BAB II LANDASAN TEORI A. 1. Tinjauan Mengenai Metode …eprints.uny.ac.id/23733/4/4. BAB II.pdf ·...

43
16 BAB II LANDASAN TEORI A. Kajian Teori 1. Tinjauan Mengenai Metode Ilmiah Dalam tinjauan mengenai metode ilmiah akan dijelaskan tentang pengertian Pendekata Ilmiah, Tujuan Metode Ilmiah, Karakteristik Metode Ilmiah, Prosedur Metode Ilmiah, Meode Ilmiah dalam Pembelajaran. a. Pengertian Pendekatan Ilmiah Pendekatan menurut kamus besar bahasa Indonesia (KBBI) adalah usaha dalam rangka aktivitas penelitian untuk mengadakan hubungan dengan orang yang diteliti, metode untuk mencapai pengertian tentang masalah penelitian. Sedangkan pendekatan ilmiah adalah penggunaan teori suatu bidang ilmu untuk mendekati suatu masalah. Menurut Permendikbud No. 65 Tahun 2013 Pendekatan scientific atau lebih umum dikatakan pendekatan ilmiah merupakan pendekatan dalam kurikulum 2013. Dalam pelaksanaannya, ada yang menjadikan scientific sebagai pendekatan ataupun metode. Namun karakteristik dari pendekatan scientific tidak berbeda dengan metode scientific (scientific method). Sesuai dengan Standar Kompetensi Lulusan, sasaran pembelajaran mencakup

Transcript of BAB II LANDASAN TEORI A. 1. Tinjauan Mengenai Metode …eprints.uny.ac.id/23733/4/4. BAB II.pdf ·...

16

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Kajian Teori

1. Tinjauan Mengenai Metode Ilmiah

Dalam tinjauan mengenai metode ilmiah akan dijelaskan

tentang pengertian Pendekata Ilmiah, Tujuan Metode Ilmiah,

Karakteristik Metode Ilmiah, Prosedur Metode Ilmiah, Meode Ilmiah

dalam Pembelajaran.

a. Pengertian Pendekatan Ilmiah

Pendekatan menurut kamus besar bahasa Indonesia (KBBI)

adalah usaha dalam rangka aktivitas penelitian untuk mengadakan

hubungan dengan orang yang diteliti, metode untuk mencapai

pengertian tentang masalah penelitian. Sedangkan pendekatan ilmiah

adalah penggunaan teori suatu bidang ilmu untuk mendekati suatu

masalah.

Menurut Permendikbud No. 65 Tahun 2013 Pendekatan scientific

atau lebih umum dikatakan pendekatan ilmiah merupakan

pendekatan dalam kurikulum 2013. Dalam pelaksanaannya, ada yang

menjadikan scientific sebagai pendekatan ataupun metode. Namun

karakteristik dari pendekatan scientific tidak berbeda dengan

metode scientific (scientific method). Sesuai dengan Standar

Kompetensi Lulusan, sasaran pembelajaran mencakup

17

pengembangan ranah sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang

dielaborasi untuk setiap satuan pendidikan.

Pengertian Pendekatan Ilmiah (scientific approach) menurut

Kemendikbud, Kurikulum 2013 menekankan diterapkannya dimensi

pedagogik modern dalam pembelajaran dengan jalan menggunakan

pendekatan ilmiah. Pendekatan ilmiah (scientific approach) dalam

pelaksanaan pembelajaran diwujudkan dengan dalam bentuk kegiatan

mengamati, menannya, mencoba, mengolah, menyajikan,

menyimpulkan dan mencipta. Kegiatan tersebut diharapkan dapat

diterapkan pada semua mata pelajaran.

Metode ilmiah pada dasarnya memandang fenomena khusus

(unik) dengan kajian spesifik dan detail untuk kemudian merumuskan

pada simpulan. Dengan demikian diperlukan adanya penalaran dalam

rangka pencarian (penemuan). Untuk dapat disebut ilmiah, metode

pencarian (method of inquiry) harus berbasis pada bukti-bukti dari

objek yang dapat diobservasi, empiris, dan terukur dengan prinsip-

prinsip penalaran yang spesifik.

Metode ilmiah umumnya memuat rangkaian kegiatan koleksi

data atau fakta melalui observasi dan eksperimen, kemudian

memformulasi dan menguji hipotesis. Sebenarnya apa yang kita

bicarakan dengan metode ilmiah merujuk pada: (1) adanya fakta, (2)

18

sifat bebas prasangka, (3) sifat objektif, dan (4) adanya analisa.

Selanjutnya secara sederhana pendekatan ilmiah merupakan suatu cara

atau mekanisme untuk mendapatkan pengetahuan dengan prosedur

yang didasarkan pada suatu metode ilmiah. Ada juga yang

mengartikan pendekatan ilmiah sebagai mekanisme untuk

memperoleh pengetahuan yang didasarkan pada struktur logis.

Dalam rangka Dies Natalis FIS UNY ke-48 oleh Abdul Ghafur

(2013), pemilihan pendekatan atau strategi pembelajaran yang

digunakan sangat menentukan lingkungan dan cara penyampaian

materi pembelajaran. Dengan strategi pembelajaran berbasis ilmiah,

pemikiran siswa menjadi sistematis dan akan lebih mudah memahami

kondisi sosial yang ada. "Penerapan pendekatan ilmiah tersebut bisa

dilakukan dengan perumusan perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.

Pada materi pembelajaran, pendekatan ilmiah dilakukan dengan

menggunakan fakta, konsep, prinsip dan prosedur yang mengandung

kebenaran melalui langkah-langkah ilmiah. Dengan cara ini

diharapkan persoalan sosial yang ada bisa dipahami atau diselesaikan

dengan baik".

Sains berasal dari lain scientia yang artinya pengetahuan.

Dalam bahasa German: Wissenscehafe yang berarti pengetahuan yang

tersusun secara sistematik. Sains bukan sekedar kumpulan

19

pengetahuan yang terisolasi atau sama lain akan tetapi telah

terorganisir secara sistematis. Pada umumnya istilah sains menunjuk

pada bidang umum ilmiah yaitu istilah yang dapat menimbulkan daya

tarik untuk menginteprestasi lebih dekat dengan penyelidikan.

Lampiran rumusan standar kompetensi lulusan seperti yang

tercantum pada Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor

54 tahun 2013 untuk tingkat SMA/ SMK adalah sebagai berikut:

Tabel 1. Standar Kompetensi Lulusan SMA/ SMK

Dimensi Kualifikasi Kemampuan

Sikap Memiliki perilaku yang mencerminkan sikap

orang beriman, berakhlak mulia, berilmu,

percaya diri, dan bertanggung jawab dalam

berinteraksi secara efektif dengan lingkungan

sosial dan alam serta dalam menempatkan diri

sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan

dunia

Pengetahuan Memiliki pengetahuan faktual, konseptual,

prosedural, dan metakognitif dalam ilmu

pengetahuan, teknologi, seni, dan budaya

dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan,

kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab

serta dampak fenomena dan kejadian.

Keterampilan Memiliki kemampuan pikir dan tindak yang

efektif dan kreatif dalam ranah abstrak dan

konkret sebagai pengembangan dari yang

dipelajari di sekolah secara mandiri.

(Sumber: Lampiran Permendikbud No 54 Tahun 2013)

20

Kompetensi inti tingkat SMA/ SMK terdiri atas dua

tingkatan, yaitu tingkat kompetensi ke lima yang mencakup kelas X

dan kelas XI, dan tingkat kompetensi ke enam untuk kelas XII.

Rumusan kompetensi yang relelevan bagi kelas X sesuai Peraturan

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 64 Tahun 2013 tentang

Standar Isi adalah sebagai berikut:

Tabel 2. Kompetensi Inti SMA/ SMK

Kompetensi Deskripsi Kompetensi

Sikap Spiritual 1. Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang

dianutnya

Sikap Sosial 2. Menghayati dan mengamalkan perilaku jujur,

disiplin, tanggung jawab, peduli (gotong royong,

kerjasama, toleran, damai), santun, responsif dan

pro-aktif dan menunjukkan sikap sebagai bagian dari

solusi atas berbagai permasalahan dalam berinteraksi

secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam

serta dalam menempatkan diri sebagai cerminan

bangsa dalam pergaulan dunia

Pengetahuan 1. Memahami, menerapkan, dan menganalisis

pengetahuan faktual, konseptual, prosedural, dan

metakognitif berdasarkan rasa ingin tahunya tentang

ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan

humaniora dengan wawasan kemanusiaan,

kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait

penyebab fenomena dan kejadian, serta menerapkan

pengetahuan prosedural pada bidang kajian yang

spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk

memecahkan masalah

Keterampilan 4. Mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah

konkret dan ranah abstrak terkait dengan

pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah

secara mandiri, bertindak secara efektif dan kreatif,

serta mampu menggunakan metoda sesuai dengan

kaidah keilmuan

(Sumber: Lampiran Permendikbud No 64 Tahun 2013)

21

Mengetahui hubungan keempat kompetensi inti dalam lingkup standar

kompetensi lulusan adalah sebagai berikut:

(Sumber: Lampiran Permendikbud No 64 Tahun 2013)

Gambar 2. Hubungan Keempat Kompetensi Inti dalam

Standar Kompetensi Lulusan

Pembelajaran berbasis ilmiah menjadi pendekatan yang

semakin modern untuk digunakan dalam berbagai pengaturan siswa

dari segala usia. Hal ini sangat cocok untuk digunakan dalam program

pembelajarn baru Kurikulum 2013. Bahwa pendekatan ilmiah metode

yang tepat dalam pembentukan karakter. Supaya dapat mendorong

siswa mampu melakukan seperti mencoba pemahaman baru dalam

pengetahuan ilmiah dengan mengamati pelajaran, mencoba bertanya,

menalar apa yang diberikan materi pelajaran, dan membuat sebuah

kesimpulan. Dengan demikian, siswa diarahkan untuk menemukan

22

sendiri berbagai fakta, membangun konsep, dan nilai-nilai baru yang

diperlukan untuk kehidupannya. Proses pembelajaran diarahkan pada

pengembangan keterampilan siswa dalam memproseskan

pengetahuan, menemukan dan mengembangkan.

b. Tujuan Metode Ilmiah

Adapun Tujuan metode pembelajaran dengan pendekatan

Ilmiah (scientific) didasarkan pada keunggulan pendekatan tersebut:

Beberapa tujuan pembelajaran pendekatan scientific adalah:

1) Untuk meningkatkan kemampuan intelek khususnya kemampuan

berpikir tingkat tinggi siswa.

2) Untuk membentuk kemampuan siswa dalam menyelesaikan suatu

masalah secara sistematik.

3) Terciptanya kondisi pembelajaran dimana siswa merasa bahwa

belajar itu merupakan suatu kebutuhan.

4) Diperolehnya hasil belajar yang tinggi.

5) Untuk melatih siswa dalam mengomunilasikan ide-ide, khususnya

dalam menulis artikel ilmiah.

6) Untuk mengembangkan karakter siswa.

Dari beberapa hal di atas dapat peneliti simpulkan bahwa

tujuan metode ilmiah pada keunggulan pendekatan ini untuk

membantu siswa dalam pembelajaran dan kemampuan berpikir kreatif.

23

c. Karakteristik Metode Ilmiah

Adapun karakteristik Pembelajaran dengan metode saintifik

memiliki karakteristik sebagai berikut:

1) Berpusat pada siswa.

2) Melibatkan keterampilan proses sains dalam mengonstruksi

konsep, hukum atau prinsip.

3) Melibatkan proses-proses kognitif yang potensial dalam

merangsang perkembangan intelek, khususnya keterampilan

berpikir tingkat tinggi siswa.

4) Dapat mengembangkan karakter siswa.

Dari beberapa hal di atas peneliti simpulkan bahwa

karakteristik metode pendekatan ilmiah untuk melibatkan siswa lebih

aktif dan berpusat pada kognitif siswa.

d. Prosedur Metode Ilmiah

Adapun Langkah-langkah Pembelajaran Ilmiah Scientific

Gambar 3. Langkah-langkah pembelajaran Ilmiah meliputi:

Mengamati, Menanya, Menalar, Mencoba, dan

Membentuk Jejaring (Sumber: Kemendikbud, 2013)

Proses pembelajaran pada Kurikulum 2013 untuk semua

jenjang dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan ilmiah

24

(saintifik). Langkah langkah pendekatan ilmiah (scientific appoach)

dalam proses pembelajaran meliputi menggali informasi melaui

pengamatan, bertanya, percobaan, kemudian mengolah data atau

informasi, menyajikan data atau informasi, dilanjutkan dengan

menganalisis, menalar, kemudian menyimpulkan, dan mencipta.

Untuk mata pelajaran, materi, atau situasi tertentu, sangat mungkin

pendekatan ilmiah ini tidak selalu tepat diaplikasikan secara

prosedural. Pada kondisi seperti ini, tentu saja proses pembelajaran

harus tetap menerapkan nilai-nilai atau sifat-sifat ilmiah dan

menghindari nilai-nilai atau sifat-sifat nonilmiah. Pendekatan

saintifik dalam pembelajaran disajikan sebagai berikut:

a) Mengamati (Observasi)

Metode mengamati mengutamakan kebermaknaan proses

pembelajaran (meaningfull learning). Metode ini memiliki keunggulan

tertentu, seperti menyajikan media obyek secara nyata, siswa senang

dan tertantang, dan mudah pelaksanaannya. Metode mengamati

sangat bermanfaat bagi pemenuhan rasa ingin tahu siswa.

Sehingga proses pembelajaran memiliki kebermaknaan yang tinggi.

Kegiatan mengamati dalam pembelajaran sebagaimana disampaikan

dalam Permendikbud Nomor 81a, hendaklah guru membuka secara

luas dan bervariasi kesempatan siswa untuk melakukan pengamatan

25

melalui kegiatan: melihat, menyimak, mendengar, dan membaca. Guru

memfasilitasi siswa untuk melakukan pengamatan, melatih mereka

untuk memperhatikan (melihat, membaca, mendengar) hal yang

penting dari suatu benda atau objek. Adapun kompetensi yang

diharapkan adalah melatih kesungguhan, ketelitian, dan mencari

informasi.

b) Menanya

Dalam kegiatan menanya, guru membuka kesempatan

secara luas kepada siswa untuk bertanya mengenai apa yang sudah

dilihat, disimak, dibaca. Guru perlu membimbing siswa untuk dapat

mengajukan pertanyaan. Pertanyaan tentang hasil pengamatan objek

yang konkrit sampai kepada yang berkenaan dengan fakta, konsep,

prosedur, atau pun hal lain yang lebih abstrak. Pertanyaan yang

bersifat faktual sampai kepada pertanyaan yang bersifat hipotetik.

Dari situasi di mana siswa dilatih menggunakan pertanyaan dari

guru, masih memerlukan bantuan guru untuk mengajukan pertanyaan

sampai ketingkat di mana siswa mampu mengajukan pertanyaan

secara mandiri. Dari kegiatan kedua dihasilkan sejumlah pertanyaan.

Melalui kegiatan bertanya dikembangkan rasa ingin tahu siswa.

Semakin terlatih dalam bertanya maka rasa ingin tahu semakin

dapat dikembangkan. Pertanyaan tersebut menjadi dasar untuk

26

mencari informasi yang lebih lanjut ditentukan oleh guru sampai

yang ditentukan siswa, dari sumber yang tunggal sampai sumber yang

beragam. Adapun kompetensi yang diharapkan dalam kegiatan ini

adalah mengembangkan kreativitas, rasa ingin tahu, kemampuan

merumuskan pertanyaan untuk membentuk pikiran kritis yang perlu

untuk hidup cerdas dan belajar sepanjang hayat.

c) Mengumpulkan Informasi

Kegiatan mengumpulkan informasi merupakan tindak lanjut

dari bertanya. Kegiatan ini dilakukan dengan menggali dan

mengumpulkan informasi dari berbagai sumber melalui berbagai cara.

Untuk itu siswa dapat membaca buku yang lebih banyak,

memperhatikan fenomena atau objek yang lebih teliti, atau bahkan

melakukan eksperimen. Dari kegiatan tersebut terkumpul sejumlah

informasi. Dalam Permendikbud Nomor 81a Tahun 2013, aktivitas

mengumpulkan informasi dilakukan melalui eksperimen, membaca

sumber lain selain buku teks, mengamati objek/ kejadian/, aktivitas

wawancara dengan nara sumber dan sebagainya. Adapun kompetensi

yang diharapkan adalah mengembangkan sikap teliti, jujur, sopan,

menghargai pendapat orang lain, kemampuan berkomunikasi,

menerapkan kemampuan mengumpulkan informasi melalui berbagai

cara yang dipelajari, mengembangkan kebiasaan belajar.

27

d) Mengasosiasikan/ Mengolah Informasi/ Menalar

Kegiatan mengasosiasi/ mengolah informasi/ menalar dalam

kegiatan pembelajaran sebagaimana disampaikan Permendikbud

Nomor 81a Tahun 2013, adalah memproses informasi yang sudah

dikumpulkan baik terbatas dari hasil kegiatan mengumpulkan/

eksperimen maupun hasil dari kegiatan mengamati dan kegiatan

mengumpulkan informasi. Pengolahan informasi yang dikumpulkan

dari yang bersifat menam bah keluasan dan kedalaman sampai

kepada pengolahan informasi yang bersifat mencari solusi dari

berbagai sumber yang memiliki pendapat yang berbeda sampai

kepada Pendekatan dan Strategi Pembelajaran yang bertentangan.

Kegiatan ini dilakukan untuk menemukan keterkaitan satu informasi

dengan informasi lainya, menemukan pola dari keterkaitan

informasi tersebut. Adapun kompetensi yang diharapkan adalah

mengembangkan sikap jujur, teliti, disiplin, taat aturan, kerja keras,

kemampuan menerapkan prosedur dan kemampuan berpikir induktif

serta deduktif dalam menyimpulkan. Aktivitas ini juga diistilahkan

sebagai kegiatan menalar, yaitu proses berfikir yang logis dan

sistematis atas fakta-kata empiris yang dapat diobservasi untuk

memperoleh simpulan berupa pengetahuan. Aktivitas menalar dalam

konteks pembelajaran pada Kurikulum 2013 dengan pendekatan

28

ilmiah banyak merujuk pada teori belajar asosiasi atau pembelajaran

asosiatif. Istilah asosiasi dalam pembelajaran merujuk pada

kemamuan mengelompokkan beragam ide dan mengasosiasikan

beragam peristiwa untuk kemudian memasukannya menjadi

penggalan memori.

e) Menarik kesimpulan

Kegiatan menyimpulkan dalam pembelajaran dengan

pendekatan saintifik merupakan kelanjutan dari kegiatan mengolah

data atau informasi. Setelah menemukan keterkaitan antar

informasi dan menemukan berbagai pola dari keterkaitan tersebut,

selanjutnya secara bersama-sama dalam satu kesatuan kelompok,

atau secara individual membuat kesimpulan.

f) Mengkomunikasikan

Pada pendekatan scientific guru diharapkan memberi

kesempatan kepada siswa untuk mengkomunikasikan apa yang telah

mereka pelajari. Kegiatan ini dapat dilakukan melalui menuliskan

atau menceritakan apa yang ditemukan dalam kegiatan mencari

informasi, mengasosiasikan dan menemukan pola. Hasil tersebut

disampikan di kelas dan dinilai oleh guru sebagai hasil belajar

siswa atau kelompok siswa tersebut. Kegiatan mengkomunikasikan

dalam kegiatan pembelajaran sebagaimana Pendekatan dan Strategi

29

Pembelajaran disampaikan dalam Permendikbud Nomor 81a Tahun

2013, adalah menyampaikan hasil pengamatan, kesimpulan

berdasarkan hasil analisis secara lisan, tertulis, atau media lainnya.

Adapun kompetensi yang diharapkan dalam kegiatan ini adalah

mengembangkan sikap jujur, teliti, toleransi, kemampuan berpikir

sistematis, mengungkapkan pendapat dengan singkat dan jelas, dan

mengembangkan kemampuan berbahasa yang baik dan benar.

e. Metode Ilmiah dalam Pembelajaran

Kegiatan pembelajaran meliputi tiga kegiatan pokok, yaitu

kegiatan pendahuluan, kegiatan inti, dan kegiatan penutup. Kegiatan

pendahuluan bertujuan untuk menciptakan suasana awal pembelajaran

yang efektif yang memungkinkan siswa dapat mengikuti proses

pembelajaran dengan baik. Sebagai contoh ketika memulai

pembelajaran, guru menyapa anak dengan nada bersemangat dan

gembira (mengucapkan salam), mengecek kehadiran para siswa dan

menanyakan ketidakhadiran siswa apabila ada yang tidak hadir.

Dalam metode ilmiah tujuan utama kegiatan pendahuluan adalah

memantapkan pemahaman siswa terhadap konsep-konsep yang

telah dikuasai yang berkaitan dengan materi pelajaran baru yang

akan dipelajari oleh siswa. Dalam kegiatan ini guru harus

mengupayakan agar siswa yang belum paham suatu konsep dapat

30

memahami konsep tersebut, sedangkan siswa yang mengalami

kesalahan konsep, kesalahan tersebut dapat dihilangkan. Pada

kegiatan pendahuluan, disarankan guru menunjukkan fenomena

atau kejadian “aneh” atau “ganjil” (discrepant event) yang dapat

menggugah timbulnya pertanyaan pada diri siswa. Kegiatan inti

merupakan kegiatan utama dalam proses pembelajaran atau dalam

proses penguasaan pengalaman belajar (learning experience)

siswa. Kegiatan inti dalam pembelajaran adalah suatu proses

pembentukan pengalaman dan kemampuan siswa secara terprogram

yang dilaksanakan dalam durasi waktu tertentu.

Kegiatan inti dalam metode ilmiah ditujukan untuk

terkonstruksinya konsep, hukum atau prinsip oleh siswa dengan

bantuan dari guru melalaui langkah-langkah kegiatan yang diberikan

di muka. Pendekatan dan Strategi Pembelajaran Kegiatan penutup

ditujukan untuk dua hal pokok. Pertama, validasi terhadap konsep,

hukum atau prinsip yang telah dikonstruk oleh siswa. Kedua,

pengayaan materi pelajaran yang dikuasai siswa Kegiatan penutup

ditujukan untuk dua hal pokok. Pertama, validasi terhadap konsep,

hukum atau prinsip yang telah dikonstruk oleh siswa. Kedua,

pengayaan materi pelajaran yang dikuasai siswa (Sumber:

Kemendikbud, 2013).

31

Dari beberapa hal di atas dapat peneliti simpulkan bahwa

metode ilmiah scientific merupakan metode pembelajaran yang

memberikan penanaman baru terhadap siswa dan untuk melatih

kreativitas siswa dalam melaksanakan pembelajaran.

2. Tinjauan Mengenai Pembentukan Karakter

Dalam tinjauan mengenai pembentukan karakter akan

dijelaskan tentang Pengertian karakter dan Pendidikan Karakter,

Pengertian Karakter Tanggung Jawab, Tujuan Pembentukan Karakter,

Jenis-jenis Pendidikan Karakter, dan Faktor-faktor Pembentukan

Karakter.

a. Pengertian Karakter dan Pendidikan Karakter

Karakter adalah nilai-nilai yang melandasi perilaku manusia

berdasarkan norma agama, kebudayaan, hukum/konstitusi, adat

istiadat, dan estetika. Pendidikan karakter adalah suatu sistem

penanaman nilai-nilai perilaku (karakter) kepada warga sekolah yang

meliputi pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk

melaksanakan nilai-nilai, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa, diri

sendiri, sesama, lingkungan, maupun kebangsaan sehingga menjadi

insan kamil (Tim Pendidikan Karakter. 2010: 11).

32

Karakter Bangsa adalah kualitas perilaku kolektif kebangsaan

yang khas-baik yang tecermin dalam kesadaran, pemahaman, rasa,

karsa, dan perilaku berbangsa dan bernegara sebagai hasil olah pikir,

olah hati, olah rasa dan karsa, serta olah raga seseorang atau

sekelompok orang. Karakter bangsa Indonesia akan menentukan

perilaku kolektif kebangsaan Indonesia yang khas-baik yang tecermin

dalam kesadaran, pemahaman, rasa, karsa, dan perilaku berbangsa dan

bernegara Indonesia yang berdasarkan nilai-nilai Pancasila, norma

UUD 1945, keberagaman dengan prinsip Bhinneka Tunggal Ika, dan

komitmen terhadap NKRI (Kebijakan Nasional Pembangunan

Karakter Bangsa, 2010 : 7) Pendidikan karakter rakyat menurut Bung

Hatta, adalah: mandiri, tahu hak dan kewajiban, mau mengambil

tanggung jawab (Rikard Bagun.2002: xix).

Bahwa strategi implementasi pendidikan karakter yang

ditekankan adalah memotivasi guru dan pengembangan kultur sekolah

menjadi daya efektivitas. Dalam keterkaitan ini, Zamroni (2011:175)

menawarkan strategi implementasi pendidikan karakter, sbb.:

1) Tujuan, sasaran dan target yang akan dicapai harus jelas

konkret.

2) Pendidikan karakter akan lebih efektif dan efesien kalau

dikerjakan tidak hanya oleh sekolah, melainkan harus ada

kerjasama antara sekolah dengan orang tua siswa.

3) Menyadarkan pada semua guru akan peran yang penting dan

bertanggung jawab dalam keberhasilan melaksanakan dan

mencapai tujuan pendidikan karakter.

33

4) Kesadaran guru akan perlunya “hiden curriculum” sebagai

instrument yang amat penting dalam pengembangan karakter

peserta didik.

5) Dalam melakukan pembelajaran guru harus menekankan pada

daya kritis dan kreatif peserta didik, kemampuan bekerja sama,

dan ketrampilan mengambil keputusan.

6) Kultur sekolah harus dimanfaatkan dalam pengembangan

karakter peserta didik.

7) Pada hakekatnya salah satu fase pendidikan karakter adalah

merupakan proses pembiasaan dalam kehidupan sehari-hari.

Kultur sekolah yang kondusif bagi pengembangan karakter

perlu diciptakan. Kultur sekolah adalah norma-norma, nilai-

nilai, keyakinan, sikap, harapan-harapan, dan tradisi yang ada

di sekolah dan telah diwariskan antar generasi, dipegang

bersama yang mempengaruhi pola pikir, sikap dan pola

tindakan seluruh warga. Pembelajaran yang baik hanya dapat

berlangsung pada sekolah yang memiliki kultur positif. Suatu

kultur sekolah yang sehat akan berdampak kesuksesan siswa

dan guru dibandingkan dengan dampak bentuk reformasi

pendidikan yang lain (Zamroni, 2009).

Menurut Sardiman dkk, (2010: 2) pendidikan karakter adalah

suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah

yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan

tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut, baik terhadap Tuhan

Yang Maha Esa, diri sendiri sesama, lingkungan, maupun kebangsaan

sehingga menjadi manusia insan kamil. Sedangkan menurut Suyanto

(2010), karakter adalah cara berpikir dan berperilaku yang menjadi

cirri khas tiap individu untuk hidup dan bekerja sama, baik dalam

lingkup keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Individu yang

berkarakter baik adalah individu yang bisa membuat keputusan dan

siap mempertanggungjawabkan tiap akibat dari keputusan yang ia

34

buat. Sementara, pendidikan karakter adalah pendidikan budi pekerti

plus, yaitu yang melibatkan aspek pengetahuan (cognitive), perasaan

(feeling), dan tindakan (action). Tanpa ketiga aspek ini maka

pendidikan karakter tidak akan efektif. Dengan pendidikan karakter

yang diterapkan secara sistematis dan berkelanjutan, lanjut Suyanto,

seorang anak akan cerdas emosinya. Kecerdasan emosi ini adalah

bekal penting dalam mempersiapkan anak menyongsong masa depan,

karena sesorang akan lebih mudah dan berhasil menghadapi segala

macam tantangan kehidupan, termasuk tantangan untuk berhasil secara

akademis.

Sedangkan Menurut Udin S. Winaputra bahwa kita harus

meyakini seluruh komponen bangsa pembangunan budaya dan

karakter bangsa itu merupakan hal yang sangat penting. Bung Karno

berpesan kepada bangsa Indonesia, bahwa tugas berat untuk mengisi

kemerdekaan adalah membangun karakter bangsa. Ir Soekrno

menyatakan dalam pidato politiknya menyebutkan kata-kata seperti

yang terucap nation and character building. Beliau menyadari bahwa

pembangunan karakter bangsa itu sebagai bagian dari komitmen

kebangsaan dan amanat konstitusi yang secara tegas tersurat dalam

Pembukaan UUD 1945 yang merupakan semangat dan simbolisasi

sejarah panjang Indonesia, sejak sebelum tahun 1908, sampai

Proklamasi 17 Agustus 1945 dengan nilai-nilai perjuangan yang

35

terkandung didalamnya. Oleh karena itu, tepat rumusan salah satu misi

pembangunan nasional sebagaimana tercantum pada UU RI. No. 17

Tahun 2007 yakni, “terwujudnya karakter bangsa yang tangguh,

kompetitif, berakhlak mulia, dan bermoral berdasarkan Pancasila,

yang dicirikan dengan watak dan perilaku manusia dan masyarakat

Indonesia yang beragam, beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang

Maha Esa, berbudi luhur, bertoleran, bergotong royong, berjiwa

patriotik, berkembang dinamis, dan berorientasi ipteks” (Tim

Pendidikan Karakter, 2010: 2)

Menurut Susilo Bambang Yudhoyono dalam pidato Peringatan

Hari Pendidikan Nasional 2 Mei 2010. Menyatakan di Indonesia akhir-

akhir ini menjadi isu yang sangat hangat sejak Pendidikan Karakter

dicanangkan. Tekad pemerintah untuk menjadikan pengembangan

karakter dan budaya bangsa sebagai bagian yang tak terpisahkan dari

sistem pendidikan nasional harus didukung secara serius. Tentunya,

karakter bangsa hanya semata dapat dibentuk dari program

pendidikanatau proses pembelajaran di dalam kelas. Akan tetapi, kalau

memang pendidikan bermaksud serius untuk membentuk karakter

generasi bangsa, ada banyak hal yang harus dilakukan, butuh

penyadaran terhadap para pendidik dan pelaksana kebijakan

pendidikan. (Fatchul Mu’in, 2011: 323).

36

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan

bahwa pendidikan karakter adalah pendidikan nilai, pendidikan budi

pekerti, pendidikan moral, pendidikan watak, atau pendidikan akhlak

yang bertujuan untuk mengembangkan kemampuan siswa memberikan

keputusan baik-buruk, mewujudkan kebaikan dalam kehidupan sehri-

hari. Pendidikan karakter suatu penanaman nilai-nilai perilaku karakter

kepada keluarga, sekolah, dan masyarakat meliputi komponen

pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk

melaksanakan nilai-nilai tersebut, baik tehadap Tuhan Yang maha Esa,

diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun bangsa dan negara.

b. Pengertian Karakter Tanggung Jawab

Karakter Tanggung Jawab adalah: merupakan unsur penting

bagi pengembangan pendidikan karakter karena terkait dengan

ekspresi kebebasan manusia terhadap dirinya sendiri dan orang lain.

Tanggung jawab ini memiliki tiga dimensi, yaitu tanggung jawab

kepada (relasi antara individu dengan orang lain), tanggung jawab bagi

(hubungan individu dengan dirinya sendiri), serta tanggung jawab

terhadap (hubungan individu terkait dengan tugas dan tanggung

jawabnya di dalam masyarakat). Diri sendiri, masyarakat, lingkungan

(alam, sosial, dan budaya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa.

37

Tanggung jawab (Responsibility) bisa disebut juga seperti

sikap tanggung jawab menunjukkan apakah orang itu punya karakter

yang baik atau tidak. Orang yang lari dari tanggung jawab sering tidak

disukai artinya adalah karakter yang buruk. Pada dasarnya, hidup ini

dipenuhi dengan pilihan life is full of choices. Kita bisa memilih apa

saja yan kita inginkan memilih suatu benda atau barang, memilih

bertindak, dan kadang memilih bersikap (Fatchul Mu’in, 2011: 215).

Berdasarkan beberapa pendapat diatas bahwa pembentukan

karakter tanggung jawab adalah perilaku yang berhubungan dengan

sikap moral, akhlak dan perbuatan yang mengandung nilai yang positif

selalu berkaitan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama,

keluarga dan masyarakat. Itu semua merupakan untuk mebentuk

karakter siswa supaya tanggung jawab dalam kehidupan sehari-hari

supaya individu bisa bersosialisasi dalam bermasyarakat.

c. Proses Pembentukan Karakter

Pada dasarnya pendidikan karakter lebih mengutamakan

pertumbuhan moral individu yang ada dalam lembaga pendidikan.

Menurut Doni Koesuma A. (2007: 134) disebutkan bahwa tujuan

pendidikan karakter adalah pendidikan karakter semestinya diletakkan

dalam kerangka dinamis dialektis, berupa tanggapan individu terhadap

sosial dan kultural yang melingkupinya, untuk dapat menempatkan

38

dirinya menjadi sempurna sehingga potensi-potensi yang ada di dalam

dirinya berkembang secara penuh yang membuatnya semakin menjadi

manusiawi.

Proses pendidikan karakter dipandang sebagai usaha sadar dan

terencana, bukan usaha yang sifatnya terjadi secara kebetulan. Atas

dasar ini, pendidikan karakter adalah usaha sungguh-sungguh untuk

memahami, membentuk, memupuk nilai-nilai etika, baik untuk diri

sendiri maupun semua warga masyarakat secara keseluruhan (Saptono,

2011: 23). Semakin menjadi manusiawi berarti juga semakin menjadi

makhluk yang mampu berelasi secara sehat dengan lingkungan di luar

dirinya tanpa kehilangan otonomi dan kebebasannya sehingga dapat

bertanggung jawab. Tujuan pendidikan karakter adalah untuk

meningkatkan mutu penyelenggaraan dan hasil pendidikan yang

mengarah pada pencapaian pembentukan karakter dan akhlah mulia

siswa secara utuh, terpadu, dan seimbang (Masnur Muslich, 2011: 81).

d. Tujuan pendidikan karakter

Adapun tujuan pendidikan karakter yaitu:

1) Mengembangkan potensi kalbu/ nurani/ afektif siswa sebagai

manusia dan warga Negara yang memilki nilai-nilai budaya

dan karakter bangsa;

2) Mengembangkan kebiasaan dan perilaku siswa yang terpuji

dan sejalan dengan nilai-nilai universal dan tradisi budaya

bangsa yang religius;

39

3) Menanamkan jiwa kepemimpinan dan tanggung jawab siswa

sebagai generasi penerus bangsa;

4) Mengembangkan kemampuan siswa menjadi manusia yang

mandiri, kreatif, berwawasan kebangsaan; dan

5) Mengembangkan lingkungan kehidupan sekolah sebagai

lingkungan belajar yang aman, jujur, penuh kreativitas dan

persahabatan, serta dengan rasa kebangsaan yang tinggi dan

penuh kekuatan (dignity) (Kemendiknas. 2010. b: 7).

Salah satu upaya untuk mewujudkan pendidikan seperti di atas,

para siswa harus dibekali dengan pendidikan khusus yang membawa

misi pokok dalam pembinaan karakter mulia. Pendidikan seperti ini

dapat memberi arah kepada para peserta didik setelah menerima

berbagai ilmu maupun pengetahuan dalam bidang studi (jurusan)

masing-masing, sehingga mereka dapat mengamalkannya ditengah-

tengah masyarakat dengan tetap berpatokan pada nilai-nilai kebenaran

dan kebaikan yang universal. Arah dan tujuan pendidikan nasional

kita, seperti diamanatkan oleh UUD 1945, adalah peningkatan iman

dan takwa serta pembinaan akhlak mulia para peserta didik yang

dalam hal ini adalah seluruh warga negara yang mengikuti proses

pendidikan diIndonesia.

Amanat konstitusi kita ini dengan tegas memberikan perhatian

yang besar akan pentingnya pendidikan karakter (akhlak mulia) dalam

setiap proses pendidikan dalam membantu membumikan nilai-nilai

agama dan kebangsaan melalui ilmu pengetahuan dan teknologi yang

40

diajarkan kepada seluruh siswa. Keluarnya undang-undang tentang

Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), yakni UU No. 20 Tahun

2003, menegaskan kembali fungsi dan tujuan Pendidikan Nasional

kita. Pada pasal 3 Undang-Undang ini ditegaskan, Pendidikan

Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk

watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka

mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya

potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan

bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,

berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang

demokratis serta bertanggung jawab.

Berdasarkan beberapa pendapat diatas, dapat disimpulkan

bahwa tujuan pendidikan karakter adalah untuk menanamkan nilai-

nilai dan pembaruan tata kehidupan sehingga dapat membentuk

karakter dan akhlak mulia siswa untuk mengembangkan kemampuan

dan menentukan keputusan baik-buruk, serta mewujudkan kebaikan

itu dalam kehidupan sehari-hari dengan sepenuh hati.

e. Jenis-Jenis Pendidikan Karakter

Adapun jenis-jenis pendidikan karakter yaitu ada empat yang

selama ini dikenal dan dilaksanakan dalam proses pendidikan (Yahya

Khan, 2010: 2) yaitu:

41

1) Pendidikan karakter berbasis nilai religius, contoh manusia

mempunyai hak dalam beribadah sesuai dengan kepercayaan

dan keyakinan masing-masing.

2) Pendidikan karakter berbasis nilai budaya, contoh warga

negara Indonesia wajib mengamalkan Pancasila.

3) Pendidikan karakter berbasis lingkungan, contoh manusia yang

mempunyai karakter baik tidak membuang sampah

sembarangan.

4) Pendidikan karakter berbasis potensi diri, contoh sebagai calon

pendidik (guru) mempunyai kualitas sebagai guru professional.

f. Faktor-faktor Pembentukan Karakter

Dalam pembentukan karakter faktor yang paling utama adalah

faktor internal diri sendiri dan lingkungan keluarga. Secara umum

orang-orang memandang bahwa keluarga merupakan sumber

pendidikan moral yang paling utama bagi anak-anak. Orang tua adalah

guru pertama mereka dalam pendidikan moral. Mereka memberikan

pengaruh paling lama terhadap perkembangan moral anak-anak:

disekolah, para guru pengajar akan berubah setiap tahunnya, tetapi

diluar sekolah anak-anak tentunya memiliki setidaknya satu orang tua

yang memberikan bimbingan dan membesarkan kita selama bertahun-

tahun.

Faktor yang kedua adalah faktor eksternal yaitu sekolah dan

masyarakat, saat ini semakin banyak bukti menunjukkan bahwa

sekolah perubahan dalam pengembangan karakter. Meskipun sekolah

mampu meningkatkan pemahaman awal para siswanya ketika mereka

42

ada disekolah, kemudian bukti-bukti yang ada menunjukkan bahwa

sekolah mampu melaksanakan hal tersebut. Sikap baik yang dimilki

oleh anak-anak tersebut perlahan menghilang jika nilai-nilai yang telah

diajarkan disekolah tersebut tidak mendapatkan dukungan dari

lingkungan rumah. Dengan alasan tersebut, sekolah dan keluarga

haruslah seiring dalam menyikapi masalah yang muncul. Dengan

adanya kerja sama antara kedua pihak, kekuatan yang sesungguhnya

dapat dimunculkan untuk meningkatkan nilai moral sebagai seorang

manusia dan untuk mengangkat kehidupan moral di negeri ini

(Lickona Thomas, 1991: 48-57).

Kemudian di lingkungan sekolah adanya perilaku yang baik

misalnya tidak mencontek pada saat ujian dan patuh akan tata tertib

sekolah karakter kita akan menjadi lebih baik apabila kita terapkan di

dalam masyarakat seperti tetangga, teman sebaya, dan masyarakat

luas. Individu/ siswa di bina dan akan terbiasa dengan perubahan

untuk menjadi lebih baik maka kita tanamkan dalam pembentukan

karakter supaya siswa lebih mengerti tentang perilaku yang baik dan

yang buruk supaya tidak terjerumus kedalam pergaulan yang tidak

diinginkan.

Membentuk sebuah karakter yang baik adalah dengan

pembentukan karakter dan membutuhkan proses yang lama. Faktor

tersebut bisa mendorong agar siswa bisa mendapatkan perlindungan.

43

Seperti dikatakan diatas faktor paling utama adalah faktor internal dari

diri sendiri kemudian dari orang tua apabila orang tua mereka

mendidik dengan penuh kasih sayang dan pola asuh yang cukup

memenuhi kebutuhan psikologi anak maka anak itu akan merasa

nyaman dirumah. Perilaku/ tingkah laku anak akan menjadikan

seseorang lebih baik dan sopan terhadap diri sendiri dan sesama.

Kemudian faktor kedua yang mempengaruhi dalam pembentukan

karakter yaitu faktor eksternal seperti lingkungan sekolah, aturan,

sistem, kultur/ budaya. Mengapa dari lingkungan sekolah karena guru

adalah orang tua kedua bagi anak yang membutuhkan kasih sayang

dan pendidikan yang cukup agar anak tersebut bisa merasakan

kelengkapan akan kebutuhan psikologisnya. faktor eksternal lainnya

adalah masyarakat setelah mendapatkan pembelajaran dari keluarga,

sekolah kemudian kita terapkan kedalam masyarakat dan anak-anak

tersebut lebih memahami dasar dari pembentukan karakter supaya bisa

beradaptasi dengan lingkungan sekitar. Jadi kedua faktor internal dan

faktor eksternal ini yang bisa membentuk karakter anak menjadi lebih

tanggung jawab kepada Tuhan, diri sendiri, orang tua, guru, dan

masyarakat.

44

3. Pendidikan Kewarganegaraan

Untuk memahami tentang mata pelajaran Pendidikan

Kewarganegaraan berikut akan diuraikan pengertian Pendidikan

Kerwaganegaraan, Tujuan dan Fungsi Pendidikan Kewarganegaraan,

Ruang lingkup Pendidikan Kewarganegaraan, Pendidikan

Kewarganegaraan Sebagai Pendidikan Demokrasi dan Karakter,

Penerapan Metode Ilmiah dalam Pembelajaran PKn.

a. Pengertian pendidikan Kewarganegaraan

Pendidikan Kewarganegaraan (civic education) merupakan

salah satu bidang kajian yang mengemban misi nasional untuk

mencerdaskan kehidupan bangsa Indonesia melalui koridor “value

based education” (Sunarso dkk, 2006: 1). Mata pelajarn ini wajib

harus dimuat dalam kurikulum pendidikan dasar dan menengah serta

pendidikan tinggi. Dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan

Nasional (Sisdiknas) Pasal 37 ayat (1) dinyatakan bahwa kurikulum

pendidikan dasar dan menengah wajib memuat “Pendidikan

Kewarganegaraan”. Sementara itu pada bagian penjelasan pasal 37

dikemukakan bahwa “Pendidikan Kewarganegaraan dimaksudkan

untuk membentuk siswa menjadi manusia yang memiliki rasa

kebangsaan dan cinta tanah air”. Pernyataan yang dimuat dalam

undang-undang tersebut merupakan landasan yuridis formal

45

pentingnya Pendidikan Kewarganegaraan dalam sistem pendidikan

nasional.

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia

Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi menyebutkan bahwa mata

pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan merupakan mata pelajaran

yang memfokuskan pada pembentukan warganegaranya yang

memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan kewajibannya

untuk menjadi warganegara Indonesia yang cerdas, terampil, dan

berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945.

Sedangkan fungsi dari Pendidikan Kewarganegaraan adalah sebagai

wahana untuk membentuk warga negara cerdas, terampil, dan

berkarakter yang setia kepada bangsa dan negara Indonesia dengan

merefleksikan dirinya dalam kebiasaan berpikir dan bertindak sesuai

dengan amanat Pancasila dan UUD 1945.

Melalui metode pembelajaran Pendekatan Ilmiah Scientific

dikembangkan tiga kemampuan dasar yang meliputi: sikap,

keterampilan, dan pengetahuan. Melalui metode pembelajaran ini

terbudayakannya kecakapan berpikir ilmiah, berpikir kreatif siswa.

Model pembelajaran mampu menghasilkan kemampuan untuk belajar.

Bukan saja diperolehnya sejumlah pengetahuan, keterampilan, dan

sikap itu diperoleh siswa.

46

b. Tujuan dan Fungsi Pendidikan Kewarganegaraan

Menurut Cholisin (2000: 12), tujuan PKn adalah membentuk

warga negara yang lebih baik dan mempersiapkannya untuk masa

depan. Menurut Standar Isi, mata pelajaran Pendidikan

Kewarganegaraan bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan:

1. Berpikir secara kritis, rasional, dan kreatif dalam

menanggapi isu kewarganegaraan.

2. Berpartisipasi secara aktif dan bertanggung jawab, dan

bertindak secara cerdas dalam kegiatan bermasyarakat,

berbangsa, dan bernegara serta anti korupsi.

3. Berkembang secara positif dan demokratis untuk

membentuk diri berdasarkan pada karakter-karakter

masyarakat Indonesia agar dapat hidup bersama dengan

bangsa-bangsa lain.

4. Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam percaturan

dunia secara langsung atau tidak langsung dengan

memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi.

(Lampiran Permendiknas No. 22 tahun 2006 tentang

Standar Isi).

Dikemukakan bahwa tujuan Pendidikan Kewarganegaraan di

Indonesia adalah membentuk warga negara yang baik (a good citizen)

yaitu cerdas, terampil, dan berkarakter sesuai dengan sesuai dengan

Pancasila dan UUD 1945. Untuk membentuk warga negara yang baik

maka role (peran) harus dibina dan dikembangkan dengan baik. Role

(peran) tersebut antara lain: Peran aktif yakni memberikan masukan,

mengkritisi kebijakan pubik; Peran pasif yakni mematuhi kebijakan

pemerintah; Peran positif yakni meminta kepada pemerintah untuk

memenuhi kebutuhan dasarnya supaya sebagai warga negara dapat

47

hidup sejahtera; Peran negatif yakni menolak segala bentuk intervensi

pemerintah yang berkenaan dengan hal-hal yang berkaitan dengan

masalah urusan pribadi (privasi).

Mata pelajaran PKn (Pendidikan Kewarganegaraan)

merupakan salah satu mata pelajaran yang memegang peranan penting

dalam pendidikan karena dalam pelajaran PKn membekali siswa

dengan berbagai kemampuan tentang cara bersosialisasi dan

berinteraksi dengan baik dilingkungan keluarga, sekolah dan

masyarakat. Oleh karena itu, keterlibatan siswa dalam kegiatan belajar

mata pelajaran PKn memberikan pengaruh terhadap pembentukan

karakter yang maksimal. Karakter dapat dijadikan sebagai ukuran

keberhasilan dan kemajuan belajar siswa.

Fungsi Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) adalah sebagai

wahana untuk membentuk warga negara cerdas, terampil, dan

berkarakter yang setia kepada bangsa dan negara Indonesia dengan

mereflesikan dirinya dalam kebiasaan berpikir dan bertindak sesuai

dengan amanat Pancasila dan UUD 1945 (Sunarso dkk, 2006: 5).

48

c. Ruang Lingkup Pendidikan Kewarganegaraan

Menurut Lampiran Permendiknas No. 22 Tahun 2006 tentang

Standar Isi Pendidikan Nasional, ruang lingkup Pendidikan

Kewarganegaraan meliputi aspek-aspek sebagai berikut:

1) Persatuan dan Kesatuan bangsa, meliputi: hidup rukun dalam

perbedaan cinta lingkungan, kebanggaan sebagai bangsa

Indonesia, Sumpah Pemuda, Keutuhan NKRI, partisipasi

dalam pembelaan negara, sikap positif terhadap NKRI,

keterbukaan dan jaminan keadilan.

2) Norma, hukum dan peraturan, meliputi: tata tertib dalam

keluarga, tata tertib di sekolah, norma yang berlaku dalam

masyarakat, peraturan-peraturan daerah, sistem hukum dan

peradilan nasional HAM, pemajuan, penghormatan dan

perlindungan HAM.

3) Hak asasi manusia, meliputi: hak dan kewajiban anak, hak

adan kewajiban anggota masyarakat, instrument nasional dan

internasional HAM, pemajuan, penghormatan, dan

perlindungan HAM.

4) Kebutuhan warga negara, meliputi: hidup gotong royong,

harga diri sebagai warga masyarakat, kebebasan berorganisasi,

kemerdekaan mengeluarkan pendapat, menghargai keputusan

bersama, prestasi diri, persamaan kedudukan warga negara.

5) Konstitusi Negara, meliputi: Proklamasi kemerdekaan dan

konstitusi pertama, konstitusi-konstitusi yang pernah berlaku di

Indonesia, hubungan dasar negara dengan konstitusi.

6) Kekuasaan dan politik: Pemerintahan desa dan kecamatan,

pemda dan otonomi, demokrasi dan sistem politik, upaya

demokrasi menuju masyarakat madani, sistem pemerintahan,

pers dalam masyarakat demokrasi.

7) Pancasila meliputi: kedudukan Pancasila sebagai dasar dan

ideologi Negara, proses perumusan Pancasila, Pengalaman

nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari.

8) Globalisasi, meliputi: globalisasi di lingkungannya, politik luar

negeri Indonesia, dampak globalisasi, hubungan internasional

dan organisasi internasional, dan mengevaluasi globalisasi.

49

Beberapa materi PKn di atas memuat nilai-nilai yang dapat

membentuk karakter siswa. Beberapa karakter yang dimuat oleh nilai-

nilai materi mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan antara lain:

nasionalis, kepatuhan pada aturan sosial, menghargai keberagaman,

kesadaran akan hak dan kewajiban diri dan orang lain, bertanggung

jawab, berpikir logis, kritis, kreatif, inovatif dan mandiri.

d. Pendidikan Karakter dalam Pembelajaran Pendidikan

Kewarganegaraan

Menurut Hoge (dalam Samsuri, 2011: 15) yang menjadi

perhatian dan fokus dalam pembelajaran PKn adalah menemukan

pengetahuan dan keterampilan kewarganegaraan mengenai masalah

sosial dan masyarakat. Pendidikan Kewarganegaraan merupakan

kajian ilmu yang potensial bagi pengembangan tugas-tugas

pembelajaran yang kaya nilai. Menurut Rahmat Mulyana (2004: 17)

pengembangan pendidikan nilai dalam kurikulum sekolah bukan hal

yang baru. Setiap pengajaran dan bimbingan yang dilakukan pendidik

sudah tentu melibatkan proses penyadaran nilai antara lain:

a. Kebutuhan akan prinsip-prinsip belajar yang menyertakan nilai

ilmiah, moral, agama, secara otomatis.

b. Skenario belajar yang digunakan secara konsisten dalam

perilaku belajar.

c. Petunjuk-petunjuk teknis praktis yang mempermudah guru

dalam menilai taraf pembentukan nilai.

d. Pelatihan kompetensi guru dalam pengembangan nilai.

50

Pada akhirnya, pengetahuan dan keterampilannya itu akan

membentuk suatu karakter yang mapan, sehingga menjadi sikap dan

kebiasaan hidup sehari-hari. Contoh distribusi nilai karakter dalam

mata pelajaran PKn adalah nasionalis, patuh pada aturan sosial,

demokratis, jujur, menghargai keberagaman, sadar akan hak dan

kewajiban diri dan orang lain (Kemendiknas, 2010. b: 32).

e. Pendidikan Kewarganegaraan Sebagai Pendidikan Demokrasi

dan Karakter

Pendidikan Kewarganegaraan sebagai pendidikan demokrasi

menurut Zamroni (2001) dalam bukunya Pendidikan untuk demokrasi

Tantangan Menuju Civil Society, berpedapat bahwa Pendidikan

Kewarganegaraan adalah pendidikan demokrasi yang bertujuan untuk

mempersiapkan warga masyarakat berpikir kritis dan bertindak

demokratis, melalui aktivitas menanamkan kesadaran kepada generasi

baru kesadaran bahwa demokrasi adalah bentuk kehidupan masyarakat

yang paling menjamn hak-hak warga masyarakat. Demokrasi adalah

suatu learning process yang tidak dapat begitu saja meniru dari

masyarakat lain. Kelangsungan demokrasi tergantung pada

kemampuan mentransformasikan nilai-nilai demokrasi. Sedangkan

Menurut Ramli Zakaria (2007) Pendidikan Kewarganegaraan sebagai

pendidikan karakter Kepala Bidang Pengembangan Pengelolaan dan

Tenaga Kependidikan pada Pusat Inovasi, spesialisasi dalam bidang

51

pendidikan nilai, menyatakan bahwa “Pendidikan budi pekerti

memiliki esensi dan makna yang sama dengan pendidikan moral dan

pendidikan akhlak. Tujuannya adalah membentuk pribadi anak,

supaya menjadi pertumbuhan dan perkembangan dirinya sebagai bekal

bagi masa depannya, agar manusia yang baik, warga masyarakat, dan

warga negara yang baik. Adapun kriteria manusia yang baik, warga

masyarakat, dan warga negara yang baik bagi suatu masyarakat atau

bangsa, secara umum adalah nilai-nilai tertentu, yang banyak

dipengaruhi oleh budaya masyarakat dan bangsanya. Oleh karena itu,

hakikat dari Pendidikan Budi Pekerti dalam konteks pendidikan di

Indonesia adalah pendidikan nilai, yakni pendidikan nilai-nilai luhur

yang bersumber dari budaya bangsa Indonesia sendiri, dalam rangka

membina kepribadian generasi muda” (Hand Out Kuliah PKn 2013,

Cholisin).

Pendidikan Kewarganegaraan sebagai sarana Nation and

Character Building. Usaha untuk memahami pentingnya PKn sebagai

sarana nation and character building bagi bangsa Indonesia salah

satunya dapat dilihat dari dimensi kemajemukan masyarakat

Indonesia.

Berdasarkan Menurut Pendapat di atas bahwa Pendidikan

Kewarganegaraan Sebagai Pendidikan Demokrasi dan Pendidikan

52

Karakter adalah suatu proses bertujuan dimana yang dilakukan oleh

lembaga pendidikan seseorang harus mempelajari orientasi sikap, dan

perilaku politik sehingga yang bersangkutan memiliki perilaku yang

baik dalam konteks pendidikan Indonesia adalah pendidikan nilai,

yakni pendidikan nilai-nilai luhur yang bersumber dari budaya bangsa

Indonesia sendiri, dalam rangka membina kepribadian generasi muda.

f. Penerapan Metode Ilmiah Dengan Pembelajaran Pendidikan

Kewarganegaraan

Penerapan metode Ilmiah dengan pembelajaran sebenarnya

semula banyak diterapkan dalam pembelajaran sain tetapi perlu diingat

bahwa pembelajaran ilmu-ilmu sosial pun dapat bersifat ilmiah. Para

pendidik sepakat bahwa pembelajaran yang berdasarkan penerapan

metode Ilmiah ini membuat siswa lebih aktif, pembelajaran berpusat

pada siswa, yang memungkinkan penilaian autentik, dan pembelajaran

yang memperhatikan individual siswa.

Metode Ilmiah ini sangat cocok untuk digunakan semua mata

pelajaran termasuk pada mata pelajaran Pendidikan kewarganegaraan.

Sehubungan dengan itu, dalam Dies Natalis FIS UNY menurut Abdul

Gafur menyatakan bahwa pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan

perlu diupayakan agar dapat membantu menanamkan kepada siswa

kekuatan mental atau moral sehingga mereka memiliki kemampuan

untuk berpikir kritis dan mandiri. Pembelajaran Pendidikan

53

Kewarganegaraan dengan metode Ilmiah ini dapat mencapai tujuan

meningkatkan kemampuan siswa untuk berinisiatif, mengkritisi isu-isu

sosial yang dihadapi baik yang menyangkut individu, masyarakat lokal

maupun masyarakat global.

Pembelajaran ilmu-ilmu sosial perlu direvitalisasi agar mampu

membantu siswa memperoleh pengetahuan, sikap dan keterampilan

yang diperlukan untuk hidup di dalam masyarakat. Dalam

melaksanakan pembelajaran menggunakan metode ilmiah ini aktifitas

belajar terletak pada siswa (student centered learning), guru berperan

sebagai fasilitator.

B. Kerangka Pikir

Karakter tanggung jawab siswa di SMK Perindustrian

Yogyakarta pada mata pelajaran PKn dipengaruhi oleh banyak faktor.

Salah satu faktor yang mempengaruhi adalah penerapan metode

pembelajaran yang digunakan oleh guru hanya sebatas metode

konvensioanl yaitu mengandalkan materi yang ada pada buku cetak

atau LKS dan ceramah yang diberikan oleh guru di kelas. Oleh karena

itu, yang terjadi di lapangan adalah siswa pada saat mengikuti

pelajaran di kelas cenderung pasif bahkan ada yang tidak mengerjakan

tugas, PR, bahkan ada siswa yang tidur di kelas, dan siswa membolos

pada jam pelajaran PKn. Kurangnya minat siswa dalam mata pelajaran

54

PKn sehingga kegiatan pembelajaran tidak berjalan lancar. Selain itu

fasilitas yang ada di perpustakaan gudang ilmu yang menyediakan

buku-buku, jurnal, majalah, surat kabar atau media elektronik lainnya

yang berguna bagi siswa sebagai sumber informasi siswa.

Penggunaan metode pembelajaran yang variasi dan sesuai

karakteristik siswa diharapkan mampu membentuk karakter tanggung

jawab. Dalam hal ini peneliti menggunakan metode pembelajaran

Pendekatan Ilmiah scientific dimana pada metode ini memberikan

kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan sikap, keterampilan,

da pengetahuan. Hal tersebut merupakan cirri khas dari kurikulum

2013 terbukti dari Kemendikbud No. 65 Tahun 2013 tentang Standar

Proses Pendidikan Dasar dan Menengah telah menginsyaratkan

tentang perlunya proses pembelajaran yang dipandu dengan kaidah-

kaidah Pendekatan Ilmiah scientific (Kemendikbud, 2013). Dalam hal

ini siswa berpikir ilmiah yang meliputi mengamati, mencoba,

menanya, menalar, dan mengomunikasikan (mencipta) maka akan

membentuk karakter tanggung jawab.

Penerapan metode pembelajaran Pendekatan Ilmiah yang akan

dilakukan peneliti dalam hal pembentukan karakter tanggung jawab

akan dijelaskan dalam gambar dibawah ini:

55

Gambar 4. Kerangka Pikir

GURU

SISWA

KELAS

EKSPERIMEN

KELAS

KONTROL

PRE TEST PRE TEST

PEMBELAJARAN

METODE ILMIAH

PEMBELAJARAN

METODE

CERAMAH

POST TEST POST TEST

NILAI

KARAKTER

YANG

DIHARAPKAN :

KARAKTER

TANGGUNG

JAWAB

56

Keterangan:

KE = Kelompok Eksperimen

KK = Kelompok Kontrol

PK = Pembentukan Karakter Tanggung Jawab

= Menggunakan

Dari gambar diatas diharapkan terjadi perbedaan terhadap

pembentukan karakter tanggung jawab pada kelas yang menggunakan

metode pembelajaran Pendekatan Ilmiah scientific dengan kelas yang

hanya menggunakan metode ceramah.

C. Penelitian Yang Relevan

Beberapa penelitian sejenis yang mengkaji tentang metode

pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan

1. Penelitian dari Rosada (2009) yang berjudul “Integrasi

Pendidikan Karakter dalam Pembelajaran IPS untuk

pengalaman nilai-nilai moral siswa di smp VI Mataram”.

Adapun temuan dari penelitian ini adalah guru mengupayakan

pembentukan karakter siswa dengan melakukan berbagai

macam program antara lain diadakan oleh kepala sekolah dan

guru kepada siswa di dalam kelas dengan cara, pertama

mengintegrasikan pendidikan karakter dalam pembelajaran

IPS, kedua mengingatkan pembelajaran dengan kehidupan

57

sehari-hari, ketiga menggunakan metode dan motivasi belajar

siswa dalam kegiatan intrakulikuler dan ekstrakurikuler seperti

upacara bendera, kegiatan sholat berjamaah (intrakulikuler)

sedangkan melalui organisasi siswa intra sekolah, penyaluran

bakat dan hobi (ekstrakurikuler).

2. Penelitian dari Abdul Basar (2012) yang berjudul

“Implementasi Pendidikan Karakter Melalui Mata Pelajaran

Pendidikan Kewarganegaraan di SD N Bendungan IV Wates

Kulon Progo Tahun Ajaran 2011/2012”. Menyimpulkan bahwa

implementasi pendidikan karakter melalui pembelajaran PKn

memberikan solusi terhadap siswa dalam meningkatkan

pembelajaran PKn di SD N Bendungan Wates Kulon Progo.

3. Penelitian dari Nuri Indah pratiwi (2013) yang berjudul

“Integrasi Nilai Karakter dalam Mata Pelajaran Pendidikan

Kewarganegaraan di Kelas VIII SMP Negeri 10 Malang”.

Menyimpulkan bahwa upaya mengatasi hambatan tersebut

melalui mata pelajaran PKn dalam membentuk karakter siswa

supaya lebih menarik siswa dalam proses pembelajaran.

4. Penelitian dari Iu Meq (2013) yang berjudul “Analisis Proses

Berpikir dan Hasil Belajar Siswa Melalui Penerapan

Scientific”. Menyimpulkan bahwa pembelajaran dengan

58

pendekatan scientific lebih efektif untuk proses berpikir dan

meningkatkan hasil belajar.

D. Hipotesis

Berdasarkan kajian teori dan kerangka pikir di atas maka

hipotesis dalam penelitian ini dapat dirumuskan yaitu: “Ada perbedaan

pembentukan karakter tanggung jawab pada siswa SMK Perindustrian

Yogyakarta antara yang diajar menggunakan metode pembelajaran

Ilmiah dengan metode Ceramah”.