BAB II LANDASAN TEORI A. Etika Jurnalistik

34
BAB II LANDASAN TEORI A. Etika Jurnalistik Entah itu tulisan jurnalis dipublikasikan di koran, online di web atau lewat siaran radio dan televisi, jurnalis harus mengikuti aturan moral dan hukum sebagaimana diatur dalam undang-undang spesifik dan pedoman serta prinsip dasar umum. Beberapa aturan dan prinsip ini dinamakan “etika”. 1 Etika jurnalistik mengatur proses pelaporan dan penerbitan, mulai dari penemuan gagasan, pengumpulan informasi, penulisan, dan editing hingga ke penerbitan karya jurnalistik. Ini berlaku untuk penerbitan cetak, siaran, dan internet.Alasan mengapa berita dilaporkan dan bagaimana informasi diperoleh sering kali merupakan aspek penting bagi jurnalis setelah berita itu dipublikasikan. Etika ada dalam proses pelaporan ini. 2 1 Tom E Rolnicki, Pengantar Dasar Jurnalisme Scholastic Journalism, (Jakarta:Kencana,2008), edisi 11, cet.ke-1, hlm.361. 2 Ibid, hlm.363.

Transcript of BAB II LANDASAN TEORI A. Etika Jurnalistik

Page 1: BAB II LANDASAN TEORI A. Etika Jurnalistik

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Etika Jurnalistik

Entah itu tulisan jurnalis dipublikasikan di koran, online di web

atau lewat siaran radio dan televisi, jurnalis harus mengikuti aturan

moral dan hukum sebagaimana diatur dalam undang-undang spesifik

dan pedoman serta prinsip dasar umum. Beberapa aturan dan prinsip ini

dinamakan “etika”.1

Etika jurnalistik mengatur proses pelaporan dan penerbitan,

mulai dari penemuan gagasan, pengumpulan informasi, penulisan, dan

editing hingga ke penerbitan karya jurnalistik. Ini berlaku untuk

penerbitan cetak, siaran, dan internet.Alasan mengapa berita dilaporkan

dan bagaimana informasi diperoleh sering kali merupakan aspek

penting bagi jurnalis setelah berita itu dipublikasikan. Etika ada dalam

proses pelaporan ini.2

1Tom E Rolnicki, Pengantar Dasar Jurnalisme Scholastic Journalism,

(Jakarta:Kencana,2008), edisi 11, cet.ke-1, hlm.361.

2Ibid, hlm.363.

Page 2: BAB II LANDASAN TEORI A. Etika Jurnalistik

Menurut Kamus Praktis Bahasa Indonesia, etika ialah ilmu

tentang akhlak dan tata kesopanan3. Sedangkan dalam pengertian yang

sederhana, etika merupakan filosofi untuk berprilaku yang berterima di

tengah orang lain. Etik mempertanyakan apa yang harus kita perbuat

pada situasi tertentu atau apa yang harus kita lakukanan selaku

partisipan dalam berbagai bentuk aktivitas atau profesi. Karena itu

paling baik jika etik dipahami sebagai sesuatu yang kita perbuat atau

lakukan, dan sebagai suatu bentuk pertanyaan terus-menerus tentang

masalah-masalah praktis.Sebab, sebenarnya etik adalah tentang aturan

dan pedoman berprilaku sebagai manusia yang hidup di tengah manusia

lainnya.4

Posisi Etika dalam dunia jurnalisme dapat diibaratkan seperti

kompas dan kemudi pada sebuah kapal. Diatas kertas, kapal tersebut

diasumsikan akan bisa berlayar kemana saja yang dikehendaki oleh

nahkoda dan awaknya. Namun dalam kenyataannya tidaklah semudah

itu. Ketika berlayar kapal tersebut akan mengarungi ombak serta

menempuh badai dan gelombang. Agar kapal tetap terus ke arah yang

benar dan aman, dibutuhkan pedoman yang handal.Disitulah kompas

3 Ahmad Supeno, Kamus Praktis Bahasa Indonesia, (Yogyakarta:

Pyramida), hlm.178.

4 Zulkarimein Nasution, Etika Jurnalisme Prinsip-Prinsip Dasar, (Jakarta:

Rajawali Pers, 2017), hlm.19.

Page 3: BAB II LANDASAN TEORI A. Etika Jurnalistik

dan kemudi berfungsi memandu haluan menuju ke tempat tujuan. Jika

berlayar tanpa pedoman, kapal bisa meluncur ke sembarang arah, dan

tidak mustahil menemui nasib yang fatal: menabrak karang lalu kandas

dan tenggelam.

Persis bagaikan kapal yang berlayar, dalam menjalankan

aktivitasnya, media dan para jurnalisnya membutuhkan pedoman serta

“navigasi” agar tidak sampai tersesat dalam melaksanakan misinya

yang mulia: “Mencari dan menyampaikan kebenaran”. Pedoman itulah

etika jurnalisme.Hal-hal yang prinsip dalam etika jurnalisme

merupakan panduan perilaku bagi para jurnalis dalam menjalankan

tugas mereka ditengah masyarakat.Prinsip-prinsip yang utama itu

adalah akurasi, independensi, objektivitas, balance, imparsialitas, dan

akuntabilitas kepada khalayak.5

B. Kode Etik

Biasanya, himpunan profesi seperti Persatuan Wartawan

Indonesia memiliki semacam kode etik. Kode adalah sistem

pengaturan-pengaturan, sedangkan etik adalah norma perilaku.

Menurut Suseno, kode etik merupakan daftar kewajiban dalam

5Ibid, hlm.3.

Page 4: BAB II LANDASAN TEORI A. Etika Jurnalistik

menjalankan suatu profesi yang disusun oleh anggotanya dan menjadi

ikatan (mengikat) dalam menjalankan praktik profesinya.6

1. Jenis-Jenis Kode Etik

Pedoman jurnalis di dalam menjalankan fungsinya di tengah

masyarakat tidak hanya satu, tetapi lebih dari itu semuanya diharapkan

dapat membantu wartawan dalam menyampaikan kebenaran. Pedoman-

pedoman tersebut diantaranya yakni, Kode Etik Jurnalistik (KEJ), Kode

Etik Wartawan Indonesia (KEWI), Kode Etik Jurnalistik Online/PPMS,

Kode Etik Jurnalistik Aliansi Jurnalis Independen (AJI), serta UU

No.40 tahun 1999.

a. Kode Etik Jurnalistik

Untuk menjamin kemerdekaan pers dan memenuhi hak publik

untuk memperoleh informasi yang benar, wartawan Indonesia

memerlukan landasan moral dan etika profesi sebagai pedoman dalam

menjaga kepercayaan publik dan menegakkan integritas serta

profesionalisme. Atas dasar itu, wartawan Indonesia menetapkan dan

mentaati Kode Etik Jurnalistik:

6 Isnawijayani, Menulis Berita di Media Massa & Produksi Feature,

(Yogyakarta: ANDI, 2019), hlm.41.

Page 5: BAB II LANDASAN TEORI A. Etika Jurnalistik

1) Wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita

yang akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk.

2) Wartawan Indonesia menempuh cara-cara yang profesional

dalam melaksanakan tugas jurnalistik.

3) Wartawan Indonesia selalu menguji informasi , memberitakan

secara berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini yang

menghakimi, serta menerapkan asas praduga tak bersalah.

4) Wartawan Indonesia tidak membuat berita bohong, fitnah,

sadis, dan cabul.

5) Wartawan Indonesia tidak menyebutkan dan menyiarkan

identitas korban kejahatan susila dan tidak menyebutkan

identitas anak yang menjadi pelaku kejahatan.

6) Wartawan Indonesia tidak menyalahgunakan profesi dan tidak

menerima suap.

7) Wartawan Indonesia memiliki hak tolak untuk melindungi

narasumber yang tidak bersedia diketahui identitas maupun

keberadaannya, menghargai ketentuan embargo, informasi latar

belakang, dan “off the record” sesuai dengan kesepakatan.

8) Wartawan Indonesia tidak menulis atau menyiarkan berita

berdasarkan prasangka atau diskriminasi terhadap seseorang

Page 6: BAB II LANDASAN TEORI A. Etika Jurnalistik

atas dasar perbedaan suku, ras, warna kulit, agama, jenis

kelamin, dan bahasa serta tidak merendahkan martabat orang

lemah, miskin, sakit, cacat jiwa atau cacat jasmani.

9) Wartawan Indonesia menghormati hak narasumber tentang

kehidupan pribadinya, kecuali untuk kepentingan publik.

10) Wartawan Indonesia segera mencabut, meralat, dan

memperbaiki berita yang keliru dan tidak akurat disertai dengan

permintaan maaf kepada pembaca, pendengar, dan atau pemirsa.

11) Wartawan Indonesia melayani hak jawab dan hak koreksi

secara proporsional.7

b. Kode Etik Wartawan Indonesia

Kode Etik Wartawan Indonesia (KEWI) dirumuskan,

ditetapkan, dan ditandatangai 6 Agustus 1999 oleh 24 organisasi

wartawan Indonesia di Bandung, lalu ditetapkan sebagai Kode Etik

Jurnalistik yang berlaku bagi seluruh wartawan Indonesia oleh Dewan

Pers sebagaimana diamanatkan UU No.40 Tahun 1999 tentang Pers

7 R.Toto Sugiharto, Panduan Menjadi Jurnalis Profesional, (Yogyakarta:

Araska, 2019), hlm. 209.

Page 7: BAB II LANDASAN TEORI A. Etika Jurnalistik

melalui SK Dewan Pers No.1/SK-DP/2000 tanggal 20 Juni 2000.8

KEWI meliputi tujuh hal sebagai berikut:

1) Wartawan Indonesia menghormati hak masyarakat untuk

memperoleh informasi yang benar.

2) Wartawan Indonesia menempuh tata cara yang etis untuk

memperoleh dan menyiarkan informasi serta memberikan

identitas kepada sumber berita.

3) Wartawan Indonesia menghormati asas praduga tak bersalah,

tidak mencampurkan fakta dan opini , berimbang, dan selalu

meneliti kebenaran informasi serta tidak melakukan plagiat.

4) Wartawan Indonesia tidak menyiarkan informasi yang bersifat

dusta, fitnah, sadis, cabul, serta tidak menyebutkan identitas

korban kejahatan susila.

5) Wartawan Indonesia tidak menerima suap dan tidak

menyalahgunakan profesi;

6) Wartawan Indonesia memiliki Hak Tolak, menghargai

ketentuan embargo, informasi latar belakang, dan off the record

sesuai kesepakatan.

8 Azwar, 4 Pilar Jurnalistik Pengetahuan Dasar Belajar Jurnalistik,

(Jakarta: Prenadamedia Group, 2018), hlm.42.

Page 8: BAB II LANDASAN TEORI A. Etika Jurnalistik

7) Wartawan Indonesia segera mencabut dan meralat kekeliruan

dalam pemberitaan serta melayani Hak Jawab.9

c. Kode Etik Aliansi Jurnalis Independen (AJI)

1) Jurnalis menghormati hak masyarakat untuk memperoleh

informasi yang benar.

2) Jurnalis senantiasa mempertahankan prinsip-prinsip kebebasan

dan keberimbangan dalam peliputan dan pemberitaan serta

kritik dan komentar.

3) Jurnalis memberi tempat bagi pihak yang kurang memiliki

daya dan kesempatan untuk menyuarakan pendapatnya.

4) Jurnalis hanya melaporkan fakta dan pendapat yang jelas

sumbernya.

5) Jurnalis tidak menyembunyikan informasi penting yang perlu

diketahui masyarakat.

6) Jurnalis menggunakan cara-cara yang etis untuk memperoleh

berita , foto, dan dokumen.

7) Jurnalis menghormati hak narasumber untuk memberi

informasi latar belakang, off the record, dan embargo.

9Isnawijayani, Op Cit, hlm.45-46.

Page 9: BAB II LANDASAN TEORI A. Etika Jurnalistik

8) Jurnalis segera meralat setiap pemberitaan yang diketahui tidak

akurat.

9) Jurnalis menjaga kerahasiaan sumber informasi konfidensial,

identitas korban kejahatan seksual, dan pelaku tindak pidana di

bawah umur.

10) Jurnalis menghindari kebencian, prasangka, sikap

merendahkan, diskriminasi, dalam masalah suku, ras, bangsa,

politik, cacat/sakit jasmani, cacat/sakit mental atau latar

belakang sosial lainnya.

11) Jurnalis menghormati privasi, kecuali hal-hal itu bisa

merugikan masyarakat.

12) Jurnalis tidak menyajikan berita dengan mengumbar kecabulan,

kekejaman kekerasan fisik, dan seksual.

13) Jurnalis tidak memanfaatkan posisi dan informasi yang

dimilikiny untuk mencari keuntungan pribadi.

14) Jurnalis tidak dibenarkan menerima sogokan.

15) Catatan: yang dimaksud dengan sogokan adalah semua bentuk

pemberian berupa uang, barang, dan/atau fasilitas lain, yang

secara langsung atau tidak langsung, dapat mempengaruhi

jurnalis dalam membuat kerja jurnalistik.

Page 10: BAB II LANDASAN TEORI A. Etika Jurnalistik

16) Jurnalis tidak dibenarkan menjijplak.

17) Jurnalis menghindari fitnah dan pencemaran nama baik.

18) Jurnalis menghindari setiap campur tangan pihak-pihak lain

yang menghambat pelaksanaan prinsip-prinsip di atas.

19) Kasus-kasus yang berhubungan dengan kode etik akan

diselesaikan oleh Majelis Kode Etik.10

d. Kode Etik Jurnalistik Online

Dewan Pers mengesahkan kode etik jurnalistik media online

pada 3 Februari 2012. Nama resmi kode etik jurnalistik bagi praktisi

jurnalistik./media online itu adalah pedoman pemberitaan media siber.

Pengesahan PPMS dilakukan oleh Ketua Dewan Pers, Bagir

Manan.Sebanyak 31 perusahaan beserta 11 organisasi dan tokoh pers

menandatangi PPMS yang disusun oleh Dewan Pers tersebut.PPMS

tetap mengacu kepada UU No.40 tentang Pers (UU Pers), Kode Etik

Jurnalistik (KEJ) dan Kode Etik Wartawan Indonesia yang disahkan

Dewan Pers.11

10Op cit, hlm.165-166.

11 Asep Syamsul M.Romli, Jurnalistik OnlinePanduan Mengelola Media

Online, (Bandung: Nuansa Cendekia, 2018), hlm.49.

Page 11: BAB II LANDASAN TEORI A. Etika Jurnalistik

Pedoman Pemberitaan Media Siber

1) Ruang Lingkup

a) Media siber adalah segala bentuk media yang menggunakan

wahana internet dan melaksanakan kegiatan jurnalistik, serta

memenuhi persyaratan Undang-Undang Pers dan Standar

Perusahaan Pers yang ditetapakan Dewan Pers.

b) Isi Buatan Pengguna (User Generated Content) adalah segala

isi yang dibuat dan atau dipublikasikan oleh pengguna media

siber, antara lain, artikel, gambar, komentar, suara, video, dan

berbagai bentuk unggahan yang melekat pada media siber,

seperti blog, forum, komentar pembaca atau pemirsa, dan

bentuk lain.

2) Verifikasi dan Keberimbangan Berita

a) Pada prinsipnya, setiap setiap berita harus melalui verifikasi.

b) Berita yang dapat merugikan pihak lain memerlukan verifikasi

pada berita yang sama untuk memenuhi prinsip akurasi dan

keberimbangan.

c) Ketentuan dalam butir (a) di atas dikecualikan, dengan syarat:

1. Berita benar-benar mengandung kepentingan publik yang

bersifat mendesak;

2. Sumber berita yang pertama adalah sumber yang jelas

disebutkan identitasnya, kredibel dan kompeten;

3. Subyek berita yang harus dikonfirmasi tidak diketahui

keberadaannya dan atau tidak dapat diwawancaarai;

Page 12: BAB II LANDASAN TEORI A. Etika Jurnalistik

4. Media memberikan penjelasan kepada pembaca bahwa

berita tersebut masih memerlukan verifikasi lebih lanjut

yang diupayakan dalam waktu secepatnya. Penjelasan

dimuat pada bagian akhir dari berita yang sama, di dalam

kurung dan menggunakan huruf miring.

d) Setelah memuat berita sesuai dengan butir (c), media wajib

meneruskan upaya verifikasi, dan setelah verifikasi didapatkan,

hasil verifikasi dicantumkan pada berita pemutakhiran (update)

dengan tautan pada berita yang belum terverifikasi.

3) Isi Buatan Pengguna (User Generated Content)

a) Media siber wajib mencantumkan syarat dan ketentuan

mengenai Isi Buatan Pengguna yang tidak bertentangan dengan

Undang-Undang No.40 tahun 1999 tentang Pers dan Kode Etik

Jurnalistik yang ditempatkan secara terang dan jelas.

b) Media siber mewajibkan setiap pengguna untuk melakukan

registrasi keanggotaan dan melakukan proses log-in terlebih

dahulu untuk dapat memublikasikan semua bentuk Isi Buatan

Pengguna. Ketentuan mengenai log-in akan diatur lebih lanjut.

c) Dalam registrasi tersebut, media siber mewajibkan pengguna

memberi persetujuan tertulis bahwa Isi Buatan Pengguna yang

dipublikasikan:

1. Tidak memuat isi bohong, fitnah, sadis dan cabul;

2. Tidak memuat isi yang mengandung prasangka dan

kebencian terkait dengan suku, agama, ras, dan

antargolongan (SARA), serta menganjurkan tindakan

kekerasan.

Page 13: BAB II LANDASAN TEORI A. Etika Jurnalistik

3. Tidak memuat isi diskriminatif atas dasar perbedaan jenis

kelamin dan bahasa, serta tidak merendahkan martabat

orang lemah, miskin, sakit, cacat jiwa, atau cacat jasmani.

d) Media siber memiliki kewenangan mutlak untuk megedit atau

menghapus Isi Buatan Pengguna yang bertentangan dengan

butir (c).

e) Media siber wajib menyediakan mekanisme pengaduan Isi

Buatan Pengguna yang dinilai melanggar ketentuan pada butir

(c). Mekanisme tersebut harus disediakan di tempat yang

dengan mudah dapat diakses pengguna.

f) Media siber wajib menyunting, menghapus, dan melakukan

tindakan koreksi setiap Isi Buatan Pengguna yang dilaporkan

dan melanggar ketentuan butir (c), sesegera mungkin secara

proporsional selambat-lambatnya 2x24 jam setelah pengaduan

diterima.

g) Media siber yang telah memenuhi ketentuan pada butir (a), (b),

(c), dan (f) tidak dibebani tanggungjawab atas masalah yang

ditimbulkan akibat pemuatan isi yang melanggar ketentuan pada

butir (c).

h) Media siber bertanggungjawab atas Isi Buatan Pengguna yang

dilaporkan bila tidak mengambil tindakan koreksi setelah batas

waktu sebagaimana tersebut pada butir (f).

4) Ralat, Koreksi, dan Hak Jawab

a) Ralat, koreksi, dan hak jawab mengacu pada Undang-Undang

Pers, Kode Etik Jurnalistik, dan Pedoman Hak Jawab yang

ditetapkan Dewan Pers.

Page 14: BAB II LANDASAN TEORI A. Etika Jurnalistik

b) Ralat, koreksi dan atau hak jawab wajib ditautkan pada berita

yang diralat, dikoreksi atau yang diberi hak jawab.

c) Disetiap berita ralat, koreksi, dan hak jawab wajib dicantumkan

waktu pemuatan ralat, koreksi, dan atau hak jawab tersebut.

d) Bila suatu berita media siber tertentu disebarluaskan media

siber lain, maka:

1. Tanggungjawab media siber pembuat berita terbatas pada

berita yang dipublikasikan di media siber tersebut atau

media siber yang berada di bawah otoritas teknisnya;

2. Koreksi berita yang dilakukan oleh sebuah media siber, juga

harus dilakukan oleh media siber lain yang mengutip berita

dari media siber yang dikoreksi itu;

3. Media yang menyebarluaskan berita dari sebuah media siber

dan tidak melakukan koreksi atas berita sesuai yang

dilakukan oleh media siber pemilik dan atau pembuat berita

tersebut, bertanggungjawab penuh atas semua akibat hukum

dari berita yang tidak dikoreksinya itu.

e) Sesuai dengan Undang-Undang Pers , media siber yang tidak

melayani hak jawab dapat dijatuhi sanksi hukum pidana denda

paling banyak Rp 500.000.000,- (Lima Ratus Juta Rupiah).

5) Pencabutan Berita

a) Berita yang sudah dipublikasikan tidak dapat dicabut karena

alasan penyensoran dari pihak luar redaksi, kecuali terkait

masalah SARA, kesusilaan, masa depan anak, pengalaman

traumatik korban atau berdasarkan pertimbangan khusus lain

yang ditetapkan Dewan Pers.

Page 15: BAB II LANDASAN TEORI A. Etika Jurnalistik

b) Media siber lain wajib mengikuti pencabutan kutipan berita dari

media asal uang telah dicabut.

c) Pencabutan berita wajib disertai dengan alasan pencabutan dan

diumumkan kepada publik .

6) Iklan

a) Media siber wajib membedakan dengan tegas antara produk

berita dan iklan.

b) Setiap berita/artikel/isi yang merupakan iklan dan atau isi

berbayar wajib mencantumkan keterangan

“advertorial”,”iklan”,”ads”,”sponsored”, atau kata lain yang

menjelaskan bahwa berita/artikel/isi tersebut adalah iklan.

7) Hak Cipta

Media siber wajib menghormati hak cipta sebagaimana diatur

dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.

8) Pencantuman Pedoman

Media siber wajib mencantumkan Pedoman Pemberitaan Media

Siber ini di medianya secara terang dan jelas.12

C. Media Online Sebagai Salah Satu Penyampai Informasi

Politik

Berbagai literatur jurnalistik online menunjukkan, jenis

jurnalisme baru ini tidak lepas dari ditemukannya teknologi komputer

yang diikuti kemunculan teknologi internet yang dikembangkan pada

12Ibid, hlm.51-55.

Page 16: BAB II LANDASAN TEORI A. Etika Jurnalistik

tahun 1990-an. Penemuan dan pengembangan teknologi nirkabel

(wireless) pada notebook memudahkan proses jurnalistik atau kerja

wartawan.

Tanggal 17 Januari 1998 disebut-sebut sebagai tonggak sejarah

kelahiran jurnalistik online, yaitu ketika Mark Druge, berbekal sebuah

laptop dan modem, mempublikasikan kisah perselingkuhan Presiden

Amerika Serikat, Bill Clinton, dengan Monica Lewinsky (Monicagate)

di webset Drudge Report, setelah majalah newsweek dikabarkan

menolak memuat kisah sekandal sek hasil investigasi Michael Isikoff

itu. Semua orang yang mengakses internet segera mengetahui rincian

cerita “monicagate” yang juga dikenal dengan sebutan “Monica

Skandal” dan “Sexgate” ITU. Dua tahun kemudian atau awal tahun

2000-an munculah situs-situs pribadi yang menampilkan laporan

jurnalistik pemiliknya yang kini dikenal dengan webset blog, web blog,

atau blog saja.

Kemunculan dan perkembangan jurnalistik online di Indonesia

juga dimulai dengan berita menggegerkan, yaitu berakhirnya era

pemerintahan Orde Baru saat Soeharto mengundurkan diri pada tangga

21 Mei 1998.Berita pengunduran diri Soeharto tersebar luas melalui

Page 17: BAB II LANDASAN TEORI A. Etika Jurnalistik

milist (mailing list) yang sudah mulai dikenal luas dikalangan aktivis

demokrasi dan mahasiswa.

Setelah itu, seiring “euforia reformasi”, beragam media online

pun hadir, seperti detik.com, bidiok.com, mandiri-online.com dan

berpolitik.com yang disebut-sebut sebagai “pioner jurnalistik online di

Indonesia”, diikuti kehadiran tiga situs besar, Astaga.com, Satunet.com

dan KafeGaul.com.Saat ini sejarah jurnalistik online didominasi oleh

situs-situs berita yang merupakan “edisi online” surat kabar, meski

belakangan kontennya menjadi tersendiri atau berbeda.13

1. Pengertian Media Online

Menurut definisi, media online (online media) disebut juga

cybermedia (media siber), internet media (media internet) dan new

media (media baru) dapat diartikan sebagai media yang tersaji secara

online disitus web (website) internet. Media online bisa dikatakan

sebagai media “generasi ketiga” setelah media cetak (printed media)

koran, tabloid, majalah, buku dan media elektronik (electronic media)

radio, televisi dan film/video. Media online merupakan produk

jurnalistik online atau cyber journalism yang didefinisikan sebagai

13Ibid, hlm.23-24.

Page 18: BAB II LANDASAN TEORI A. Etika Jurnalistik

“pelaporan fakta atau peristiwa yang diproduksi dan didistribusikan

melalui internet”.14

Media online merupakan media komunikasi yang

pemanfaatannya menggunakan perangkat internet.Karena itu, media

online tergolong media bersifat khas.Kekhasan media ini terletak pada

keharusan untuk memiliki jaringan teknologi informasi dengan

menggunakan perangkat komputer, disamping pengetahuan tentang

program komputer untuk mengakses informasi atau berita.

Dibandingkan media massa lainnya seperti media cetak (koran,

tabloid, majalah, buku) dan media elektronik (film, radio. Televisi),

media online mempunyai keunggulan dalam hal kecepatan

penyampaian informasi kepada khalayak, termasuk menyampaikan

informasi politik.Keunggulan tersebut karena media online didukung

oleh teknologi yang canggih atau yang disebut dengan internet

(interconnection-networking).

Secara harfiah internet diartikan sebagai jaringan

antarkoneksi.Internet dipahami sebagai sistem jaringan komputer yang

saling terhubung. Berkat jaringan itulah, apa yang ada di sebuah

komputer dapat diakses orang lain melalui komputer lainnya. Internet

14Ibid, hlm 34.

Page 19: BAB II LANDASAN TEORI A. Etika Jurnalistik

menghasilkan sebuah media yang dikenal dengan media online

utamanya website.Website adalah halaman yang mengandung konten

(media), termasuk teks, video, audio, dan gambar.Web site diakses

melalui internet dan memiliki alamat internet yang dikenal dengan

URL (Uniform Resource Locator) yang berawalan www atau http://

(Hypertext Transfer Protokol).

Dalam pandangan kritis, media mempunyai kepentingan

ekonomi, politik, dan ideologi dalam mengkonstruksi realitas dan isu,

termasuk politik. Artinya, ketika menjalankan fungsinya, media massa

tidak begitu saja memberitakan realitas atau isu-isu, termasuk realitas

dan isu politik. Hall mengemukakan bahwa realitas tidak secara

sederhana dapat dilihat sebagai satu kumpulan fakta, tetapi merupakan

hasil ideologi atau pandangan tertentu.15

Pemberitaan media massa sarat dengan kepentingan potitik.

Biasanya nuansa politis tersebut menampilkan dua kelompok tertentu

yang dominan. Konflik ini akan tampil di media massa berdasarkan

cara pandang mereka terhadap realitas, latar belakang, dan ideologi

media yang bersangkutan, serta wartawan dalam meliput berita

tersebut. Media bisa saja memiliki kecenderungan memihak salah satu

15 Heri Budianto, Kontestasi Politik Dalam Ruang MediaPerspektif Critical

Discourse Analysis, (Jakarta: Prenadamedia Group, 2019), hlm.1-2.

Page 20: BAB II LANDASAN TEORI A. Etika Jurnalistik

dari kubu yang bertentangan tersebut atau bersikap netral.Namun,

selalu ada kelompok-kelompok yang dominan dalam pemberitaan, baik

dari segi wawancara, pendapat, kutipan, hingga pertanyaan-pertanyaan

yang diberikan. Mereka menyebarkan ideologi-ideologi tertentu

melalui media dengan menggusur gagasan kelompok lain.16

Salah satu media online di Sumatera Selatan yang membahas

masalah politik adalah Palpres.com dalam Rubrik Parlemen dan Politik.

Palpres.com adalah media online dari Harian Umum Palembang

Ekspres (Palpres) dan memiliki 11 rubrik, diantaranya: Rubrik Sumsel,

Metropolis, Parlemen dan Politik, Kriminal, Ekonomi, Pendidikan,

Olahraga, Warta Kodam, TMMD, Adhyaksa Sriwijaya, dan Galeri

Foto.17

2. Jenis-jenis Media Online

a. Media online berupa situs berita bisa kita klasifikasikan menjadi

lima kategori:18

1) Situs berita berupa “edisi online” dari media cetak surat kabar

atau majalah, seperti republika online, kompas cybermedia,

16Ibid.

17http://palpres.com, diakses pada tanggal 28 September 2019, Pukul 16.34

WIB. 18Op Cit, hlm.36.

Page 21: BAB II LANDASAN TEORI A. Etika Jurnalistik

media-indonesia.com seputar-indonesia.com, pikiran-

rakyat.com, dan tribunjabar.co.id.

2) Situs berita berupa “edisi online” media penyiaran radio,

seperti Radio Australia (radioaustralia.net.au) dan Radio

Nederland (rnw.nl).

3) Situs berita berupa “edisi online” media penyiaran televisi,

seperti CNN.com, metrotvnews.com dan liputan6.com.

4) Situs berita online “murni” yang tidak terkaiat dengan meedia

cetak atau elektronik, seperti antaranews.com, detik.com dan

VIVA News.

5) Situs “indeks berita” yang hanya memuat link-link berita dari

situs berita lain, seperti yahoo News, Plasa.msn.com

NewsNow, dan Google New layanan kompilasi berita yang

secara otomatis menampilkan berita dari berbagai media

online.

b. Jenis-jenis website dapat digolongkan menjadi enam jenis:

1) News Organization Website: situs lembaga pers atau

penyiaran, misalnya edisi onlinesurat kabar, televisi, agen

berita, dan radio.

Page 22: BAB II LANDASAN TEORI A. Etika Jurnalistik

2) Commercial Organization Website: situs lembaga bisnis atau

perusahaan, seperti manufaktur, retailer, dan jasa keuangan,

termasuk toko-toko online (online story) dan bisnis online.

3) Website Pemerintah: di Indonesia ditandai dengan domain

[dot] go.id seperti indonesia.go.id (Portal Nasional Indonesia),

setneg.go.id, dan dpr.go.id.

4) Website Kelompok Kepentingan (Interest Group), termasuk

website ormas, parpol, dan LSM.

5) Website Organisasi Non-Profit: seperti lembaga amal atau

grup komunitas.

6) Personal Website (Blog).

c. Karakteristik Media Online

1) Karakteristik sekaligus keunggulan media online dibandingkan

“media konvensional” (cetak/elektronik) identik dengan

karakteristik jurnalistik online, antara lain:

a) Multimedia: dapat memutar atau menyajikan

berita/informasi dalam bentuk teks, audio, vidio, grafis dan

gambar secra bersamaan.

Page 23: BAB II LANDASAN TEORI A. Etika Jurnalistik

b) Multimedia: dapat memutar atau menyajikan

berita/informasi dalam bentuk teks, audio, vidio, grafis dan

gambar secra bersamaan.

c) Aktualitas: berisi info aktual karena kemudahan dan

kecepatan penyajian.

d) Cepat: begitu diposting atau diupload, langsung bisa

diakses semua orang.

e) Update: pembaruan (updating) informasi dapat dilakukan

dengan cepat baik dari sisi konten maupun redaksional,

misalnya kesalahan ketik/ejaan. Kita belum menemukan

istilah “ralat” di media online sebagaimana sering muncul

di media cetak. Informasi pun disampaikan secara terus-

menerus.

f) Kapasitas Luas: halaman web bisa menampung naskah

sangat panjang.

g) Fleksibilitas Luas: pemuatan dan editing naskah bisa kapan

saja dan dimana saja, juga jadwal terbit (update) bisa kapan

saja dan setiap saat.

h) Luas: menjangkau seluruh dunia yang memiliki mengakses

internet.

Page 24: BAB II LANDASAN TEORI A. Etika Jurnalistik

i) Interaktif: dengan adanya fsilitas kolom komentar dan chat

room.

j) Terdokumentasi: informasi tersimpan di “bank data” (arsip)

dan dapaty ditemukan melalui “link”, “artikel terkait” dan

fasilitas “cari” (search).

k) Hyperlinked: terbuka dengan sumber lain (links) yang

berkaitan dengan informasi tersaji.

2) Karakteristik kelemahan atau kekurangan media online:

a) Ketergantungan terhadap perangkat komputer dan koneksi

internet. Jika tidak ada aliran listrik, batere habis, dan tidak

ada koneksi internet, juga tidak ada brouser, maka media

online tidak bisa diakses.

b) Bisa dimiliki dan bisa dioperasikan oleh “sembarang orang”

mereka yang tidak memiliki keterampilan menulis

sekalipun dapat menjadi pemilik media online dengan isi

berupa “copy-paste” dari informasi situs lain.

c) Adanya kecendrungan mata “mudah lelah” saat membaca

informasi media online, khususnya naskah yang panjang.

d) Akurasi sering terabaikan. Karena mengutamakan

kecepatan, berita yang dimuat di media online biasanya

Page 25: BAB II LANDASAN TEORI A. Etika Jurnalistik

tidak seakurat media cetak, utamanya dalam hal penulisan

kata (salah tulis).

D. Teori Agenda Setting

Hubungan yang kuat antara berita yang disampaikan media

dengan isu-isu yang dinilai penting oleh publik merupakan salah satu

jenis efek media yang paling populer yang dinamakan dengan agenda

setting.19Berangkat dari teori Uses and Gratification, Maxwell E.

McComb dan Donald L.Shaw, dua peneliti dari Universitas North

Carolina pada tahun 1974 mencetuskan model Agenda Setting.

Menurut dari teori ini, media massa memang tidak dapat

mempengaruhi sikap khalayak, tetapi media massa cukup berpengaruh

terhadap apa yang dipikirkan orang. Hal ini berarti media massa

memengaruhi persepsi khalayak tentang apa yang dianggap penting.

Misalnya, surat kabar ‘x’ memberitakan besar-besaran tentang

peristiwa klitih di Jogja, maka khalayak mempersepsikan klitih sebagai

hal yang identik dengan kota pelajar ini. Jika media ‘x’ mengiklankan

tokoh partainya secara massif di televisi maka dia akan dianggap

sebagai sosok sentral pada masyarakat. Pendeknya media massa

memilih informasi yang dikehendaki dan berdasarkan informasi yang

19 Morissan, Teori Komunikasi Individu Hingga Massa, (Jakarta:

Prenadamedia group, 2018), cet.ke-4, hlm.494.

Page 26: BAB II LANDASAN TEORI A. Etika Jurnalistik

diterima, khalayak membentuk persepsinya tentang peristiwa tersebut.

Teori Agenda Setting sampai zaman sekarang masih dikembangkan dan

akhirnya media massa menjadi perkasa seperti pada teori jarum

hipodermik.20

1. Kredibilitas Media Massa dan Agenda Setting

Dengan berasumsikan pada Teori Agenda Setting kita mungkin

agak bersikap skeptis kepada media, karena didalam proses

penyampaian pesan kepada khalayak media massa menyaring berita,

artikel atau tulisan yang akan disampaikan. Jalaludin Rakhmat

menjelaskan dalam buku psikologi komunikasi bahwa secara selektif

gatekeeper seperti penyunting, redaksi, dan bahkan wartawan sendiri

menentukan mana yang pantas diberitakan dan mana yang tidak atau

disembunyikan. Setiap kejadian atau isu diberikan bobot tertentu

dengan panjang penyajian (ruang dalam surat kabar, waktu pada

televisi dan radio) dan cara penonjolan (ukuran judul, letak pada surat

kabar, frekuensi pemuatan, dan posisi dalam surat kabar). Sebagai

contoh surat kabar ‘x’ di Jogja memuat berita tentang klitih yang terjadi

di wilayah Jogja, padahal pada saaa itu ada berita tentang kasus E-KTP

20 https://mazhabcolombo.wordpress.com/2017/04/08/kredibilitas-

mediamassaditinjau - dari-teori-komunikasi-massa, dikutip pada tanggal 5 Oktober

2019, Pukul 15.00 WIB.

Page 27: BAB II LANDASAN TEORI A. Etika Jurnalistik

yang menjerat beberapa tokoh politik di Indonesia. Jika berita klitih

ditampilkan dengan judul yang besar hampir memenuhi setengah

halaman depan, sedangkan berita korupsi besar yang mengambil

triliunan rupiah uang rakyat ditampilkan di halaman belakang dengan

judul dan ukuran huruf yang kecil. Begitulah bagaimana media

menyajikan peristiwa, itulah yang disebut agenda media.Dengan

kemasan media ini jelas sekali bahwa media memiliki efek yang besar

terhadap masyarakat. Media massa dapat dengan mudah membelokkan

peristiwa dan agenda yang ada pada khalayak, yang menurut para ahli

politik disebut ‘pengalihan isu’ atas apa yang telah terjadi.21

2. Berita dalam Pandangan Konstruksionis

Penelitian ini mengacu pada paradigma

konstruktivis.Konstruktivis berbasis pada pemikiran umum tentang

teori-teori yang dihasilkan oleh peneliti dan teoritisi aliran

konstruktivis.Konstruktivisme memegang asumsi tertentu tentang sifat

realitas dan pengetahuan.

Paradigma konstruktivisme dalam ilmu sosial merupakan kritik

terhadap paradigma positivis.Menurut paradigma konstruktivisme

21 https://mazhabcolombo.wordpress.com/2017/04/08/kredibilitas-

mediamassaditinjau - dari-teori-komunikasi-massa, dikutip pada tanggal 5 Oktober

2019, Pukul 15.00 WIB.

Page 28: BAB II LANDASAN TEORI A. Etika Jurnalistik

realitas sosial yang diamati oleh seseorang tidak dapat

digeneralisasikan pada semua orang, seperti yang biasa dilakukan oleh

kaum positivis.Konsep mengenai konstruksionis diperkenalkan oleh

sosiolog interpretative, Peter L.Berger bersama Thomas

Luckman.Dalam konsep kajian komunikasi, teori konstruksi sosial bisa

disebut berada diantara teori fakta sosial dan defenisi sosial.22

Bentuk media sering menyajikan aspek-aspek sosial, politik dan

ekonomi dan menetapkannya sebagai seperangkat aturan dan cara

bagaimana seharusnya diberitakan. Bentuk bentuk media yang dominan

sepeti iklan, media berita, film, musik begitu besar peranannya dalam

mengkonstruksi politik. Media massa membentuk dan menetapkan

serangkaian standar sosial, ekonomi dan politik. Hal ini membentuk

cara bagaimana masyarakat memandang dan mengidentifikasi

karakteristik media massa mengkonstruksi berita politik.

Berperan sebagai pelapor, pers adalah mata dan telinga publik

dimana pers melaporkan berbagai peristiwa yang tidak diketahui

masyarakat dengan netral dan tanpa prasangka.Peran pers lainnya

adalah sebagai penafsir, dimana pers mampu memberikan penafsiran

22Eriyanto.analisis wacana, pengantar analisis teks media, (Yogyakarta:

LkiS, 2004), hlm 34

Page 29: BAB II LANDASAN TEORI A. Etika Jurnalistik

atau arti terhadap suatu peristiwa (Luwi Ishwara). Dalam

melakssanakan peran tersebut , pers akan dipengaruhi oleh beragam

faktor yang dapat mempengaruhi hasil produk jurnalistiknya. Berita

sebagai salah satu produk jurnalistik merupakan suatu konstruksi sosial

yang dilakukan oleh pers.

Littlejhon menambahkan bahwa dalam pandangannya terhadap

kenyataan, kaum konstruksionis memiliki empat asumsi dasar, yakni,

pertama, dunia ini tidaklah tampak nyata secara objektif pada

pengamat, tetapi diketahui melalui pengalaman yang umumnya

dipengaruhi oleh bahasa.Kedua, kategori linguistik yang dipergunakan

untuk memahami realitas bersifat situasional karena kategori itu

muncul dari interaksi sosial dalam kelompok orang pada waktu dan

tempat tertentu.Ketiga, bagaimana realitas tertentu dipahami pada

waktu tertentudan ditentukan dari konvensi komunikasi yang berlaku

pada waktu itu.Karena itu stabilias dan instabilitas pengetahuan banyak

tergantung pada perubahan sosial ketimbang realitas objektifdiluar

pengalaman.Keempat, pemahaman realitas yang terbentuk secara sosial

membentuk banyak aspek kehidupan lain yang penting.23

23Eriyanto.analisis wacana, pengantar analisis teks media, (Yogyakarta: LkiS, 2004),

hlm 16-18

Page 30: BAB II LANDASAN TEORI A. Etika Jurnalistik

Tabel 2.Perbedaan Positivis dan Konstruksionis

Positivis Konstruksionis

Fakta/Peristiwa Ada fakta “riil” yang

diatur oleh kaidah-

kaidah tertentu yang

berlaku universal

Fakta merupakan

konstruksi atas

realitas. Kebenaran

suatu fakta bersifat

relative, berlaku

sesuai konteks

tertentu

Media Media sebagai

saluran pesan

Media sebagai agen

konstruksi pesan

Berita dan

Realitas

Media adalah cermin

dan refleksi dari

kenyataan. Karena

itu, berita haruslah

sama dan sebanding

dengan fakta yang

hendak diliput

Berita tidak mungkin

merupakan cermin

dan refleksi dari

realitas. Karena berita

yang terbentuk

merupakan konstruksi

atas realitas

Sifat Berita Berita bersifat

objektif.

Menyingkirkan opini

dan pandangan

subjektif dari

pembuat berita

Berita bersifat

subjektif. Opini tidak

dapat dihilangkan

karena ketika meliput,

wartawan melihat

dengan perspektif dan

pertimbangan

subjektif

Wartawan Wartawan sebagai

pelapor

Wartawan sebagai

partisipan yang

menjembatani

keragaman

subjektifitas pelaku

sosial

Peliputan

Berita dan

Nilai,etika, opini dan

pilihan moral berada

Nilai, etika, atau

keberpihakkan

Page 31: BAB II LANDASAN TEORI A. Etika Jurnalistik

Wartawan di luar peliputan

berita

wartawan tidak dapat

dipisahkan dari proses

peliputan dan

pelaporan suatu

peristiwa

Khalayak Berita diterima sama

dengan apa yang

dimaksudkan oleh

pembuat berita

Khalayak mempunyai

penafsiran sendiri

yang bisa jadi berbeda

dari pembuat berita

Bagi kaum konstruksionis, realitas adalah sesuatu yang

subjektif.Fakta dan realitas bukanlah sesuatu yang sudah ada, tersedia

dan tinggal diambil untuk menjadi bahan sebuah berita.Reaitas yang

tertuang dalam berita adalah sesuatu yang dikonstruksi dan dibentuk

oeh pandangan tertentu.Fakta atau realitas pada dasarnya dikonstruksi.

Sebuah fakta berupa kenyataan bukanlah sesuatu yang sudah ada

seperti itu, melainkan apa yang ada dibenak dan pikiran kita. Kita

sendirilah yang memberikan definisi dan makna atas fakta tersebut

sebagai sebuah kenyataan.Fakta yang ada dalam sebuah berita bukanah

sebuah peristiwa yang begitu adanya, wartawanlah yang secara aktif

memproduksi dan mendefinisikan berita tersebut.

Fakta yang dikumpulkan dan disusun selanjutnya akan

disebarkan. Media sebagai sarana penyalur pesan tidak hanya berfungsi

sebagai saluran pesan dari komunikator kepada penerima.Media tidak

Page 32: BAB II LANDASAN TEORI A. Etika Jurnalistik

bertindak sebagai suatu institusi yang netral dalam menyampaikan

pesan. Media bukanlah sauran yang bebas, ia (media) subjek yang

mengkonstruksi realitas, lengkap dengan pandangan, bias, dan

pemihakannya.24Sebagai contoh media juga menentukan dari sekian

banyak peristiwa yang terjadi, peristiwa mana yang harus diliput oleh

wartawannya, kemudian dari sisi mana si wartawan harus melihat

peristiwa tersebut.

Pemilihan realitas oleh media dikarenakan media memiliki

kepentingan antara lain ekonomi, politik ataupun ideologi. Media

tentunya akan membentuk realitas yang dapat mendukung kepentingan-

kepentingannya. Oleh karena itu media turut berperan dalam

mengkonstruksi realitas. Konstruksi realitas terbentuk bukan hanya dari

cara wartawan memandang realitas tetapi kehidupan politik tempat

media itu berada. System politik yang diterapkan sebuah negara ikut

menentukan mekanisme kerja media negara itu mempengaruhi cara

media tersebut mengkonstruksi realitas.25

Media bias memperjelas sekaligus mempertajam konflik atau

sebaliknya, mengaburkan dan meng-eliminirnya. Media bias

24Eriyanto, hlm 26 25Hamad, Ibnu. Konstruksi Realitas Politik dalam Media Massa. (Jakarta:

Granit.,2009) hlm 170

Page 33: BAB II LANDASAN TEORI A. Etika Jurnalistik

mengkonstruksi realitas, namun juga bias menghadirkan hiperreaitas.

Hiperrealitas menggiring orang mempercayai sebuah citra sebagai

kebenaran, meski kenyataan hanya dramatisasi realitas dan pemalsuan

kebenaran, “melampaui realitas”.26

Fakta atau realitas yang diliput kemudian ditampilkan dalam

media lewat pemberitaan.Pada dasarnya berita adalah laporan dari

suatu peristiwa atau realitas.Namun gambaran realitas atas peristiwa

dalam media bukanlah realitas yang sebagaimana adanya, yang diambil

oleh wartawan dan dituangkan.Berita adalah hasil dari konstruksi yang

selalu melibatkan pandangan ataupun nilai-nilai dari wartawan dan

media yang bersangkutan. Bagaimana ia dimaknai dan dipahami oleh

wartawan.

Proses pemahaman selalu melibatkan nilai-nilai tertentu

sehingga mustahil berita merupakan pencerminan dari realitas.27.

Proses pemaknaan realitas oleh wartawan sebagai aktor atau agen

pembentuk realitas. Wartawan bukanlah “pemulung” yang mengambil

fakta begitu saja.Dia tidak hanya melaporkan sebuah peristiwa namun

mendefinisikan dan secara aktif membentuk peristiwa dalam

pemahaman mereka.

26Alex Sobur opcit hlm 170 27Eriyanto, hlm 28

Page 34: BAB II LANDASAN TEORI A. Etika Jurnalistik

Penelitian ini diharapkan dapat memperoleh pemahaman

makna-makna, penonjolan, dan tema-tema dari pesan untuk memahami

proses bagaimana pesan-pesan direpresentasikan dalam isi berita

khususnya pada rubrik parlemen dan politik di media palpres.com

edisiAgustus 2020.