BAB II LANDASAN TEORI A. Pendidikan Karakter 1. Pengertian ...
Transcript of BAB II LANDASAN TEORI A. Pendidikan Karakter 1. Pengertian ...
29
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Pendidikan Karakter
1. Pengertian Pendidikan Karakter
Karakter bisa diartikan sebagai nilai dasar yang membangun
pribadi seseorang, hal ini bisa terbentuk dari keturunan ataupun dari
lingkungannya, yang membedakannya dengan orang lain, serta
diwujudkan melalui sikap dan perilaku dalam kehidupan sehari-hari.
Karakter juga dapat diartikan sebagai sifat asli dari seseorang dalam
merespon situasi secara bermoral yang diyakini sebagai landasan
dalam berpikir, bersikap, dan bertindak.14
Pendapat lain mengenai
pengertian karakter menurut Pusat Bahasa Depdiknas adalah bawaan,
hati, jiwa, kepribadian, budi pekerti, perilaku, personalitas, sifat, tabiat,
temperamen, watak.
Sedangkan menurut Suyanto, pengertian dari karakter adalah cara
berpikir dan bertindak seseorang yang akan menjadi ciri khas tiap
pribadi untuk hidup bersama, baik dalam lingkup keluarga,
masyarakat, bangsa dan negara. Pribadi yang berkarakter baik adalah
sosok yang bisa mengambil keputusan dan siap
mempertanggungjawabkan apa yang akan terjadi dari keputusan yang
14
Maskuri, “Pendidikan Karakter Disiplin Di Lingkungan Sekolah”, Jurnal Tawadhu, 1 (2018),
342-343.
30
30
ia ambil. Karakter seseorang berkembang berdasarkan potensi yang
dibawa sejak lahir atau yang dikenal sebagai karakter dasar yang
bersifat biologis.
Sedangkan pengertian lain diungkapkan oleh Ki Hajar Dewantara,
pencapaian karakter dalam bentuk perilaku adalah sebagai hasil dari
perpaduan antara karakter biologis dan hasil hubungan atau interaksi
dengan lingkungannya. Karakter seseorang dapat dibentuk melalui
pendidikan, karena seperti yang kita tahu bahwa pendidikan
merupakan alat yang paling efektif untuk menyadarkan individu dalam
jati diri kemanusiaannya. Dibanding faktor lain, pendidikan memberi
dampak dua atau tiga kali lebih kuat dalam pembentukan kualitas
manusia.15
Sehingga dapat disimpulkan bahwa pengertian karakter adalah sifat
asli, atau watak dari seseorang yang membedakan dirinya dengan
individu yang lain. Karakter ini bisa terbentuk dari keturunan ataupun
lingkungan. Dan karakter inilah yang mendasari manusia untuk
berfikir dan berperilaku dalam kehidupannya sehari-hari.
Adapun pengertian dari pendidikan karakter, menurut Thomas
Licona adalah pendidikan yang diberikan untuk membentuk
kepribadian seseorang melalui pendidikan budi pekerti, yang hasilnya
terlihat dalam tindakan nyata seseorang, yaitu tingkah laku yang baik,
jujur, bertanggung jawab, menghormati hak orang lain, kerja keras,
15
Zubaedi, Desain Pendidikan Karakter Konsepsi dan Aplikasinya dalam Lembaga Pendidikan
(Jakarta: Kencana, 2011), 8-13.
31
31
dan sebagainya.16
Sedangkan pendapat lain mengenai pengertian
pendidikan karakter diungkapkan oleh T. Ramli, bahwa pendidikan
karakter memiliki makna yang sama dengan pendidikan moral dan
pendidikan akhlak. Sedangkan tujuannya adalah membentuk pribadi
yang lebih baik. Oleh karena itu, hakikat dari pendidikan karakter
dalam konteks pendidikan di Indonesia adalah pedidikan nilai, yakni
pendidikan nilai-nilai luhur yang bersumber dari budaya bangsa
Indonesia sendiri, dalam rangka membina kepribadian generasi
muda.17
Sedangkan pendidikan karakter menurut Ratna Megawangi adalah
sebuah usaha untuk mendidik siswa agar mereka dapat bijaksana
dalam mengambil keputusan dan menerapkan hal tersebut dalam
kehidupan sehari-harinya, sehingga mereka dapat memberikan
sumbangsih yang positif kepada lingkungan sekitarnya. Nilai-nilai
karakter yang perlu ditanamkan kepada anak-anak adalah nilai-nilai
universal yang mana seluruh agama, tradisi, dan budaya pasti
menjunjung tinggi nila-nilai tersebut. Nilai-nilai universal ini harus
dapat menjadi perekat bagi seluruh anggota masyarakat walaupun
berbeda latar belakang budaya, suku, dan agama.18
Dalam rancangan (grand design) pendidikan karakter Kementerian
Pendidikan Nasional Republik Indonesia, dikatakan bahwa pendidikan
16
Johansyah, “Pendidikan Karakter Dalam Islam; Kajian dari Aspek Metodologis”, Jurnal Ilmiah
Islam Futura, 1 (Agustus, 2011), 87. 17
Zulhijrah, “Implementasi Pendidikan Karakter Di Sekolah”, Tadrib, 1 (Juni,2015), 6. 18
Purniadi Putra, “Implementasi Pendidikan Karakter Dalam Pembelajaran IPA Di MIN
Pemangkat Kabupaten Sambas Kalimantan Barat”, Jurnal Ilmiah PGMI, 1 (Juni, 2013), 54.
32
32
karakter merupakan proses pembudayaan dan pemberdayaan nilai-nilai
luhur dalam lingkungan satuan pendidikan (sekolah), lingkungan
keluarga, dan lingkungan masyarakat. Nilai-nilai lurus tersebut berasal
dari teori-teori pendidikan, psikologi pendidikan dan nilai sosial
budaya, ajaran agama, pancasila dan UUD 1945 serta Undang-undang
(UU) No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
(Sisdiknas), serta pengalaman terbaik dan praktik nyata dalam
kehidupan sehari-hari.19
Dalam rangka memperkuat pelaksanaan pendidikan karakter telah
teridentifikasi 18 nilai yang bersumber dari agama, Pancasila, budaya,
dan tujuan pendidikan nasional, yaitu: religius, jujur, toleransi,
disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu,
semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat/
komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli
sosial, tanggung jawab20
Meskipun telah terdapat 18 nilai pembentuk karakter bangsa,
namun satuan pendidikan dapat menentukan prioritas
pengembangannya dengan cara memilih karakter yang sesuai dengan
kondisi lingkungannya dan lebih diprioritaskan dari 18 nilai di atas.
Dalam implementasinya jumlah dan jenis karakter yang dipilih tentu
19
Johansyah, “Pendidikan Karakter Dalam Islam”., 88. 20
Mohamad Mustari, Nilai pendidikan Refleksi Untuk Pendidikan (Jakarta: Rajagrafindo Persada,
2014), 1.
33
33
akan dapat berbeda antara satu daerah atau sekolah yang satu dengan
yang lain.
Berdasarkan uraian mengenai pendidikan karakter di atas, dapat
dipahami sebagai upaya kolaborasi pendidikan dari tiga aspek yaitu
pengetahuan, perasaan dan perbuatan. Pendidikan karakter dapat juga
dipahami sebagai upaya yang dirancang dan dilaksanakan secara
sistematis dan terencana untuk membantu peserta didik memahami
nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang
Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan
yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan
perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama,
budaya, dan adat istiadat.21
2. Tujuan dan Fungsi Pendidikan Karakter
Pendidikan karakter pada intinya bertujuan membentuk bangsa
yang tangguh, kompetitif, berakhlak mulia, bermoral, bertoleran,
bergotong royong, berjiwa patriotik, berkembang dinamis, berorientasi
ilmu pengetahuan dan teknologi yang semuanya dijiwai oleh iman dan
takwa kepada Tuhan yang Maha Esa berdasarkan pancasila.22
Tujuan pendidikan karakter bangsa diantaranya adalah sebagai
berikut :
21
Johansyah, “Pendidikan Karakter Dalam Islam”., 88-89. 22
Ibid., 92.
34
34
a. Mengembangkan potensi afektif peserta didik sebagai manusia dan
warga negara yang memiliki nilai-nilai budaya dan karakter
bangsa.
b. Mengembangkan kebiasaan dan perilaku peserta didik yang terpuji
dan sejalan dengan nilai-nilai universal dan tradisi budaya dan
karakter bangsa.
c. Menanamkan jiwa kepemimpinan, mandiri, kreatif, berwawasan
kebangsaan dan tanggung jawab peserta didik sebagai generasi
penerus bangsa.
d. Mengembangkan lingkungan kehidupan sekolah sebagai
lingkungan belajar yang aman, jujur, penuh kreativitas dan
persahabatan, serta dengan rasa kebangsaan yang tinggi dan penuh
kekuatan.23
Adapun tujuan dari pendidikan karakter yang sesungguhnya jika
dihubungkan dengan falsafah negara Republik Indonesia adalah
mengembangkan karakter peserta didik agar mampu mewujudkan
nilai-nilai luhur pancasila.24
Sedangkan pendidikan karakter berfungsi untuk :
a. Mengembangkan potensi dasar agar berhati baik, berpikiran baik,
dan berperilaku baik;
23
Nopan Omeri, “Pentingnya Pendidikan Karakter Dalam Dunia Pendidikan”, Manajer
Pendidikan, 3 (Juli, 2015), 467. 24
Nanda Ayu Setiawati, “Pendidikan Karakter Sebagai Pilar Pembentukan Karakter Bangsa”,
Prosiding Seminar Nasional Tahunan Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Medan Tahun
2017, 1 (2017), 349.
35
35
b. Memperkuat dan membangun perilaku bangsa yang multikultur;
c. Meningkatkan peradaban bangsa yang kompetitif dalam pergaulan
dunia.25
Dengan demikian, core dari fungsi dan tujuan pendidikan karakter
adalah membangun jiwa manusiawi yang kokoh. Fungsi dan tujuan
lain dari pendidikan karakter adalah filter yang memilih dan memilah
mana nilai-nilai yang pantas diserap oleh peserta didik sehingga
mereka tidak terjebak dalam nilai-nilai yang negatif.26
3. Strategi Pendidikan Karakter
Menurut Brooks dan Goole dalam Elmmubarak, untuk
mengimplementasikan pendidikan karakter di sekolah terdapat tiga
elemen penting untuk diperhatikan, yaitu prinsip, proses dan
praktiknya. Dalam pendidikan karakter menuju terbentuknya akhlak
mulia dalam diri setiap siswa ada tiga tahapan strategi yang harus
dilalui, diantaranya yaitu:
a. Moral Knowing
Tahapan ini merupakan langkah pertama dalam pendidikan
karakter. Dalam tahapan ini tujuan diorientasikan pada penguasaan
pengetahuan tentang nilai-nilai. Siswa harus mampu membedakan
nilai-nilai akhlak mulia dan akhlak tercela; memahami pentingnya
akhlak mulia dan bahaya akhlak tercela dalam kehidupan dan
25
Johansyah, “Pendidikan Karakter Dalam Islam”., 92. 26
Ibid., 95.
36
36
mengenal Nabi Muhammad saw sebagai figur dan teladan yang
baik.
b. Moral Feeling
Tahapan ini dimaksudkan untuk menambahkan rasa cinta
dan rasa butuh terhadap nilai-nilai akhlak mulia. Dalam tahapan ini
yang menjadi sasaran guru adalah dimensi emosional siswa, hati
atau jiwa, bukan lagi akal, rasio dan logika. Jadi, seorang guru
berusaha untuk menyentuh emosi siswa sehingga tumbuh
kesadaran, keinginan dan kebutuhan sehingga siswa mampu
berkata kepada dirinya bahwa ia ingin berubah menjadi lebih baik.
c. Moral Doing
Inilah puncak keberhasilan pembentukan karakter siswa,
siswa mempraktikkan nilai-nilai karakter itu dalam perilakunya
sehari-hari. Siswa semakin menjadi sosok yang berkepribadian
lebih baik. Selama perubahan akhlak belum terlihat dalam perilaku
anak walaupun sedikit, selama itu pula kita memiliki beberapa
kejanggalan yang harus selalu dicari solusinya.27
4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Karakter
Terdapat banyak faktor yang dapat mempengaruhi karakter
manusia. Dari sekian banyak faktor tersebut, para ahli
menggolongkannya ke dalam dua bagian, yaitu faktor intern dan
ekstern.
27
Abdul Majid dan Dian Andayani, Pendidikan Karakter Perspektif Islam (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2012), 31-36.
37
37
a. Faktor Intern
Terdapat banyak hal yang mempengaruhi faktor internal
ini, diantaranya adalah:
1) Insting atau naluri
Setiap perbuatan manusia lahir dari suatu kehendak yang
digerakkan oleh naluri (insting). Naluri merupakan tabiat yang
dibawa sejak lahir yang merupakan suatu pembawaan yang
asli.
2) Kebiasaan
Faktor kebiasaan ini memegang perananan yang sangat
penting dalam membentuk dan membina karakter. Sehubungan
kebiasaan merupakan perbuatan yang diulang-ulang sehingga
mudah dikerjakan. Maka hendaknya manusia memaksakan diri
untuk mengulang perbuatan yang baik sehingga menjadi
kebiasaan dan terbentuklah karakter yang baik padanya.
3) Kehendak/Kemauan
Salah satu kekuatan yang berlindung dibalik tingkah laku
adalah kehendak atau kemauan. Itulah yang menggerakkan dan
merupakan kekuatan yang mendorong manusia dengan
sungguh-sungguh untuk berperilaku (berakhlak), sebab dari
kehendak itulah menjelma suatu niat yang baik dan buruk dan
tanpa kemauan pula semua ide, keyakinan kepercayaan
38
38
pengetahuan menjadi pasif tak akan ada artinya atau
pengaruhnya bagi kehidupan.
4) Suara Hati
Di dalam diri manusia terdapat suatu kekuatan yang
sewaktu-waktu memberikan peringatan jika tingkah laku
manusia berada pada keburukan, kekuatan tersebut adalah
suara hati.
5) Keturunan
Keturunan merupakan suatu faktor yang dapat
mempengaruhi perbuatan manusia. Dalam kehidupan kita dapat
melihat anak-anak yang berperilaku menyerupai orang tuanya
bahkan nenek moyangnya, sekalipun sudah jauh. Sifat yang
diturunkan itu pada garis besarnya ada dua macam yaitu sifat
jasmaniyah dan ruhaniyah.28
Salah satu faktor internal yang erat kaitannya dengan
kepribadian/karakter awal siswa ini juga diungkapkan oleh Dianna
Ratnawati, diantaranya yaitu soft skill. Soft skill pada dasarnya
merupakan keterampilan seseorang dalam berhubungan dengan
orang lain (interpersonal skills) dan keterampilan dalam mengatur
dirinya sendiri (intrapersonal skills) yang mampu mengembangkan
unjuk kerja secara maksimal.
28
Heri Gunawan, Pendidikan Karakter Konsep dan Implementasi, (Bandung: Alfabeta: 2012), 19-
21.
39
39
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh negara Inggris,
Amerika dan Kanada, ada 23 atribut soft skill yaitu: inisiatif,
etika/integritas, berfikir kritis, kemauan belajar, komitmen,
motivasi, bersemangat, dapat diandalkan, komunikasi lisan, kreatif,
kemampuan analitis, dapat mengatasi stres, manajemen diri,
menyelesaikan persoalan, dapat meringkas, berkoperasi, fleksibel,
kerja dalam tim, mandiri, mendengarkan, tangguh, berargumentasi
logis, dan manajemen waktu.29
b. Faktor Ekstern
Selain faktor intern yang dapat mempengaruhi karakter
manusia, juga terdapat faktor ekstern diantaranya adalah sebagai
berikut:
1) Pendidikan
Ahmad Tafsir menyatakan bahwa pendidikan mempunyai
pengaruh yang sangat besar dalam pembentukan karakter
seseorang sehingga baik dan buruknya akhlak seseorang sangat
tergantung pada pendidikan. Pendidikan ikut mematangkan
kepribadian manusia sehingga tingkah lakunya sesuai dengan
pendidikan yang diterima, baik pendidikan formal, informal
maupun nonformal.
29
Dianna Ratnawati, “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pendidikan Karakter Holistik Siswa
SMKN di Kota Malang”, Seminar Nasiona Universitas PGRI Yogyakarta (2015), 30.
40
40
2) Lingkungan
Lingkungan adalah suatu yang mengelilingi sesuatu yang
hidup, seperti tumbuhan, keadaan tanah, udara dan pergaulan.
Manusia hidup selalu berhubungan dengan manusia lainnya
atau juga dengan alam sekitar. Itulah sebabnya manusia harus
bergaul dan dalam pergaulan itu saling mempengaruhi
pikiran,sifat dan tingkah laku.30
Sedangkan menurut Dewi Nurwidiani dan Marzuki,
karakter seseorang dipengaruhi oleh tiga lingkungan, yaitu
lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat/sosial. Jika
lingkungan di sekolah sudah mengajarkan dan membiasakan
untuk menjalankan kegiatan yang bernilai karakter bangsa,
tetapi dalam lingkungan keluarga dan lingkungan sosial tidak
mendukung maka peserta didik akan sulit memiliki karakter
bangsa.31
B. Mandiri
1. Pengertian Mandiri
Di dalam suatu proses pembelajaran, hendaknya dapat
mengarahkan siswa agar menjadi peserta didik yang mandiri. Yang
dimaksud dengan mandiri di sini adalah suatu sikap dan perilaku yang
30
Heri Gunawan, Pendidikan Karakter Konsep., 21-22. 31
Dewi Nurwidiani dan Marzuki, “Model Pembentukan Karakter Bangsa Peserta Didik Dalam
Pembelajaran PPKn Di SMA Negeri 1 Purworejo”, Jurnal Kewarganegaraan dan Hukum (2016),
16-17.
41
41
tidak mudah tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-
tugas.32
Suharman mengatakan bahwa kemandirian atau perilaku mandiri
adalah kecenderungan untuk menentukan sendiri tindakan (aktivitas)
yang dilakukan dan tidak ditentukan oleh orang lain. Aktivitas yang
dimaksud dapat meliputi: berpikir, membuat keputusan, memecahkan
masalah; melaksanakan tugas dan tanggung jawab, memilih aktivitas
kegemaran dilakukan sendiri. Kemandirian dapat juga disebut
kebergantungan seseorang kepada diri sendiri (selfdepending), bukan
bergantung pada orang lain (depending others) di dalam berpikir dan
bertindak.33
2. Indikator Mandiri
Sedangkan indikator dari mandiri sendiri yaitu:
a. Mampu melaksanakan tugas secara mandiri dan tanggung jawab;
b. Percaya diri pada kemampuannya;
c. Mampu mengatasi masalah;
d. dan mampu mengatur dirinya sendiri.
Untuk menjadi mandiri, peserta didik di lingkungan sekolah
hendaknya sesekali dibiasakan belajar secara mandiri. Seperti yang
diuraikan oleh Wedemeyer bahwa peserta didik yang belajar secara
mandiri mempunyai kebebasan untuk belajar tanpa harus menghadiri
pelajaran yang diberikan guru di kelas. Peserta didik dapat
32
Kurniawan, Pendidikan Karakter Konsepsi dan Implementasi., 143. 33
Suharnan, “Pengembangan Skala Kemandirian”, Jurnal Psikologi Indonesia, 2 (September,
2012), 67-68.
42
42
mempelajari pokok bahasan atau topik pelajaran tertentu dengan
membaca buku atau melihat dan mendengarkan program media audio-
visual tanpa bantuan atau dengan bantuan terbatas dari orang lain.34
3. Aspek Kemandirian
Steinberg dalam Rahayu Ginintasi menyusun kemandirian dalam 3
aspek, yaitu:
a. Kemandirian Emosi, yaitu kemandirian yang merujuk pada
kemampuan individu dalam pemenuhan kebutuhan-kebutuhan
dasar tanpa bantuan orang lain.
b. Kemandirian perilaku, yaitu kemandirian dalam perilaku bebas
untuk berbuat atau bertindak sendiri tanpa tergantung pada
bimbingan orang lain.
c. Kemandirian nilai, yaitu kemandirian yang merujuk pada
kemampuan seseorang untuk mengambil keputusan dan
menetapkan pilihan serta berpegang pada prinsip yang telah
dimilikinya dari pada mengambil prinsip-prinsip orang lain.35
4. Karakteristik Perilaku Mandiri
a. Mengambil inisiatif untuk bertindak.
Pertama, orang yang mandiri menyadari sesuatu yang
penting dan apa yang menjadi tugas dan tanggung jawabnya,
kemudian melaksanakannya atas kemauan sendiri, tanpa paksaan
atau menunggu perintah dari orang lain. Misalnya, ketika memiliki
34
Kurniawan, Pendidikan Karakter Konsepsi dan Implementasi., 143-144. 35
Sri Astuti dan Thomas Sukardi, “Faktor-Faktor Yang Memperngaruhi Kemandirian Untuk
Berwirausaha Pada Siswa SMK”, Jurnal Pendidikan Vokasi, 3 (November, 2013), 338.
43
43
kesempatan untuk mengerjakan tugas, orang yang mandiri
melakukannya tanpa perlu diingatkan orang lain terlebih dahulu.
b. Mengendalikan aktivitas yang dilakukan.
Kedua, orang yang mandiri juga mampu mengendalikan
sendiri pikiran, tindakan dan aktivitas yang dilakukan tanpa harus
dipaksa dan ditekan orang lain. Misalnya, kemampuan mengatur
sendiri antara kegiatan belajar dan bermain, antara melaksanakan
tugas pekerjaan dengan urusan keluarga, atau antara kapan suatu
pekerjaan harus dimulai, dilanjutkan, kemudian harus berhenti, dan
kapan pula pekerjaan itu dimulai kembali sampai selesai. Semua
itu dilakukan atas kemauan sendiri, tanpa terlebih dahulu
diingatkan atau dipaksa orang lain untuk melakukannya.
c. Memberdayakan kemampuan yang dimiliki.
Ketiga, orang mandiri cenderung mempercayai dan
memanfaatkan secara maksimal kemampuan-kemampuan yang
dimiliki di dalam menjalankan tugas, mengambil keputusan atau
memecahkan masalah, tanpa banyak berharap pada bantuan atau
pertolongan orang lain. Misalnya, ketika menyelesaikan tugas,
bahkan menghadapi tugas baru yang sulit, orang yang mandiri
berusaha keras (mencoba) untuk dapat melakukannya sendiri. Juga,
ketika menemui kendala dalam bertugas, orang yang mandiri
berusaha untuk mengatasi sendiri. Setelah berusaha namun masih
tetap gagal, dengan terpaksa ia meminta bantuan pada orang lain.
44
44
d. Menghargai hasil kerja sendiri.
Terakhir, orang yang mandiri tentu menghargai atau merasa
puas atas apa yang telah dikerjakan atau dihasilkan sendiri,
termasuk karya-karya sederhana sekalipun. Hal ini disebabkan
orang tersebut telah memberdayakan sejumlah kemampuan yang
dimiliki baik berupa tenaga maupun pikiran, bahkan sejumlah
materi tanpa melibatkan bantuan dari orang lain di dalam proses
bekerja.
Dengan demikian, perilaku mandiri juga berkaitan dengan
sikap menghargai, kepuasan, dan kebanggaan atas apa yang pernah
dilakukan atau dihasilkan sendiri. Sebaliknya, jika nilai
penghargaan, kepuasan dan kebanggaan itu tidak dimiliki,
seseorang cenderung kurang mandiri dan lebih bergantung pada
orang lain.36
5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemandirian Anak
Hasan Basri berpendapat bahwa faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi pembentukkan kemandirian anak adalah sebagai
berikut:
a. Faktor Internal
Faktor internal merupakan semua pengaruh yang bersumber
dari dalam diri anak itu sendiri, seperti keadaan keturunan dan
keadaan tubuhnya sejak dilahirkan. Faktor internal terdiri dari
36
Suharnan, “Pengembangan Skala Kemandirian”., 68.
45
45
faktor peran jenis kelamin, faktor kecerdasan atau intelegensi,
faktor perkembangan.
b. Faktor Eksternal
Faktor eksternal merupakan pengaruh yang berasal dari luar
dirinya, sering pula dinamakan faktor lingkungan. Lingkungan
kehidupan yang dihadapi anak sangat mempengaruhi
perkembangan kepribadiannya, baik dalam segi-segi negatif
maupun positif. Biasanya jika lingkungan keluarga, sosial dan
masyarakatnya baik, cenderung akan berdampak positif dalam hal
kemandirian anak terutama dalam bidang nilai dan kebiasaan
dalam melaksanakan tugas-tugas kehidupan. Faktor eksternal
terdiri dari beberapa faktor yaitu faktor pola asuh, faktor sosial
budaya, faktor lingkungan sosial ekonomi.37
C. Religius
1. Pengertian Religius
Salah satu nilai yang ada di dalam pendidikan karakter adalah nilai
religius. Nilai ini sangat erat kaitannya dengan nilai keagamaan karena
nilai religius bersumber dari agama dan mampu merasuk kedalam jiwa
seseorang. Nilai religius bersifat mutlak dan abadi, serta bersumber
pada kepercayaan dalam diri manusia. Di dalam pancasila, karakter
nilai religius terletak pada sila pertama yang berbunyi “Ketuhanan
Yang Maha Esa”. Jika diartikan Ketuhanan Yang Maha Esa bukan
37
Rika Sa’diyah, “Pentingnya Melatih Kemandirian Anak”, Kordinat, 1 (April, 2017), 40.
46
46
berarti Tuhan Yang Satu atau Tuhan yang jumlahnya hanya satu.
Melainkan Ketuhanan Yang Maha Esa berarti sifat-sifat luhur atau
mulia Tuhan yang mutlak harus ada. Jadi yang ditekankan pada sila
pertama dari pancasila adalah sifat-sifat luhur mulia, bukan Tuhannya.
Indonesia memiliki agama yang beraneka ragam. Keanekaragaman
inilah yang membuat negara Indonesia memberi jaminan kebebasan
kepada setiap penduduk untuk memeluk agama sesuai dengan
keyakinan agama masing-masing.38
2. Indikator Religius
Sikap dan perilaku religius merupakan sikap dan perilaku yang
dekat dengan hal-hal spiritual. Seseorang disebut religius ketika ia
merasa perlu dan berusaha mendekatkan dirinya dengan Tuhan
(sebagai penciptanya), dan patuh melaksanakan ajaran agama yang
dianutnya. Indikator dari religius adalah:
a. Sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama
yang dianutnya,
b. Toleran terhadap pelaksanaan agama lain,
c. Hidup rukun dengan pemeluk agama lain.
Untuk dapat menumbuhkan nilai-nilai religius seperti ini tentu
tidaklah mudah. Hal ini memerlukan kerja sama yang baik antara guru
sebagai tim pengajar dengan pihak-pihak luar yang terkait. Nilai-nilai
religius ini dapat diajarkan kepada peserta didik di sekolah melalui
38
Listya Rani Aulia, “Implementasi Nilai Religius Dalam Pendidikan Karakter Bagi Peserta Didik
Di Sekolah Dasar Juara Yogjakarta”, Jurnal Kebijakan Pendidikan (2016), 316.
47
47
beberapa kegiatan yang sifatnya religius. Kegiatan religius akan
membawa peserta didik di sekolah pada pembiasaan berperilaku
religius. Selanjutnya, perilaku religius akan menuntun peserta didik di
sekolah bertindak sesuai dengan moral dan etika. Moral dan etika
dapat dipupuk dengan kegiatan religius. Dengan kegiatan-kegiatan
tersebut, diharapkan akan tumbuh toleransi beragama, saling
menghargai perbedaan sehingga dapat terjalin hubungan yang
harmonis, tenteram dan damai.39
3. Bentuk-Bentuk Nilai Religius
Menurut Endang Saifuddin Anshari mengatakan bahwa dasarnya
Islam dibagi menjadi tiga bagian, akidah, ibadah dan akhlak.
Ketiganya saling berhubungan satu sama lain. Keberagaman dalam
Islam bukan hanya diwujudkan dalam bentuk ibadah ritual saja, tetapi
juga dalam aktivitas-aktivitas lainnya. Sebagai suatu sistem yang
menyeluruh Islam mendorong pemeluknya untuk beragama secara
menyeluruh pula.
Sedangkan menurut Muhaimin menyatakan bahwa Kontek
pendidikan agama atau yang ada dalam religius terdapat dua bentuk
yaitu ada yang bersifat vertikal dan horizotal. Pada dasarnya
pembagian bentuk nilai-nilai religius adalah sama karena dimensi
keyakinan atau akidah dan syari’ah sama halnya dengan bentuk
vertikal yaitu hubungan manusia dengan Allah (hablum minallah),
39
Ibid., 127-128.
48
48
sedangkan dimensi akhlak termasuk dalam bentuk yang bersifat
horizontal, hubungan dengan sesama manusia (habl minannas) dan
hubungan mereka dengan lingkungan alam sekitarnya.40
4. Ciri-Ciri Karakter Religius
Ciri-ciri karakter religius adalah:
a. Berwawasan keagamaan
Berwawasan keagamaan dapat diartikan tingkat
pengetahuan dan pemahaman seseorang mengenai ajaran-ajaran
agama, terutama pada ajaran pokok dari agamanya sebagaimana
yang termuat dalam kitab suci Al-Qur’an dan Sunnah Rosul.
Pengetahuan ini juga menyangkut sesuatu yang harus diimani dan
dilaksanakan (rukun iman dan rukun Islam), hukum-hukum Islam,
sejarah Islam dan sebagainya.
b. Taat beribadah
Berkaitan dengan tingkat kepatuhan seseorang untuk
melaksanakan ibadah kepada Allah sebagaimana yang dianjurkan
oleh agama. Dalam agama Islam ibadah ini menyangkut
pelaksanaan sholat, zakat, puasa, haji, membaca Alquran, berdoa,
berdzikir, menjalankan sunnah dan bentuk ketaatan ibadah lainnya.
Ibadah ini dilaksanakan secara terus menerus (mudawamah) dan
konsisten (istiqomah).
40
Jakaria Umro, “Penanaman Nilai-Nilai Religius Di Sekolah Yang Berbasis Multikultural”,
Jurnal Al-Makrifat, 2 (Oktober, 2018), 154.
49
49
c. Membina keimanan dan ketaqwaan
Hal ini diwujudkan dengan mengikuti kegiatan-kegiatan
yang bisa membina keimanan dan ketaqwaan kepada Allah seperti
tergabung dalam majelis taklim, majelis dzikir, mengikuti
pengajian, mendengarkan ceramah dari kyai atau ulama.
Harapannya setelah mengikuti kegiatan-kegiatan tersebut keimanan
dan ketaqwaan seseorang kepada Allah semakin meningkat.
d. Selalu ingat kepada Allah
Seorang yang berkarakter religius tentu akan selalu ingat
kepada Allah kapanpun dan dimanapun, baik dalam keadaan susah
maupun senang, sifat ini mengarah pada amal perbuatan yang baik
dan mencegah dari perbuatan buruk. Salah satu cara mengingat
Allah adalah dengan berdzikir.
e. Berakhlak baik
Kebaikan seseorang tidak semata-mata diukur dari
hubungan dengan Allah (Hablum minallah) rajin beribadah, taat
melaksanakan ibadah, tetapi juga harus diimbangi dengan akhlak
baik dengan manusia (Hablum minannas). Akhlak yang mulia bisa
diwujudkan dengan berbagai bentuk misalnya bertutur kata baik,
bermanfaat bagi manusia lain, memiliki jiwa sosial, menjalin
persudaraan, menjalin tali silaturrahmi dan lain sebagainya.41
41
Akhwani, “Pengembangan Karakter Religius Melalui Ekstrakurikuler Yasinan Di Sma Negeri 1
Kayen Kabupaten Pati”, Unnes Civic Education Journal, 1 (Juni, 2014), 15-16.
50
50
5. Urgensi Nilai-Nilai religius di Sekolah
Nilai-nilai religius sangat baik dikembangkan di sekolah-sekolah
terlebih sekarang ini dengan digencarkannya pendidikan karakter.
Namun demikian tidak semua kepala sekolah atau lembaga pendidikan
dapat mengangkat hal tersebut untuk dapat mengembangkan sebagai
program unggulan sekolah dalam pembentukan karakter peserta didik.
Hal ini disebabkan kekurang pahaman tentang nilai-nilai religius itu
sendiri dan bagaimana mengembangkannya.42
Pelaksanaan pendidikan karakter religius memiliki nilai-nilai
karakter sebagai berikut; mengucapkan salam ketika baru sampai di
sekolah, bersalaman dengan guru, menyapa teman sekolah, berdoa
sebelum belajar, menjawab pertanyaan guru dengan baik, berpakaian
sopan dan rapi, meghormati guru, berkata-kata baik, tidak kikir,
bersikap ramah, tidak suka berkelahi, tolong menolong. Fakta di
lapangan secara garis besar telah dilaksanakan, berbentuk mengajarkan
dan membiasakan anak untuk mengucapkan assalamualaikum ketika
masuk ruangan, membaca doa, bersalaman dengan guru, berteman
dengan siapa saja tanpa membeda-bedakan latar belakang kecacatan,
menyayangi siswa yang lebih kecil, tidak mengganggu teman, tidak
42
Arnani Faiziyah, “Transformasi Nilai-Nilai Religius Dalam Pembentukan Karakter (Studi Kasus
pada Siswa SMK Arrahmah Purwotengah Papar Kediri), Jurnal Pendidikan Islam, 1 (Mei, 2017),
13.
51
51
berkelahi dengan teman, dan kegiatan lainnya yang menyangkut
penanaman nilai-nilai karakter religius.43
Selain itu juga dengan menjaga kebersihan lingkungan. Salah satu
tugas dari keberadaan manusia di bumi ini adalah membangun
kehidupan yang berwawasan lingkungan. Kehidupan berwawasan
lingkungan memberi arti bahwa dalam membangun peradaban dan
budayanya itu, Allah swt. memberi amanah kepada manusia untuk
memakmurkan bumi dalam pengertian, sejauh apapun peradaban dan
kebudayaan mannusia itu dibangun dan dikembangkan, maka ia tidak
bisa terlepas dari arah menjaga dan memelihara keseimbangan
kehidupan seluruh makhluk Allah di bumi.44
D. Kegiatan Pramuka
1. Pengertian Pramuka
Pramuka merupakan sebutan bagi anggota gerakan pramuka, yang
meliputi; pramuka siaga, pramuka penggalang, pramuka penegak dan
pramuka pandega. Kelompok anggota yang lain yaitu pembina
pramuka, andalan, pelatih, pamong saka, staf kwartir dan majelis
pembimbing.45
Pramuka adalah singaktan dari Praja Muda Karana
artinya pemuda yang suka berkarya. Pramuka adalah warga Indonesia
yang aktif dalam pendidikan kepramukaan serta mengamalkan satya
43
Surya Atika, “Pelaksanaan Pendidikan Karakter (Religius, Cinta Tanah Air dan Disiplin) di SLB
Al Ishlaah Padang)”, Jurnal Ilmiah Pendidikan Khusus , 3 (September, 2014), 752. 44
Burhanuddin Yusuf, “Lingkungan Hidup dan Manusia”, Jurnal Aqidah, 2 (2017), 117. 45
Krisno Handono, “Peningkatan Karakter Disiplin Dalam Pembelajaran Pendidikan Pancasila
Dan Kewarganegaraan Melalui Kegiatan Pramuka Di Gudep Madrasah Aliyah Negeri Babakan
Lebaksiu Kabupaten Tegal Tahun 2016/ 2017”, Jurnal Global Citizen, 2 (Desember, 2016), 72.
52
52
dan darma pramuka. Gerakan pramuka adalah organisasi yang
dibentuk oleh pramuka untuk menyelenggarakan pendidikan
kepramukaan. (UU RI No. 12 Tahun 2010) Gerakan pramuka atau
dalam dunia internasional disebut scounting, merupakan organisasi
kaum muda yang telah berkembang tidak hanya di indonesia, tetapi di
seluruh dunia. Kepramukaan di Indonesia sebelum tahun 1961 lebih
sering disebut sebagai gerakan padvinder atau kepanduan.46
Gerakan pramuka adalah gerakan pendidikan non formal, bersifat
sukarela, non politik, terbuka untuk semua, tanpa membedakan asal-
usul, ras, suku bangsa dan agama. Gerakan ini dibentuk berdasarkan
Keppres No 238 Tahun 1961 tanggal 20 Mei 1961 melalui fusi lebih
dari 60 organisasi kepanduan di Indonesia. Pada saat ini dasar hukum
Gerakan Pramuka telah lebih diperkuat yakni dengan keluarnya UU
No 12 Tahun 2010 tentang Gerakan Pramuka.
Pendidikan kepramukaan adalah pendidikan non formal yang
diperkaya dengan pendidikan nilai-nilai kepramukaan dan
diselenggarakan menurut metoda kepramukaan. Nilai-nilai
kepramukaan yang dimaksud disini adalah Satya dan Darma.
Sedangkan metoda kepramukaan yang dimaksud disini adalah belajar
interaktif dan progresif dialam terbuka dengan bimbingan orang
dewasa.
46
Mufatihatut Taubah dan Uswatun Chasanah, “Peranan Gerakan Pramuka Dalam Menanamkan
Sikap Nasionalisme Di Madrasah Ibtidaiyah”, Elementary: Islamic Teacher Journal, 2 (2018), 341.
53
53
Pendidikan kepramukaan sebagai kegiatan ekstrakurikuler
wajib pada pendidikan dasar dan pendidikan menengah. Secara
konstitusional, pendidikan nasional: berfungsi mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan
untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia
yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggung jawab (Pasal 3 Undang-
Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional).
Sejak di tetapkan pramuka menjadi ekstrakulikuler wajib di
sekolah mulai dari tingkat Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah
(SD/MI), Sekolah Menengah Pertama/ Madrasah Tsanawiyah
(SMP/MTs), Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah (SMA/MA),
dan Sekolah Menengah Kejuruan/Madrasah Aliyah Kejuruan
(SMK/MAK). Sekolah yang belum pernah sekali memasuki dunia
pramuka pasti tidak paham atau kurang mengenal apa itu pramuka,
gerakan pramuka, dan kepramukaan. Ketiga sebutan itu berawal dari
sebuah gerakan Internasional yang di kenal dengan “Boy Scout” yang
bermula di Inggris pada tahun 1907. Gerakan ini bertujuan untuk
mendidik karakter para remaja dan membekali keterampilan yang
diperlukan untuk masa dewasanya. Robert Stephenson Smyth Baden-
Powell atau dikenal dengan nama Baden-Powell adalah pencetus
54
54
utamanya. Gerakan ini masuk ke Indonesia di bawa oleh bangsa
Belanda dengan istilah “Padvinder”. Istilah “Padvinder” berganti atas
usulan KH. Agus Salim menjadi “Pandu” dan “Kepanduan”. Pada
Tahun 1961 dengan adanya Keppres No. 238 tahun 1961 istilah pandu
dan kepanduan berganti dengan istilah pramuka dan kepramukaan.47
2. Fungsi Kegiatan Pramuka
Dalam kegiatan kepramukaan mempunyai fungsi sebagai berikut:
a. Kegiatan menarik bagi anak atau pemuda.
Kegiatan menarik di sini dimaksudkan kegiatan yang
menyenangkan dan mengandung pendidikan. Karena itu permainan
harus mempunyai tujuan dan aturan permainan, jadi bukan
kegiatan yang hanya bersifat hiburan saja. Karena itu lebih tepat
kita sebut saja kegiatan menarik.
b. Pengabdian bagi orang dewasa.
Bagi orang dewasa kepramukaan bukan lagi permainan,
tetapi suatu tugas yang memerlukan keikhlasan, kerelaan, dan
pengabdian. Orang dewasa ini mempunyai kewajiban untuk secara
sukarela membaktikan dirinya demi suksesnya pencapaian tujuan
organisasi.
c. Alat bagi masyarakat dan organisasi.
Kepramukaan merupakan alat bagi masyarakat untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat setempat, dan juga alat bagi
47
Saipul Ambri Damanik, “Pramuka Ekstrakulikuler Wajib Di Sekolah”, Jurnal Ilmu
Keolahragaan, 13 (Juli-Desember, 2014), 17.
55
55
organisasi untuk mencapai tujuan organisasinya.
Jadi kegiatan kepramukaan yang diberikan sebagai latihan berkala
dalam satuan pramuka itu sekedar alat saja, dan bukan tujuan
pendidikannya.
Mengacu Permendikbud RI Nomor 81A Tahun 2013 tentang
Implementasi Kurikulum 2013, lampiran III dijelaskan bahwa fungsi
kegiatan ekstrakurikuler pramuka adalah kegiatan ekstrakurikuler pada
satuan pendidikan memiliki fungsi sebagai berikut:
1. Fungsi pengembangan, yaitu bahwa kegiatan ekstrakurikuler
berfungsi untuk mendukung perkembangan personal peserta didik
melalui perluasan minat, pengembangan potensi, dan pemberian
kesempatan untuk pembentukan karakter dan pelatihan
kepemimpinan.
2. Fungsi sosial, yaitu bahwa kegiatan ekstrakurikuler berfungsi
untuk mengembangkan kemampuan dan rasa tanggung jawab
sosial peserta didik. Kompetensi sosial dikembangkan dengan
memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk memperluas
pengalaman sosial, praktek keterampilan sosial, dan internalisasi
nilai moral dan nilai sosial.
3. Fungsi rekreatif, yaitu bahwa kegiatan ekstrakurikuler dilakukan
dalam suasana rileks, menggembirakan, dan menyenangkan
sehingga menunjang proses perkembangan peserta didik. Kegiatan
56
56
ekstrakurikuler harus dapat menjadikan kehidupan atau atmosfer
sekolah lebih menantang dan lebih menarik bagi peserta didik.
4. Fungsi persiapan karir, yaitu bahwa kegiatan ekstrakurikuler
berfungsi untuk mengembangkan kesiapan karir peserta didik
melalui pengembangan kapasitas.48
3. Tujuan Kegiatan Pramuka
Gerakan pramuka bertujuan mendidik anak-anak dan pemuda
Indonesia dengan prinsip-prinsip dasar dan metode kepramukaan yang
pelaksanaannya disesuaikan dengan keadaan, kepentingan dan
perkembangan bangsa dan masyarakat Indonesia dengan tujuan agar:
a. Anggotanya menjadi manusia yang berkepribadian dan berwatak
luhur serta tinggi mental, moral, budi pekerti dan kuat keyakinan
beragamanya, menjadi manusia yang tinggi kecerdasan dan
keterampilannya, menjadi manusia yang kuat dan sehat fisiknya.
b. Anggotanya menjadi manusia yang menjadi warga negara
Indonesia yang berjiwa pancasila, setia dan patuh kepada Negara
Kesatuan Republik Indonesia; sehingga menjadi angota masyarakat
yang baik dan berguna, yang sanggup dan mampu
menyelanggarakan pembangunan bangsa dan negara.
Tujuan tersebut merupakan cita-cita gerakan pramuka. Karena itu
semua kegiatan yang dilakukan oleh semua unsur dalam gerakan
pramuka harus mengarah pada pencapaian tujuan tersebut.49
48
Pusat Pengembangan Tenaga Kependidikan, Kepramukaan Bahan Ajar Implementasi
Kurikulum 2013 (Jakarta, 2014), 13-14.
57
57
4. Keanggotaan Pramuka
Keanggotaan dalam gerakan pramuka dibagi menjadi dua, yaitu
anggota biasa dan anggota kehormatan. Anggota biasa gerakan
pramuka terdiri atas anggota muda dan anggota dewasa, sedangkan
anggota kehormatan adalah perorangan yang berjasa luar biasa
terhadap gerakan pramuka serta diangkat dan dilantik oleh kwartir
cabang / kwartir daerah / kwartir nasional (AD/ART Gerakan Pramuka
Munas 2013).
a. Anggota Muda
Anggota muda terdiri atas pramuka siaga, pramuka
penggalang, pramuka penegak, dan pramuka pandega. Siaga adalah
anggota muda gerakan pramuka yang berusia 7-10 tahun. Pada
tingkatan ini kecakapan yang dimiliki ada siaga mula, bantu dan
tata. Penggalang adalah anggota gerakan pramuka yang berusia 11-
15 tahun. Pada tingkatan ini kecakapan yang dimiliki ada
penggalang ramu, rakit dan terap. Penegak adalah anggota gerakan
pramuka yang berusia 16-20 tahun. Pada tingkatan ini kecakapan
yang dimiliki ada penegak bantara dan laksana. Pendega adalah
anggota gerakan pramuka yang berusia 21-25 tahun.50
b. Anggota Dewasa
Anggota dewasa adalah anggota biasa yang berusia di atas
25 tahun. Anggota dewasa dibagi menjadi dua, yaitu fungsionaris
49
Krisno Handono, “Peningkatan Karakter Disiplin”., 73-74. 50
Mufatihatut Taubah dan Uswatun Chasanah, “Peranan Gerakan Pramuka”., 341.
58
58
organisasi dan nonfungsionaris organisasi. Anggota dewasa yang
termasuk fungsionaris organisasi terdiri atas: (a) pembina; (b)
pelatih pembina; (c) pembina profesional; (d) pamong saka; (e)
instruktur saka; (f) pimpinan satuan karya; (g) pimpinan satuan
komunitas; (h) andalan dan pembantu andalan; dan (i) anggota
majelis pembimbing, sedangkan anggota dewasa yang bukan
fungsionaris organisasi dapat bergabung dalam gugus darma
(AD/ART Gerakan Pramuka Munas Tahun 2013).51
5. Kode Kehormatan Anggota Pramuka
Kode kehormatan bagi pramuka disesuaikan dengan golongan usia
perkembangan rohani dan jasmani peserta didik.
a. Kode kehormatan bagi pramuka siaga yaitu dwi satya (janji
pramuka siaga) dan dwi darma (ketentuan moral pramuka siaga).
Arti kata dwi satya: dwi artinya dua dan satya artinya janji. Adapun
isinya sebagai berikut:
1) Dwi Satya: Demi kehormatanku aku berjanji akan bersugguh-
sungguh:
a) Menjalankan kewajibanku terhadap Tuhan Yang Maha Esa,
negara kesatuan republik Indonesia dan menurut aturan
keluarga.
b) Setiap hari berbuat kebaikan.
51
Rusli Akhmad Junaedi, “Model Pendidikan Kepramukaan Indonesia Dalam Perspektif Filsafat
Pendidikan Paulo Freire”, Jurnal Filsafat, 2 (2018), 237-239.
59
59
2) Dwi Darma
a) Siaga berbakti kepada ayah dan ibundanya.
b) Siaga berani dan tidak putus asa.
Dwi satya adalah dua janji yang harus diucapkan oleh calon
siaga pada saat yang bersangkutan dilantik menjadi pramuka.
Sedangkan dwi darma adalah ketentuan moral yang menjadi
pedoman hidup bagi siaga. Dwi darma diucapkan pada saat
upacara pembukaan latihan di perindukan.
b. Kode kehormatan bagi pramuka penggalang yaitu:
1) Trisatya pramuka penggalang: Demi kehormatanku aku
berjanji akan bersungguh-sungguh:
a) Menjalankan kewajibanku terhadap Tuhan Yang Maha Esa,
Negara Kesatuan Republik Indonesia dan menggamalkan
pancasila.
b) Menolong sesama hidup dan mempersiapkan diri
membangun masyarakat.
c) Menepati dasa darma: dasa darma pramuka
1) Takwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa
2) Cinta alam dan kasih sayang sesama manusia
3) Patriot yang sopan dan kesatria
4) Patuh dan suka bermusyawarah
5) Rela menolong dan tabah
6) Rajn, terampil dan gembira
60
60
7) Hemat, cermat dan bersahaja
8) Disiplin, berani dan setia
9) Bertanggung jawab dan dapat dipercaya
10) Suci dari pikiran, perkataan dan perbuatan.52
c. Kode kehormatan bagi pramuka penegak yaitu:
Penegak, pandega serta anggota dewasa mengamalkan Tri
Satya yang isinya; Demi kehormatanku aku berjanji akan
bersungguh-sungguh menjalankan kewajibanku terhadap Tuhan
Yang Maha Esa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia,
mengamalkan pancasila. Menolong sesama hidup, dan ikut serta
membangun masyarakat, serta menepati dasa darma.53
6. Strategi Implementasi Kegiatan Pramuka
Berikut deskripsi materi strategi implementasi kegiatan
ekstrakurikuler pramuka yang meliputi perencanaan program,
pelaksanaan program, dan penilaian.
a. Perencanaan Program Kegiatan
Revitalisasi gerakan pramuka perlu dilakukan agar
kegiatan-kegiatan kepramukaan dapat terselenggara secara lebih
berkualitas, menarik minat dan menjadi pilihan peserta didik, dan
mewujudkan peserta didik yang berkarakter kuat untuk menjadi
calon pemimpin bangsa dalam berbagai bidang kehidupan. Guna
menunjang dan memperkuat kebijakan tersebut perencanaan
52
Mufatihatut Taubah dan Uswatun Chasanah, “Peranan Gerakan”., 341-342. 53
Saipul Ambri Damanik , “Pramuka Ekstrakulikuler Wajib Di Sekolah”., 18.
61
61
program kegiatan ekstra kurikuler pramuka mutlak diperlukan yang
meliputi : Program Kerja Kegiatan Pramuka; Rencana Kerja
Anggaran Kegiatan Pramuka; Program Tahunan; Program
Semester; Silabus Materi Kegiatan Pramuka; Rencana Pelaksanaan
Kegiatan; dan Kriteria Penilaian Kegiatan.
Berdasarkan uraian di atas, maka penyusunan program
ekstrakurikuler pramuka di satuan pendidikan perlu dikuasai oleh
kepala sekolah sebagai penanggung jawab dan pengawas sekolah
sebagai pembimbing maupun pemantau pelaksanaan program
tersebut di sekolah binaannya.contoh program kerja kegiatan
pramuka untuk satuan pendidikan.54
b. Pelaksanaan Pelatihan Pramuka
1) Persyaratan Pelaksanaan Proses Pelatihan Pramuka.
Alokasi waktu jam pelatihan pramuka per Minggu : SD/MI
: 2 x 35 menit. SMP/MTs: 2 x 40 menit. SMA/MA: 2 x 45
menit. SMK/MAK : 2 x 45 menit.
2) Pengelolaan Pelatihan Pramuka
Pelatih menyesuaikan tempat pelatihan peserta didik sesuai
dengan tujuan dan karakteristik proses pelatihan pramuka.
Volume dan intonasi suara pelatih dalam proses pelatihan
pramuka harus dapat didengar dengan baik oleh peserta didik.
Pelatih wajib menggunakan kata-kata santun, lugas dan mudah
54
Pusat Pengembangan Tenaga Kependidikan, Kepramukaan Bahan Ajar., 31.
62
62
dimengerti oleh peserta didik. Pelatih menyesuaikan materi
dengan kecepatan dan kemampuan penerimaan peserta didik.
Pelatih menciptakan ketertiban, kedisiplinan, kenyamanan,
dan keselamatan dalam menyelenggarakan proses pelatihan
pramuka. Pelatih memberikan penguatan dan umpan balik
terhadap respons dan hasil belajar peserta didik selama proses
pelatihan pramuka berlangsung. Pelatih mendorong dan
menghargai peserta didik untuk bertanya dan mengemukakan
pendapat. Pelatih berpakaian sopan, bersih, dan rapi. Pada tiap
awal semester, pelatih menjelaskan kepada peserta didik
silabus bahan materi pelatihan; dan pelatih memulai dan
mengakhiri proses pelatihan pramuka sesuai dengan waktu
yang dijadwalkan.
3) Pelaksanaan Pelatihan Pramuka
Pelaksanaan Pelatihan Pramuka merupakan implementasi
dari Rencana Pelaksanaan Kegiatan (RPK), meliputi kegiatan
pendahuluan, inti dan penutup. Pada Kegiatan inti model
Pelatihan Pramuka, metode Pelatihan Pramuka, media
Pelatihan Pramuka, dan alat serta bahan yang disesuaikan
dengan karakteristik peserta didik pramuka. Pengoperasionalan
pendekatan saintifik, model pembelajaran inkuiri, discoveri,
project based learning, dan problem based learning disesuaikan
dengan karakteristik kompetensi dan jenjang pendidikan, dan
63
63
peserta didik. Kompetensi tersebut mencakup 3 ranah, yaitu
sikap pengetahuan, dan keterampilan. 55
c. Penilaian Kegiatan Pramuka
Penilaian wajib diberikan terhadap kinerja peserta didik
pramuka dalam kegiatan ekstrakurikuler pramuka. Kriteria
keberhasilan lebih ditentukan oleh proses dan keikutsertaan peserta
didik dalam kegiatan ekstrakurikuler pramuka. Penilaian dilakukan
secara kualitatif.
Peserta didik diwajibkan untuk mendapatkan nilai
memuaskan pada kegiatan ekstrakurikuler pramuka yang
merupakan ekstrakurikuler wajib pada setiap semester. Nilai yang
diperoleh pada kegiatan ekstrakurikuler wajib Kepramukaan
berpengaruh terhadap kenaikan kelas peserta didik. Nilai di bawah
memuaskan dalam dua semester atau satu tahun memberikan
sanksi bahwa peserta didik tersebut harus mengikuti program
khusus yang diselenggarakan bagi mereka.
Satuan pendidikan dapat dan perlu memberikan
penghargaan kepada peserta didik yang memiliki prestasi sangat
memuaskan atau cemerlang dalam kegiatan ekstrakurikuler
pramuka. Penghargaan tersebut diberikan untuk pelaksanaan
kegiatan dalam satu kurun waktu akademik tertentu; misalnya pada
setiap akhir semester, akhir tahun, atau pada waktu peserta didik
55
Ibid., 32-33.
64
64
telah menyelesaikan seluruh program pembelajarannya.
Penghargaan tersebut memiliki arti sebagai suatu sikap menghargai
prestasi seseorang. Kebiasaan satuan pendidikan memberikan
penghargaan terhadap prestasi baik akan menjadi bagian dari diri
peserta didik setelah mereka menyelesaikan pendidikannya. Teknik
penilaian yang dilakukan guru meliputi :
1) Penilaian dilakukan melalui berbagai cara yang mencakup
aspek sikap, pengetahuan, dan keterampilan dalam bentuk Tes
dan non tes, baik tulis, lisan, maupun praktik;
2) Penugasan terstruktur dan kegiatan mandiri tidak terstruktur,
3) Penilaian sikap dilakukan melalui pengamatan, penilaian teman
sejawat, maupun dengan menggunakan jurnal.
4) Pelaporan nilai dituangkan dalam bentuk deskripstif dengan
mengacu kriteria.56
56
Ibid., 33-34.
65
65