seberapa baik mereka mengerjakan tugas tersebut. Individu yang
memiliki motivasi berprestasi yang tinggi mengharapkan umpan balik dan
membandingkan hasil kerjanya dengan hasil kerja orang lain dengan suatu ukuran
keunggulan yaitu perbandingan dengan prestasi orang lain atau standard tertentu.
Individu tersebut senang mendapatkan umpan balik yang tepat, cepat dan jelas
dari apa yang telah mereka kerjakan. Umpan balik menunjukkan seberapa baik
mereka telah bekerja. Mereka selalu mengontrol hasil kerja mereka karena tidak
suka mengambil risiko untuk gagal.
d. Inovatif
Mereka yang memiliki motivasi berprestasi yang tinggi juga selalu berupaya
untuk lebih inovatif, menemukan cara baru yang lebih baik dan efisien untuk
menyelesaikan pekerjaan mereka. Mereka didorong oleh motif efisiensi, dimana
mereka memperhitungkan keefisienan ketika melakukan sesuatu dengan lebih
baik. Mereka senang mencari informasi untuk menemukan cara menyelesaikan
tugas dengan lebih baik dan menghindari cara kerja yang monoton dan rutin.
Mereka yang memiliki motivasi berprestasi tinggi akan mencari kesempatan yang
30
menantang mulai dari yang mampu mereka lakukan sampai pada sesuatu
kesempatan yang sedikit lebih menantang. Ketika orang yang memiliki kebutuhan
berprestasi meraih kesuksesan pada tugas dengan taraf kesulitan sedang, maka
mereka akan terus meningkatkan level aspirasi mereka dengan cara yang realistis,
sehingga dapat bergerak menuju tugas yang lebih sulit dan lebih menantang.
e. Ketahanan
Mereka yang memiliki motivasi berprestasi tinggi memiliki ketahanan kerja
yang lebih tinggi dalam mengerjakan tugas dibanding dengan orang dengan
motivasi berprestasi rendah. Individu tersebut umumnya mampu bertahan
terhadap tekanan sosial yang ada. Orang dengan motivasi berprestasi tinggi
percaya bahwa mereka dapat menyelesaikan pekerjaannya dengan tepat dan baik
serta mampu mengerjakan pekerjaan yang serupa dengan hasil yang lebih baik di
masa yang akan datang.
2.2.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Motivasi Berprestasi
Menurut Mc Clelland (1953) mengungkapkan bahwa terdapat faktor-
faktor yang mempengaruhi motivasi berprestasi, meliputi:
a. Faktor Individual
Dalam hal ini, faktor individual yang dimaksud terutama adalah factor
intelegensi dan faktor penilaian individu tentang dirinya. Intelegens merupakan
kecakapan yang bersifat potensial yang dimiliki seseorang dan merupakan salah
satu unsur penting dalam proses pemecahan masalah yang dilakukan individu.
Apabila individu mempunyai taraf intelegensi diatas rata-rata maka kemungkinan
motivasi berprestasinya tinggi dan apabila individu mempunyai taraf intelegensi
31
di bawah rata-rata maka kemungkinan taraf motivasi berprestasinya rendah. Taraf
kecerdasan (intelegensi) yang dimiliki indviidu juga akan turut menentukan atau
mempengaruhi prestasi yang dicapainya. Faktor lainnya adalah penilaian individu
mengenai dirinya sendiri.
b. Faktor Lingkungan
Maksud dari faktor lingkungan disini adalah segala sesuatu yang berada
diluar diri individu, yang turut mempengaruhi motivasi berprestasinya.
Faktor lingkungan ini dibagi menjadi 3, yaitu :
1) Lingkungan Keluarga
Relasi yang kurang harmonis dalam keluarga dapat menimbulkan gangguan-
gangguan emosional pada anggota keluarga, termasuk anak sebagai anggota
sebuah keluarga. Gangguan emosional seringkali berupa bentuk-bentuk
ketegangan atau konflik yang dirasakan dalam diri individu. Keadaan seperti ini
akan menyebabkan berkurangnya fungsi perhatian individu sehingga daya
konsentrasi dalam menghadapi tugas-tugas yang menuntut kemampuannya
menurun. Akibatnya, sekalipun peserta didik mempunyai tingkat intelegensi
tinggi namun bila ia mengalami gangguan emosional maka motivasi
berprestasinya akan cenderung rendah. Sebaliknya, bila relasi dalam keluarga
berlangsung harmonis dan dapat memberikan rasa aman, maka individu akan
merasa bebas untuk bereksplorasi dan mengekspresikan diri. Individu yang diberi
kesempatan untuk mengekpresikan diri dan ternyata berhasil, maka ia akan
merasa tertantang untuk meraih prestasi yang lebih baik lagi. Bila mengalami
kegagalan, ia tidak akan menyalahkan lingkungan karena ia menyadari bahwa
32
kegagalan tersebut disebabkan oleh kurangnya usaha dalam mencapai prestasi
yang diinginkan.
2) Lingkungan Sosial
Merupakan lingkungan sekitar tempat individu hidup dan bergaul sehari-
hari. Lingkungan sekitar yang banyak memberikan rangsangan akan membantu
meningkatkan rasa ingin tahu individu sehingga akan mengembangkan dan
meningkatkan motivasi berprestasinya. Disamping itu, lingkungan sekitar yang
memberikan kesempatan pada individu untuk dapat lebih mengekspresikan
kemampuannya, akan membuat individu lebih percaya diri, sehingga meskipun
mengalami kegagalan, ia akan terdorong untuk mengatasinya dan berusaha lebih
baik lagi.
3) Lingkungan Akademik
Lingkungan akademik menyangkut sejauh mana sebuah institusi
pendidikan dapat memenuhi kebutuhan individu sebagai siswa berprestasi di
sekolahnya, meliputi fasilitas yang disediakan, hubungan antara siswa dan guru,
dan hubungan antar siswa sendiri.
2.3 Kajian Penelitian Yang Berhubungan
Hasil penelitian Nehwan (1994) menunjukkan bahwa siswa dikalangan
Menengah Pertama seringkali menunjukkan kekurangmampuan dalam bentuk
self-regulated learning seperti siswa tidak bisa mengatur waktu belajar dengan
baik, banyak pekerjaan rumah yang tidak terselesaikan, hasil ulangan yang jelek
karena malas belajar yang berakibat pada hasil belajarnya menurun.
33
Ketidakmampuan peserta didik dalam SRL perlu menjadi perhatian khususnya
sekolah agar siswa dapat berkembang belajarnya secara optimal.
Lebih lanjut Khul (1992) mengemukakan bahwa SRL sangat berkaitan
dengan motivasi yang ada di dalam diri seseorang. Motivasi yang tinggi dalam
diri seseorang akan mempengaruhi pencapaian tujuan yang diharapkan. Dalam
proses belajar, tingkat ketekunan siswa sangat ditentukan oleh motivasi di dalam
dirinya. Motivasi yang dimaksud dalam konteks self-regulated learning adalah
self motivation (Smith,2001)
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh
Zimmerman dan Martinez-Pons pada tahun (1988 , 1990) dalam Afianti, dkk,
yang menunjukkan bahwa SRL membantu siswa berbakat mencapai tujuan
belajarnya. Menurut Santrock (2007) dalam Ryza Afianti, dkk, siswa yang
memiliki SRL menunjukkan karakteristik mengatur tujuan belajar, mempunyai
strategi untuk mengatur emosi, memantau kemajuan yang mendekati tujuan secara
periodik, memeriksa strategi belajar yang didasarkan pada kemajuan yang mereka
buat, dan mengevaluasi rintangan yang mungkin timbul dan membuat adaptasi
yang diperlukan.
Schunk (2005) mengemukakan bahwa Self-regulated learning dan
motivasi merupakan hubungan yang penting dalam belajar siswa. Siswa yang
memiliki self-regulated learning yang baik cenderung memiliki motivasi yang
tinggi dibanding dengan mereka yang tidak memiliki self-regulated learning
34
Penelitian yang dilakukan oleh Prasaja (2011) mendapatkan hasil bahwa
terdapat hubungan yang signifikan antara motivasi berprestasi dengan self-
regulated learning pada student athlete DBL.
Hasil penelitian Schunck & Zimmerman dalam Kermarrec, dkk. (2004)
membuktikan bahwa salah satu faktor dari aktivitas peserta didik yang
mempengaruhi performa akademik dan motorik adalah regulasi diri.
Zimmerman (1989) juga mengatakan bahwa siswa yang memiliki regulasi diri
dalam belajar merupakan siswa yang aktif secara metakognitif, motivasi dan
perilakunya dalam proses belajar. Regulasi diri dalam belajar juga merupakan
kemampuan individu yang aktif secara metakognitif yang mempunyai dorongan
atau motivasi untuk belajar dan berpartisipasi aktif dalam proses belajar.
Pintrich & Schunk (1996) mengatakan self-regulation / regulasi diri
sangat erat hubunganya dengan motivasi agar siswa dapat berprestasi, yaitu
termotivasi untuk meraih tujuan dengan melibatkan kegiatan self-regulated
learning yang mereka percaya dapat membantu mereka (misalnya menghafal
materi yang dipelajari, memperjelas informasi yang tidak jelas). Sebagai gantinya
self-regulation meningkatkan belajar dan persepsi kompetensi yang lebih besar
untuk melanjutkan motivasi dan self-regulation untuk meraih tujuan baru .
Hasil penelitian penelitian yang dilakukan oleh Zimmerman dan Martinez-
Pons pada tahun (1988 , 1990) dalam Afianti, dkk, yang menunjukkan bahwa SRL
membantu siswa berbakat mencapai tujuan belajarnya. Menurut Santrock (2007)
dalam Ryza Afianti, Sri Hartati, Dian Ratna Sawitri siswa yang memiliki SRL
menunjukkan karakteristik mengatur tujuan belajar, mempunyai strategi untuk
35
mengatur emosi, memantau kemajuan yang mendekati tujuan secara periodik,
memeriksa strategi belajar yang didasarkan pada kemajuan yang mereka buat, dan
mengevaluasi rintangan yang mungkin timbul dan membuat adaptasi yang
diperlukan.
Haryu (2004) mendapatkan bahwa terdapat hubungan positif dan
signifikan antara Self regulation learning dan motivasi berprestasi terhadap
prestasi belajar pada siswa MTs Negeri I Jember.
Hasil penelitian dari Mousoulides dan Philipou (2005) di University of
Cyprus Melbourne pada calon guru yang mendapatkan hasil bahwa self-regulation
mempunyai hubungan yang tidak signifikan terhadap prestasi belajar matematika,
karena calon guru mempunyai keyakinan yang tinggi pada dirinya telah
menggunakan self-regulation dengan baik namun mempertimbangkan
kemampuan serta motivasi yang ada pada pada diri mereka.