BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian yang Relevanrepository.ump.ac.id/1074/3/BAB II.pdf · merupakan...

20
BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian yang Relevan Penelitian mengenai interferensi morfologik bahasa Jawa dalam bahasa Indonesia pada rubrik “SMS 24 Jam” Radar Banyumas edisi Januari - Mei 2016. Penelitian yang peneliti lakukan berbeda dengan penelitian yang sudah ada sebelumnya. Untuk membuktikannya, peneliti meninjau dua penelitian di Universitas Muhammadiyah Purwokerto. Relevan mengenai interferensi morfologik bahasa Jawa dalam bahasa Indonesia pada rubrik “SMS 24 Jam” Radar Banyumas edisi Januari - Mei 2016. Penelitian tersebut dapat dilihat diantaranya sebagai berikut: 1. Penelitian dengan judul “Interferensi Bahasa Jawa Dialek Tegal dalam Pemakaian Bahasa Indonesia di Kalangan para Guru Bahasa Indonesia di MTs Asy-Syafi’iyah Karangasem Margasari Tegal”. Penelitian tersebut dilakukan oleh Umi Fuadah dari Universitas Muhammadiyah Purwokerto pada tahun 2012. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Umi Fuadah meliputi interferensi fonologi dialek tegal, interferensi morfologi dialek tegal, dan interferensi sintaksis dialek tegal di kalangan guru Bahasa Indonesia. Kemudian, menganalisis interferensi partikel bahasa Jawa. Persamaan penelitian Umi Fuadah dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah terletak pada teori yang akan dibahas. Dalam penelitian relevan, dan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti menggunakan teori tentang interferensi. Penelitian relevan dan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti, sama-sama menganalisis interferensi bahasa Jawa. 8 Interferensi Morfologik Bahasa..., Dewi Rinawati, FKIP, UMP, 2017

Transcript of BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian yang Relevanrepository.ump.ac.id/1074/3/BAB II.pdf · merupakan...

Page 1: BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian yang Relevanrepository.ump.ac.id/1074/3/BAB II.pdf · merupakan sistem lambang bunyi yang arbitrer, yang dipergunakan oleh para anggota suatu masyarakat

8

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Penelitian yang Relevan

Penelitian mengenai interferensi morfologik bahasa Jawa dalam bahasa

Indonesia pada rubrik “SMS 24 Jam” Radar Banyumas edisi Januari - Mei 2016.

Penelitian yang peneliti lakukan berbeda dengan penelitian yang sudah ada

sebelumnya. Untuk membuktikannya, peneliti meninjau dua penelitian di Universitas

Muhammadiyah Purwokerto. Relevan mengenai interferensi morfologik bahasa Jawa

dalam bahasa Indonesia pada rubrik “SMS 24 Jam” Radar Banyumas edisi Januari -

Mei 2016. Penelitian tersebut dapat dilihat diantaranya sebagai berikut:

1. Penelitian dengan judul “Interferensi Bahasa Jawa Dialek Tegal dalam

Pemakaian Bahasa Indonesia di Kalangan para Guru Bahasa Indonesia di

MTs Asy-Syafi’iyah Karangasem Margasari Tegal”.

Penelitian tersebut dilakukan oleh Umi Fuadah dari Universitas

Muhammadiyah Purwokerto pada tahun 2012. Hasil penelitian yang dilakukan oleh

Umi Fuadah meliputi interferensi fonologi dialek tegal, interferensi morfologi dialek

tegal, dan interferensi sintaksis dialek tegal di kalangan guru Bahasa Indonesia.

Kemudian, menganalisis interferensi partikel bahasa Jawa. Persamaan penelitian Umi

Fuadah dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah terletak pada teori yang

akan dibahas. Dalam penelitian relevan, dan penelitian yang akan dilakukan oleh

peneliti menggunakan teori tentang interferensi. Penelitian relevan dan penelitian yang

akan dilakukan oleh peneliti, sama-sama menganalisis interferensi bahasa Jawa.

8

Interferensi Morfologik Bahasa..., Dewi Rinawati, FKIP, UMP, 2017

Page 2: BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian yang Relevanrepository.ump.ac.id/1074/3/BAB II.pdf · merupakan sistem lambang bunyi yang arbitrer, yang dipergunakan oleh para anggota suatu masyarakat

9

Perbedaan penelitian terdahulu dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti

adalah pada teori. Teori yang digunakan oleh Umi Fuadah meliputi interferensi

fonologi, interferensi morfologik dan interferensi sintaksis. Pada penelitian yang

peneliti lakukan, teorinya dibatasi yaitu hanya menggunakan teori interferensi

morfologik saja. Pada penelitian terdahulu data interferensi yang menjadi bahan

penelitian berasal dari sebuah tuturan atau dialek tegal sedangkan sumber datanya

adalah tuturan seorang guru bahasa Indonesia di MTs. Sedangkan pada penelitian

yang peneliti lakukan data interferensinya berasal dari kata dan sumber datanya dari

wacana rubrik “SMS 24 Jam” di Radar Banyumas.

2. Penelitian dengan judul “Interferensi Bahasa Pertama terhadap Penggunaan

Bahasa Kedua Siswa Kelas V dan VI SD Negeri Tambaksari 03 Kedungreja

Cilacap.”

Penelitian tersebut dilakukan oleh Marfungah dari Universitas Muhammadiyah

Purwokerto pada tahun 2012. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Marfungahadalah

tentang aspek fonologi yang mencakup penggantian fonem (adaptasi). Aspek

morfologi yang mencakup pengimbuhan di depan (ater-ater), konfiks atau simulfiks

bahasa Jawa, pengulangan bahasa Jawa. Aspek sintaksis yang mencakup pemakaian

bahasa Jawa, pemilihan kata yang tidak tepat dalam bahasa Indonesia, pemakaian

partikel bahasa Jawa, dan aspek semantik yang mencakup makna kata dan hiponimi.

Persamaan penelitian terdahulu dengan penelitian yang peneliti lakukan dan sama-

sama menganalisis interferensi bahasa Jawa. Dalam penelitian terdahulu dan

penelitian yang peneliti lakukan sama-sama menganalisis interferensi morfologik.

Interferensi Morfologik Bahasa..., Dewi Rinawati, FKIP, UMP, 2017

Page 3: BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian yang Relevanrepository.ump.ac.id/1074/3/BAB II.pdf · merupakan sistem lambang bunyi yang arbitrer, yang dipergunakan oleh para anggota suatu masyarakat

10

Perbedaan dari penelitian terdahulu dengan penelitian ini adalah penelitian

yang dilakukan oleh Marfungah mengkaji interferensi yang terjadi pada sebuah

tuturan atau percakapan pada siswa kelas V dan VI SD Negeri Tambaksari 03

Kedungreja Cilacap. Teori interferensi dalam penelitian Marfungah meliputi

interferensi fonologi, interferensi morfologik, interferensi sintaksis, interferensi

partikel dan interferensi unsuriah. Sedangkan penelitian yang peneliti lakukan hanya

membatasi pada teori interferensi morfologik yang digunakan sebagai acauan. Pada

penelitian terdahulu mengkaji interferensi morfologik bahasa Jawa yangdatanya

berasal dari tuturan atau dialek sedangkan peneliti datanya berpa kata yang

terinterferensi morfologik bahasa Jawa. Sumber datapenelitian terdahulu berupa

tuturan siswa sedangkan sumber data peneleiti berasal dari wacana rubrik “SMS 24

Jam” pada surat kabar Radar Banyumas. Berdasarkan kedua penelitian di atas

membuktikan bahwa penelitian yang peneliti lakukan benar-benar berbeda dengan

penelitian sebelumnya, sehingga penelitian ini perlu dilakukan.

B. Pengertian Bahasa

Menurut Chaer (2007: 30) bahasa adalah satu sistem, sama dengan sistem –

sistem lain, yang sekaligus bersifat sistematis dan sistemis. Ciri-ciri bahasa, antara lain

adalah bahwa bahasa itu sebuah sistem lambang, berupa bunyi, bersifat arbitrer,

produktif, dinamis, beragam, dan manusiawi (Chaer,2004: 11). Bahasa sebagai suatu

sistem komunikasi merupakan suatu bagian atau subsistem dari sistem kebudayaan.

Bahasa sebagai salah satu kegiatan sosial merupakan bagian dari kebudayaan (Aslinda

danLeni Syafyahya 2010: 96). Kridalaksana (2008: 24) menyebutkan bahwa bahasa

Interferensi Morfologik Bahasa..., Dewi Rinawati, FKIP, UMP, 2017

Page 4: BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian yang Relevanrepository.ump.ac.id/1074/3/BAB II.pdf · merupakan sistem lambang bunyi yang arbitrer, yang dipergunakan oleh para anggota suatu masyarakat

11

merupakan sistem lambang bunyi yang arbitrer, yang dipergunakan oleh para anggota

suatu masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasikan diri.

Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa bahasa adalah sebuah sistem

lambang berupa bunyi, bersifat arbitrer, produktif, dinamis, beragam, dan manusiawi.

Bahasa merupakan suatu sistem komunikasi sebagai kegiatan sosial bagiandari

kebudayaan. Bahasa digunakan oleh para anggota kelompok suatu masyarakat untuk

bekerja sama, berkomunikasi, dan mengidentifikasikan diri. Secara tradisional bahasa

adalah alat untuk berinteraksi atau alat untuk berkomunikasi, dalam arti alat untuk

menyampaikan pikiran, gagasan, konsep atau juga perasaan. Jadi, fungsi bahasa yang

paling mendasar adalah sebagai alat komunikasi, yakni sebagai alat pergaulan

antarsesama dan alat untuk menyampaikan pikiran.

C. Kedwibahasaan (Bilingualisme)

Chaer dan Leonie Agustina (2004: 85) menjelaskan bahwa kedwibahasaan

(bilingualisme) adalah digunakannya dua buah bahasa oleh seorang penutur dalam

pergaulannya dengan orang lain secara bergantian dan menimbulkan sejumlah

masalah. Menurut (Suwandi, 2008: 1) kedwibahasaan (bilingualisme) merupakan cara

hidup alamiah ratusan juta manusia di bumi ini. Bilingualisme diartikan kebiasaan

memakai dua bahasa dalam pergaulan hidup. Menurut Depdiknas, (2008: 349)

kedwibahasaan adalah perihal memakai dua bahasa, seperti bahasa daerah di samping

bahasa nasional. Aslinda dan Leni Syafyahya (2010: 8) menjelaskan kedwibahasaan

sebagai kemampuan atau kebiasaan yang telah dimiliki oleh penutur dalam

menggunakan bahasa.

Interferensi Morfologik Bahasa..., Dewi Rinawati, FKIP, UMP, 2017

Page 5: BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian yang Relevanrepository.ump.ac.id/1074/3/BAB II.pdf · merupakan sistem lambang bunyi yang arbitrer, yang dipergunakan oleh para anggota suatu masyarakat

12

Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa kedwibahasaan

merupakan pemakaian dua buah bahasa oleh penutur secara bergantian sehingga akan

menimbulkan masalah. Kedwibahasaan juga disebut dengan bilingualisme yaitu

kebiasaan memakai dua bahasa dalam pergaulan hidup misalnya, menggunakan dua

bahasa yaitu bahasa daerah di samping bahasa nasional. Kedwibahasaan dapat

mengandung arti yaitu kemampuan menggunakan dua bahasa (bilingualitas) dan

kebiasaan memakai dua bahasa (bilingualism). Maksudnya, dalam hal kedwibahasaan,

seorang dwibahasawan tidak harus menguasai secara aktif dua bahasa, tetapi cukuplah

apabila ia mengetahui secara pasif dua bahasa tersebut. Perluasan itu berkaitan dengan

pengertian kedwibahasaan yang tadinya dihubungkan dengan penggunaan bahasa

diubah menjadi pengetahuan tentang bahasa.

D. Interferensi

1. Pengertian Interferensi

Menurut Weinreich (dalam Chaer dan Leonie Agustina, 2004:120),

interferensi yaitu adanya perubahan sistem suatu bahasa sehubungan dengan adanya

persentuhan bahasa tersebut dengan unsur-unsur bahasa lain yang dilakukan oleh

penutur yang bilingual. Interferensi timbul karena adanya kontak bahasa, sehingga

terjadi tutup menutup bagian-bagian bahasa karena seorang dwibahasawan

menerapkan dua buah sistem secara serempak pada suatu unsur bahasa. Suwito (dalam

Aslinda dan Leni Syafyahya 2010: 67) menyebutkan bahwa interferensi dapat terjadi

dalam semua komponen kebahasaan, yaitu bidang tata bunyi, tata kalimat, tata kata,

dan tata makna.Alwasilah (dalam Aslinda dan Leni Syafyahya 2010: 66) mengatakan

interferensi berarti adanya saling pengaruh antarbahasa. Pengaruh itu dalam bentuk

Interferensi Morfologik Bahasa..., Dewi Rinawati, FKIP, UMP, 2017

Page 6: BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian yang Relevanrepository.ump.ac.id/1074/3/BAB II.pdf · merupakan sistem lambang bunyi yang arbitrer, yang dipergunakan oleh para anggota suatu masyarakat

13

yang paling sederhana berupa pengambilan satu unsur dari satu bahasa dan digunakan

dalam hubungannya dengan bahasa lain.

Hartman dan Stork (dalam Chaer dan Leonie Agustina 2010: 121) mengatakan

bahwa interferensi tidak disebut dengan “pengacauan” atau “kekacauan”, melainkan

“kekeliruan”, yang terjadi sebagai akibat terbawanya kebiasaan-kebiasaan ujaran

bahasa ibu atau dialek kedalam bahasa atau dialek bahasa.Interferensi menimbulkan

kontak bahasa yang terjadi pada diri dwibahasawan yang menimbulkan saling

pengaruh antara bahasa pertama dan bahasa kedua. Saling pengaruh atau pengaruh

timbal balik tersebut akan menjadi semakin intensif apabila jumlah dwibahasawan

yang menggunakan kedua bahasa tersebut semakin besar. Artinya, intensitas saling

pengaruh antara bahasa pertama dan bahasa kedua berbanding lurus dengan jumlah

dwibahasawan yang menggunakan kedua bahasa itu. Sepanjang sistem bahasa yang

digunakan itu mempunyai kesamaaan dalam kedua bahasa tersebut maka belum

terjadi kekacauan. Akan tetapi, apabila sistem bahasa yang digunakan berbeda pada

kedua bahasa itu maka mulailah timbul kekacauan.Kridalaksana (2008: 95)

mengartikan:

(1) interferensi merupakan penggunaan unsur bahasa lain oleh bahasawan

yang bilingual secara individual dalam suatu bahasa, ciri-ciri bahasa lain itu

masih kentara (berlainan dari integrasi). Interferensi berbeda-beda sesuai

dengan medium, gaya, ragam, dan konteks yang dipergunakan oleh orang yang

bilingual itu. (2) interferensi merupakan kesalahan bahasa berupa unsur bahasa

sendiri yang dibawa ke dalam bahasa atau dialek lain yang dipelajari.

Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa interferensi yaitu adanya

perubahan sistem suatu bahasa sehubungan dengan adanya persentuhan bahasa

tersebut dengan unsur-unsur bahasa lain yang dilakukan oleh penutur bilingual.

Interferensi timbul karena adanya kontak bahasa yang terjadi pada semua komponen

Interferensi Morfologik Bahasa..., Dewi Rinawati, FKIP, UMP, 2017

Page 7: BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian yang Relevanrepository.ump.ac.id/1074/3/BAB II.pdf · merupakan sistem lambang bunyi yang arbitrer, yang dipergunakan oleh para anggota suatu masyarakat

14

bahasa yaitu bidang tata bunyi, tata kalimat, tata kata, dan tata makna. Interferensi

menyebabkan saling pengaruh, dan menyebabkan kekeliruan. Interferensi

menimbulkan kontak bahasa pada dwibahasawan. Interferensi digunakan oleh orang

yang bilingual sesuai dengan gaya, ragam dan konteksnya, sehingga dianggap sebagai

suatu kesalahan bahasa.

E. Interferensi Morfologik

1. Pengertian Interferensi Morfologik

Menurut Ramlan (2012:21) morfologi ialah bagian dari ilmu bahasa yang

membicarakan atau mempelajari seluk-beluk bentuk kata serta pengaruh perubahan-

perubahan bentuk kata terhadap golongan dan arti kata. Pembentukan morfem dengan

afiks harus disesuaikan dengan kaidah penggunaan bahasa Indonesia. Ramlan

(2001:63) menyatakan bahwa afiks suatu bahasa digunakan untuk membentuk kata

dalam bahasa lain. Sedangkan afiks adalah morfem imbuhan yang berupa awalan,

akhiran, sisipan, serta kombinasi afiks. Afiks bisa memempati posisi depan, belakang,

tengah bahkan di antara morfem dasar.

Pembentukan kata bahasa kedua tidak selamanya sesuai dengan kaidah

pembentukannya, terkadang pembentukannya terinterferensi afiks bahasa Ibu. Jadi,

interferensi morfologik merupakan kekeliruan yang dianggap sebagai suatu kesalahan

bahasa pada unsur pembentukan kata. Interferensi morfologik dapat terjadi apabila

dalam pembentukan kata suatu bahasa menyerap afiks-afiks bahasa lain. Afiks suatu

bahasa digunakan untuk membentuk kata dalam bahasa lain. Sedangkan afiks adalah

morfem imbuhan yang berupa awalan, akhiran, sisipan, serta kombinasi afiks.

Interferensi Morfologik Bahasa..., Dewi Rinawati, FKIP, UMP, 2017

Page 8: BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian yang Relevanrepository.ump.ac.id/1074/3/BAB II.pdf · merupakan sistem lambang bunyi yang arbitrer, yang dipergunakan oleh para anggota suatu masyarakat

15

Bentukan kata interferensi morfologik berasal dari bentuk dasar bahasa Indonesia +

afiks bahasa daerah.

Ada beberapa jenis interferensi. Chaer (2003: 121) membagi interferensi

menjadi tiga bagian, yaitu (1) interferensi fonologi, (2) interferensi morfologik, dan

(3) interferensi sintaksis. Dari ketiga jenis interferensi tersebut peneliti hanya

menggunakan teori interferensi morfologik yang dikhususkan sebagai acuan sesuai

dengan data sebagai fenomena yang ditemukan sebelum penelitian. Menurut Chaer

dan Leonie Agustina (2004: 123) interferensi dalam bidang morfologik antara lain

terdapat dalam pembentukan kata dengan afiks. Afiks-afiks suatu bahasa digunakan

untuk membentuk kata dalam bahasa lain. Dalam bahasa Belanda dan Inggris ada

sufiks –isasi, maka banyak penutur bahasa Indonesia menggunakannya dalam

pembentukan kata bahasa Indonesia seperti neonisasi, aktualisasi, dan globalisasi.

Bentuk-bentuk tersebut merupakan penyimpangan dari sistematik morfologi,

dalam bahasa Indonesia ada konfiks pe-an. Jadi, bentuk tersebut seharusnya adalah

peneonan, pengaktualan, dan pengglobalan. Penggunaan bentuk-bentuk kata seperti

ketabrak, kejebak, kekecilan, dan kemahalan dalam bahasa Indonesia baku juga

termasuk interferensi, sebab imbuhan yang digunakan disitu berasal dari bahasa Jawa

dan dialek Jakarta. Bentuk yang baku adalah tertabrak, terjebak, terlalu kecil, dan

terlalu mahal. Aslinda dan Leni Syafyahya (2010: 75) membagi bentuk interferensi

morfologik menjadi tiga: (a) afiksasi, (b) pengulangan, dan (c) pemajemukan.

2. Bentuk Interferensi Morfologik

Interferensi morfologik terjadi penyerapan unusur bahasa Jawa ke dalam

pembentukan kata bahasa Indonesia. Misalnya kata yang berafiks bahasa daerah dan

Interferensi Morfologik Bahasa..., Dewi Rinawati, FKIP, UMP, 2017

Page 9: BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian yang Relevanrepository.ump.ac.id/1074/3/BAB II.pdf · merupakan sistem lambang bunyi yang arbitrer, yang dipergunakan oleh para anggota suatu masyarakat

16

bentuk dasar bahasa indonesia atau sebaliknya. Bentuk- bentuk Interferensi

morfologik meliputi afiksasi, pengulangan dan pemajemukan. Afiksasi dalam bahasa

jawa disebut afiksasi. Pengulangan dalam bahasa Jawa disebut tembung rangkep.

Pemajemukan dalam bahasa Jawa disebut tembung camboran.

a. Afiksasi

1) Pengertian Afiksasi

Kridalaksana (2007: 28) menjelaskan afiksasi adalah proses yang mengubah

leksem menjadi kata yang kompleks. Dalam hal ini bahwa afiks-afiks itu membentuk

satu sistem sehingga kata dalam bahasa Indonesia menjadi rangkaian proses yang

berkaitan. Afiksasi merupakan peristiwa pembentukan kata dengan jalan

membubuhkan afiks pada bentuk dasar (Muslich, 2009: 38). Menurut Ramlan (2012:

56) afiksasi merupakan proses pembubuhan afiks pada sesuatu satuan yang berupa

bentuk tunggal maupun bentuk kompleks untuk membentuk kata. Kata yang dibentuk

dengan membubuhkan afiks dalam bahasa Jawa disebut tembung andhahan. Tembung

andhahan yaitu tembung sing wus owah saka linggane amarga kawuwuhi imbuhan

(kata jadian yaitu kata yang sudah berubah dari bentuk dasarnya karena mendapat

imbuhan).

2) Jenis Afiks

Jenis afiks atau imbuhan bahasa Jawa wujudnya ada empat. Afiks bahasa Jawa

meliputi ater-ater. Dalam bahasa Jawa ater-ater disebut dengan awalan atau prefiks.

Dalam bahasa Indonesia seselan disebut dengan sisipan atau infiks. Dalam bahasa

Interferensi Morfologik Bahasa..., Dewi Rinawati, FKIP, UMP, 2017

Page 10: BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian yang Relevanrepository.ump.ac.id/1074/3/BAB II.pdf · merupakan sistem lambang bunyi yang arbitrer, yang dipergunakan oleh para anggota suatu masyarakat

17

Indonesia panambang disebut dengan akhiran atau sufiks. imbuhan bebarengan atau

konfiks.

a) Ater-Ater (Awalan/ Prefiks)

Menurut Ramlan (2012: 60)afiks-afiks yang terletak di lajur paling depan

disebut prefiks, karena selalu melekat di depan bentuk dasar. Prefiks dalam bahasa

Jawa disebut ater-ateryaitu sistem pengimbuhan afiks atau imbuhan yang diletakkan

di awal morfem. Menurut Sasangka (2008: 41) ater-ateriku imbuhan kang dununge

ing kiwaning tembung utawa ing ngarep tembung (awalan yaitu yang terletak di

sebelah kiri kata atau di depan kata). Ater-ater dapat ditulis dengan tanda {A-} yang

meliputi ater-ater hanuswara {m-, n-, ng-, ny-}. Setiyanto (2007: 54) menjelaskan

selain ater-ater hanuswara terdapat juga ater-ater swara irung (suara sengau) yang

meliputidak-, ko-, di-, ka-, ke-, sa-, pa-, pi-, pra-, tar-, kuma-, kapi-, a-, ma, pan-,

pam-, pang-, dan sebagainya.

Contoh ater-ater hanuswara: m- + waca → maca „membaca‟ n- + jaluk → njaluk „meminta‟ ng- + ombe → ngombe „meminum‟ ny- + cekel → nyekel „memegang‟ Contoh ater-ater swara irung: dak- + pangan → dakpangan „saya makan‟ ko- + jupuk → kojupuk „kamu ambil di- + balang → dibalang „mereka lempar‟ ka- + utus → kautus „diutus‟ ke- + siram → kesiram „tidak sengaja menyiram‟ sa- + iji → saiji „satu‟ pa- + warta → pawarta „berita‟ pi- + wulang → piwusang „yang diajarkan‟ pra- + lambang → pralambang „merupakan‟ tar- + tamtu → tartamtu „tetentu‟ kuma- + ayu → kumayu „genit‟ kapi- + lare → kapilare „bocah banget‟ a- + wujud → awujud „punya wujud

Interferensi Morfologik Bahasa..., Dewi Rinawati, FKIP, UMP, 2017

Page 11: BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian yang Relevanrepository.ump.ac.id/1074/3/BAB II.pdf · merupakan sistem lambang bunyi yang arbitrer, yang dipergunakan oleh para anggota suatu masyarakat

18

ma- + wetan → mangetan „pergi menyembah‟ pam- + priksa → pamriksa „pemeriksa‟ pang- + ayom → pangayom „pelindung‟

b) Seselan (Sisipan/Infiks)

Menurut Ramlan (2012: 60) afiks-afiks yang terletak di lajur tengah disebut

infiks. Infiks selalu melekat di tengah bentuk dasar atau afiks yang dibubuhkan di

dalam bentuk dasar. Infiks dalam bahasa Jawa disebut seselan. Seselan yaitu sistem

pengimbuhan afiks atau imbuhan yang disisipkan di tengah morfem. Infiks disebut

juga sisipan. Menurut Sasangka (2008: 58) seselan atau sisipan (infiks) yaitu imbuhan

kang kadunungake ing tengah tembung (imbuhan yang terletak di tengah kata),

macam-macam seselan bahasa Jawa terdiri dari -um-, -in-, -er-,dan -el-.

Contoh: ili + (-um-) → umili → mili „mengalir‟ utus + (-in-) → ingutus → „diutus‟ gandhul + (-er-) → gerandhul →„grandhul‟ titi + (-el-) → teliti →„teliti‟

c) Panambang (Akhiran/Sufiks)

Menurut Ramlan (2012: 60) afiks-afiks yang terletak di lajur paling belakang

disebut sufiks, karena selalu melekat di belakang bentuk dasar. Sufiks dalam bahaa

Jawa disebut panambang. Panambang yaitu sistem pengimbuhan afiks atau imbuhan

yang ditambahkan di akhir morfem. Sufiks disebut juga dengan akhiran. Beberapa

macam panambang dalam bahasa Jawa -i, -a, -e, -en, -an, -na, -ana, -ane, -ake, -ne, -

ku, dan –mu (Setiyanto 2007: 54). Menurut Sasangka (2008: 64) panambang atau

akhiran (sufiks) yaitu imbuhan sing dumunung ing buri tembung (imbuhan yang

terletak di belakang kata), macam-macam panambang bahasa Jawa meliputi: -i, -a, -e,

-en, -an, -na, -ana, -ane,dan -ake.

Interferensi Morfologik Bahasa..., Dewi Rinawati, FKIP, UMP, 2017

Page 12: BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian yang Relevanrepository.ump.ac.id/1074/3/BAB II.pdf · merupakan sistem lambang bunyi yang arbitrer, yang dipergunakan oleh para anggota suatu masyarakat

19

Contoh: antem + (-i) → antemi „pukuli‟

tukua + (-a) → tukua „supaya beli‟

kembang + (-e) → kembange „bunganya‟

sapu + (-en) → sapunen „supaya menyapu‟

tandur + (-an) → tanduran „tanaman‟

jupuk + (-na) → jupukna „ambilkan‟

gebug + (-ana) → gebugana „supaya memukul‟

silih + (-ake) → silihake „dipinjamkan‟

lirik + (-ne) → lirikane „lirikannya‟

umah + (-ku) → umahku „rumah saya‟

klambi + (-mu) → klambimu „baju kamu‟

d) Imbuhan Bebarengan/Konfiks

Sasangka (2008: 86) menyebutkan bahwa imbuhan bebarengan yaitu imbuhan

yang berwujud ater-ater (prefiks) dan panambang (sufiks). Imbuhan bebarengan bisa

disebut juga dengan konfiks. Imbuhan bebarengan meliputi {ka-/-an}, {ke-/-en},{pa-

/-an}, {paA-/-an}, dan {pra-/-an} , kemudian {A-/-i}, {A- -a}, {A-/-ake}, {A-/ -ana},

{di-/-i}, {di-/-a}, {di-/-ana}, {di-/-ake}, {-in-/-ana}, dan {sa/ -e}. Dalam bahasa

Indonesia konfiks disebut dengan imbuhan bebarengan yaitu afiks yang terdiri dari

prefiks dan sufiks yang ditempatkan di antara kata dasar. Konfiks merupakan imbuhan

tunggal yang terjadi dari perpaduan awalan dan akhiran yang membentuk satu

kesatuan.

Contoh:

ka- + pinter + (-an) →kapinteran „kecerdikan‟ ke- + cilik + (-en) → keciliken „terlalu kecil‟

pa- + pring + (-an) →papringan „tempat yang ada bambu‟

paA- + giling + (-an) →panggilingan „tempat untuk menggiling‟

pra- + tapa + (-an) →pratapaan „tempat untuk tapa‟

m- + lumpat + (-i) → mlumpati „melompati‟

ng- + lamar + (-a) →nglamara „memerintah supaya melamar‟

ny- + silih + (-ake) →nyilihake „meminjamkan‟

m- + laku + (-e) →mlakune „jalannya‟

di- + lungguh + (-i) →dilungguhi „diduduki‟

di- + campur + (-a) →dicampura„ meskipun dicampur‟

di- + salin + (-ana) →disalinana„ meskipun digantikan‟

Interferensi Morfologik Bahasa..., Dewi Rinawati, FKIP, UMP, 2017

Page 13: BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian yang Relevanrepository.ump.ac.id/1074/3/BAB II.pdf · merupakan sistem lambang bunyi yang arbitrer, yang dipergunakan oleh para anggota suatu masyarakat

20

di- + wales + (-ake) →diwalesake „dibalaskan‟

tulis + (-in-) – ana →tinulisana „meskipun ditulisi‟

sa- + cilik + (-e) →sacilike „sampai kecil‟

b. Tembung Rangkep (Pengulangan)

1) Pengertian Tembung Rangkep (pengulangan)

Setiyanto (2007: 81) menjelaskan kata ulang dalam bahasa Jawa disebut juga

dengan tembung rangkep. Tembung rangkep ialah kata yang diucapkan dua kali

sebagian atau seluruhnya, misalnya: putra-putra, udan-udan. Muslich (2009: 48)

menjelaskan proses pengulangan merupakan peristiwa pembentukan kata dengan jalan

mengulang bentuk dasar, baik seluruhnya maupun sebagian, baik bervariasi fonem

maupun tidak, baik berkombinasi dengan afiks maupun tidak. Menurut Ramlan (2012:

65) proses pengulangan ialah pengulangan suatu gramatik, baik seluruhnya maupun

sebagiannya, baik dengan variasi fonem maupun tidak. Sasangka (2010 :103)

membagi dalam tiga bentuk pengulangan: (1) dwilingga (pengulangan seluruhnya),

(2) dwipurwa (pengulangan dengan mendapat suku kata awal), dan (3) dwiwasana

(pengulangan dengan mendapat suku kata akhiran).

2) Jenis Tembung Rangkep (Pengulangan)

a) Dwilingga (Pengulangan Seluruhnya)

Dalam bahasa Jawa pengulangan seluruhnya disebut dengan dwilingga.

Tembung dwilingga menurut Setiyanto (2007: 81) ialah kata yang diucapkan dua kali.

Bentuknya yaitu lingga+lingga (bentuk dasar + bentuk dasar). Sasangka (2008: 106)

menjelaskan dwilingga yaitu tembung lingga kang dirangkep (kata dasar yang

diulang). Dwilingga terbagi menjadi dwilingga wutuh dan dwilingga salin swara.

Interferensi Morfologik Bahasa..., Dewi Rinawati, FKIP, UMP, 2017

Page 14: BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian yang Relevanrepository.ump.ac.id/1074/3/BAB II.pdf · merupakan sistem lambang bunyi yang arbitrer, yang dipergunakan oleh para anggota suatu masyarakat

21

Dwilingga wutuh yaitu tembung lingga kang karangkep wutuh tanpa ana owah-

owahan apa-apa (dwilingga utuh yaitu bentukdasar yang diulang secara utuh tanpa

ada perubahan apa-apa). Dwilingga salin swara yaitu tembung lingga kang karangkep

mawa owah-owahan swara ( bentuk kata ulang yang diulang dengan perubahan

bunyi).

Contoh dwilingga wutuh (pengulangan utuh):

udan-udan „hujan-hujan‟

takon-takon „bertanya- tanya‟

celuk-celuk „memanggil-manggil

Contoh dwilingga salinswara (pengulangan dengan berubah bunyi):

tokan-takon „ bertanya-tanya‟

celak-celuk „ memanggil-manggil‟

wolak-walik „ bolak- balik

Menurut Sasangka (2008: 108) selain bentuk dwilingga wutuh dan dwilingga

salin swara bentuk dwilingga bisa juga dibubuhi imbuhan. Dwilingga yang berwujud

ater-ater/prefiks (awalan), seselan/infiks (sisipan), atau panambang (akhiran). Kata

ulang berimbuhan yaitu kata ulang dengan mendapat imbuhan, baik pada lingga

pertama maupun pada lingga kedua. Kata ulang berimbuhan adalah mengulang kata

dasar sekaligus dengan imbuhannya (afiksasi). Jenis kata ulang ini adalah kata-kata

yang mengalami reduplikasi dengan mendapat imbuhan pada kata pertama maupun

kata kedua.

Contoh: dialon-alonake „dipelan-pelankan‟

dilemes-lemesake „dilemas-lemaskan‟

b) Dwipurwa (Pengulangan dengan Mendapat Suku Kata Awal)

Dalam bahasa Jawa pengulangan dengan mendapat suku kata awaldisebut

dengan dwipurwa. Sasangka (2008: 104) menjelaskan dwipurwa yaitu tembung kang

dumadi saka pangrangkepe purwane tembung lingga utawa pangrangkepe wanda

Interferensi Morfologik Bahasa..., Dewi Rinawati, FKIP, UMP, 2017

Page 15: BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian yang Relevanrepository.ump.ac.id/1074/3/BAB II.pdf · merupakan sistem lambang bunyi yang arbitrer, yang dipergunakan oleh para anggota suatu masyarakat

22

kawitaning tembung (pengulangan dua suku kata atau lebih yang berada di depan).

Menurut Setiyanto (2007: 86) menjelaskan bahwa tembung dwipurwa adalah tembung

yang diulang purwaning linggane (kata yang diulang berdasarkan suku kata depan

bentuk dasarnya). Dwipurwa merupakan proses pengulangan sebagian atau seluruh

suku kata awal sebuah kata. Dwipurwa dapat disebut juga dengan pengulangan bagian

belakang leksem.

Contoh: bungah→ bubungah→ bebungah „senang‟.

gaman → gagaman →gegaman „senjata‟

lara →lalara →lelara „sakit‟

c) Dwiwasana (Pengulangan dengan Mendapat Suku Kata Akhir)

Dalam bahasa Jawa pengulangan dengan mendapat suku kata di akhir disebut

dwiwasana. Sasangka (2008: 104) dwiwasana yaitu tembung kang ngrangkep wanda

wekasan utawa ngrangkep wasanane tembung (kata yang diulangdi akhir atau

pengulangan akhir kata). Menurut Setiyanto (2007: 88) dwiwasana merupakan kata

yang direkati suku kata yang belakang. Dwiwasana adalah salah satu bentuk tembung

rangkep (kata ulang) dalam bahasa Jawa. Disebut tembung dwiwasana karena proses

pembentukannya dengan jalan mengulang bagian akhir dari suku kata bentuk

dasarnya.

Contoh: cekik + kik menjadi cekikik „tertawa terbahak-bahak‟

cenges→ cengesnges→ cengenges „tertawa- tawa‟

c. Tembung Camboran (Pemajemukan)

1) Pengertian Tembung Camboran (Pemajemukan)

Dalam bahasa Jawa pemajemukan disebut dengan tembung camboran.

Pemajemukan adalah proses pembentukan kata melalui penggabungan morfem dasar

yang hasil keseluruhannya berstatus sebagai kata yang mempunyai pola fonologis,

Interferensi Morfologik Bahasa..., Dewi Rinawati, FKIP, UMP, 2017

Page 16: BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian yang Relevanrepository.ump.ac.id/1074/3/BAB II.pdf · merupakan sistem lambang bunyi yang arbitrer, yang dipergunakan oleh para anggota suatu masyarakat

23

gramatikal, dan semamntik. Menurut Sasangka (2008: 112) tembung camboran atau

kata majemuk (kompositum) yaitu tembung loro utawa luwih sing digandheng dadi

siji lan tembung mau dadi tembung anyar kang tegese uga melu anyar (dua kata atau

lebih yang disambung menjadi satu dan kata tersebut menjadi kata baru yang

mempunyai makna baru). Pemajemukan juga dapat diartikan sebagai dua kata atau

lebih yang menjadi satu dengan erat sekali dan menunjuk atau menimbulkan

penggantian baru. Setiyanto (2007: 91) berpendapat bahwa tembung camboran (kata

majemuk) ialah dua kata atau lebih disambung menjadi satu. Tembung camboran

terdiri dari tembung camboran wutuh dan tembung camboran tugel. Tembung

camboran wutuh yaitu kata majemuk yang dibentuk dari bentuk dasar yang masih

utuh. Tembung camboran tugel yaitu kata majemuk yang dibentuk dari bentuk dasar

yang disingkat. Adapun kata-katanya ada yang utuh dan ada juga yang sudah

disingkat.

2) Jenis Tembung Camboran (Pemajemukan)

Pada paragraf di bawah ini dijelaskan jenis-jenis tembung camboran. Jenis –

jenis tembung camboran meliputi. Pertama (a) tembung Camboran Wutuh, yaitu kata

majemuk yang dibentuk dari bentuk dasar yang masih utuh dan runtut. Contoh dari

tembung camboran wutuh, yaitu buku gambar, kacamata, mahasiswa. Kedua (b)

tembung camboran tugel, yaitu kata majemuk yang dibentuk dari bentuk dasar yang

disingkat. Contoh dari tembung camboran tugel, yaitu lareangon yang artinya araning

ula‟ dhegus berasal dari gedhe dan bagus. Jadi dalam bahasa Jawa jenis – jenis

tembung camboran (pemajemukan) meliputi tembung camboran wutuh yang berarti

kata majemuk utuh dan tembung camboran tugel berarti kata majemuk yang disingkat.

Interferensi Morfologik Bahasa..., Dewi Rinawati, FKIP, UMP, 2017

Page 17: BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian yang Relevanrepository.ump.ac.id/1074/3/BAB II.pdf · merupakan sistem lambang bunyi yang arbitrer, yang dipergunakan oleh para anggota suatu masyarakat

24

F. Bahasa Jawa

Bahasa Jawa merupakan bahasa pertama penduduk Jawa yang digunakan dan

tinggal di Propinsi Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Timur, Banten,

Lampung, sekitar Medan, daerah-daerah transmigrasi di Indonesia, di antaranya

sebagai Provinsi Riau, Jambi, Kalimantan Tengah, dan beberapa tempat di luar negeri,

yaitu Suriname, Belanda New Caledonia, dan Pantai Barat Johor. Jumlah penuturnya

sekarang 75,5 juta. Di dunia terdapat 6.703 bahasa. Bahasa Jawa urutan ke-11 dalam

hal jumlah penutur terbanyak. Bahasa Jawa disebut juga bahasa Jawa Baru/Modern

dipakai oleh masyarakat Jawa sejak sekitar abad 16 sampai sekarang (Wedhawati

2006:1). Bahasa Jawa adalah salah satu bahasa komunikasi yang digunakan secara

khusus di lingkungan etnis Jawa. Bahasa ini merupakan bahasa pergaulan, yang

digunakan untuk berinteraksi antarindividu dan memungkinkan terjadinya komunikasi

dan perpindahan informasi sehingga tidak ada individu yang ketinggalan zaman.

Bahasa Jawa juga merupakan salah satu warisan budaya Indonesia dan dijaga karena

jika tidak bahasa Jawa dapat terkikis dan semakin hilang dari pulau Jawa.

G. Koran

1. Pengertian Koran

Menurut Depdiknas, (2011: 266) menjelaskan koran adalah lembaran –

lembaran kertas bertuliskan kabar berita dan sebagainya, terbagi dalam kolom-kolom

yang terdiri dari 8-9 kolom, terbit setiap hari atau secara periodik atau bisa disebut

dengan surat kabar harian. Koran sejenis media massa yang memberitakan kejadian-

kejadian sehari-hari dalam kehidupan manusia. Koran biasanya ditujukan sebagai

kegiatan komersil dari penerbit koran yang bersangkutan. Tulisan-tulisan yang

Interferensi Morfologik Bahasa..., Dewi Rinawati, FKIP, UMP, 2017

Page 18: BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian yang Relevanrepository.ump.ac.id/1074/3/BAB II.pdf · merupakan sistem lambang bunyi yang arbitrer, yang dipergunakan oleh para anggota suatu masyarakat

25

terdapat dalam sebuah koran dihasilkan oleh para penulis berita yang disebut sebagai

wartawan. Wartawan tersebut bertugas untuk menulis kejadian-kejadian menarik yang

terjadi di tengah masyarakat. Di dalam sebuah koran, biasanya terdapat banyak

wartawan yang disebarkan ke berbagai daerah untuk mengumpulkan dan menulis

berita yang menarik yang nantinya akan menjadi isi dari koran tersebut. Wartawan

tersebut bertugas secara resmi atas nama koran yang bersangkutan dan mendapatkan

bayaran atau gaji dari koran tempat dia mempublikasikan berita atau tulisannya.

Koran dari bahasa Belanda: krant, dari bahasa Perancis courant atau surat

kabar adalah suatu penerbitan yang ringan dan mudah dibuang, biasanya dicetak pada

kertas berbiaya rendah yang disebut kertas koran, yang berisi berita-berita terkini

dalam berbagai topik. Topiknya bisa berupa event politik, kriminalitas, olahraga, tajuk

rencana, cuaca. Surat kabar juga biasa berisi karikatur yang biasanya dijadikan bahan

sindiran lewat gambar berkenaan dengan masalah-masalah tertentu, komik, TTS dan

hiburan lainnya. Ada juga surat kabar yang dikembangkan untuk bidang-bidang

tertentu, misalnya berita untuk politik, property, industri tertentu, penggemar olahraga

tertentu, penggemar seni atau partisipan kegiatan tertentu. Jenis surat kabar umum

biasanya diterbitkan setiap hari, kecuali pada hari-hari libur. Surat kabar sore juga

umum di beberapa negara. Selain itu, juga terdapat surat kabar mingguan yang

biasanya lebih kecil dan kurang prestisius dibandingkan dengan surat kabar harian dan

isinya biasanya lebih bersifat hiburan. Media cetak yang biasanya terbit harian,

didalamnya berisi berita-berita terkini dalam berbagai topik.

Sebagai sebuah institusi komersil, koran mendapatkan penghasilannya dari

iklan-iklan yang dipasang di koran tersebut. Iklan-iklan tersebut tersebar di berbagai

halaman, disisipkan diantara tulisan-tulisan, atau disediakan halaman-halaman

Interferensi Morfologik Bahasa..., Dewi Rinawati, FKIP, UMP, 2017

Page 19: BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian yang Relevanrepository.ump.ac.id/1074/3/BAB II.pdf · merupakan sistem lambang bunyi yang arbitrer, yang dipergunakan oleh para anggota suatu masyarakat

26

tersendiri yang khusus menampung iklan-iklan. Pemasang iklan membayar sejumlah

tarif tertentu kepada penerbit koran. Koran bermanfaat bagi masyarakat untuk

mengetahui kejadian-kejadian yang terjadi di daerahnya atau daerah lain atau negara

lain. Tanpa koran, masyarakat tidak akan mengetahui kejadian-kejadian yang terjadi

di luar jangkauan pergaulannya. Jadi, koran adalah sarana bagi masyarakat untuk

meluaskan pandangannya tanpa harus hadir secara langsung untuk menggali informasi

dari kejadian yang bersangkutan.

2. Radar Banyumas

Radar Banyumas adalah sebuah surat kabar harian yang terbit di Banyumas,

Jawa Tengah, Indonesia. Surat kabar ini termasuk dalam group Jawa Pos. Koran ini

pertama kali terbit pada tahun 1998. Radar Banyumas menyajikan berita-berita yang

sedang berkembang di daerah Banyumas. Surat kabar ini terbit setiap hari mulai Senin

sampai Minggu. Seperti yang kita ketahui bahwa di dalam koran Radar Banyumas

terbagi menjadi beberapa Radar bagian daerah, yang meliputi Radar Purwokerto,

Radar Purbalinggaterdapat, dan Radar Cilacap.

3. Rubrik

a. Pengertian Rubrik

Menurut Depdiknas, (2011: 433) menjelaskan rubrik adalah kepala, ruangan

untuk karangan dalam surat kabar, majalah dan sebagainya. Rubrik bisa dikatakan

karangan yang bertopik. Rubrik berasal dari bahasa Belanda yaitu rubriek, yang

artinya ruangan pada halaman surat kabar, majalah atau media cetak lainnya mengenai

suatu aspek atau kegiatan dalam kehidupan masyarakat. Isi rubrik ada yang secara

Interferensi Morfologik Bahasa..., Dewi Rinawati, FKIP, UMP, 2017

Page 20: BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian yang Relevanrepository.ump.ac.id/1074/3/BAB II.pdf · merupakan sistem lambang bunyi yang arbitrer, yang dipergunakan oleh para anggota suatu masyarakat

27

jelas ditampilkan oleh penulis (tersurat) dan ada yang tidak secara jelas ditampilkan

oleh penulis (tersirat). Isi rubrik merupakan pokok masalah yang dibicarakan dalam

rubrik. Pada penelitian ini peneliti mengambil rubrik “SMS 24 Jam” pada surat kabar

Radar Banyumas.

b. Rubrik “SMS 24 Jam”

Rubrik dalam surat kabar misalnya tajuk rencana, surat pembaca, atau dongeng

anak. Jadi, di dalam Radar Banyumas pengertian rubrik “SMS 24 Jam” adalah ruangan

pada halaman surat kabar yang letaknya di pojok kiri bagian atas, ada pada halaman

pertama dalam Radar Banyumas. Radar Banyumas rubrik “SMS 24 Jam” meliputi

Radar Purwokerto yang terdiri dari “SMS 24 Jam”, Radar Purbalingga terdiri dari

“Purbalingga 24 Jam” dan Radar Cilacap terdiri dari “Cilacap 24 Jam”. Rubrik

memuat isi dan pesan yang ingin disampaikan penulis kepada pembaca. Sementara itu

pesan rubrik merupakan anjuran atau nasihat penulis yang terdapat pada rubrik yang

ditujukan pembaca. Pada masing – masing radar berisi pesan-pesan dari masyarakat

seputar karisidenan Banyumas, dan waktu untuk mengirimkan pesan dibuka selama

24 jam sehingga dinamakan “SMS 24 Jam”.

Interferensi Morfologik Bahasa..., Dewi Rinawati, FKIP, UMP, 2017