BAB II LANDASAN TEORI A. Kehidupan Keberagamaan...

36
15 BAB II LANDASAN TEORI A. Kehidupan Keberagamaan Keluarga 1. Pengertian Keberagamaan dan Keluarga a. Pengertian Keberagamaan Kata keberagamaan adalah berasal dari kata beragama, mendapat awalan “ke” dan akhiran “an”. Kata beragama sendiri memeiliki arti “memeluk (menjalankan) agama”. Menurut Poerwadarminta, agama adalah “segenap kepercayaan (kepada Tuhan, Dewa serta sebagainya) serta ajaran kebaktian dan kewajiban- kewajiban yang bertalian (berhubungan) dengan kepercayaan itu 1 . Pengertian ini adalah pengertian agama dalam arti umum, yaitu untuk semua jenis agama. Selanjutnya, imbuhan “ke” dan “an” pada kata “beragama”, menjadikan kata “keberagamaan” mempunyai arti, cara atau sikap seseorang dalam memeluk atau menjalankan (melaksanakan) ajaran agama yang dipeluk atau dianutnya. 2 Dalam pembahasan ini, istilah agama dimaksudkan sebagai Agama Islam, atau “ dinullah ” atau “ dinul haq ”, yaitu agama yang datang dari Allah atau agama yang haq. b. Beragama Dalam Berbagai Dimensi Pemahaman Beragama pada era dewasa ini memiliki tantangan tersendiri, karena selain dihadapkan pada makin banyaknya perspektif pemahaman yang berbeda dalam lingkup agama tertentu di satu sisi, di sisi lain umat beragama juga dihadapkan pada realitas beragama di tengah agama orang lain. Budhi Munawar Rachman memberikan deskripsi menarik tentang hal ini dengan mengatakan: 1 Purwodarminto, Kamus umum Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka, 1978), hlm. 19 2 Ibid, hlm. 20.

Transcript of BAB II LANDASAN TEORI A. Kehidupan Keberagamaan...

Page 1: BAB II LANDASAN TEORI A. Kehidupan Keberagamaan …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/10/jtptiain-gdl-s1... · kebenaran-kebenaran yang sama sah”, atau “Setiap agama

15

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Kehidupan Keberagamaan Keluarga

1. Pengertian Keberagamaan dan Keluarga

a. Pengertian Keberagamaan

Kata keberagamaan adalah berasal dari kata beragama,

mendapat awalan “ke” dan akhiran “an”. Kata beragama sendiri

memeiliki arti “memeluk (menjalankan) agama”. Menurut

Poerwadarminta, agama adalah “segenap kepercayaan (kepada Tuhan,

Dewa serta sebagainya) serta ajaran kebaktian dan kewajiban-

kewajiban yang bertalian (berhubungan) dengan kepercayaan itu1.

Pengertian ini adalah pengertian agama dalam arti umum, yaitu untuk

semua jenis agama. Selanjutnya, imbuhan “ke” dan “an” pada kata

“beragama”, menjadikan kata “keberagamaan” mempunyai arti, cara

atau sikap seseorang dalam memeluk atau menjalankan

(melaksanakan) ajaran agama yang dipeluk atau dianutnya.2 Dalam

pembahasan ini, istilah agama dimaksudkan sebagai Agama Islam,

atau “dinullah” atau “dinul haq”, yaitu agama yang datang dari Allah

atau agama yang haq.

b. Beragama Dalam Berbagai Dimensi Pemahaman

Beragama pada era dewasa ini memiliki tantangan tersendiri,

karena selain dihadapkan pada makin banyaknya perspektif

pemahaman yang berbeda dalam lingkup agama tertentu di satu sisi, di

sisi lain umat beragama juga dihadapkan pada realitas beragama di

tengah agama orang lain. Budhi Munawar Rachman memberikan

deskripsi menarik tentang hal ini dengan mengatakan:

1 Purwodarminto, Kamus umum Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka, 1978), hlm.

19 2 Ibid, hlm. 20.

Page 2: BAB II LANDASAN TEORI A. Kehidupan Keberagamaan …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/10/jtptiain-gdl-s1... · kebenaran-kebenaran yang sama sah”, atau “Setiap agama

16

“Tantangan paling besar dalam kehidupan beragama sekarang ini adalah: bagaimana seseorang beragama bisa mendefinisikan dirinya di tengah agama-agama lain. Atau dalam istilah yang lebih teknis “Berteologi dalam konsteks agama-agama”, dalam pergaulan antar agama, semakin hari kita semakin merasakan intensnya pertemuan agama-agama itu. Pada tingkat pribadi sebenarnya hubungan antar tokoh agama di Indonesia kita melihat suasana yang semakin akrab, tetapi pada tingkat teologis yang merupakan dasar dari agama itu muncul kebingungan-kebingungan khususnya yang menyangkut bagaimana kita harus mendefinisikan diri di tengah agama-agama lain yang juga eksis dan punya keabsahan.”.3

Dari realitas yang semakin mengglobal tentang agama dan

beragama yang berpadu dengan cepatnya ilmu pengetahuan dalam

berbagai perspektif yang multidimensional mengakibatkan semakin

beragamnya pemahaman beragama yang semakin lama semakin

dinamis. Hal ini tidak bisa terelakkan dikarenakan beragama bukanlah

merupakan sikap yang pasif, tetapi akhir-akhir ini beragama lebih

dipahami sebagai sikap dialogis intelektual yang proporsional antara

manusia, realitas dan Tuhan. Dalam perspektif inilah beragama

semakin menemukan momentum untuk bergerak dinamis dan

berakselerasi dengan tantangan realitas ruang dan waktu.

Nurcholish Madjid, memberikan alternatif pemahaman tentang

beragamnya pola keberagamaan dewasa ini dalam tiga kelompok besar

yaitu beragama secara eksklusif, beragama secara insklusif dan

beragama secara pluralis. Ketiga pola ini merupakan pengelompokkan

pola keberagamaan yang relatif bisa diterima. Beragama secara

eksklusif adalah beragama yang secara umum beranggapan bahwa

agamanyalah yang paling benar dan hanya agamanyalah yang mampu

memberikan penyelamatan di akherat nanti. Beragama menganut pola

ini sering diidentikkan dengan fundamentalisme yang dalam

perjalanannya memang memiliki perspektif dan pola yang hampir

sama, sedangkan beragama secara inklusif dan pluralis adalah

3 Budhi Munawar Rachman, “Beragama di Tengah Agama Orang Lain”, artikel dimuat

dalam Majalah IDEA Edisi 09/VI/1997, hlm. 32

Page 3: BAB II LANDASAN TEORI A. Kehidupan Keberagamaan …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/10/jtptiain-gdl-s1... · kebenaran-kebenaran yang sama sah”, atau “Setiap agama

17

beragama yang lebih terbuka dan mengakui serta memahami eksistensi

keanekaragaman teologis. Untuk lebih jelasnya berikut kutipan

pemahaman Nurcholish Madjid tentang berbagai pola beragamaan

tersebut:

“Paling tidak dewasa ini para ahli memetakkan dalam tiga sikap dialog. Pertama, sikap yang eksklusif dalam melihat agama lain (agama lain adalah jalan yang salah dan menyesatkan bagi pengikutnya). Kedua sikap inklusif (agama-agama lain adalah bentuk implisit agama kita) dan ketiga, sikap pluralis yang bisa terekspresi dalam macam-macam rumusan misalnya: “Agama-agama lain adalah jalan yang sama-sama sah untuk mencapai kebenaran yang sama”, “Agama-agama lain berbicara secara berbeda, tetapi merupakan kebenaran-kebenaran yang sama sah”, atau “Setiap agama mengekspresikan bagian penting sebuah kebenaran”.4

Ketiga pola pemahaman ini tidak monopoli agama tertentu,

tetapi berlaku secara umum. Dalam Islampun ketiga pola beragama ini

berkembang secara intensif. Untuk lebih memperjelas pemahaman kita

tentang keanekaragaman beragama dalam Islam, berikut akan dikaji

tentang Islam eksklusif, Islam inklusif dan Islam pluralis.

1. Beragama secara Eksklusif

Beragama secara eksklusif merupakan sikap beragama yang

lebih didominasi oleh pembacaan tekstual terhadap literatur Islam.

Ekslusifisme biasanya dipahami sebagai respon tradisional sebuah

agama terhadap hubungannya dengan agama-agama lain yang

memandang agama lain dengan kacamata agama sendiri yang

didukung oleh penafsiran yang sempit atas doktrin-doktrin

keagamaan yang tertulis dalam teks suci. Sikap ini pada umumnya

dipegang teguh oleh kaum fundamentalis yaitu kelompok yang

menyakini pandangan yang ditegakkan atas keyakinan agama

sesuai dengan makna harfiah dari teks suci agama.

4 Nurcholis Madjid, “Dialog Diantara Ahli Kitab: Sebuah Pengantar”, kata pengantar

untuk George B. Grose and Benjamin J. Hubbard (editor)., Tiga Agama Satu Tuhan: Sebuah Dialog, terj. Santi Inra Anstuti, (Bandung : Mizan, 1998), hlm. XIX

Page 4: BAB II LANDASAN TEORI A. Kehidupan Keberagamaan …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/10/jtptiain-gdl-s1... · kebenaran-kebenaran yang sama sah”, atau “Setiap agama

18

Sikap kaum fundamentalis5 biasanya mengkonotasikan

sikap absolutisme, fanatisme, dan agresifisme. Setidaknya ada tiga

unsur yang terdapat dalam sikap kaum fundamentalis yang

biasanya juga adalah kelompok eksklusif. Pertama, adanya

statisme yang menentang penyesuaian dan kejumudan yang

menetang setiap perkembangan atau perubahan, kedua; adalah

konsep-konsep kembali ke masa lalu, keterikatan kepada warisan

dan tradisi secara eksesif dan ketiga; adalah sikap tidak memiliki

toleransi, tertutup, menganut kekerasan dalam bermadzhab,

beragama dan oposisionalisme.

Fundamentalisme dalam beragama yang akhir-akhir ini

sedang menjadi trend karena isu-isu terorisme, sebenarnya

memiliki akar sejarah yang sangat panjang, Menurut Trisno

Susanto,6 historisitas fundamentalisme justru muncul pertama kali

pada kelompok Kristen awal yang ditandai dengan serangkaian

penerbitan antara tahun 1909 sampai tahun 1919.

“Saya kira memang satu yang tidak dipungkiri bahwa fundamentalisme menjadi semacam momok untuk setiap orang setelah serangan terhadap WTC. Tetapi sesungguhnya kalau kita kembali ke istilahnya yang paling awal istilah ini berkembang justru di kalangan Kristen awal mulanya. Fundamentalisme itu kata yang kemudian dipakai untuk menyebut serangkaian penerbitan pada awal abad ke-20. Antara 1909 hingga sekitar 1919 ada terbitan brosur yang bernama The Fundamentals Testimony of Truth, itu istilah yang dipakai. Kelompok yang menerbitkan ini rata-rata para tokoh Kristen terutama kalangan Evangelical dan Protestan konservatif yang berkumpul di sekolah teologi yang dinamakan Princetown Theological Seminary di

5 Berbicara tentang fundamentalisme batasan yang tepat mengenai gerakan ini merupakan

keniscayaan yang pertama kali harus diangkat, tanpa perangkat konsep akurat kita mudah terperangkap pada dua sikap yang sama-sama kurang bijak, pertama; apriori dengan menganggap semua kekerasan dilakukan kaum fundamentalis atau sikap kedua yaitu membela kaum fundamentalis dengan keyakinan mereka tidak pernah melakukan tindak kekerasan atau dan menyakini, bahwa dalam agama tertentu Islam, misalnya tidak ada gerakan fundamentalis. Lebih lanjut lihat Abd A’la, “Fundamentalisme, Kekerasan dan Signifikansi Dialog; Cacatan Untuk Adian Husaini”, Kompas, 5 April 2002.

6 Trisno Susanto adalah seorang aktifis masyarakat dialog antar agama (Madia, Jakarta) yang juga ahli teologi dalam agama Kristen.

Page 5: BAB II LANDASAN TEORI A. Kehidupan Keberagamaan …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/10/jtptiain-gdl-s1... · kebenaran-kebenaran yang sama sah”, atau “Setiap agama

19

Amerika dan istilah fundamentalis pertama dipakai menurut catatan sejarah sekitar 1920 oleh seorang Kristen Baptis bernama Sisilau. Ia menyebut kelompok yang mendukung program fundamentalisme ini sebagai orang-orang fundamentalis”.7

Fundamentalisme seperti yang dideskripsikan di atas

sebenarnya bukanlah monopoli dan berlaku khusus untuk agama

tertentu, tetapi berlaku secara menyeluruh pada setiap agama. Hal

ini dalam agama Kristen Katolik dimonopoli oleh doktrin exstra

ecclesiam nulla salus est, no salvation out side the church8 (tidak

ada keselamatan di luar Gereja), klaim ini mendapat penegasan

normatif dalam Yohanes 14 : 6 yang menyatakan: Jesus said: I’m

the way and the truth and the life, no one cames to the father

except through me” ( Kata Yesus kepadanya : “Akulah” jalan dan

kebenaran dari hidup. Tidak ada seorangpun yang datang kepada

Bapa, kalau tidak melalui Aku). Dalam Islam sikap eksklusif yang

identik dengan deskripsi di atas dapat dijumpai dalam beberapa

ayat yaitu:

) 82: العمران ( إن الدين عند الله الإسلام Artinya: "Sesungguhnya agama yang diridhoi Allah hanyalah

Islam" (Qs. Ali-Imran:19)

ا ولتجدن لتجدن أشد الناس عداوة للذين ءامنوا اليهود والذين أشرآو

أقربهم مودة للذين ءامنوا الذين قالوا إنا نصارى ذلك بأن منهم

)82: المائدة (قسيسين ورهبانا وأنهم لا يستكبرون

Artinya: “Sesungguhnya kamu akan mendapati orang-orang yang

paling keras permusuhannya terhadap orang-orang yag beriman adalah orang-orang Yahudi dan orang-orang yang mempersekutukan Tuhan” (Qs. Al-Maidah: 82)

7 Trisno Susanto, “Fundamentalisme Kristen Merebak Kuat”, Jawa Pos, 24 Maret 2002. 8 Sukidi, Teologi Insklusif Cak Nur, (Jakarta : Penerbit Buku Kompas, 2001), hlm. XXXII

Page 6: BAB II LANDASAN TEORI A. Kehidupan Keberagamaan …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/10/jtptiain-gdl-s1... · kebenaran-kebenaran yang sama sah”, atau “Setiap agama

20

Persoalannya kemudian adalah sikap beragama yang

diidentikkan dengan fundamentalisme atau sikap yang menjunjung

tinggi eksklusivisme akhir-akhir ini sedang menghiasi wacana

global yang oleh kalangan tertentu dinilai sebagai ancaman

terhadap perdamaian global. Berdasarkan penelitian yang cukup

akurat hampir semua pakar dan peneliti keagamaan sepakat,

fundamentalisme merupakan fenomena global yang hampir

ditemui pada semua agama besar. Meski masing-masing memiliki

hukum dan dinamikanya sendiri, semua gerakan fundamentalisme

mempunyai ciri yang khas yang nyaris serupa. Kelompok ini

merupakan gerakan dengan penggunaan simbol-simbol agama

sebagai reaksi atas modernisasi yang telah mengakibatkan krisis

kemanusiaan global dan lingkungan yang akut. Dalam respon

modernitas itu gerakan ini mencoba kembali pada agamanya di

masa lampau dengan mengangkat teks-teks suci melalui

pemahaman yang literatistik.

Kaum fundamentalis menurut Basam Tibi9 yang Islam dan

Karen Amstrong yang Kristen,10 bukanlah kaum tradisionalis,

tetapi mereka adalah modernis sejati, sebab mereka menilai tradisi

agama dalam perspektif modernitas dan mereka mengambil secara

selektif unsur-unsur penting dari dua gejala itu untuk

mengemukakan konsep political ordernya sebagai tatanan yang

bersifat agama. Pembacaaan secara harfiah adalah kaum modern

yang muncul akibat dominasi kesadaran rasional atas kesadaran

mistis. Fenomena ini berjalan dengan berkembangnya modernisasi.

Fundamentalisme adalah agama politik yang sarat dengan motif-

motif politisasi agama dan bukan agama itu sendiri, selain itu

9 Bassam Tibbi berpendapat bahwa fundamentalisme Islam hanya salah satu jenis dari

fenomena global yang mana isunya pada masing-masing kasus lebih pada idiologi politik tetang masalah ini dapat ditemukan dalam Alfan Alfian, “Momentum Kebangkitan Islam Moderat” Kompas, 1 Februari 2002.

10 Karen Amstrong, Berperang Demi Tuhan, terj. Rahmani Astuti, (Jakarta : Serambi Ilmu Semesta, 2001), hlm. 179

Page 7: BAB II LANDASAN TEORI A. Kehidupan Keberagamaan …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/10/jtptiain-gdl-s1... · kebenaran-kebenaran yang sama sah”, atau “Setiap agama

21

model keberagamaan ini bisa muncul dikarenakan kekurang

mampuan mereka dalam memilah antara agama normatif dan

agama historis.

Fundamentalisme apabila kita tarik pada wilayah

historisitas Islam, maka istilah ini tergolong baru bahkan

penterjemahan fundamentalisme ke dalam bahasa Arab tidak

begitu populer kecuali setelah dua dekade terakhir.

Fundamentalisme dalam bahasa Arab disebut dengan al-Ushuliyah.

Fundamentalisme dapat dimaknai sebagai paham yang ingin

kembali pada dasar-dasar keagamaan. Akar-akarnya dapat dilihat

pada model pemikiran yang berkembang pada abad pertengahan

terutama pada pemerintahan al-Mansur dalam dinasti Abbasiyah,

ketika dasar-dasar keagamaan mulai dikodifikasi. Dasar-dasar yang

berkaitan dengan teologi disebut ushuliyah, sedangkan dalam

wilayah fiqih disebut dengan ushul fiqh.

Fundamentalisme klasik ditandai munculnya perbedaan

mendasar dalam standarisasi dan klasifikasi pemahaman

keagamaan antara kalangan sunni dan syiah, perbedaan itu amat

tergantung pada kepentingan politik saat itu, namun yang lebih

mendasar dari fundamentalisme klasik adalah kecenderungan

teosentris dan ideologis. Teosentris karena teologi yang

dikodifikasi sering menggunakan simbol-simbol ketuhanan,

sehingga tampak mendorong pada fatalisme. Seluruh urusan baik

yang bersifat duniawi maupun transenden sering dikembalikan

pada Tuhan yang akhirnya membentuk sikap kepasrahan pasif, dan

ketertundukkan apologetik. Oleh sebab itu teologi merupakan

wacana yang tidak bisa tersentuh oleh dimensi apapun, sehingga

seluruh perangkat yang merupakan elemen teologi sulit dipahami

secara bebas dan terbuka, akibatnya teologi yang amat ketat

mempunyai dampak negatif bagi pengembangan nalar keagamaan

yang progesif dan kritis. Ideologis, dikarenakan pemahaman

Page 8: BAB II LANDASAN TEORI A. Kehidupan Keberagamaan …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/10/jtptiain-gdl-s1... · kebenaran-kebenaran yang sama sah”, atau “Setiap agama

22

keagamaan yang teosentris itu senantiasa disesuaikan dengan

kepentingan politik.

Dari deskripsi ini dapat dimengerti dengan jelas bahwa

fundamentalisme yang berakar dari sikap eksklusif alam beragama

yang memandang teks-teks suci secara literer yang memiliki

kecenderungan tertutup yang awalnya merupakan gerakan

pemahaman agama karena adanya respon dialogis dengan

modernitas dan peradaban secara berangsur berubah menjadi

gerakan politis yang mengusung atas nama agama untuk

menyatakan eksistensi mereka11, jadi fundamentalisme yang

selama ini diidentikkan dengan agama terutama Islam sebenarnya

merupakan gerakan politisasi agama dalam kegamangan eksistensi.

2. Beragama secara Inklusif

Inklusifisme sebagai sebuah perspektif beragama adalah

respon terhadap dilema yang sangat sedìrhana yang belum

diakomodasi dalam eksklusifisme, jika kaum ekslusif mengajarkan

bahwa keselamatan hanya ditemukan dalam satu agama tertentu

dan diperoleh melalui mendengarkan dan mentaati aturan-aturan

yang ada dalam kitab suci salafiyah, maka kaum inklusifisme

melihat adanya keluasan dari kasih Tuhan dan ia diperoleh

berdasarkan cinta Tuhan kepada manusia.

Teologi inklusifistik pada awalnya dikembangkan oleh

teolog Katholik yang bernama Karl Rahner yang mengajarkan

bahwa kita tidak dilahirkan di luar hubungan dengan Tuhan

(eksklusifisme)12, tetapi dalam hubungan dengan Tuhan. Kasih

Tuhan yang dibutuhkan untuk keselamatan manusia sudah hadir

dalam diri kita sebagai karunia ilahi, artinya kasih Tuhan tidak

11 Menurut Abd A’la, dengan bahasa yang lebih berbeda melihat bahwa yang memicu

fundamentlisme adalah adalah perubahan social, lebih lanjut lihat Abd A’la, “Kekerasan, “Sumbangan” Modernisasi dan Fundamentalisme Agama”, Kompas, 1 Februari 2002.

12 Gagasan mengenai hal ini secara lebih luas dapat ditemukan dalam Sukidi, New Age : Wisata Spiritual Lintas Agama, (Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 2001)

Page 9: BAB II LANDASAN TEORI A. Kehidupan Keberagamaan …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/10/jtptiain-gdl-s1... · kebenaran-kebenaran yang sama sah”, atau “Setiap agama

23

terbatas pada orang-orang tertentu saja karena kasih Tuhan

melingkupi seluruh umat manusia dari agama apapun, ras apapun

dan negara manapun.Sikap Inklusif inilah yang nantinya sebagai

dasar untuk menuju sikap pluralistik.

Secara garis besar teologi inklusif dapat dikelompokkan

menjadi dua bagian, yaitu inklusifisme monistik dan inklusifisme

pluralistik.13 Inklusif monistik; Secara mendasar berargumen bahwa

keselamatan dan kebenaran bukanlah milik agama tertentu, tetapi

agama-agama lainpun memilikinya. Hanya saja, kebenaran yang

ada ada agama-agama lain tersebut diposisikan sebagai “agama

anonim”. Ada banyak tokoh yang mendukung gagasan

inklusifisme monistik ini diantaranya, Yustinus Martir, Raymundo

Pannikar, Diogness Allen dan Simone Well, diantara tokoh-tokoh

ini yang paling terkenal adalah Karel Rahner.

Inklusifisme Pluralistik; Gagasan ini didasarkan pada

ketidaksetujuan dengan realitas gagasan inklusifisme monistik.

Secara garis besar inklusifisme pluralistik beranggapan kebenaran

suatu agama bernilai sama dengan kebenaran agama-agama lain

dan tidak berposisi sebagai agama anonim. Tokoh aliran ini adalah

Schubert Ogden. Teologi ini tidak setuju dengan eksklusifisme dan

inklusifisme monistik yang bersikap ekstrem, dengan menganggap

bahwa hanya ada dan hanya mungkin ada satu agama yang benar

(there not only is, but can be only one true religion). Ogden

sebagai tokoh inklusifisme pluralistik, juga tidak sepakat dengan

pluralisme yang mengatakan, bahwa bukan hanya mungkin ada,

melainkan memang ada agama lain yang benar (there not only can

be, but are other true religion). Menurut Ogden, kita tak perlu

mengatakan memang betul-betul ada (are) banyak agama yang

benar (seperti pluralisme), tetapi cukup mengetahui bisa ada (can

13 Munawwiruzzaman, “Inklusifisme Monistik, Sebuah Sikap Keberagamaan”, Kompas,

12 Desember, 1997. Lihat dalam Sukidi, op. cit, hlm. 12-13

Page 10: BAB II LANDASAN TEORI A. Kehidupan Keberagamaan …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/10/jtptiain-gdl-s1... · kebenaran-kebenaran yang sama sah”, atau “Setiap agama

24

be) banyak agama yang benar (sebagai lawan tidak bisa ada, can

not be).

Melihat kedua hal di atas, masing-masing memiliki

kekuatan dan kelemahan. Kekuatan inklusifisme monistik adalah

dapat mempertahankan ke-agamaan dan menghubungkan dengan

karunia di luarnya, tanpa mengorbankan prinsip “Solus Christus”

(dalam dunia Kristen). Sedangkan kelemahannya adalah

memandang orang yang beragama lain sebagai penganut agama

anonim, dan mengabaikan perbedaan yang mendasar antara

pemeluk agama yang satu dengan yang lain. Kekuatan Ogden

sebagai contoh tokoh inklusifisme pluralistik ialah ia

mempersembahkan keselamatan manusia ke sumber yang paling

dalam, yaitu Kasih Allah. Kelemahannya, dia menganggap ringan

makna penyaliban Yesus.

Sikap inklusif dalam Islam mendapatkan pengesahan

normatif, tetapi selama ini kita mengabaikannya. al-Qur’an

menyatakan : “Tidak ada paksaan untuk beragama, sesungguhnya

telah jelas jalan yang benar dari jalan yang salah”,14 “Dan

sesungguhnya kami (Tuhan) telah mengutus seorang Rasul di

kalangan setiap ummat”,15 juga ayat yang menyatakan setiap

kelompok (kaum) mempunyai seorang pembawa petunjuk.16 Pada

ayat lain juga dijelaskan :

14 QS. Al Baqarah/2 : 256. lihat Al Qur’an dan Terjemahannya, (Terj. Depag), hlm. 62. 15 QS. An Nahl/16 : 36. lihat Al Qur’an dan Terjemahannya, (Terj. Depag), hlm. 407. 16 QS. Ar Ra’d/13 : 7, Lihat Al Qur’an dan Terjemahannya, (Terj. Depag), hlm. 369.

terdapat banyak penegasan dalam al-Qur’an, bahwa setiap kelompuk umat manusia (kaum) telah didatangi pengajar kebenaran, yaitu utusan dan Rasul Tuhan. Antara lain disebutkan : “Dan sungguh Kami (Tuhan) telah mengutus seorang Rasul disetiap kalangan umat”, QS. An Nahl/16 : 36. Dari prinsip bahwa setiap kelompok umat manusia telah pernah datang kepadanya utusan Tuhan (pengajar kebenaran dan keadilan), para ulama’ berselisih pendapat tentang kelompok mana sebenarnya tergolong para pengikut kitab suci. Apakah juga meliputi kelompok-kelompok agama lain di luar agama-agama Ibrahim, yakni selain Islam, Yahudi dan Kristen. Dalam hal ini relevan sekali mengemukakan pendapat ulama’ besar Indonesia, Abdul Hamid Hakim, salah seorang pendiri Madrasah Sumatera Thawalib, di Padang Panjang, Sematera Barat. Dengan mengemukakan firman-firman ilahi yang menegaskan adanaya Rasul atau pengajar kebenaran untuk setiap kelompok manusia dan dengan mengacu pada Tafsir At Thobari, Abdul Hamid Hakim menegaskan bahwa orang-orang Majusi, orang-orang Sabean, orang-orang Hindu,. Orang-

Page 11: BAB II LANDASAN TEORI A. Kehidupan Keberagamaan …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/10/jtptiain-gdl-s1... · kebenaran-kebenaran yang sama sah”, atau “Setiap agama

25

صى به نوحا والذي أوحينا إليك وما وصينا شرع لكم من الدين ما و

به إبراهيم وموسى وعيسى أن أقيموا الدين ولا تتفرقوا فيه

)13: الشوري (Artinya : “Ia telah mensyari’atkan bagi kamu tentang agama, apa

yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu dan apa yang telah kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa, yaitu tegakkanlah agama dan janganlah kamu berpecah belah mengenainya” (QS. As Syura : 13).17

ا إلى نوح والنبيين من بعده وأوحينا إلى إنا أوحينا إليك آما أوحين

إبراهيم وإسماعيل وإسحاق ويعقوب والأسباط وعيسى وأيوب

)163: النسا (ويونس وهارون وسليمان وءاتينا داود زبورا

Artinya : “Sesungguhnya Kami telah memberikan wahyu kepadamu sebagaimana Kami telah mewahyukan kepada Nuh dan Nabi-Nabi yang kemudian,dan telah Kami wahyukan kepada Ibrahim, Ismail, Ya’kub, Ishaq dan anak cucunya. Isa, Ayub, Yunus, Harun dan Sulaiman. Dan Kami berikan Zabur kepada Daud (QS. An Nisa’ : 163).18

orang Cina (penganut Kong Hu Cu) dan kelompok-kelompok lain seperti orang Jepang adalah para pengikut kitab-kitab suci yang mengandung ajaran tauhid, sampai sekarang”. Ia juga mengatakan “bahwa kitab-kita suci mereka itu bersifat samawi (datang dari langit, yakni wahyu Ilahi)”. Oleh karena itu tidak banyak perbedaan sebab, dia beriman kepada Tuhan dan menyembah-Nya, dan beriman kepada para Nabi dan kepada kehidupan lain, dan dia menganut pandangan hidup (agama) tentang wajibnya berbuat baik dan larangan berbuat jahat. Itulah sebabnya pemerintahan muslim sejak masa lalu sampai hari ini selalu dilindungi agama-agama lain yang tidak menganut paganisme (syirik). Lihat Nurcholish Madjid, Islam Doktrin dan Peradaban, (Jakarta : Paramadina, 2000), cet. IV, hlm. 16-17.

17 QS. Al Syura/42 : 13. Lihat al-Qur’an dan Terjemahannya (Terj. Depag), hlm. 785. 18 QS. An Nisa’/4 : 163. Lihat al-Qur’an dan Terjemahannya (Terj. Depag), hlm. 150.

Page 12: BAB II LANDASAN TEORI A. Kehidupan Keberagamaan …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/10/jtptiain-gdl-s1... · kebenaran-kebenaran yang sama sah”, atau “Setiap agama

26

3. Beragama secara Pluralistik

Istilah pluralisme memiliki berbagai macam arti tergantung

pada wacana yang dirujuknya, konsep itu pada awalnya

diperkenalkan oleh filsuf pencerahan seperti Immanuel Kant19 dan

tokoh filsafat pada masa pencerahan Jerman yaitu Christian

Wolf,20 yang menunjukkan sebuah doktrin tentang kesempurnaan

pandangan dunia yang mungkin dikombinasikan dengan seruan

untuk mengadopsi sudut pandang universal tentang warga negara

dunia.

Dalam bidang filsafat istilah itu menyebar ke dalam wacana

akademik yang lain pada pergantian abad ke-20, para pragmatis

seperti William James21 menggunakan kembali konsep pluralis itu

untuk menekankan implikasi-implikasi empiris dari ontologis

pluralistik. Dalam teori ekonomi dan dalam teori sosiologi yang

diilhami oleh model-model pilihan rasional, istilah pluralisme

dinisbatkan pada gagasan bahwa sistem pasar bebaslah yang

mungkin dapat menjamin persaingan terbuka bagi para produsen

dan pilihan bebas bagi para konsumen.

19 Immanuel Kant hidup antara tahun 1724-1804, ia sejajar dengan Plato dan Aristoteles

sebagai salah seorang filosuf paling penting dalam kebudayaan Barat. Karyanya sangat orisinil dan jangkauannya sangat luas. Karya tersebut dirulis dalam waktu yang sangat krusial dalam perkembangan filsafat ketika terdapat ketegangan antara loyalitas kontinental pada pemikiran rasional dan dukungan Inggris pada pengalaman inderawi. Karya-karyanya yang dibukukan pertama adalah Prolegonema to any Future Metaphysics (1783), The Critique of practical reason (1788) dan untuk lebih jelasnya lihat, Diane Collinson, Lima Puluh Filosof Dunia Yang Menggerakkan, (Jakarta : Murai Kencana, 2001), hlm. 130

20 Cristian Wolf ialah filsuf yang paling terkenal pada masa pencerahan Jerman. Ia guru besar matematika di Halle, menyebar luaskan ide-ide Leibniz. Wolf tidak mempunyai pokok-pokok ajarannya sendiri yang terkenal dengan rasionalisme ekstrimnya, pemikirannya sangat terpengaruh oleh Leibniz pada abad ke-18, sehingga dalam semua bidang ilmu pengetahuan dikemas secara sistematis sesuai alur pikiran Leibniz walaupun terjadi penyimpangan dasar pemikirannya. Sedangkan karya-karya Wolf seperti: Philosophia Prima sive ontologia:rational Thaought on God, the World and the Soul of Man and All things in General (1719).

21 William James adalah dilahirkan di New York, Amerika Serikat. Pada mulanya ia belajar biologi dan pada tahun 1861 ia masuk Laerence Scientific School (Harvard University). Perhatiannya kemudian beralih ke ilmu kedokteran dan masuk Harvard Medical School dan terakhir ia belajar filsafat pada Charles Sander Pierce. Ada beberapa hasil pemikirannya yang sangat terkenal antara lain: Pragmatism, Empirisme Radikal, The Varieties of Religious Experience dan lain sebagainya. Lihat Ali Mudhofir, Kamus Filsuf Barat, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2001), hlm. 258

Page 13: BAB II LANDASAN TEORI A. Kehidupan Keberagamaan …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/10/jtptiain-gdl-s1... · kebenaran-kebenaran yang sama sah”, atau “Setiap agama

27

Dalam konteks wacana ilmu sosial pluralisme memiliki

pengertian sebagai sikap pengakuan terhadap keragaman dalam

masyarakat dan sebagai prasyarat bagi pilihan dan kebebasan

individual. Sedangkan pada wilayah agama yang kemudian dikenal

dengan pluralisme agama dapat dianalisis pada tiga tingkat yang

berurutan,22 pada tingkat makro pluralisme agama mengisyaratkan

bahwa otoritas-otoritas sosial mengakui dan menerima pluralitas

dalam bidang keagamaan, pada tingkat meso (pertengahan)

pluralisme mengisyaratkan penerimaan akan keragaman

organisasi-organisasi keagamaan yang berfungsi sebagai unit-unit

kompetitif dan akhirnya pada tingkat mikro pluralisme

mengisyaratkan kebebasan individual untuk memilih dan

mengembangkan kepercayaan pribadinya masing-masing.

Beragama secara pluralis dalam dimensi tertentu sangat

terkait pada sebuah pemahaman keberagaman yang didasari oleh

sebuah pemikiran filosofis yang lebih umum dikenal sebagai

filsafat perenial. Istilah Filsafat perennial diperkenalkan pertama

kali oleh Agustinus Steochus pada tahun 1540, sebagai judul salah

satu karyanya yang ia beri judul “De Perenni Philoshophi”. Istilah

itu kemudian dimasyhurkan oleh Leibniz23 pada tahun 1715 untuk

mengkonsepsikan suatu pemikiran yang memfokuskan diri pada

kajian tentang pencarian kebenaran di kalangan para filosof kuno

dan tentang perpisahan antara yang terang dan yang gelap harus di

mulai dan dikaji dalam perspektif ini.

Pasca Leibnizs, filsafat ini mengalami kemunduran dari

telaah intelektual, karena pada masa itu para pengkaji filsafat di

Barat lebih berorientasi pada filsafat keduniawian yang lebih

22 Ruslani, “Menuju Humanisme Agama-Agama”, Kompas, 27 Maret 2002. 23 Leibniz dilahirkan di Leipsic Jerman, ayahnya adalah profesor dalam bidang filsafat

moral. Leibniz belajar hukum dan filsafat, terutama filsafat Skolastik dan Descartes. Karya-karya besarnya antara lain; De arte combinatoria (1666), Theoria motus concreti et abstracti (1671), Monadologie (1714). Lebih lanjut lihat Ali Mudhofir, op.cit., hlm. 308

Page 14: BAB II LANDASAN TEORI A. Kehidupan Keberagamaan …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/10/jtptiain-gdl-s1... · kebenaran-kebenaran yang sama sah”, atau “Setiap agama

28

didasarkan pada rasionalis-positivisme. Baru pada abad XX ini

filsafat perennial muncul kembali sebagai akibat ditemukannya di

dunia Barat yang menyangkut adanya doktrin metafisika yang

lebih mengkaji dimensi yang non rasional, di dalam inti semua

tradisi yang sekaligus bersifat abadi dan universal, konsep ini

dalam perkembangannya akan mengarah pada kebenaran kekal di

pusat semua tradisi.24 Sukidi memberi ilustrasi menarik tentang

filsafat perennial ini dalam kaitannya dengan agama-agama dan

sikap keberagamaan ia mengatakan:

“Semua teoritis dasar pengetahuan perenial itu ada dan hidup dalam tradisi agama-agama yang otentik. Misalnya dalam agama Hindu di kenal konsep “Sanata Darma”, yakni kebijakan yang harus menjadi dasar konstektualisasi agama dalam situasi apapun sehingga agama selalu memanifestasikan diri dalam bentuk etis dan keluruhan hidup. Dalam analogi konprehensifnya sanata darma adalah apa yang disebut oleh Seyyead Husain Nashir sebagai primordial tradition yakni tradisi yang telah dan akan tetap menghidupi kemanusiaan yang ada begitu pula dasar dalam Taoisme atau lebih dikenal dengan konsep Tao yang secara generik berarti jalan setapak, sebagai asas yang harus diikuti sekiranya manusia mau natural sebagai manusia. Dalam agama Budhapun juga diperkenalkan konsep darma yang merupakan ajaran dasar untuk sampai pada sang Budha. Demikian setiap agama sebagai jalan menuju Tuhan berwatak plural, ia bukan sebagai tujuan tetapi hanya sekedar jalan menuju Tuhan meskipun konstruksi lahir jalan itu sangat plural beragama bahkan bertentangan, tetapi secara eksoterik, kata Huston Smith semua itu akan mencapai “Kesatuan Transendental Agama-agama”. Meminjam istilah Paul Knitter dalam bukunya, “No Other The Name? A Critical Survey of Cristian Atittudes Thoward The Word Religion”, 1985, menegaskan bahwa sesungguhnya semua agama relatif, tetapi sekaligus juga sama-sama menuju Tuhan, meski lewat jalan yang berbeda seperti Yesus Kristus sebagai bentuk perwujudan kehadiran yang Ilahi merupakan jalan keselamatan bagi orang-orang Kristen, ataupun Budha, bagi pemeluk agama Budha atau Rama sebagai jalan keselamatan orang Hindu atau juga al-Qur’an yang oleh Frithjof Schoun dinilai sebagai wujud dari kebenaran dan kehadiran sekaligus merupakan petunjuk keselamatan orang-orang Islam. Oleh sebab

24 Seyyed Husain Nasr, “Kata Pengantar”, dalam Frithjof Schuon, Islam dan Filsafat

Perenial, terj. Rachmani Astuti, (Bandung : Mizan, 1998)

Page 15: BAB II LANDASAN TEORI A. Kehidupan Keberagamaan …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/10/jtptiain-gdl-s1... · kebenaran-kebenaran yang sama sah”, atau “Setiap agama

29

itu setiap agama sebagai jalan menuju Tuhan bisa diibaratkan seperti roda sepeda, jari-jari sepeda itu semakin jauh dari as (pusat), maka akan semakin merenggang dan sebaliknya. Secara filosofis itu diungkapkan, ”Barang siapa hanya suka melihat perbedaan-perbedaan sebagai sesuatu yang sangat penting, maka ibarat orang itu berada pada lingkaran dan berada pada posisi pinggir, tetapi barang siapa telah mampu membuka tabir (The Heart of Religion), maka semua agama akan bertemu.”25

Menurut Suhadi,26 filsafat perennial bisa diderifasikan ke

dalam tiga bidang kajian. Pertama, perenial secara bahasa berarti

kekal, abadi dan selama-lamanya. Dalam pengertian ini keabadian

hanyalah milik Tuhan dan Tuhan hanyalah satu, sehingga semua

agama yang secara formal itu berbeda-beda secara hakekat dan

intinya adalah sama. Kedua, filsafat perennial ingin membahas

fenomena pluralisme agama secara kritis, meskipun agama yang

benar hanyalah satu karena ia diturunkan kepada manusia dalam

spektrum historis dan sosiologis, maka agama dalam konteks

historis selalu hadir dalam formatnya yang pluralistik. Dalam

konteks ini setiap agama memiliki kesamaan dengan yang lain,

tetapi sekaligus juga memiliki kekhasan, sehingga berbeda. Ketiga,

filsafat perennial berusaha menelusuri akar-akar kesadaran

religiusitas seseorang atau kelompok melalui simbol-simbol, ritus

dan pengalaman-pengalaman keberagamaan. Perumusan seperti di

atas menjadikan filsafat perennial masuk pada jantung agama-

agama yang secara substantif hanya satu, tetapi terbungkus dalam

bentuk, wadah dan jalan yang berbeda.

Sikap keberagamaan dalam perspektif inilah akhir-akhir ini

sedang mendapat respon positif dengan maraknya semangat dialog

antar agama dan kepercayaan serta teologi yang menerabas sikap

sikap keangkuhan beragama dan monopoli kebenaran. Sikap

25 Sukidi, “Filsafat Perennial; Pintu Masuk Ke Jantung Agama-agama”, Ekspresi, Edisi

X/TH.VIII, Maret 1999, hlm. 24 26 Suhadi, “Menolak Legitimasi Agama; Membaca Pemikiran Abdurrahman Wahid”,

Suara Merdeka, 11 Desember 1998.

Page 16: BAB II LANDASAN TEORI A. Kehidupan Keberagamaan …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/10/jtptiain-gdl-s1... · kebenaran-kebenaran yang sama sah”, atau “Setiap agama

30

keberagamaan seperti juga melahirkan sikap keberagaman yang

kritis dan responsif seperti gagasan-gagasan Islam Liberal, Islam

Pos-Tradisional, Agama Post Tauhid, serta pemikiran-pemikiran

lain yang bercorak sama yaitu perombakan dan pemahaman baru

yang lebih cerah.

Dalam Islam, pengakuan adanya pluralisme adalah sebuah

keniscayaan karena secara normatif sudah jelas, tetapi sikap

dakwah kita selama ini yang mencoba menutupi dan

mengesampingkan klaim teologis keniscayaan normatif itu. al-

Qur’an dengan jelas menyatakan : “Tidak ada paksaan dalam

memeluk agama”.27 Konsekwensi logis dari ayat ini adalah

manusia itu diberi kebebasan penuh untuk berpegang kepada

agamanya atau pindah ke agama lain, sehingga kedewasaan

beragama dituntut pada level ini dan tidak ada istilah untuk

mempengaruhi dengan menggunakan propaganda-propaganda

kosong untuk memasuki sistem kepercayaan tertentu seperti yang

dilakukan dalam dakwah kita selama ini.

Pada ayat lain dinyatakan : “Untukmu agamamu dan

untukku agamaku”.28 Selain kebebasan beragama, dijamin penuh

dalam al-Qur’an pada level lain al-Qur’an juga menghargai agama

lain, bahkan berjanji memberikan pahala; seperti dalam ayat :

“Sesungguhnya orang-orang Muslim, orang-orang Yahudi, orang-

orang Nasrani dan orang-orang Sabi’in, siapa saja yang beriman

kepada Alla h dan hari kemudian serta berbuat kebajikan, bagi

27 QS. Al Baqarah/2 : 256. Lihat, Al Qur’an dan Terjemahannya (Terj. Depag), hlm. 19.

Sejalan dengan tidak dibolehkannya dalam agama, terdapat isyarat dalam kitab suci bahwa setiap makhluk telah ditetapkan oleh Allah jalan hidup mereka sendiri yang kemudian menghasilkan kemajemukan masyarakat, dan kemajemukan ini hanyalah Allah yang sebab dan hikmahnya; “…..Untuk setiap kelompok dari kamu telah Kami buatkan jalan dan tata cara, jika seandainya Tuhan menghendaki, tentulah Ia akan menjadikan kamu sekalian umat yang tuggal”, QS. Al Maidah/5 : 48, serta ayat : “Dan bagi setiap umat telah Kami buatkan (ketetapan) suatu jalan (hidup) yang mereka tempuh …”. QS. Al Hajj/22 : 67.

28 QS. Al Kafirun/109 : 6. Lihat, Al Qur’an dan Terjemahannya (Terj. Depag), hlm. 1112.

Page 17: BAB II LANDASAN TEORI A. Kehidupan Keberagamaan …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/10/jtptiain-gdl-s1... · kebenaran-kebenaran yang sama sah”, atau “Setiap agama

31

mereka adalah pahala dari Tuhan mereka. Tidak ada

kekhawatiran terhadap mereka dan tidak pula mereka bersedih”.29

Menurut Fazlur Rahman,30 para mufasir muslim

mengingkari pesan yang sangat jelas dari ayat ini bahwa orang-

orang dari kaum manapun juga yang mempercayai tiga hal, yaitu

percaya kepada Allah dan hari kiamat serta berbuat baik, akan

memperoleh keselamatan. Komentator-komentator tersebut

berbelit dengan menyatakah bahwa yang dimaksud dengan Yahudi,

Kristen dan orang-orang Sabi’in pada ayat ini adalah orang yang

telah masuk Islam. Pengertian ini salah karena dalam ayat itu

sendiri telah disebutkan bahwa orang-orang muslim adalah yang

pertama di antara empat kelompok tersebut. Alasan kedua yang

diberikan oleh mufasir-mufasir Islam, setelah alasan yang pertama

gagal dan dapat dipatahkan adalah : yang dimaksudkan orang-

orang Yahudi, Kristen dan Sabi’in adalah orang-orang Kristen,

Yahudi dan Sabi’in yang saleh sebelum kedatangan Nabi

Muhammad Saw. Penafsiran ini juga salah,31 dikarenakan

pernyataan orang-orang Yahudi dan Kristen bahwa di akherat nanti

mereka sajalah yang akan memperoleh keselamatan.32 Juga

dibantah oleh al-Qur’an : “Barang siapa yang menyerahkan diri

kepada Allah sedang ia berbuat kebajikan, baginya pahala dari

29 QS. Al Baqarah/2 : 62. Lihat, Al Qur’an dan Terjemahannya (Terj. Depag), hlm. 19.

Bandingkan dengan QS. Al Maidah/5 : 96, : “Sesungguhnya orang-orang Mukmin, orang-orang Yahudi dan orang-orang Nasrani, siapa saja (di antara mereka) yang benar-benar beriman kepada Allah, hari kemudian dan beramal saleh, maka tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak pula (mereka) bersedih hati”. Lihat, Al Qur’an dan Terjemahannya (Terj. Depag), hlm. 172. 30 Fazlur Rahman adalah pemikir Islam asal Pakistan yang akhirnya menjadi guru besar tentang pemikiran Islam di Universitas Chocago, USA.

31 Fazlur Rahman, Tema-Tema Pokok Dalam al-Qur’an, (Bandung : Pustaka, 1996), cet. II, hlm. 239 (terj. Anas Mahyudin).

32 Lihat QS. Al Baqarah/2 : 111, yang artinya : “Dan mereka (Yahudi dan Nasrani) berkata : “Sekali-kali tidak akan masuk surga kecuali orang-orang (yang beragama) Yahudi dan Nasrani”. Demikian itu (hanya) angan-angan mereka yang kosong belaka”. Lihat, Al Qur’an dan Terjemahannya (Terj. Depag), hlm. 30.

Page 18: BAB II LANDASAN TEORI A. Kehidupan Keberagamaan …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/10/jtptiain-gdl-s1... · kebenaran-kebenaran yang sama sah”, atau “Setiap agama

32

sisi Tuhannya dan tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan

tidak pula mereka bersedih hati”.33

Faridh Esack, doktor tafsir al-Qur’an dari Afrika Selatan

dalam bukunya : “Al-Qur’an, Liberalisme, Pluralisme :

Membebaskan Yang Tertindas”34 ia berpendapat bahwasannya

pengakuan Al-Qur’an atas pluralisme agama tampak jelas tidak

hanya dari penerimaan kaum lain sebagai komunitas religius yang

sah tetapi juga pada penerimaan kehidupan spiritualitas mereka dan

keselamatan melalui jalan yang berbeda-beda, sebagaimana Al-

Qur’an berkata : “Dan sekiranya Allah tidak menolak (keganasan)

sebagian manusia dengan sebagian yang lain tentulah telah

dirobohkan biara-biara Nasrani, gereja-gereja dan sinagog-

sinagog orang-orang Yahudi dan masjid-masjid yang di dalamnya

banyak disebut nama Allah”.35

Selain ayat-ayat pluralis ini memang al-Qur’an dalam

beberapa ayat mengindikasikan lain seperti dalam ayat : “Orang-

orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepadamu

(Muhammad) sampai engkau mengikuti agama mereka”. 36 Serta

ayat :

ياأيها الذين ءامنوا لا تتخذوا بطانة من دونكم لا يألونكم خبالا ودوا ما

عنتم قد بدت البغضاء من أفواههم وما تخفي صدورهم أآبر قد بينا

)118: العمران (ن لكم الآيات إن آنتم تعقلوArtinya : “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu ambil menjadi

teman kepercayaanmu orang-orang di luar kalanganmu (karena) mereka tidak henti-hentinya (menimbulkan) kemudharatan bagi kamu. Mereka menyukai apa yang menyusahkanmu, telah nyata kebencian dari mulut mereka dan apa yang disembunyikan oleh hati mereka adalah lebih besar.

33 QS. Al Baqarah/2 : 112. Lihat, Al Qur’an dan Terjemahannya (Terj. Depag), hlm. 30. 34 Dalam Sukidi, “Tinjauan Islam atas Pluralisme Agama”, Kompas Senin 18 Juli 2001 35 QS. Al Hajj/22 : 40. Lihat, Al Qur’an dan Terjemahannya (Terj. Depag), hlm. 518. 36 QS. Al Baqarah/2 : 120. Lihat, Al Qur’an dan Terjemahannya (Terj. Depag), hlm. 32.

Page 19: BAB II LANDASAN TEORI A. Kehidupan Keberagamaan …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/10/jtptiain-gdl-s1... · kebenaran-kebenaran yang sama sah”, atau “Setiap agama

33

Tapi sesungguhnya telah Kami terangkan kepadamu ayat-ayat (Kami) jika kamu memahaminya” (Ali Imran : 118).37

c. Dimensi-Dimensi Keberagamaan

Keberagamaan atau religiusitas tidaklah merupakan otoritas

tetapi perlu diwujudkan dalam berbagai sisi kehidupan bermasyarakat.

Aktivitas keberagamaan bukan hanya terjadi ketika seseorang

melakukan aktivitas yang didorong oleh kekuatan batin dan bukan

hanya yang berkaitan dengan aktifitas yang tampak oleh mata, tetapi

juga aktifitas yang terjadi dalam hati seseorang. Oleh sebab itu

keberagamaan seseorang akan meliputi berbagai macam dimensi yang

saling terkait dengan realitas.

Secara garis besar dimensi keberagamaan menurut Roland

Robertson38, dapat dilihat dalam 5 aspek dasar yaitu : pertama;

dimensi ideologi,39 pada dimensi ini seseorang yang beragama

berpegang pada pandangan teologi tertentu dan mengakuinya sebagai

sebuah perangkat kebenaran. Mesikupun demikian eksistensi doktrin

ini bervariasi tidak hanya diantara agama-agama, tetapi juga terjadi

pada tradisi-tradisi pada satu agama. Kedua; dimensi ritual,40 dimensi

ini juga disebut dengan dimensi peradaban karena terdiri dari berbagai

macam ritus, tindakan keagamaan secara formal dan praktek-praktek

suci. Ketiga; dimensi pengalaman,41 dimensi ini lebih berkaitan dengan

pengalaman keagamaan, perasaan-perasaan, persepsi-persepsi dan

sensasi-sensasi yang dialami seseorang sebagai kepuasan batin.

Keempat; dimensi penghayatan dan Kelima : dimensi pengetahuan

37 QS. Ali Imran/3 : 118. Lihat, Al Qur’an dan Terjemahannya (Terj. Depag), hlm. 95. 38 Roland Robertson (editor), Agama dalam Analisa dan Intepretasi Sosiologis, Terj.

Syaifuddin, (Jakarta : Rajagrafindo Persada, 1993), hlm. 295-279 39 Deskripsi lebih lanjut lihat, Muslim Ishak, Pembaharuan Pemikiran Teologi di

Indonesia, (Semarang : Duta Grafika, 1988) 40 Deskripsi lebih lanjut lihat Asywalie Syukur, Pengantar Perbandingan Madzab,

(Surabaya : Bina Ilmu, 1982) 41 Wacana lebih lanjut lihat Yunasril Ali, Manusia Citra Ilahi, (Jakarta : Paramadina,

1999) dan lihat dalam AE Priyono, Dekonstruksi Islam Mazhab Ciputat, (Bandung : Zaman, 1999)

Page 20: BAB II LANDASAN TEORI A. Kehidupan Keberagamaan …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/10/jtptiain-gdl-s1... · kebenaran-kebenaran yang sama sah”, atau “Setiap agama

34

agama.42 Sedangkan menurut Mahmud Syaltud, pada dasarnya Islam

dibagi menjadi tiga bagian yaitu aqidah, syariah dan akhlaq43.

2. Pengertian Orang Tua

Orang tua dalam perspektif ini lebih diartikan sebagai keluarga.

Keluarga adalah masyarakat terkecil sekurang-kurangnya terdiri dari

pasangan suami isteri sebagai sumber intinya berikut anak-anak yang lahir

dari mereka. Atau juga dapat dipahami keluarga adalah suatu persekutuan

hidup berdasarkan perkawinan yang sah terdiri dari suami dan isteri yang

juga selaku orang tua dari anak-anak yang dilahirkannya.

Dari beberapa pengertian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa

yang dimaksud dengan keluarga adalah merupakan unit terkecil, tetapi

terpenting dari masyarakat yang terdiri atas suami isteri (baik mempunyai

anak atau tidak) yang terjalin dengan ikatan pernikahan dan pertalian

darah (anak) serta memiliki suatu tujuan terpadu. Dalam sebuah keluarga

setidaknya-tidaknya terdiri dari sepasang suami isteri baik mempunyai

anak atau tidak. Keluarga adalah suatu kesatuan diri pribadi-pribadi yang

ada hubungannya karena pernikahan.

Dalam hidup keluarga ini diawali dengan suatu proses pernikahan.

Hal ini dimaksudkan untuk memperoleh pengakuan akan keturuna (yang

dilahirkannya), memperkokoh ikatan batin dengan saling menyayangi,

melengkapi kekurangan diri, bertanggung jawab bersama serta

menyelenggarakan kehidupan ekonomi bersama-sama dan dinikmati

secara bersama pula dalam kehidupan rumah tangga. Setiap orang yang

membentuk kehidupan berkeluarga tentu menginginkan terciptanya sebuah

keluarga atau rumah tangga yang bahagia sejahtera lahir dan batin serta

memperoleh keselamatan hidup di dunia dan di akhirat. Dari keluarga

42 Lihat Nurcholish Madjid, Islam Doktirn, dan Peradaban, (Jakarta ; Paramadina,1992)

Lihat juga dalam Asghar Ali Enggineer, Islam dan Teologi Pembebasan, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 1996)

43 lihat dalam Mashudi, “Pengaruh Situasi Kehidupan Agama Keluarga terhadap Prestasi Belajar Pendidikan Agama Islam Siswa Sekolah Dasar Negeri Gemuhblaten 01 Kecamatan Gemuh Kabupaten Kendal Tahun Pelajaran 1997/1998”, Skripasi FT, IIWS Semarang, (Semarang : Perpustakan IIWS, 1998) hlm. 25

Page 21: BAB II LANDASAN TEORI A. Kehidupan Keberagamaan …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/10/jtptiain-gdl-s1... · kebenaran-kebenaran yang sama sah”, atau “Setiap agama

35

bahagia sejahtera (keluarga sakinah) inilah kelak akan terwujud pula

masyarakat yang rukun, damai serta adil dan makmur material maupun

spiritual.

Agar keluarga sakinah (keluarga bahagia sejahtera) terwujud dan

terlaksana dengan sebaik-baiknya, maka suami isteri yang memegang

peranan utama dalam mewujudkan keluarga sakinah perlu meningkatkan

wawasan pengetahuan dan pengertian tentang bagaimana cara membina

kehidupan keluarga sesuai dengan tuntutan agama dan ketentuan hidup

bermasyarakat. Setiap anggota keluarga khususnya suami isteri diharapkan

mampu menciptakan stabilitas kehidupan rumah tangga yang penuh

dengan ketentraman dan kedamaian. Stabilitas kehidupan rumah tangga

sakinah inilah merupakan modal dasar bagi pembinaan keluaga sakinah.

Ketenangan, kedamaian dan keharmonisan keluarga sangat menentukan

terciptanya situasi yang kondusif bagi pendidikan anak-anak.

B. Motivasi Belajar Agama Islam

1. Pengertian Motivasi

Ada Deskripsi menarik tentang motifasi yang diungkapkan oleh

Nurul Khotimah dengan mengutip berbagai pendapat.

“Menurut Lester Crow, motive adalah kekuatan dinamis yang mempengaruhi pikiran, emosi dan perilaku, menurut Webster, motivasi adalah sesuatu yang merangsang seseorang untuk berbuat dengan cara tertentu atau yang menentukan kemauan : pemacu, menurut Henry Clay Lindgren, motivasi timbul ketika seseorang menyadari adanya ketidakseimbangan antara siapa dia dan bagaimana dia seharusnya, dengan demikian motivasi terdiri dari tuntutan untuk menjadi lebih memadai dan untuk menghilangkan ketidakcocokan antar apa yang terlihat dan apa yang seharusnya. Menurut Sumadi Suryabrata, motivasi adalah kekuatan yang mendorong seseorang untuk melakukan aktifitas sedangkan menurut Yusuf Murad, motivasi secara istilah dikatakan sebagai sesuatu yang mendorong seseorang untuk bersemangat baik yang tampak dalam gerakan maupun yang tersimpan dalam pikiran. Motivasi ada yang bersifat alami dan ada yang diusahakan”.44

44 Nurul khotimah, “Respon Siswa terhadap Program Cerdas Cermat Pelajar di TVRIdan

Kaitannya dengan Motivasi Berprestasi Siswa MTs NU 01 Cepiring”, Skripsi FT IAIN Walisongo, (Semarang : Perpustakaan FT IAIN Walisongo, 1993) hlm. 26-27

Page 22: BAB II LANDASAN TEORI A. Kehidupan Keberagamaan …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/10/jtptiain-gdl-s1... · kebenaran-kebenaran yang sama sah”, atau “Setiap agama

36

Dari kutipan diatas dapat dipahami bahwa motivasi adalah suatu

perubahan energi dalam diri (pribadi) seseorang yang ditandai dengan

timbulnya perasaan dan reaksi untuk mencapai tujuan. Dalam rumusan

tersebut ada tiga unsur yang saling berkaitan, ialah sebagai berikut:

pertama; Motivasi dimulai dari adanya perubahan energi dalam pribadi.

Perubahan tersebut terjadi disebabkan oleh perubahan tertentu, pada

sistem neurofisiologis dalam organisme manusia, misalnya; karena

terjadinya perubahan dalam sistem pencernaan, maka timbul motif lapar.

Di samping itu, ada juga perubahan energi yang tidak diketahui. Kedua;

Motivasi ditandai oleh timbulnya perasaan (affective arousal). Mula-mula

berupa ketegangan psikologis, lalu berupa suasana emosi. Suasana emosi

ini menimbulkan tingkah laku yang bermotif. Perubahan ini dapat diamati

pada perbuatannya, contoh; seseorang terlibat dalam suatu diskusi, dia

tertarik pada masalah yang sedang dibicarakan, karenanya dia bersuara

atau mengemukakan pendapatnya dengan kata-kata yang lancar dan cepat.

Ketiga; Motivasi ditandai oleh reaksi-reaksi untuk mencapai tujuan.

Pribadi yang bermotivasi memberikan respons-respons ke arah suatu

tujuan tertentu. Respon itu berfungsi mengurangi ketegangan yang

disebabkan oleh perubahan energi dalam dirinya. Tiap respons merupakan

suatu langkah ke arah mencapai tujuan. Contoh si A ingin mendapat

hadiah, maka ia belajar misalnya; mengikuti ceramah, bertanya, membaca

buku, menempuh tes, dan sebagainya.

Komponen-komponen motivasi memiliki dua komponen yaitu

komponen dalam dan komponen luar. Komponen dalam ialah perubahan

dalam diri seseorang, keadaan merasa tidak puas, ketegangan psikologis.

Komponen luar ialah keinginan dan tujuan yang mengarahkan perbuatan

seseorang. Komponen dalam adalah kebutuhan-kebutuhan yang ingin

dipuaskan, sedangkan luar ialah tujuan yang hendak dicapai. 45

45 Oemar Hamalik, Kurikulum dan Pembelajaran, (Jakarta : Bumi Aksara, 1999), hlm.

106-107

Page 23: BAB II LANDASAN TEORI A. Kehidupan Keberagamaan …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/10/jtptiain-gdl-s1... · kebenaran-kebenaran yang sama sah”, atau “Setiap agama

37

a. Jenis-Jenis Motivasi

Para ahli mengadakan pembagian dari jenis-jenis motivasi

dikarenakan begitu banyak jenisnya. Dari teori motivasi yang ada,

dapat diajukan tiga pendekatan untuk menentukan jenis-jenis motivasi

yaitu pendekatan kebutuhan, pendekatan fungsional dan pendekatan

deskriptif. Pertama, pendekatan kebutuhan menurut Abraham

Maslow,46 bahwa motivasi dari segi kebutuhan manusia sifatnya

bertingkat-tingkat. Pemuasan terhadap tingkat kebutuhan tertentu

dapat dilakukan jika tingkat kebutuhan tertentu dapat dilakukan jika

tingkat sebelumnya telah mendapat pemuasan. Kebutuhan-kebutuhan

ini ialah; kebutuhan fisiologis, yakni kebutuhan primer yang harus

dipuaskan lebih dahulu, yang terdiri dari kebutuhan pangan, sandang

dan papan. Kemudian kebutuhan keamanan, baik keamanan batin

maupun barang atau benda dan kebutuhan sosial terdiri dari kebutuhan

perasaan untuk diterima oleh orang lain, perasaan dihormati,

kebutuhan untuk berprestasi dan kebutuhan perasaan berpartisipasi.

Dan ada juga kebutuhan berprestise yaitu kebutuhan yang erat

hubungannya degan status seseorang. Jenis-jenis kebutuhan tersebut

dapat menjadi dasar dalam upaya menggerakkan motivasi belajar

siswa. Upaya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut melalui

proses pembelajaran hanya dapat dilakukan oleh guru dalam batas-

batas tertentu.

Kedua pendektan fungsional; pendekatan ini berdasarkan

konsep-konsep motivasi yaitu penggerak, harapan dan insentif.

Penggerak adalah yang memberi tenaga, tetapi tidak membimbing,

bagaikan mesin tetapi tidak mengemudikan kegiatan. Organisme

berada dalam keadaan tegang, responsif dan penuh kesadaran. Pada

diri manusia terdapat dua sumber tenaga, yaitu sumber eksternal

(stimulasi dari lingkungan yang masuk dari luar sampai korteks

46 Ibid, hlm. 109

Page 24: BAB II LANDASAN TEORI A. Kehidupan Keberagamaan …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/10/jtptiain-gdl-s1... · kebenaran-kebenaran yang sama sah”, atau “Setiap agama

38

melalui jalur tertentu) dan internal (alur pikiran, simbol-simbol dan

fantasi dari pada korteks).

Harapan, adalah keyakinan sementara bahwa suatu hasil akan

diperoleh setelah dilakukannya suatu tindakan tertentu.47 Harapan-

harapan merupakan rentang antara ketentuan subjektif bahwa sesuatu

akan terjadi dan tidak akan terjadi. Ada jurang antara apa yang diamati

dengan apa yang diharapkan dalam melakukan pengamatan. Salah satu

jenis harapan ialah motif berprestasi, yaitu harapan untuk

memeperoleh kepuasan dalam penguasaan perilaku yang menantang

dan sulit.48 Berdasarkn penelitian MC.Clelland terhadap program

latihan yang direncang bagi para pengusaha di India, ia mengajukan

beberapa preposisi tentang pengembangan motif-motif baru di

kalangan orang dewasa yaitu

1) Preposisi tersebut antara lain upaya-upaya pendidikan untuk

mengembangkan suatu motif baru akan berhasil dnegan baik, bila

individu memiliki alasan-alasan yang kuat dan percaya, bahwa dia

dapat, akan, dan harus mengembangkan suatu motif.

2) Perubahan motif akan terjadi jika motif baru dijadikan sebagai

syarat untuk menjadi anggota kelompok baru

3) Perubahan motif lebih banyak terjadi, jika dia lebih banyak belajar

sendiri dan beralih dari kehidupannya yang bersifat rutin.

4) Perubahan dalam motif akan terjadi dalam suasana yang

menggairahkan dan dia dipandang sebagai orang yang mampu

membimbing dan mengarahkan perilakunya (future behavior)

5) Motif akan mempengaruhi pikiran dan tindakan, bila individu

merasa ada kemajuan pada dirinya ke arah pencapaian tujuan.

6) Motif akan mempengaruhi pikiran dan tindakan, bila individu

terlibat dalam upaya mencapai tujuan yang konkrit dalam

kehidupan yang berhubungan dengan motif tersebut.

47 Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, (Bandung : Remaja Rosda Karya, 1996), hlm. 112.

48 Oemar Hamalik, Op. Cit, hlm. 110

Page 25: BAB II LANDASAN TEORI A. Kehidupan Keberagamaan …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/10/jtptiain-gdl-s1... · kebenaran-kebenaran yang sama sah”, atau “Setiap agama

39

7) Motif akan mempengaruhi pikiran dan tindakan, jika individu

dapat melihat dan mengalami motif baru sebagai perbaikan

terhadap nilai-nilai kultural.

8) Motif akan mempengaruhi pikiran dan perbuatan, bila melihat

motif itu sebagai suatu perbaikan dalam citranya sendiri.

9) Motif akan mempengaruhi pikiran dan tindakan individu, jika

dikaitkan dengan peristiwa kehidupannya sehari-hari.

10) Individu mau mengembangkan motif, jika dia mampu menentukan

dengan jelas aspek-aspek suatu motif.

11) Upaya-upaya pendidikan akan berhasil dengan baik, bila individu

memahami, bahwa pengembangan motif baru bersifat realistik dan

beralasan.

12) Perubahan dalam pikiran tindakan akan terjadi, jika individu dapat

mengkaitkan motif dengan perbuatan tertentu49.

Insentif, ialah objek tujuan yang aktual. Ganjaran (reward)

dapat diberikan dalam bentuk konkrit atau dalam bentuk simbolik.

Insentif menimbulkan dan menggerakkan perbuatan, jika

disosialisasikan dengan stimulans tertentu dalam bentuk tanda-tanda

akan mendapatkan sesuatu, misalnya siswa dimotivasi dengan cara-

cara atau tanda-tanda tertentu, bahwa dia akan memperoleh uang.

Dalam hal ini, individu melakukan antisipasi dan mengharapkan

sesuatu.

Pendekatan deskriptif, masalah motivasi ditinjau dari

pengertian deskrptif yang menunjuk pada kejadian-kejadian yang

dapat diamati dan hubungan-hubungan matematik. Masalah motivasi

dilihat berdasarkan kegunaannya dalam rangka mengendalikan tingkah

laku manusia.

49 Lihat dalam Nasution Sadikin, Didaktika Asas-Asas Mengajar, (Jakarta : Bumi Aksara,

1982), hlm. 82.

Page 26: BAB II LANDASAN TEORI A. Kehidupan Keberagamaan …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/10/jtptiain-gdl-s1... · kebenaran-kebenaran yang sama sah”, atau “Setiap agama

40

b. Sifat-sifat Motivasi

Berdasarkan pengertian di atas dan analisa motivasi yang

dikemukakan di atas, pada pokoknya motivasi memiliki dua sifat yaitu

motivasi intrinsik dan ekstrinsik, yang saling berkaitan satu dengan

lainnya.

Pertama, motivasi instrinsik, adalah motivasi yang tercakup

dalam situasi belajar yang bersumber dari kebutuhan dan tujuan-tujuan

siswa sendiri. Motivasi ini sering disebut motivasi murni atau motivasi

yang sebenarnya timbul dari dalam diri peserta didik, misalnya

keinginan untuk mendapat ketrampilan tertentu, menikmati kehidupan,

keinginan untuk diterima orang lain, dan sebagainya. Motivasi ini

timbul tanpa pengaruh dari luar. Motivasi intrinsik adalah motivasi

yang hidup dalam diri peserta didik dan berguna dalam situasi belajar

yang fungsional. Dalam hal ini, pujian atau hadiah atau sejenisnya

tidak diperlukan, karena tidak akan menyebabkan peserta didik bekerja

atau belajar untuk mendapatkan pujian atau hadiah. Ini berarti, bahwa

motivasi intrinsik ialah bersifat nyata atau motivasi sesungguhnya,

yang disebut Sound Motivation.50

Kedua, motivasi ekstrinsik, adalah motivasi yang disebabkan

oleh faktor-faktor dari luar situasi belajar, seperti angka, kredit, ijazah,

tingkatan hadiah, medali, pertentangan dan persaingan, yang bersifat

negatif ialah sarkasme, ejekan dan hukuman.motivasi ini diperlukan di

sekolah, sebab pembelajaran di sekolah tidak semuanya menarik

minat, atau sesuai dengan kebutuhan siswa didik. Ada kemungkinan

peserta didik belum menyadari pentingnya bahan pelajaran yang

disampaikan guru. Dalam keadaan ini peserta didik bersangkutan perlu

dimotivasi agar belajar. Guru berupaya membangkitkan motivasi

belajar peserta didik sesuai dengan keadaan peserta didik itu sendiri.

50 Andrew Mc Ghie, Penerapan Psikologi Dalam Penerapan, terjemahan Eka Patinasari

(Yogyakarta : Penerbit Andi, 1996), hlm. 167.

Page 27: BAB II LANDASAN TEORI A. Kehidupan Keberagamaan …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/10/jtptiain-gdl-s1... · kebenaran-kebenaran yang sama sah”, atau “Setiap agama

41

Tidak ada suatu rumus tertentu yang dapat digunakan oleh guru untuk

setiap keadaan.

Antara keduanya, sulit untuk menentukan mana yang lebih

baik. Yang dikehendaki adalah timbulnya motivasi instrinsik, tetapi

motivasi ini tidak mudah dan tidak selalu dapat timbul. Di pihak lain,

guru bertanggung jawab supaya pembelajaran berhasil dengan baik

dan oleh karenanya guru berkewajiban membangkitkan motivasi

ekstrinsik pada peserta didiknya. Diharapkan lambat laun timbul

kesadaran sendiri untuk melakukan kegiatan belajar. Guru berupaya

mendorong dan merangsang agar tumbuh motivasi sendiri (self

motivation) pada diri peserta didik51. Kemunculan sifat motivasi,

apakah motivasi instrinsik atau ekstrinsik bergantung dan dipengaruhi

oleh berbagai faktor antara lain; tingkat kesadaran diri sisiwa atas

kebutuhan yang mendorong tingkah laku dan kesadaran atas tujuan

belajar yang hendak dicapainya, pengaruh kelompok siswa, bila

pengaruh kelompok terlalau kuat maka motivasinya lebih condong ke

sifat ekstrinsik. Lalu suasana di kelas juga berpengaruh terhadap

munculnya sifat tertentu pada motivasi belajar siswa. Suasana

kebebasan yang bertanggung jawab tentunya lebih merangsang

munculnya motivasi instrinsik dibandingkan dengan suasana penuh

tekanan dan paksaan.

2. Pengertian Belajar

Mustaqim, dalam bukunya yang berjudul Psikologi Pendidikan,

menulis;

“Belajar menurut Lyle E.Bourne, J.R, Bruce R.Ekstrand adalah “Learning is relatively permanent change in behaviour traceable to experince and practice”. (Belajar adalah perubahan tingkah laku yang relatif tetap yang diakibatkan oleh pengalaman dan latihan) Menurut Clifford T.Morgan belajar ialah peruabahan tingkah laku yang relatif tetap yang merupakan hasil pengalaman yang lalu (“Learning is any relatively permanent change in behaviour that is a result of past

51 Sofyan Abdullah, Pendidikan Bagi Anak Usia Dini, (Yogyakarta : Arrusy Media,

2004), hlm. 27.

Page 28: BAB II LANDASAN TEORI A. Kehidupan Keberagamaan …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/10/jtptiain-gdl-s1... · kebenaran-kebenaran yang sama sah”, atau “Setiap agama

42

experience”), Dalam kacamata Guilford belajar itu ialah perubahan tingkah laku yang dihasilkan dari rangsangan (“Learning is any change in behaviour resulting from stimulation”), Musthofa Fahmi, mendefiniskan: Bahwa belajar adalah ungkapan yang menunjuk aktivitas (yang menghasilkan perubahan-perubahan tingkah laku atau pengalaman).52

Batasan-batasan belajar di atas, secara umum dapat disimpulkan,

belajar53 adalah tingkah laku yang relatif tetap yang terjadi karena latihan

dan pengalaman. Dengan kata lain yang lebih rinci belajar adalah;

pertama, suatu aktifitas atau usaha yang disengaja, kedua : aktivitas

tersebut menghasilkan perubahan, berupa sesuatu yang baru, baik yang

segera nampak atau tersembunyi tetapi juga hanya berupa penyempurnaan

terhadap sesuatu yang pernah dipelajari, ketiga : perubahan-perubahan

meliputi; perubahan ketrampilan jasmani, kecepatan perseptual, isi

ingatan, abilitas berpikir, sikap terjhadap nilai-nilai dan inhibisi serta lain-

lain fungsi jiwa (perubahan yang berkenaan dengan aspek psikis dan

fisik), dan keempat ; Perubahan tersebut relatif bersifat konstan

a. Prinsip-Prinsip Belajar

Dari beberapa teori54 yang dikemukakan oleh para ahli dapat

dirangkum prinsip-prinsip belajar antara lain; pertama belajar akan

berhasil jika disertai kemauan dan tujuan tertentu, kedua; belajar akan

lebih berhasil jika disertai berbuat, latihan dan ulangan. Ketiga; belajar

lebih berhasil jika memberi sukses yang menyenangkan, belajar akan

lebh berhasil jika tujuan belajar berhubungan dengan aktifitas belajar

52 Mustaqim, Psikologi Pendidikan, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2001), hlm. 33-34. 53 Kajian tentang belajar dan berbagai pendapat tentang belajar dilihat dalam Agus

Suyanto, Bimbingan ke Arah Belajar Yang Sukses, (Jakarta : Aksara Baru, 1990), hm. 10-25 54 Ada 3 teori dasar yaitu; pertama aliran Skolastik, Herbart dan Aliran ilmu jiwa daya.

Kelompok Skolastik beranggapan bahwa belajar tidak lain adalah mengulang-ulang bahan yang dipelajari makin sering diulang makin dikuasai. Sedangkan herbart bahwa jiwa manusia terdiri dari unsur kecil berupa tanggapan yang mempunyai kekuatan. Makin kuat tanggapan, maka makin besar peranannya dalam tingkah laku individu begitu sebaliknya. Dan menurut aliran ilmu jiwa daya bahwa jiwa manusia mempunyai berabagai daya, misal daya mengenal, mengingat, berkhayal, dan daya berpikir. Daya-daya tersebut dapat diperkuat fungsinya dengan mengadakan latihan misalnya untuk melatih daya ingat dengan jalan menghafal angka-angka, huruf-huruf, ungkapan yang penting disini ialah pembentukan dan penguatan daya ingat. Lihat dalam Mustaqim, op. cit hlm. 46-47

Page 29: BAB II LANDASAN TEORI A. Kehidupan Keberagamaan …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/10/jtptiain-gdl-s1... · kebenaran-kebenaran yang sama sah”, atau “Setiap agama

43

itu sendiri atau berhubungan dnegan kebutuhan hidupnya. Kelima;

belajar lebih berhasil jika bahan yang sedang dipelajari dipahamai,

bukan sekedar menghafal fakta. Keenam; belajar adalah proses yang

memerlukan bantuan dan bimbingan orang lain, hasil belajar

dibuktikan dengan adanya perubahan dalam diri si pelajar dan terakhir

ulangan dan latihan perlu, akan tetapi harus didahului oleh

pemahaman.

b. Faktor-faktor yang mempengaruhi belajar

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi belajar yaitu;

kesehatan jasmani dan keadaan psikis.

Pertama : Kesehatan jasmani. Kekurangan gizi biasanya

mempunyai pengaruh terhadap keadaan jasmani, mudah mengantuk,

lekas lelah, lesu dan sejenisnya terutama bagi anak-anak yang usainya

masih muda, pengaruh ini sangat menonjol. Selain kadar makanan juga

pengaturan waktu istirahat yang tidak baik dan kurang, biasanya tidak

menguntungkan. Akibatnya lebih jauh adalah daya tahan badan

menurun, yang berarti memberi daerah kemungkinan lebih luas lagi

berabagai jenis macam penyakit seperti influenza, batuk dan lainya

secara keseluruhan, badan kurang sehat sudah cukup mengganggu

aktifitas belajar, apabila sampai jatuh sakit, boleh dikata aktifitas

terhenti.

Keadaan fungsi-fungsi jasmani tertentu, seperti fungsi panca

indera, lebih-lebih mata dan telinga mempunyai pengaruh besar sekali

dalam belajar. Mungkin orang tidak menolak bila dikatakan bahwa

panca indera adalah pintu gerbang ilmu pengetahuan, hal ini

mengingat bahwa pengenalan dunia luar yang disebut pengamatan,

panca indera punya peranan penting. Hasilnya berupa kesan yang

tinggal dalam ingatan yang berikutnya membantu fantasi, demikian

terus terkaiy satu samamlain, hingga pentingnya panca indera. Oleh

karenanya guru, orang tua, harus senantiasa berusaha menjaga

Page 30: BAB II LANDASAN TEORI A. Kehidupan Keberagamaan …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/10/jtptiain-gdl-s1... · kebenaran-kebenaran yang sama sah”, atau “Setiap agama

44

kesehatannya, dengan jalan antara lain pemeriksaan secara teratur dan

berjangka.

Kedua : Keadaan psikis, bila menengok kembali kepada

perubahan jenis-jenis belajar, nampak dengan jelas belajar lebih

banyak berhubungan dengan aktifitas jiwa, dengan kata lain faktor-

faktor psikis memang memiliki peran yang sangat menentukan di

dalam belajar yang terdiri dari faktor perhatian, kognitif, afektif dan

motivasi.

Perhatian adalah pemusatan tenaga psikis tertuju ada suatu

objek atau banyak sedikitnya kesadaran yang menyertai aktifita yang

dilakukan. Dilihat banyak sedikitnya suatu aktifitas, perhatian bisa

dibedakan; perhatian intensif dan perhatian tidak intensif. Makin

intensif perhatian belajar makin berhasillah belajar, oleh karenanya

materi dan penyampaian sebaiknya mampu menimbulkan perhatian

yang intensif. Kognitif, aspek ini terdiri dari aspek pengamatan,

fantasi, ingatan dan berfikir.

Afektif, afektif meliputi perasaan, emosi dan suasana hati.

Dalam keadaan stabil dan normal perasaan sangat menolong individu

melakukan perbuatan belajar, tetapi perasan dengan intensitas

sedemikain tinggi, sehingga pribadi kehilangan kontrol misalnya takut,

bigung, putus asa atau sangat gembira ini semua menghambat proses

belajar, sedangkan keadaan afektif individu yang lebih bersifat tetap

bisa disebut suasana hati, dan secara garis besar bisa dibedakan

menjadi suasana perasaan riang dan suasana murung.yang disebutkan

pertama membantu belajar, sedang terakhir sangat mengganggu

perbuatan belajar.

Motivasi. keadaan jiwa individu yang mendorong untuk

melakukan suatu perbuatan guna mencapai suatu tujuan bisa disebut

motivasi. Motivasi dikatakan murni bila diri individu ada keingianan

kuat untuk mencapai hasil belajar itu sendiri, misalnya individu

bekerja di kota x, jarak kota tersebut dengan tempat tinggalnya 5 km,

Page 31: BAB II LANDASAN TEORI A. Kehidupan Keberagamaan …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/10/jtptiain-gdl-s1... · kebenaran-kebenaran yang sama sah”, atau “Setiap agama

45

agar ia tidak terlalu lelah dan lebih cepat, ia membeli sepeda motor,

namun karena ia belum bisa mengendarai lalu belajar. Motivasi belajar

disini bisa dikatakan murni, karena tujuan utamanya adalah hasil

belajar itu sendiri. Lain halnya dnegan tujuan belajar atau yang hanya

ingin memperoleh hadiah atau ganjaran atau nilai angka. Namun perlu

dimengerti meskipun hadiah atau hukuman kurang efektf, namun jika

cara lain buntu, jalan ini bisa ditempuh untuk menggairahkan belajar

yang sifatnya sementara.55.

3. Pengertian Motivasi Belajar

Motivasi belajar berasal dari beberapa arti kata yaitu motivasi dan

belajar. Motivasi berasal dari kata “motif”, yang berarti daya penggerak

dari dalam dan di dalam subjek untuk melakukn aktifitas-aktifitas tertentu

demi mencapai suatu tujuan. Motif merupakan suatu kondisi intern atau

disposisi (kesiapsiagaan). Motivasi adalah daya penggerak yang telah

menjadi aktif. Motif menjadi aktif pada saat-saat tertentu, bila kebutuhan

untuk mencapai tujuan sangat dirasakan dan dihayati.

Motivasi belajar ialah keseluruhan daya penggerak di dalam diri

siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, yang menjamin kelangsungan

dari kegiatan belajar dan yang memberikan arah pada kegiatan belajar itu,

maka tujuan yang dikehendaki oleh siswa tercapai. Dikatakan keseluruhan,

karena biasanya ada beberapa motif yang bersama-sama menggerakkan

siswa untuk belajar. Motivasi belajar merupakan faktor psikis, yang

bersifat non inteletual. Peranannya yang khas ialah dalam hal gairah atau

semangat belajar siswa yang bermotivasi kuat akan mempunyai banyak

energi untuk melakukan kegiatan belajar. Motivasi belajar dapat

dikelompokkan menjadi dua bentuk yaitu motivasi ekstrinsik dan

intrinsik.

Motivasi ekstrinsik adalah bentuk motivasi yang di dalamnya

aktifitas belajar dimulai dan diteruskan berdasarkan suatu dorongan yang

tidak secara mutlak berkaitan dengan aktifitas belajar. Misalnya anak rajin

55 Mustaqim, op. cit, hlm. 70-77

Page 32: BAB II LANDASAN TEORI A. Kehidupan Keberagamaan …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/10/jtptiain-gdl-s1... · kebenaran-kebenaran yang sama sah”, atau “Setiap agama

46

belajar untuk memperoleh hadiah yang telah dijanjikan kepadanya oleh

orang tua. Motivasi intrinsik adalah bentuk motivasi yang di dalamnya

aktifitas belajar dimulai dan diteruskan berdasarkan suatu dorongan yang

secara mutlak berkaitan dnegan aktivitas belajar. Misalnya anak belajar

karena ingin mengetahui seluk beluk suatu maslaah selengkap-lengkapnya.

Siswa yang bermotivasi intrinsik mempunyai tujuan menjadi orang yang

terdidik, yang berpengetahuan, yang ahli dalam bidang studi tertentu dan

lain sebagainya. Satu-satunya jalan menuju ke tujuan yang ingin dicapai

ialah belajar, tanpa belajar, tidak mungkin menjadi ahli. Dorongan yang

mengerakan itu bersumber pada suatu kebutuhan, kebutuhan kali ini

berisikan keharusan untuk menjadi orang terdidik dan lain sebagainya.

Siswa yang bermotivasi ekstrinsik, juga mempunyai suatu tujuan tetapi

tujuannya lain dari menjadi orang yang berpengetahuan dan lain

sebagainya. Kegiatan belajar dilakukan untuk mencapai tujuan itu, tetapi

sebenarnya tidak mutlak perlu belajar untk mencapai tujuan, dnegan kata

lain kegiatan belajar hanya dianggap sebagai alat atau sarana. Hubungan

antara kegiatan belajar dan tujuan yang akan dicapai tdak mutlak; yang

satu dapat dilepaskan dari yang lain. Misalnya untuk memperoleh pujian

dari orang tua, siswa dapat melakukan berbagai kegiatan, bukan hanya

kegiatan belajar.56

C. Pengaruh Kehidupan Keberagamaan Orang Tua terhadap Motivasi

Siswa Dalam Belajar PAI

Motivasi belajar anak menurut Slameto57 dipengaruhi beberapa faktor

yaitu : pertama, faktor internal yang meliputi faktor jasmaniah yaitu kesehatan

dan cacat tubuh, faktor psikologis yang meliputi intelegensi dan perhatian,

minat, bakat, motif, kematangan dan kesiapan serta kelelahan. Kedua, faktor-

faktor ekternal yang meliputi faktor keluarga yang terdiri dari cara orang tua

56 Winkel SJ, Psikologi Pendidikan dan Evaluasi Belajar, (Jakarta : Gramedia, 1983),

hlm. 27-28 57 Slameto, Belajar dan Faktor-Faktor yang mempengaruhinya, (Jakarta : Rineka Cipta,

1990), hlm. 56

Page 33: BAB II LANDASAN TEORI A. Kehidupan Keberagamaan …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/10/jtptiain-gdl-s1... · kebenaran-kebenaran yang sama sah”, atau “Setiap agama

47

mendidik, relasi antar anggota keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi

keluarga, pengertian orang tua, dan latarbelakang kebudayaan. Ketiga, faktor

sekolah yang terdiri metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan murid,

relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, waktu sekolah, standart pelajaran

di atas ukuran, keadaan gedung, metode belajar dan tugas rumah. Keempat,

Faktor masyarakat, meliputi keadaan siswa dalam masyarakat, mass media,

teman bergaul dan bentuk kehidupan bermasyarakat.

Dari pengertian ini dapat dimengerti bahwa ada empat komponen

penting yang mempengaruhi motivasi belajar anak yaitu kondisi anak itu

sendiri, keluarga, sekolah dan masyarakat. Keluarga merupakan salah satu

aspek penting dalam proses ini dikarenakan sebagian besar waktu bagi anak

dihabiskan bersama keluarga. Bagaimanapun juga faktor keluarga tidak dapat

berdiri sendiri, tetapi terkait dengan faktor yang lain dan terpola dalam

berbagai dimensi baik itu kondidi ekonomi, tingkat pendidikan orang tua,

situasi keluarga dan keberagamaan. Dari sini bisa dimengerti keberagamaan

keluarga merupakan salah satu dimensi dari faktor keluarga secara umum

yang mempengaruhi motivasi belajar anak.

Menurut Mulyono Notosudirjo, sepanjang sejarah manusia terdapat

hubungan yang dekat dan tidak mungkin dipisahkan yaitu keluarga, ibu, ayah

dan anak. Sekalipun dalam kehidupan itu terdapat perubahan dalam sistem

budaya dan sosial kemasyarakatan, kenyataannya ikatan ketiga hal itu tetap

dipertahankan58. Keluarga mempunyai arti yang penting buat anak. Kehidupan

keluarga tidak hanya berfungsi memberikan jaminan makan kepada anak

melainkan juga memegang fungsi lain yang penting bagi perkembangan anak.

1. Sosialisasi Anak

Anak bersosialisasi yaitu belajar hidup dalam pergaulan pertama-

tama dilakukan dalam lingkup keluarga. Anak belajar untuk dapat bergaul

dengan orang lain dapat terlakasana apabila dia dibesarkan dalam

lingkungan keluarga yang baik. Sosialisasi yang terjadi dalam lingkungan

58 Moelyono Notosoedirdjo, Kesehaatan Mental : Konsep dan Penerapan, (Malang :

UMM, 1999), hlm. 173

Page 34: BAB II LANDASAN TEORI A. Kehidupan Keberagamaan …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/10/jtptiain-gdl-s1... · kebenaran-kebenaran yang sama sah”, atau “Setiap agama

48

keluarga disebut sosialisasi domestik59. Pada sosialisasi ini bayi belajar

untuk dapat mengadakan antisipasi dengan baik. Kelusrga mempunyai

tugas meneruskan norma-norma dan budaya hidup kepada anak dalam

keluarga tersebut. Pada periode ini anak belajar mengenal akan dirinya

sendiri, siapa dir itu, bagaimana dia itu mengadakan suatu konsepsi diri

dan mengenal yang dia mampu dan tidak mampu lakukan. Ini semua akan

memberikan kemantapan pada pembentukan kepribadian anak, terutama

yang terkait dengan perkembangan berikutnya dalam merespon pengaruh

lingkungan baik neatif maupun positif.

Mengingat pentingnya peran keluarga bagai penyelesaian berbagai

masalah yang dihadapi anak maka keluarga perlu menyediakan waktu

untuk berkumpul sambil minum atau makan bersama, di waktu ini ank

dapat mengeluarkan emosinya, mendapat tanggapan, kritik dan pandangan

dari saudara-saudaranya dan orang tuanya tentang bagimana anak harus

bersikap dalam situasi yang begitu itu.

2. Tata Cara Kehidupan Keluarga

Tata cara kehidupan keluarga akanmemberikan suatu sikap serta

perkembangan anak. Anak yang dibesarkan dalam susunan keluarga yang

demokratis membuat ia mudah bergaul, aktif dan ramah tamah. Anak

belajar menerima pandangan pandangan orang lain, belajar dengan bebas

mengemukakan pandangannya sendiri dan mengemukakan alasan

alasannya.

Anak yang dibesarkan dengan situasi keluarga yang sering

membiarkannya akan membuat anak tidak aktif dalam kehidupan sosial,

perkembangan fisik terhambat, mengalami banyak frustasi dan memiliki

kecenderungan untuk mudah membenci orang. Sedangkan anak yang

dibesarkan dalam keluarga yang otoriter, anak cenderung tidak melawan

tenang, dan selalu berusaha menyesuaikan dirinya dengan kehendak orang

lain (orang tua), sehingga kreatifitas anak berkurang.60

59 Ibid, hlm. 174 60 Ibid, hlm. 176

Page 35: BAB II LANDASAN TEORI A. Kehidupan Keberagamaan …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/10/jtptiain-gdl-s1... · kebenaran-kebenaran yang sama sah”, atau “Setiap agama

49

Menurut Sri Suprapti, berdasarkan penelitian di AS terhadap 15.000

remaja menunjukkan bahwa jika peran ayah dalam pendidikan anak

berkurang/terabaikan maka terjadi peningkatan yang signifikan (1) jumlah

anak putri belasan tahun hamil tanpa nikah, (2) kriminalitas yang dilakukan

oleh anak-anak dan (3) patologi psiko-sosial. Lebih lanjut ditemukan juga

bahwa absennya peranan ayah jauh lebih signifikan dampak negatifnya bagi

anak dibandingkan absennya peran ibu. Sebaliknya jika dalam keluarga ayah

berperan dalam pendidikan anaknya akan meningkatkan prestasi belajarnya61.

Ayah menurut Bloir dapat berperan penting bagi perkembangan pribadi anak, baik sosial, emotional maupun intelektualnya. Pada diiri anak akan tumbuh motivasi, kesadaran diridan identitas skill sehingga memberi peluang untuk sukses belajarnya, identitas gender yang sehat, perkembangan moral dengan nilainya dan sukses lebih primer dalam keluarga dan kerja. Terhadap semua itu peran ayah yang paling kuat adalah terhadap prestasi belajar anak dan hubungan sosial yang harmonis. Menurut National parent Asosiation yang mendasarkan hasil penelitiannya selama 30 tahun terakhir menyimpulkan manfaat peran ayah bagi anak adalah makin baiknya pertumbuhan secara fisik, sosio-emotional, keterampilan kognitif pengetahuan dan bagaimana anak belajar sehingga prestasi belajarnya lebih tinggi. Hasil penelitian US Departement of Education yang di acu Wood Elementary Dad’s Club, diperoleh bahwa siswa-siswa yang mendapat nilai A ternyata 51% ayah dan ibu yang berperan pada aras tinggi atau 48% hanya ayah saja atau 44% ibu saja yang berperan tinggi62. Dari kutipan ini jelaslah bahwa keluarga memiliki peran penting

dalam proses pengembangan anak baik itu kepribadian maupun prestasi yang

menyangkut pula motivasi belajar karena dari lingkup keluarga inilah anak

belajar dalam prosesnya yang dimanis. Ada juga dua buah hadis riwayat dari

Abu Hurairah dan Asy-Syu’bi yang dimuat dalam kitab Tambihul Ghofilin63

yang memiliki korelasi penting dengan kajian ini

61 Sri Suprapti, “Peran Ayah dan Prestasi Belajar Anak”, Isnpirasi, 20-30 Juni 2004 hlm.

6 62 Ibid 63 Al Faqih Abu Laits Samarqonsi, Tambihul Ghofilin : Pembangun Jiwa Moral Ummat,

terj. Abu Imam Taqiyudin, (Malang : Darul Ihya, 1986), hlm. 125

Page 36: BAB II LANDASAN TEORI A. Kehidupan Keberagamaan …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/10/jtptiain-gdl-s1... · kebenaran-kebenaran yang sama sah”, atau “Setiap agama

50

من حق الولد علي الولد ثالثة اشياء ان يحسن اسمه اذا ولد ويعلمه الكتاب اذا

عقل ويزوجه اذا ادركArtinya : "Diantara kuajiban orang tua terhadap anaknya sedikitnya ada tiga

hal yaitu memberi nama yang baik ketika lahir, mendidiknya sesuai kemampuannya dan mengawinkannya ketika sudah dewasa".

رحم اهللا ولد اعان ولداه علي بره

Artinya : "Allah selalu mengasihi orang tua yang mendorong anaknya berbakti kepadanya dalam artian dia tidak memerintahnya sesuatu diluar kemampuannya".