BAB II LANDASAN TEORI A. Media Televisi Dalam Komunikasi...

32
23 BAB II LANDASAN TEORI A. Media Televisi Dalam Komunikasi Massa Komunikasi massa menurut Jalaluddin Rakhmat adalah jenis komunikasi yang ditujukan kepada sejumlah khalayak yang tersebar, heterogen, dan anonim melalui media cetak atau elektronik sehingga pesan yang sama dapat diterima secara serentak dan sesaat. 25 Komunikasi massa merupakan sebuah proses yang terjadi dari rangkaian tahap sebagai berikut: 1. Formulasi pesan oleh komunikator profesional. 2. Penyebaran pesan dengan cara yang relatif cepat dan terus menerus melalui media (media cetak, film, radio, tv dan broadcasting). 3. Pesan mencapai khalayak yang jumlahnya relatif besar dan beragam, khalayak ini mengakses media dengan cara selektif. 4. Individu anggota dari khalayak mencoba menafsirkan pesan. 5. Sebagai hal memahami pesan, maka selanjutnya anggota kelompok ini pada level tertentu akan terpengaruh oleh isi pesan tersebut. 26 Komunikasi massa atau komunikasi melalui media massa bersifat satu arah. Pembaca surat kabar, pendengar radio, penonton televisi dan film tidak tampak oleh si komunikator, dengan demikian begitu pesan disebarkan melalui komunikator, tidak diketahui apakah pesan itu diterima, dimengerti 25 Jalaluddin Rakhmat, Psikologi Komunikasi. Remaja Rosdakarya. Bandung 2009. Hal. 188. 26 Dennis McQuail, Teori Komunikasi Massa. Alih bahasa, Agus Dhaim dan Aminuddin Ram. Erlangga. Jakarta 1987. Hal. 33-34

Transcript of BAB II LANDASAN TEORI A. Media Televisi Dalam Komunikasi...

Page 1: BAB II LANDASAN TEORI A. Media Televisi Dalam Komunikasi …eprints.mercubuana-yogya.ac.id/2317/3/BAB II LANDASAN TEORI.pdfLANDASAN TEORI A. Media Televisi Dalam Komunikasi Massa Komunikasi

23

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Media Televisi Dalam Komunikasi Massa

Komunikasi massa menurut Jalaluddin Rakhmat adalah jenis

komunikasi yang ditujukan kepada sejumlah khalayak yang tersebar,

heterogen, dan anonim melalui media cetak atau elektronik sehingga pesan

yang sama dapat diterima secara serentak dan sesaat.25

Komunikasi massa

merupakan sebuah proses yang terjadi dari rangkaian tahap sebagai berikut:

1. Formulasi pesan oleh komunikator profesional.

2. Penyebaran pesan dengan cara yang relatif cepat dan terus menerus

melalui media (media cetak, film, radio, tv dan broadcasting).

3. Pesan mencapai khalayak yang jumlahnya relatif besar dan beragam,

khalayak ini mengakses media dengan cara selektif.

4. Individu anggota dari khalayak mencoba menafsirkan pesan.

5. Sebagai hal memahami pesan, maka selanjutnya anggota kelompok ini

pada level tertentu akan terpengaruh oleh isi pesan tersebut.26

Komunikasi massa atau komunikasi melalui media massa bersifat

satu arah. Pembaca surat kabar, pendengar radio, penonton televisi dan film

tidak tampak oleh si komunikator, dengan demikian begitu pesan disebarkan

melalui komunikator, tidak diketahui apakah pesan itu diterima, dimengerti

25

Jalaluddin Rakhmat, Psikologi Komunikasi. Remaja Rosdakarya. Bandung 2009. Hal.

188. 26

Dennis McQuail, Teori Komunikasi Massa. Alih bahasa, Agus Dhaim dan Aminuddin

Ram. Erlangga. Jakarta 1987. Hal. 33-34

Page 2: BAB II LANDASAN TEORI A. Media Televisi Dalam Komunikasi …eprints.mercubuana-yogya.ac.id/2317/3/BAB II LANDASAN TEORI.pdfLANDASAN TEORI A. Media Televisi Dalam Komunikasi Massa Komunikasi

24

atau dilakukan oleh komunikan. Wartawan surat kabar, penyiar radio, penyiar

televisi atau sutradara film tidak mengatahui nasib pesan yang disampaikan

pada khalayak.27

Televisi merupakan salah satu media dalam komunikasi massa.

Menurut Effendy yang dimaksud dengan televisi adalah televisi siaran yang

merupakan media dari jaringan komunikasi dengan ciri-ciri yang dimiliki

komunikasi massa, yaitu berlangsung satu arah, komunikatornya melembaga,

pesannya bersifat umum, sasarannya menmbulkan keserampakan, dan

komunikasinya bersifat heterogen.28

Lebih lanjut Effendi menjelaskan lima

ciri-ciri komunikasi massa sebagai berikut:

1. Komunikasi massa berlangsung satu arah.

Komunikasi hanya berlangsung satu arah dan tidak terdapat arus balik

langsung kepada komunikator karena arus balik dalam komunikasi

massa tidak dapat diketahui seketika oleh komunikator atau dengan kata

lain hanya diketahui setelah proses komunikasi itu terjadi. Dalam hal ini

arus balik yang tidak langsung sering disebut arus balik tertunda

(delayed feedback).

2. Komunikator pada komunikasi massa melembaga,

Media massa sebagai saluran komunikasi massa merupakan lembaga,

yakni suatu institusi atau organisasi yang oleh karena itu

komunikatornya juga melembaga. Komunikator pada komunikasi massa

27

Onong Uchjana Effendy, Dinamika Komunikasi. Remaja Rosdakarya. Bandung 1986.

Hal. 76. 28

Onong Uchjana Effendy, Hubungan Masyarakat Suatu Studi Komunikologis. Remaja

Rosdakarya. Bandung 2002. Hal. 21.

Page 3: BAB II LANDASAN TEORI A. Media Televisi Dalam Komunikasi …eprints.mercubuana-yogya.ac.id/2317/3/BAB II LANDASAN TEORI.pdfLANDASAN TEORI A. Media Televisi Dalam Komunikasi Massa Komunikasi

25

bertindak atas nama lembaga sejalan dengan kebijakan surat kabar atau

stasiun televisi yang diwakilinya karena media yang dipergunakan

adalah suatu lembaga yang menyebarluaskan pesan komunikasinya.

3. Pesan pada komunikasi massa bersifat umum

Pesan yang disebarkan melalui media massa bersifat umum karena

ditujukan kepada umum dan mengenai kepentingan umum. Jadi tidak

ditujukan pada perorangan atau kepada kelompok yang tertentu.

4. Media massa menimbulkan keserampakan.

Kemampuan media massa untuk menimbulkan keserempakan pada

khalayak dalam menerima pesan-pesan yang disampaikan dan ini

merupakan ciri yang paling hakiki dibandingkan dengan media

komunikasi yang lainnya.

5. Komunikan pada komunikasi massa bersifat heterogen.

Komunikan atau khalayak merupakan kumpulan anggota masyarakat

yang terlibat dalam proses komunikasi massa sebagai sasaran yang

dituju komunikator bersifat heterogen. Krena keberadaan mereka yang

terpencar-pencar,satu sama lain yang tidak saling mengenal dan tidak

memiliki kontak pribadi dan mereka saling berbeda dalam berbagai

hal.29

Televisi memiliki kekuatan ampuh untuk menyampaikan pesan

karena media ini dapat menghadirkan pengalaman yang seolah-olah dialami

sendiri dengan jangkauan yang luas dalam waktu yang bersamaan.

29

Sutaryo, Sosiologi Komunikasi. Arti Bumi Intaran. Yogyakarta 2005. Hal. 80-83.

Page 4: BAB II LANDASAN TEORI A. Media Televisi Dalam Komunikasi …eprints.mercubuana-yogya.ac.id/2317/3/BAB II LANDASAN TEORI.pdfLANDASAN TEORI A. Media Televisi Dalam Komunikasi Massa Komunikasi

26

Penyampaian isi pesan antara komunikator dan komunikan seolah-olah

berlangsung saat itu juga.30

B. Karakteristik dan Fungsi Televisi

1. Karakteristik Televisi

Dibandingkan dengan media massa lain seperti radio, surat kabar,

majalah, buku, dan sebagainya, televisi mempunyai sifat istimewa.

Televisi merupakan gabungan dari media dengar (audio) dan gambar

(visual) yang bisa bersifat informatif, hiburan, dan pendidikan, atau

bahkan gabungan dari ketiga unsur tersebut. Informasi yang disampaikan

oleh televisi, akan mudah dimengerti karena jelas terdengar secara audio

dan terlihat secara visual.31

Kelebihan tersebut tidak lepas dari

karakeristik khas yang ada pada televisi. Karyanti menjelaskan

karakteristik televisi sebagai berikut:

a. Audiovisual

Televisi memiliki kelebihan dibandingkan dengan media penyiaran

lainnya, yakni dapat didengar sekaligus dilihat. Jadi, apabila

khalayak radio siaran hanya mendengar kata-kata, musik dan efek

suara, maka khalayak televisi dapat melihat gambar yang bergerak.

Maka dari itu televisi disebut sebagai media massa elektronik

30

Sony Set, Menjadi Perancang Program TV Profesional. Andi Offset. Yogyakarta 2008.

Hal. 30 31

Wawan Kuswandi, Komunikasi Massa Sebuah Analisis Media Televisi. Rineka Cipta.

Jakarta 1996. Hal. 8

Page 5: BAB II LANDASAN TEORI A. Media Televisi Dalam Komunikasi …eprints.mercubuana-yogya.ac.id/2317/3/BAB II LANDASAN TEORI.pdfLANDASAN TEORI A. Media Televisi Dalam Komunikasi Massa Komunikasi

27

audiovisual. Namun demikian, tidak berarti gambar lebih penting

dari kata-kata, keduanya harus ada kesesuaian secara harmonis.

b. Berpikir dalam Gambar

Ada dua tahap proses berpikir dalam gambar. Pertama adalah

visualisasi yakni menerjemahkan kata-kata yang mengandung

gagasan yang menjadi gambar secara individual. Kedua,

penggambaran yakni kegiatan merangkai gambar-gambar individual

sedemikian rupa sehingga kontinuitasnya mengandung makna

tertentu.

c. Pengoperasian Lebih Kompleks

Dibandingkan dengan radio siaran, pengoperasian televisi siaran

jauh lebih kompleks, dan lebih banyak melibatkan orang. Peralatan

yang digunakan lebih banyak dan untuk mengoperasikannya lebih

rumit dan harus dilakukan oleh orang-orang yang terampil dan

terlatih.32

2. Fungsi Televisi

Televisi merupakan media massa, dengan demikian menurut

Harold Laswell televisi mempunyai tiga fungsi dimana setiap fungsi

tidak berdiri sendiri melainkan saling berkaitan, yaitu:

32

Rema Karyanti S. Komunikasi Massa: Suatu Pengantar. Simbiosa Rekatama Media.

Bandung 2005. Hal. 137-139.

Page 6: BAB II LANDASAN TEORI A. Media Televisi Dalam Komunikasi …eprints.mercubuana-yogya.ac.id/2317/3/BAB II LANDASAN TEORI.pdfLANDASAN TEORI A. Media Televisi Dalam Komunikasi Massa Komunikasi

28

a. The survilance of the environment.

Televisi bertindak sebagai pengamat lingkungan yang selalu akan

memberikan berbagai informasi atas hal-hal yang tidak terjangkau

khalayak.

b. The correlation of the parts if society in responding to the

environment.

Media massa lebih menekankan kepada pemilihan, penilaian,

penafsiran, tentang apa yang patut disampaikan kepada khalayak.

Dengan demikian madia massa dapat dinilai sebagai “Gate Keeper”

dari arus informasi.

c. The transmission of the social heritage from generation to the

generation.

Media massa berfungsi sebagai jembatan tata nilai dan budaya dari

generasi satu ke generasi berikutnya, atau dengan kata lain media

massa berfungsi sebagai media pendidikan.33

Fungsi televisi menurut Dominick, sebagaimana yang dikutip

oleh Elvinaro, adalah sebagai berikut:34

a. Surveillance (pengawasan)

Pengawasan peringatan ketika media massa menginformasikan

tentang ancaman, kondisi, efek yang memprihatinkan dan

33

Darwanto Sastro Subroto, Produksi Acara Televisi. Duta Wacana University Press.

Yogyakarta 1994. Hal. 15-16. 34

Ardianto Elvinaro,dkk., Komunikasi Massa. Simbiosa Rekatama Media. Bandung 2007.

Hal 15-17.

Page 7: BAB II LANDASAN TEORI A. Media Televisi Dalam Komunikasi …eprints.mercubuana-yogya.ac.id/2317/3/BAB II LANDASAN TEORI.pdfLANDASAN TEORI A. Media Televisi Dalam Komunikasi Massa Komunikasi

29

pengawasan instrumental yaitu penyampaian dan penyebaran

informasi memiliki kegunaan dalam kehidupan sehari-hari.

b. Interpretation (penafsiran)

Fungsi penafsiran yaitu televisi tidak hanya memasok fakta dan

data, tetapi juga memberikan penafsiran terhadap kejadian-kejadian

penting.

c. Linkage (pertalian)

Fungsi yang selanjutnya adalah pertalian yaitu merupakan

penyatuan anggota masyarakat yang beragam, membentuk pertalian

berdasarkan kepentingan dan minat yang sama, individu

mengadopsi prilaku dan nilai kelompok yang mereka saksikan.

d. Transmission of values (penyebaran nilai)

e. Entertainment (hiburan)

Televisi memberikan tayangan acara yang bersifat menghibur yang

tujuannya untuk mengurangi ketegangan fikiran khalayak.

C. Dampak Televisi Terhadap Khalayak

Pengaruh siaran televisi terhadap sistem komunikasi tidak pernah

terlepas dari pengaruh terhadap aspek-aspek kehidupan masyarakat. Acara

televisi pada umumnya mempengaruhi sikap, pandangan, persepsi, dan

perasaan bagi para penontonnya. Hal ini disebabkan oleh pengaruh

psikologis dari program acara televisi itu sendiri. Televisi seakan-akan

Page 8: BAB II LANDASAN TEORI A. Media Televisi Dalam Komunikasi …eprints.mercubuana-yogya.ac.id/2317/3/BAB II LANDASAN TEORI.pdfLANDASAN TEORI A. Media Televisi Dalam Komunikasi Massa Komunikasi

30

menghipnotis penonton, sehingga mereka terhanyut dalam keterlibatan akan

kisah atau peristiwa yang disajikan oleh televisi.35

Menurut Kuswandi ada tiga dampak yang ditimbulkan dari acara

televisi terhadap khalayak pemirsa :

1. Dampak kognitif yaitu kemampuan seseorang atau pemirsa untuk

menyerap dan memahami acara yang ditayangkan televisi yang

melahirkan pengetahuan bagi pemirsa.

2. Dampak peniruan yaitu pemirsa dihadapkan pada trend aktual yang

ditayangkan televisi.

3. Dampak perilaku yaitu proses tertanamnya nilai-nilai sosial budaya

yang telah ditayangkan acara televisi yang diterapkan dalam

kehidupan pemirsa sehari-hari..36

Bersamaan dengan jalannya proses penyampaian isi pesan media

televisi kepada pemirsa, maka isi pesan itu juga akan diinterpretasikan secara

berbeda-beda menurut visi pemirsa. Serta dampak yang ditimbulkan juga

beraneka ragam. Hal ini terjadi karena tingkat pemahaman dan kebutuhan

pemirsa terhadap isi pesan acara televisi berkaitan erat dengan status sosial

ekonomi serta situasi dan kondisi pemirsa pada saat menonton televisi.

Dengan demikian apa yang diasumsikan televisi sebagai suatu acara yang

penting untuk disajikan bagi pemirsa, belum tentu penting bagi khalayak.

35

Onong Uchjana Effendy. Hubungan Masyarakat Suatu Studi Komunikologis. Remaja

Rosdakarya. Bandung 2002. Hal. 122. 36

Wawan Kuswandi, Komunikasi Massa Sebuah Analisis Media Televisi. Rineka Cipta:

Jakarta 1996. Hal. 99.

Page 9: BAB II LANDASAN TEORI A. Media Televisi Dalam Komunikasi …eprints.mercubuana-yogya.ac.id/2317/3/BAB II LANDASAN TEORI.pdfLANDASAN TEORI A. Media Televisi Dalam Komunikasi Massa Komunikasi

31

D. Sinetron Dalam Program Acara Televisi di Indonesia

1. Program Televisi

Program televisi adalah bahan yang telah disusun dalam satu

format sajian dengan unsur video yang ditunjang unsur audio yang

secara teknis memenuhi persyaratan layak siar serta telah memenuhi

standar estetik dan artistik yang berlaku.37

Frank Jefkins (Effendy, 2002 :

105-108) menyebutkan ada sejumlah karakteristik khusus dalam

program acara, yaitu :38

a. Selain menghasilkan suara, televisi juga menghasilkan gerakan,

visi, dan warna.

b. Pembuatan program televisi lebih mahal dan lama.

c. Mengandalkan tayangan secara visual, maka segala sesuatu yang

nampak dibuat semenarik mungkin.

Adapun program acara televisi dapat dikelompokkan sebagai

berikut : 39

a. Buletin berita nasional, seperti : Siaran berita atau buletin berita

regional ang dihasilkan oleh stasiun televisi swasta lokal.

b. Liputan-liputan khusus yang membahas tentang berbagai masalah

aktual secara lebih mendalam.

37

Azhar Arsyad, Media Pembelajaran. Rajagrafindo Persada, Jakarta 2006. Hal.51. 38

Onong Uchjana Effendy. Hubungan Masyarakat Suatu Studi Komunikologis. Remaja

Rosdakarya. Bandung 2002. Hal. 105-108. 39

Onong Uchjana Effendy. Hubungan Masyarakat Suatu Studi Komunikologis. Remaja

Rosdakarya. Bandung 2002. Hal. 105-108.

Page 10: BAB II LANDASAN TEORI A. Media Televisi Dalam Komunikasi …eprints.mercubuana-yogya.ac.id/2317/3/BAB II LANDASAN TEORI.pdfLANDASAN TEORI A. Media Televisi Dalam Komunikasi Massa Komunikasi

32

c. Program-program acara olahraga, baik olah raga di dalam atau

diluar ruangan, yang disiarkan langsung atau tidak langsung dari

dalam atau luar negeri.

d. Program acara mengenai topik-topik khusus yang bersifat

informatif, seperti : acara memasak, berkebun, dan acara kuis.

e. Acara drama, terdiri dari : sinetron, sandiwara, komedi, film, dan

lain sebagainya.

f. Acara musik, seperti konser musik pop, musik rock, dangdut,

klasik, dan lain sebagainya.

g. Acara bagi anak-anak, seperti penayangan film kartun.

h. Acara-acara keagamaan, sepert : siraman rohani, acara ramadhan,

dan hari-hari besar keagamaan lainnya.

i. Program acara yang membahas tentang ilmu pengetahuan dan

pendidikan.

j. Acara bincang-bincang atau sering juga disebut dengan talkshow.

Berbagai program televisi tersebut secara garis besar dapat

dikategorikan menjadi dua berdasarkan jenisnya, yaitu:40

a. Program Informasi

Program informasi adalah segala jenis siaran yang bertujuan

untuk memberikan tambahan pengetahuan (informasi) kepada

khalayak audien. Daya tarik dari program ini ialah informasi dan

sekaligus menjadi nilai jual kepada audien. Program informasi

40

Morisan, Manajemen Media Penyiaran: Strategi Mengelola Radio & Televisi.

Kencana. Jakarta 2009. Hal. 207-220.

Page 11: BAB II LANDASAN TEORI A. Media Televisi Dalam Komunikasi …eprints.mercubuana-yogya.ac.id/2317/3/BAB II LANDASAN TEORI.pdfLANDASAN TEORI A. Media Televisi Dalam Komunikasi Massa Komunikasi

33

tidak selalu berita, tetapi segala bentuk penyajian informasi

termasuk talk show (perbincangan), misalnya wawancara dengan

artis.

b. Program Hiburan

Program hiburan adalah segala bentuk yang bertujuan untuk

menghibur audien. Program yang termasuk dalam kategori

hiburan adalah drama, permainan (game), musik, dan

pertunjukan.

2. Sinetron Sebagai Program Acara Hiburan

Pengertian sinetron dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia

(KBBI) adalah film yang dibuat khusus untuk penayangan di media

elektronik, seperti televisi.41

Effendi mendefinisikan film dengan suatu

alur cerita yang disajikan dalam bentuk sekali penayangan dalam durasi

tertentu, tetapi tidak menutup kemungkinan film ditayangkan dalam alur

cerita bersambung.42

Menurut Eduard Depari sebagaimana dikutip oleh

Kuswandi sinetron adalah sinema elektronik yang berisikan alur cerita

bersambung, cerita pendek dan memiliki pesan yang menggambarkan

kehidupan sosial yang menyangkut aspek hubungan dan pergaulan

sosial”. Sinetron merupakan bentuk alur cerita yang menggambarkan

permasalahan kehidupan manusia sehari-hari.43

Sinetron di Amerika

41

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), http://kbbi.web.id/sinetron. Diakses pada

Senin 21 Maret 2017. 42

Onong Uchjana Effendy, Ilmu Komunikasi, Teori dan Praktek. Remaja Rosdakarya.

Bandung 2000. Hal. 108. 43

Wawan Kuswandi, Komunikasi Massa Sebuah Analisis Media Televisi. Rineka Cipta.

Jakarta 1996. Hal. 131.

Page 12: BAB II LANDASAN TEORI A. Media Televisi Dalam Komunikasi …eprints.mercubuana-yogya.ac.id/2317/3/BAB II LANDASAN TEORI.pdfLANDASAN TEORI A. Media Televisi Dalam Komunikasi Massa Komunikasi

34

Latin dikenal dengan Telenovela (Television Novela) dan di Amerika

Serikat disebut (Movie) Made for Television (MTV) alias Television

Movie.44

Sinema elektronik atau yang dikenal dengan sinetron dalam

wacana televisi Indonesia merupakan cerita yang dibuat untuk media

televisi dan sudah menjadi bagian dari wacana publik dalam ruang sosial

masyarakat.45

Sinetron merupakan drama dalam rangkaian episode yang

menyajikan serita dari berbagai tokoh secara bersamaan. Masing-masing

tokoh memiliki alur cerita mereka sendiri-sendiri tanpa harus dirangkum

menjadi suatu kesimpulan. Kemasannya dibuat dalam satu konsep dasar

televisi.46

Kehadiran sinetron di televisi merupakan satu bentuk aktualitas

komunikasi dan interaksi manusia yang diolah berdasarkan alur cerita

untukmengangkat permasalahan hidup manusia sehari-hari. Cerita

sinetron tidak hanyasekedar menjadi sajian menarik di layar kaca, tetapi

juga telah menjadi bahandiskusi atau bahan “ngerumpi baru” di antara

para ibu di kelompok arisan, antar anggota keluarga, bahkan tidak jarang

nilai sosial di dalamnya hadir sebagai rujukan perilaku bagi para

penggemarnya.47

44

Muh. Labib, Potret Sinetron Indonesia Antara Realitas Virtual dan Realitas Sosial.

Mandar Utama Tiga Books Division. Jakarta2002. Hal. 1. 45

Muh. Labib, Potret Sinetron Indonesia Antara Realitas Virtual dan Realitas Sosial.

Mandar Utama Tiga Books Division. Jakarta2002. Hal. 1. 46

Andi Fachruddin, Cara Kreatif Memproduksi Program Televisi. Andi Offset.

Yogyakarta 2015. Hal. 76. 47

Muh. Labib, Potret Sinetron Indonesia Antara Realitas Virtual dan Realitas Sosial.

Mandar Utama Tiga Books Division. Jakarta2002. Hal. 1.

Page 13: BAB II LANDASAN TEORI A. Media Televisi Dalam Komunikasi …eprints.mercubuana-yogya.ac.id/2317/3/BAB II LANDASAN TEORI.pdfLANDASAN TEORI A. Media Televisi Dalam Komunikasi Massa Komunikasi

35

Terdapat beberapa karakter sinetron yang mendominasi jam-jam

siar utama (sinetron mainstream), yaitu dari sisi episode adalah jenis

serial dan seri,dari sisi tema cerita merupakan jenis drama atau komedi,

dari sisi segmentasinyamerupakan sinetron keluarga dan dewasa yang

mampu merangkul semua kalangan dan tidak terbatas etnis dan geografis

tertentu, dan dari sisi kemasan memiliki corak budaya populer.48

E. Analisis Resepsi Dalam Studi Komunikasi Massa

Tradisi studi khalayak dalam komunikasi massa mempunyai dua

pandangan arus besar (mainstream). Pertama khalayak sebagai audience

yang pasif, sebagai audience yang pasif orang hanya bereaksi pada apa yang

mereka lihat dan dengar dalam media. Khalayak tidak ambil bagian dalam

diskusi-diskusi publik. Khalayak merupakan sasaran media massa. Sementara

pandangan kedua khalayak merupakan partisipan aktif dalam publik. Publik

merupakan kelompok orang yang terbentuk atas isu tertentu dan aktif

mengambil bagian dalam diskusi atas isu-isu yang mengemuka.49

Dalam sejarah tradisi studi audience pernah berkembang beberapa

varian teori, secara berurutan berdasarkan perjalanan sejarah kelahirannya

yaitu: effect research, uses and gratification research, literary criticism,

cultrural studies, dan reception analysis. Adapun yang terakhir, reception

analysis, bisa dikatakan sebagai perspektif baru dalam aspek wacana dan

48

Muh. Labib, Potret Sinetron Indonesia Antara Realitas Virtual dan Realitas Sosial.

Mandar Utama Tiga Books Division. Jakarta 2002. Hal. 151. 49

Ido Prijana Hadi, “Penelitian Khalayak dalam Perspektif Reception Analysis.” Jurnal

Ilmiah Scriptura. Vol. 3, No. 1, Januari 2009. Hal, 1.

Page 14: BAB II LANDASAN TEORI A. Media Televisi Dalam Komunikasi …eprints.mercubuana-yogya.ac.id/2317/3/BAB II LANDASAN TEORI.pdfLANDASAN TEORI A. Media Televisi Dalam Komunikasi Massa Komunikasi

36

sosial dari teori komunikasi.50

Teori resepsi (reception) muncul pada tahun

1970 dalam hubungannya dengan media massa yang memfokuskan pada

hubungan pemaknaan isi media massa dan khalayak.51

Sebagai respon terhadap tradisi scientific dalam ilmu sosial, reception

analysis menandaskan bahwa studi tentang pengalaman dan dampak media,

apakan itu kuantitatif atau kualitatif, seharusnya didasarkan pada teori

representasi dan wacana serta tidak sekedar menggunakan operasionalisasi

seperti penggunaan skala dan kategori semantik. Sebaliknya, sebagai respon

terhadap studi teks humanistik, reception analysis menyarankan baik

audience maupun konteks komunikasi massa perlu dilihat sebagai suatu

spesifik sosial tersendiri dan menjadi objek analisis empiris. Perpaduan dari

dua pendekatan (sosial dan perspektif diskursif) itulah yang kemudian

melahirkan konsep produksi sosial terhadap makna (the social production of

meaning). Analisis resepsi kemudian menjadi pendekatan tersendiri yang

mencoba mengkaji secara mendalam bagaimana proses-proses aktual melalui

makna wacana media diasimilasikan dengan berbagai wacana dan praktik

kultural audiensnya.52

Teori reception analysis mempunyai pengertian bahwa faktor

kontekstual mempengaruhi cara khalayak memirsa atau membaca media,

50

Tri Nugroho Adi, “Mengkaji Khalayak Media dengan Metode Penelitian Resepsi.”

Acta di Urna. Vol. ‎‎8, No. 1, 2012. Hal.‎ 26. 51

Ido Prijana Hadi, “Penelitian Khalayak dalam Perspektif Reception Analysis.” Jurnal

Ilmiah Scriptura. Vol. 3, No. 1, Januari 2009. Hal, 2. 52

Tri Nugroho Adi, “Mengkaji Khalayak Media dengan Metode Penelitian Resepsi,”

Acta di Urna. Vol. ‎‎8, No. 1, 2012. Hal.‎ 26.

Page 15: BAB II LANDASAN TEORI A. Media Televisi Dalam Komunikasi …eprints.mercubuana-yogya.ac.id/2317/3/BAB II LANDASAN TEORI.pdfLANDASAN TEORI A. Media Televisi Dalam Komunikasi Massa Komunikasi

37

misalnya film atau acara televisi.53

Secara metodologi, reception analysis

termasuk dalam paradigma interpretive konstruktivis, Hadi mengutip

Neuman yang menyatakan bahwa pendekatan interpretive:

is the systematic analysis of socially meaningful action through the

direct detailed observation of people in natural settings in order to

arrive at understandings and interpretations of how people create and

maintain their worlds”. 54

Paradigma interpretif dalam konteks penelitian sosial digunakan

untuk melakukan interpretasi dan memahami alasan-alasan dari para pelaku

terhadap tindakan sosial yang mereka lakukan, yaitu cara-cara dari para

pelaku untuk mengkonstruksikan kehidupan mereka dan makna yang mereka

berikan kepada kehidupan tersebut.

Studi mengenai hubungan yang terjadi antara media dan khalayak

(pembaca, pemirsa, pengguna internet) menjadi perhatian utama antara

industri media, akademisi, maupun pemerhati media dan masalah sosial.

Media mampu menjadi stimuli individu untuk menikmati sajian pesan atau

program yang ditampilkan. Isi media mampu menjadi wacana perbincangan

(penerimaan khalayak) yang menarik apabila dikaitkan dengan konteks

budaya, misalnya efek dramatisasi visual yang ditimbulkan, pemirsa mampu

mengkontruksi makna sesuai dengan teks dan konteks. Salah satu standar

untuk mengukur khalayak media adalah menggunakan reception analysis,

dimana analisis ini mencoba memberikan sebuah makna atas pemahaman

teks media (cetak, elektronik, internet) dengan memahami bagaimana

53

Ido Prijana Hadi, “Penelitian Khalayak dalam Perspektif Reception Analysis.” Jurnal

Ilmiah Scriptura. Vol. 3, No. 1, Januari 2009. Hal, 2. 54

Ido Prijana Hadi, “Penelitian Khalayak dalam Perspektif Reception Analysis.” Jurnal

Ilmiah Scriptura. Vol. 3, No. 1, Januari 2009. Hal. 4.

Page 16: BAB II LANDASAN TEORI A. Media Televisi Dalam Komunikasi …eprints.mercubuana-yogya.ac.id/2317/3/BAB II LANDASAN TEORI.pdfLANDASAN TEORI A. Media Televisi Dalam Komunikasi Massa Komunikasi

38

karakter teks media dibaca oleh khalayak. Individu yang menganalisis media

melalui kajian reception memfokuskan pada pengalaman dan pemirsaan

khalayak (penonton/pembaca), serta bagaimana makna diciptakan melalui

pengalaman tersebut. Konsep teoritik terpenting dari reception analysis

adalah bahwa teks media bukanlah makna yang melekat pada teks media

tersebut, tetapi makna diciptakan dalam interaksi antara khalayak

(penonton/pembaca) dan teks. Dengan kata lain makna diciptakan dengan

menonton atau membaca dan memproses teks media.55

Peran aktif khalayak

di dalam memaknai teks media dapat terlihat pada premis-premis dari model

encoding/decoding Stuart Hall yang merupakan dasar dari analisis resepsi.

1. Teori Encoding dan Decoding

Encoding dan decoding berasal dari reservasi Hall tentang teori-

teori komunikasi dalam lingkup penelitian komunikasi massa. Dalam

studi reception khalayak adalah partisipan aktif dalam membangun dan

menginterpretasikan makna atas apa yang mereka baca, dengar dan lihat

sesuai dengan konteks budaya sehingga makna teks media bukan lah

fitur yang transparan, tetapi produk interpretasi pembaca dan penonton.56

Pemanfaatan teori analisis resepsi sebagai pendukung dalam

kajian terhadap khalayak sesungguhnya hendak menempatkan khalayak

tidak semata pasif namun dilihat sebagai agen kultural (cultural agent)

yang memiliki kuasa tersendiri dalam hal menghasilkan makna dari

55

Ido Prijana Hadi, “Penelitian Khalayak dalam Perspektif Reception Analysis.” Jurnal

Ilmiah Scriptura, Vol. 3, No. 1, Januari 2009. Hal. 1-2. 56

Ido Prijana Hadi, “Penelitian Khalayak dalam Perspektif Reception Analysis,” Jurnal

Ilmiah Scriptura, Vol. 3, No. 1, Januari 2009. Hal, 3.

Page 17: BAB II LANDASAN TEORI A. Media Televisi Dalam Komunikasi …eprints.mercubuana-yogya.ac.id/2317/3/BAB II LANDASAN TEORI.pdfLANDASAN TEORI A. Media Televisi Dalam Komunikasi Massa Komunikasi

39

berbagai wacana yang ditawarkan media. Makna yang diusung oleh

media bersifat terbuka atau polysemic dan bahkan bisa ditanggapi secara

oposisif oleh khalayak.57

Analisis resepsi memfokuskan pada perhatian individu dalam

proses komunikasi massa (decoding), yaitu pada proses pemaknaan dan

pemahaman yang mendalam atas teks media, dan bagaimana individu

menginterpretasikan isi media). Individu secara aktif

menginterpretasikan teks media dengan cara memberikan makna atas

pemahaman pengalamannya sesuai apa yang dilihatnya dalam kehidupan

sehari-hari (verstehen atau understanding). Interpretasi didefinisikan

sebagai kondisi aktif seseorang dalam proses berpikir dan kegiatan

kreatif pencarian makna.58

Tahapan decodings yaitu pada proses memproduksi makna dan

membagikan kepada orang lain. Dalam social contexts, konsumer media

cenderung mengkonseptualisasikan media sebagai representasi daripada

sebagai sumber informasi. Audience merasakan (make sense) media

sebagai sebuah produk budaya dan bagaimana interpretasi atas apa yang

mereka baca, lihat dan dengar. Proses interpretasi terjadi apabila media

mampu memberikan makna tersendiri atas ritual konsumsi media yang

dilakukan setiap harinya, dalam konteks sosialnya. Konsumsi isi media

mampu memberikan sharing the experience seseorang dengan orang lain

57

Tri Nugroho Adi, “Mengkaji Khalayak Media dengan Metode Penelitian Resepsi,”

Acta di Urna Vol. ‎‎8, No. 1, 2012. Hal.‎ 26-27. 58

Ido Prijana Hadi, “Penelitian Khalayak dalam Perspektif Reception Analysis,” Jurnal

Ilmiah Scriptura, Vol. 3, No. 1, Januari 2009. Hal, 3-4.

Page 18: BAB II LANDASAN TEORI A. Media Televisi Dalam Komunikasi …eprints.mercubuana-yogya.ac.id/2317/3/BAB II LANDASAN TEORI.pdfLANDASAN TEORI A. Media Televisi Dalam Komunikasi Massa Komunikasi

40

melalui tahapan penggunaan media (contexts of media use) dengan

interpretasi secara introspeksi, retrospeksi (persepsi), dan pernyataan

verbal seseorang atas kegiatannya mengkonsumsi media.59

Reception analysis bukan hanya sekedar apa yang lakukan media

kepada khalayaknya atau apa yang khalayak lakukan pada media tetapi

pada bagaimana media dan khalayak berinteraksi satu sama lain sebagai

agen. Reception analysis merujuk pada sebuah komparasi antara analisis

tekstual wacana media dan wacana khalayak, yang hasil interpretasinya

merujuk pada konteks, seperti cultural setting dan context atas isi media

lain. Khalayak dilihat sebagai bagian dari interpretive communitive yang

selalu aktif dalam mempersepsi pesan dan memproduksi makna, tidak

hanya sekedar menjadi individu pasif yang hanya menerima saja makna

yang diproduksi oleh media massa.60

2. Posisi Pemaknaan Khalayak Terhadap Pesan Media

Hall menyebut ada tiga hipotetis posisi pemaknaan yang akan

ditangkap oleh khalayak ketika menerima pesan media yaitu: the

dominant hegemonic position, the negotiated position, and the

oppositional position.61

Lebih lanjut posisi pemaknaan terhadap pesan

media dapat dijelaskan sebagai berikut:

59

Ido Prijana Hadi, “Penelitian Khalayak dalam Perspektif Reception Analysis,” Jurnal

Ilmiah Scriptura, Vol. 3, No. 1, Januari 2009. Hal, 4. 60

Ido Prijana Hadi, “Penelitian Khalayak dalam Perspektif Reception Analysis,” Jurnal

Ilmiah Scriptura, Vol. 3, No. 1, Januari 2009. Hal, 5. 61

James Procter, Stuart Hall (Routledge Critical Thinkers). Routledge. London 2004).

Hal.73.

Page 19: BAB II LANDASAN TEORI A. Media Televisi Dalam Komunikasi …eprints.mercubuana-yogya.ac.id/2317/3/BAB II LANDASAN TEORI.pdfLANDASAN TEORI A. Media Televisi Dalam Komunikasi Massa Komunikasi

41

a. The dominant hegemonic position atau posisi hegemoni dominan

yaitu situasi dimana khalayak menerima pesan yang disampaikan

oleh media. Ini adalah situasi dimana media menyampaikan

pesannya dengan menggunakan kode budaya dominan dalam

masyarakat. Dengan kata lain, baik media dan khalayak sama-sama

menggunakan budaya dominan yang berlaku. Media harus

memastikan bahwa pesan yang diproduksinya harus sesuai dengan

budaya dominan yang ada dalam masyarakat. Jika misalnya

khalayak menginterpretasikan pesan iklan di media melalui cara-

cara yang dikehendaki media maka media, pesan, dan khalayak

sama-sama menggunakan ideologi dominan.

b. The negotiated position atau posisi negosiasi yaitu posisi dimana

khalayak secara umum menerima ideologi dominan namun menolak

penerapannya dalam kasus-kasus tertentu, sebagaimana

dikemukakan Stuart Hall, “the audience assimilates the leading

ideology in general but opposes its application in specific case”.

Dalam hal ini, khalayak bersedia menerima ideologi dominanyang

bersifat umum, namun mereka akan melakukan beberapa

pengecualian dalam penerapannya yang disesuaikan dengan budaya

setempat.

c. The oppositional position atau posisi oposisi yaitu cara yang

dilakukan khalayak dalam melakukan decoding terhadap pesan

media dengan sikap oposisi yang terjadi ketika khalayak audiensi

Page 20: BAB II LANDASAN TEORI A. Media Televisi Dalam Komunikasi …eprints.mercubuana-yogya.ac.id/2317/3/BAB II LANDASAN TEORI.pdfLANDASAN TEORI A. Media Televisi Dalam Komunikasi Massa Komunikasi

42

yang kritis mengganti atau mengubah pesan atau kode yang

disampaikan media dengan pesan atau kode alternatif. Audiensi

menolak makna pesan yang dimaksudkan atau disukai media dan

menggantikannya dengan cara berpikir mereka sendiri terhadap

topik yang disampaikan media. Stuart Hall menerima fakta bahwa

media membingkai pesan dengan maksud tersembunyi yaitu untuk

membujuk, namun demikian khalayak juga memiliki kemampuan

untuk menghindari diri dari kemungkinan tertelan oleh ideologi

dominan. Namun demikian sering kali pesan bujukan yang diterima

khalayak bersifat sangat halus. Para ahli teori studi kultural tidak

berpandangan khalayak mudah dibodohi media, namun seringkali

khalayak tidak mengetahui bahwa mereka telah terpengaruh dan

menjadi bagian dari ideologi dominan.62

Teori reception mempunyai argumen bahwa faktor kontekstual

mempengaruhi cara khalayak memirsa atau membaca media, misalnya

film atau program televisi. Faktor kontekstual termasuk elemen identitas

khalayak, persepsi penonton atas film atau genre program televisi dan

produksi, bahkan termasuk latar belakang sosial, sejarah dan isu politik.

Singkatnya, teori reception menempatkan penonton/pembaca dalam

konteks berbagai macam faktor yang turut mempengaruhi bagaimana

menonton atau membaca serta menciptakan makna dari teks. Secara

konseptual khalayak mengkonsumsi media dalam berbagai cara dan

62

Morissan, Teori Komunikasi: Individu Hingga Massa. Kencana. Jakarta 2013. Hal.

550-551

Page 21: BAB II LANDASAN TEORI A. Media Televisi Dalam Komunikasi …eprints.mercubuana-yogya.ac.id/2317/3/BAB II LANDASAN TEORI.pdfLANDASAN TEORI A. Media Televisi Dalam Komunikasi Massa Komunikasi

43

kebutuhan. Media bukan lah sebuah institusi yang memiliki kekuatan

besar dalam mempengaruhi khalayak melalui pesan yang

disampaikannya. Khalayak lah yang diposisikan sebagai pihak yang

memiliki kekuatan dalam menciptakan makna secara bebas dan

bertindak atau berperilaku sesuai dengan makna yang mereka ciptakan

atas teks media tersebut.63

Reception analysis merupakan studi yang mendalam terhadap

proses aktual dimana wacana dalam media diasimilasikan kedalam

wacana dan praktik-praktik budaya khalayak. Reception analysis

menekankan pada penggunaan media sebagai refleksi dari konteks sosial

budaya dan sebagai proses dari pemberian makna melalui persepsi

khalayak atas pengalaman dan produksi.64

Hasil penelitian ini

merupakan representasi suara khalayak yang mencakup identitas sosial

dan posisi subyek.

F. Klub Motor di Indonesia

Klub motor adalah suatu perkumpulan atau organisasi kendaraan

bermotor baik berupa sepeda motor ataupun mobil yang biasanya hanya satu

varian atau satu jenis motor. Dalam organisasi tersebut pada umumnya

terdapat susunan kepengurusan dan AD/ART atau peraturan yang harus

63

Ido Prijana Hadi, “Penelitian Khalayak dalam Perspektif Reception Analysis.” Jurnal

Ilmiah Scriptura, Vol. 3. No. 1. Januari 2009. Hal. 2. 64

Ido Prijana Hadi, “Penelitian Khalayak dalam Perspektif Reception Analysis,” Jurnal

Ilmiah Scriptura, Vol. 3, No. 1, Januari 2009. Hal, 5.

Page 22: BAB II LANDASAN TEORI A. Media Televisi Dalam Komunikasi …eprints.mercubuana-yogya.ac.id/2317/3/BAB II LANDASAN TEORI.pdfLANDASAN TEORI A. Media Televisi Dalam Komunikasi Massa Komunikasi

44

dilaksanakan dan dipatuhi oleh para anggotanya.65

Klub motor

beranggotakan orang-orang yang mempunyai hobi motor. Biasanya berada di

bawah bendera pabrikan motor dan mempunyai nama yang dapat

dipertanggung jawabkan. Kegiatan club motor lebih mendasar ke arah

kampanye safety riding dan kegiatan sosial.

Salah satu ciri klub motor yaitu tidak ugal-ugalan di jalan walaupun

masih ada klub motor yang memiliki sifat arogan serta pengetahuan berlalu

lintas minim. Harga diri klub motor lebih terhina bila kedapatan anggotanya

tidak tertib di jalan raya dan tidak dianjurkan memecahkan masalah dengan

baku hantam tetapi lebih fleksibel dengan bermusywarah bila ada masalah di

jalan atau dalam perkumpulan.66

Karakteristik klub motor dapat diperinci

sebagai berikut yaitu:

1. Perlengkapan safety dalam berkendara komplit.

2. Motor dan pengendaranya sama-sama lengkap bahkan biasanya

ditambah box dibelakang motor buat menyimpan helm dan peralatan

motor agar barang bawaan saat touring dapat terlindungi.

3. Biasanya setiap club motor hanya terdiri dari satu merk dan satu tipe

motor saja namun ada juga yang bermacam-macam merk atau tipe.

4. Berkumpul atau kopdar (kopi darat) ditempat yang ramai agar bisa

dilihat masyarakat sekaligus ajang silahturahmi kepada klub motor

lain.

65

http://www.hsfci.com/ini-lho-perbedaan-antara-club-community-independent-single-

fighter-dan-geng-motor/. Diakses pada Senin 21 Maret 2017. 66

Club Motor: Perbedaan Genk, Community Dan Club Motor,

http://www.motormobile.net/more.php?id=820. Diakses pada Senin 21 Maret 2017.

Page 23: BAB II LANDASAN TEORI A. Media Televisi Dalam Komunikasi …eprints.mercubuana-yogya.ac.id/2317/3/BAB II LANDASAN TEORI.pdfLANDASAN TEORI A. Media Televisi Dalam Komunikasi Massa Komunikasi

45

5. Pelantikan anggota baru biasanya tanpa kekerasan, hanya untuk

having fun dan memberi pengetahuan tentang berlalu lintas yang

benar.

6. Mempunyai visi dan misi yang jelas dan jauh dari ruang lingkup yang

anarkis.

7. Melakukan kegiatan touring ke daerah-daerah dan biasanya diselingi

membagikan sumbangan.

8. AD/ART mereka jelas dan tercatat dalam kepolisian atau wadah dari

perkumpulan club motor.

9. Saling tolong menolong terhadap anggota club motor lain ketika

dijalan mendapatkan masalah atau musibah.

10. Setiap club motor memiliki tujuan dalam berkendara dan peraturan-

peraturan yang tidak membebankan anggotanya.

Keberadaan klub motor di Indonesia sudah sejak zaman kolonial

Belanda. Motor hadir sebelum mobil masuk ke Hindia Belanda. Sepeda

motor masuk Hindia Belanda tak lama setelah ditemukan. Orang pertama di

Indonesia pada masa Hindia Belanda yang memiliki motor adalah John C.

Potter, warga berkebangsaan Inggris yang bekerja sebagai masinis pabrik

gula di Umbul dekat Probolinggo. Potter membeli motor langsung ke

Hildebrand Und Wolfmuller, perusahaan penemu sepeda motor pertama pada

1883.

Keberadaan motor semakin berkembang di Hindia Belanda pada

tahun 1900-an. Para pemilik motor orang Belanda dan Eropa di Batavia

Page 24: BAB II LANDASAN TEORI A. Media Televisi Dalam Komunikasi …eprints.mercubuana-yogya.ac.id/2317/3/BAB II LANDASAN TEORI.pdfLANDASAN TEORI A. Media Televisi Dalam Komunikasi Massa Komunikasi

46

membentuk klub motor atau persatuan pengendara sepeda motor (motor-

wielrijders bond) bernama Magneet pada tahun 1913. Mereka menerbitkan

majalah sesuai dengan nama klub, Magneet. Sebagaian besar terbitan majalah

Magneet berisi pengumuman dan laporan dari clubtochten atau perjalanan

klub. 67

Sebagaimana klub motor pada zaman sekarang, Magneet melakukan

touring ke berbagai tempat. Perjalanan pertama Klub Motor Magneet pada 28

Desember 1931 dimulai dari Taman Wilhelmina, di pusat kota Batavia,

kemudian berkeliling kota Batavia, dan berakhir di hotel De Stam di

Gondangdia Baru, sebuah permukiman modern yang pada saat itu baru

dibangun. Klub motor Magneet juga melakukan perjalanan ke luar Batavia.

Mereka menyewa hotel dan restoran di Bogor dan Cipanas. Anggota-anggota

klub sepeda motor, sebagaimana dilaporkan Magneet, menembus lebih dalam

dari pusat menuju pinggiran-pinggiran dan pedalaman. 68

Magneet menyebut bahwa “tujuan kami...terutama melakukan

perjalanan-perjalanan klub oleh para anggotanya, dengan fokus, terutama,

mengemudi secara lambat dan saksama.” Pada kenyataannya Klub Motor

Magneet kerap merugikan masyarakat karena terjadi kecelakaan seperti

menabrak gerobak, pasar, ayam, hingga jatuh korban jiwa. Majalah Magneet

pernah mempublikasikan seorang anggota klub, W.A. van den Cappellen dari

Jalan Bekasi No. 3 dituduh membunuh seorang gadis bernama Moenah dari

67

Arief Ikhsanuddin, “Klub Motor Zaman Hindia Belanda, Historia”,

http://historia.id/kota/klub-motor-zaman-hindia-belanda. Diakses pada Senin 21 Maret 2017. 68

Arief Ikhsanuddin, “Klub Motor Zaman Hindia Belanda, Historia”,

http://historia.id/kota/klub-motor-zaman-hindia-belanda. Diakses pada Senin 21 Maret 2017.

Page 25: BAB II LANDASAN TEORI A. Media Televisi Dalam Komunikasi …eprints.mercubuana-yogya.ac.id/2317/3/BAB II LANDASAN TEORI.pdfLANDASAN TEORI A. Media Televisi Dalam Komunikasi Massa Komunikasi

47

Kampung Dureng III dengan motornya. Pria itu sedang mengemudi tanpa

SIM. Di tempat lain, seorang anggota klub bernama Arriens yang mencelakai

dipukuli penduduk, tetapi ia beruntung karena seorang asisten residen

Belanda yang menyelamatkannya dari amuk massa. Kecelakaan lalu lintas

merupakan hal lumrah, sementara balapan yang memposisikan pengendara

kendaraan sebagai raja jalanan secara kuat diekspresikan oleh Magneet

sebagai kebenaran. 69

Kecelakaan-kecelakaan di jalan semakin sering terjadi tetapi mudah

diatasi dengan pemberitaan melalui majalah Magneet, seperti menyimpang

keluar dari berita itu atau memberitakannya sambil lalu. Majalah Magneet

berhasil menjadi media propagandis yang memainkan tafsir kekuasaan di

jalan raya.70

G. Perilaku Sebagai Tindakan Beralasan

Dalam Encyclopaedia Britannica perilaku manusia (human

behaviour) didefinisikan “the potential and expressed capacity for physical,

mental, and social activity during the phases of human life”.71

Perilaku

manusia adalah potensi dan kapasitas yang diungkapkan dalam bentuk

aktivitas fisik, mental, dan sosial selama fase kehidupan manusia. Menurut

Yayat, perilaku meliputi semua kegiatan atau aktivitas manusia baik yang

69

Arief Ikhsanuddin, “Klub Motor Zaman Hindia Belanda, Historia”,

http://historia.id/kota/klub-motor-zaman-hindia-belanda. Diakses pada Senin 21 Maret 2017. 70

Arief Ikhsanuddin, “Klub Motor Zaman Hindia Belanda, Historia”,

http://historia.id/kota/klub-motor-zaman-hindia-belanda. Diakses pada Senin 21 Maret 2017. 71

Richard M. Lerner Jerome Kagan Marc H. Bornstein, “Human Behavior”,

Encyclopaedia Britannica, https://www.britannica.com/topic/human-behavior

Page 26: BAB II LANDASAN TEORI A. Media Televisi Dalam Komunikasi …eprints.mercubuana-yogya.ac.id/2317/3/BAB II LANDASAN TEORI.pdfLANDASAN TEORI A. Media Televisi Dalam Komunikasi Massa Komunikasi

48

diamati langsung, maupun yang dapat diamati oleh pihak luar.72

Perilaku

merupakan objek kajian utama dalam disiplin ilmu psikologi. Hal tersebut

sejalan dengan definisi psikologi sebagaimana diungkapkan oleh Abdul

Chaer yang menyatakan bahwa psikologi secara umum diartikan sebagai satu

bidang ilmu yang mencoba mempelajari perilaku manusia. Para ahli

psikologi belakangan ini juga cenderung untuk menganggap psikologi

sebagai suatu ilmu yang mencoba mengkaji proses akal manusia dan segala

manifestasinya yang mengatur perilaku manusia itu. Tujuan pengkajian akal

ini adalah untuk menjelaskan, memprediksikan, dan mengontrol perilaku

manusia.73

Dengan demikian kajian tentang perilaku manusia merupakan

fokus utama dalam studi ilmu psikologi.

Perilaku (behaviour) memiliki hubungan erat dengan sikap (attitude).

Menurut Saefudin Azwar, sikap (attitude) adalah salah satu unsur

kepribadian yang dimiliki seseorang untuk menentukan tindakannya dan

bertingkah laku terhadap suatu objek yang disertai dengan perasaan positif

dan negatif. Lebih lanjut Azwar menjelaskan bahwa perilaku sebagai reaksi

bersifat sederhana maupun kompleks merupakan ekspresi sikap seseorang.74

Sikap sudah terbentuk dalam diri karena tekanan atau hambatan dari luar

maupun dalam diri. Potensi reaksi yang sudah terbentuk dalam diri akan

muncul dalam bentuk perilaku aktual sebagai cerminan dari sikap. Jadi jelas

72

Yayat Suharyat, “Hubungan Antara Sikap, Minat, dan Perilaku Manusia”, Academia,

http://www.academia.edu/25787317/HUBUNGAN_ANTARA_SIKAP_MINAT_DAN_PERILA

KU_MANUSIA 73

Abdul Chaer, Psikolinguistik: Kajian Teoretik. Jakarta: Rineka Cipta. 2003, Hal. 2 74

Saifudin Azwar, Sikap Manusia: Teori dan Pengukurannya, Yogyakarta: Pustaka

Pelajar, 2002, Hal. 9.

Page 27: BAB II LANDASAN TEORI A. Media Televisi Dalam Komunikasi …eprints.mercubuana-yogya.ac.id/2317/3/BAB II LANDASAN TEORI.pdfLANDASAN TEORI A. Media Televisi Dalam Komunikasi Massa Komunikasi

49

bahwa perilaku dipengaruhi oleh faktor dalam diri maupun faktor lingkungan

yang ada di sekitarnya. 75

Icek Ajzen dan Martin Fishbein mengemukakan Teori Tindakan

Beralasan (Theory of Reasoned Action) yang menyatakan bahwa sikap

mempengaruhi perilaku lewat suatu proses pengambilan keputusan yang

teliti, beralasan dan berdampak sebagai berikut:

1. Perilaku tidak banyak ditentukan oleh sikap umum tapi oleh sikap

yang spesifik terhadap sesuatu.

2. Perilaku dipengaruhi tidak hanya oleh sikap tetapi juga oleh norma-

norma subjektif yaitu keyakinan kita mengenai apa yang orang lain

inginkan agar kita perbuat.

3. Sikap terhadap suatu perilaku bersama norma-norma subjektif

membentuk suatu intensi atau niat untuk berperilaku tertentu.76

Berdasarkan paradigma Teori Tindakan Beralasan (Theory of

Reasoned Action) tersebut maka dapat dipahami bahwa perilaku timbul

karena pengaruh dari sikap dan norma-norma subjektif seseorang. Sikap

sendiri merupakan pandangan dan perasaan seseorang terhadap sesuatu baik

yang bersifat positif maupun negatif. Adapun norma merupakan keyakinan

yang dianut seseorang seperti agama, ideologi, stau pandangan hidup

tertentu. Kedua hal tersebut secara bersama-sama membentuk intensi untuk

berperilaku tertentu.

75

Yayat Suharyat, “Hubungan Antara Sikap, Minat, dan Perilaku Manusia”, Academia,

http://www.academia.edu/25787317/HUBUNGAN_ANTARA_SIKAP_MINAT_DAN_PERILA

KU_MANUSIA. diakses pada 21 Januari 2018. 76

Saifudin Azwar, Sikap Manusia: Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta: Pustaka

Pelajar, 2002.

Page 28: BAB II LANDASAN TEORI A. Media Televisi Dalam Komunikasi …eprints.mercubuana-yogya.ac.id/2317/3/BAB II LANDASAN TEORI.pdfLANDASAN TEORI A. Media Televisi Dalam Komunikasi Massa Komunikasi

50

H. Penelitian Terdahulu

Berdasarkan penelusuran penulis terdapat beberapa laporan penelitian

terdahulu yang berkaitan dengan penelitian ini, yaitu sebagai berikut:

1. Puji Susanti, “Pengaruh Intensitas Menonton Sinetron “Anak Jalanan” dan

Pengawasan Orang Tua terhadap Perilaku Kekerasan oleh Anak”, Skripsi,

Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas

Diponegoro, Semarang, 2016.

Tujuan penelitian Puji Susanti adalah untuk mengetahui

pengaruh intensitas menonton sinetron “Anak Jalanan” dan

pengawasan orang tua terhadap perilaku kekerasan oleh anak. Teori

yang digunakan adalah Teori Belajar Sosial dan Parental Mediation.

Penelitian ini merupakan tipe penelitian eksplanatori dengan 100

sampel yang diambil menggunakan teknik non-probability sampling.

Uji hipotesis dalam penelitian ini menggunakan analisis Regresi Linier

yang dilakukan setelah melewati uji asumsi klasik dan uji korelasi

Pearson Product Moment.

Berdasarkan hasil pengujian asumsi klasik, penelitian ini

memenuhi syarat untuk menjadi model regresi, namun berdasarkan

hasil uji korelasi, nilai signifikansi ketiga variabel dependent lebih

besar dari 0,05, yaitu sebesar 0,255 untuk variabel intensitas menonton

sinetron “Anak Jalanan”, 0,614 untuk variabel restrictive mediation,

dan 0,165 untuk variabel active mediation. Hasil korelasi tersebut

menunjukan ketiga variabel dependent tidak memiliki hubungan

dengan perilaku kekerasan oleh anak. Dengan tidak adanya hubungan

Page 29: BAB II LANDASAN TEORI A. Media Televisi Dalam Komunikasi …eprints.mercubuana-yogya.ac.id/2317/3/BAB II LANDASAN TEORI.pdfLANDASAN TEORI A. Media Televisi Dalam Komunikasi Massa Komunikasi

51

tersebut, maka tidak ada pula pengaruh intensitas menonton sinetron

“Anak Jalanan” terhadap perilaku kekerasan oleh anak, pengaruh

restrictive mediation terhadap perilaku kekerasan oleh anak, dan

pengaruh active mediation terhadap perilaku kekerasan oleh anak.

Semua hipotesis dalam penelitian ini ditolak. Artinya perilaku

kekerasan oleh anak lebih banyak dipengaruhi oleh faktor lain diluar

intensitas menonton sinetron “Anak Jalanan” dan pengawasan orang

tua.

2. Sizka Septhani, “Analisis Resepsi Khalayak Terhadap Motivasi Hidup

Dalam Film Merry Riana,”Skripsi, Fakultas Ilmu Komunikasi

Universitas Mercu Buana, Jakarta, 2015.

Penelitian ini bertujuan untuk mellihat bagaimana khalayak

memaknai pesan dari Film Merry Riana. Penelitian ini merupakan

penelitian kualitatif dengan wawancara mendalam sebagai metode

untuk mencari data primer. Penelitian ini mengacu kepada teori

decoding-encoding Stuart Hall bahwa analisis resepsi khalayak terbagi

menjadi tiga posisi pemaknaan, yaitu dominan, negosiasi, dan oposisi.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa makna yang

disampaikan di film Merry Riana cukup baik, dari sepuluh informan

yang di wawancarai, setidaknya ada 6 orang yang termasuk dalam

posisi pemaknaan dominan, sedangkan empat informan lainnya

menyetujui makna yaang terdapat fim Merry Riana tetapi tidak

Page 30: BAB II LANDASAN TEORI A. Media Televisi Dalam Komunikasi …eprints.mercubuana-yogya.ac.id/2317/3/BAB II LANDASAN TEORI.pdfLANDASAN TEORI A. Media Televisi Dalam Komunikasi Massa Komunikasi

52

sepenuhnya setuju, sehingga emapat narasumber tersebut termasuk

dalam posisi negosiasi.

3. Billy Susanti,“Analisis Resepsi Terhadap Rasisme Dalam Film (Studi

Analisis Resepsi Film 12 Years A Slave pada Mahasiswa Multi

Etnis),” Skripsi, Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas

Komunikasi dan Informatika Universitas Muhammadiyah Surakarta,

2014.

Penelitian ini dilakukan untuk mendeskripsikan pemaknaan

audiens terhadap rasisme yang terjadi di Amerika Serikat. Penelitian

ini menggunakan metode analisis resepsi encoding-decoding Stuart

Hall, dengan jenis penelitian kualitatif yang berfokus pada rasisme

yang terjadi di Amerika Serikat. Data diperoleh melalui wawancara

terhadap informan dari latar belakang etnis minoritas di pulau Jawa.

Hal ini dilakukan karena mereka yang paling memungkinkan

mengalami diskriminasi ras.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa seluruh informan berada

pada posisi oposisi yaitu menolak adegan perbudakan dan kekerasan

akibat rasisme yang ditampilkan. Beberapa informan pada posisi

dominan dalam adegan tertentu. Latar belakang informan menjadi

sangat berpengaruh ketika mahasiswa keturunan China setuju dengan

salah satu adegan yang merugikan kulit hitam. Secara umum, menurut

informan rasisme adalah tindakan yang tidak berperikemanusiaan dan

sangat kejam.

Page 31: BAB II LANDASAN TEORI A. Media Televisi Dalam Komunikasi …eprints.mercubuana-yogya.ac.id/2317/3/BAB II LANDASAN TEORI.pdfLANDASAN TEORI A. Media Televisi Dalam Komunikasi Massa Komunikasi

53

4. Ria Avriyanty “Analisis Resepsi Penonton di Youtube terhadap

Konstruksi Gender dalam Video Musik If I Were a Boy Karya

Beyonce Knowles,” Skripsi, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya

Program Studi Inggris Universitas Indonesia, Jakarta, 2012.

Penelitian ini membahas video musik If I Were a Boy (2010)

karya Beyonce Knowles beserta komentar penontonnya di Youtube.

Penelitian ini menerapkan konsep encoding-decoding milik Stuart Hall

(1973). Hasil penelitian ini menunjukkan sedikit perbedaan dari segi

jumlah responden yang menempati masing posisi. Pada kenyatannya,

fenomena ini merupakan bentuk nyata dari adanya cyberculture

dimana penonton memanfaatkan Youtube sebagai sebuah ruang untuk

memaknai teks digital dan bernegosiasi dengan stereotip gender

dengan memberikan respon.

5. Dona Devianti, “Penafsiran Khalayak Terhadap Poligami Dalam

Sinetron Religi,”Skripsi, Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu

Sosial dan Ilmu Politik Universitas Diponegoro, Semarang, 2011.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana

interpretasi khalayak terhadap konstruksi sosial poligami dalam

program sinetron religi. Peneliti menggunakan pendekatan kualitatif

dengan metode analisis resepsi. Pendekatan ini memfokuskan pada

teks media dan pembacaan yang dilakukan khalayak. teks media

dipandang sebagai pesan yang polisemik, terbuka terhadap berbagai

Page 32: BAB II LANDASAN TEORI A. Media Televisi Dalam Komunikasi …eprints.mercubuana-yogya.ac.id/2317/3/BAB II LANDASAN TEORI.pdfLANDASAN TEORI A. Media Televisi Dalam Komunikasi Massa Komunikasi

54

kemungkinan pembacaan, dan khalayak dipandang sebagai produsen

makna.Teknik pengumpulan data dilakukan dengan indepth interview.

Khalayak memaknai dan mengintepretasi teks media sesuai

dengan faktor sosiokultural mereka dan juga dipengaruhi oleh

pengalaman pribadi. Khalayak yang menonton melakukan tiga posisi

pembacaan yaitu dominant hegemonic, negotiated reading, dan

oppositional reading. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

pemaknaan khalayak terhadap poligami tidak berubah setelah

menonton sinetron religi Ketika Cinta Bertasbih. Ada faktor yang

lebih kuat mempengaruhi pemaknaan khalayak dibanding agama yaitu

jenis kelamin, pendidikan, dan latar belakang budaya yang dimiliki

khalayak.

Berdasarkan telaah pustaka yang penulis lakukan terdapat beberapa

penelitian yang menggunakan analisis resepsi tetapi belum ada penelitian

yang mengkaji tentang sinetron Anak Jalanan dengan menggunakan analisis

resepsi.