BAB II LANDASAN TEORI A. 1. Tinjauan Mengenai Metode …eprints.uny.ac.id/23733/4/4. BAB II.pdf ·...
Transcript of BAB II LANDASAN TEORI A. 1. Tinjauan Mengenai Metode …eprints.uny.ac.id/23733/4/4. BAB II.pdf ·...
16
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Kajian Teori
1. Tinjauan Mengenai Metode Ilmiah
Dalam tinjauan mengenai metode ilmiah akan dijelaskan
tentang pengertian Pendekata Ilmiah, Tujuan Metode Ilmiah,
Karakteristik Metode Ilmiah, Prosedur Metode Ilmiah, Meode Ilmiah
dalam Pembelajaran.
a. Pengertian Pendekatan Ilmiah
Pendekatan menurut kamus besar bahasa Indonesia (KBBI)
adalah usaha dalam rangka aktivitas penelitian untuk mengadakan
hubungan dengan orang yang diteliti, metode untuk mencapai
pengertian tentang masalah penelitian. Sedangkan pendekatan ilmiah
adalah penggunaan teori suatu bidang ilmu untuk mendekati suatu
masalah.
Menurut Permendikbud No. 65 Tahun 2013 Pendekatan scientific
atau lebih umum dikatakan pendekatan ilmiah merupakan
pendekatan dalam kurikulum 2013. Dalam pelaksanaannya, ada yang
menjadikan scientific sebagai pendekatan ataupun metode. Namun
karakteristik dari pendekatan scientific tidak berbeda dengan
metode scientific (scientific method). Sesuai dengan Standar
Kompetensi Lulusan, sasaran pembelajaran mencakup
17
pengembangan ranah sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang
dielaborasi untuk setiap satuan pendidikan.
Pengertian Pendekatan Ilmiah (scientific approach) menurut
Kemendikbud, Kurikulum 2013 menekankan diterapkannya dimensi
pedagogik modern dalam pembelajaran dengan jalan menggunakan
pendekatan ilmiah. Pendekatan ilmiah (scientific approach) dalam
pelaksanaan pembelajaran diwujudkan dengan dalam bentuk kegiatan
mengamati, menannya, mencoba, mengolah, menyajikan,
menyimpulkan dan mencipta. Kegiatan tersebut diharapkan dapat
diterapkan pada semua mata pelajaran.
Metode ilmiah pada dasarnya memandang fenomena khusus
(unik) dengan kajian spesifik dan detail untuk kemudian merumuskan
pada simpulan. Dengan demikian diperlukan adanya penalaran dalam
rangka pencarian (penemuan). Untuk dapat disebut ilmiah, metode
pencarian (method of inquiry) harus berbasis pada bukti-bukti dari
objek yang dapat diobservasi, empiris, dan terukur dengan prinsip-
prinsip penalaran yang spesifik.
Metode ilmiah umumnya memuat rangkaian kegiatan koleksi
data atau fakta melalui observasi dan eksperimen, kemudian
memformulasi dan menguji hipotesis. Sebenarnya apa yang kita
bicarakan dengan metode ilmiah merujuk pada: (1) adanya fakta, (2)
18
sifat bebas prasangka, (3) sifat objektif, dan (4) adanya analisa.
Selanjutnya secara sederhana pendekatan ilmiah merupakan suatu cara
atau mekanisme untuk mendapatkan pengetahuan dengan prosedur
yang didasarkan pada suatu metode ilmiah. Ada juga yang
mengartikan pendekatan ilmiah sebagai mekanisme untuk
memperoleh pengetahuan yang didasarkan pada struktur logis.
Dalam rangka Dies Natalis FIS UNY ke-48 oleh Abdul Ghafur
(2013), pemilihan pendekatan atau strategi pembelajaran yang
digunakan sangat menentukan lingkungan dan cara penyampaian
materi pembelajaran. Dengan strategi pembelajaran berbasis ilmiah,
pemikiran siswa menjadi sistematis dan akan lebih mudah memahami
kondisi sosial yang ada. "Penerapan pendekatan ilmiah tersebut bisa
dilakukan dengan perumusan perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
Pada materi pembelajaran, pendekatan ilmiah dilakukan dengan
menggunakan fakta, konsep, prinsip dan prosedur yang mengandung
kebenaran melalui langkah-langkah ilmiah. Dengan cara ini
diharapkan persoalan sosial yang ada bisa dipahami atau diselesaikan
dengan baik".
Sains berasal dari lain scientia yang artinya pengetahuan.
Dalam bahasa German: Wissenscehafe yang berarti pengetahuan yang
tersusun secara sistematik. Sains bukan sekedar kumpulan
19
pengetahuan yang terisolasi atau sama lain akan tetapi telah
terorganisir secara sistematis. Pada umumnya istilah sains menunjuk
pada bidang umum ilmiah yaitu istilah yang dapat menimbulkan daya
tarik untuk menginteprestasi lebih dekat dengan penyelidikan.
Lampiran rumusan standar kompetensi lulusan seperti yang
tercantum pada Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor
54 tahun 2013 untuk tingkat SMA/ SMK adalah sebagai berikut:
Tabel 1. Standar Kompetensi Lulusan SMA/ SMK
Dimensi Kualifikasi Kemampuan
Sikap Memiliki perilaku yang mencerminkan sikap
orang beriman, berakhlak mulia, berilmu,
percaya diri, dan bertanggung jawab dalam
berinteraksi secara efektif dengan lingkungan
sosial dan alam serta dalam menempatkan diri
sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan
dunia
Pengetahuan Memiliki pengetahuan faktual, konseptual,
prosedural, dan metakognitif dalam ilmu
pengetahuan, teknologi, seni, dan budaya
dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan,
kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab
serta dampak fenomena dan kejadian.
Keterampilan Memiliki kemampuan pikir dan tindak yang
efektif dan kreatif dalam ranah abstrak dan
konkret sebagai pengembangan dari yang
dipelajari di sekolah secara mandiri.
(Sumber: Lampiran Permendikbud No 54 Tahun 2013)
20
Kompetensi inti tingkat SMA/ SMK terdiri atas dua
tingkatan, yaitu tingkat kompetensi ke lima yang mencakup kelas X
dan kelas XI, dan tingkat kompetensi ke enam untuk kelas XII.
Rumusan kompetensi yang relelevan bagi kelas X sesuai Peraturan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 64 Tahun 2013 tentang
Standar Isi adalah sebagai berikut:
Tabel 2. Kompetensi Inti SMA/ SMK
Kompetensi Deskripsi Kompetensi
Sikap Spiritual 1. Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang
dianutnya
Sikap Sosial 2. Menghayati dan mengamalkan perilaku jujur,
disiplin, tanggung jawab, peduli (gotong royong,
kerjasama, toleran, damai), santun, responsif dan
pro-aktif dan menunjukkan sikap sebagai bagian dari
solusi atas berbagai permasalahan dalam berinteraksi
secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam
serta dalam menempatkan diri sebagai cerminan
bangsa dalam pergaulan dunia
Pengetahuan 1. Memahami, menerapkan, dan menganalisis
pengetahuan faktual, konseptual, prosedural, dan
metakognitif berdasarkan rasa ingin tahunya tentang
ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan
humaniora dengan wawasan kemanusiaan,
kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait
penyebab fenomena dan kejadian, serta menerapkan
pengetahuan prosedural pada bidang kajian yang
spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk
memecahkan masalah
Keterampilan 4. Mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah
konkret dan ranah abstrak terkait dengan
pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah
secara mandiri, bertindak secara efektif dan kreatif,
serta mampu menggunakan metoda sesuai dengan
kaidah keilmuan
(Sumber: Lampiran Permendikbud No 64 Tahun 2013)
21
Mengetahui hubungan keempat kompetensi inti dalam lingkup standar
kompetensi lulusan adalah sebagai berikut:
(Sumber: Lampiran Permendikbud No 64 Tahun 2013)
Gambar 2. Hubungan Keempat Kompetensi Inti dalam
Standar Kompetensi Lulusan
Pembelajaran berbasis ilmiah menjadi pendekatan yang
semakin modern untuk digunakan dalam berbagai pengaturan siswa
dari segala usia. Hal ini sangat cocok untuk digunakan dalam program
pembelajarn baru Kurikulum 2013. Bahwa pendekatan ilmiah metode
yang tepat dalam pembentukan karakter. Supaya dapat mendorong
siswa mampu melakukan seperti mencoba pemahaman baru dalam
pengetahuan ilmiah dengan mengamati pelajaran, mencoba bertanya,
menalar apa yang diberikan materi pelajaran, dan membuat sebuah
kesimpulan. Dengan demikian, siswa diarahkan untuk menemukan
22
sendiri berbagai fakta, membangun konsep, dan nilai-nilai baru yang
diperlukan untuk kehidupannya. Proses pembelajaran diarahkan pada
pengembangan keterampilan siswa dalam memproseskan
pengetahuan, menemukan dan mengembangkan.
b. Tujuan Metode Ilmiah
Adapun Tujuan metode pembelajaran dengan pendekatan
Ilmiah (scientific) didasarkan pada keunggulan pendekatan tersebut:
Beberapa tujuan pembelajaran pendekatan scientific adalah:
1) Untuk meningkatkan kemampuan intelek khususnya kemampuan
berpikir tingkat tinggi siswa.
2) Untuk membentuk kemampuan siswa dalam menyelesaikan suatu
masalah secara sistematik.
3) Terciptanya kondisi pembelajaran dimana siswa merasa bahwa
belajar itu merupakan suatu kebutuhan.
4) Diperolehnya hasil belajar yang tinggi.
5) Untuk melatih siswa dalam mengomunilasikan ide-ide, khususnya
dalam menulis artikel ilmiah.
6) Untuk mengembangkan karakter siswa.
Dari beberapa hal di atas dapat peneliti simpulkan bahwa
tujuan metode ilmiah pada keunggulan pendekatan ini untuk
membantu siswa dalam pembelajaran dan kemampuan berpikir kreatif.
23
c. Karakteristik Metode Ilmiah
Adapun karakteristik Pembelajaran dengan metode saintifik
memiliki karakteristik sebagai berikut:
1) Berpusat pada siswa.
2) Melibatkan keterampilan proses sains dalam mengonstruksi
konsep, hukum atau prinsip.
3) Melibatkan proses-proses kognitif yang potensial dalam
merangsang perkembangan intelek, khususnya keterampilan
berpikir tingkat tinggi siswa.
4) Dapat mengembangkan karakter siswa.
Dari beberapa hal di atas peneliti simpulkan bahwa
karakteristik metode pendekatan ilmiah untuk melibatkan siswa lebih
aktif dan berpusat pada kognitif siswa.
d. Prosedur Metode Ilmiah
Adapun Langkah-langkah Pembelajaran Ilmiah Scientific
Gambar 3. Langkah-langkah pembelajaran Ilmiah meliputi:
Mengamati, Menanya, Menalar, Mencoba, dan
Membentuk Jejaring (Sumber: Kemendikbud, 2013)
Proses pembelajaran pada Kurikulum 2013 untuk semua
jenjang dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan ilmiah
24
(saintifik). Langkah langkah pendekatan ilmiah (scientific appoach)
dalam proses pembelajaran meliputi menggali informasi melaui
pengamatan, bertanya, percobaan, kemudian mengolah data atau
informasi, menyajikan data atau informasi, dilanjutkan dengan
menganalisis, menalar, kemudian menyimpulkan, dan mencipta.
Untuk mata pelajaran, materi, atau situasi tertentu, sangat mungkin
pendekatan ilmiah ini tidak selalu tepat diaplikasikan secara
prosedural. Pada kondisi seperti ini, tentu saja proses pembelajaran
harus tetap menerapkan nilai-nilai atau sifat-sifat ilmiah dan
menghindari nilai-nilai atau sifat-sifat nonilmiah. Pendekatan
saintifik dalam pembelajaran disajikan sebagai berikut:
a) Mengamati (Observasi)
Metode mengamati mengutamakan kebermaknaan proses
pembelajaran (meaningfull learning). Metode ini memiliki keunggulan
tertentu, seperti menyajikan media obyek secara nyata, siswa senang
dan tertantang, dan mudah pelaksanaannya. Metode mengamati
sangat bermanfaat bagi pemenuhan rasa ingin tahu siswa.
Sehingga proses pembelajaran memiliki kebermaknaan yang tinggi.
Kegiatan mengamati dalam pembelajaran sebagaimana disampaikan
dalam Permendikbud Nomor 81a, hendaklah guru membuka secara
luas dan bervariasi kesempatan siswa untuk melakukan pengamatan
25
melalui kegiatan: melihat, menyimak, mendengar, dan membaca. Guru
memfasilitasi siswa untuk melakukan pengamatan, melatih mereka
untuk memperhatikan (melihat, membaca, mendengar) hal yang
penting dari suatu benda atau objek. Adapun kompetensi yang
diharapkan adalah melatih kesungguhan, ketelitian, dan mencari
informasi.
b) Menanya
Dalam kegiatan menanya, guru membuka kesempatan
secara luas kepada siswa untuk bertanya mengenai apa yang sudah
dilihat, disimak, dibaca. Guru perlu membimbing siswa untuk dapat
mengajukan pertanyaan. Pertanyaan tentang hasil pengamatan objek
yang konkrit sampai kepada yang berkenaan dengan fakta, konsep,
prosedur, atau pun hal lain yang lebih abstrak. Pertanyaan yang
bersifat faktual sampai kepada pertanyaan yang bersifat hipotetik.
Dari situasi di mana siswa dilatih menggunakan pertanyaan dari
guru, masih memerlukan bantuan guru untuk mengajukan pertanyaan
sampai ketingkat di mana siswa mampu mengajukan pertanyaan
secara mandiri. Dari kegiatan kedua dihasilkan sejumlah pertanyaan.
Melalui kegiatan bertanya dikembangkan rasa ingin tahu siswa.
Semakin terlatih dalam bertanya maka rasa ingin tahu semakin
dapat dikembangkan. Pertanyaan tersebut menjadi dasar untuk
26
mencari informasi yang lebih lanjut ditentukan oleh guru sampai
yang ditentukan siswa, dari sumber yang tunggal sampai sumber yang
beragam. Adapun kompetensi yang diharapkan dalam kegiatan ini
adalah mengembangkan kreativitas, rasa ingin tahu, kemampuan
merumuskan pertanyaan untuk membentuk pikiran kritis yang perlu
untuk hidup cerdas dan belajar sepanjang hayat.
c) Mengumpulkan Informasi
Kegiatan mengumpulkan informasi merupakan tindak lanjut
dari bertanya. Kegiatan ini dilakukan dengan menggali dan
mengumpulkan informasi dari berbagai sumber melalui berbagai cara.
Untuk itu siswa dapat membaca buku yang lebih banyak,
memperhatikan fenomena atau objek yang lebih teliti, atau bahkan
melakukan eksperimen. Dari kegiatan tersebut terkumpul sejumlah
informasi. Dalam Permendikbud Nomor 81a Tahun 2013, aktivitas
mengumpulkan informasi dilakukan melalui eksperimen, membaca
sumber lain selain buku teks, mengamati objek/ kejadian/, aktivitas
wawancara dengan nara sumber dan sebagainya. Adapun kompetensi
yang diharapkan adalah mengembangkan sikap teliti, jujur, sopan,
menghargai pendapat orang lain, kemampuan berkomunikasi,
menerapkan kemampuan mengumpulkan informasi melalui berbagai
cara yang dipelajari, mengembangkan kebiasaan belajar.
27
d) Mengasosiasikan/ Mengolah Informasi/ Menalar
Kegiatan mengasosiasi/ mengolah informasi/ menalar dalam
kegiatan pembelajaran sebagaimana disampaikan Permendikbud
Nomor 81a Tahun 2013, adalah memproses informasi yang sudah
dikumpulkan baik terbatas dari hasil kegiatan mengumpulkan/
eksperimen maupun hasil dari kegiatan mengamati dan kegiatan
mengumpulkan informasi. Pengolahan informasi yang dikumpulkan
dari yang bersifat menam bah keluasan dan kedalaman sampai
kepada pengolahan informasi yang bersifat mencari solusi dari
berbagai sumber yang memiliki pendapat yang berbeda sampai
kepada Pendekatan dan Strategi Pembelajaran yang bertentangan.
Kegiatan ini dilakukan untuk menemukan keterkaitan satu informasi
dengan informasi lainya, menemukan pola dari keterkaitan
informasi tersebut. Adapun kompetensi yang diharapkan adalah
mengembangkan sikap jujur, teliti, disiplin, taat aturan, kerja keras,
kemampuan menerapkan prosedur dan kemampuan berpikir induktif
serta deduktif dalam menyimpulkan. Aktivitas ini juga diistilahkan
sebagai kegiatan menalar, yaitu proses berfikir yang logis dan
sistematis atas fakta-kata empiris yang dapat diobservasi untuk
memperoleh simpulan berupa pengetahuan. Aktivitas menalar dalam
konteks pembelajaran pada Kurikulum 2013 dengan pendekatan
28
ilmiah banyak merujuk pada teori belajar asosiasi atau pembelajaran
asosiatif. Istilah asosiasi dalam pembelajaran merujuk pada
kemamuan mengelompokkan beragam ide dan mengasosiasikan
beragam peristiwa untuk kemudian memasukannya menjadi
penggalan memori.
e) Menarik kesimpulan
Kegiatan menyimpulkan dalam pembelajaran dengan
pendekatan saintifik merupakan kelanjutan dari kegiatan mengolah
data atau informasi. Setelah menemukan keterkaitan antar
informasi dan menemukan berbagai pola dari keterkaitan tersebut,
selanjutnya secara bersama-sama dalam satu kesatuan kelompok,
atau secara individual membuat kesimpulan.
f) Mengkomunikasikan
Pada pendekatan scientific guru diharapkan memberi
kesempatan kepada siswa untuk mengkomunikasikan apa yang telah
mereka pelajari. Kegiatan ini dapat dilakukan melalui menuliskan
atau menceritakan apa yang ditemukan dalam kegiatan mencari
informasi, mengasosiasikan dan menemukan pola. Hasil tersebut
disampikan di kelas dan dinilai oleh guru sebagai hasil belajar
siswa atau kelompok siswa tersebut. Kegiatan mengkomunikasikan
dalam kegiatan pembelajaran sebagaimana Pendekatan dan Strategi
29
Pembelajaran disampaikan dalam Permendikbud Nomor 81a Tahun
2013, adalah menyampaikan hasil pengamatan, kesimpulan
berdasarkan hasil analisis secara lisan, tertulis, atau media lainnya.
Adapun kompetensi yang diharapkan dalam kegiatan ini adalah
mengembangkan sikap jujur, teliti, toleransi, kemampuan berpikir
sistematis, mengungkapkan pendapat dengan singkat dan jelas, dan
mengembangkan kemampuan berbahasa yang baik dan benar.
e. Metode Ilmiah dalam Pembelajaran
Kegiatan pembelajaran meliputi tiga kegiatan pokok, yaitu
kegiatan pendahuluan, kegiatan inti, dan kegiatan penutup. Kegiatan
pendahuluan bertujuan untuk menciptakan suasana awal pembelajaran
yang efektif yang memungkinkan siswa dapat mengikuti proses
pembelajaran dengan baik. Sebagai contoh ketika memulai
pembelajaran, guru menyapa anak dengan nada bersemangat dan
gembira (mengucapkan salam), mengecek kehadiran para siswa dan
menanyakan ketidakhadiran siswa apabila ada yang tidak hadir.
Dalam metode ilmiah tujuan utama kegiatan pendahuluan adalah
memantapkan pemahaman siswa terhadap konsep-konsep yang
telah dikuasai yang berkaitan dengan materi pelajaran baru yang
akan dipelajari oleh siswa. Dalam kegiatan ini guru harus
mengupayakan agar siswa yang belum paham suatu konsep dapat
30
memahami konsep tersebut, sedangkan siswa yang mengalami
kesalahan konsep, kesalahan tersebut dapat dihilangkan. Pada
kegiatan pendahuluan, disarankan guru menunjukkan fenomena
atau kejadian “aneh” atau “ganjil” (discrepant event) yang dapat
menggugah timbulnya pertanyaan pada diri siswa. Kegiatan inti
merupakan kegiatan utama dalam proses pembelajaran atau dalam
proses penguasaan pengalaman belajar (learning experience)
siswa. Kegiatan inti dalam pembelajaran adalah suatu proses
pembentukan pengalaman dan kemampuan siswa secara terprogram
yang dilaksanakan dalam durasi waktu tertentu.
Kegiatan inti dalam metode ilmiah ditujukan untuk
terkonstruksinya konsep, hukum atau prinsip oleh siswa dengan
bantuan dari guru melalaui langkah-langkah kegiatan yang diberikan
di muka. Pendekatan dan Strategi Pembelajaran Kegiatan penutup
ditujukan untuk dua hal pokok. Pertama, validasi terhadap konsep,
hukum atau prinsip yang telah dikonstruk oleh siswa. Kedua,
pengayaan materi pelajaran yang dikuasai siswa Kegiatan penutup
ditujukan untuk dua hal pokok. Pertama, validasi terhadap konsep,
hukum atau prinsip yang telah dikonstruk oleh siswa. Kedua,
pengayaan materi pelajaran yang dikuasai siswa (Sumber:
Kemendikbud, 2013).
31
Dari beberapa hal di atas dapat peneliti simpulkan bahwa
metode ilmiah scientific merupakan metode pembelajaran yang
memberikan penanaman baru terhadap siswa dan untuk melatih
kreativitas siswa dalam melaksanakan pembelajaran.
2. Tinjauan Mengenai Pembentukan Karakter
Dalam tinjauan mengenai pembentukan karakter akan
dijelaskan tentang Pengertian karakter dan Pendidikan Karakter,
Pengertian Karakter Tanggung Jawab, Tujuan Pembentukan Karakter,
Jenis-jenis Pendidikan Karakter, dan Faktor-faktor Pembentukan
Karakter.
a. Pengertian Karakter dan Pendidikan Karakter
Karakter adalah nilai-nilai yang melandasi perilaku manusia
berdasarkan norma agama, kebudayaan, hukum/konstitusi, adat
istiadat, dan estetika. Pendidikan karakter adalah suatu sistem
penanaman nilai-nilai perilaku (karakter) kepada warga sekolah yang
meliputi pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk
melaksanakan nilai-nilai, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa, diri
sendiri, sesama, lingkungan, maupun kebangsaan sehingga menjadi
insan kamil (Tim Pendidikan Karakter. 2010: 11).
32
Karakter Bangsa adalah kualitas perilaku kolektif kebangsaan
yang khas-baik yang tecermin dalam kesadaran, pemahaman, rasa,
karsa, dan perilaku berbangsa dan bernegara sebagai hasil olah pikir,
olah hati, olah rasa dan karsa, serta olah raga seseorang atau
sekelompok orang. Karakter bangsa Indonesia akan menentukan
perilaku kolektif kebangsaan Indonesia yang khas-baik yang tecermin
dalam kesadaran, pemahaman, rasa, karsa, dan perilaku berbangsa dan
bernegara Indonesia yang berdasarkan nilai-nilai Pancasila, norma
UUD 1945, keberagaman dengan prinsip Bhinneka Tunggal Ika, dan
komitmen terhadap NKRI (Kebijakan Nasional Pembangunan
Karakter Bangsa, 2010 : 7) Pendidikan karakter rakyat menurut Bung
Hatta, adalah: mandiri, tahu hak dan kewajiban, mau mengambil
tanggung jawab (Rikard Bagun.2002: xix).
Bahwa strategi implementasi pendidikan karakter yang
ditekankan adalah memotivasi guru dan pengembangan kultur sekolah
menjadi daya efektivitas. Dalam keterkaitan ini, Zamroni (2011:175)
menawarkan strategi implementasi pendidikan karakter, sbb.:
1) Tujuan, sasaran dan target yang akan dicapai harus jelas
konkret.
2) Pendidikan karakter akan lebih efektif dan efesien kalau
dikerjakan tidak hanya oleh sekolah, melainkan harus ada
kerjasama antara sekolah dengan orang tua siswa.
3) Menyadarkan pada semua guru akan peran yang penting dan
bertanggung jawab dalam keberhasilan melaksanakan dan
mencapai tujuan pendidikan karakter.
33
4) Kesadaran guru akan perlunya “hiden curriculum” sebagai
instrument yang amat penting dalam pengembangan karakter
peserta didik.
5) Dalam melakukan pembelajaran guru harus menekankan pada
daya kritis dan kreatif peserta didik, kemampuan bekerja sama,
dan ketrampilan mengambil keputusan.
6) Kultur sekolah harus dimanfaatkan dalam pengembangan
karakter peserta didik.
7) Pada hakekatnya salah satu fase pendidikan karakter adalah
merupakan proses pembiasaan dalam kehidupan sehari-hari.
Kultur sekolah yang kondusif bagi pengembangan karakter
perlu diciptakan. Kultur sekolah adalah norma-norma, nilai-
nilai, keyakinan, sikap, harapan-harapan, dan tradisi yang ada
di sekolah dan telah diwariskan antar generasi, dipegang
bersama yang mempengaruhi pola pikir, sikap dan pola
tindakan seluruh warga. Pembelajaran yang baik hanya dapat
berlangsung pada sekolah yang memiliki kultur positif. Suatu
kultur sekolah yang sehat akan berdampak kesuksesan siswa
dan guru dibandingkan dengan dampak bentuk reformasi
pendidikan yang lain (Zamroni, 2009).
Menurut Sardiman dkk, (2010: 2) pendidikan karakter adalah
suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah
yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan
tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut, baik terhadap Tuhan
Yang Maha Esa, diri sendiri sesama, lingkungan, maupun kebangsaan
sehingga menjadi manusia insan kamil. Sedangkan menurut Suyanto
(2010), karakter adalah cara berpikir dan berperilaku yang menjadi
cirri khas tiap individu untuk hidup dan bekerja sama, baik dalam
lingkup keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Individu yang
berkarakter baik adalah individu yang bisa membuat keputusan dan
siap mempertanggungjawabkan tiap akibat dari keputusan yang ia
34
buat. Sementara, pendidikan karakter adalah pendidikan budi pekerti
plus, yaitu yang melibatkan aspek pengetahuan (cognitive), perasaan
(feeling), dan tindakan (action). Tanpa ketiga aspek ini maka
pendidikan karakter tidak akan efektif. Dengan pendidikan karakter
yang diterapkan secara sistematis dan berkelanjutan, lanjut Suyanto,
seorang anak akan cerdas emosinya. Kecerdasan emosi ini adalah
bekal penting dalam mempersiapkan anak menyongsong masa depan,
karena sesorang akan lebih mudah dan berhasil menghadapi segala
macam tantangan kehidupan, termasuk tantangan untuk berhasil secara
akademis.
Sedangkan Menurut Udin S. Winaputra bahwa kita harus
meyakini seluruh komponen bangsa pembangunan budaya dan
karakter bangsa itu merupakan hal yang sangat penting. Bung Karno
berpesan kepada bangsa Indonesia, bahwa tugas berat untuk mengisi
kemerdekaan adalah membangun karakter bangsa. Ir Soekrno
menyatakan dalam pidato politiknya menyebutkan kata-kata seperti
yang terucap nation and character building. Beliau menyadari bahwa
pembangunan karakter bangsa itu sebagai bagian dari komitmen
kebangsaan dan amanat konstitusi yang secara tegas tersurat dalam
Pembukaan UUD 1945 yang merupakan semangat dan simbolisasi
sejarah panjang Indonesia, sejak sebelum tahun 1908, sampai
Proklamasi 17 Agustus 1945 dengan nilai-nilai perjuangan yang
35
terkandung didalamnya. Oleh karena itu, tepat rumusan salah satu misi
pembangunan nasional sebagaimana tercantum pada UU RI. No. 17
Tahun 2007 yakni, “terwujudnya karakter bangsa yang tangguh,
kompetitif, berakhlak mulia, dan bermoral berdasarkan Pancasila,
yang dicirikan dengan watak dan perilaku manusia dan masyarakat
Indonesia yang beragam, beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berbudi luhur, bertoleran, bergotong royong, berjiwa
patriotik, berkembang dinamis, dan berorientasi ipteks” (Tim
Pendidikan Karakter, 2010: 2)
Menurut Susilo Bambang Yudhoyono dalam pidato Peringatan
Hari Pendidikan Nasional 2 Mei 2010. Menyatakan di Indonesia akhir-
akhir ini menjadi isu yang sangat hangat sejak Pendidikan Karakter
dicanangkan. Tekad pemerintah untuk menjadikan pengembangan
karakter dan budaya bangsa sebagai bagian yang tak terpisahkan dari
sistem pendidikan nasional harus didukung secara serius. Tentunya,
karakter bangsa hanya semata dapat dibentuk dari program
pendidikanatau proses pembelajaran di dalam kelas. Akan tetapi, kalau
memang pendidikan bermaksud serius untuk membentuk karakter
generasi bangsa, ada banyak hal yang harus dilakukan, butuh
penyadaran terhadap para pendidik dan pelaksana kebijakan
pendidikan. (Fatchul Mu’in, 2011: 323).
36
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan
bahwa pendidikan karakter adalah pendidikan nilai, pendidikan budi
pekerti, pendidikan moral, pendidikan watak, atau pendidikan akhlak
yang bertujuan untuk mengembangkan kemampuan siswa memberikan
keputusan baik-buruk, mewujudkan kebaikan dalam kehidupan sehri-
hari. Pendidikan karakter suatu penanaman nilai-nilai perilaku karakter
kepada keluarga, sekolah, dan masyarakat meliputi komponen
pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk
melaksanakan nilai-nilai tersebut, baik tehadap Tuhan Yang maha Esa,
diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun bangsa dan negara.
b. Pengertian Karakter Tanggung Jawab
Karakter Tanggung Jawab adalah: merupakan unsur penting
bagi pengembangan pendidikan karakter karena terkait dengan
ekspresi kebebasan manusia terhadap dirinya sendiri dan orang lain.
Tanggung jawab ini memiliki tiga dimensi, yaitu tanggung jawab
kepada (relasi antara individu dengan orang lain), tanggung jawab bagi
(hubungan individu dengan dirinya sendiri), serta tanggung jawab
terhadap (hubungan individu terkait dengan tugas dan tanggung
jawabnya di dalam masyarakat). Diri sendiri, masyarakat, lingkungan
(alam, sosial, dan budaya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa.
37
Tanggung jawab (Responsibility) bisa disebut juga seperti
sikap tanggung jawab menunjukkan apakah orang itu punya karakter
yang baik atau tidak. Orang yang lari dari tanggung jawab sering tidak
disukai artinya adalah karakter yang buruk. Pada dasarnya, hidup ini
dipenuhi dengan pilihan life is full of choices. Kita bisa memilih apa
saja yan kita inginkan memilih suatu benda atau barang, memilih
bertindak, dan kadang memilih bersikap (Fatchul Mu’in, 2011: 215).
Berdasarkan beberapa pendapat diatas bahwa pembentukan
karakter tanggung jawab adalah perilaku yang berhubungan dengan
sikap moral, akhlak dan perbuatan yang mengandung nilai yang positif
selalu berkaitan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama,
keluarga dan masyarakat. Itu semua merupakan untuk mebentuk
karakter siswa supaya tanggung jawab dalam kehidupan sehari-hari
supaya individu bisa bersosialisasi dalam bermasyarakat.
c. Proses Pembentukan Karakter
Pada dasarnya pendidikan karakter lebih mengutamakan
pertumbuhan moral individu yang ada dalam lembaga pendidikan.
Menurut Doni Koesuma A. (2007: 134) disebutkan bahwa tujuan
pendidikan karakter adalah pendidikan karakter semestinya diletakkan
dalam kerangka dinamis dialektis, berupa tanggapan individu terhadap
sosial dan kultural yang melingkupinya, untuk dapat menempatkan
38
dirinya menjadi sempurna sehingga potensi-potensi yang ada di dalam
dirinya berkembang secara penuh yang membuatnya semakin menjadi
manusiawi.
Proses pendidikan karakter dipandang sebagai usaha sadar dan
terencana, bukan usaha yang sifatnya terjadi secara kebetulan. Atas
dasar ini, pendidikan karakter adalah usaha sungguh-sungguh untuk
memahami, membentuk, memupuk nilai-nilai etika, baik untuk diri
sendiri maupun semua warga masyarakat secara keseluruhan (Saptono,
2011: 23). Semakin menjadi manusiawi berarti juga semakin menjadi
makhluk yang mampu berelasi secara sehat dengan lingkungan di luar
dirinya tanpa kehilangan otonomi dan kebebasannya sehingga dapat
bertanggung jawab. Tujuan pendidikan karakter adalah untuk
meningkatkan mutu penyelenggaraan dan hasil pendidikan yang
mengarah pada pencapaian pembentukan karakter dan akhlah mulia
siswa secara utuh, terpadu, dan seimbang (Masnur Muslich, 2011: 81).
d. Tujuan pendidikan karakter
Adapun tujuan pendidikan karakter yaitu:
1) Mengembangkan potensi kalbu/ nurani/ afektif siswa sebagai
manusia dan warga Negara yang memilki nilai-nilai budaya
dan karakter bangsa;
2) Mengembangkan kebiasaan dan perilaku siswa yang terpuji
dan sejalan dengan nilai-nilai universal dan tradisi budaya
bangsa yang religius;
39
3) Menanamkan jiwa kepemimpinan dan tanggung jawab siswa
sebagai generasi penerus bangsa;
4) Mengembangkan kemampuan siswa menjadi manusia yang
mandiri, kreatif, berwawasan kebangsaan; dan
5) Mengembangkan lingkungan kehidupan sekolah sebagai
lingkungan belajar yang aman, jujur, penuh kreativitas dan
persahabatan, serta dengan rasa kebangsaan yang tinggi dan
penuh kekuatan (dignity) (Kemendiknas. 2010. b: 7).
Salah satu upaya untuk mewujudkan pendidikan seperti di atas,
para siswa harus dibekali dengan pendidikan khusus yang membawa
misi pokok dalam pembinaan karakter mulia. Pendidikan seperti ini
dapat memberi arah kepada para peserta didik setelah menerima
berbagai ilmu maupun pengetahuan dalam bidang studi (jurusan)
masing-masing, sehingga mereka dapat mengamalkannya ditengah-
tengah masyarakat dengan tetap berpatokan pada nilai-nilai kebenaran
dan kebaikan yang universal. Arah dan tujuan pendidikan nasional
kita, seperti diamanatkan oleh UUD 1945, adalah peningkatan iman
dan takwa serta pembinaan akhlak mulia para peserta didik yang
dalam hal ini adalah seluruh warga negara yang mengikuti proses
pendidikan diIndonesia.
Amanat konstitusi kita ini dengan tegas memberikan perhatian
yang besar akan pentingnya pendidikan karakter (akhlak mulia) dalam
setiap proses pendidikan dalam membantu membumikan nilai-nilai
agama dan kebangsaan melalui ilmu pengetahuan dan teknologi yang
40
diajarkan kepada seluruh siswa. Keluarnya undang-undang tentang
Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), yakni UU No. 20 Tahun
2003, menegaskan kembali fungsi dan tujuan Pendidikan Nasional
kita. Pada pasal 3 Undang-Undang ini ditegaskan, Pendidikan
Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk
watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya
potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab.
Berdasarkan beberapa pendapat diatas, dapat disimpulkan
bahwa tujuan pendidikan karakter adalah untuk menanamkan nilai-
nilai dan pembaruan tata kehidupan sehingga dapat membentuk
karakter dan akhlak mulia siswa untuk mengembangkan kemampuan
dan menentukan keputusan baik-buruk, serta mewujudkan kebaikan
itu dalam kehidupan sehari-hari dengan sepenuh hati.
e. Jenis-Jenis Pendidikan Karakter
Adapun jenis-jenis pendidikan karakter yaitu ada empat yang
selama ini dikenal dan dilaksanakan dalam proses pendidikan (Yahya
Khan, 2010: 2) yaitu:
41
1) Pendidikan karakter berbasis nilai religius, contoh manusia
mempunyai hak dalam beribadah sesuai dengan kepercayaan
dan keyakinan masing-masing.
2) Pendidikan karakter berbasis nilai budaya, contoh warga
negara Indonesia wajib mengamalkan Pancasila.
3) Pendidikan karakter berbasis lingkungan, contoh manusia yang
mempunyai karakter baik tidak membuang sampah
sembarangan.
4) Pendidikan karakter berbasis potensi diri, contoh sebagai calon
pendidik (guru) mempunyai kualitas sebagai guru professional.
f. Faktor-faktor Pembentukan Karakter
Dalam pembentukan karakter faktor yang paling utama adalah
faktor internal diri sendiri dan lingkungan keluarga. Secara umum
orang-orang memandang bahwa keluarga merupakan sumber
pendidikan moral yang paling utama bagi anak-anak. Orang tua adalah
guru pertama mereka dalam pendidikan moral. Mereka memberikan
pengaruh paling lama terhadap perkembangan moral anak-anak:
disekolah, para guru pengajar akan berubah setiap tahunnya, tetapi
diluar sekolah anak-anak tentunya memiliki setidaknya satu orang tua
yang memberikan bimbingan dan membesarkan kita selama bertahun-
tahun.
Faktor yang kedua adalah faktor eksternal yaitu sekolah dan
masyarakat, saat ini semakin banyak bukti menunjukkan bahwa
sekolah perubahan dalam pengembangan karakter. Meskipun sekolah
mampu meningkatkan pemahaman awal para siswanya ketika mereka
42
ada disekolah, kemudian bukti-bukti yang ada menunjukkan bahwa
sekolah mampu melaksanakan hal tersebut. Sikap baik yang dimilki
oleh anak-anak tersebut perlahan menghilang jika nilai-nilai yang telah
diajarkan disekolah tersebut tidak mendapatkan dukungan dari
lingkungan rumah. Dengan alasan tersebut, sekolah dan keluarga
haruslah seiring dalam menyikapi masalah yang muncul. Dengan
adanya kerja sama antara kedua pihak, kekuatan yang sesungguhnya
dapat dimunculkan untuk meningkatkan nilai moral sebagai seorang
manusia dan untuk mengangkat kehidupan moral di negeri ini
(Lickona Thomas, 1991: 48-57).
Kemudian di lingkungan sekolah adanya perilaku yang baik
misalnya tidak mencontek pada saat ujian dan patuh akan tata tertib
sekolah karakter kita akan menjadi lebih baik apabila kita terapkan di
dalam masyarakat seperti tetangga, teman sebaya, dan masyarakat
luas. Individu/ siswa di bina dan akan terbiasa dengan perubahan
untuk menjadi lebih baik maka kita tanamkan dalam pembentukan
karakter supaya siswa lebih mengerti tentang perilaku yang baik dan
yang buruk supaya tidak terjerumus kedalam pergaulan yang tidak
diinginkan.
Membentuk sebuah karakter yang baik adalah dengan
pembentukan karakter dan membutuhkan proses yang lama. Faktor
tersebut bisa mendorong agar siswa bisa mendapatkan perlindungan.
43
Seperti dikatakan diatas faktor paling utama adalah faktor internal dari
diri sendiri kemudian dari orang tua apabila orang tua mereka
mendidik dengan penuh kasih sayang dan pola asuh yang cukup
memenuhi kebutuhan psikologi anak maka anak itu akan merasa
nyaman dirumah. Perilaku/ tingkah laku anak akan menjadikan
seseorang lebih baik dan sopan terhadap diri sendiri dan sesama.
Kemudian faktor kedua yang mempengaruhi dalam pembentukan
karakter yaitu faktor eksternal seperti lingkungan sekolah, aturan,
sistem, kultur/ budaya. Mengapa dari lingkungan sekolah karena guru
adalah orang tua kedua bagi anak yang membutuhkan kasih sayang
dan pendidikan yang cukup agar anak tersebut bisa merasakan
kelengkapan akan kebutuhan psikologisnya. faktor eksternal lainnya
adalah masyarakat setelah mendapatkan pembelajaran dari keluarga,
sekolah kemudian kita terapkan kedalam masyarakat dan anak-anak
tersebut lebih memahami dasar dari pembentukan karakter supaya bisa
beradaptasi dengan lingkungan sekitar. Jadi kedua faktor internal dan
faktor eksternal ini yang bisa membentuk karakter anak menjadi lebih
tanggung jawab kepada Tuhan, diri sendiri, orang tua, guru, dan
masyarakat.
44
3. Pendidikan Kewarganegaraan
Untuk memahami tentang mata pelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan berikut akan diuraikan pengertian Pendidikan
Kerwaganegaraan, Tujuan dan Fungsi Pendidikan Kewarganegaraan,
Ruang lingkup Pendidikan Kewarganegaraan, Pendidikan
Kewarganegaraan Sebagai Pendidikan Demokrasi dan Karakter,
Penerapan Metode Ilmiah dalam Pembelajaran PKn.
a. Pengertian pendidikan Kewarganegaraan
Pendidikan Kewarganegaraan (civic education) merupakan
salah satu bidang kajian yang mengemban misi nasional untuk
mencerdaskan kehidupan bangsa Indonesia melalui koridor “value
based education” (Sunarso dkk, 2006: 1). Mata pelajarn ini wajib
harus dimuat dalam kurikulum pendidikan dasar dan menengah serta
pendidikan tinggi. Dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan
Nasional (Sisdiknas) Pasal 37 ayat (1) dinyatakan bahwa kurikulum
pendidikan dasar dan menengah wajib memuat “Pendidikan
Kewarganegaraan”. Sementara itu pada bagian penjelasan pasal 37
dikemukakan bahwa “Pendidikan Kewarganegaraan dimaksudkan
untuk membentuk siswa menjadi manusia yang memiliki rasa
kebangsaan dan cinta tanah air”. Pernyataan yang dimuat dalam
undang-undang tersebut merupakan landasan yuridis formal
45
pentingnya Pendidikan Kewarganegaraan dalam sistem pendidikan
nasional.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia
Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi menyebutkan bahwa mata
pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan merupakan mata pelajaran
yang memfokuskan pada pembentukan warganegaranya yang
memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan kewajibannya
untuk menjadi warganegara Indonesia yang cerdas, terampil, dan
berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945.
Sedangkan fungsi dari Pendidikan Kewarganegaraan adalah sebagai
wahana untuk membentuk warga negara cerdas, terampil, dan
berkarakter yang setia kepada bangsa dan negara Indonesia dengan
merefleksikan dirinya dalam kebiasaan berpikir dan bertindak sesuai
dengan amanat Pancasila dan UUD 1945.
Melalui metode pembelajaran Pendekatan Ilmiah Scientific
dikembangkan tiga kemampuan dasar yang meliputi: sikap,
keterampilan, dan pengetahuan. Melalui metode pembelajaran ini
terbudayakannya kecakapan berpikir ilmiah, berpikir kreatif siswa.
Model pembelajaran mampu menghasilkan kemampuan untuk belajar.
Bukan saja diperolehnya sejumlah pengetahuan, keterampilan, dan
sikap itu diperoleh siswa.
46
b. Tujuan dan Fungsi Pendidikan Kewarganegaraan
Menurut Cholisin (2000: 12), tujuan PKn adalah membentuk
warga negara yang lebih baik dan mempersiapkannya untuk masa
depan. Menurut Standar Isi, mata pelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan:
1. Berpikir secara kritis, rasional, dan kreatif dalam
menanggapi isu kewarganegaraan.
2. Berpartisipasi secara aktif dan bertanggung jawab, dan
bertindak secara cerdas dalam kegiatan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara serta anti korupsi.
3. Berkembang secara positif dan demokratis untuk
membentuk diri berdasarkan pada karakter-karakter
masyarakat Indonesia agar dapat hidup bersama dengan
bangsa-bangsa lain.
4. Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam percaturan
dunia secara langsung atau tidak langsung dengan
memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi.
(Lampiran Permendiknas No. 22 tahun 2006 tentang
Standar Isi).
Dikemukakan bahwa tujuan Pendidikan Kewarganegaraan di
Indonesia adalah membentuk warga negara yang baik (a good citizen)
yaitu cerdas, terampil, dan berkarakter sesuai dengan sesuai dengan
Pancasila dan UUD 1945. Untuk membentuk warga negara yang baik
maka role (peran) harus dibina dan dikembangkan dengan baik. Role
(peran) tersebut antara lain: Peran aktif yakni memberikan masukan,
mengkritisi kebijakan pubik; Peran pasif yakni mematuhi kebijakan
pemerintah; Peran positif yakni meminta kepada pemerintah untuk
memenuhi kebutuhan dasarnya supaya sebagai warga negara dapat
47
hidup sejahtera; Peran negatif yakni menolak segala bentuk intervensi
pemerintah yang berkenaan dengan hal-hal yang berkaitan dengan
masalah urusan pribadi (privasi).
Mata pelajaran PKn (Pendidikan Kewarganegaraan)
merupakan salah satu mata pelajaran yang memegang peranan penting
dalam pendidikan karena dalam pelajaran PKn membekali siswa
dengan berbagai kemampuan tentang cara bersosialisasi dan
berinteraksi dengan baik dilingkungan keluarga, sekolah dan
masyarakat. Oleh karena itu, keterlibatan siswa dalam kegiatan belajar
mata pelajaran PKn memberikan pengaruh terhadap pembentukan
karakter yang maksimal. Karakter dapat dijadikan sebagai ukuran
keberhasilan dan kemajuan belajar siswa.
Fungsi Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) adalah sebagai
wahana untuk membentuk warga negara cerdas, terampil, dan
berkarakter yang setia kepada bangsa dan negara Indonesia dengan
mereflesikan dirinya dalam kebiasaan berpikir dan bertindak sesuai
dengan amanat Pancasila dan UUD 1945 (Sunarso dkk, 2006: 5).
48
c. Ruang Lingkup Pendidikan Kewarganegaraan
Menurut Lampiran Permendiknas No. 22 Tahun 2006 tentang
Standar Isi Pendidikan Nasional, ruang lingkup Pendidikan
Kewarganegaraan meliputi aspek-aspek sebagai berikut:
1) Persatuan dan Kesatuan bangsa, meliputi: hidup rukun dalam
perbedaan cinta lingkungan, kebanggaan sebagai bangsa
Indonesia, Sumpah Pemuda, Keutuhan NKRI, partisipasi
dalam pembelaan negara, sikap positif terhadap NKRI,
keterbukaan dan jaminan keadilan.
2) Norma, hukum dan peraturan, meliputi: tata tertib dalam
keluarga, tata tertib di sekolah, norma yang berlaku dalam
masyarakat, peraturan-peraturan daerah, sistem hukum dan
peradilan nasional HAM, pemajuan, penghormatan dan
perlindungan HAM.
3) Hak asasi manusia, meliputi: hak dan kewajiban anak, hak
adan kewajiban anggota masyarakat, instrument nasional dan
internasional HAM, pemajuan, penghormatan, dan
perlindungan HAM.
4) Kebutuhan warga negara, meliputi: hidup gotong royong,
harga diri sebagai warga masyarakat, kebebasan berorganisasi,
kemerdekaan mengeluarkan pendapat, menghargai keputusan
bersama, prestasi diri, persamaan kedudukan warga negara.
5) Konstitusi Negara, meliputi: Proklamasi kemerdekaan dan
konstitusi pertama, konstitusi-konstitusi yang pernah berlaku di
Indonesia, hubungan dasar negara dengan konstitusi.
6) Kekuasaan dan politik: Pemerintahan desa dan kecamatan,
pemda dan otonomi, demokrasi dan sistem politik, upaya
demokrasi menuju masyarakat madani, sistem pemerintahan,
pers dalam masyarakat demokrasi.
7) Pancasila meliputi: kedudukan Pancasila sebagai dasar dan
ideologi Negara, proses perumusan Pancasila, Pengalaman
nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari.
8) Globalisasi, meliputi: globalisasi di lingkungannya, politik luar
negeri Indonesia, dampak globalisasi, hubungan internasional
dan organisasi internasional, dan mengevaluasi globalisasi.
49
Beberapa materi PKn di atas memuat nilai-nilai yang dapat
membentuk karakter siswa. Beberapa karakter yang dimuat oleh nilai-
nilai materi mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan antara lain:
nasionalis, kepatuhan pada aturan sosial, menghargai keberagaman,
kesadaran akan hak dan kewajiban diri dan orang lain, bertanggung
jawab, berpikir logis, kritis, kreatif, inovatif dan mandiri.
d. Pendidikan Karakter dalam Pembelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan
Menurut Hoge (dalam Samsuri, 2011: 15) yang menjadi
perhatian dan fokus dalam pembelajaran PKn adalah menemukan
pengetahuan dan keterampilan kewarganegaraan mengenai masalah
sosial dan masyarakat. Pendidikan Kewarganegaraan merupakan
kajian ilmu yang potensial bagi pengembangan tugas-tugas
pembelajaran yang kaya nilai. Menurut Rahmat Mulyana (2004: 17)
pengembangan pendidikan nilai dalam kurikulum sekolah bukan hal
yang baru. Setiap pengajaran dan bimbingan yang dilakukan pendidik
sudah tentu melibatkan proses penyadaran nilai antara lain:
a. Kebutuhan akan prinsip-prinsip belajar yang menyertakan nilai
ilmiah, moral, agama, secara otomatis.
b. Skenario belajar yang digunakan secara konsisten dalam
perilaku belajar.
c. Petunjuk-petunjuk teknis praktis yang mempermudah guru
dalam menilai taraf pembentukan nilai.
d. Pelatihan kompetensi guru dalam pengembangan nilai.
50
Pada akhirnya, pengetahuan dan keterampilannya itu akan
membentuk suatu karakter yang mapan, sehingga menjadi sikap dan
kebiasaan hidup sehari-hari. Contoh distribusi nilai karakter dalam
mata pelajaran PKn adalah nasionalis, patuh pada aturan sosial,
demokratis, jujur, menghargai keberagaman, sadar akan hak dan
kewajiban diri dan orang lain (Kemendiknas, 2010. b: 32).
e. Pendidikan Kewarganegaraan Sebagai Pendidikan Demokrasi
dan Karakter
Pendidikan Kewarganegaraan sebagai pendidikan demokrasi
menurut Zamroni (2001) dalam bukunya Pendidikan untuk demokrasi
Tantangan Menuju Civil Society, berpedapat bahwa Pendidikan
Kewarganegaraan adalah pendidikan demokrasi yang bertujuan untuk
mempersiapkan warga masyarakat berpikir kritis dan bertindak
demokratis, melalui aktivitas menanamkan kesadaran kepada generasi
baru kesadaran bahwa demokrasi adalah bentuk kehidupan masyarakat
yang paling menjamn hak-hak warga masyarakat. Demokrasi adalah
suatu learning process yang tidak dapat begitu saja meniru dari
masyarakat lain. Kelangsungan demokrasi tergantung pada
kemampuan mentransformasikan nilai-nilai demokrasi. Sedangkan
Menurut Ramli Zakaria (2007) Pendidikan Kewarganegaraan sebagai
pendidikan karakter Kepala Bidang Pengembangan Pengelolaan dan
Tenaga Kependidikan pada Pusat Inovasi, spesialisasi dalam bidang
51
pendidikan nilai, menyatakan bahwa “Pendidikan budi pekerti
memiliki esensi dan makna yang sama dengan pendidikan moral dan
pendidikan akhlak. Tujuannya adalah membentuk pribadi anak,
supaya menjadi pertumbuhan dan perkembangan dirinya sebagai bekal
bagi masa depannya, agar manusia yang baik, warga masyarakat, dan
warga negara yang baik. Adapun kriteria manusia yang baik, warga
masyarakat, dan warga negara yang baik bagi suatu masyarakat atau
bangsa, secara umum adalah nilai-nilai tertentu, yang banyak
dipengaruhi oleh budaya masyarakat dan bangsanya. Oleh karena itu,
hakikat dari Pendidikan Budi Pekerti dalam konteks pendidikan di
Indonesia adalah pendidikan nilai, yakni pendidikan nilai-nilai luhur
yang bersumber dari budaya bangsa Indonesia sendiri, dalam rangka
membina kepribadian generasi muda” (Hand Out Kuliah PKn 2013,
Cholisin).
Pendidikan Kewarganegaraan sebagai sarana Nation and
Character Building. Usaha untuk memahami pentingnya PKn sebagai
sarana nation and character building bagi bangsa Indonesia salah
satunya dapat dilihat dari dimensi kemajemukan masyarakat
Indonesia.
Berdasarkan Menurut Pendapat di atas bahwa Pendidikan
Kewarganegaraan Sebagai Pendidikan Demokrasi dan Pendidikan
52
Karakter adalah suatu proses bertujuan dimana yang dilakukan oleh
lembaga pendidikan seseorang harus mempelajari orientasi sikap, dan
perilaku politik sehingga yang bersangkutan memiliki perilaku yang
baik dalam konteks pendidikan Indonesia adalah pendidikan nilai,
yakni pendidikan nilai-nilai luhur yang bersumber dari budaya bangsa
Indonesia sendiri, dalam rangka membina kepribadian generasi muda.
f. Penerapan Metode Ilmiah Dengan Pembelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan
Penerapan metode Ilmiah dengan pembelajaran sebenarnya
semula banyak diterapkan dalam pembelajaran sain tetapi perlu diingat
bahwa pembelajaran ilmu-ilmu sosial pun dapat bersifat ilmiah. Para
pendidik sepakat bahwa pembelajaran yang berdasarkan penerapan
metode Ilmiah ini membuat siswa lebih aktif, pembelajaran berpusat
pada siswa, yang memungkinkan penilaian autentik, dan pembelajaran
yang memperhatikan individual siswa.
Metode Ilmiah ini sangat cocok untuk digunakan semua mata
pelajaran termasuk pada mata pelajaran Pendidikan kewarganegaraan.
Sehubungan dengan itu, dalam Dies Natalis FIS UNY menurut Abdul
Gafur menyatakan bahwa pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan
perlu diupayakan agar dapat membantu menanamkan kepada siswa
kekuatan mental atau moral sehingga mereka memiliki kemampuan
untuk berpikir kritis dan mandiri. Pembelajaran Pendidikan
53
Kewarganegaraan dengan metode Ilmiah ini dapat mencapai tujuan
meningkatkan kemampuan siswa untuk berinisiatif, mengkritisi isu-isu
sosial yang dihadapi baik yang menyangkut individu, masyarakat lokal
maupun masyarakat global.
Pembelajaran ilmu-ilmu sosial perlu direvitalisasi agar mampu
membantu siswa memperoleh pengetahuan, sikap dan keterampilan
yang diperlukan untuk hidup di dalam masyarakat. Dalam
melaksanakan pembelajaran menggunakan metode ilmiah ini aktifitas
belajar terletak pada siswa (student centered learning), guru berperan
sebagai fasilitator.
B. Kerangka Pikir
Karakter tanggung jawab siswa di SMK Perindustrian
Yogyakarta pada mata pelajaran PKn dipengaruhi oleh banyak faktor.
Salah satu faktor yang mempengaruhi adalah penerapan metode
pembelajaran yang digunakan oleh guru hanya sebatas metode
konvensioanl yaitu mengandalkan materi yang ada pada buku cetak
atau LKS dan ceramah yang diberikan oleh guru di kelas. Oleh karena
itu, yang terjadi di lapangan adalah siswa pada saat mengikuti
pelajaran di kelas cenderung pasif bahkan ada yang tidak mengerjakan
tugas, PR, bahkan ada siswa yang tidur di kelas, dan siswa membolos
pada jam pelajaran PKn. Kurangnya minat siswa dalam mata pelajaran
54
PKn sehingga kegiatan pembelajaran tidak berjalan lancar. Selain itu
fasilitas yang ada di perpustakaan gudang ilmu yang menyediakan
buku-buku, jurnal, majalah, surat kabar atau media elektronik lainnya
yang berguna bagi siswa sebagai sumber informasi siswa.
Penggunaan metode pembelajaran yang variasi dan sesuai
karakteristik siswa diharapkan mampu membentuk karakter tanggung
jawab. Dalam hal ini peneliti menggunakan metode pembelajaran
Pendekatan Ilmiah scientific dimana pada metode ini memberikan
kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan sikap, keterampilan,
da pengetahuan. Hal tersebut merupakan cirri khas dari kurikulum
2013 terbukti dari Kemendikbud No. 65 Tahun 2013 tentang Standar
Proses Pendidikan Dasar dan Menengah telah menginsyaratkan
tentang perlunya proses pembelajaran yang dipandu dengan kaidah-
kaidah Pendekatan Ilmiah scientific (Kemendikbud, 2013). Dalam hal
ini siswa berpikir ilmiah yang meliputi mengamati, mencoba,
menanya, menalar, dan mengomunikasikan (mencipta) maka akan
membentuk karakter tanggung jawab.
Penerapan metode pembelajaran Pendekatan Ilmiah yang akan
dilakukan peneliti dalam hal pembentukan karakter tanggung jawab
akan dijelaskan dalam gambar dibawah ini:
55
Gambar 4. Kerangka Pikir
GURU
SISWA
KELAS
EKSPERIMEN
KELAS
KONTROL
PRE TEST PRE TEST
PEMBELAJARAN
METODE ILMIAH
PEMBELAJARAN
METODE
CERAMAH
POST TEST POST TEST
NILAI
KARAKTER
YANG
DIHARAPKAN :
KARAKTER
TANGGUNG
JAWAB
56
Keterangan:
KE = Kelompok Eksperimen
KK = Kelompok Kontrol
PK = Pembentukan Karakter Tanggung Jawab
= Menggunakan
Dari gambar diatas diharapkan terjadi perbedaan terhadap
pembentukan karakter tanggung jawab pada kelas yang menggunakan
metode pembelajaran Pendekatan Ilmiah scientific dengan kelas yang
hanya menggunakan metode ceramah.
C. Penelitian Yang Relevan
Beberapa penelitian sejenis yang mengkaji tentang metode
pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan
1. Penelitian dari Rosada (2009) yang berjudul “Integrasi
Pendidikan Karakter dalam Pembelajaran IPS untuk
pengalaman nilai-nilai moral siswa di smp VI Mataram”.
Adapun temuan dari penelitian ini adalah guru mengupayakan
pembentukan karakter siswa dengan melakukan berbagai
macam program antara lain diadakan oleh kepala sekolah dan
guru kepada siswa di dalam kelas dengan cara, pertama
mengintegrasikan pendidikan karakter dalam pembelajaran
IPS, kedua mengingatkan pembelajaran dengan kehidupan
57
sehari-hari, ketiga menggunakan metode dan motivasi belajar
siswa dalam kegiatan intrakulikuler dan ekstrakurikuler seperti
upacara bendera, kegiatan sholat berjamaah (intrakulikuler)
sedangkan melalui organisasi siswa intra sekolah, penyaluran
bakat dan hobi (ekstrakurikuler).
2. Penelitian dari Abdul Basar (2012) yang berjudul
“Implementasi Pendidikan Karakter Melalui Mata Pelajaran
Pendidikan Kewarganegaraan di SD N Bendungan IV Wates
Kulon Progo Tahun Ajaran 2011/2012”. Menyimpulkan bahwa
implementasi pendidikan karakter melalui pembelajaran PKn
memberikan solusi terhadap siswa dalam meningkatkan
pembelajaran PKn di SD N Bendungan Wates Kulon Progo.
3. Penelitian dari Nuri Indah pratiwi (2013) yang berjudul
“Integrasi Nilai Karakter dalam Mata Pelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan di Kelas VIII SMP Negeri 10 Malang”.
Menyimpulkan bahwa upaya mengatasi hambatan tersebut
melalui mata pelajaran PKn dalam membentuk karakter siswa
supaya lebih menarik siswa dalam proses pembelajaran.
4. Penelitian dari Iu Meq (2013) yang berjudul “Analisis Proses
Berpikir dan Hasil Belajar Siswa Melalui Penerapan
Scientific”. Menyimpulkan bahwa pembelajaran dengan
58
pendekatan scientific lebih efektif untuk proses berpikir dan
meningkatkan hasil belajar.
D. Hipotesis
Berdasarkan kajian teori dan kerangka pikir di atas maka
hipotesis dalam penelitian ini dapat dirumuskan yaitu: “Ada perbedaan
pembentukan karakter tanggung jawab pada siswa SMK Perindustrian
Yogyakarta antara yang diajar menggunakan metode pembelajaran
Ilmiah dengan metode Ceramah”.