BAB II LANDASAN TEORI II.1. Konsep Audit II.1.1 ...thesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00123-AK Bab...
-
Upload
trinhquynh -
Category
Documents
-
view
215 -
download
0
Transcript of BAB II LANDASAN TEORI II.1. Konsep Audit II.1.1 ...thesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00123-AK Bab...
10
BAB II
LANDASAN TEORI
II.1. Konsep Audit
II.1.1. Pengertian Audit
Boynton, Johnson, dan Kell yang diterjemahkan oleh Rajoe, Gania, dan Budi
(2003:h.5) mendefinisikan, “Auditing sebagai suatu proses sistematis untuk memperoleh
serta mengevaluasi asersi-asersi kegiatan dan peristiwa ekonomi, dengan tujuan
menetapkan derajat kesesuaian antara asersi-asersi tersebut dengan kriteria yang telah
ditetapkan sebelumnya serta penyampaian hasil-hasilnya kepada pihak-pihak yang
berkepentingan.”
Menurut Arens dan Loebbecke yang diterjemahkan oleh Jusuf, A. A. (2003: h.1),
“Auditing adalah proses pengumpulan dan pengevaluasian bahan bukti tentang informasi
yang dapat diukur mengenai suatu satuan usaha yang dilaksanakan oleh seorang
kompeten dan independen untuk dapat menentukan dan melaporkan kesesuaian
informasi dimaksud dengan kriteria-kriteria yang telah ditetapkan. Auditing seharusnya
dilakukan oleh seorang yang kompeten dan independen.”
Menurut Mulyadi dan Puradiredja (2002: h.9) , definisi auditing adalah : “suatu
proses sistematik untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara objektif mengenai
pernyataan-pernyataan tentang kegiatan dan kegiatan ekonomi, dengan tujuan untuk
menetapkan tingkat kesesuaian antara pernyataan-pernyataan tersebut dengan criteria
11
yang ditetapkan, serta penyampaian hasil-hasilnya kepada pemakai yang
berkepentingan.”
Sesuai dengan definisi-definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa auditing atau
pemeriksaan merupakan suatu proses pengumpulan data atau bukti yang kompeten yang
dilakukan oleh seseorang atau lebih yang independen dan kompeten untuk digunakan
sebagai alat dalam menentukan obyektivitas keandalan informasi yang akan
disampaikan kepada manajemen.
II.1.2. Jenis-jenis Audit
Menurut Tunggal, A. W. (2001:h.4), jenis-jenis audit terbagi menjadi tiga, antara
lain:
1. Audit Laporan Keuangan (Financial Audit)
Audit laporan keuangan adalah audit yang dilakukan oleh seorang auditor
independen dan kompeten terhadap laporan keuangan yang disajikan oleh
kliennya untuk menyatakan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan
tersebut. Dalam audit laporan keuangan, auditor menilai kewajaran laporan
keuangan atas dasar kesesuaiannya dengan prinsip akuntansi yang berlaku
umum. Hasil audit atas laporan keuangan disajikan dalam bentuk tertulis berupa
laporan audit yang akan digunakan oleh pihak yang berkepentingan atas laporan
tersebut seperti pemegang saham, kreditur, dan pemerintah.
12
2. Audit Operasional (Operational Audit)
Audit operasional adalah audit yang dilakukan terhadap kegiatan operasi
perusahaan untuk menilai efisiensi, efektifitas, dan ekonomis operasi perusahaan.
Hasil audit operasional akan digunakan oleh pihak manjemen perusahaan.
3. Audit Ketaatan (Compliance Audit)
Audit ketaatan adalah audit yang dimaksudkan untuk mengetahui apakah
pelaksanaan suatu operasi atau kegiatan telah sesuai dengan aturan atau
kebijakan tertulisnya. Hasil audit ketaatan umumnya dilaporkan kepada pihak
yang berwenang atau yang membuat kriteria.
II.2. Audit Operasional
II.2.1. Pengertian Audit Operasional
Arens dan Loebbecke yang diterjemahkan oleh Jusuf, A. A. (2003:h.4)
menyatakan, “Audit operasional merupakan penelaahan atas bagian manapun dari
prosedur dan metode operasi suatu organisasi untuk menilai efesiensi dan
efektivitasnya.”
Agoes, S. (2004:h.10) mendefinisikan, “Audit operasional adalah suatu
pemeriksaan terhadap kegiatan operasi suatu perusahaan, termasuk kebijakan akuntansi
dan kebijakan operasional yang telah ditentukan oleh manajemen, untuk mengetahui
apakah kegiatan operasi tersebut sudah dilakukan secara efektif, efisien dan ekonomis.”
Tunggal, A. W. (2001:h.1), mendefinisikan, “Audit operasional merupakan audit
atas operasi yang dilaksanakan dari sudut pandang manajemen untuk menilai ekonomi,
13
efisiensi, dan efektifitas dari setiap dan seluruh operasi, terbatas hanya pada keinginan
manajemen.”
Boynton, Johnson, dan Kell yang diterjemahkan oleh Rajoe, Gania, dan Budi
(2003: h.498-499) mendefinisikan, “Audit operasional adalah suatu proses sistematis
yang mengevaluasi efektifitas, efisiensi dan kehematan operasi organisasi yang berada
dalam pengendalian menajemen serta melaporkan kepada orang-orang yang tepat hasil-
hasil evaluasi tersebut beserta rekomendasi perbaikan. Bagian-bagian penting dari
definisi ini adalah sebagai berikut:
1. Proses yang sistematis
Seperti dalam audit laporan keuangan, audit operasional menyangkut
serangkaian langkah atau prosedur yang logis, terstruktur, dan terorganisasi.
Aspek ini meliputi perencanaan yang baik, serta perolehan dan evaluasi secara
objektif bukti yang berkaitan dengan aktivitas yang sedang diaudit.
2. Mengevaluasi operasi organisasi
Evaluasi atas operasi ini harus didasarkan pada beberapa kriteria yang
ditetapkan dan disepakati. Dalam audit operasional, kriteria seringkali
dinyatakan dalam bentuk standar kinerja yang ditetapkan oleh manajemen.
Namun, dalam beberapa kasus, standar itu mungkin ditetapkan oleh suatu badan
pemerintah atau oleh industri. Kriteria ini kerap kali didefinisikan secara kurang
jelas bila dibandingkan dengan kriteria yang digunakan dalam audit atas laporan
keuangan. Auditing operasional mengukur derajat kesesuaian antara kinerja
aktual dan kriterianya.
14
3. Efektivitas, efisiensi, dan kehematan operasi
Tujuan utama dari auditing operasional adalah membantu manajemen
organisasi yang diaudit untuk meningkatkan efektivitas, efisiensi, dan kehematan
operasi. Jadi, auditing operasional terfokus pada masa depan. Hal ini sangat
berlawanan dengan audit atas laporan keuangan, yang mempunyai fokus historis.
4. Melaporkan kepada orang-orang yang tepat
Penerima laporan audit yang tepat adalah manajemen atau individu atau
badan yang meminta audit. Kecuali jika audit diminta oleh pihak ketiga,
pembagian laporan itu tetap berada dalam lingkungan entitas. Dalam sebagian
besar kasus, dewan komisaris dan komite audit adalah pihak yang menerima
salinan laporan audit operasional.
5. Rekomedasi perbaikan
Tidak seperti audit laporan keuangan, audit operasional tidak berakhir
dengan menyajikan laporan mengenai temuan. Audit operasional juga mencakup
pembuatan rekomendasi perbaikan. Pengembangan rekomendasi, sebenarnya
merupakan salah satu aspek yang paling menantang dalam jenis audit ini.”
Dari berbagai uraian sebelumnya kita menemukan tiga istilah yang sering
dihubungkan dengan inti persoalan dari kegiatan audit operasional, yaitu efektif,
efisiensi dan ekonomis.
15
Pengertian dari ketiga istilah tersebut menurut Bayangkara, I.B.K. (2008: h.12)
adalah:
1. Efektif (effective)
Yaitu tingkat keberhasilan suatu perusahaan untuk mencapai tujuannya.
Apakah pelaksanaan suatu program atau aktivitas telah mencapai tujuannya.
Efektifitas merupakan ukuran dari output.
2. Efisien (effecient)
Berhubungan dengan bagaimana perusahaan melakukan operasinya,
sehingga dicapai optimalisasi penggunaan sumber daya yang dimiliki. Efisiensi
berhubungan dengan metode kerja (operasi).
3. Ekonomis (economist)
Berhubungan dengan bagaimana perusahaan dalam mendapatkan sumber
daya yang akan digunakan dalam setiap aktivitas.
II.2.2. Tujuan dan Manfaat Audit Operasional
Berdasarkan pendapat Agoes (2004: h.175). Tujuan umum dari audit operasional
adalah sebagai berikut :
1. Untuk menilai kinerja (performance) dari manajemen dan berbagai
fungsi dalam perusahaan;
2. Untuk menilai apakah berbagai sumber daya ( manusia, mesin, dana,
harta , dan lain-lainnya) yang dimiliki perusahaan telah digunakan
dengan efisien dan ekonomis;
16
3. Untuk menilai efektivitas perusahaan dalam mencapai tujuan yang telah
ditetapkan oleh top management;
4. Untuk dapat memberikan rekomendasi kepada top management untuk
memperbaiki kelemahan-kelemahan yang terdapat dalam penerapan
pengendalian intern, sistem pengendalian manajemen, dan prosedur
operasional perusahaandalam rangka meningkatkan efisiensi,
keekonomisan, dan efektivitas dalam kegiatan operasi perusahaan.
Manfaat audit menurut Tunggal,A.W (2008:h.42) , sebagai berikut:
1. Memberikan informasi operasi yang relevan dan tepat waktu untuk
pengambilan keputusan.
2. Membantu manajemen dalam mengevaluasi catatan – catatan, laporan –
laporan dan pengendalian.
3. Memastikan ketaatan terhadap managerial yang ditetapkan, rencana –
rencana dan prosedur dan persyaratan peraturan pemerintah.
4. Mengidentifikasi area permasalahan potensial pada tahap dini untuk
menentukan tindakan preventif.
5. Menilai ekonomisasi dan efisiensi pengguna sumber daya termasuk
memperkecil pemborosan
6. Mengetahui efektivitas untuk mencapai tujuan dan sasaran perusahaan yang
telah ditetapkan.
7. Menyediakan tempat pelatihan untuk personil dalam seluruh fase operasi
perusahaan.
17
II.2.3. Jenis-jenis Audit Operasional
Menurut Agoes, S. (2004), “Audit operasional dibagi menjadi tiga jenis, yaitu:
1. Audit Fungsional (Functional Audit)
Fungsi adalah sarana untuk mengkategorikan aktivitas perusahaan seperti
fungsi penjualan dan fungsi penagihan. Audit fungsional ini meliputi satu fungsi
atau lebih dalam organisasi. Keunggulan dari audit fungsional adalah
memungkinkan auditor melalukan spesialisasi. Kekurangan audit fungsional
adalah tidak dievaluasinya fungsi yang saling berkaitan.
2. Audit Organisasional (Organizational Audit)
Audit operasional atas suatu organisasi menyangkut keseluruhan unit
organisasi seperti departemen, cabang atau anak perusahaan. Penekanan audit
organisasional adalah seberapa efisien dan efektif fungsi-fungsi dalam organisasi
berinteraksi, rencana organisasi dalam metode-metode untuk mengkoordinasi
aktivitas-aktivitas merupakan hal yang penting dalam jenis pemeriksaan ini.
3. Penugasan Khusus (Special Assignment)
Penugasan audit operasional khusus timbul dalam permintaan
manajemen. Terdapat banyak variasi dalam pemeriksaan tersebut, misalnya
penyelidikan kemungkinan kecurangan dalam satu divisi.”
II.2.4. Tahapan Audit Operasional
Menurut Agoes, S. (2004:h.11-12), “Tahap-tahap pemeriksaan operasional di bagi
menjadi beberapa tahap, yaitu:
18
1. Survei Pendahuluan (Preliminary Survey)
Survei pendahuluan dimaksudkan untuk mendapat gambaran mengenai
bisnis perusahaan yang dilakukan melalui tanya jawab dengan manajemen dan
staf perusahaan serta penggunaan questionnaires.
2. Penelaahan dan Pengujian atas Sistem Pengendalian Manajemen (Review and
Testing of Management Control System)
Untuk mengevaluasi dan menguji efektivitas dari pengendalian
manajemen yang terdapat di perusahaan. Biasanya menggunakan management
control quertionnaires (ICQ), flowchart dan penjelasan narrative serta dilakukan
pengetesan atas beberapa transaksi (walk through the documents)
3. Pengujian Terinci (Detailed Examination)
Melakukan pemeriksaan terhadap transaksi perusahaan untuk mengetahui
apakah prosesnya sesuai dengan kebijakan yang telah ditetapkan manajemen.
Dalam hal ini auditor harus melakukan observasi terhadap kegiatan-kegiatan dari
fungsifungsi yang terdapat di perusahaan.
4. Pengembangan Laporan (Report Development)
Dalam menyusun laporan pemeriksaan, auditor tidak memberikan opini
mengenai kewajaran laporan keuangan perusahaan, laporan yang dibuat mirip
dengan management letter, karena berisi audit findings (temuan pemeriksaan)
mengenai penyimpangan yang terjadi terhadap kriteria (standard) yang berlaku
yang menimbulkan inefisiensi, inefektivitas, dan ketidakhematan (pemborosan)
dan kelemahan dalam sistem pengendalian manajemen (management Control
19
System) yang terdapat diperusahaan. Selain itu auditor juga memberikan saran-
saran perbaikan.”
II.2.5. Jenis Bukti Audit
Menurut Arens, A.A. dan Loebbecke, J.K. yang diterjemahkan oleh Jusuf A.A.
(2001: h.153-158), “Jenis bahan bukti audit ada tujuh kategori, yaitu:
1. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik adalah inspeksi atau perhitungan aktiva berwujud oleh
auditor. Pemeriksaan fisik, sebagai alat yang langsung digunakan untuk
memverifikasi apakah suatu aktiva secara aktual ada dianggap sebagai salah satu
bahan bukti yang paling andal dan berguna.
2. Konfirmasi
Konfirmasi digambarkan sebagai penerimaan jawaban tertulis maupun
lisan dari pihak ketiga yang independen dalam memverifikasi akurasi informasi
yang telah diminta oleh auditor. Karena konfirmasi berasal dari sumber yang
independen dari klien, konfirmasi menjadi bahan bukti yang dianggap bernilai
tinggi dan sering dipakai.
3. Dokumentasi
Dokumentasi merupakan pemeriksaan auditor atas dokumentasi dan
catatan klien untuk menyokong informasi yang ada atau seharusnya ada dalam
laporan keuangan. Dokumen yang diperiksa oleh auditor adalah catatan yang
digunakan klien untuk menyediakan informasi dalam melaksanakan usahanya.
4. Pengamatan
20
Pengamatan adalah penggunaan perasaan untuk menetapkan aktifitas
tertentu. Dalam pengamatan akan banyak kesempatan untuk melihat, mendengar,
dan mengevaluasi aktivitas yang dilakukan oleh perusahaan.
5. Tanya jawab dengan klien
Tanya jawab adalah mendapatkan informasi tertulis atau lisan dari klien
untuk mendapatkan bahan bukti lain yang menguatkan melalui prosedur yang
lain.
6. Pelaksanaan ulang
Pelaksanaan ulang mencakup pengecekan ulang suatu sample
perhitungan dan perpindahan informasi yang dilakukan klien selama periode
yang diaudit.
7. Prosedur analitis
Prosedur analitis adalah mengunakan perbandingan dan hubungan untuk
menentukan apakah saldo akun tersaji secara layak.”
II.2.6. Temuan Hasil Pemeriksaan
Menurut Bayangkara, IBK. (2008:h.175), “Penyusunan temuan yang baik harus
mencakup:
1. Kondisi (Condition)
Adalah keadaan yang menggambarkan kenyataan yang terjadi di
perusahaan. Audit operasional memerlukan temuan fakta awal dalam tahap
pekerjaan lapangan (field work). Ketika temuan fakta digunakan untuk
21
menyatakan suatu kondisi, auditor perlu memeriksa dan menguji operasi dan data
terkait untuk membuat fakta lebih jelas. Pernyataan kondisi ini memberikan titik
referensi kepada temuan yang berkaitan dengan kriteria yang ada.
2. Kriteria (Criteria)
Adalah ukuran atau standar yang harus diikuti atau kondisi yang
seharusnya ada dan merupakan standar yang harus dipatuhi oleh setiap bagian
dalam perusahaan, yang bisa berupa kebijakan yang telah ditetapkan manajemen,
kebijakan perusahaan sejenis atau kebijakan industri, peraturan pemerintah.
3. Sebab (Cause)
Adalah tindakan-tindakan yang menyimpang dari standar yang berlaku
dan apa penyebabnya terjadi kondisi tersebut di perusahaan serta bagaimana
terjadinya. Temuan audit tidaklah lengkap sampai auditor secara penuh
mengindentifikasi penyebab atau alasan terjadi penyimpangan dari kriteria.
Faktor utama dari temuan audit yaitu menentukan penyebab kelemahan.
Penyebab ini adalah alasan kenapa operasi menjadi efisien, efektif dan ekonomis.
4. Akibat (Effect)
Adalah dampak dari tindakan-tindakan yang menyimpang dari standar
yang beraku. Salah satu tujuan utama dalam melaksanakan audit operasional
adalah mendorong manajemen operasional melakukan tindakan positif untuk
mengoreksi temuan atas kekurangan operasional yang diidentifikasikan oleh tim
audit.
22
5. Rekomendasi (Recommendation)
Menjelaskan apa yang harus dilakukan untuk mengatasi kelemahan
masalah yang dikemukakan dalam temuan. Rekomendasi haruslah masuk akal
diikuti dengan sebuah penjelasan mengapa kondisi ini terjadi, penyebabnya, dan
apa yang harus dilakukan untuk mencegah berulang hal itu.”
II.3. Fungsi Pembelian
II.3.1. Definisi Pembelian
Arens, A.A. dan Loebbecke, J.K. yang diterjemahkan oleh Jusuf, A.A. (2003:
h.558) mendefinisikan, “Permintaan pembelian (purchase requisition) adalah
permintaan akan barang dan jasa oleh pegawai yang berwenang. Bentuknya dapat
berupa permintaan perolehan untuk bahan-bahan oleh mandor atau pengawas gudang,
reparasi di luar pegawai kantor atau pabrik, atau asuransi oleh direktur perusahaan yang
bertanggung jawab atas properti peralatan.”
II.3.2. Tujuan Audit Operasional atas Fungsi Pembelian
Tunggal, A. W. (2001: h.117) menyatakan, “Tujuan audit atas pembelian adalah
sebagai berikut:
1. Mengetahui ketaatan kegiatan pembelian terhadap prosedur dan kebijakan
perusahaan yang berlaku.
2. Menilai efektifitas kegiatan pembelian dalam penyediaan bahan baku dan bahan
pembantu yang dibutuhkan.
23
3. Menilai efesiensi kegiatan pembelian yang dapat dilihat dari biaya yang
dikeluarkan untuk mendapatkan dan memelihara bahan baku dan bahan
pembantu yang dibeli.
4. Memberikan saran-saran dan rekomendasi.
II.3.3. Fungsi-Fungsi dalam Pembelian
Menurut Boynton, Johnson, dan Kell yang diterjemahkan oleh Rajoe, Gania, dan
Budi (2003: h.92) “Proses transaksi pembelian mencakup fungsi-fungsi pembelian
berikut:
1. Pengajuan pembelian
Permintaan yang diajukan oleh perusahaan untuk melakukan transaksi
dengan pembelian lain yang meliputi:
• Pencantuman nama pemasok pada daftar pemasok yang telah disetujui.
• Pengajuan kembali permintaan barang dan jasa
• Pembuatan pesanan pembelian
2. Penerimaan barang dan jasa
Penerimaan atau pengiriman fisik barang atau jasa yang mencakup:
• Penerimaan barang
• Penyimpanan barang yang diterima untuk persediaan
• Pengembalian barang ke pemasok
3. Pencatatan kewajiban
Pengakuan formal oleh perusahaan atas kewajiban hukum meliputi:
• Pembuatan voucher pembayaran dan pencatatan kewajiban
• Pertanggungjawaban atas transaksi yang telah dicatat.”
24
II.3.4. Dokumen-Dokumen dalam Fungsi Pembelian
Menurut Narko (2007: h.127) “Dokumen-dokumen yang terkait dalam fungsi
pembelian antara lain:
1. Surat permintaan pembelian
Adalah permintaan akan barang dan jasa oleh pegawai yang berwenang.
Bentuknya dapat berupa permintaan perolehan untuk bahan-bahan oleh mandor
atau pengawas gudang, reparasi di luar oleh pegawai kantor atau pabrik, atau
asuransi oleh direktur perusahaan yang bertanggung jawab atas properti dan
peralatan.
2. Surat permintaan daftar harga
Bagian pembelian biasanya secara periodik meminta daftar harga barang-
barang kepada pemasok atau calon pemasok. Bila barang yang akan dibeli dalam
jumlah (baik kuantitas atau jumlah rupiah) yang besar, maka sering kali prosedur
lelang terlebih dahulu.
3. Order pembelian
Adalah dokumen yang mencatat deskripsi, jumlah dan informasi yang
berkaitan dengan barang dan jasa yang dibeli oleh perusahaan.
4. Laporan penerimaan barang
Adalah dokumen yang dibuat pada saat barang berwujud diterima yang
menunjukkan deskripsi tentang barang, jumlah yang diterima, tanggal
penerimaan dan data lain yang relevan.
25
5. Faktur dari pemasok
Adalah yang menunjukan hal-hal seperti deskripsi dan jumlah barang dan
jasa yang diterima, harga termasuk ongkos angkut, syarat potongan tunai dan
tanggal penerimaan kas.
6. Voucher hutang
Adalah surat perintah untuk membayar sejumlah tertentu, kepada pihak
tertentu. Dengan kata lain dokumen ini berfungsi sebagai otorisasi pembayaran
uang.”
II.3.5. Prosedur Pembelian
Menurut Boynton, Johnson, dan Kell yang diterjemahkan oleh Rajoe, Gania, dan
Budi (2003: h.93) “Prosedur-prosedur pembelian terdiri dari:
1. Pengajuan pembelian
Jika persediaan telah mencapai titik pemesanan kembali maka Bagian
Penyimpanan akan membuat surat pengajuan pembelian yang akan
didistribusikan kepada Bagian Pembelian.
2. Pembuatan pemesanan pembelian
Setelah surat pengajuan pembelian disetujui oleh pembelian maka surat
tersebut akan dikirim ke pemasok untuk jenis barang yang ditentukan harganya
dan dikirimkan pada waktu yang ditentukan. Departemen pembelian mempunyai
kewenangan untuk menerbitkan surat pesanan pembelian hanya setelah
26
menerima pengajuan pembelian yang disetujui dengan benar. Pesanan pembelian
harus berisi uraian yang jelas mengenai barang dan jasa yang diinginkan,
kuantitas, nama, dan alamat pemasok serta harus diberi nomor dan ditanta
tangani oleh pejabat pembelian yang berwenang. Lembar asli pemesanan
pembelian dikirimkan kepada pemasok dan salinannya didistribusikan secara
internal ke departemen penerimaan, departemen hutang usaha dan departemen
yang mengajukan permintaan itu.
3. Penerimaan barang dan jasa
Penerimaan barang atau jasa ini biasanya membuktikan bahwa suatu
transaksi dan penetapan kewajiban telah terjadi. Personil departemen penerimaan
harus membandingkan barang yang diterima dengan uraian yang tercantum pada
pesanan pembelian, menghitung barang dan memeriksa kemungkinan adanya
barang yang rusak. Departemen penerimaan harus membuat laporan penerimaan
barang bernomor urut untuk setiap pesanan yang diterima, untuk
mendokumentasikan bahwa barang telah diterima dan bahwa kewajiban telah
ditetapkan. Laporan penerimaan eksistensi atau kejadian untuk transaksi
pembelian. Departemen penerimaan setelah menerima barang lalu menyerahkan
barang tersebut kepada gudang.
4. Pencatatan kewajiban
Penerimaan barang atau jasa biasanya menetapkan suatu kewajiban bagi
perusahaan untuk menyelesaikan transaksi. Pengendalian atas pencatatan
kewajiban dan asersi yang berkaitan meliputi memberikan kode atas distribusi
akun dengan menunjukkan akun aktiva atau beberapa harus didebet ke voucher
27
tersebut, membandingkan tanggal laporan penerimaan dengan tanggal pencatatan
voucher dimana kedua tanggal harus berada pada periode akuntansi yang sama,
melaksanakan pengecekan atas keakuratan matematis dari setiap voucher dan
faktur pemasok.
II.4. Fungsi Hutang
II.4.1. Definisi Hutang Lancar
Menurut Warren Reeve Fess (2002: h.446) mendefinisikan, “Current liabilities
are obligations that are to be paid out of current assets and are due within a short time,
usually within one year. Current liabilities arise from either (1) receiving goods or
sevices prior to making payment or (2) receiving payment prior to delivering goods or
sevices”(h.453)
Weygandt, Kieso, dan Kimmel (2002) mendefinisikan, “Current liability is a debt with
two key features: (1) it can reasonably be expected to be paid from existing current
assets or through the creation of orher current liabilities. And (2) it will be paid within
one year or the operating cyle, whichecer is longer .
II.4.2. Prosedur Pencatatan Hutang
Menurut Mulyadi (2001), prosedur pencatatan hutang dibagi menjadi dua
metode: account payable procedure dan voucher payable procedure. Account Payable
Procedure dalam prosedur ini catatan hutang yang digunakan berupa kartu hutang yang
28
berisi nomor faktur dari pemasok, jumlah yang terhutang, jumlah pembayaran dan saldo
hutang.
Dokumen yang digunakan adalah:
1. Faktur dari pemasok
2. Kwitansi tanda terima uang yang ditandatangani oleh pemasok atau tembusan
surat pemberitahuan (remittance advice) yang dikirim ke pemasok, yang berisi
keterangan untuk apa pembayaran tersebut dilakukan.
Catatan akuntansi yang digunakan adalah:
• Kartu hutang, untuk mencatat mutasi dan saldo hutang kepada tiap kreditur.
• Jurnal pembelian, untuk mencatat transaksi pembelian.
• Jurnal pengeluaran kas, untuk mencatat transaksi pembayaran hutang dan
pengeluaran kas lainnya.
Prosedur pencatatan hutang sebagai berikut:
1. Faktur dari pemasok dicatat dalam jurnal pembelian.
2. Informasi dalam jurnal pembelian kemudian di-posting ke dalam kartu hutang.
Pada saat jumlah dalam faktur dibayar:
1. Cek dicatat dalam jurnal pengeluaran kas.
2. Informasi dalam jurnal pengeluaran kas di posting ke dalam kartu hutang.
Voucher Payable Procedure
Dalam prosedur ini catatan hutang yang digunakan berupa arsip voucher (bukti
kas keluar). Pencatatan hutang hanya melalui dua tahap: pencatatan hutang dalam
register bukti kas keluar (voucher register) dan jurnal pengeluaran kas. Dokumen yang
29
digunakan adalah: Bukti kas keluar atau kombinasi bukti kas keluar dan cek yang
mempunyai fungsi:
1. Sebagai surat perintah kepada bagian kassa untuk melakukan
pengeluaran kas sejumlah yang tercantum didalamnya,
2. Sebagai pemberitahuan kepada kreditor mengenai tujuan
pembayarannya (remittance advice), dan
3. Sebagai media dasar pencatatan hutang.
Prosedur pencatatan hutang sebagai berikut:
1. One-time Voucher Procedures.
Dalam prosedur ini setiap faktur dari pemasok dibuat satu set voucher yang
terdiri dari 3 lembar. Procedur ini dibagi menjadi dua:
a. One-time voucher procedure dengan dasar tunai (cash basis).
Dalam prosedur ini faktur yang diterima oleh fungsi akuntansi dari
pemasok disimpan dalam arsip sementara menurut tanggal jatuh temponya. Saat
tanggal jatuh tempo, fungsi akuntansi membuat bukti kas keluar dan kemudian
mencatatannya dalam jurnal pengeluaran kas.
b. One-time voucher procedure dengan dasar waktu (accrual basis).
Dalam prosedur ini faktur diterima oleh bagian hutang dari
pemasok dan langsung dibuatkan bukti kas keluar oleh bagian hutang,
kemudian dilakukan pencatatan dalm voucher register. Saat bukti kas
keluar tersebut jatuh tempo, dokumen ini dikirimkan ke bagian kassa
30
untuk membuat cek. Pengeluaran cek dicatat dalam jurnal pengeluaran
cek.
2. Built-up Voucher Procedures.
Dalam prosedur ini satu set voucher dapat digunakan untuk menampung lebih dari
satu faktur dari pemasok. Faktur yang diterima oleh fungsi akuntansi dari pemasok
dicatat dalam bukti kas keluar, kemudian keduanya disimpan sementara dalam arsip
menurut abjad. Jika ada lagi faktur dari pemasok yang sama, maka dicatat juga dalam
bukti kas yang sama. Setelah dicatat bukti kas tersebut dikembalikan dalam arsip bukti
kas keluar yang belum dibayar (unpaid voucher file). Saat jatuh tempo pembayaran,
bukti kas keluar tersebut dikeluarkan, dicatat oleh fungsi akuntansi ke dalam register
bukti kas keluar, dan kemudian diserahkan kepada fungsi keuangan untuk dibuatkan cek.
Cek ini dicatat oleh fungsi keuangan dalam register bukti kas keluar beserta dokumen
pendukungnya dikembalikan lagi ke fungsi akuntansi untuk disimpan dalam arsip bukti
kas keluar yang telah dibayar (paid voucher file)
II.5. Fungsi Produksi
II.5.1. Definisi Produksi
Menurut Assauri (2008:h17). “Pada umumnya produksi dapat diartikan kegiatan
atau proses yang mentransformasikan masukan (input) menjadi hasil keluaran (output)”
Menurut Prasetyawan (2008:h1). “Produksi itu merupakan aktivitas pengolahan
bahan baku menjadi produk jadi yang dapat dijual sebagai bagian dari fungsi organisasi
perusahaan”
31
Jadi produksi merupakan kegiatan yang mengolah input menjadi output dalam
memenuhi kebutuhan manusia.
II.5.2. Fungsi Produksi
Menurut Prasetyawan (2008:h1). “Fungsi utama dari kegiatan produksi adalah
sebagai berikut:
1. Proses produksi, yaitu metode dan teknik yang digunakan dalam mengolah bahan
baku menjadi produk.
2. Perencanaan produksi, yaitu merupakan tindakan antisipasi dimasa mendatang
sesuai dengan periode waktu yang direncanakan.
3. Pengendalian produksi, yaitu tindakan yang menjamin bahwa semua kegiatan
yang dilaksanakan dalam perencanaan telah sesuai dengan target yang telah
ditetapkan.”
II.6. Pengendalian Intern
II.6.1. Definisi Pengendalian Intern
Ikatan Akuntan Indonesia (2004: h.319) mendefinisikan pengertian struktur
pengendalian intern sebagai berikut: “Struktur pengendalian intern satuan usaha terdiri
dari kebijakan dan prosedur yang ditetapkan untuk memperoleh keyakinan yang
memadai bahwa tujuan satuan usaha yang spesifik akan dapat dicapai.
Boynton, Johnson, dan Kell yang diterjemahkan oleh Rajoe, Gania, dan Budi
(2003: h.373) menyatakan, “Pengendalian intern (internal control) adalah suatu proses
yang dilaksanakan oleh dewan direksi, manajemen, personel lainnya dalam suatu entitas,
32
yang dirancang untuk menyediakan keyakinan yang memadai berkenaan dengan
pencapaian tujuan dalam kategori berikut:
• Keandalan pelaporan keuangan.
• Kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku.
• Efektivitas dan efisiensi operasi.”
II.6.2. Komponen Pengendalian Intern
Boynton, Johnson, dan Kell yang diterjemahkan oleh Rajoe, Gania, dan Budi
(2003: h.374), “Mengidentifikasikan lima komponen pengendalian intern yang saling
berhubungan:
1. Lingkungan pengendalian (control environment) menetapkan suasana suatu
organisasi, yang mempengaruhi kesadaran akan pengendalian dari orang-
orangnya lingkungan pengendalian merupakan fondasi dari semua komponen
pengendalian intern lainnya, yang menyediakan disiplin dan struktur.
2. Penilaian risiko (risk assessment) merupakan pengidentifikasian dan analisis
entitas mengenai risiko yang relevan terhadap pencapaian tujuan entitas, yang
membentuk suatu dasar mengenai bagaimana risiko harus dikelola.
3. Aktivitas pengendalian (control activities) merupakan kebijakan dan prosedur
yang membantu meyakinkan bahwa perintah manajemen telah dilaksanakan.
4. Informasi dan komunikasi (information and communication) merupakan
pengidentifikasian, penangkapan dan pertukaran informasi dalam suatu bentuk
dan kerangka waktu yang membuat orang mampu melaksanakan tanggung
jawabnya.
33
5. Pemantauan (monitoring) merupakan suatu proses yang menilai kualitas kinerja
pengendalian intern pada suatu waktu”
II.6.3. Pemahaman dan Evaluasi atas Pengendalian Intern
Menurut Agoes, S. (2004: h.86-87), “Ada tiga cara yang bisa digunakan akuntan
publik dalam melakukan pemahaman atas pengendalian intern, yaitu:
1. Internal Control Questionnaires
Cara ini banyak digunakan oleh Kantor Akuntan Publik (KAP), karena
dianggap lebih sederhana dan praktis. Biasanya KAP sudah memiliki satu set
ICQ yang standar, yang bisa digunakan untuk memahami dan mengevaluasi
pengendalian intern diberbagai jenis perusahaan. Pertanyaan-pertanyaan dalam
ICQ diminta untuk di jawab Ya (Y), atau Tidak (T), atau Tidak Relevan (TR).
Jika pertanyaan29 pertanyaan tersebuat sudah disusun dengan baik, maka
jawaban “Ya” akan menunjukkan ciri internal control yang baik, “Tidak” akan
menunjukkan ciri internal control yang lemah, “Tidak Relevan” berarti
pertanyaan tersebut tidak relevan untuk perusahaan tersebut. Yang perlu
diperhatikan adalah:
a. Auditor harus menanyakan langsung pertanyaan-pertanyaan di ICQ
kepada staf klien dan kemudian mengisi sendiri jawabannya, jangan
sekedar menyerahkan ICQ kepada klien untuk diisi.
b. Untuk repeat engagement (penugasan yang berikutnya) ICQ tersebut
harus dimutakhirkan berdasarkan hasil tanya jawab dengan klien.
c. Adanya kecenderungan bahwa klien akan memberikan jawaban seakan-
akan pengendalian intern sangat baik. Karena itu auditor harus
34
melakukan compliance test untuk membuktikan efektivitas dari
pengendalian intern klien.
1. Bagan Arus (Flow Chart)
Flow chart menggambarkan arus dokumen dalam sistem dan prosedur di suatu
unit usaha, misalnya dalam flow chart untuk sistem dan prosedur pembelian, hutang
usaha dan pengeluaran kas, digambarkan arus dokumen mulai dari permintaan
pembelian (purchase requisition), order pembelian (purchase order) sampai dengan
pelunasan hutang yang berasal dari pembelian tersebut. Untuk auditor yang terlatih baik,
penggunaan flow chart lebih disukai karena auditor bisa lebih cepat melihat apa saja
kelemahan-kelemahan dan kebaikankebaikan dari suatu sistem dan prosedur. Untuk
penugasan tahun-tahun berikutnya, auditor harus selalu memuktahirkan (mengupdate)
flow chart tersebut untuk mengetahui apakah terdapat perubahanperubahan dalam sistem
dan prosedur perusahaan. Setelah flow chart dibuat, auditor harus melakukan walk
though, yaitu mengambil dua atau tiga dokumen untuk mentest apakah prosedur yang
dijalankan sesuai dengan apa yang digambarkan dalam flow chart. Misalnya ambil satu
set dokumen untuk pelunasan hutang yang berasal dari pembelian persediaan secara
kredit. Periksa apakah semua dokumen (purchase requistion, purchase order, receiving
report, supplier invoice dan cash payment voucher) sudah diproses sesuai dengan
prosedur yang digambarkan dalam flow chart pembelian, hutang, dan pengeluaran kas.
2. Narrative
Dalam hal ini auditor menceritakan dalam bentuk memo, sistem dan prosedur
akuntansi yang berlaku di perusahaan, misalnya prosedur pengeluaran kas. Cara ini biasa
digunakan untuk klien kecil yang pembukuannya sederhana.”