BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Pengertian …repository.pip-semarang.ac.id/207/3/16....
Transcript of BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Pengertian …repository.pip-semarang.ac.id/207/3/16....
7
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Pengertian incinerator
Landasan teori digunakan sebagai sumber teori yang dijadikan dasar
pada penelitian. Sumber tersebut memberikan kerangka atau dasar untuk
memahami latar belakang dari timbulnya permasalahan secara sistematis.
Landasan teori juga penting untuk mengkaji penelitian yang sudah ada
mengenai incinerator dan teori yang menerangkan incinerator sebagai
tungku pembakar sampah dan minyak kotor di kapal. Dalam landasan teori
ini, penulis akan menjelaskan menurut manual book.
Incinerator adalah alat yang didisain dengan ruang bakar utama
untuk membakar wasted oil dan solid waste, dan ruang bakar kedua serta
ruang bakar akhir untuk membakar sisa sampah dan gas buang yang tidak
terbakar. Ruang bakar dilengkapi dengan diesel oil burner, masing-masing
dinamakan primary burner dan secondary burner. (Instruction book for
installation, operational maitanance of incinerator).
Sedangkan fungsi incinerator diatas kapal secara umum adalah
sebagai berikut :
a. Untuk membakar minyak kotor yang berasal dari hasil pemisahan air
pada Oil Water Separator (OWS) dan sisa minyak bekas.
b. Membakar sampah kapal seperti serbuk kayu, kertas, majun bekas, dsb
8
selain plastik dan material logam.
Pada proses pembakaran dapat terjadi bila konsentrasi antara uap
bahan bakar dan oksigen terpenuhi dan terdapat energi panas yang cukup.
Proses terjadinya api (pembakaran) dikenal dengan nama segitiga api, yaitu
unsur bahan bakar, unsur udara (oksigen) dan energi panas. Bila ketiga
unsur ini bertemu dan mencapai konsentrasi yang tepat, maka akan terjadi
proses pembakaran, namun sebaliknya bila salah satu unsur dari tiga unsur
tersebut ditiadakan maka proses pembakaran tidak akan terjadi.
Teori segitiga api akan terjadi bila ketiga unsur segitiga api bersatu
dalam kondisi yang memungkinkan. Tanpa adanya bahan bakar, oksigen
atau sumber panas proses pembakaran tidak akan terjadi, begitu pula jika
ketiga-tiganya ada tapi bila ketiganya tidak bersatu dan keadaannya tidak
memungkinkan, tidak akan terjadi api/kebakaran. Setelah api/kebakaran ini
terjadi, proses akan berlanjut dan api ini akan menyebar ke segala penjuru
sesuai dengan prinsip perpindahan panas (heat transfer) yaitu methode
konduksi, konveksi dan radiasi. Reaksi kimia dari proses terjadinya
api/kebakaran yang berupa reaksi eksothermis (mengeluarkan panas) ini
terjadi pada kondisi tertentu yang memungkinkan. Apabila reaksi kimia ini
berjalan begitu tiba- tiba/sangat mendadak dan di ruangan tertutup hal ini
akan berakibat terjadinya ledakan. Tiga unsur segitiga api yang terlihat
dalam reaksi kimia terjadinya api, mengandung pengertian adanya proses
yang sedang berlangsung secara kimia dan disebut sebagai unsur-unsur
segitiga api yang terdiri dari, bahan bakar, oksigen, sumber panas.
9
Bakar Bahan bakar adalah semua bahan yang dapat terbakar pada
kondisi tertentu, umumnya kebanyakan senyawa yang mengandung unsur
carbon, hydrogen, magnesium, titanium, sulfur. Bahan bakar kadang-
kadang dikategorikan atas 2 kelas, yaitu :
a. Combustibles yaitu zat-zat padat organic
b. Flammables yaitu bahan-bahan bakar cair & gas
Yang lebih popular adalah klasifikasi berdasarkan phasenya, yaitu :
bahan bakar padat, cair dan gas. Bahan bakar padat misalnya, kayu, kertas,
kain, kapas, arang batu/ batubara. Bahan bakar cair misalnya, avigas,
premium, kerosine, solar, MFO/MDO. Bahan bakar gas misalnya, coke
open gas (gas kota = city gas), gas ecetyline, gas hydrogen. Dalam hal ini
penulis menemukan permasalahan dalam hal bahan bakar incinerator diatas
kapal penulis. Bahan bakar diatas kapal penulis berupa minyak bekas dan
MDO untuk proses pembakarannya. Dalam hal ini bahan bakar incinerator
mengalami suhu yang kurang pada wasted oil tank sehingga mengakibat
sludge terlalu kental untuk pembakaran, yang mengakibatkan pembakaran
kurang sempurna dan menyisakan carbon bekas yang menyumbat nozzle.
Bahan bakar yang kotor juga mengakibatkan saringan bahan bakar cepat
kotor sehingga tekanan bahan bakar kurang.
Udara mengandung oksigen secara kasar untuk perhitungan teknik
estimasi di udara terdapat 21 % oksigen dan 79 % nitrogen. Untuk
mendukung terjadinya pembakaran, diperlukan kandungan oksigen di udara
diatas 10 %. Sebagaimana diketahui bahwa api adalah merupakan reaksi
10
oksidasi cepat yang mengeluarkan energi panas dan nyala, maka makin
tinggi prosentase oksigen, makin besar energi yang dihasilkan. Contoh : Api
las, menggunakan oksigen murni (100%) enersinya dapat untuk memotong
logam. Selain terdapat dalam udara, Oksigen juga terdapat dalam zat kimia
yang disebut zat pengoksida (oxidizing agents), seperti : Hidrogen
peroksida, Ozone, Nitrat, Chlorat, Permanganat.
Sumber Panas ada 5 macam katagori yaitu, sumber api terbuka (open
flame) adalah panas atau nyala api/sumber api terbuka seperti, korek api,
kompor, flare, api rokok. Sumber panas mekanis ditimbulkan oleh
gesekan/benturan mekanis misalnya, gesekan antara 2 buah benda keras
seperti logam besi satu dengan yang lain, pekerjaan menggerinda, alat yang
jatuh dari suatu ketinggian sehingga berbenturan. Sumber panas kimia
ditimbulkan karena adanya reaksi kimia yang disebut pemanasan spontan
dari zat pengoksida dengan bahan bakar misalnya, kalium permanganat
dengan gliserine, logam natrium yang terkena air. Sumber panas listrik
dinamis ditimbulkan karena adanya hubungan singkat (korsluiting) atau
panas lebih (over heating) pada aliran listrik. Sumber panas listrik statis
ternyata karena adanya loncatan listrik dari ion negatif dan ion positif
misalnya pada petir (halilintar), juga pada aliran produk- produk minyak
bumi tertentu yang bisa menimbulkan penumpukan listrik statis dan
menghasilkan bunga api.
Pada incinerator terdapat 2 ruang bakar, yang terdiri dari Primary
Chamber dan Secondary Chamber.
11
a. Primary Chamber
Berfungsi sebagai tempat pembakaran limbah. Kondisi
pembakaran dirancang dengan jumlah udara untuk reaksi pembakaran
kurang dari semestinya, sehingga disamping pembakaran juga terjadi
reaksi pirolisa. Pada reaksi pirolisa material organik terdegradasi menjadi
karbon monoksida dan metana. Suhu dalam primary chamber diatur pada
rentang 600˚C-800˚C dan untuk mencapai suhu tersebut, pemanasan
dalam primary chamber dibantu oleh energi dari burner dan energi
pembakaran yang timbul dari limbah itu sendiri. Udara (oksigen) untuk
pembakaran di suplai oleh blower dalam jumlah yang terkontrol. Padatan
sisa pembakaran di primary chamber dapat berupa padatan tak terbakar
(logam, kaca) dan abu (mineral), maupun karbon berupa arang. Tetapi
arang dapat diminimalkan dengan pemberian suplai oksigen secara
continue selama pembakaran berlangsung. Sedangkan padatan tak
terbakar dapat diminimalkan dengan melakukan pensortiran limbah
terlebih dahulu.
b. Secondary Chamber
Gas hasil pembakaran dan pirolisa perlu dibakar lebih lanjut agar
tidak mencemari lingkungan. Pembakaran gas-gas tersebut dapat
berlangsung dengan baik jika terjadi pencampuran yang tepat antara
oksigen (udara) dengan gas hasil pirolisa, serta ditunjang oleh waktu
tinggal (retention time) yang cukup. Udara untuk pembakaran di
secondary chamber disuplai oleh blower dalam jumlah yang terkontrol.
12
Selanjutnya gas pirolisa yang tercampur dengan udara dibakar secara
sempurna oleh burner didalam secondary chamber dalam temperatur
tinggi yaitu sekitar 800˚C-1000˚C. Sehingga gas-gas pirolisa (Metana,
Etana dan Hidrokarbon lainnya) terurai menjadi gas CO2 dan H2O.
2. Proses Pembakaran
Reaksi pembakaran secara umum terjadi melalui 2 cara, yaitu
pembakaran sempurna dan pembakaran habis. Pembakaran sempurna
adalah proses pembakaran yang terjadi jika semua karbon bereksi dengan
oksigen menghasilkan CO2, sedangkan pembakaran tidak sempurna adalah
proses pembakaran yang terjadi jika bahan bakar tidak terbakar habis
dimana proses pembakaran yang tidak semuanya menjadi CO2
Proses pembakaran actual dipengaruhi oleh 5 faktor, yaitu :
a. Pencampuran udara dan bahan dengan baik
b. Kebutuhan udara untuk proses pembakaran
c. Suhu pembakaran
d. Lamanya waktu pembakaran yang berhubungan dengan laju pembakaran
e. Berat jenis bahan yang akan dibakar
Pencampuran udara dan bahan bakar yang baik dalam pembakaran
actual biasanya tidak dapat dicapai tetapi didekati melalui penambahan
excess udara. Penambahan excess udara harus baik dengan nilai minimum
karena apabila terlalu banyak dapat meningkatkan kehilangan energy dalam
pembakaran dan meningkatnya emisi NOx. Proses pembakaran sampah
berlangsung secara bertahap.
13
Tahap awal terjadi penguapan kandungan air sampah yang belum
terbakar menggunakan panas dari bahan terbakar yang berada di
sekelilingnya atau menggunakan energi panas yang ditambahkan dari luar.
Pada saat pemanasan sampah terjadi pelepasan karbon yang terkonversi
menjadi gas yang mudah terbakar, proses ini disebut gasifikasi. Gas ini
selanjutnya bercampur dengan oksigen yang dapat mengalami reaksi
oksidasi. Kondisi ini apabila menghasilkan suhu cukup tinggi dan
berlangsung lama dapat terkonversi secara sempurna (complete combustion)
menghasilkan uap air dan CO2 yang dilepaskan ke udara.
Kondisi sebaliknya dapat terjadi yaitu apabila suhu pembakaran
rendah dan waktu tinggal pada ruang bakar cepat terjadi pembakaran yang
tidak sempurna (incomplete combustion) yang dapat menghasilkan asap.
Dampak lain dari pembakaran tidak sempurna adalah terbentuknya polutan.
Beberapa hal yang terjadi pada proses pembakaran:
a. Pembakaran dengan udara kurang
Pada proses ini terjadi perpindahan panas berkurang dan panas
hilang karena bahan bakar berlebih serta ada bahan bakar yang tak
terbakar disamping terdapat hasil pembakaran, seperti CO, CO2, uap air,
O2, dan N2.
b. Pembakaran dengan udara berlebih
Pada proses ini terjadi perpindahan panas berkurang dan panas
hilang karena udara berlebih serta hasil pembakaran, seperti CO2, uap air,
O2 dan N2.
14
c. Pembakaran dengan udara optimum
Pada proses ini terjadi perpindahan panas yang maksimum dan
panas yang hilang minimum, serta terdapatnya hasil pembakaran, seperti
CO2, uap air, dan N2.
Pada proses pembakaran (inceneration) limbah B3 (bahan berbahaya
dan beracun) kebanyakan terdiri dari karbon, hidrogen dan oksigen. Dapat
juga mengandung halogen, sulfur, nitrogen dan logam berat. Hadirnya
elemen lain dalam jumlah kecil tidak mengganggu proses oksidasi limbah
B3 (bahan berbahaya dan beracun). Struktur molekul umumnya
menentukan bahaya dari suatu zat organik terhadap kesehatan manusia dan
lingkungan. Bila molekul limbah dapat dihancurkan dan diubah menjadi
karbon dioksida (CO2), air (H2O) dan senyawa anorganik, tingkat senyawa
organik akan berkurang. Untuk penghancuran dengan panas merupakan
salah satu teknik untuk mengolah limbah B3 (bahan berbahaya dan
beracun).
Proses pembakaran sampah berlangsung secara bertahap. Tahap awal
terjadi penguapan kandungan air sampah yang belum terbakar
menggunakan panas dari bahan terbakar yang berada di sekelilingnya atau
menggunakan energi panas yang ditambahkan dari luar. Pada saat
pemanasan sampah terjadi pelepasan karbon yang terkonversi menjadi gas
yang mudah terbakar, proses ini disebut gasifikasi. Gas ini selanjutnya
bercampur dengan oksigen yang dapat mengalami reaksi oksidasi. Kondisi
ini apabila menghasilkan suhu cukup tinggi dan berlangsung lama dapat
15
terkonversi secara sempurna (complete combustion) menghasilkan uap air
dan CO2 yang dilepaskan ke udara. Kondisi sebaliknya dapat terjadi yaitu
apabila suhu pembakaran rendah dan waktu tinggal pada ruang bakar cepat
terjadi pembakaran yang tidak sempurna (incomplete combustion) yang
dapat menghasilkan asap.
Pada proses pembakaran (incineration) limbah B3 (bahan berbahaya
dan beracun) kebanyakan terdiri dari karbon, hidrogen dan oksigen. Dapat
juga mengandung halogen, sulfur, nitrogen dan logam berat. Hadirnya
elemen lain dalam jumlah kecil tidak mengganggu proses oksidasi limbah
B3 (bahan berbahaya dan beracun). Struktur molekul umumnya
menentukan bahaya dari suatu zat organik terhadap kesehatan manusia dan
lingkungan. Bila molekul limbah dapat dihancurkan dan diubah menjadi
karbon dioksida (CO2), air (H2O) dan senyawa anorganik, tingkat senyawa
organik akan berkurang. Untuk penghancuran dengan panas merupakan
salah satu teknik untuk mengolah limbahn B3 (bahan berbahaya dan
beracun). Persyaratan yang harus dipenuhi dalam menjalankan incinerator
adalah emisi udara yang dikeluarkannya harus sesuai dengan baku mutu
emisi untuk incinerator.
a. Tahapan Proses Insenerasi
Proses insenerasi akan berlangsung melalui 3 tahapan, yaitu :
1) Pengeringan
Merupakan penguapan air yang terkandung di dalam sampah,
terutama pada sampah organik yang mengandung kadar air > 70%.
16
Penguapan air mulai terjadi pada suhu 100oC. Pada tahap ini
dibutuhkan energi (panas) untuk menjaga suhu tetap berada pada >
100oC.
2) Pembakaran
Yaitu reaksi oksigen dengan unsur unsur kimia yang terkandung
di dalam sampah terutama unsur N, S, P, Alkali dan lainnya sehingga
tersisa unsur C (Karbon) yang kita kenal sebagai arang. Secara
kumulatif reaksi oksidasi ini akan menghasilkan kalor (panas). Untuk
mencapai temperatur reaksi oksidasinya maka dibutuhkan panas,
meskipun pada akhir reaksinya akan dihasilkan panas.
3) Pembakaran Sempurna (Karbon)
Yaitu reaksi oksigen dengan Karbon (arang) pada temperature
400 - 600OC dengan tahapan reaksi sbb:
C + O2 CO2
CO2 + C2 CO
2CO + O2 CO2
Secara kumulatif reaksi ini menghasilkan panas (eksotermik).
Reaksi inilah yang menjelaskan mengapa selalu terbentuk gas CO
(karbon monoksida) pada pembakaran arang.
b. Gas Hasil Pembakaran
Sebagaimana diketahui bahwa pembakaran adalah proses oksidasi
dimana oksigen diberikan dengan mengikuti rasio udara berlebih
terhadap massa bahan bakar agar diperoleh reaksi pembakaran yang
17
komplit. Reaksi utama dari proses pembakaran antara karbon dengan
oksigen akan membentuk karbon monoksida (CO) dan karbon dioksida
(CO2). Karbon dioksida merupakan produk pembakaran yang memiliki
suhu rendah. Oksidasi karbon monoksida ke karbon dioksida hanya dapat
terbentuk jika memiliki sejumlah oksigen yang seimbang. Kandungan
CO yang tinggi mengindikasikan proses pembakaran tidak komplit dan
ini harus seminimal mungkin dihindari, karena:
1) CO adalah gas yang dapat dibakar. Kandungan CO yang tinggi akan
menghasilkan efisiensi pembakaran yang rendah.
2) Dapat menyebabkan gangguan bau (odour).
Dalam suatu pembakaran, diharapkan terjadi pembakaran sempurna.
Untuk suatu bahan bakar hidrokarbon, produk yang akan dihasilkan adalah
CO2, H2O dan N2, sementara O2 juga akan terbentuk jika terjadi kelebihan
suplai udara. Jika bahan bakar telah ditentukan dan pembakaran terjadi
secara sempurna, jumlah dari masing-masing produk dapat ditentukan
dengan menerapkan prinsip konservasi massa pada persamaan kimia. Di
dalam semua jenis alat pembakaran, derajat pencampuran antara bahan
bakar dan udara merupakan suatu factor penentu dalam reaksi yang terjadi
setelah terjadi pencampuran bahan bakar dan udara. Bila konsentrasi gas
CO sangat tinggi mempunyai resiko yang tinggi bagi makhuk hidup dan
lingkungan sekitarnya. Pada pembakaran sempurna, reaktan akan terbakar
dengan oksigen, menghasilkan sejumlah produk yang terbatas. Ketika
hidrokarbon terbakar dengan oksigen, maka hanya akan dihasilkan gas
18
karbon dioksida dan uap air. Namun terkadang akan dihasilkan senyawa
nitrogen dioksida yang merupakan hasil teroksidasinya senyawa nitrogen di
dalam udara.
Berdasarkan dalam manual book dalam pembakaran sampah dan
wasted oil di kapal MV. Hanjin Santana dapat diketahui bahwa di kapal
tersebut, dengan incinerator Hyundai tipe Maxi NG50SL WS dapat
membakar sekitar 320.000 Kcal/H kapasitas pembakaran maksimal, hal
tersebut terjadi dengan perhitungan perkalian, kapasitas pembakaran 50
Liters/H wasted oil, volume panas wasted oil 7.500 Kcal/H, specific gravity
960 Kgf/M3, suhu wasted oil 80oC, dari data tersebut dapat diketahui
sebagai berikut : (checklist terlampir gambar 2.1)
𝑉 = 50 × 7500 × 0,96
= 320.000 𝐾𝑐𝑎𝑙/𝐻
Agar tidak terjadi kegagalan pada saat pembakaran dan untuk
mencapai pembakaran secara sempurna serta memenuhi kapasitas
pembakaran sempurna, maka syarat dari proses pembakaran harus terpenuhi
dari suhu dari wasted oil rata-rata diatas 80oC, kapasitas udara dalam ruang
pembakaran sekitar 11,5%, dan sumber panas yang optimal.
Pembakaran sampah dengan menggunakan incinerator adalah salah
satu cara pengolahan sampah, baik padat maupun cair. Di dalam
incinerator, sampah dibakar secara terkendali dan berubah menjadi gas
(asap) dan abu. Dalam proses pembuangan sampah, cara ini bukan
merupakan proses akhir dimana proses ini dilakukan setelah proses
19
pembakaran sampah dikamar mesin, abu dan gas yang dihasilkan masih
memerlukan penanganan lebih lanjut untuk dibersihkan dari zat-zat
pencemar yang terbawa hasil dari pembakaran, ini juga harus di pisah atau
dikumpulkan karena untuk bukti pada saat ada pengecekan Port state
control ketika di pelabuhan bahwa sampah di atas kapal dibakar bukan
dibuang kelaut.
Salah satu kelebihan incinerator adalah dapat mencegah pencemaran
udara dengan syarat incinerator harus beroperasi secara berkesinambungan
dan kapal harus dalam posisi berlayar atau ditengah laut, selama enam atau
tujuh hari dalam seminggu dengan kondisi suhu yang dikontrol dengan baik
dan adanya alat pengendali polusi udara hingga mencapai tingkat efisiensi,
serta mencegah terjadinya pencemaran udara dan bau.
3. Sistem incinerator
Sistem Incinerator pada dasarnya terdiri atas dua macam, sistem
pembakaran berkesinambungan dan system pembakaran terputus :
a. Sistem pembakaran berkesinambungan.
Sistem ini menggunakan gerakan mekanisasi dan otomatisasi
dalam kesinambungan pembakaran sampah ke dalam ruang bakar
(tungku) dan pembuangan sisa pembakaran. Sistem ini pada umumnya
dilengkapi fasilitas pengendali pembersih sisa pembakaran untuk
membersihkan abu dan gas. Sistem ini dapat digunakan untuk instalasi
dengan kapasitas besar dan beroperasi selama 24 jam atau 16 jam per
hari.
20
b. Sistem pembakaran terputus.
Sistem ini umumnya sederhana dan mudah dioperasikan.
Digunakan untuk kapasitas kecil, dan beroperasi kurang dari 8 jam per
hari. Cara kerjanya terputus-putus dalam arti bila sampah yang sudah
dibakar menjadi abu, maka untuk pembakaran berikutnya abu tersebut
harus dikeluarkan lebih dahulu, dalam pembersihan ruang bakar
incinerator juga perlu diperhatikan dinding ruang bakar pada incinerator
dimana banyak dinding yang rapuh dan mudah terklupas yang terjadi
pada saat dikapal taruna menggunakan sapu dan serokan sebahgai media
sampah setelah bersih, baru dapat dilakukan pembakaran sampah
selanjutnya. Proses tersebut menunjukkan bahwa pengolahan sampah
dengan incinerator dilakukan dengan memperhatikan aspek keamanan
terhadap lingkungan.
4. Komponen incinerator
Komponen yang terdapat pada incinerator sesuai dengan Instuction
Manual Book adalah :
a. Auxiliary Burner
Merupakan peralatan yang berfungsi sebagai alat penyalaan
pertama kali pada saat pembakaran. dengan Bahan bakar untuk Auxiliary
burner menggunakan Diesel Oil.
b. Waste Oil Pump
Merupakan pompa untuk mengalirkan minyak kotor dari waste oil
tank ke Burner utama incinerator pada saat proses pembakaran.
21
c. Waste Oil Burner
Merupakan peralatan yang berfungsi untuk menyemprotkan
minyak kotor dalam bentuk kabut sehingga minyak dapat dengan mudah
dibakar.
d. Blower
Blower yang berfungsi untuk memberikan udara ke Auxiliary
Burner pada saat proses pembakaran diruang bakar dan pada saat
memulai pembakaran blower juga berfungsi sebagai udara bilas dimana
pada saat pengoperasianya dilakukan sebelum dan sesudah pemakaian
incinerator harus dijalankan agar didalam ruang bakar tidak ada gas
bahan bakar dan gas buang.
e. Waste Oil Tank
Waste Oil Tank merupakan sebuah tangki untuk menampung
minyak kotor (waste oil) dan juga sebagai tempat untuk memanasan
minyak kotor sebelum dibakar di ruang bakar dengan maksud agar
viskositas bahan bakar bisa turun dan lebih mudah dibakar dan
kandungan air dalam minyak kotor bisa turun sehingga pada proses
pembakaran bisa sempurna.
f. filter waste oil
Sebagai tempat untuk menyaring sludge kasar sebelum masuk
melalui burner untuk dibakar di ruang bakar sehingga pada saat proses
pembakaran tidak terjadi penyumbatan di wasted oil burner didalam
kerjanya filter ini sering kotor maka setiap habis mengoperasikan
22
incinerator dan minyak kotor di wasted oil tank harus dibersihkan dan
dijaga suhunya 80-100ºC hal ini dilakukan agar filter tidak terlalu cepat
kotor karena viscositasnya yang rendah
g. flame eye
Alat ini berfungsi untuk memberikan signal peringatan jika dalam
pengoperasian incinerator terjadi kegagalan, ketika flame eye tidak
mendeteksi adanya pembakaran atau terjadi kegagalan pembakaran maka
secara otomatis flame eye akan memutuskan aliran listrik yang terdapat
pada system incinerator dan alarm peringatan akan bekerja setelah 10
detik tidak terjadi pembakaran dan pada pengetasanya flame eye ini
dengan cara dikasih senter cahaya dan lihat bila pas senter mati alarmnya
bunyi maka flame eye tersebut bekerja bekerja dengan baik. Adalah suatu
alat kontrol api selama pengapian statrt pertama. Setelah 10 detik pertama
pembakaran awal, pada burner ini pengapian dimatikan sesuai suhu
dalam ruangan.
h. switch board
Suatu alat yang berfungsi sebagai tempat terminal system instalasi
untuk mengatur dan memulai start pembakaran pada incinerator agar
incinerator bisa bekerja secara sistematis, dan bekerja secara optimal.
5. Metode USG (Urgency, Seriousness, Growth)
Beberapa engineer sebagian besar engineer maupun calon engineer
tidak asing dengan istilah USG(Urgency, Seriousness, Growth) dalam
metodologi penelitian. Apalagi bagi seseorang yang berpengalaman
23
menyelesaikan kasus berupa troubleshooting. Metode ini cukup efektif
untuk mengetahui akar permasalahan yang akan diselesaikan. Secara teori,
metode USG dapat dijelaskan sebagai berikut.
Urgency, Seriousness, Growth (USG) adalah salah satu alat untuk
menyusun urutan prioritas isu yang harus diselesaikan. Caranya dengan
menentukan tingkat urgensi, keseriusan, dan perkembangan isu dengan
menentukan skala nilai 1 – 5 atau 1 – 10. Isu yang memiliki total skor
tertinggi merupakan isu prioritas. Untuk lebih jelasnya, pengertian urgency,
seriousness, dan growth dapat diuraikan sebagai berikut.
a. Urgency
Seberapa mendesak isu tersebut harus dibahas dikaitkan dengan
waktu yang tersedia serta seberapa keras tekanan waktu tersebut untuk
memecahkan masalah yang menyebabkan isu tadi.
b. Seriousness
Seberapa serius isu tersebut perlu dibahas dikaitkan dengan akibat
yang timbul dengan penundaan pemecahan masalah yang menimbulkan
isu tersebut atau akibat yang menimbulkan masalah-masalah lain kalau
masalah penyebab isu tidak dipecahkan. Perlu dimengerti bahwa dalam
keadaan yang sama, suatu masalah yang dapat menimbulkan masalah lain
adalah lebih serius bila dibandingkan dengan suatu masalah lain yang
berdiri sendiri atau keseriusan dari masalah, yakni dengan melihat
dampak masalah tersebut terhadap produktifitas kerja, pengaruh terhadap
keberhasilan, membahayakan system atau tidak.
24
c. Growth
Seberapa kemungkinan-kemungkinannya isu tersebut menjadi
berkembang dikaitkan kemungkinan masalah penyebab isu akan makin
memburuk kalau dibiarkan.
Metode USG merupakan salah satu cara menetapkan urutan prioritas
masalah dengan metode teknik scoring. Proses untuk metode USG
dilaksanakan dengan memperhatikan urgensi dari masalah, keseriusan
masalah yang dihadapi, serta kemungkinan bekembangnya masalah tersebut
semakin besar. Hal tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut.
Urgency atau urgensi, yaitu dilihat dari tersedianya waktu, mendesak
atau tidak masalah tersebut diselesaikan.
Seriousness atau tingkat keseriusan dari masalah, yakni dengan
melihat dampak masalah tersebut terhadap produktifitas kerja, pengaruh
terhadap keberhasilan, membahayakan system atau tidak.
Growth atau tingkat perkembangan masalah yakni apakah masalah
tersebut berkembang sedemikian rupa sehingga sulit untuk dicegah.
Penggunaan metode USG dalam penentuan prioriotas masalah
dilaksanakan apabila pihak perencana telah siap mengatasi masalah yang
ada, serta hal yang sangat dipentingkan adalah aspek yang ada dimasyarakat
dan aspek dari masalah itu sendiri, dan dari hal tersebut dapat disimpulkan
dan diambil inti dari metode USG. Melalui metode ini kita lebih bisa
menspesifikasikan masalah yang akan dituju dan dibahas agar penulis bisa
lebih menfokuskan masalah yang ada dalam lingkungan sekitar.
25
B. Kerangka Pemikiran
Untuk mempermudah penulis dalam memecahkan masalah, maka
penulis membuat kerangka pikir sebagai berikut :
Gambar 2.2 kerangka pikir
KEGAGALAN PEMBAKARAN PADA BURNER INCINERATOR
Analisa penyebab kegagalan pembakaran
pada burner incinerator
1. Suhu wasted oil tank yang kurang
2. Nozzle yang tersumbat oleh carbon
sisa pembakaran
3. Filter wasted oil tank kotor
4. Flame eye kotor
Dampak yang ditimbulkan
1. Wasted oil terlalu kental untuk
pembakaran
2. Nozzle tidak bisa menyemprot
3. Tekanan pembakaran kurang
4. Tidak terdeteksinya nyala api
Upaya penangan yang dilakukan
1. Melakukan penambahan suhu pada wasted oil tank dengan membuka
v/v uap
2. Lakukan pembersihan dan pengecekan nozzle
3. Lakukan pengecekan dan pembersihan serta penggantian
4. Melakukan pembersihan pada sensor flame eye
Pembakaran incinerator berjalan
normal
26
1. Faktor-faktor penyebab kegagalan pembkaran waste oil :
a. Suhu waste oil tank yang kurang
b. Nozzle yang tersumbat
c. Filter waste oil tank kotor
d. Flame eye kotor
2. Pengaruh terhadap kerja incinerator
a. Terganggunya proses pembakaran waste oil
C. Definisi Operasional
Incinerator dibuat dengan prinsip dasar adalah memastikan bahwa
sebuah pembakaran terjadi dengan efisiensi yang tinggi dan keamanan yang
terjamin. incinerator dikapal dapat digunakan untuk membakar sampah-
sampah dan minyak kotor baik secara sendiri-sendiri atau secara bersama-
sama, tergantung dengana keadaan yang ada di kapal.
Gangguan pada incinerator terjadi akibat adanya penghambatan
terhadap proses pembakaran yang tidak terjadi secara sempurna atau
dikarenakan adanya tidak bekerjanya pesawat-pesawat pendukung seperti
pompa bahan bakar, burner, pemanas minyak dan lain sebagainya.
Untuk kelancaran kerja dari incinerator perlu diperhatikan beberapa hal
yaitu:
1. Suhu pada waste oil settling tank antara 80-100°C.
2. Saringan dalam keadaan bersih.
3. Tekanan angin 0.25 kg/cm².
4. Tekanan bahan bakar 0,5 kg/cm².
27
5. Burner dapat bekerja dengan baik dalam hal ini penyemprotannya
sempurna.
6. Blower bisa bekerja dengan normal dan bisa menghasilkan udara yang
optimal.
7. Nozzle bersih tidak sering kotor dengan melakukana perawatan yaitu
minyak kotor harus panas dan bahan bakar harus bersih atau tersaring
dahulu sebelum masuk keruang bakar incinerator.
8. Pompa bahan bakar bisa bekerja dengan baik.
9. Flame eye harus bisa bekerja dengan baik yaitu bisa memberi signal bila
terjadi miss fire.