BAB II LANDASAN TEORI A. Landasan Teori 1. Anggaran Daeraheprints.mercubuana-yogya.ac.id/4736/3/BAB...
Transcript of BAB II LANDASAN TEORI A. Landasan Teori 1. Anggaran Daeraheprints.mercubuana-yogya.ac.id/4736/3/BAB...
11
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Landasan Teori
1. Anggaran Daerah
Anggaran merupakan pernyataan mengenai estimasi kinerja yang
hendak dicapai selama periode waktu tertentu yang dinyatakan dalam
ukuran finansial, sedangkan penganggaran adalah proses atau metode
untuk mempersiapkan suatu anggaran. Anggaran daerah merupakan
salah satu alat yang memegang peranan penting dalam meningkatakan
pelayanan publik dan didalamnya tercermin kebutuhan masyarakat
dengan memperhatikan potensi dan sumber-sumber kekayaan daerah.
APBN merupakan rencana keuangan tahunan pemerintah Negara yang
disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
Menurut Maridasmo (2011) Penganggaran mempunyai empat
tahapan yaitu (1) Tahap persiapan anggaran, (2) Tahap ratifikasi, (3)
Tahap pelaksanaan anggaran, dan (4) Tahap pelaporan dan evaluasi.
Darwanto (2007) menyatakan bahwa penganggaran dibagi ke dalam
empat tahapan, yaitu executive planning, legislative approval, executive
implementation, and ex post accountability. Pada tahapan executive
planning melakukan persiapan anggaran taksiran pengeluaran atas dasar
taksiran pendapatan yang tersedia. Terkait dengan masalah tersebut,
yang perlu diperhatikan adalah sebelum menyetujui taksiran
pengeluaran, hendaknya terlebih dahulu dilakukan penaksiran
12
pendapatan secara lebih akurat. Tahapan legislative approval
melibatkan proses politik yang cukup rumit dan cukup berap. Pada
tahapan ini pimpinan eksekutif dituntut tidak hanya memiliki
managerial skill namun juga harus mempunyai political skill, salesman
ship, dan coalitation building yang memadai. Integritas dan kesiapan
mental yang tinggi dari eksekutif sangat penting dalam tahapan ini.
Pada tahapan executive implementation yang paling penting
diperhatikan oleh manajer keuangan publik adalah dimilikinya sistem
informasi akuntansi dan sistem pengendalian manajemen. Terakhir pada
tahapan ex post accountability adalah tahapan pelaporan dan evaluasi
terkait dengan aspek akuntabilitas, jika pada tahap implementasi telah
didukung dengan sistem akuntansi dan sistem pengendalian manajemen
yang baik, maka diharapkan tahap budget reporting dan evaluation
tidak akan menemukan banyak masalah. Pada tahapan executive
planning dan legislative approval terjadi interaksi antara pimpinan
eksekutif dengan legislatif dimana politik anggaran paling
mendominasi, sementara pada tahapan executive implementation dan ex
post accountability hanya melibatkan birokrasi sebagai agent.
Menurut Mardiasmo (2011), anggaran sector publik dibagi menjadi
dua, yaitu:
1. Anggaran operasional
Anggaran operasional merupakan anggaran yang digunakan
untuk merencanakan kebutuhan sehari-hari dalam menjalankan
13
pemerintahan. Pengeluaran yang termasuk anggaran operasional
antara lain belanja umum, belanja operasi dan belanja pemeliharaan.
2. Anggaran modal
Anggaran modal merupakan anggaran yang menunjukan
anggaran jangka panjang dan pembelajaran atas aktiva tetap seperti
gedung, peralatan, kendaraan, perabot, dan sebagainya. Belanja
modal adalah pengeluaran yang manfaatnya cenderung melebihi satu
tahun dan akan menambah aset atau kekayaan pemerintah, dan
selanjutnya akan menambah anggaran rutin untuk biaya operasioanal
dan biaya pemeliharaan.
2. Pendapatan Asli Daerah
Pendapatan daerah merupakan perkiraan yang terukur secara
rasional yang dapat dicapai untuk setiap sumber pendapatan.
Pendapatan daerah meliputi semua penerimaan uang melalui rekening
kas umum daerah, yang menambah ekuitas dana, merupakan hak daerah
dalam satu tahun anggaran dan tidak perlu dibayar kembali oleh daerah.
Menurut Halim (2014), Pendapatan asli daerah adalah semua
penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah.
Pendapatan Asli Daerah dipisahkan menjadi empat jenis pendapatan,
yaitu pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah dan
hasil pengelolaan kekayaan milik daerah yang dipisahkan, lain-lain
pendapatan asli daerah yang sah. Olubukunola (2011), “Internally
14
Generated Revenue (IGR) is the revenue that the local government
generates within the area of its jurisdiction”. Pendapatan asli daerah
adalah pendapatan pemerintah daerah yang dihasilkan dalam wilayah
yurisdiksinya. Pendapatan asli daerah yang tinggi menandakan otonomi
daerah yang dilaksanakan berjalan dengan baik. Berdasarkan Undang-
Undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara
Pusat dan Daerah, Pendapatan asli daerah adalah pendapatan yang
diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa
Pendapatan asli daerah (PAD) merupakan semua pendapatan yang
diperoleh dari penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi
asli daerah dan dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai peraturan
perundangan yang berlaku.
Sesuai dengan Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah pasal 6
bahwa Sumber Pendapatan Asli Daerah berasal dari:
1. Pendapatan Asli Daerah Sendiri yang sah:
a. Pajak Daerah
Berdasarkan Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000
tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997
tentang Pajak Daerah dan Retribusi daerah , pajak daerah adalah
iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan
15
kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang yang
dapat dipaksakan berdasar peraturan perundang-undangan yang
berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan
pemerintah daerah dan pembangunan daerah.
Seperti halnya pajak pada umumnya, pajak daerah
mempunyai peranan ganda yaitu :
a. Sebagai sumber pendapatan daerah (budgetary)
b. Sebagai alat pengukur (regulatory)
Menurut Undang-undang Nomor 34 tahun 2000 tentang
Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dan PP Nomor 65 tahun
2001 tentang Pajak Daerah:
1. Pajak Provinsi :
a. Pajak kendaraan bermotor
b. Kendaraan bermotor bukan umum
c. Kendaraan bermotor umum
d. Kendaraan bermotor alat-alat berat dan alat-alat besar
2. Pajak kendaraan diatas air
3. Bea balik nama kendaraan bermotor:
Penyerahan pertama :
a. Kendaraan bermotor bukan umum
b. Kendaraan bermotor umum
c. Kendaraan bermotor alat-alat berat dan alat-alat besar
Penyerahan kedua :
16
a. Kendaraan bermotor bukan umum
b. Kendaraan bermotor umum
c. Kendaraan bermotor alat-alat berat dan alat-alat besar
Penyerahan kerena wasiat :
a. Kendaraan bermotor bukan umum
b. Kendaraan bermotor umum
c. Kendaraan bermotor alat-alat berat dan alat-alat besar
4. Bea balik nama kendaraan di atas air :
a. Penyerahan pertama
b. Penyerahan kedua
c. Penyerahan karena wasiat
5. Pajak bahan bakar kendaraan bermotor
6. Pajak pengambilan dan pemanfaatan air bawah dan air
permukaan
7. Pajak Kabupaten dan Kota
a. Pajak Hotel
b. Pajak Restoran
c. Pajak Hiburan
d. Pajak Reklame
e. Pajak Penerangan Jalan
f. Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C
g. Pajak Parkir
17
b. Retribusi Daerah
Retribusi daerah adalah pembayaran kepada Negara yang
dilakukan kepada mereka yang menggunakan jasa-jasa negara,
artinya retribusi daerah sebagai pembayaran atas pemakaian jasa
atau karena mendapat pekerjaan usaha atau milik daerah bagi
yang berkepentingan atau jasa yang diberikan oleh daerah, baik
secara langsung maupun tidak langsung. Retribusi Daerah
adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau
pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau
diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepeningan orang
pribadi atau badan (UU No. 28 Tahun 2009).
Retribusi daerah dapat dibagi menjadi beberapa kelompok
antara lain:
a. Retribusi jasa umum, adalah retribusi atas jasa yang
disediakan atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk
tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat
dinikmati oleh orang pribadi atau badan.
b. Retribusi jasa usaha, adalah retribusi atas jasa yang
disediakan oleh pemerintah daerah dengan menganut
prinsip komersial karena pada dasarnya dapat pula
disediakan oleh sektor swasta.
c. Retribusi perizinan tertentu, adalah retribusi atas kegiatan
tertentu pemerintah daerah dalam rangka pemberian izin
18
kepada orang pribadi atau badan yang dimaksudkan untuk
pembinaan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan atas
kegiatan pemanfaatan ruang penggunaan sumber daya alam,
barang, sarana prasarana, atau fasilitas tertentu guna
melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian
lingkungan.
c. Hasil Perusahaan Milik Daerah dan hasil pengelolaan kekayaan
daerah lainnya yang dipisahkan
Perusahaan daerah adalah perusahaan yang modalnya
sebagian atau seluruhnya merupakaan kekayaan daerah yang
dipisahkan kecuali jika ditentukan lain dengan atau berdasarkan
UU. Sebagian laba perusahaan daerah merupakan salah satu
sumber PAD yang disebut bagian laba BUMD, BUMD dibentuk
oleh pemerintah daerah, terdiri dari perusahaan yang bergerak
dibidang jasa keuangan dan perbankan (bank pembangunan
daerah dan bank pasar) dan dibidang lain, seperti jasa air bersih
(PDAM), jasa di sektor industri, pertanian, perkebunan dan
lainlain. BUMD merupakan cara yang lebih efisien dalam
melayani masyarakat, dan merupakan salah satu sumber
pendapatan daerah. Jenis pendapatan yang termasuk hasil-hasil
pengelolaan kekayaan daerah lainnya yang dipisahkan, antara
lain laba, deviden, dan penjualan saham milik daerah.
19
d. Lain-lain pendapatan daerah yang sah
Penerimaan lain-lain Daerah kabupaten dan kota adalah
penerimaan yang diperoleh daerah Kabupaten dan kota diluar
pajak, retribusi, bagian laba BUMD. Beberapa contoh
penerimaan yang termasuk kategori penerimaan lain-lain
misalnya penerimaan dan hasil penjualan aset milik pemerintah
daerah dan jasa giro rekening pemerintah daerah kabupaten dan
kota.
2. Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah, yang terdiri dari:
a. Hasil penjualan kekayaan Daerah yang tidak dipisahkan
b. Jasa giro
c. Pendapatan bunga keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap
uang asing
d. Komisi potongan, ataupun bentuk lainnya sebagai akibat dari
penjualan dan/atau pengadaan barang dan/atau jasa oleh Daerah
Menurut Andirfa (2009) pada dasarnya upaya pemerintah daerah
dalam mengoptimalkan PAD dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu:
1. Intensifikasi, yaitu suatu upaya mengoptimalkan PAD dengan cara
meningkatkan dari yang sudah ada (diintensifkan).
2. Ekstensifikasi, yaitu mengoptimalkan PAD dengan cara
mengembangkan subjek dan objek pajak.
20
3. Peningkatan pelayanan kepada masyarakat, yaitu merupakan unsur
yang penting mengingat bahwa paradigma yang berkembang dalam
masyarakat saat ini adalah pembayaran pajak dan restribusi ini
sudah merupakan hak dan kewajiban masyarakat terhadap Negara,
untuk itu perlu dikaji kembali pengertian wujud layanan
masyarakat yang bagaimana yang dapat memberikan kepuasan
kepada masyarakat.
3. Dana Alokasi Umum
Dana Alokasi Umum (DAU) adalah dana yang berasal dari APBN
yang alokasikan dengan tujuan pemerataan keuangan antar daerah
untuk membiayai kebutuhan pengeluaran dalam rangka pelaksanaan
desentralisasi (PP No. 55 Tahun 2005). Dana Alokasi Umum bersifat
“Block Grant” yang berarti penggunaannya diserahkan kepada daerah
sesuai dengan prioritas dan kebutuhan daerah untuk peningkatan
pelayanan kepada masyarakat dalam rangka pelaksanaan otonomi
daerah (Yovita, 2011).
Berdasarkan UU No. 33 Tahun 2004 proporsi Dana Alokasi Umum
ditetapkan sekurang-kurangnya 26% (dua puluh enam persen) dari
Pendapatan Dalam Negeri Neto yang ditetapkan dalam APBN.
Sementara itu, proporsi pembagian DAU untuk Provinsi dan
Kabupaten/Kota ditetapkan sesuai dengan imbangan kewenangan antara
provinsi dan kabupaten/kota.
21
Menurut Direktorat Jendral Perimbangan Keuangan, terdapat
tahapan perhitungan Dana Alokasi Umum, antara lain:
a. Tahapan Akademis
Konsep awal penyusunan kebijakan atas implementasi formula
DAU dilakukan oleh Tim Independen dari berbagai universitas
dengan tujuan untuk memperoleh kebijakan penghitungan DAU
yang sesuai dengan ketentuan UU dan karakteristik Otonomi
Daerah di Indonesia.
b. Tahapan Administratif
Pada tahapan ini Depkeu DJPK melakukan koordinasi dengan
instansi terkait untuk penyiapan data dasar penghitungan DAU
termasuk didalamnya kegiatan konsolidasi dan verifikasi data
untuk mendapatkan validitas dan kemutakhiran data yang akan
digunakan.
c. Tahapan Teknis
Merupakan tahap pembuatan simulasi penghitungan DAU
yang akan dikonsultasikan Pemerintah kepada DPR RI dan
dilakukan berdasarkan formula DAU sebagaimana diamanatkan
UU dengan menggunakan data yang tersedia serta memperhatikan
hasil rekomendasi pihak akademis.
d. Tahapan Politis
Merupakan tahap akhir, pembahasan penghitungan dan alokasi
DAU antara Pemerintah dengan Panja Belanja Daerah Panitia
22
Anggaran DPR RI untuk konsultasi dan mendapatkan persetujuan
hasil penghitungan DAU (Yovita, 2011).
Menurut Mayeztika (2010) Prosedur dalam penetapan bobot DAU
daerah Kabupaten/Kota dapat diuraikan sebagai berikut:
a. Memperkirakan besarnya potensi penerimaan daerah dengan
menggunakan variabel-variabel potensi penerimaan
b. Perkiraan kebutuhan daerah diestemasikan dengan menggunakan
variabel-variabel kebutuhan daerah (KD)
c. Besarnya kebutuhan DAU ditentukan melalui perhitungan
Kebutuhan DAU = Kebutuhan daerah – potensi penerimaan daerah
d. Setelah mendapat hasil perhitungan kebutuhan daerah dan potensi
penerimaan daerah, selanjutnya dilakukan perhitungan
sebagaimana langkah pertama. Bobot DAU daerah pada akhirnya
ditentukan dengan membandingkan kebutuhan DAU daerah
bersangkutan terhadap total kebutuhan DAU
e. Besarnya kebutuhan DAU propinsi dapat dihitung
denganpersamaan
DAU propinsi = 10% x 15% x PDN x Bobot DAU
23
f. Besarnya kebutuhan DAU Kabupaten/Kota dapat dihitung dengan
persamaan
DAU Kabupaten/Kota : 90% x 25% x PDN x Bobot DAU
4. Dana Bagi Hasil
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan
Daerah, Dana Bagi Hasil adalah dana yang bersumber dari pendapatan
APBN yang dialokasikan kepada Daerah berdasarkan angka persentase
untuk mendanai kebutuhan Daerah dalam rangka pelaksanaan
Desentralisasi. Menurut Kuncoro (2004) Dana Bagi Hasil merupakan
pendapatan pemerintah pusat dari eksploitasi sumber daya alamdan
dibagi dalam proporsi yang bervariasi antara pemerintah pusat,
provinsi, kota dan kabupaten.
Dana Bagi Hasil bersumber dari pajak dan sumber daya alam yaitu:
1. Dana Bagi Hasil yang bersumber dari pajak terdiri atas Pajak Bumi
dan Bangunan (PBB)
2. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)
3. Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25 dan Pasal 29 Wajib Pajak Orang
Pribadi Dalam Negeri dan PPh Pasal 21.
Dana Bagi Hasil dari penerimaan PBB dan BPHTB dibagi antara
daerah provinsi, daerah kabupaten/kota, dan Pemerintah. Dana Bagi
Hasil dari penerimaan PBB sebesar 90% (sembilan puluh persen) untuk
Daerah dengan rincian sebagai berikut:
24
1. 16,2% (enam belas dua persepuluh persen) untuk daerah provinsi
yang bersangkutan dan disalurkan ke Rekening Kas Umum Daerah
provinsi
2. 64,8% (enam puluh empat delapan persepuluh persen) untuk
daerah kabupaten/kota yang bersangkutan dan disalurkan ke
Rekening Kas Umum Daerah kabupaten/kota
3. 9% (sembilan persen) untuk biaya pemungutan.
Bagian Pemerintah dari penerimaan PBB sebesar 10% (sepuluh
persen) dibagikan kepada seluruh daerah kabupaten dan kota yang
didasarkan atas realisasi penerimaan PBB tahun anggaran berjalan,
dengan imbangan sebagai berikut:
a. 65% (enam puluh lima persen) dibagikan secara merata kepada
seluruh daerah kabupaten dan kota
b. 35% (tiga puluh lima persen) dibagikan sebagai insentif kepada
daerah kabupaten dan kota yang realisasi tahun sebelumnya
mencapai/melampaui rencana penerimaan sektor tertentu.
5. Belanja modal
Peratran Menteri Keuangan Nomor 91/PMK.06/2007 tentang
Bagan Akun Standar mendefinisikan belanja modal sebagai
pengeluaran anggaran yang digunakan dalam rangka memperoleh atau
menambah aset tetap dan aset lainnya yang memberi manfaat lebih dari
satu periode akuntansi, serta melebihi batasan minimal kapitalisasi aset
25
tetap atau aset lainnya yang ditetapkan oleh pemerintah dimana aset
tersebut dipergunakan untuk operasional kegiatan sehari-hari suatu
satuan kerja bukan untuk dijual. Belanja modal meliputi belanja modal
untuk perolehan tanah, gedung dan bangunan, peralatan dan aset tak
berwujud.
Halim (2004:73) menyatakan bahwa belanja modal merupakan
belanja yang manfaatnya melebihi satu tahun anggaran dan akan
menambah aset atau kekayaan daerah serta akan menimbulkan
konsekuensi menambah belanja yang bersifat rutin seperti biaya
pemeliharaan. Bastian (2006:50) menyatakan bahwa belanja modal
adalah pengeluaran yang dikeluarkan dalam rangka pembelian atau
pengadaan atau pembangunan aktiva tetap berwujud yang mempunyai
nilai manfaat lebih dari 12 bulan atau 1 tahun untuk digunakan dalam
kegiatan pemerintahan.
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa, belanja
modal adalah pengeluaran Pemerintah Daerah yang mempunyai masa
manfaat lebih dari satu periode akuntansi dan akan menambah aset dan
kekayaan daerah.
Belanja modal digunakan untuk mendapatkan aset tetap Pemerintah
Daerah seperti peralatan, bangunan, infrastruktur, dan harta tetap
lainnya. Secara teoritis ada tiga cara untuk memperoleh aset tetap yaitu
dengan membangun sendiri, menukar dengat aset tetap lainnya, dan
26
membeli. Pada pemerintah daerah biasanya dilakukan dengan cara
membeli melalui lelang atau tender.
Menurut peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 2005, Belanja modal
dikategorikan dalam 5 (lima) kategori utama antara lain:
a. Belanja Modal Tanah
Belanja modal tanah adalah pengeluaran atau biaya yang
digunakan untuk pengadaan atau pembelian atau pembebasan
penyelesaian, balik nama dan sewa tanah, pengosongan, pengurugan,
perataan, pematangan tanah, pembuatan sertifikat, dan pengeluaran
lainnya yang sehubungan dengan pemerolehan hak atas tanah,
sampai tanah yang dimaksud dalam kondisi siap pakai.
b. Belanja Modal Peralatan dan Mesin
Belanja modal peralatan dan mesin adalah pengeluaran atau
biaya yang digunakan untuk pengadaan atau penambahan atau
penggantian dan peningkatan kapasitas peralatan dan mesin serta
inventaris kantor yang memberikan manfaat lebih dari 12 (dua belas)
bulan dan sampai peralatan dan mesin dalam kondisi siap pakai.
c. Belanja Modal Gedung dan Bangunan
Belanja modal gedung dan bangunan adalah pengeluaran atau
biaya yang digunakan untuk pengadaan atau penambahan atau
penggantian dan termasuk pengeluaran untuk pembangunan gedung
dan bangunan yang menambah kapasitas sampai gedung dan
bangunan dalam kondisi siap pakai.
27
d. Belanja Modal Jalan, Irigasi dan Jaringan
Belanja modal jalan, irigasi dan jaringan adalah pengeluaran
atau biaya yang digunakan untuk pengadaan atau penambahan atau
penggantian atau peningkatan pembangunan atau pembuatan serta
perawatan, dan termasuk pengeluaran untuk perencanaan,
pengawasan dan pengelolaan jalan irigasi jaringan yang menambah
kapasitas sampai jalan, irigasi dan jaringan dalam kondisi siap pakai.
e. Belanja Modal Fisik Lainnya
Belanja modal fisik lainnya adalah pengeluaran atau biaya yang
digunakan untuk pengadaan atau penambahan atau penggantian atau
peningkatan pembangunan atau pembuatan serta perawatan terhadap
fisik lainnya yang tidak dapat dikategorikan kedalam kriteria belanja
odal tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, dan jalan
irigasi dan jaringan, termasuk dalan belanja ini adalah belanja modal
kontrak sewa beli, pembelian barang-barang kesenian, barang
purbakala dan barang untuk museum, hewan ternak dan tanaman,
buku-buku dan jurnal ilmiah.
Sesuai dengan Peraturan Direktur Jendral Perbendaharaan No.
Per-33/PB/2008, suatu belanja dikategorikan sebagai belanja modal
apabila:
1. Pengeluaran tersebut mengakibatkan adanya perolehan aset
tetap atau aset lainnya yang menambah masa umur, manfaat dn
kapasitas.
28
2. Pengeluaran tersebut melibihi minimum kapitalisasi aset tetap
atau aset lainnya yang telah ditetapkan oleh pemerintah.
3. Perolehan aset tetap tersebut diniatkan bukan untuk dijual.
4. Perolehan tersebut dilakukan sesudah perolehan aset tetap atau
aset lainnya dengan syarat pengeluaran mengakibatkan masa
manfaat, kapasitas, kualitas dan volume aset yang dimiliki
bertambah serta pengeluaran tersebut memenuhi batasan
minimum nilai kapitalisasi aset tetap atau aset lainnya.
Menurut Halim (2006) pengalokasian anggaran belanja modal
didasarkan pada kebutuhan yang memiliki asri bahwa tidak semua
satuan kerja atau unit organisasi di Pemerintahan Daerah
melaksanakan kegiatan atau proyek pengadaan aset tetap. Sesuai
dengan tugas pokok dan fungsi (Tupoksi) masing-masing satuan
kerja, asa satuan kerja yang memberikan pelayanan publik berupa
penyediaan sarana dan prasarana fisik, seperti fasilitas pendidikan
(gedung sekolah, peralatan laboratorium), kesehatan(rumah sakit,
peralatan kedokteran, mobil ambulans), jalan raya, dan jembatan,
sementara satuan kerja lainnya hanya memberikan pelayanan jasa
langsung berupa pelayanan administrasi (catatan sipil, pembuatan
kartu identitas kependudukan), pengamanan, pemberdayaan,
pelayanan kesehatan, dan pelayanan pendidikan.
Pemerintah Daerah harus mampu mengalokasikan anggaran
belanja modal dengan baik karena belanja modal merupakan salah
29
satu langkah bagi Pemerintah Daerah untuk memberikan pelayanan
kepada publik.
B. Tinjauan Pustaka
Junaedi (2015) yang meneliti tentang Pengaruh Dana Alokasi Umum,
Pendapatan Asli Daerah, Dana Bagi Hasil, Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran
dan Luas Wilayah terhadap Belanja Modal. Hasil penelitiannya menunjukkan
bahwa Dana Alokasi Umum dan Dana Bagi Hasil berpengaruh positif dan
signifikan terhadap Belanja Modal, sedangkan Pendapatan Asli Daerah, Sisa
Lebih Pembiayaan Anggaran dan Luas Wilayah tidak berpengaruh terhadap
Belanja Modal.
Kasyati (2015) Pengaruh Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus,
Pendapatan Asli Daerah, Pertumbuhan Ekonomi, Dana Bagi Hasil, dan
Kemandirian Fiskal terhadap Pengalokasian Anggaran Belanja Modal. Hasil
Penelitiannya Menunjukkan Bahwa Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi
Khusus, Pendapatan Asli Daerah, dan Dana Bagi Hasil berpengaruh positif
dan signifikan terhadap Belanja Modal. Sedangkan Pertumbuhan Ekonomi
dan Kemandirian Fiskal tidak berpengaruh terhadap Belanja Modal.
Ni Nyoman Widiasih dan Gayatri (2017) yang meneliti tentang Pengaruh
Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Bagi Hasil pada Belanja
Modal Kabupaten/Kota di Provinsi Bali. Hasil penelitian menyatakan bahwa
Pendapatan Asli Daerah dan Dana Alokasi Umum berpengaruh positif pada
30
H4
Belanja modal, sedangkan Dana Bagi Hasil tidak berpengaruh terhadap
Belanja Modal.
Ikhwan Prasetyo (2017) yang meneliti tentang Pengaruh Pendapatan Asli
Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus, Dana Bagi Hasil dan
Belanja Pegawai terhadap Pengalokasi Anggaran Belanja Modal. Hasil
penelitian menyatakan bahwa Pendapatan Asli Daerah dan Dana Alokasi
Khusus tidak berpengaruh signifikan positif terhadap Pengalokasian Belanja
Modal. Dana Alokasi Umum berpengaruh signifikan negative terhadap
Pengalokasian Belanja Modal. Serta Dana Bagi Hasil dan Belanja Pegawai
berpengaruh signifikan positif terhadap Pengalokasian Belanja Modal.
Gambar 2.1
Skema Kerangka Pemikiran
H1
H2
H3
Keterangan:
= Pengaruh Variabel X terhadap Variabel Y secara individual
= Pengaruh Variabel X terhadap Variabel Y secara simultan
Pendapata Asli Daerah
(X1)
Dana Alokasi Umum
(X2)
Dana Bagi Hasil
(X3)
Belanja Modal
(Y)
31
C. Hipotesis
Hipotesis merupakan gambaran sementara terhadap rumusan masalah
penelitian karena jawaban yang diberikan masih berdasarkan teori yang
relevan, belum berdasarkan fakta-fakta empiris yang diperoleh melalui
pengumpulan data.
1. Hubungan Pendapatan Asli Daerah dengan Pengalokasian Belanja
Modal
Pendapatan asli daerah merupakan pendapatan yang diperoleh dari
sumber asli daerah dan dapat digunakan untuk belanja daerah terutama
diharapkan dapat dioptimalkan untuk belanja modal. Masyarakat sebagai
principal memberikan wewenang pengaturan dan memberikan sumber
daya (dalam bentuk pajak, retribusi dan lain-lain) kepada Pemerintah
sebagai agen untuk dapat meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD).
Pemenuhan infrastruktur, sarana dan prasarana publik diharapkan dapat
meningkatkan kualitas pelayanan kepada publik, dengan adanya pelayanan
publik yang berkualitas diharapkan akan berdampak pada peningkatan
kemampuan perekonomian masyarakat yang tercermin dari kemampuan
masyarakat membayar sejumlah pungutan yang telah ditetapkan daerah.
Seperti yang diungkapkan Mayasari et al. (2014), peningkatan daerah
dalam belanja modal diharapkan mampu dalam meningkatkan kualitas
layanan publik yang pada gilirannya mampu meningkatkan kontribusi
publik terhadap pembangunan yang tercermin dari peningkatan PAD.
32
Darwanto & Yulia (2007) menyatakan bahwa PAD berpengaruh
positif dan signifikan terhadap alokasi belanja modal. Temuan ini dapat
mengindikasikan bahwa besarnya PAD menjadi salah satu faktor penentu
dalam menentukan belanja modal. Hal ini sesuai dengan PP No 58 tahun
2005 yang menyatakan bahwa APBD disusun sesuai dengan kebutuhan
penyelenggaraan pemerintah dan kemampuan daerah dalam menghasilkan
pendapatan. Setiap penyusunan APBD, alokasi belanja modal harus
disesuaikan dengan kebutuhan daerah dengan mempertimbangkan PAD
yang diterima. Sehingga apabila Pemda ingin meningkatkan belanja modal
untuk pelayanan publik dan kesejahteraan masyarakat, maka Pemda harus
menggali PAD yang sebesar-besarnya. Berdasarkan uraian diatas dapat
diperoleh hipotesis sebagai berikut:
H1 = Pendapatan Asli Daerah (PAD) berpengaruh terhadap
Pengalokasian Anggaran Belanja Modal
2. Hubungan Dana Alokasi Umum dengan Pengalokasian Anggaran
Belanja Modal
Dana alokasi umum (DAU) adalah dana yang berasal dari APBN yang
dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar
daerah untuk membiayai kebutuhan pengeluarannya dalam rangka
pelaksanaan desentralisasi. Pemerintah pusat mengharapkan dengan
adanya desentralisasi fiskal pemerintah daerah lebih mengoptimalkan
33
kemampuannya dalam mengelola sumber daya yang dimiliki sehingga
tidak hanya mengandalkan DAU. Dengan adanya transfer DAU dari
Pemerintah Pusat maka daerah bisa lebih fokus untuk menggunakan PAD
yang dimilikinya untuk membiayai belanja modal yang menunjang tujuan
pemerintah yaitu meningkatkan pelayanan publik.
Darwanto (2007) menyatakan bahwa terdapat hubungan positif dan
signifikan antara DAU dengan belanja modal. Penelitian empiris yang
dilakukan oleh Holtz-Eakin et al. (1985) menyatakan bahwa terdapat
keterkaitan sangat erat antara transfer dari pemerintah pusat dengan
belanja pemerintah daerah. Prakoso (2004) memperoleh bukti empiris
bahwa jumlah belanja modal dipengaruhi oleh dana Dana Alokasi Umum
yang diterima dari pemerintah pusat.
Berbagai pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi
DAU maka alokasi belanja mdal juga meningkat. Hal ini disebabkan
karena daerah yang memiliki pendapatan (DAU) yang besar maka alokasi
untuk anggaran belanja daerah (belanja modal) akan meningkat.
Berdasarkan uraian diatas dapat diperoleh hipotesis sebagai berikut:
H2 = Dana Alokasi Umum berpengaruh terhadap Pengalokasian
Anggaran Belanja Modal
3. Hubungan Dana Bagi Hasil dengan Penglokasian Anggaran Belanja
Modal
34
Dana Bagi Hasil bersumber dari pajak dan sumber daya alam. Dana
yang bersumber dari pajak terdiri atas pajak bumi dan bangunan (PBB),
Bea Perolehan atas tasnah dan bangunan (PBHTB) dan Pajak Penghasilan
(PPh). Untuk menambah pendapatan daerah dalam rangka pembiayaan
pelaksanaan fungsi yang menjadi kewenangan dilakukan dengan pola bagi
hasil penerimaan pajak dan bukan pajak (SDA) antara pusat dan daerah.
Dana Bagi Hasil adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN
yang dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka persentase tertentu
untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan
desentralisasi (UU No. 33 Tahun 2004). DBH merupakan sumber
pendapatan daerah yang cukup potensial dan merupakan salah satu modal
dasar pemerintah daerah dalam mendapatkan dana pembangnan dan
memenuhi belanja daerah yang bukan berasal dari PAD, DAU, dan DAK
(Wandira, 2013). Dana Bagi Hasil yang diperoleh pemerintah daerah
diharapkan mampu untuk meningkatkan alokasi belanja daerah guna
meningkatkan pelayanan publik bagi daerah sebagai tujuan dari
desentralisasi. Secara teroritis Pemerintah Daerah akan mampu
menetapkan belanja modal yang semakin besar jika anggaran DBH
semakin besar pula. Hal ini diperkuat oleh penelitian Darmayasa (2014),
Susanti dkk. (2016), dan Wandira, (2013) yang menyatakan Dana Bagi
Hasil berpengaruh terhadap Alokasi Belanja Modal. Berdasarkan uraian
diatas dapat diperoleh hipotesis sebagai berikut:
H3 = Dana Bagi Hasil berpengaruh terhadap Pengalokasian Anggaran
35
Belanja Modal
4. Hubungan Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, dan Dana
Bagi Hasil dengan Pengalokasian Anggaran Belanja Modal
Susanti dkk (2016) dalam penelitiannya tentang Pengaruh Pendapatan
Asli, Dana Alokasi Umum dan Dana Bagi Hasil terhadap Belanja Modal
menunjukkan hasil bahwa terdapat pengaruh signifikan secara simultan
antara Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, dan Dana Bagi
Hasil terhadap Belanja Modal. Berdasarkan uraian tersebut maka dapat
diperoleh hipotesis sebagai berikut:
H4 = Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, dan Dana Bagi
Hasil berpengaruh terhadap Pengalokasian Anggaran Belanja
Modal