BAB II LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/Doc/Bab2/2011-2-00217-TISI...

100
19 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Sumber Daya Manusia 2.1.1 Pengertian SDM Pengertian SDM dibagi menjadi tiga aspek (Prof. Dr. H. Hadari Nawawi, p.37): 1. SDM adalah orang yang bekerja dan berfungsi sebagai aset organisasi/perusahaan yang dapat dihitung jumlahnya (kuantitatif). Dalam pengertian ini fungsi SDM tidak berbeda dari fungsi aset lainnya, sehingga dikelompokkan dan disebut sebagai sarana produksi, sebagaimana sebuah mesin, komputer (sumber daya teknologi), investasi (sumber daya finansial), gedung, mobil (sumber daya material), dll. 2. SDM adalah potensi yang menjadi motor penggerak organisasi/perusahaan. Setiap SDM berbeda-beda potensinya, maka kontribusinya dalam bekerja untuk mengkongkritkan Rencana Operasional Bisnis menjadi kegiatan bisnis tidak sama satu dengan yang lain. Kontribusinya itu sesuai dengan keterampilan dan keahlian masing-masing, harus dihargai antara lain dalam bentuk finansial. Dalam kenyataannya semakin tinggi keterampilan dan keahliannya maka semakin besar pula penghargaan finansial yang harus diberikan, yang berpengaruh pula pada biaya ( cost ) produksi sehingga SDM berfungsi juga sebagai sebuah investasi. 3. Manusia sebagai sumber daya adalah makhluk hidup ciptaan Tuhan YME, sebagai penggerak organisasi/perusahaan berbeda dengan sumber daya

Transcript of BAB II LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/Doc/Bab2/2011-2-00217-TISI...

19

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Sumber Daya Manusia

2.1.1 Pengertian SDM

Pengertian SDM dibagi menjadi tiga aspek (Prof. Dr. H. Hadari Nawawi, p.37):

1. SDM adalah orang yang bekerja dan berfungsi sebagai aset

organisasi/perusahaan yang dapat dihitung jumlahnya (kuantitatif). Dalam

pengertian ini fungsi SDM tidak berbeda dari fungsi aset lainnya, sehingga

dikelompokkan dan disebut sebagai sarana produksi, sebagaimana sebuah

mesin, komputer (sumber daya teknologi), investasi (sumber daya

finansial), gedung, mobil (sumber daya material), dll.

2. SDM adalah potensi yang menjadi motor penggerak organisasi/perusahaan.

Setiap SDM berbeda-beda potensinya, maka kontribusinya dalam bekerja

untuk mengkongkritkan Rencana Operasional Bisnis menjadi kegiatan

bisnis tidak sama satu dengan yang lain. Kontribusinya itu sesuai dengan

keterampilan dan keahlian masing-masing, harus dihargai antara lain dalam

bentuk finansial. Dalam kenyataannya semakin tinggi keterampilan dan

keahliannya maka semakin besar pula penghargaan finansial yang harus

diberikan, yang berpengaruh pula pada biaya ( cost ) produksi sehingga

SDM berfungsi juga sebagai sebuah investasi.

3. Manusia sebagai sumber daya adalah makhluk hidup ciptaan Tuhan YME,

sebagai penggerak organisasi/perusahaan berbeda dengan sumber daya

20

lainnya. Nilai-nilai kemanusiaan yang dimilikinya, mengharuskan sumber

ddaya manusia diperlakukan berbeda dengan sumber daya lainnya. Dalam

nilai – nilai kemanusiaan itu terdapat potensi berupa keterampilan dan

keahlian dan kepribadian termasuk harga diri, sikap, motivasi, kebutuhan

dll yang mengharuskan dilakukan perencanaan SDM, agar SDM yang di

pekerjakan sesuai dengan kebutuhan organisasi/perusahaan.

Sumber Daya Manusia (SDM) adalah faktor sentral dalam suatu

organisasi/perusahaan. Apapun bentuk serta tujuannya, organisasi/perusahaan

dibuat berdasarkan berbagai visi untuk kepentingan manusia dan dalam

pelaksanaan misinya dikelola dan diurus oleh manusia.(Siagian, 2011, p.31)

Peran strategis SDM dalam organisasi bisnis dapat dielaborasi dari segi

teori sumber daya, di mana fungsi perusahaan adalah mengerahkan seluruh

sumber daya atau kemampuan internal untuk menghadapi kepentingan pasar

sebagai faktor eksternal utama. Sumber daya sebagaimana disebutkan di atas,

adalah SDM strategis yang memberikan nilai tambah (added value) sebagai tolok

ukur keberhasilan bisnis. Kemampuan SDM ini merupakan competitive

advantage dari perusahaan. Dengan demikian, dari segi sumber daya, strategi

bisnis adalah mendapatkan added value yang maksimum yang dapat

mengoptimumkan competitive advantage.(Siagian, 2011, p.27)

2.1.2 Rekrutmen dan Seleksi

Kualitas sumber daya manusia sebuah organisasi/perusahaan berawal dari

ditentukannya kualitas calon – calon pekerja atau pelamar. Merupakan sebuah

realita bahwa dalam suatu organisasi/perusahaan selalu terbuka kemungkinan

21

untuk terjadinya berbagai lowongan dengan aneka ragam penyebabnya. Misalnya

karena perluasan kegiatan organisasi/perusahaan tercipta pekerjaan-pekerjaan

dan kegiatan baru yang sebelumnya belum pernah dilakukan.(Siagian, 2011,

p.101)

Upaya mendapatkan calon-calon pekerja itu diawali dari rekrutmen, yaitu

sebuah proses untuk menemukan dan menarik pelamar – pelamar yang

berkemampuan untuk bekerja pada sebuah organisasi/perusahaan. Proses ini

dimulai ketika organisasi/perusahaan mencari calon – calon pekerja baru dari

berbagai sumber dengan beragam cara, dan berakhir pada saat lamaran kerja

diserahkan. Hasil proses rekrutmen adalah sekelompok pelamar, yang nantinya

akan diseleksi untuk mengisi kekosongan di posisi yang baru. (Marwansyah,

2010, p.106)

2.1.2.1 Rekrutmen

Rekrutmen adalah proses menarik orang – orang atau pelamar yang

mempunyai minat dan kualifikasi yang tepat untuk mengisi posisi atau

jabatan tertentu. ( Marwansyah, 2010 p.106 ).

Proses rekrutmen dimulai dengan upaya menemukan calon

karyawan yang memiliki kemampuan dan sikap yang dibutuhkan oleh

organisasi/perusahaan dan mencocokannya dengan tugas-tugas yang harus

dijalankan. (Ivancevich, 2007 dalam Marwansyah, 2010, p.106).

Berbagai langkah yang diambil dalam proses rekrutmen pada

dasarnya merupakan salah satu tugas pokok para tenaga spesialis yang

22

berkarya dalam satuan organisasi yang mengelola sumber daya manusia.

(Siagian, 2011, p.102)

Perlu ditekankan bahwa kegiatan rekrutmen harus didasarkan pada

perencanaan sumber daya manusia karena dalam rencana tersebut telah

ditetapkan berbagai persyaratan yang harus dipenuhi oleh pelamar kerja.

Akan tetapi harus ditekankan pula, bahwa perencanaan tidak selamanya

menjadi titik tolak dalam bertindak. Para pemegang keputusan, dalam hal

ini para manajer yang memimpin di satuan kerja tertentu, harus dimintai

pendapat dan preferensinya juga, karena merekalah yang akan

mempekerjakan tenaga baru itu. (Siagian, 2011, p.102)

Para calon karyawan yang mengikuti proses rekrutmen tidak hanya

dihadapkan pada persaingan sesama calon karyawan, tetapi juga kendala –

kendala yang sering muncul antara lain adalah kendala yang bersumber

dari organisasi/perusahaan yang bersangkutan, kebiasaan para pencari

tenaga kerja itu sendiri dan faktor eksternal yang bersumber dari

lingkungan dimana organisasi/perusahaan itu bergerak.(Siagian, 2011,

p.104)

Dalam proses rekrutmen, terdapat berbagai sumber rekrutmen.

Menurut Marwansyah (2010, p.111), secara umum, sumber rekrutmen

dapat digolongkan ke dalam dua jenis, yaitu :

1. Rekrutmen internal

Yaitu rekrutmen yang dilakukan dengan menggunakan

sumber internal atau karyawan yang sudah ada dalam

perusahaan. Ada beberapa metode yang digunakan dalam

23

rekrutmen internal, antara lain adalah job posting, refrensi

pegawai dan rencana suksesi.(Marwansyah, 2010, p.111)

2. Rekrutmen eksternal

Yaitu rekrutmen yang dilakukan dengan mencari tenaga

kerja dari luar organisasi/perusahaan karena seringkali

karyawan yang sudah ada tidak memenuhi kebutuhan

rekrutmen untuk kepentingan atau tujuan tertentu.

Rekrutmen eksternal biasanya dilakukan terutama bila

organisasi/perusahaan perlu mengisi jabatan-jabatan entry

level, memerlukan keahlian atau keterampilan yang belum

dimiliki atau memerlukan pekerja dengan latar belakang

yang berbeda untuk mendapatkan ide-ide baru.

(Marwansyah, 2010, p.113)

Berbagai sumber rekrutmen menurut Prof. Dr. Sondang P. Siagian,

MPA (2011 hlm 113-125) antara lain adalah

1. pelamar langsung yang datang ke organisasi/perusahaan tanpa

mengetahui apakah di organisasi/perusahaan yang bersangkutan

ada atau tidaknya lowongan yang sesuai dengan pengetahuan,

keterampilan atau pengalaman pelamar yang bersangkutan

2. lamaran tertulis yang dikirimkan oleh para pelamar

3. lamaran berdasarkan informasi orang dalam

4. melakukan pemasangan iklan

5. instansi pemerintah

6. perusahaan penempatan tenaga kerja

24

7. perusahaan pencari tenaga kerja profesional

8. lembaga pendidikan

9. organisasi profesi

10. serikat pekerja

11. balai latihan kerja milik pemerintah

2.1.2.2 Seleksi

Apabila sekelompok pelamar sudah diperoleh melalui rekrutmen,

maka proses seleksi dimulai. Proses seleksi dimulai dari penerimaan

lamaran dan berakhir dengan keputusan terhadap lamaran tersebut. Proses

seleksi pegawai merupakan salah satu bagian yang teramat penting dalam

keseluruhan proses manajemen SDM. (Siagian, 2011, p.131)

Tujuan setiap program seleksi dalah mengidentifikasikan para

pelamar yang memiliki skor tinggi pada aspek-aspek yang diukur yang

bertujuan untuk menilai pengetahuan, keterampilan, kemampuan atau

karakteristik penting lainnya yang dibutuhkan untuk menjalankan suatu

pekerjaan dengan baik.(Marwansyah, 2010, p.128)

Menurut Prof. Dr. Sondang P. Siagian, MPA (2011, p.137) dalam

proses seleksi ada beberapa tahapan yang biasanya ditempuh, antara lain

adalah :

1. penerimaan surat lamaran

2. penyelenggaraan ujian

3. wawancara seleksi

4. pengecekan latar belakang pelamar dan surat –surat refrensinya

25

5. evaluasi kesehatan

6. wawancara oleh manajer yang akan menjadi atasan langsungnya

7. pengenalan pekerjaan, dan

8. keputusan atas lamaran.

Agar dapat mewujudkan tujuan yang telah ditetapkan dalam proses

seleksi, maka sebuah tes dalam seleksi yang baik memiliki karakteristik

antara lain : (Marwansyah, 2010, p.133)

1. Terstandarisasi, artinya memiliki keseragaman prosedur dan

kondisi bagi semua peserta.

2. Obyektivitas, yang berarti untuk setiap jawaban yang sama harus

diberikan hasil/nilai yang sama.

3. Memiliki norma, yakni kerangka acuan untuk membandingkan

prestasi seorang pelamar dengan pelamar lain,

4. Realibilitas yang berarti bahwa sebuah alat seleksi memberikan

hasil yang konsisten setiap kali seseorang menempuh tes ini

5. Validitas

Berarti bahwa alat seleksi berhubungan secara signifikan dengan

kinerja atau dengan kriteria lain yang relevan

Proses seleksi secara garis besar dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu

faktor internal organisasi misalnya kecepatan pengambilan keputusan,

hierarki organisasi, jenis organisasi dan masa percobaan. Sedangkan faktor

eksternal seperti peraturan, jumlah, komposisi, dan pasar tenaga

kerja.(Siagian, 2011, p.132)

26

2.1.3 Pelatihan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia

Dalam konteks sebuah organisasi/perusahaan, pengembangan SDM

dirancang untuk membantu individu, kelompok dan organisasi/perusahaan secara

keseluruhan agar menjadi lebih efektif. Program ini diperlukan seiring dengan

perkembangan zaman. Perubahan ini disebabkan tidak hanya oleh dinamika

internal organisasi tetapi juga karena dinamika faktor – faktor eksternal.

Perkembangan pengetahuan yang bersifat eksponensial dan perubahan sains

yang berlangsung cepat telah menjadi kecenderungan global. (Marwansyah,

2010, p. 152)

Kesenjangan antara kemampuan pekerja dan tuntutan pekerjaan yang

berkembang itu otomatis memerlukan peningkatan dan penyesuaian pengetahuan

dan keterampilan serta sikap pekerja atau dengan kata lain diperlukannya

peningkatan profesionalisme SDM. Pelatihan dan pengembangan SDM itu

sendiri bisa dipandang sebagai intisari dari sebuah upaya berkelanjutan yang

dirancang untuk meningkatkan kompetensi dan kinerja organisasi.(Bogardus,

2004 dalam Marwansyah 2010, p.153)

Sedangkan menurut Wexley dan Latham pelatihan dan pengembangan

sebagai upaya terencana oleh sebuah organisasi untuk memfasilitasi

karyawannya dalam mempelajari perilaku yang terkait dengan pekerjaan. Istilah

perilaku digunakan dalam arti luas, yang meliputi setiap pengetahuan dan

keterampilan yang diperoleh karyawan melalui praktik atau pengalaman

langsung. Wexley dan Latham mengatakan bahwa program pelatihan dan

pengembangan memiliki satu atau lebih tujuan – tujuan berikut ini :

27

1. Meningkatkan kesadaran diri individu

2. Meningkatkan keterampilan individu dalam satu bidang keahlian atau

lebih

3. Meningkatkan motivasi individu untuk melaksanakan tugas atau

pekerjaannya secara memuaskan. ( Marwansyah 2010 hlm 156 )

Semisalnya SDM merupakan sumber daya terpenting dalam suatu

organisasi/ perusahaan, salah satu implikasinya adalah bahwa investasi

terpenting yang mungkin dilakukan oleh suatu organisasi adalah di bidang

sumber daya manusianya.(Siagian, 2011, p.181)

Dalam sebuah organisasi/perusahaan, terdapat paling sedikit tujuh

manfaat yang dapat dipetik melalui penyelenggaraan program pelatihan dan

pengembangan, antara lain adalah (Siagian, 2011, p.183) :

1. Peningkatan produktivitas kerja perusahaan

2. Terwujudnya hubungan yang serasi antara atasan dan bawahan

3. Terjadinya proses pengambilan keputusan yang lebih cepat dan tepat

karena melibatkan para pegawai yang bertanggung jawab

menyelenggarakan kegiatan operasional.

4. Meningkatkan semangat kerja seluruh tenaga kerja dalam perusahaan

dengan komitmen organisasional yang lebih tinggi.

5. Mendorong sikap keterbukaan manajemen melalui penerapan gaya

manajerial yang partisipatif

6. Memperlancar jalannya komunikasi yang efektif

28

7. Penyelesaian konflik secara fungsional yang berdampak pada

tumbuhnya rasa persatuan dan suasana kekeluargaan di kalangan

anggota.

Namun semua itu juga bergantung pada beberapa faktor yang

mempengaruhi pelatihan dan pengembangan SDM, yaitu dukungan dari

manajemen puncak yang bersifat konkret dan perlu dikomunikasikan dengan

seluruh bagian organisasi. Komitmen para spesialis dan generalis dalam

pengelolaan sumber daya manusia, kompleksitas organisasi/perusahaan, gaya

belajar dan kinerja masing – masing fungsi manajemen SDM lainnya juga

memiliki pengaruh yang cukup signifikan. Selain itu perkembangan teknologi

yang tidak hanya memberikan dampak terhadap identifikasi kebutuhan pelatihan

dan pengembangan, tetapi juga terhadap pemilihan metode pelatihan yang akan

digunakan. (Marwansyah,2010, p.156-157)

Ada beberapa metode yang sering digunakan untuk memberikan

pelatihan dan pengembangan sumber daya manusia, antara lain adalah : (Desler,

2010, hlm 285-295)

1. On The Job Training

Yaitu dengan cara meminta seseorang untuk mempelajari pekerjaan itu

dengan mengerjakannya langsung. Yang paling dikenal adalah dengan

metode Coaching ( membimbing ) atau Understudy (sambil belajar).

2. Magang

Adalah suatu proses terstruktur dimana orang menajdi pekerja yang

terampil melalui kombinasi dari pelajaran dikelas dan pelatihan langsung

di pekerjaan.

29

3. Belajar Secara Informal

Proses belajar dimana seorang karyawan mempelajari tentang

pekerjaannya tidak melalui pelatihan formal, melainkan dari perangkat

informal dan dengan cara berkolaborasi dengan koleganya.

4. Job Instruction Training

Kelompok pekerjaan yang terdiri dari sebuah rangkaian langkah logis

yang diajarkan secara bertahap.

5. Pengajaran

Merupakan cara yang cepat jika ingin memberikan pelatihan kepada

sekelompok orang yang akan dilatih.

6. Pelajaran yang terprogram

Adalah metode belajar sendiri langkah demi langkah sampai

menyelesaikan program latihan dan mencapai target pembelajaran

7. Teknik pelatihan kemampuan membaca dan menulis

Yang diujikan kembali adalah teknik kemampuan dasar seperti membaca,

menulis, dan berhitung.

8. Pelatihan dengan perangkat audio visual

Adalah teknik pelatihan dengan menggunakan rangkaian audiovisual

seperti film, PowerPoint video konfrensi, kaset audio dan kaset video

dapat menjadi sangat efektif pada beberapa kondisi dan situasi

pembelajaran.

30

9. Pelatihan dengan simulasi

Adalah suatu metode dimana orang yang dilatih belajar dengan peralatan

yang sebenarnya atau dengan simulasi yang akan digunakan dalam

pekerjaan, tetapi sebenarnya mereka dilatih di luar pekerjaan.

10. Pelatihan Berbasis komputer

Orang yang ingin melakukan training, dilatih menggunakan sistem

berbasis komputer untuk secara interaktif meningkatkan pengetahuan dan

keterampilan dalam menggunakan komputer.

11. Sistem pendukung kinerja elektronik

Merupakan sebuah sistem yang terdiri sebuah kumpulan peralatan dan

tampilan komputer yang mengotomatisasi pelatihan, dokumentasi, dan

dukungan telepon, mengintegrasikan otomatisasi ini ke dalam aplikasi

dan memberikan pendukung yang lebih cepat, lebih murah dan lebih

efektif daripada metode tradisional.

2.1.4 Perencanaan Karir

Saat ini realita yang dihadapi adalah bahwa setiap orang harus mengalami

perubahan tempat kerja dalam satu kali masa kerja mereka. Melalui perencanaan

karir, setiap individu mengevaluasi kemampuan dan minatnya sendiri,

mempertimbangkan kesempatan karir alternatif, menyusun tujuan karir, dan

merencanakan aktivitas-aktivitas pengembangan praktis. Fokus utama dalam

perencanaan karir haruslah sesuai antara tujuan pribadi dan kesempatan-

kesempatan yang secara realistis tersedia. Pada dasarnya perencanaan karir

terdiri atas dua elemen utama yaitu perencanaan karir individual (individual

31

career planning) dan perencanaan karir organisasional (organizational career

planning). (Marwansyah, 2010, p.207)

Perencanaan karir individual dan organisasional tidaklah dapat

dipisahkan dan disendirikan. Seorang individu yang rencana karir individualnya

tidak dapat terpenuhi di dalam organisasi, cepat atau lambat individu tersebut

akan meninggalkan perusahaan. Oleh karena itu, organisasi/perusahaan perlu

membantu karyawan dalam perencanaan karir sehingga keduanya dapat saling

memenuhi kebutuhan. (Marwansyah, 2010, p.208)

Perencanaan karir individual (individual career planning) terfokus pada

individu yang meliputi latihan diagnostik, dan prosedur untuk membantu

individu tersebut menentukan jati diri dari segi potensi dan kemampuannya.

Prosedur ini meliputi suatu pengecekan realitas untuk membantu individu

menuju suatu identifikasi yang bermakna dari kekuatan dan kelemahannya dan

dorongan memimpin kekuatan dan mengoreksi kelemahan.(Marwansyah, 2010,

p.216)

2.1.5 Pengembangan Karir

Pengembangan karir (seperti promosi) sangat diharapkan oleh setiap

pegawai, karena dengan pengembangan ini akan mendapatkan hak – hak yang

lebih baik dari apa yang diperoleh sebelumnya baik material maupun non material

misalnya, kenaikan pendapatan, perbaikan fasilitas dan sebagainya. Sedangkan

hak-hak yang tidak bersifat non material misalnya status sosial, perasaan bangga

dan sebagainya.(Marwansyah, 2010, p.220)

32

Menurut Marwansyah (2010, p. 220) pengembangan karir (career

development) adalah kegiatan yang meliputi aktivitas-aktivitas untuk

mempersiapkan seorang individu pada kemajuan jalur karir yang direncanakan.

Selanjutnya ada beberapa prinsip pengembangan karir yang dapat dijelaskan

sebagai berikut :

1. Pekerjaan itu sendiri mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap

pengembangan karir. Bila setiap hari pekerjaan menyajikan suatu

tantangan yang berbeda, apa yang dipelajari di pekerjaan jauh lebih

penting daripada aktivitas rencana pengembangan formal.

2. Bentuk pengembangan skill yang dibutuhkan ditentukan oleh

permintaan pekerjaan yang spesifik. Skill yang dibutuhkan untuk

menjadi supervisor akan berbeda dengan skill yang dibutuhkan untuk

menjadi middle manager.

3. Pengembangan akan terjadi hanya jika seorang individu belum

memperoleh skill yang sesuai dengan tuntutan pekerjaan. Jika tujuan

tersebut dikembangkan lebih lanjut oleh seorang individu maka

individu yang telah memiliki skill yang dituntut pekerjaan akan

menempati pekerjaan yang baru.

4. Waktu yang digunakan untuk pengembangan dapat direduksi/dikurangi

dengan mengidentifikasi rangkaian penempatan pekerjaan individu

yang rasional.

Pengembangan karir (career development) meliputi perencanaan karir

(career planning) dan manajemen karir (career management). Memahami

pengembangan karir dalam sebuah organisasi membutuhkan suatu pemeriksaan

33

atas dua proses, yaitu bagaimana masing-masing individu merencanakan dan

menerapkan tujuan-tujuan karirnya (perencanaan karir) dan bagaimana

organisasi merancang dan menerapkan program-program pengembangan

karir/manajemen karir.(Marwansyah, 2010, p.221)

Perencanaan karir (career planning) adalah suatu proses dimana individu

dapat mengidentifikasi dan mengambil langkah - langkah untuk mencapai

tujuan-tujuan karirnya. Perencanaan karir melibatkan pengidentifikasian tujuan-

tujuan yang berkaitan dengan karir dan penyusunan rencana-rencana untuk

mencapai tujuan tersebut. (Marwansyah, 2010, p. 223)

Manajemen karir (career management) adalah proses dimana organisasi

memilih, menilai, menugaskan, dan mengembangkan para pegawainya guna

menyediakan suatu kumpulan orang - orang yang berbobot untuk memenuhi

kebutuhan-kebutuhan di masa yang akan datang. Manajemen karir merupakan

proses berkelanjutan dalam penyiapan, penerapan, dan pemantauan rencana-

rencana karir yang dilakukan oleh individu seiring dengan sistem karir

organisasi. Pendapat lain yang signifikan dengan teori pengembangan karir di

atas menyebutkan bahwa pengembangan karir pada dasarnya meliputi dua proses

utama, yaitu perencanaan karir dan manajemen karir (Irianto, 2001: 92).

Perencanaan karir terfokus pada individu/pegawai, sedangkan manajemen

karir terfokus pada organisasi. Manfaat perencanaan karir bagi pegawai adalah

setiap individu/pegawai dapat memahami dan mengidentifikasi tujuan karir yang

diinginkan. Sementara itu, manfaat bagi organisasi adalah dapat

mengkomunikasikan peluang karir pada para karyawan dan memperoleh

34

kesesuaian yang lebih baik antara aspirasi karyawan dengan peluang organisasi.

(Irianto, 2001, p.93)

2.2 Pengambilan Keputusan

2.2.1 Definisi Pengambilan Keputusan

Sebelum kita membicarakan tentang pengambilan keputusan, ada baiknya

kita mengetahui apa itu keputusan. Keputusan adalah hasil pemecahan masalah

yang sedang dihadapi dengan tegas. Hal itu berkaitan dengan jawaban atas

pertanyaan-pertanyaan mengenai ‘apa yang harus dilakukan’ dan seterusnya

mengenai unsur-unsur perencanaan. Dapat juga dikatakan bahwa keputusan itu

sesungguhnya merupakan hasil proses pemikiran yang berupa pemilihan satu

diantara beberapa alternatif yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah

yang dihadapinya. (Supranto, 2009, p.2)

Keputusan itu sendiri merupakan unsur kegiatan yang sangat vital. Jiwa

kepemimpinan seseorang dapat diketahui dari kemampuan mengatasi masalah

dan mengambil keputusan yang tepat. Dalam sebuah organisasi/perusahaan,

keputusan yang tepat adalah keputusan yang berbobot dan dapat diterima

bawahan. Ini biasanya merupakan keseimbangan antara disiplin yang harus

ditegakkan dan sikap manusiawi terhadap bawahan. Keputusan yang demikian

ini juga dinamakan keputusan yang mendasarkan diri pada human relations.

Menurut Marimin dan Nurul, pengambilan keputusan adalah suatu proses

yang dilaksanakan seseorang berdasarkan pengetahuan dan informasi yang ada,

dengan harapan sesuatu akan terjadi.(Marimin dan Nurul Maghfiroh, 2010, p.16)

35

Dari kedua pengertian diatas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa

keputusan itu diambil dengan sengaja, tidak secara kebetulan, dan tidak boleh

sembarangan. Masalahnya telebih dahulu harus diketahui dan dirumuskan

dengan jelas, sedangkan pemecahannya harus didasarkan pemilihan alternatif

terbaik dari alternatif yang ada. Suatu keputusan tidak akan memiliki tingkat

keakuratan yang kuat jika tidak didukung dengan berbagai informasi yang ada,

berbagai input informasi yang diterima, dianalisis secara komprehensif oleh

pihak manajemen perusahaan untuk dibentuk suatu rekomendasi keputusan yang

bersifat alternatif dan selanjutnya alternatif keputusan yang ditawarkan itu

dipilih yang terbaik. (Irham, 2011, p.1)

2.2.2 Komponen Pengambilan Keputusan

Dalam sebuah organisasi/perusahaan, pengambilan keputusan adalah hal

yang sangat krusial, karena akan berdampak pada perusahaan sekarang dan di

masa yang akan datang. Secara garis besar, komponen pengambilan keputusan

terdiri dari : (Supranto, 2009, p.17-19)

1. Penetapan Tujuan

Sebelum melakukan pengambilan keputusan, terlebih dahulu kita

harus mengetahui untuk apa keputusan itu dibuat atau dengan kata

lain adalah tujuannya. Dalam mengambil keputusan, harus dilihat

kemampuan untuk memenuhi tujuan yang diinginkan. Hal

tersebut diperlukan, karena selalu ada alternatif lain dalam

mencapai tujuan yang diinginkan.

36

2. Identifikasi Alternatif

Setelah menetapkan tujuan, maka yang perlu dilakukan adalah

mengidentifikasi seluruh alternatif yang ada. Karena dalam

pencapaian tujuan, banyak alternatif yang bisa digunakan yang

terlebih dahulu sudah dipertimbangkan segala kemungkinan yang

diakibatkan dan kegagalan atau keberhasilan dalam

implementasinya. Perlu untuk diingat bahwa dalam menentukan

alternatif – alternatifnya, keberhasilan dalam mengidentifikasi

alternatif tidak menutup kemungkinan justru akan menimbulkan

persoalan baru.

3. Uncontrolable events

Kita tidak bisa menetukan secara pasti apa yang akan terjadi di

masa yang akan datang. Namun, kita dapat mengantisipasinya

sebelum hal yang tidak diinginkan terjadi. Demikian pula sebuah

keputusan yang dibuat, keberhasilan atas suatu alternatif yang

dipilih belum diketahui selagi keputusan itu belum dilaksanakan.

Keputusan yang dibuat saat ini kedepannya akan berdampak yang

tidak menutup kemungkinan akan menghambat keputusan

tersebut. Dalam hal ini, pemimpin dituntut mampu untuk

memprediksi segala kemungkinan yang terjadi.

4. Sarana untuk mengukur hasil

Agar dapat mengetahui dengan baik keberhasilan pelaksanaan

keputusan, diperlukan alat/sarana tertentu yang dapat

37

mengukurnya. Alat/sarana ukur ini selanjutnya akan digunakan

sebagai pembanding antara rencan tujuan dengan realisasi

implentasi keputusan. Jika antara realisasi dan tujuan sudah

sesuai, berarti keputusan tersebut sudah benar, berlaku sebaliknya.

Sedangkan menurut Marimin dan Nurul, komponen – komponen yang

harus ada dalam pengambilan keputusan berbasis analisa adalah : ( Marimin dan

Nurul Maghfiroh, 2010, p.18-21)

1. Alternatif keputusan

Alternatif keputusan adalah pilihan keputusan yang jumlahnya lebih

dari satu yang menjadi pertimbangan dalam mencapai tujuan dari

pengambilan keputusan.

2. Kriteria keputusan

Adalah pertimbangan dalam penetapan alternatif keputusan.

3. Bobot kriteria

Adalah skor atau nilai setiap kriteria yang menggambarkan tinggi

rendahnya kepentingan kriteria tersebut dalam proses pengambilan

keputusan.

4. Model penilaian

Model penilaian merupakan suatu bentuk untuk mengevaluasi dan

memilih alternatif terbaik berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan.

Model penilaian dapat berupa skala ordinal, interval, rasio ataupun

perbandingan berpasangan. Penggunaan skala penialain berdasarkan

pada model yang digunakan.

38

5. Struktur keputusan

Struktur keputusan adalah hubungan antara elemen – elemen dalam

proses pengambilan keputusan yang membantu melakukan

pengambilan keputusan. Struktur keputusan terdiri dari matrik

keputusan dan hierarki keputusan.

a. Matrik keputusan

Matrik keputusan adalah tabel yang digunakan untuk

membandingkan berbagai alternatif berdasarkan kriteria.

Matrik keputusan digunakan untuk melakukan pemilihan di

antara beberapa alternatif yang memenuhi atau tidak

memenuhi kriteria.

b. Hierarki keputusan

Hierarki adalah lata yang paling mudah untuk melakukan

pemahaman terhadap suatu masalah yang kompleks. Masalah

tersebut diuraikan kadalam elemen – elemen yang

bersangkutan, menyusun, elemen tersebut secara hierarki, lalu

melakukan penilaian terhadap elemen tersebut dan

menentukan keputusan yang akan di ambil.

6. Model Penghitungan

Model penghitungan adalah metode yang digunakan untuk

pengambilan keputusan dari beberapa alternatif keputusan dengan

kriteria majemuk. Model perhitungan dipilih berdasarkan beberapa

pertimbangan, antara lain adalah jumlah level hierarki kriteria,

39

keseragaman penilaian alternatif pada tiap kriteria, dan skala

penilaian.

2.2.3 Dasar Pengambilan Keputusan

2.2.3.1 Pengambilan Keputusan Berdasarkan Intuisi

Keputusan yang diambil berdasarkan intuisi atau perasaan lebih

bersifat subjektif yaitu mudah terkena sugesti, pengaruh luar, dan faktor

kejiwaan lain. Sifat subjektif dari keputusuan intuitif ini terdapat

beberapa keuntungan, yaitu :

1. Pengambilan keputusan oleh satu pihak sehingga mudah untuk

memutuskan.

2. Keputusan intuitif lebih tepat untuk masalah-masalah yang bersifat

kemanusiaan.

Pengambilan keputusan yang berdasarkan intuisi

membutuhkan waktu yang singkat Untuk masalah-masalah yang

dampaknya terbatas, pada umumnya pengambilan keputusan yang

bersifat intuitif akan memberikan kepuasan. Akan tetapi, pengambilan

keputusan ini sulit diukur kebenarannya karena kesulitan mencari

pembandingnya dengan kata lain hal ini diakibatkan pengambilan

keputusan intuitif hanya diambil oleh satu pihak saja sehingga hal-hal

yang lain sering diabaikan. Ada beberapa permasalahan yang

dihadapi oleh seorang pengambil keputusan yang berdasarkan pada

intuisi yaitu pada saat kemampuannya terbatasi dan tidak mampu

menjangkau yang diiginkan. (Irham, 2011, p.124)

40

2.2.3.2 Pengambilan Keputusan Berdasarkan Fakta

Ada yang berpendapat bahwa sebaiknya pengambilan keputusan

didukung oleh sejumlah fakta yang memadai. Sebenarnya istilah fakta

perlu dikaitkan dengan istilah data dan informasi. Kumpulan fakta yang

telah dikelompokkan secara sistematis dinamakan data. Sedangkan

informasi adalah hasil pengolahan dari data. Dengan demikinan, data

harus diolah lebih dulu menjadi informasi yang kemudian dijadikan

dasar pengambilan keputusan. Keputusan yang berdasarkan sejumlah

fakta, data atau informasi yang cukup itu memang merupakan keputusan

yang baik dan solid, namun untuk mendapatkan informasi yang cukup

itu sangat sulit. Model ilmu manajemen dapat dipergunakan untuk

menghasilkan informasi tambahan. Penggunaan komputer untuk

pengambilan keputusan setiap hari menjadi sangat penting, bahkan

untuk suatu organisasi kecil pun dapat menerapkan ilmu manajemen

secara efektif.(Supranto, 2009, p.25-26)

2.2.3.3 Pengambilan Keputusan Berdasarkan Pengalaman

Sering kali terjadi bahwa sebelum mengambil keputusan,

pimpinan mengingat-ingat apakah kasus seperti ini sebelumnya pernah

terjadi. Pengingatan semacam itu biasanya ditelusuri melalui arsip-arsip

penhambilan keputusan yang berupa dokumentasi pengalaman-

pengalaman masa lampau. Jika ternyata permasalahan tersebut pernah

terjadi sebelumnya, maka pimpinan tinggal melihat apakah permasalahan

tersebut sama atau tidak dengan situasi dan kondisi saat ini. Jika masih

41

sama kemudian dapat menerapkan cara yang sebelumnya itu untuk

mengatasi masalah yang timbul.

Dalam hal tersebut, pengalaman memang dapat dijadikan

pedoman dalam menyelesaikan masalah. Keputusan yang berdasarkan

pengalaman sangat bermanfaat bagi pengetahuan praktis. Pengalaman

dan kemampuan untuk memperkirakan apa yang menjadi latar belakang

masalah dan bagaimana arah penyelesaiannya sangat membantu dalam

memudahkan pemecaha masalah.

2.2.3.4 Pengambilan Keputusan Berdasarkan Wewenang

Banyak sekali keputusan yang diambil karena wewenang

(authority) yang dimiliki. Setiap orang yang menjadi pimpinan organisasi

mempunyai tugas dan wewenang untuk mengambil keputusan dalam

rangka menjalankan kegiatan demi tercapainya tujuan organisasi yang

efektif dan efisien.

Keputusan yang berdasarkan wewenang memiliki beberapa

keuntungan. Keuntungan-keuntungan tersebut antara lain : banyak

diterimanya oleh bawahan, memiliki otentisitas (otentik), dan juga karena

didasari wewenang yang resmi maka akan lebih permanent sifatnya.

Keputusan yang berdasarkan pada wewenang semata maka akan

menimbulkan sifat rutin dan mengasosiasikan dengan praktik dictatorial.

Keputusan berdasarkan wewenang kadangkala oleh pembuat keputusan

sering melewati permasalahan yang seharusnya dipecahkan justru

menjadi kabur atau kurang jelas.(Supranto, 2009, p.6-7)

42

2.2.4 Empat Kategori Keputusan

Pada umumnya suatu keputusan dibuat untuk memecahkan

permasalahan suatu persoalan (problem solving). Inti dari pengambilan

keputusan terletak dalam perumusan berbagai alternatif tindakan sesuai dengan

apa yang sedang menjadi pusat perhatian. Salah satu komponen terpenting dari

proses pembuatan keputusan adalah kegiatan pengumpulan informasi mengenai

sesuatu yang dapat dijadikan dasar untuk pembuatan keputusan. Selanjutnya ada

empat kategori keputusan, yaitu: 1) Keputusan dalam keadaan ada kepastian

(certainty), terjadi apabila semua informasi yang diperlukan untuk mengambil

keputusan tersedia/lengkap; 2) Keputusan dalam keadaan ada resiko (risk),

terjadi apabila hasil pengambilan keputusan tidak diketahui dengan pasti akan

tetapi diketahui nilai kemungkinannya/peluangnya; 3) Keputusan dalam keadaan

ketidakpastian (uncertainty) terjadi jika pengambil keputusan tidak tahu sama

sekali hasil keputusan yang diambilnya karena hal yang akan diputuskan belum

pernah terjadi sebelumnya; 4) Keputusan dalam keadaan ada konflik (conflict),

terjadi jika dua atau lebih pengambil keputusan saling bertentangan (ada konflik)

dalam situasi kompetitif. Oleh karena itu, penulis anggap perlu untuk menyajikan

teknik-teknik yang dapat dipergunakan dalam pengambilan keputusan. Dalam

semua hal mulai dari keputusan jalur distribusi, pemilihan suplier, tender, bahkan

sampai pada proses pemilihan pegawai dan penempatan pegawai.

2.2.4.1 Keputusan Dalam Keadaan Ada Kepastian ( certainty )

Keputusan dalam keadaan ada kepastian (certainty), terjadi apabila semua

informasi yang diperlukan untuk mengambil keputusan tersedia/lengkap.

43

Pemecahan dari keputusan yang diambil bersifat deterministic. Teknik-teknik

yang dapat digunakan dalam pengambilan keputusan dalam keadaan ada

kepastian, antara lain:

1. Linear Programming

Yaitu salah satu teknik untuk menyelesaikan masalah optimasi

(maksimasi atau minimasi) dengan menggunakan persamaan dan

pertidaksamaan linear dalam rangka mencari pemecahan yang optimal

dengan memperhatikan pembatas-pembatas (constrains) yang ada.

Persoalan linear programming dapat diselesaikan dengan

menggunakan metode grafik, aljabar dan simpleks. (Supranto, 2009,

p.30-57)

2. Persoalan Transportasi

Berkaitan bagaimana cara menentukan jumlah barang/objek

(xij) yang harus dikirimkan dari setiap sumber (i) ke setiap tujuan (j)

sedemikian hingga biaya transportasi total dapat diminimumkan. Jadi

dalam persoalan transportasi berusaha menentukan sebuah rencana

transportasi sejumlah barang dari sejumlah sumber ke sejumlah tujuan

agar biaya transportasi seminimal mungkin. Persoalan transportasi

dapat diselesaikan dengan menggunakan:

a. Vogel’s Approximation Method (VAM)

b. Nort West Corner Rule (NWCR)

c. Stepping Stone Method

d. Modified Distribution Method (MODI).

44

Dua metode terakhir digunakan untuk memperbaiki hasil

perhitungan dengan menggunakan VAM atau NWCR jika nilai

optimasi belum tercapai. (Supranto, 2009, p.121-143)

3. Persoalan Penugasan (assignment problem)

Berkaitan dengan bagaimana cara mendistribusikan pekerjaan

terhadap orang/mesin yang ada sedemikian sehingga biaya yang

dikeluarkan minimum. Persoalan penugasan dapat diselesaikan

dengan menggunakan metode Hunggaria (Hungarian method).

(Supranto, 2009, p.154 – 171)

2.2.4.2 Keputusan Dalam Keadaan Tidak Ada Kepastian ( uncertainty )

Keputusan dalam keadaan tidak ada kepastian terjadi jika pengambilan

keputusan dilakukan tanpa mengetahui peluang kejadian tersebut. Pengambilan

keputusan dalam keadaan tak ada kepastian merupkan keadaan yang tidak

diinginkan, akan tetapi justru situasi semacam ini yang sering dihadapi dalam

kehidupan sehari-hari.Teknik-teknik yang dapat digunakan dalam pengambilan

keputusan dalam keadaan tidak ada kepastian, antara lain:

1. Kriteria Laplace

Oleh karena peluang terjadinya beberapa kejadian tidak pasti

di waktu yang akan datang tidak diketahui, maka salah satu

pendekatan yang bisa dipergunakan adalah dengan memberi nilai

yang sama bagi setiap kejadian, yaitu sebesar 1/k. Selanjutnya hitung

harapan payoff untuk masing-masing alternative. Alternatif dengan

nilai harapan terbesar merupakan keputusan yang harus diambil. Jadi

45

pada criteria Laplace digunakan asumsi bahwa peluang antar kejadian

tak pasti sama, kemudian digunakan nilai harapan pay off terbesar

(maksimum). (Supranto, 2009, p.301)

2. Kriteria Maximin Wald

Kriteria maximin Wald didasarkan pandangan yang sangat

pesimis (pengambil keputusan menghindari resiko yang akan muncul)

untuk suatu hasil yang akan dicapai pada waktu yang akan dating.

Dengan demikian kita harus mengharapkan hasil terjelek (the worst

out come) bagi setiap alternative tidakan yang akan dipilih. Sehingga,

payoff yang minimum untuk alternative dibandingkan dan alternative

yang memberikan payoff maksimum diantara payoff yang minimum

tersebut harus dipilih. Jadi pada criteria maksimin Wald didasarkan

asumsi bahwa pandangan pesimistik akan memaksimumkan

kemungkinan pay off minimum. (Supranto, 2009, p.301)

3. Kriteria Maximax

Kriteria maximax didasarkan pandangan yang sangat optimis,

sikap yang agresif, optimis mengenai hasil yang akan dicapai di eaktu

terbesar (maximum) di antara yang terbesar. Jadi pada criteria

maksimaks didasarkan pada pandangan optimistic dan

memaksimumkan kemungkinan pay off maksimum. (Supranto, 2009,

p.302)

46

4. Kriteria Dominan

Kriteria diminan sangat berguna untuk mengurangi atau

memperkecil jumlah alternative yang mungkin terlalu banyak. Akan

tetapi criteria ini tidak selalu menghasilkan alternative tindakan

optimum yang unik. Suatu alternative dikatakan didominasi

(dominated) jika ada alternative lain yang menghasilkan suatu pay off

yang lebih tinggi (hasil yang lebih menguntungkan) tanpa

memperhatikan kejadian apapun yang terjadi. Selanjutnya kita hapus

alternative-alternatif yang telah terdominasi oleh alternative lain. Jika

setelah proses penghapusan tinggal satu alternative maka alternative

yang tidak tehapuskan itu merupakan alternative terbaik merupakan

alternative optimum yang harus dipilih. Akan tetapi apabila sisa

alternative masih lebih dari satu maka criteria seperti maximin,

maximax atau Laaplace dapat digunakan. (Supranto, 2009, p.303)

5. Kriteria Hurwics

Merupakan criteria hasil kompromi antara criteria maximin

dan maximax. Hurwics mengusulkan suatu koefisien optimisme

dengan symbol α (0 ≤α≤1) sebagai ukuran tingkat oprimisme

pengambilan keputusan. Jika α = 0 maka pengambilan keputusan

secara total pesimis (totality pessimist). Jika α = 1 maka pengambilan

keputusan secara total optimis. Menurut criteria Hurwics, pay off

tertimbang (weight pay off) untuk setiap alternative adalah sebgai

berikut. Pay off tertimbang = α (pay off maximum) + (1- α) pay off

minimum. Alternatif yang terbaik (optimum) adalah alternatif dengan

47

hrapan pay off tertimbang terbesar (maximum weight pay off). Jadi

pada criteria Hurwics pengambilan keputusan didasarkan pada

koefisien optimistic dan pesimistik untuk memaksimumkan pay off

tertimbang. (Supranto, 2009, p.304)

6. Kriteria Minimax

Kriteria minimax sering juga disebut regret criterian,

didasarkan atas konsep kehilangan kesempatan (opportunity loss)

dikembangkan oleh L.J. Savage. Menurut Savege pengambil

keputusan akan mengalami kehilangan kesempatan (penyesalan) jika

ia menghadapi kejadian tak pasti yang terjadi dan alternative yang

terpilih menghasilkan nilai pay off yang lebih kecil dari pay off

maksimum yang mungkin bisa dicapai untuk kejadian tak pasti

tersebut. Jadi kehilangan kesepatan/penyesalan (regret) merupakan

selisih antara pay iff maksimum dengan pay off lainnya suatu

kombinasi antara tindakan dan kejadian tak pasti. Begitu tabel pay off

selesai dibentuk, dapat digunakan prinsip minimax yaitu

meminimumkan kehilangan kesempatan yang maksimum. Jadi pada

criteria minimaks didasarkan pada pandangan konservatif untuk

meminimumkan kesempatan kehilangan atau kerugian yang

maksimum. (Supranto, 2009, p.307)

2.2.4.3 Keputusan Dalam Keadaan Ada Risiko ( risk )

Keputusan dalam keadaan ada resiko (risk), terjadi apabila hasil

pengambilan keputusan tidak diketahui dengan pasti akan tetapi diketahui nilai

48

kemungkinannya/peluangnya mengenai hasil atau kejadian yang tidak pasti

tersebut. Untuk suatu keputusan dalam keadaan ada resiko, kita harus mengenali

komponen berikut:

1. Ada alternative tindakan yang fisibel (bisa dilakukan)

2. Kemungkinan kejadian tak pasti berikut dengan peluangnya

3. Nilai payoff sebagai hasil yang diperoleh dari kombinasi suatu

tindakan dan suatu kejadian tak pasti tertentu. (Supranto, 2009, p.257

– 259)

Teknik-teknik yang dapat digunakan dalam pengambilan keputusan

dalam keadaan ada resiko, antara lain:

1) Nilai Harapan Pay Off (expected pay off)

Dengan cara ini kita memilih alternative dengan nilai harapan

payoff terbesar (maximum expected pay off) atau nilai harapa kekalahan

terkecil (minimum expected loss). (Supranto, 2009, p.260 – 265)

2) Nilai Kesempatan Yang Hilang (opportunity loss)

Nilai kesempatan yang hilang untuk suatu hasil adalah sejumlah

payoff yang hilang oleh karena tidakan yang dipilihnya suatu tindakan

dengan payoff terbesar bagi kejadian tak pasti yang sebenarnya terjadi.

(Supranto, 2009, p.265 – 269)

3) Nilai harapan dengan informasi sempurna

Diperoleh dengan memilih alternative atau tindakan didasarkan

atas harapan hasil maksimum (maximum expected pay off) setelah ada

penambahan informasi. (Supranto, 2009, p.270 – 273)

49

2.2.4.4 Keputusan Dalam Keadaan Ada Konflik ( conflict )

Keputusan dalam keadaan ada konflik (conflict), terjadi jika dua atau lebih

pengambil keputusan saling bertentangan (ada konflik) dalam situasi kompetitif.

Walaupun terlihat sederhana, namun sebuah keputusan yang diambil dalam

keadaan ada konflik pada praktiknya akan menjadi sangat rumit. Seperti pada

saat kita dihadapkan pada keadaan yang tidak pasti, ditambah lagi adanya

tindakan pihak lawan yang bisa mempengaruhi hasil keputusan. Faktor – faktor

yang perlu dipertimbangkan menjadi lebih banyak. Keputusan dalam situasi ada

konflik bisa dipecahkan dengan teori permainan (game theory). (Supranto, 2009,

p.12 - 13)

2.2.5 Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Pengambilan Keputusan

Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan secara

umum. Antara lain adalah : (Syamsi, 1995, p.10-15)

1. Posisi atau kedudukan

Dalam kerangka pengambilan keputusan, posisi/kedudukan seseorang

dapat dilihat dalam hal letak dan tingkatan posisi seseorang, apakah sebagai

pembuat keputusan (decision maker), penentu keputusan (decision taker)

ataukah staf (staffer). Dalam hal tingkatan posisi, apakah seseorang sebagai

strategi, policy, peraturan, organisasional, operasional atau teknis. Semua

posisi ini memiliki peran dan pengaruh yang berbeda dalam pengambilan

keputusan. Staf hanya berfungsi memberikan pertimbangan kepada pembuat

keputusan, apa yang harus diputuskan atau sebagai mencari informasi yang

dibutuhkan.

50

2. Permasalahan yang ada

Masalah atau problem adalah apa yang menjadi penghalang untuk

tercapainya tujuan, yang merupakan penyimpangan dari apa yang

diharapkan, direncanakan atau dikehendaki dan harus diselesaikan. Masalaha

dapat dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu masalah terstruktur (well

structured problems) dan masalah tidak terstruktur. Maslaah terstruktur, yaitu

masalah yang logis, dikenal dan mudah diidentifikasi. Sedangkan masalah

tidak terstruktur (ill structured problems), yaitu masalah yang masih baru,

tidak biasa, dan informasinya tidak lengkap. Terkadang permasalahan yang

ada sudah rutin terjadi yang sifatnya sudah tetap dan selalu dijumpai.

Sedangkan ada juga masalah insidentil atau yang sifatnya tidak tetap dan

tidak selalu dijumpai dalam hidup sehari-hari.

3. Situasi yang sedang terjadi

Situasi adalah keseluruhan faktor-faktor dalam keadaan, yang berkaitan

satu sama lain, dan yang secara bersama-sama memancarkan pengaruh

terhadap organisasi/perusahaan beserta apa yang hendak diperbuat. Faktor-

faktor itu dapat dibedakan atas dua, yaitu faktor yang konstan dan yang tidak

konstan atau variabel. Faktor-faktor yang konstan, yaitu faktor-faktor yang

sifatnya tidak berubah-ubah atau tetap keadaanya. Sedangkan faktor-faktor

yang tidak konstan, atau variabel, yaitu faktor-faktor yang sifatnya selalu

berubah-ubah, tidak tetap keadaannya.

51

4. Kondisi internal organisasi/perusahaan

Kondisi adalah keseluruhan dari faktor-faktor yang secara bersama-sama

menentukan daya gerak dan kemampuan sebuah organisasi/perusahaan.

Sebagian besar faktor-faktor tersebut merupakan sumber daya-sumber daya.

5. Tujuan pengambilan keputusan.

Tujuan yang hendak dicapai, baik tujuan perorangan, tujuan unit

(kesatuan), tujuan organisasi, maupun tujuan usaha, pada umumnya telah

ditentukan. Tujuan yang ditentukan dalam pengambilan keputusan

merupakan tujuan antara atau objective.

Namun, dalam konteks sebuah organisasi/perusahaan, terdapat beberapa

faktor yang mempengaruhi proses pengambilan keputusan. Faktor – faktor itu

bisa berasal dari dalam maupun dari luar organisasi secara langsung maupun

tidak langsung. Faktor – faktor tersbut adalah :

1. Keadaan internal organisasi

Keadaan internal organisasi/perusahaan akan sangat

berpengaruh pada proses pengambilan keputusan. Keadaan internal

dapat berupa ketersediaan dana, kemampuan karyawan, kelengkapan

peralatan dan struktur organisasi. Dalam membuat keputusan tentu

memerlukan biaya, terutama jika keputusan tersebut merupakan

investasi baru. Faktor karyawan pun juga sangat mempengaruhi

keputusan. Hal ini karena keputusan yang diambil harus disesuaikan

dengan kualitas dan kuantitas karyawan. Keputusan yang baik namun

karyawan yang ada tidak mampu mengimplementasikannya, maka

akan menyebabkan keputusan tidak sesuai dengan tujuan

52

organisasi/perusahaan. Dalam hal merekrut karyawan baru, keputusan

yang diambil haruslah sesuai dengan kebutuhan perusahaan.

2. Ketersediaan informasi

Informasi bagi suatu organisasi /perusahaan sangatlah krusial,

terutama disaat pengambilan keputusan. Informasi yang didapat bisa

bersumber dari internal organisasi/perusahaan dan dari eksternal

organisasi/perusahaan. Dari kedua sumber tersebut, selanjutnya

digunakan yang memiliki relevansi terhadap persoalan yang dihadapi

kemudian dijadikan sebagai pertimbangan dalam pengambilan

keputusan. Informasi yang masuk haruslah baik dan benar, maka dari

itu, diperlukan persyaratan lengkap sesuai kebutuhan, terpercaya dan

aktual. Dalam hal penerimaan pegawai baru, informasi yang bisa

diperoleh adalah melalui proses perekrutan dan seleksi karyawan

baru.

3. Keadaan eksternal organisasi

Hampir semu pemimpin organisasi/perusahaan tiddak hanya

memusatkan perhatiannya pada kondisi internal organisasi, tetapi juga

pada kondisi eksternalnya yang bersangkut paut dengan apa yang

dibutuhkan organisasi / perusahaan. Keadaan ekstern organisasi /

perusahaan antara lain meliputi keadaan ekonomi, sosial, politik,

hukum, budaya, dan sebagainya. Keputusan yang diambil harus

memperhatikan situasi ekonomi, jika keputusan tersebut ada sangkut

pautnya dengan ekonomi. Keputusan yang diambil tidak boleh

53

bertentangan dengan norma-norma, undang-undang, hukum yang

berlaku dan peraturan-peraturan yang ada.

4. Kepribadian dan kecakapan pengambil keputusan

Pengambilan keputusan kerap kali dipengaruhi oleh

kepribadian dan kecakapan pengambil keputusan. Kepribadian dan

kecakapan dari pengambil keputusan meliputi penilaiannya,

kebutuhannya, intelegensinya, keterampilannya, kapasitasnya, dan

sebagainya. Nilai-nilai kepribadian dan kecakapan ini turut juga

mewarnai tepat tidaknya keputusan yang diambil. Jika pengambil

keputusan memiliki kepribadian dan kecakapan yang kurang, maka

keputusan yang diambil juga akan kurang, demikian pula sebaliknya.

2.3 Analitycal Hierarchy Process ( AHP )

Analytical Hierarchy Process ( AHP ) adalah sebuah hierarki fungsional

dengan input utamanya adalah persepsi manusia. Dengan hierarki, suatu masalah

kompleks dan tidak terstruktur dipecahkan ke dalam kelompok – kelompoknya.

Kemudian kelompok – kelompok tersebut diatur menjadi suatu bentuk

hierarki.(Mulyono, 2004, p.318)

AHP adalah pendekatan dasar untuk pengambilan keputusan. AHP didesain

untuk dapat menanggulangi rasional dan intuisi untuk memilih yang terbaik dari

alternatif – alternatif yang di evaluasi dengan beberapa kriteria. Dalam proses ini

pembuat keputusan menggunakan pairwise comparison judgement yang digunakan

untuk membentuk seluruh prioritas untuk mengetahui ranking dari alternatif. Secara

sederhana, AHP sering diartikan sebagai pembobotan ( penentuan prioritas ) dari

54

serangkaian persoalan yang dihadapi, baik terhadap kriteria maupun

alternatifnya.(Bustanul, 2010, p.9)

AHP dikembangkan tahun 1970 oleh Thomas L. Saaty, seorang ahli

matematika dari Amerika Serikat. Dalam perkembangannya, AHP tidak saja

digunakan untuk menentukan prioritas pilihan-pilihan dengan banyak kriteria, tetapi

penerapannya telah meluas sebagai metode alternatif untuk menyelesaikan

bermacam-macam masalah seperti memilih portfolio, peramalan dan lain lain.

Dengan metode AHP ini memungkinkan kita untuk mengambil keputusan secara

efektif terhadap persoalan yang kompleks dimana faktor – faktor logika, intuisi,

pengalaman, pengetahuan data, emosi dan rasa dioptimasikan dalam suatu proses

yang sistematis.(Mulyono, 2004, p.319)

Sumber kerumitan masalah keputusan bukan hanya ketidakpastian atau

ketidaksempurnaan informasi. Penyebab lainnya adalah banyaknya faktor yang

berpengaruh terhadap pilihan – pilihan yang ada, beragamnya kriteria pemilihan dan

jika pengambilan keputusan lebih dari satu. (Mulyono, 2004, p.319)

Terkadang timbul masalah keputusan yang dirasakan dan diamati perlu

diambil secepatnya, tetapi variasinya rumit sehingga datanya tidak mungkin dapat

diolah menjadi numerik, hanya kualitatif saja yang dapat diukur yaitu berdasarkan

persepsi pengalaman dan intuisi. Prinsip kerja AHP adalah dengan

menyederhanakan suatu persoalan kompleks yang tiddak terstruktur, strategik dan

dinamik menjadi sebuah bagian – bagian dan tersusun dalam suatu hierarki. Tingkat

kepentingan setiap variabel diberi nilai numerik, secara subjektif tentang arti penting

variabel tersebut dansecara relatif dibandingkan dengan variabel lain. Dengan

membuat struktur keputusan yang sistematis dan serangkaian prosedur perhitungan,

55

maka dapat dihasilkan rekomendasi prioritas atau bobot keputusan tiap alternatif

yang diajukan. Dari berbagai pertimbangan kemudian dilakukan sintesa untuk

menetapkan variabel yang memiliki prioritas tinggi dan berperan dalam

mempengaruhi hasil pada sistem tersebut.(Mulyono, 2004, p.319)

2.3.1 Kelebihan Metode AHP

Menurut Marimin dan Nurul (2004, p.92-93), beberapa keuntungan yang

diperoleh bila memecahkan persoalan dan mengambil keputusan dengan

menggunakan AHP adalah :

1. Kesatuan

AHP memberikan satu model tunggal yang mudah dimengerti dan

fleksibel untuk berbagai permasalahan yang tidak terstruktur

sekalipun.

2. Kompleksitas

AHP memadukan rancangan deduktif dan rancangan berdasarkan

sistem dalam memecahkan persoalan kompleks.

3. Saling ketergantungan

AHP dapat menangani saling ketergantungan elemen – elemen

dalam suatu sistem dan tidak memaksakan suatu penilaian linier

4. Penyusunan hierarki

AHP mencerminkan kecenderungan alami pikiran untuk

memilah-milah elemen – elemen suatu sistem dalam berbagai

tingkat berlainan dan mengelompokkan unsur yang serupa dalam

setiap tingkat

56

5. Pengukuran

AHP memberi suatu skala untuk mengukur hal – hal dan terwujud

suatu metode untuk menentukan prioritas.

6. Konsistensi

AHP melacak konsistensi logis dari pertimbangan – pertimbangan

yang digunakan untuk menetapkan prioritas.

7. Sintesis

AHP menuntun ke sebuah taksiran menyeluruh tentang kebaikan

setiap alternatif.

8. Tawar menawar

AHP mempertimbangkan prioritas – prioritas relatif dari berbagai

faktor sistem dan memungkinkan organisasi memilih alternatif

terbaik berdasarkan tujuan.

9. Penilaian dan konsensus

AHP tidak memaksakan konsensus, tetapi mensintesiskan suatu

hasil yang representatif dari berbagai penilaian yang berbeda.

10. Pengulangan proses

AHP memungkinkan organisasi memperhalus definisi mereka

pada suatu persoalan dan memperbaiki pertimbangan dan

pengertian mereka melalui pengulangan.

2.3.2 Prinsip – Prinsip Dasar AHP

Prinsip – prinsip dasar AHP adalah prinsip – prinsip berpikir analitis,

yaitu prinsip yang mendasari logika manusia dalam menganalisa dan

57

memecahkan suatu masalah. Dalam menyelesaikan masalah dengan AHP ada

beberapa prinsip yang harus dipahami. Menurut Mulyono (2004, p.321-322)

terdiri dari empat prinsip, yaitu :

1. Decomposition

Setelah kita mendefinisikan permasalahan, maka perlu dilakukan

decomposition. Artinya adalah memecah persoalan yang utuh

menjadi unsur – unsurnya. Jika ingin mendapatkan hasil yang aurat,

pemecahan yang dilakukan harus mencapai pemecahan terkecil,

sehingga di dapatkan beberapa tingkatan dari permasalahan tadi.

Karena inilah maka dinamakan hierarki. Ada dua jenis hierarki, yaitu

lengkap dan tidak lengkap. Dalam hierarki lengkap, semua elemen

pada suatu tingkatan memiliki semua elemen yang ada pada tingkatan

berikutnya. Jika tidak demikian, maka disebut hierarki tidak lengkap.

2. Comparative Judgement

Prinsip ini berarti membuat penilaian tentang kepentingan relatif

dua elemen pada suatu tingkat tertentu dalam kaitan dengan tingkatan

diatasnya. Penilaiana ini merupakan inti dari AHP, karena akan

berpengaruh terhadap prioritas elemen – elemen. Hasil dari penilaian

ini akan tampak lebih enak bila disajikan daam bentuk matriks yang

dinamakan matriks perbandingan berpasangan (pairwise

comparison). Agar diperoleh skala yang bermanfaat ketika

membandingkan dua elemen, si pengambil keputusan perlu

pengertian menyeluruh tentang elemen – elemen yang dibandingkan

dan relevansinya terhadap kriteria atau tujuan yang dipelajari. Dalam

58

penyusunan skala kepentingan ini, digunakan patokan seperti pada

tabel 2.1 berikut :

Tabel 2.1. Skala Dasar Dalam Metode AHP

Tingkat kepentingan

Definisi Keterangan

1 Sama pentingnya Sama pentingnya dengan yang lainnya

3 Sedikit lebih penting Moderat pentingnya dibanding yang lainnya

5 Lebih penting Kuat pentingnya dibanding yang lain

7 Sangat penting Sangat kuat pentingnya dibanding yang lain

9 Mutlak lebih penting Ekstrim pentingnya dibanding yang lain

2,4,6,8 Nilai tengah Nilai di antara dua penilaian yang

berdekatan

reciprocal Kebalikan

Jika elemen i memiliki salah satu angka diatas ketika dibandingkan elemen j, maka j memiiki nilai kebalikannya ketika dibandingkan dengan elemen i

Sumber : Mulyono, 2004, p.321 Dalam penilaian kepentingan relatif dua elemen berlaku aksioma

reciprocal. Artinya jika elemen i dinilai tiga kali lebih penting

dibanding elemen j , maka elemen j harus sama dengan 1/3 kali

pentingnya dengan elemen i. Di samping itu, perbandingan dua

elemen yang sama akan menghasilkan angka 1, yang artinya sama

penting. Dua elemen yang berlainan dapat saja dinilai sama penting.

Jika terdapat n elemen, makaakan diperoleh matriks pairwise

comparison berukuran n x n. Banyaknya penilaian yang diperlukan

dalam menyusun matriks ini adalah n(n-1)/2 karena matriksnya

reciprocal dan elemen – elemen diagonal sama dengan 1.

59

3. Synthesis of Priority

Dari setiap matriks pairwise comparison kemudian dicari

eigenvectornya untuk mendapat local priority. Karena matriks –

matriks pairwise comparison terdapat pada setiap tingkat, maka untuk

mendapatkan global priority harus dilakukan sintesa di local priority.

Prosedur melakukan sintesis berbeda menurut bentuk hirarki.

Pengurutan elemen – elemen menurut kepentingan relatif melalui

prosedur sintesa dinamakan priority setting. Eigenvektor adalah

sebuah vektor yang apabila dikalikan sebuah matriks hasilnya adalah

vektor itu sendiri dikalikan dengan sebuah bilangan skalar atau

parameter yang tidak lain adalah eigenvalue.

Bentuk persamaannya sebagai berikut:

A . w = λ . w

Dengan : w : eigenvektor A : Matriks bujursangkar λ : eigenvalue

Eigenvektor biasa disebut sebagai vektor karakteristik dari sebuah

matriks bujursangkar sedangkan eigenvalue merupakan akar

karakteristik dari matriks tersebut. Metode ini yang dipakai sebagai

alat pengukur bobot prioritas setiap matriks perbandingan dalam

model AHP karena sifatnya lebih akurat dan memperhatikan semua

interaksi antar kriteria dalam matriks. Kelemahan metode ini adalah

sulit dikerjakan secara manual terutama apabila matriksnya terdiri

60

dari tiga kriteria atau lebih sehingga memerlukan bantuan program

komputer untuk memecahkannya.

4. Logical Consistency

Konsistensi jawaban dari responden dalam menentukan prioritas

elemen merupakan prinsip pokok yang akan menetukan validitas data

dan hasil pengambilan keputusan. Secara umum responden harus

memiliki konsistensi dalam membandingkan, misalnya jika A > B

dan B > C, maka secara logis responden harus menyatakan A > C.

Menganalisa masalah dengan menyusunnya dalam bentuk hierarki

memiliki beberapa keuntungan, antara lain adalah : (Bernardus dkk, 2012, p.262)

• Hierarki yang mempresentasikan sistem yang dapat digunakan untuk

memperjelas bagaimana perubahan tingkat kepentingan elemen – elemen

pada tingkat hierarki di bawahnya

• Hierarki memberikan informasi yang jelas dan lengkap atas struktur dan

fungsi dari sistem dalam tingkatan yang lebih rendah dan memberikan

gambaran faktor – faktor apa saja yang berpengaruh terhadap tujuan –

tujuan pada tingkat yang lebih tinggi. Pembatasan dari elemen – elemen

pada tingkat tertentu di presentasikan secara baik dalam berikutnya yang

lebih atas dari elemen tersebut.

• Penganalisaaan dengan hierarki, lebih efisien dari pada analisa secara

keseluruhan.

• Stabil dan fleksibel. Stabil dalam hal perubahan yang kecil akan

memberikan pengaruh yang lebih kecil pula. Sedangkan fleksibel dalam

61

hal penambahan terhadap struktur hierarki tidak akan merusak atau

mengacau performansi hierarki secara keseluruhan.

2.3.3 Langkah dan Prosedur AHP

1. Penentuan Kriteria

Langkah awal dalam menyelesaikan permasalahan dengan AHP adalah

menentukan kriteria dan subkriteria yang dibutuhkan untuk menyelesaikan

permasalahan yang dihadapi. Tidak lupa menentukan alternatif lain yang

dinilai baik oleh perusahaan. Misalnya dalam permasalahan menentukan

suplier mana yang paling tepat dinilai dari kinerjanya. Yang dinilai adalah

pelayanan, pertumbuhan penjualan dan kualitas produk. Permasalahan yang

dihadapi adalah : (Marimin dan Nurul, 2010, p.93)

• Untuk masalah service excelllent, dapat dimasukkan dalam kriteria

pelayanan.

• Untuk masalah kualitas yang kurang memuaskan dapat dikategorikan

sebagai kriteria kualitas produk.

• Untuk masalah tingkat kepercayaan publik dan penjualan dapat

dikategorikan ke dalam pertumbuhan penjualan.

2. Penentuan hierarki

Hirarki masalah disusun untuk membantu proses pengambilan keputusan

dengan memperhatikan seluruh elemen keputusan yang terlibat dalam sistem.

Sebagian besar masalah menjadi sulit untuk diselesaikan karena proses

pemecahannya dilakukan tanpa memandang masalah sebagai suatu sistem

62

dengan suatu struktur tertentu. Pada tingkat tertinggi dari hirarki, dinyatakan

tujuan, sasaran dari sistem yang dicari solusi masalahnya. Tingkat berikutnya

merupakan penjabaran dari tujuan tersebut. Untuk memastikan bahwa

kriteria-kriteria yang dibentuk sesuai dengan tujuan permasalahan, maka

kriteria-kriteria tersebut harus memiliki sifat-sifat berikut: (Marimin dan

Nurul, 2010, p.93-94)

a. Minimum

Jumlah kriteria diusahakan optimal untuk memudahkan analisis proses

selanjutnya.

b. Independen

Setiap kriteria tidak saling tumpang tindih dan harus dihindarkan

pengulangan kriteria untuk suatu maksud yang sama.

c. Lengkap

Kriteria harus mencakup seluruh aspek penting dalam menghadapi

persoalan yang ada.

d. Operasional

Kriteria harus dapat diukur dan dianalisis, baik secara kuantitatif

maupun kualitatif dan dapat dikomunikasikan.

Penyusunan hierarki dilakukan dengan cara mengidentifikasi

pengetahuan atau informasi yang sedang dicari. Penyusunan tersebut dimulai

dari elemen yang menjadi fokus permasalahan, kemudian diuraikan lagi

menjadi bagian – bagiannya lagi, kemudian seterusnya secara hierarkis.

Sebagai contoh, dalam kajian evaluasi pemasok di sebuah retailer, susunan

hierarkisnya teridiri dari goal, kriteria dan alternatif. Diagram berikut

63

mempresentasikan keputusan untuk memilih pemasok yang efisien melalui

penialain kinerjanya. Adapun kriteria untuk membuat keputusan tersebut

adalah pelayanan, pertumbuhan penjualan dan kualitas produk. Alternatif

yang tersedia terdiri dari beberapa pemasok. Hierarki persoalan ini terlihat

pada gambar 2.1. (Marimin dan Nurul, 2010, p.94)

Gambar 2.1. Contoh Struktur Hierarki Dalam AHP

3. Langkah penilaian

Untuk berbagai persoalan, skala 1 – 9 adalah skala terbaik dalam

mengekspresikan pendapat. Skala 1 – 9 ditetapkan sebgai pertimbangan

dalam membandingkan pasangan elemen di setiap level heirarki terhadap

suatu elemen yang berada diatasnya ( Tabel 2.2 ). Skala dengan sembilan

satuan dapat menggambarkan derajat sampai mana kita mampu membedakan

intesnsitas tata hubungan antar elemen. Penilaian dilakukan oleh beberapa

orang decision maker.(Marimin dan Nurul, 2010, p.94)

64

Tabel 2.2. Contoh Kuisioner Penilaian

i 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 j

Berarti i sedikit lebih penting dari j i = (3) j

i 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 j

Berarti j sedikit lebih penting dari i i = (1/3) j

4. Mencari rata – rata geometrik

Hasil dari rata – rata geometrik ini kemudian dimasukkan kedalam matriks

perbandingan berpasangan. Mencari rata – rata geometrik dapat

menggunakan rumus :

Rata – rata geometrik = √X1 · X2 · .... Xn

5. Langkah prioritas

Langkah selanjutnya adalah menetapkan prioritas dengan membuat suatu

pairwise comparison matrix, maksudnya adalah elemen – elemen

dibandingkan berpasangan terhadap suatu kriteria yang ditentukan. Sebagai

contoh, membandingkan tiga suplier dalam kriteria pelayanan. (Marimin dan

Nurul, 2010, p.95)

Tabel 2.3. Contoh Perhitungan Matriks Pairwise Comparison

Pelayanan Suplier 1 Suplier 2 Suplier 3

Suplier 1 1 0,5 0,25

Suplier 2 2 1 0,5

Suplier 3 4 2 1

65

6. Normalisasi matriks

Setelah melakukan perhitungan matriks perbandingan berpasangan, maka

matriks tersebut dinormalisasikan. Menormalisasi matriks tersebut dengan

cara menjumlahkan nilai – nilai dalam setiap kolom (Tabel 2.4.), lalu

membagi setiap entry pada setiap kolom dengan jumlah pada kolom tersebut

untuk memperoleh matriks yang dinormalisasi (Tabel 2.5.).

Tabel 2.4. Mencari Jumlah Dari Setiap Kolom Pelayanan Suplier 1 Suplier 2 Suplier 3

Suplier 1 1 0,5 0,25

Suplier 2 2 1 0,5

Suplier 3 4 2 1

Jumlah 7 3,5 1,75

Tabel 2.5. Hasil Normalisasi Matriks Perbandingan Berpasangan Pelayanan Suplier 1 Suplier 2 Suplier 3

Suplier 1 0,14 0,14 0,06

Suplier 2 0,29 0,29 0,16

Suplier 3 0,57 0,57 0,57

7. Penentuan prioritas pilihan

Langkah berikutnya adalah dengan merata – ratakan sepanjang baris dengan

menjumlahkan semua nilai dalam setiap baris dari matriks yang dinormalisasi

lalu membagi banyaknya entri dari setiap baris.

( 0.14 + 0.14 + 0.06 ) : 3 = 0.14

( 0.29 + 0.29 + 0.16 ) : 3 = 0.29

( 0.57 + 0.57 + 0.57 ) :3 = 0.57

66

Dari contoh diatas sintesis ini menghasilkan prioritas relatif menyeluruh, atau

preferensi untuk suplier 1 = 0.14, suplier 2 = 0.29, dan suplier 3 = 0,57.

(Mulyono, 2004, p.325)

8. Konsistensi

Salah satu asumsi utama model AHP yang membedakannya dengan

model pengambilan keputusan lain adalah tidak adanya syarat konsistensi

mutlak. Dengan model AHP yang memakai persepsi manusia sebagai

inputnya maka ketidakkonsistenan mungkin terjadi karena manusia memiliki

keterbatasan dalam menyatakan persepsinya secara konsisten terutama kalau

harus membandingkan banyak kriteria. Berdasarkan kondisi ini maka

manusia dapat menyatakan persepsinya dengan bebas tanpa harus berpikir

apakah persepsinya tersebut akan konsisten nantinya atau tidak. Pengukuran

konsistensi dari suatu matriks itu sendiri didasarkan atas eigenvalue

maksimum. Dengan eigenvalue maksimum, inkonsistensi yang biasa

dihasilkan matriks perbandingan dapat diminimumkan. Rumus dari indeks

konsistensi adalah sebagai berikut

CI = (λ maks - n ) / (n - 1)

Keterangan CI : Indeks Konsistensi λ maks : eigenvalue maksimum n : Orde matriks

Eigenvalue maksimum suatu matriks tidak akan lebih kecil dari nilai n

sehingga tidak mungkin ada nilai CI yang negatif. Makin dekat eigenvalue

maksimum dengan besarnya matriks, makin konsisten matriks tersebut dan

apabila sama besarnya maka matriks tersebut konsisten 100 % atau

67

inkonsistensi 0%. Dalam pemakaian sehari-hari CI tersebut biasa disebut

indeks inkonsistensi karena rumus (2.2) di atas memang lebih cocok untuk

mengukur inkonsistensi suatu matriks. Indeks inkonsistensi di atas kemudian

diubah ke dalam bentuk rasio inkonsistensi dengan cara membaginya dengan

suatu indeks random ( RI ). Dari 500 sampel matriks acak dengan skala

perbandingan 1 sampai 9, untuk beberapa orde matriks Saaty mendapatkan

suatu nilai rata – rata RI seperti pada Tabel 2.6.

Tabel 2.6. Nilai Indeks Random ( RI )

n 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

RI 0 0 0.58 0.9 1.12 1.24 1.32 1.41 1.45 1.49 1,51 1,48 1,56 1,57 1,59

N = Ukuran Matriks RI = Indeks Random

Sumber : Bernardus dkk, 2012, p.268

Dengan membandingkan antara CI dan RI akan di dapat suatu patokan

yang menyatakan suatu matriks bersifat konsisten atau tidak. Perbandingan

antara CI dan RI dikatakan sebagai Consistency Ratio (CR). Secara

matematis dapat dinyatakan sebagai berikut :

Selanjutnya konsistensi responden dalam mengisi kuesioner diukur.

Pengukuran konsistensi ini dimaksudkan untuk melihat ketidakkonsistenan

respon yang diberikan responden. Saaty (1980) telah menyusun nilai CR

(Consistency Ratio) yang diizinkan adalah CR < 0.1. (Bernardus dkk, 2012,

p.269)

68

9. Langkah iterasi

Langkah iterasi adalah tahap dimana mengulangi setiap langkah dari langkah

ke – 2 sampai langkah ke – 6 untuk setiap matriks dari setiap level hierarki.

10. Penentuan prioritas final

Cara penentuan prioritas final adalah dengan cara mengalikan setiap Vector

Priority pada level yang paling bawah dengan kriteria pada level yang lebih

tinggi dan begitu seterusnya, kemudian tambahkan hasilnya untuk

mendapatkan Overall Priority.(Mulyono, 2004, p.327)

2.3.4 Penyusunan Struktur Hierarki Keputusan

Hirarki masalah disusun untuk membantu proses pengambilan keputusan

dengan memperhatikan seluruh elemen keputusan yang terlibat dalam sistem.

Sebagian besar masalah menjadi sulit untuk diselesaikan karena proses

pemecahannya dilakukan tanpa memandang masalah sebagai suatu sistem

dengan suatu struktur tertentu. Pada tingkat tertinggi dari hirarki, dinyatakan

tujuan, sasaran dari sistem yang dicari solusi masalahnya. Tingkat berikutnya

merupakan penjabaran dari tujuan tersebut. Suatu hirarki dalam Metode AHP

merupakan penjabaran elemen yang tersusun dalam beberapa tingkat, dengan

setiap tingkat mencakup beberapa elemen homogen. Sebuah elemen menjadi

kriteria dan patokan bagi elemen-elemen yang berada di bawahnya. Untuk

memastikan bahwa kriteria-kriteria yang dibentuk sesuai dengan tujuan

permasalahan, maka kriteria-kriteria tersebut harus memiliki sifat-sifat berikut:

a. Minimum

69

Jumlah kriteria diusahakan optimal untuk memudahkan analisis proses

selanjutnya.

b. Independen

Setiap kriteria tidak saling tumpang tindih dan harus dihindarkan

pengulangan kriteria untuk suatu maksud yang sama.

c. Lengkap

Kriteria harus mencakup seluruh aspek penting dalam menghadapi

persoalan yang ada.

d. Operasional

Kriteria harus dapat diukur dan dianalisis, baik secara kuantitatif

maupun kualitatif dan dapat dikomunikasikan.

Dalam menyusun suatu hirarki tidak terdapat suatu pedoman tertentu

yang harus diikuti. Hirarki tersebut tergantung pada kemampuan penyusun dalam

memahami permasalahan. Namun, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan,

yaitu sebaiknya ddalam suatu subsistem hierarki sebaiknya tidak terlalu banyak

memiliki elemen karena setiap elemen akan dibandingkan dengan elemen lain

dalam suatu subsistem hierarki yang sama, maka elemen – elemen tersebut harus

setara dalam hal kualitas.(Bernardus dkk, 2012, p.262)

2.4 Sistem Informasi

2.4.1 Pengertian Sistem

Ada beberapa pengertian tentang sistem menurut beberapa ahli, antara

lain adalah :

70

• Sistem adalah sebuah kelompok yang saling bekerja sama dan

untuk mencapai satu tujaun yang sama dengan memiliki masukan

(inputs) dan memberikan hasil (outputs) dalam sebuah proses

transformasi yang teroganisir dengan baik. (O’Brien 2003, p. 8).

• Sedangkan menurut pendapat lain, sistem adalah sekelompok

elemen yang saling terintegrasi dengan maksud yang sama untuk

mencapai suatu tujuan yang sama. (McLeod 2001, p. 11)

Seperti sebuah organisasi/perusahaan, dimana terdiri dari divisi – divisi

yang saling bekerja sama untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

2.4.2 Pengertian Informasi

Informasi adalah data yang telah diproses atau yang telah memiliki arti.

(McLeod 2001, p. 12). Sedangkan menurut O’Brien informasi adalah data yang

telah mengalami proses konversi menjadi sebuah konteks yang berarti dan

berguna bagi seseorang. (O’Brien 2001, p. 13). Berdasarkan kedua definisi

tersebut, dapat kita simpulkan bahwa informasi adalah data yang berasal dari

fakta yang tercatat dan selanjutnya dilakukan pengolahan (proses) menjadi

bentuk yang berguna atau bermanfaat bagi penggunanya.

2.4.3 Pengertian Sistem Informasi

Menurut O’Brien (2003, p. 7) Sistem informasi adalah kombinasi dari

sumber daya manusia, perangkat keras, perangkat lunak, jaringan komunikasi

dan sumber daya data yang mengubah, mengumpulkan dan memberikan serta

membagikan informasi dalam sebuah organisasi. Pengertian lainnya dari sistem

71

informasi adalah sebagai suatu sistem yang menerima data sebagai input dan

kemudian mengolahnya menjadi informasi sebagai outputnya.

2.4.4 Internet, Intranet dan Extranet

Dalam penggunaan sistem informasi dari suatu organisasi/perusahaan,

tidak terlepas dari penggunaan internet, intranet dan ekstranet. Oleh karena itu

kita perlu memahami terlebih dahulu pengertian dari ketiganya. Internet adalah

koleksi global dari sebuah jaringan yang saling berhubungan menggunakan

standar jaringan tingkat bawah secara umum atau yang biasa disebut dengan

TCP/IP ( Transmission Control Protocol/Internet protocol ). World Wide Web

yang biasa disebut juga dengan web adalah sekumpulan sumber daya ( program,

file dan servis ) yang dapat diakses melalui internet. (Satzinger, Jackson & Burd,

2005, p. 274 )

Intranet adalah sebuah jaringan komputer berbasis protokol TCP/IP

seperti internet hanya saja digunakan dalam internal perusahaan, kantor, bahkan

warung internet (warnet) pun dapat di kategorikan Intranet. Antar Intranet dapat

saling berkomunikasi satu dengan lainnya melalui sambungan Internet yang

memberikan tulang punggung komunikasi jarak jauh. Tetapi secara harfiah

sebuah Intranet tidak perlu sambungan luar ke Internet untuk bekerja. Intranet

menggunakan semua protocol TCP/IP dan aplikasinya sehingga tampak seperti

“private” Internet. (Satzinger, Jackson & Burd, 2005, p. 274 )

Jika sebuah badan usaha/bisnis/institusi mengekspose sebagian dari

internal jaringannya ke komunitas di luar, hal ini disebut Ekstranet. Walaupun

tidak semua isi Intranet di keluarkan ke publik untuk menjadikannya ekstranet.

72

Misalnya kita sedang membeli software, buku, dll dari sebuah e-toko, maka

biasanya kita dapat mengakses sebagian dari Intranet toko tersebut. Badan

usaha/perusahaan dapat memblokir akses ke Intranet mereka melalui router dan

meletakkan firewall. Firewall adalah sebuah perangkat lunak/perangkat keras

yang mengatur akses seseorang ke dalam Intranet. Proteksi dilakukan melalui

berbagai parameter jaringan apakah itu IP address, nomor port dll. Jika firewall

di aktifkan maka akses dapat dikontrol sehingga hanya mampu mengakses

sebagian saja dari Intranet perusahaan tersebut yang berikutnya disebut sebagai

Ekstranet. (Satzinger, Jackson & Burd, 2005, p. 274 )

2.4.5 System Development Life cycle

Siklus hidup sebuah sistem informasi berawal dari sebuah ide, lalu

didesain, dibangun dan dijalankan selama pengembangan proyek dan terakhir

dimasukkan ke dalam proses dan digunakan untuk mendukung proses bisnis.

(Satzinger et al, 2005, p. 39)

Kesuksesan pelaksanaan pengembang sistem sangat bergantung pada

para pengembang sistem. Para pengembang sistem haruslah memiliki sebuah

perencanaan untuk menjadi acuan. Sebuah kunci fundamental konsep dalam

pengembangan sistem informasi adalah System Development Life Cycle.

(Satzinger et al, 2005, p. 38)

Dalam pengembangannya SDLC, terdiri atas beberapa aktivitas yaitu

Planning Analysis, Analysis Activities, Design Activities, Implementation

Analysis dan Support Phase. Planning analyisis adalah kegiatan merancang,

mengatur dan menjadwalkan sebuah proyek. Analysis activities adalah sebuah

73

aktivitas untuk memahami secara pasti bagaimana sistem harus bertindak untuk

mendukung proses bisnis. Implementation activities adalah kegiatan yang

penting dalam membangun sistem. Support phase adalah aktivitas yang

diperlukan untuk mengembangkan dan menjaga sistem setelah sistem tersebut

dijalankan. Aktivitas SDLC ini dapat dilihat pada gambar 2.2.

Gambar 2.2. Aktivitas System Development Life Cycle

Sumber : Satzinger et al, 2005, p. 40

Salah satu teknik yang bertujuan mengklasifikasikan sistem secara

komprehensif adalah dengan mengklasifikasikan pendekatan SDLC apakah lebih

kearah prediktif atau adaptif. Pendekatan prediktif pada SDLC adalah sebuah

pendektan yang mengasumsikan bahwa pengembangan proyek dapat

direncanakan dan diatur lebih lanjut dan bahwa sistem informasi yang baru dapat

dikembangkan sejalan dengan rencana. Sedangkan pendekatan adapatif pada

SDLC digunakan pada saat kebutuhan pasti dari sistem atau kebutuhan dari user

tidak dapat dimengerti dengan baik. Untuk fase- fase dan tujuan pada SDLC

dapat dilihat pada tabel 2.7. (Satzingert et al, 2005, p.39-41)

Project Planning

Phase Analysis Phase

Design Phase

Implementation Phase

Support Phase

74

Tabel 2.7. Fase dan Tujuan Dari Tiap Fase Dalam SDLC

Fase SDLC Tujuan

Perencanaan

proyek

Mengidentifikasikan cakupan dari sitem yang baru, memastikan

bahwa proyek layak untuk dijalankan, mengembangkan sebuah

jadwal, perencanaan sumber daya dan perencanaan budget untuk

proyek

Analisis Untuk memahami dan mendokumentasikan dengan detil kebutuhan

bisnis dan kebutuhan selama proses

Desain Untuk mendesain sistem solusi berdasarkan pada kebutuhan sistem

informasi yang di definisikan dan keputusan yang dibuat sepanjang

analisis

Implementasi Untuk membuat, menguji dan memasang sebuah sistem informasi

yang dapat terpercaya dengan melatih user menjadi siap utnuk

memberikan keuntungan seperti yang diharapkan berdasarkan pada

kegunaan dari sistem

Support Untuk membuat sistem tetap berjalan produktif dari awal dan

sepanjang usia sistem

Sumber : Satzinger et al, 2005, p. 41

2.4.6 The Unified Process Life Cycle

Berdasar atas keperluan pengulangan dalam pengembangan sistem

(seperti aktivitas analisis, desain dan implementasi), sebuah model SDLC baru

digunakan untuk membuat perencanaan dan pengaturan menjadi lebih mudah.

Pada unified proccess life cycle terdapat satu atau lebih iterasi yang

mengikutsertakan analisis, desain dan implementasi dari sistem. Keempat fase

dari UP life cycle dinamakan inception, elaboration, construction dan transition.

Seperti terdapat pada gambar 2.3. (Satzinger et al, 2005, p. 45)

75

Gambar 2.3. Unified Process SDLC Sumber : Satzinger et al, 2005, p. 45.

1. Inception phase

Pada fasa inception, biasanya diselesaikan dalam satu

iterasi bagian dari sistem aslinya dapat didisain, di implentasi dan

di uji. Pada fase inception manajer proyek mengembangkan dan

menyempurnakan cara pandang sistem baru, untuk melihat

bagaimana meningkatkan operasi dan menyelesaikan masalah

yang ada. (Satzinger et al, 2005, p. 46)

2. Elaboration phase

Fase elaborasi biasanya melibatkan beberapa iterasi. Pada

iterasi awal biasanya telah menyelasikan identifikasi dan definisi

dari semua kebtuhan sistem. Fase elaborasi juga menyelesaikan

analisis, disain dan implentasi pusat arsitektur dari sistem.

(Satzinger et al, 2005, p. 46)

System Development Life

Inception Elaboration Construction Transition

Iteration Phase

76

3. Construction phase

Fase construction melibatkan beberapa iterasi yang

melanjutkan disain dan implementasi dari sistem. Dalam

pengerjaannya mungkin memasukan pengendali detil sistem

seperti validasi data, meningkatkan user interface, memperbaiki

fungsi dan menyelasaikan bantuan dan fungsi sistem.

4. Transition phase

Selama fase transisi satu atau beberapa iterasi akhir

melibatkan pengguna akhir dan pengujian beda serta sistem dibuat

siap untuk operasi. Ketika sistem dalam operasi, maka sistem

perlu untuk didukung dan diperbaiki. (Satzinger et al, 2005, p. 47)

2.4.7 Unified Modeling Language ( UML )

Unified Modeling Language adalah sebuah standar model yang bentuk

dan notasinya dikembangkan untuk mengembangkan object oriented. UML

menggabungkan teknik-teknik terbaik dari diagram hubungan entitas, aliran kerja,

pemodelan objek dan komponen model. Hal ini dapat digunakan dengan semua

proses, sepanjang siklus hidup pengembangan software dan teknologi

implementasi yang berbeda Pada umumnya, dalam penggambaran diagram-

diagram, notasi yang digunakan untuk menunjukkan dan menggambarkan model

didefinisikan dengan UML. Dengan menggunakan UML, para analisis dan

pengguna mampu untuk mengerti berbagai variasi diagram yang digunakan

untuk mengembangkan sistem proyek.(Satzinger et al, 2005, p. 48)

77

2.4.8 Disiplin dari Unified Process

Menurut Satzinger et al (2005, p.55) dalam pengembangannya, UP

memiliki enam aktivitas utama yakni :

• Pemodelan bisnis

Tujuan utama dari pemodelan bisnis adalah untuk memahami

dan mengkomunikasikan lingkungan nyata dari bisnis yang akan

menggunakan sistem.

• Kebutuhan

Tujuan utama dari kebutuhan ini adalah untuk memahami dan

mendokumentasikan kebutuhan bisnis dan kebutuhan proses untuk

sistem yang baru.

• Desain

Tujuan utama dari desain ini adalah untuk menggambarkan

sistem solusi berdasarkan pada kebutuhan sebelumnya yang telah

didefinisikan.

• Implementasi

Dalam tahap implementasi, tahapan ini melibatkan pemenuhan

atas komponen yang dibutuhkan oleh sistem.

• Pengujian

Tahapan ini berguna untuk melakukan pengujian terhadap

sistem yang telah dibangun apakah dapat brfungsi dengan baik atau

tidak.

78

• Pemasangan dan penggunaan

Tahapan ini memiliki aktivitas memastikan bahwa sistem yang

dibangun dapat digunakan untuk kegiatan operasional.

Untuk menyelesaikan pengembangan sebuah sistem, haruslah memahami

lingkungan bisnis (pemodelan bisnis), mendefinisikan kebutuhan dari sistem

(kebutuhan), mendesain solusi untuk sistem dalam memenuhi kebutuhan

(desain), menulis dan mengintegrasikan kode dalam komputer yang akan

membuat sistem dapat berjalan dengan baik (implementasi), kemudian

melakukan pengujian dari sistem (pengujian) dan setelah selesai maka sistem

tersebut diuji-cobakan kepada pengguna untuk melakukan kegiatan

operasionalnya (pemasangan dan penggunaan). (Satzinger et al, 2005, p. 55)

2.4.9 Konsep Object-Oriented

Pendekatan berbasis objek adalah suatu pendekatan pengembangan

sistem yang melihat sistem informasi sebagai sekelompok objek dimana terjadi

interaksi dan kerjasama untuk menyelesaikan suatu kegiatan. Oleh karena

pendekatan ini melihat sistem informasi sebagai sekumpulan objek yang saling

berinteraksi, Object oriented analysis (OOA) mendefiniskan semua tipe objek

yang dibutuhkan oleh pengguna untuk bekerja dan menunjukkan bahwa interaksi

dengan pengguna dibutuhkan untuk menyelesaikan suatu pekerjaan. Objek itu

sendiri terdiri dari sebuah benda dalam sistem komputer yang merespon terhadap

sebuah pesan. Object oriented design (OOD) mendefinisikan semua tipe dari

objek penting untuk mengkomunikasikan orang dengan sistem yang

menunjukkan bagaimana objek berinteraksi untuk menyelasikan suatu masalah.

79

Object oriented programming (OOP) terdiri atas pernyataan tertulis dalam

bahasa pemrograman untuk mendefiniskan setiap tipe dari objek. (Satzinger et al,

2005, p.60)

2.4.10 Aktivitas utama dalam OOA&D

OOA&D memiliki empat buah aktivitas utama, yaitu Analysis Problem

Domain, Analysis Application Domain, Architectural Design dan Component

Design. (Mathiassen et al, 2000, p.15). Keempat aktivitas utama dalam OOA&D

ini merupakan kegiatan abstrak yang dapat dilakukan bersamaan dengan kegiatan

lainnya dalam projek pengembangan sistem secara praktis. Secara garis besar,

hubungan antara keempat komponen ini dapat terlihat pada gambar 2.4.

Gambar 2.4. Aktivitas Utama Dalam OOA&D Sumber : Mathiassen et al, 2000, hlm 15.

80

2.4.10.1 Analisa Problem domain

Tujuan utama dari proses analisis problem domain adalah untuk

mengembangkan sebuah model, dengan adanya sebuah model yang baik,

maka model tersebut dapat mendesain dan mengimplementasikan sistem

yang dapat memproses, mengkomunikasikan dan menampilkan informasi

mengenai problem domain. (Mathiassen et al, 200, p.46)

Dalam perancangan problem domain, terdapat apa yang sedang dihadapi

oleh pengguna dan kapan pelaksanaa pekerjaan yang dibutuhkan sebagai

bagian dari sistem. Sebagai contoh seseorang yang menerima order pesanan,

maka sistem tidak hanya menyimpan data pemesanan saja, tetapi juga

menyimpan data dari pelanggan tersebut. Tipe data yang disimpan

merupakan aspek penting yang dibutuhkan dalam pemenuhan kebutuhan dari

sistem informasi. Dalam pendekatan object oriented, hal ini menjadi objek

yang berinteraksi dengan sistem. Mengidentifikasi dan memahami tipe data

dalam problem domain merupakan kunci awal ketika mendefinisikan

kebutuhan. (Satzinger et al, 2005, p.178)

Menurut Mathiassen et al (2000, p.40), analisis problem domain

terbagi menjadi tiga aktivitas yang digambarkan di bawah ini yaitu :

• Memilih objek, class, dan event yang akan menjadi elemen model

problem domain.

• Membangun model dengan memusatkan perhatian pada relasi

struktural antara class dan objek.

• Mendeskripsikan properti dinamis dan atribut untuk setiap class.

81

Gambar 2.5. Model Dari Aktivitas Dalam Problem Domain Sumber : Mathiassen et al, 2000, p.46.

Menurut Mathiassen et al (2005), pada aktivitas classes, langkah awal

yang perlu dilakukan adalah menentukan class. Langkah berikutnya adalah

membuat sebuah event table yang dapat membantu menentukan event-

event yang dimiliki oleh setiap class. Pada aktivitas structure, class-class

yang telah ditentukan sebelumnya akan dihubungkan berdasarkan tiga

jenis hubungan yaitu generalisasi, agregasi, atau asosiasi sehingga

menjadi sebuah skema yang disebut class diagram. Dalam aktivitas

behavior, definisi class dalam class diagram akan diperluas dengan

menambahkan deskripsi pola perilaku dan atribut dari masing-masing

class. Pola perilaku dari class terdiri dari tiga jenis, yaitu sequence yang

merupakan event yang terjadi secara berurutan satu per satu, selection yang

merupakan pemilihan salah satu dari beberapa event yang terjadi dan

iteration yang merupakan event yang terjadi berulang kali.

Hasil dari aktivitas ini adalah sebuah statechart diagram yang

menunjukkan perubahan status dari masing-masing class yang dikarenakan

oleh event tertentu mulai dari initial state sampai dengan final state.

82

2.4.10.1.1 System Definition

Sebuah system definition seharusnya singkat dan tepat dan

mengandung sebagian besar dasar keputusan mengenai sistem yang ada.

System definition adalah sebuah deskripsi singkat dari sistem komputer yang

diekspresikan dalam bahasa natural. System definition mengekspresikan

properti dasar untuk pengembangan dan penggunaan dari sistem. Hal ini

menjelaskan mengenai sistem di dalam konteks, informasi apa yang

seharusnya terkandung di dalamnya, fungsi apa yang seharusnya disediakan,

di mana harusnya digunakan dan kondisi pengembangan seperti apa yang

harus diterapkan. Membuat sebuah formulasi yang singkat dan tepat

menyediakan gambaran umum dan membuat hal ini mudah untuk

membandingkan berbagai alternatif yang ada. (Mathiassen et al, 2000, p.24)

2.4.10.1.1.1 Rich Picture

Rich Picture adalah sebuah gambar informal yang menggambarkan ilustrasi

pemahaman situasi. Sebuah rich picture berfokus pada seberapa penting suatu

aspek pada suatu situasi yang mana hal ini ditentukan oleh ilustrator.

Bagaimanapun juga, sebuah rich picture seharusnya memberikan deskripsi

secara luas dari situasi yang memungkinkan beberapa interpretasi alternatif.

(Mathiassen et al, 2000, p.26)

2.4.10.1.1.2 Sistem Definisi

Menurut Mathiasssen et al, (2000, p. 39), kriteria FACTOR terdiri atas

enam elemen :

83

• Functionality : fungsi sistem yang mendukung tugas application domain

• Application Domain : bagian dari organisasi yang melakukan kegiatan

administrasi, memonitor, atau mengendalikan problem domain.

• Conditions : kondisi yang dibutuhkan untuk mengembangkan dan

menggunakan sistem.

• Technology : kedua teknologi yang digunakan untuk mengembangkan

sistem dan teknologi di mana sistem itu akan dijalankan.

• Objects : objek utama dalam problem domain

• Responsibility : tanggung jawab sisitem secara umum dalam

hubungannya dengan konteks sistem tersebut.

Kriteria FACTOR dapat digunakan dalam dua cara. Pertama, dapat

digunakan untuk mendukung pengembangan system-definition, tetapi harus tetap

berhati-hati dalam mempertimbangkan bagaimana setiap elemen dari sistem

diformulasikan. Kedua, untuk memulai sebuah definisi dapat dilakukan dengan

mendeskripsikan sistem dan menggunakan kriteria untuk melihat bagaimana

system-definiton yang ada memuaskan keenam faktor yang ada. (Mathiassen et

al, 2000, p.40)

2.4.10.1.1.3 Activity Diagram

Setelah mendapatkan informasi mengenai proses bisnis dengan

melakukan interview dengan pengguna dan melakukan observasi yang ada, maka

perlu dilakukan proses dokumentasi. Salah satu teknik untuk menangkap

informasi yang ada digunakan sebuah diagram. Di mana diagram ini digunakan

84

untuk mendeskripsikan alur kerja (workflow) dari sistem baru. (Satzinger,

Jackson, & Burd, 2005, p.144)

Workflow adalah urutan langkah proses untuk menyelesaikan sebuah

transaksi bisnis. Sebuah workflow bisa berupa sederhana ataupun kompleks.

Sebuah workflow yang kompleks bisa terdiri atas puluhan atau ratusan proses dan

mungkin mengikutsertakan partisipan dari berbagai bagian dalam organisasi.

Workflow yang sederhana dapat dibuat, dilihat dan juga lebih untuk

memeriksanya kembali oleh pengguna. Salah satu keuntungan dalam

menggunakan diagram dan model adalah diagram tersebut dapat berfungsi

sebagai alat komunikasi yang sangat berguna diantara tim proyek dan para

pengguna. (Satzinger et al, 2005, p. 144)

Metodologi yang digunakan untuk melakukan penggambaran proses

bisnis ini biasanya adalah flowchart ataupun activity diagram. Activity diagram

adalah sebuah diagram workflow yang sederhana yang mendeskripsikan

berbagai kegiatan pengguna, siapa yang melakukan aktivitas tersebut dan urutan

dari kegiatan tersebut. (Satzinger et al, 2005, p. 144)

Gambar 2.6. merupakan simbol dasar yang digunakan pada activity

diagram. Bentuk oval merepresentasikan aktivitas individual dalam workflow.

Gambar panah menunjukkan urutan antar kegiatan. Bulatan hitam digunakan

untuk notasi awal dan akhir dari sebuah workflow. Bentuk diamond berarti

sebuah keputusan di mana proses itu akan berlanjut apakah ke satu aktivitas atau

ke aktivitas lainnya. Garis lain yang tebal disebut juga synchronization bar di

mana apakah akan memecah kegiatan atau menggabungkan beberapa kegiatan.

85

Swinlane menunjukkan siapa yang menunjukkan siapa yang melakukan aktivitas

tersebut. (Satzinger et al, 2005, p. 145)

Gambar 2.6. Simbol Dasar Yang Digunakan Pada Activity Diagram Sumber : Satzinger et al, 2005, p. 145

Terlihat bahwa activity diagram berfokus pada urutan dari beraktivitas.

Pada kenyataannya salah satu kekuatan dari menggunakan activity diagram

adalah untuk mendokumentasikan workflow yang mudah dimengerti oleh para

pengguna. Dalam pembuatan activity diagram, pertama-tama haruslah

mengidentifikasi agent untuk membuat swimlane yang sesuai. Kemudian ikuti

langkah-langkah dan membuat bentuk oval untuk setiap aktivitasnya. Lalu

hubungkan oval tersebut dengan tanda panah untuk menunjukkan arah dari

workflow. (Satzinger et al, 2005, p. 146)

86

2.4.10.2 Event dan Use Cases

Dalam penentuan use case apa yang digunakan untuk sistem, haruslah

berfokus pada event decomposition yaitu sebuah teknik yang pertama-tama

berfokus pada event yang dibutuhkan oleh sistem untuk merespon dan lalu

melihat bagaimana sistem dapat memberikan respon (use case sistem).

(Satzinger et al, 2005, p. 167)

Use case adalah aktivitas yang dilakukan sistem, yang merupakan respon

atas permintaan dari pengguna. Berbagai teknik direkomendasikan untuk

mengidentifikasi use case. Salah satu pendekatannya adalah dengan membuat

catatan semua pengguna dan memikirkan apa yang dibutuhkan dari sistem untuk

membantu pekerjaan mereka. Cara lainnya adalah dengan memulai dari sistem

yang ada dan membuat catatan kebutuhan semua sistem yang telah dimasukkkan

dan menambahkan beberapa fungsi yang diminta oleh pengguna. Salah satu cara

atau panduan yang paling mendalam untuk mengidentifikasi use case disebut

dengan event decomposition technique. (Satzinger et al, 2005, p. 166)

Pada dasarnya terdapat tiga buah tipe event yakni external event,

temporal event, dan state event. External event adalah event yang terjadi di luar

sistem, biasanya dilakukan oleh external agent. External agent adalah seseorang

atau bagian dari organisasi yang memberikan atau menerima data dari sistem

akan tetapi bukan pengguna sistem langsung. Temporal event adalah sebuah

event yang terjadi sebagai hasil telah sampainya waktu yang telah ditentukan.

State event adalah sebuah event yang terjadi ketika sesuatu terjadi di dalam

sistem yang memicu untuk sebuah proses. Pentingnya konsep dari event untuk

mendefinisikan kebutuhan sistem dikenalkan untuk analisis struktur modern

87

ketika konsep ini diadaptasikan pada waktu nyata pada tahun 1980an. Sistem ini

dibutuhkan untuk beraksi secepatnya untuk event yang ada pada lingkungan

(Satzinger et al, 2005, p. 168)

2.4.10.3 Classes

Aktivitas class terdiri atas tiga buah kegiatan utama yaitu abstraksi,

klasifikasi, dan pemilihan. Fenomena problem domain diabstraksikan dengan

melihat problem domain sebagai objek dan class. Lalu objek dan class

diklasifikasikan dan memilih class dan event yang mana yang akan

mempertahankan informasi pada sistem. Classes adalah hal pertama yang akan

mendefinisikan dan membatasi problem domain. Setiap class dapat

dikareakteristikan berdasarkan sekumpulan event. (Mathiassen et al, 2000, p.49)

Secara khusus kita dapat mendeskripsikan objek sebagai sebuah class

dibandingkan sebuah individual. Class sangat berguna untuk memahami objek

dan sangat penting untuk mendeskripsikan objek. Dibandingkan dengan

menjelaskan setiap objek masing-masing, maka akan lebih baik jika

mengembangkan sebuah objek bersama untuk semua objek yang ada dalam class

yang sama. Class itu sendiri memiliki pengertian : sebuah deskripsi dari

sekumpulan objek yang memiliki struktur yang sama, pola behavioral dan

atribut. (Mathiassen et al, 2000, p.49)

2.4.10.3.1 Klasifikasi dari objek dan event

Selama proses analisis, sebuah objek adalah abstraksi dari sebuah

fenomena di dalam sistem konteks seperti pelanggan. Objek mengekspresikan

88

sudut pandang pengguna secara nyata. Orang tertentu adalah pelanggan dan

orang tersebut akan diperlakukan sebagai sebuah entitas tunggal dengan

identitas, state dan behavior yang spesifik. Seorang pelanggan juga bisa menjadi

objek desain. Dalam desain, objek pelanggan akan merepresentasikan bagian dari

sejarah orang tertentu dan state selama berada di dalam sistem dan membuat

berbagai operasi dapat dilakukan oleh sistem objek lainnya. Dengan

menggunakan objek ini, sistem dapat mengatur dan menyimpan data pelanggan

secara spesifik. (Mathiassen et al, 2000, p.4)

Dalam klasifikasi aktivitas, terfokus pada objek yang dikerjakan oleh

pengguna dengan tujuan untuk menciptakandan memilih abstraksi yang

bersangkutan. Dalam klasifikasi aktivitas ini memiliki tiga buah prinsip dasar.

Pertama, klasifikasikan objek di dalam problem domain. Kedua, karakterisasikan

objek berdasarkan event. Ketiga, memliki pemikiran yang terbuka, tapi memilih

dengan kritis. (Mathiassen et al, 2000, p.50)

Menurut Mathiassen et al, (2000, p.4) dalam Object Oriented Analysis

and Design, yang menjadi dasar utama adalah sebuah objek. Selama proses

analisis, untuk mengorganisasikam pemahaman akan konteks dari sebuah sistem

maka akan digunakan objek. Selama proses desain, objek digunakan untuk

pemahaman dan mendeskripsikan sistem itu sendiri. Sedangkan objek itu sendiri

berarti sebuah entitas dengan identitas, state, dan behavior. (Mathiassen et al,

2000, p.50)

Sedangkan event itu menspesifikasikan kualitas dari objek dalam

problem domain. Event memiliki pengertian sebagai sebuah kejadian instant

yanng melibatkan satu atau lebih objek. Event juga merpakan sebuah abstraksi

89

dari aktivitas problem domain atau proses yang dijalankan atau dirasakan oleh

satu pihak atau lebih objek. (Mathiassen et al, 2000, p.51)

Untuk mengidentifikasikan semua objek dan event yang ada, supaya bisa

dimasukkan ke dalam sebuah model problem domain yang relevan, maka objek-

objek tersebut dikelompokkan menjadi beberapa class. Class memiliki

pengertian sebagai sebuah deskripsi dari sekumpulan objek yang berbagi

struktur, behavioral pattern, dan atribut. (Mathiassen et al, 2000, p.53)

2.4.10.3.2 Menentukan Class

2.4.10.3.2.1 Membuat Daftar dari Objek

Pemilihan class mendefinisikan hal pertama dan paling dasar dari

sebuah blok bangunan untuk model problem domain. Untuk mendapatkan

sebuah deskripsi dari problem domain maka harus bekerja sama dengan

pengguna. Dalam memperoleh kandidiat class, sebaiknya menggunakan

nama yang simpel dan mudah dibaca, original di dalam problem domain,

dan mewakili sebuah contoh.(Mathiassen et al, 2000, p.55)

Terdapat beberapa panduan umum yang bisa digunakan untuk

membantu analisis dalam membuat daftar sumber informasi yang mana

sistem perlu untuk menyimpannya. Beberapa prosedur yang berguna

untuk diikuti adalah dengan mendaftar semua kata benda yang disebutkan

oleh pengguna ketika membicarakan mengenai sistem. Untuk membuat

daftarnya bisa dibuat dengan cara pertama yaitu menggunakan event

table, dan informasi mengenai setiap event dan identifikasikan setiap kata

benda. Kedua menggunakan informasi lainnya yang berasal dari sistem

90

yang sudah ada, prosedur yang ada ataupun laporan-laporan yang ada.

Dan ketiga adalah dengan menggunakan apakah dari kata-kata benda

tersebut memang perlu disimpan, hanya merupakan atribut dari kata

benda yang lain, atau memang tidak perlu untuk disimpan. (Satzinger et

al, 2005, p.179)

Menurut Mathiassen et al (2000, p. 61) untuk dapat memilih

sebuah class, class tersebut harus dapat menjawab beberapa pertanyaan

seperti :

• Apakah bisa mengidentifikasikan sebuah objek dari class

tersebut?

• Apakah class tersebut mengandung informasi yang unik?

• Apakah class tersebut dapat mewakili beberapa objek?

• Apakah class tersebut memiliki beberapa event yang sesuai

dan dapat dijalankan?

2.4.10.3.2.2 Atribut dari objek

Sebagian besar dari sistem informasi menyimpan dan

menggunakan informasi spesifik mengenai setiap objek. Setiap informasi

spesifik ini disebut dengan atribut. Di mana setiap objek bisa memiliki

beberapa atribut. Atribut yang merupakan secara unik mendefinisikan

objek disebut dengan identifier atau key.

2.4.10.3.2.3 Asosiasi antar Objek

Setelah menemukan dan menyimpan hal apa saja yang disimpan

maka dibutuhkan untuk mencari informasi tambahan. Seperti hubungan

91

antar objek merupakan hal penting untuk sistem. Hubungan terseb8t

berupa asosiasi yang muncul dalam hubungan antar objek tertentu

sebagai contoh sebuah order diberikan oleh pelanggan dan pelanggan

bekerja pada suatu bagian/divisi. (Satzinger et al, 2005, p.181)

2.4.10.4 Event Table

Informasi yang paling penting untuk mengidentifikasikan adalah use

case yang dibutuhkan oleh sistem untuk merespon setiap event yang ada.

Informasi ini dimasukkan ke dalam event table. Event table termasuk di

dalamnya baris dan kolom, merepresentasikan event dan detilnya. Setiap

baris dalam event table menyimpan informasi mengenai satu event dan use

case-nya. Setiap kolom dalam tabel merepresentasikan kunci informasi

mengenai event dan use case-nya. Sebagai contoh dari event table dapat

dilihat pada gambar 2.7. (Satzinger et al, 2005, p.174)

Gambar 2.7. Contoh Dari Event Table Sumber Satzinger et al, 2005, p. 174

92

Pertama-tama untuk setiap event, bagaimana sistem tahu bahwa

sebuah event terjadi? Sebuah signal yang memberitahu sistem bahwa event

terjadi disebut dengan trigger. Sumber datanya juga penting untuk diketahui.

Kemudian apa yang dilakukan oleh sistem ketika seuatu event terjadi tersebut

disebut juga response. Dan destination adalah tempat di mana respon apapun

dikirimkan, kepada external agent. Terkadang use case tidak menghasilkan

respon apapun. (Satzinger et al, 2005, p.175)

2.4.10.5 Structure

Aktivitas di dalam sebuah struktur berfokus pada hubungan antara

classes dan objek. Pada aktivits class, dilakukan pemilihan classes untuk

pemodelan problem domain dan mengkarakterisasikan setiap class dengan

event-nya. Sedangkan pada aktivitas struktur, pengembangan dilakukan

dengan menambahkan deskripsi dengan menambahkan hubungan struktural

antara classes dan objek. Hasil dari aktivitas struktur ini adalah class

diagram. (Mathiassen et al, 2000.p.69)

Pada class diagram, berntuk persegi merepresentasikan class, dan

garis yang menghubungkan persegi menunjukkan asosiasi antar class.

Gambar 2.8. menunjukkan contoh simbol untuk sebuah class customer. Dan

gambar 2.9. menunjukkan contoh dari sebuah class diagram. (Satzinger et al,

2005, p.187)

93

Customer -name -addres -phone +addnew() +delete() +change() +connectToaccount()

Gambar 2.8. Simbol Class Diagram Sumber : Satzinger et al, 2005, p. 187

Gambar 2.9. Sebuah Contoh Class Diagram Sumber : Mathiassen et al, 2000, p.70

2.4.10.5.1 Struktur Object Oriented

Dalam pengembangannya, pemodelan problem domain dengan

struktur object-oriented menggunakan perbedaan mendasar dari objek dan

class. Untuk tingkatan objek yang lebih konkrit, dapat melihat fenomena dari

sebuah problem domain sebagai sebuah objek dengan properti tertentu yang

menunjukkan identitas, state dan behavior dari objek tersebut. Sebagai

The Name of the class

Attributes : all objects in the class have a value for each of these

Methods : what all objects of the class know how to do

94

contoh, terkadang dapat melihat seseorang sebagai karyawan dari sebuah

perusahaan akan tetapi tidak melihat orang tersebut sebagai anggota keluarga

yang memiliki anak, hobi, keluarga dan lainnya. Dari hal ini dapat dilihat

bahwa dalam pembuatan objek terkadang hanya melihat properti tertentu

yang memiliki hubungan dengan problem domain. Untuk menjelaskan hal

ini, terdapat dua jenis struktur dari objek yaitu: pertama, struktur agregasi di

mana menjelaskan hubungan antara objek dan komponen objek, dan kedua,

struktur asosiasi di mana menjelaskan arti hubungan objek yang lain.

(Mathiassen et al, 2000, p.70)

Dalam tingkatan class yang abstrak, lebih memperhatikan hubungan

yang konseptual antara dua atau lebih class di dalam problem domain. Class

adalah sebuah deskripsi dari properti dan behavioral pattern yang umum

diantara semua objek yang ada di dalam grup tersebut. Untuk

mendeskripsikan hubungan konseptual antar class, maka dibagi menjadi dua

jenis struktur class yaitu : pertama, struktur generalisasi di mana menjelaskan

sebuah class yang merupakan spesialisasi dari beberapa class yang lebih

umum. Kedua, struktur cluster, di mana merupakan sebuah grup dari class

yang saling berhubungan. (Mathiassen et al, 2000, p.71)

Aktivitas struktur di bagi menjadi tiga buah sub-aktivitas. Pada sub-

aktivitas pertama, menkombinasikan problem domain dengan tipe struktur

yang berbeda untuk menciptakan kandidat untuk hubungan struktural di

antara class dan objek terpilih. Pada sub-aktivitas kedua, mengeksplorasi

relevansi dari bebrapa pola umum untuk memperluas model dari problem

domain. Di sub-aktivitas ketiga, mengevaluasi dan memilih hubungan

95

struktural yang dibutuhkan dari beberapa kandidat. Ketiga sub-aktivitas ini

dapat dilihat pada gambar 2.10. (Mathiassen et al, 2000, p.71)

Gambar 2.10. Sub-Aktivitas Untuk Memodelkan Struktur Problem Domain Sumber : Mathiassen et al, 2000, p.72

2.4.10.5.2 Struktur antar Class

Ada dua cara untuk memahami struktur dari problem domain dalam

dunia nyata, yakni generalisasi/spesialisasi hirarki, dan whope-part hirarki.

(Satzinger et al, 2005, p. 189)

a. Generalisasi/spesialisasi Hirarki

Struktur generalisasi adalah sebuah relasi antara dua atau

lebih class spesial dan satu atau lebih class umum. Di mana

pengertian generalisasi itu sendiri adalah sebuah class general

(super class) mendeskripsikan properti umum kepada sekelompok

class spesial (subclass). Sebagai contoh class dai “taxi” dan

“private car” merupakan spesialisasi dari class general dari

“Passenger Car” seperti pada gambar 2.11. (Mathiassen et al, 2000,

p.72)

96

Gambar 2.11. Struktur Generalisasi Sumber : Mathiassen et al, 2000, p. 73 Tipikal struktur generalisasi adalah hirarkikal. Oleh karena

itu subclass apapun merupakan spesialisasi dari tepat satu super

class. Bagaimanapun juga, multiple inheritance (turunan berganda)

di mana sebuah class menuruni properti dari dua atau lebih super

class yang dapat meningkatkan model dari beberapa kasus seperti

pada gambar 2.12. (Mathiassen et al, 2000, p.74)

Gambar 2.12. Beberapa Contoh Tipe Account Dengan Model Multiple

Inheritance Sumber : Mathiassen et al, 2000, p.74

97

b. Whole-part Hirarki

Cara lain untuk menstrukturisasi informasi adalah dengan

mendefinisikan informasi tersebut menjadi bagian kebih kecil.

Whole-part hirarki menggambarkan hubungan yang telah

teridentifikasi dalam pembuatan asosiasi antar objek dan

komponennya. Ada dua tipe whole-part hirarki yakni agregasi dan

komposisi. Komposisi digunakan untuk menggambarkan asosiasi

whole-part secara lebih kuat, di mana ketika sebuah bagian sekali

terasosiasi tidak bisa lagi dipisahkan. Agregasi digunakan untuk

mendeskripsikan asosiasi whole-part antara aggregate (whole) dan

komponennya (parts). (Satzinger et al, 2005, p. 191)

2.4.10.5.3 Struktur Antar Objek

Terdapat dua buah tipe struktur objek yaitu agregasi dan asosiasi.

Kedua struktur ini menangkap hubungan dinamis antar objek di dalam

problem-domain. Struktur objek ini dideskripsikan di dalam class diagram

sebagai hubungan struktural antara dua atau lebih class. Struktur ini

dideskripsikan pada tingkatan class dengan menentukan properti multiplicity

yang menjelaskan beberapa objek dari class yang berhubungan dapat

terkoneksi. (Mathiassen et al, 2000, p.75)

a. Struktur Agregasi

Struktur agregasi merupakan hubungan antara dua atau

lebih objek. Struktur ini menunjukkan bahwa satu objek

merupakan dasar dan menjelaskan bagian dari yang lain. Sebuah

98

struktur agregasi menggambarkan sebuah garis antar class yang

keseluruhan dengan bagiannya, di mana garis tersebut diakhhiri

dengan sebuah belahketupat pada class yang memoddelkan

keseluruhah, hal ini dapat dilihat pada gambar 2.13. Secara

pengucapan dapat diekspresikan dengan formulasi “kepunyaan”

atau “bagian dari”. (Mathiassen et al, 2000, p.76

Gambar 2.13. Struktur Agregasi Sumber : Mathiassen et al. 2000, p.75

b. Struktur Asosiasi

Struktur asosiasi juga merupakan sebuah hubungan antara

dua atau lebih objek, tapi berbeda dengan agregasi, di mana yang

mengasosiasikan objek bukan menjelaskan properti dari sebuah

objek. Asosiasi ini sendiri memiliki pengertian hubungan antara

sejumlah objek. (Mathiassen et al, 2000, p.75)

Struktur asosiasi digambarkan dengan sebuah garis lurus

antara class yang berhubungan. Mendeskripsikan multiplicity dan

asosiasi sama dengan ketika mendeskripsikan multiplicity dengan

99

agregasi. Asosiasi seringkali digunakan ketika agregasi

menunjukkan keterikatan yang terlalu kuat. Karena struktur

asosiasi tidak mengutamakan urutan, dan penempatan class yang

saling berhubungan dapat di mana saja di dalam class diagram.

Seperti pada gambar 2.14 di mana gambar ini juga menunjukkan

hubungan antara manusia dengan mobil. Di mana dalam hal ini,

tidak masuk di akal ketika mengatakan bahwa objek dari mobil

atau manusia memiliki objek yang lain dari class yang berbeda

sebagai bagiannya. Secara pengucapan, asosiasi dapat ditunjukkan

dengan formulasi “diketahui” atau “dimiliki” atau “memiliki

hubungan dengan”. (Mathiassen et al, 2000, p.77)

Gambar 2.14. Struktur Asosiasi Sumber : Mathiassen et al, 2000, p. 77

2.4.10.5.4 Menemukan Kandidat Untuk Struktur

Memodelkan hubungan struktural sama seperti ketika melakukan

pemilihan class dan event. Dimulai dari mengumpukan kandidat untuk

hubungan struktural di antara model-model class. Di mana pengumpulan

kandidat ini berdasarkan pada prinsip : mempelajari abstrak, hubungan statis

antar class dan mempelajari konkrit, hubungan dinamis antar objek. Dalam

mengumpulkan kandidat, didasarkan pada empat tipe struktur. (Mathiassen et

al, 2000, p.77)

100

a. Identifikasi Agregasi

Untuk menentukan kandidat untuk struktur agregasi

terdapat tiga macam pendekatan. Pertama, memeriksa setiap

pasang class untuk melihat apakah mungkin objek dari suatu class

merupakan bagian objek dari class yang lain. Kedua, menentukan

apakah sesuai untuk mengagregasikan objek dari setiap pasang

class ke dalam objek dari sebuah class yang baru saja dibuat.

Ketiga, menentukan apakah setiap class dapat dipecah menjadi

beberapa class yang tidak terdapat dalam model yang sudah dibuat.

(Mathiassen et al, 2000, p.78)

Menurut Mathiassen et al.,(2000, p.79), dalam

mendefinisikan hubungan dalam agregasi, terdapat terdapat tiga

jenis aplikasi dari struktur agregasi.

• Whole-part, di mana keseluruhan merupakan

penjumlahan dari bagian-bagian, ketika

menambahkan atau mengurangi bagian apapun,

dapat merubah keseluruhan secara mendasar.

• Container-content, di mana keseluruhan

merupakan tempat penampungan dari bagian-

bagian; ketika menambahkan atau mengurangi

bagian apapun, properti dasar dari keseluruhan

tidak berubah.

101

• Union member, di mana keseluruhan merupakan

keteraturan dari kesatuan anggota. Kesatuan ini

tidak dirubah secara fundamental baik dengan

menambahkan atau mengurangi beberapa

anggota.

b. Identifikasi Generalisasi

Untuk menghasilkan kandidat untuk struktur generalisasi

terdapat tiga macam pendekatan. Pertama, memilih dari semua

class yang berpasangan dan tentukan apakah satu dari dua class

tersebut merupakan generalisasi dari yang lainnya. Kedua,

tentukan apakah ada class generalisasi yang dapat terbentuk dari

sepasang class yang dipilih. Ketiga, mengambil setiap class yang

dipilih, mencoba untuk mendefinisikan sebuah generalisasi atau

spesialisasi yang sesuai. (Mathiassen et al, 2000, p.78)

c. Identifikasi Asosiasi

Untuk menghasilkan struktur asosiasi, perlu diperhatikan

sisa dari class yang berpasangan untuk melihat apakah class-class

tersebut dapat saling terhubung dengan sebuah arti. Sebuah

asosiasi perlu untuk dideskripsikan kapanpun harus melakukan

kegiatan administrasi, mengawasi, dan mengendalikan hubungan

antar objek yang dengan kata lain tidak berhubungan dengan

model. (Mathiassen et al, 2000, p.79)

102

2.4.10.6 Behavior

Untuk aktivitas behavior, pengembangan definisi class di dalam

classdiagram diperlukan untuk menambahkan deskripsi mengenai behavioral

pattern dan atribut dari setiap class. Hasil dari aktivitas behavior ini

deiekspresikan dalam gambar dalam sebuah state chart diagram yang dapat

dilihat pada gambar 2.15. (Mathiassen et al, 2000, p.89)

a. Behavioral Pattern dan Atribut

Sebuah objek adalah antitas dengan identitas, state dan

behavior. Di dalam aktivitas class dapat dilihat behavior sederhana

sebagai suatu kumpulan event yang tidak teratur yang melibatkan

sebuah objek. Di dalam aktivitas behavior, pendeskripsian behavior

menjadi lebih akurat dengan menambahkan waktu relatif dari suatu

event. Sebuah behavior dari objek didefinisikan oleh sebuah event trace

yang menunjukan event dalam suatu urutan dari waktu ke waktu.

(Mathiassen et al, 2000, p.90)

Event trace ini memilki arti yakni sebuah urutan event yang

melibatkan objek tertentu. Sebuah event trace adalah unik untuk sebuah

objek tertentu. Ini adalah sebua urutan event secara tepat yang

melibatkan objek dalam interval waktu tertentu. Sebagai contoh, objek

dari class “customer” memiliki event trace berikut sepanjang masa

hidup objek ini. Fokus di dalam object-oriented pada analisis problem

domain adalah pada objeknya, tapi untuk alasan tertentu,

mendeskripsikan sekelompok objek dengan definisi class umum. Oleh

sebab itu, perulangan untuk mendeskripsikan behavior dari setiap objek

103

yang ada di dalam problemdomain dilakukan. Sebagai gantinya,

behavioral pattern untuk objek class dapat diartikan sebagai sebuah

deskripsi atas event trace yang mungkin untuk semua objek di dalam

class. (Mathiassen et al, 2000, p.90)

Behavioral pattern mendeskripsikan behavior umum untuk

semua objek dari class. Untuk menghasilkan pattern, digunakan contoh

dari event traces untuk objek individu di dalam class berdasarkan pada

prinsip : membuat behavioral pattern dari event trace. Event trace dan

behavioral pattern sama-sama berhubungan dengan sebuah objek atau

class. Untuk melangkah dari objek individu ke arah problem domain

dinamis, dilakukan penekanan pada kolaborasi objek dan deskripsi

event umum untuk dua atau lebih objek. Hal ini ditunjukkan pada

prinsip : mempelajari event umum. Event umum dapat digunakan untuk

mendeskripsikan interaksi antar class, karena semua event dinamakan

secara umum disepanjang problem domain. Ketika memodelkan

problem domain, dapat diformulasikan kebutuhan untuk data yang akan

disimpan pleh sistem, dan oleh karena itu menjadikan data dapat

diakses melalui fungsi dan interface. Untuk menspesifikasikan data

digunakan atribut yang berarti adalah properti deskriptif untuk sebuah

class atau event. Aktivitas behavior termasuk di dalamnya empat buah

sub-aktivitas, seperti digambarkan pada gambar 2.15. Di mana dimulai

dari event table dan class diagram, untuk memulai mendeskripsikan

behavioral pattern dari setiap class dalam class diagram menggunakan

104

event yang berhubungan sebagai pondasi awal. (Mathiassen et al, 2000,

p.92)

Gambar 2.15. Sub-Aktivitas dalam Pemodelan Behavior Object Sumber : Mathiassen et al, 2000, p.92

b. Notasi untuk Behavioral Pattern

Sebuah behavioral pattern menggunakan event tunggal yang

digunakan untuk pengendalian struktur dasar dari struktur

pemrograman, yakni:

• Sequence: event dalam kelompok yang terjadi satu demi satu

• Selection: tepat satu dari sekelompok event yang terjadi

• Iteration: suatu event terjadi nol sampai beberapa kali

Behavioral pattern adalah deskripsi yang menangkap karakter

dinamis dari problem domain tanpa menspesifikasikan mengapa dan

bagaimana suatu behavior tertentu dapat terjadi. (Mathiassen et al, 2000,

p.93)

105

Sebuah behavioral pattern dengan sequence, selection dan

iteration dapat dideskripsikan menjadi yang paling komprehensif

dibandingkan ekspresi biasanya. Menggunakan simbol “+” yang

mewakili sequence, simbol “l” yang mewakili selection dan simbol “*”

yang mewakili iteration, behavior dari customer dapat dideskripsikan

menjadi account opened + (amount depositedl amount withdrawn)* +

account closed. (Mathiassen et al, 2000, p.93)

Behavioral pattern juga dapat dideskripsikan berupa gambar

dengan menggunakan statechart diagram. Notasi klasik ini pada

umumnya digunakan untuk mendeskripsikan adanya kedinamisan yang

melibatkan sejumlah state dan sejumlah transisi. Seperti pada gambar

2.15, tiga buah struktur pengendalian klasik yang digunakan dalam

ekspresi biasa dapat juga digunakan untuk diekspresikan dalam statechart

diagram. (Mathiassen et al, 2000, p.94)

Sequence diekspresikan dengan menggunakan event yang

menjalani melalui beberapa state, di mana setiap state hanya memiliki

satu buah event. Event tersebut harus terjadi agar urutannya dapat

dijelaskan oleh anak panah. Selection diekspresikan dengan membuat

semua kemungkinan event keluar dari state yang sama. Iteration

diekpresikan dengan membuat event kembali ke state awalnya.

(Mathiassen et al, 2000, p.94)

106

2.4.11 Analisis Aplication Domain

Analisis application-domain berfokus pada bagaimana sistem yang dituju

dapat digunakan. Fokus ini berguna untuk mendefinisikan kebutuhan untuk

function dan interface sistem. Analisis application-domain berinteraksi dengan

analisis problem-domain. Menentukan urutan dalam pengerjaan dua aktivitas

utama ini adalah sebuah strategi. Jika memulai dengan menganalisa apllicaton-

domain maka selanjutnya akan berfokus pada pekerjaan pengguna dan mungkin

menspesifikasikan berbagai kebutuhan detil. Namun jika memulai dengan

menganalisa problem-domain maka untuk selanjutnya akan berfokus pada bisnis

apa yang sebenarnya dijalankan, dibandingkan dengan interfaces dan function.

(Mathiassen et al, 2000, p.115)

Gambar 2.16. Stabilitas Relatif dari Property System yang Berbeda

Sumber : Mathiassen et al, 2000, p.116

Pada gambar 2.17 menggambarkan sebuah model sistem yang lebih

stabil, dan untuk function dan interface lebih bersifat sementara. Jadi ketika

terjadi perubahanpada model, function dan interfacejuga berubah. Akan tetapi

perubahan pada function tidak harus merubah model yang ada. Oleh karena itu,

function dan interface kebutuhan untuk berubah lebih sering, namun model

sistem jarang sekali berubah. (Mathiassen et al, 2000, p.116)

107

Usage

Interface

Function

Requirements

Gambar 2.17. Analisis Aplication Domain Sumber : Mathiassen et al, 2000, p.117 Pengarahan kebutuhuan berdasarkan pada dua prinsip dasar. Pertama,

tentukan application-domain dengan use case. Di mana use case menawarkan

solusi elegan untuk masalah klasik pada analisis application-domain di mana

berfokus pada pekerjaan pengguna dapat menghasilkan terlalu banyak informasi

dengan terlalu banyak detil. Kedua, berkolaborasi dengan pengguna, spesifikasi

kebutuhan tidak menjadi langkah satu arah. Pengguna mungkin tidak mengerti

mengenai kebutuhan teknikal dengan baik untuk menuliskan kebutuhan optimal.

Oleh karena itu kerjasama antara pengguna dengan pengembang sangat

dibutuhkan. Kebutuhan akan usage, function dan interface perlu untuk dievaluasi

seperti pada gambar 2.17. dan aktivitas umum pada application-domain analisis

dapat dilihat pada tabel 2.8. (Mathiassen et al, 2000, p.117)

108

Tabel 2.8. Aktivitas pada Analisis Application Domain

Activity Content Concepts

Usage How does the system

interact with people and

system in the context?

Use case and actors

Function What are the system

information proccesing

capabilities

Function

Interfaces What are the target

system’s interface

requirements

Interface, user interface,

and system interface

Sumber : Mathiassen et al, 2000, p.117

2.4.11.1 Usage

Untuk dapat digunakan sistem harus sesuai dengan application

domain. Untuk melakukan penyesuaian ini dapat dilakukan dengan

mendeskripsikan actor dan use case berdasarkan pada pemahaman atas

akivitas application domain. Use case menyediakan gambaran umum dari

kebutuhan sistem dari sudut pandang pengguna dan menyediakan landasan

untuk mendefinisikan dan mengevaluasi fungsi dasar yang lebih banyak dan

kebutuhan interface. (Mathiassen et al, 2000, p.119)

a. Use Case

Menganalisis application domain yang sudah ada dapat

menciptakan sejumlah besar informasi detil yang memiliki sedikit

nilai untuk mengembangkan proses. Untuk kemudahan, diperlukan

untuk mempertahankan tingkatan abstraksi yang relevan dan berfokus

pada interaksi antara pengguna dan sistem. Use case dapat membantu

109

dalam mendapatkan tingkatan fokus dan abstraksi yang relevan.

(Mathiassen et al, 2000, p.119)

Menurut Mathiassen et al. (2000, p.119), actor adalah

abstraksi dari pengguna atau sistem lain yang berinteraksi dengan

sistem tujuan. Dan use case adalah sebuah pola untuk interaksi antara

sistem dan actor di dalam application domain. Sebuah use case

menentukan semua kegunaan dari sistem yang dituju dengan

application domain. Prinsip utama dalam menentukan kegunaan

sistem adalah menentukan application domain dengan use case

Gambar 2.18. Sub-Aktivitas dari Usage Sumber : Mathiassen et al, 2000, p.117

Menentukan use case merupakan aktivitas multi aspek.

Pertama, memerlukan kerja sama antara pengguna dan pengembang.

Kedua menentukan use case adalah proses analitikal seperti aktivitas

kreatif. Ketiga, menentukan use case adalah aktivitas deskriptif dan

eksperimental. Keempat, use case mendefinisikan target sistem dan

application domain-nya. Pada gambar 2.18 menunjukkan rangkuman

110

aktivitas pada analisis usage di mana actor dan use case

didefinisikan, dan sering menggunakan pola sebagai inspirasi. Pada

tabel 2.9 menunjukkan actor table menunjukkan interaksi secara

umum. Dan pada gambar 2.19 menunjukkan informasi yang sama

pada table 2.9 akan tetapi menggunakan use case diagram.

(Mathiassen et al, 2000, p.120)

Tabel 2.9. Sebuah Contoh Actor Table

Use cases Actors Accounts

Owner Creditor Administrator Liquidity monitor

Payment √ √ Cash withdrawal

Money Transfer

√ √ √

Account Information

√ √ √

Credit information

√ √

Registration √ Monitoring √ Error Corecting

Sumber : Mathiassen et al, 2000, p.121

111

Gambar 2.19. Contoh Use Case Diagram Sumber : Mathiassen et al, 2000, p.122

Dalam penggambaran use case, use case itu sendiri

dilambangkan dengan bentuk oval dengan nama dari usecase-nya

berada di dalam. Garis yang menghubungkan actor dengan use case

menunjukkan actor yang mana yang menjalankan use case yang

mana. (Satzinger, Jackson, & Burd, 2005, p.215)

b. Use Case Descriptions

Diagram use casemembantu dalam mengidentifikasi berbagai

proses yang pengguna lakukan dan hal yang harus didukung oleh

sistem baru. Untuk membuat sistem secara mendalam, maka

diperlukan pemahaman secara mendalam mengenai semua langkah

112

yang harus dimengerti. Terdapat tiga tahapan dalam penulisan use

case description yaitu : brief description, intermediate description,

dan fully developed description.

Brief description digunakan untuk use case yang sangat

sederhana, terutama ketika sistem akan dikembangkan adalah sistem

yang kecil dan juga merupakan aplikasi yang mudah dimengerti.

Intermediate description merupakan pengembangan dari brief

description di mana menyertakan alur dari aktivitas dari sebuah use

case. Jika ada beberapa skenario maka setiap aktivitas dideskripsikan

masing-masing. Kondisi pengecualian (exception conditions) juga

ikut disertakan jika memang diperlukan. (Satzinger, Jackson, & Burd,

2005, p.220)

Fully developed descriptions merupakan metode dokumentasi

use case yang paling formal. Dalam pembuatannya, terdapat beberapa

bagian yakni bagian pertama dan keduadigunakan untuk

mengidentifikasikan use case dan skenario untuk use case-nya.

Bagian ketiga digunakan untuk mengidentifikasikan pemicu untuk

use case tersebut. Bagian keempat merupakan brief description dari

use case. Bagian kelima mengidentifikasikan actor-nya. Bagian

keenam digunakam untuk mengidentifikasi use case lain dan

bagaimana use case ini saling terhubung. Bagian keenam digunakan

untuk mengidentifikasikan bagianlain yang terhubung selain dari

actor utama. Dua bagian berikutnya digunakan untuk menyediakan

informasi penting mengenai kondisi use case sebelum dan sesudah

113

use case tersebut dijalankan. Kedua bagian terakhir digunakan untuk

mendeskripsikan alur aktivitas dari use case. Kondisi alternatif dan

kondisi eksepsi dijelaskan pada abagian terakhir. (Satzinger, Jackson,

& Burd, 2005, p.221-225)

c. Function

Menurut Mathiassen et al, (2000, p.137-138), function

berfokus pada bagaimana cara sebuah sistem dapat membantu actor

dalam melaksanakan pekerjaan mereka. Function memiliki empat tipe

berbeda, yaitu :

• Update. Fungsi update diaktifkan oleh event problem

domain dan menghasilkan perubahan status model.

• Signal. Fungsi signal diaktifkan oleh perubahan status

model dan menghasilkan reaksi di dalam context.

• Read. Fungsi readdiaktifkan oleh kebutuhan actor akan

informasi dan menghasilkan tampilan model sistem yang

relevan.

• Compute. Fungsi compute diaktifkan oleh kebutuhan actor

akan informasi dan berisi perhitungan yang dilakukan baik

oleh actor maupun oleh model. Hasilnya adalah tampilan

dari hasil perhitungan yang dilakukan.

Tujuan dari kegiatan function adalah untuk menentukan

kemampuan sistem memproses informasi. Hasil dari kegiatan ini

adalah sebuah daftar function-function yang merinci function-

114

function yang kompleks. Daftar function harus lengkap

menyatakan secara keseluruhan kebutuhan kolektif dari pelanggan

dan actor sehingga harus konsisten dengan use case. (Mathiassen

et al, 2000, p. 141)

Untuk beberapa fungsi, perlu untuk mendeskripsikan

isinya dengan lebih mendetail untuk mengerti apa yang harus

dilakukan. Deskripsi lebih mendetail ini hanya untuk fungsi yang

paling kompleks, fungsi-fungsi yang ada harus konsisten dengan

hasil analisis lainnya. (Mathiassen et al, 2000, p. 141)

d. User Interface

Interface digunakan oleh seorang actor untuk melakukan

interaksi dengan sistem. Interface juga menghubungkan sistem untuk

semua actor yang saling terkait di dalam sistem. Sebuah userinterface

yang baik membantu user dalam melakukan pekerjaannya dan konsep

mengenai sistem. (Mathiassen, Munk-Madsen, Nielsen, & Stage,

2000, p.152)

Menurut Satzinger et al (2005, p.444) user interface terdiri

atas tiga aspek yaitu, pertama aspek fisik yang berupa semua alat

yang digunakan atau disentuh oleh user dalam menggunakan user

interface berupa keyboard, mouse, dan lainnya. Kedua, aspek

persepsi yang berupa semua hal yang didengar, dilihat oleh user. Dan

yang ketiga, adalah aspek konseptual, yakni semua yang diketahui

oleh user mengenai penggunaan sistem, termasuk di dalamnya hal-hal

115

yang berkaitan dengan “problem-domain” yang dapat dimanipulasi

atau operasi yang dapat digunakan oleh user.

2.4.11.2 Sequence Diagram

Sequence diagram digunakan untuk mendeskripsikan alur informasi

dari sistem dan menuju ke sistem. Dalam pembuatan sequence diagram

menggunakan sebuah gambar stik orang yang mewakili user yang

menggunakan sistem. Dalam sequence diagram ini menunjukkan bagaimana

user berinteraksi dengan sistem dengan melakukan pemasukkan data dan

menghasilkan data.

Dalam sequence diagram terdapat garis putus-putus yang disebut

dengan lifelines. Sebuah lifelines merupakan pengembangan dari objek

secara sederhana, gambar anak panah menunjukkan pesan yang diterima atau

yang dikirimkan oleh actor kepada sistem. Sebuah pesan dituliskan untuk

mendeskripsikan pesan yang diterima ataupun yang dikirimkan. Dan pesan

yang dikembalikan oleh sistem diwakili oleh gambar garis panah yang

terputus-putus. Garis panah putus-putus ini menandakan respon atau jawaban

dan secara langsung mengikuti pesan yang dikirimkan sebelumnya.

(Satzinger, Jackson, & Burd, 2005, pp.226-228)

2.4.12 Architectural Design

Architectural design berfungsi sebagai kerangka kerja dalam aktivitas

pengembangan sistem dan menghasilkan struktur komponen dan proses sistem.

Tujuannya adalah untuk menstrukturisasi sebuah sistem yang terkomputerisasi.

116

Architectural design juga berguna untuk menjembatani kriteria-kriteria dengan

platform yang tersedia. Dalam pengembangannya, architectural design terdiri

dari tiga aktivitas yaitu criteria, component architecture, dan process

architecture seperti pada gambar 2.20

Gambar 2.20. Aktivitas Architectural Design

Sumber : Mathiassen et al, 2000, p. 176.

a. Component Architecture

Menurut Satzinger et al (2005, p.280) component architecture adalah

struktur sistemdari komponen-komponen yang berkaitan yang saling membantu

dalam pembuatan sebuah software. Beberapa contoh software architecture

adalah :

- Client/server architecture

Client dan server merupakan sebuah model umum dari

sotware di dalam suatu organisasi yang dapat diterapkan dengan

117

berbagai bentuk. Salah satunya adalah di mana proses pengaksesan

menggunakan sebuah workstation dan database mengakses sistem

yang lebih besar.

- Three layer client/server architecture

Merupakan sebuah aplikasi software yang lebih besar di mana

membagi layer-nya menjadi data layer yang digunakan untuk

menyimpan database; business logic layer yang digunakan untuk

menjalankan prosedur-prosedur dari proses bisnis, dan view layer

menerima masukkan dan format dari user juga menampilkan hasil-

hasilnya.

- Middleware

Merupakan software yang menjadi penengah dalam proses

komunikasi antar layer.Middelware menghubungkan beberapa bagian

dari aplikasi yang membantu dalam pengiriman data diantara layer.

- Internet and web-based software architecture

Web arsitektur digunakan untuk perancangan berbasis web di

mana para user mengirimkan data melalui webyang melalui protocol.

b. Proccess Architecture

Menurut Mathiassen et al (2000, p. 211) process architecture adalah

sebuah sistem eksekusi yang terdiri atas proses yang saling bergantung. Dalam

buku Satzinger et al (2005, p.379), dalam penggambarannya, deployment

diagram menggunakan dua buah simbol yakni component symbol dan node

symbol. Component symbol adalah program yang dapat dijalankan dan

terkandung di dalamnya semua class yang dijalankan menjadi sebuah entitas

118

tunggal. Node symbol adalah sebuah simbol yang merepresentasikan sebuah

sumber daya komputer.

Menurut Satzinger et al (2005, pp. 380-385), dalam proses implementasi,

deployment diagram dapat digunakan pada berbagai bentuk pada sistem berbasis

internet, seperti:

- Simple Internet Architecture

- Two Layer Architecture

- Three Layer Architecture