BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Self Efficacy -...

16
8 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Self Efficacy 2.1.1 Pengertian Self Efficacy Self efficacy adalah keyakinan diri individu tentang kemampuannya dan juga hasil yang akan individu peroleh dari kerja kerasnya yang mempengaruhi cara individu berperilaku (Bandura, 1997). Dalam teori sosial kognitif, Bandura (1986) menyatakan bahwa Self efficacy membantu seseorang dalam menentukan pilihan, usaha individu untuk maju, kegigihan dan ketekunan yang individu tunjukkan dalam menghadapi kesulitan dan derajat kecemasan atau ketenangan yang individu alami saat mempertahankan tugas-tugas kehidupannya. Dalam Bandura (1997) menambahkan bahwa Self efficacy merupakan keyakinan individu bahwa ia dapat menguasai situasi dan memperoleh hasil yang positif. Self efficacy sebagai keyakinan seseorang tentang kemampuannya untuk melakukan suatu bentuk kontrol terhadap keberfungsian orang itu sendiri dan kejadian dalam lingkungan. Bahwa keyakinan atas efikasi seseorang adalah landasan dari manusia. Manusia yang yakin bahwa dirinya dapat melakukan sesuatu yang mempunyai potensi untuk dapat mengubah kejadian di lingkungannya, akan lebih mungkin untuk bertindak dan lebih mungkin untuk menjadi sukses daripada manusia yang mempunyai tingkat self efficacy yang rendah. (Bandura, 1997).

Transcript of BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Self Efficacy -...

Page 1: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Self Efficacy - …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/5535/3/T1_132010068_BAB II.pdfLANDASAN TEORI . 2.1 Self Efficacy. ... (positive arousal) untuk

8

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Self Efficacy

2.1.1 Pengertian Self Efficacy

Self efficacy adalah keyakinan diri individu tentang kemampuannya dan

juga hasil yang akan individu peroleh dari kerja kerasnya yang mempengaruhi

cara individu berperilaku (Bandura, 1997). Dalam teori sosial kognitif, Bandura

(1986) menyatakan bahwa Self efficacy membantu seseorang dalam menentukan

pilihan, usaha individu untuk maju, kegigihan dan ketekunan yang individu

tunjukkan dalam menghadapi kesulitan dan derajat kecemasan atau ketenangan

yang individu alami saat mempertahankan tugas-tugas kehidupannya. Dalam

Bandura (1997) menambahkan bahwa Self efficacy merupakan keyakinan individu

bahwa ia dapat menguasai situasi dan memperoleh hasil yang positif.

Self efficacy sebagai keyakinan seseorang tentang kemampuannya untuk

melakukan suatu bentuk kontrol terhadap keberfungsian orang itu sendiri dan

kejadian dalam lingkungan. Bahwa keyakinan atas efikasi seseorang adalah

landasan dari manusia. Manusia yang yakin bahwa dirinya dapat melakukan

sesuatu yang mempunyai potensi untuk dapat mengubah kejadian di

lingkungannya, akan lebih mungkin untuk bertindak dan lebih mungkin untuk

menjadi sukses daripada manusia yang mempunyai tingkat self efficacy yang

rendah. (Bandura, 1997).

Page 2: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Self Efficacy - …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/5535/3/T1_132010068_BAB II.pdfLANDASAN TEORI . 2.1 Self Efficacy. ... (positive arousal) untuk

9

Self efficacy yang tinggi dan rendah berkombinasi dengan lingkungan

yang responsif untuk menghasilkan empat variabel prediktif yaitu: (a) Ketika

efikasi diri yang tinggi dan lingkungan responsif, hasil yang bisa diperkirakan

adalah kesuksesan. (b) Saat efikasi diri rendah berkombinasi dengan lingkungan

yang responsif, manusia mungkin akan merasa depresi karena mengamati bahwa

orang lain dapat berhasil melakukan suatu tugas yang terlalu sulit untuknya. (c)

Saat seseorang dengan efikasi diri yang tinggi menemui situasi lingkungan yang

tidak responsif, individu dapat meningkatkan usahanya untuk mengubah

lingkungan. Individu dapat melakukan protes-protes, kegiatan aktivis sosial, atau

bahkan kekuatan untuk memulai perubahan; namun saat semua usaha tersebut

gagal,individu akan menyerah malakukan hal tersebut dan mencari lingkungan

baru yang lebih responsif. (d) Terakhir, saat efikasi diri rendah dikombinasikan

dengan lingkungan yang tidak responsif, individu akan merasa apatis, segan, dan

tidak berdaya (Bandura, 1997).

2.1.2 Sumber Self Efficacy

Efikasi diri dapat diperoleh, dipelajari, dan dikembangkan dari empat

sumber informasi yaitu a) Enactive attainment and performance accomplishment

(pengalaman keberhasilan dan pencapaian prestasi), b) Vicarious experience

(pengalaman orang lain), c) Verbal persuasion (persuasi verbal), d) Physiological

state and emotional arousal (keadaan fisiologis dan psikologis). Di mana pada

dasarnya keempat hal tersebut adalah stimulasi atau kejadian yang dapat

memberikan inspirasi atau pembangkit positif (positive arousal) untuk berusaha

Page 3: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Self Efficacy - …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/5535/3/T1_132010068_BAB II.pdfLANDASAN TEORI . 2.1 Self Efficacy. ... (positive arousal) untuk

10

menyelesaikan tugas atau masalah yang dihadapi.Hal ini mengacu pada konsep

pemahaman bahwa pembangkitan positif dapat meningkatkan perasaan atas

efikasi diri (Bandura, dalam Lazarus et.al., 1980).

Adapun sumber-sumber efikasi diri tersebut, yaitu:

Pertama, Enactive attainment and performance accomplishment

(pengalaman keberhasilan dan pencapaian prestasi) yaitu sumber harapan efikasi

diri yang penting, karena berdasar pengalaman individu secara langsung. Siswa

yang pernah memperoleh suatu prestasi, akan terdorong meningkatkan keyakinan

dan penilaian terhadap efikasi dirinya, pengalaman keberhasilan siswa ini

meningkatkan ketekunan dan kegigihan dalam berusaha mengatasi kesulitan,

sehingga dapat mengurangi kegagalan.

Kedua, Vicarious experience (pengalaman orang lain) yaitu mengamati

perilaku dan pengalaman orang lain sebagai proses belajar individu. Melalui

model ini efikasi diri siswa dapat meningkat, terutama jika siswa merasa memiliki

kemampuan yang setara atau bahkan merasa lebih baik dari pada orang yang

dijadikan subjek belajarnya. Siswa mempunyai kecenderungan merasa mampu

melakukan hal yang sama. Peningkatan efikasi diri siswa ini dapat meningkatkan

motivasi untuk mencapai suatu prestasi. Peningkatan efikasi diri ini akan menjadi

efektif jika subjek yang menjadi model tersebut mempunyai banyak kesamaan

karakteristik antara siswa dengan model, kesamaan tingkat kesulitan tugas,

kesamaan situasi dan kondisi, serta keanekaragaman yang dicapai oleh model.

Ketiga, Verbal persuasion (persuasi verbal) yaitu siswa mendapat bujukan

atau sugesti untuk percaya bahwa siswa dapat mengatasi masalah-masalah yang

Page 4: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Self Efficacy - …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/5535/3/T1_132010068_BAB II.pdfLANDASAN TEORI . 2.1 Self Efficacy. ... (positive arousal) untuk

11

akan dihadapinya. Persuasi verbal ini dapat mengarahkan siswa untuk berusaha

lebih gigih untuk mencapai tujuan dan kesuksesan.Akan tetapi efikasi diri yang

tumbuh dengan sumber-sumber efikasi diri ini biasanya tidak bertahan lama,

apalagi jika kemudian siswa mengalami peristiwa traumatis yang tidak

menyenangkan.

Keempat, Physiological state and emotional arousal (keadaan fisiologis

dan psikologis).Situasi yang menekan kondisi emosional dapat mempengaruhi

efikasi diri. Gejolak emosi, goncangan, kegelisahan yang mendalam dan keadaan

fisiologis yang lemah yang dialami individu akan dirasakan sebagai suatu isyarat

akan terjadi peristiwa yang tidak diinginkan, maka situasi yang menekan dan

mengancam akan cenderung dihindari.

Empat hal tersebut dapat menjadi sumber bagi tumbuh dan

berkembangnya efikasi diri individu. Dengan kata lain, efikasi diri dapat

diupayakan untuk ditingkatkan dengan manipulasi melalui empat sumber yang

diuraikan di depan.

2.1.3 Aspek Self Efficacy

Menurut Bandura (1997) aspek self efficacy adalah sebagai berikut :

1. Outcome expectancy

Harapan terhadap kemungkinan hasil dari suatu perilaku, yaitu suatu

perkiraan bahwa perilaku atau tindakan tertentu akan menyebabkan akibat tertentu

yg bersifat khusus.

Page 5: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Self Efficacy - …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/5535/3/T1_132010068_BAB II.pdfLANDASAN TEORI . 2.1 Self Efficacy. ... (positive arousal) untuk

12

2. Efficacy expectancy

Harapan akan dapat membentuk perilaku secara tepat. Suatu keyakinan

bahwa seseorang akan berhasil dalam bertindak sesuai dengan hasil yang

diharapkan. Aspek ini menunjukkan bahwa harapan orang berkaitan dengan

kesanggupan melakukan suatu perilaku yang dikehendaki. Efficacy expectancy

tergantung pada situasi beberapa informasi berupa persepsi dan hasil suatu

tindakan yg didapatkan melalui/menjalani kehidupan, modelling, peristiwa verbal

dan keadaan emosi yg mengancam.

3. Outcome Value

Nilai yg mempunyai makna dari konsekuensi-konsekuensi yang terjadi

bila suatu perilaku dilakukan dan orang harus mempunyai Outcome value yg

tinggi untuk mendukung efficacy expectancy dan outcome expectancy yg dimiliki.

2.1.4 Tingkat self efficacy

Secara garis besar, self efficacy terbagi atas self efficacy tinggi dan self

efficacy rendah. Dalam mengerjakan suatu tugas, individu yang memiliki self

efficacy yang tinggi akan memilih terlibat secara langsung, sementara individu

yang memiliki self efficacy yang rendah cenderung menghindari tugas tersebut.

Individu yang memiliki self efficacy tinggi cenderung mengerjakan suatu

tugas tertentu, sekalipun tugas-tugas tersebut merupakan tugas yang menantang.

Individu tidak memandang tugas sebagai suatu ancaman yang harus mereka

hindari. Selain itu individu mengembangkan minat intrinsik dan keminatan yang

mendalam terhadap suatu aktivitas, mengembangkan tujuan dan berkomitmen

Page 6: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Self Efficacy - …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/5535/3/T1_132010068_BAB II.pdfLANDASAN TEORI . 2.1 Self Efficacy. ... (positive arousal) untuk

13

dalam mencapai tujuan tersebut. Individu juga meningkatkan usaha individu

dalam mencegah kegagalan yang mungkin timbul. Individu yang gagal dalam

melaksanakan sesuatu, biasanya cepat mendapatkan kembali self efficacynya

setelah mengalami kegagalan tersebut (Bandura, 1997).

Individu yang memiliki self efficacy tinggi menganggap kegagalan

sebagai akibat dari kurangnya usaha yang keras, pengetahuan, dan keterampilan.

Individu yang ragu akan kemampuan mereka (self efficacy yang rendah) akan

menjauhi tugas-tugas yang sulit karena tugas tersebut dipandang sebagai ancaman

bagi dirinya. Individu seperti ini memiliki aspirasi yang rendah serta komitmen

yang rendah dalam mencapai tujuan yang mereka pilih atau mereka tetapkan.

Ketika menghadapi tugas-tugas yang sulit, mereka sibuk memikirkan kekurangan-

kekurangan diri mereka, hambatan yang individu hadapi, dan semua hasil yang

dapat merugikan dirinya. Individu yang memiliki self efficacy yang rendah tidak

berpikir tentang bagaimana cara yang baik dalam menghadapi tugas-tugas yang

menantang. Saat menghadapi tugas yang menantang, individu mengurangi usaha-

usaha individu dan cepat menyerah. Individu juga lamban dalam membenahi

ataupun mendapatkan kembali self efficacynya mereka ketika menghadapi

kegagalan (Bandura, 1997).

Bandura (1997) menyatakan bahwa faktor-faktor yang dapat

mempengaruhi self efficacy pada diri individu antara lain :

1. Budaya

Budaya mempengaruhi self efficacy melalui nilai (values), kepercayaan

(beliefs), dan proses pengaturan diri (self regulatory process) yang berfunggi

Page 7: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Self Efficacy - …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/5535/3/T1_132010068_BAB II.pdfLANDASAN TEORI . 2.1 Self Efficacy. ... (positive arousal) untuk

14

sebagai sumber penilaian self efficacy dan juga sebagai konsekuensi dari

keyakinan akan self efficacy.

2. Gender

Perbedaan gender juga berpengaruh terhadap self efficacy. Hal ini dapat

dilihat dari penelitian Bandura (1997) yang menyatakan bahwa wanita lebih

efikasinya yang tinggi dalam mengelola perannya daripada pria. Wanita memiliki

peran selain sebagai ibu rumah tangga, juga sebagai wanita karier akan memiliki

self efficacy yang tinggi dibandingkan dengan pria yang hanya bekerja.

3. Sifat dari tugas yang dihadapi

Derajat kompleksitas dari kesulitan tugas yang dihadapi oleh individu akan

mempengaruhi penilaian individu tersebut terhadap kemampuan dirinya sendiri.

Semakin kompleks suatu tugas yang dihadapi oleh individu maka akan semakin

rendah individu tersebut menilai kemampuannya. Sebaliknya, jika individu

dihadapkan pada tugas yang mudah dan sederhana maka akan semakin tinggi

individu tersebut menilai kemampuannya.

4. Insentif eksternal

Faktor lain yang dapat mempengaruhi self efficacy individu adalah insentif

yang diperolehnya. Bandura menyatakan bahwa salah satu faktor yang dapat

meningkatkan self efficacy adalah competent contongens incentive, yaitu insentif

yang diberikan oleh orang lain yang merefleksikan keberhasilan seseorang.

5. Status atau peran individu dalam lingkungan

Individu yang memiliki status yang lebih tinggi akan memperoleh derajat

kontrol yang lebih besar sehingga self efficacy yang dimilikinya juga tinggi.

Page 8: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Self Efficacy - …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/5535/3/T1_132010068_BAB II.pdfLANDASAN TEORI . 2.1 Self Efficacy. ... (positive arousal) untuk

15

Sedangkan individu yang memiliki status sosial ekonomi yang lebih rendah akan

memiliki kontrol yang lebih kecil sehingga self efficacy yang dimilikinya juga

rendah.

6. Informasi tentang kemampuan diri

Individu yang memiliki self efficacy tinggi, ia memperoleh informasi positif

mengenai dirinya, sementara individu yang memiliki self efficacy yang rendah,

bahwa individu memperoleh informasi negatif mengenai dirinya.

2.2 Konseling Kelompok Realita

2.2.1 pengertian konseling kelompok realita

Konseling realitas adalah sebuah pendekatan/model konseling dan

psikoterapi yang sangat berfokus dan interaktif, dan merupakan salah satu yang

telah diterapkan dengan sukses dalam berbagai macam lingkup. Karena fokusnya

pada problem kehidupan saat ini yang dirasakan klien dan penggunaan tehnik

mengajukan pengajuan pertanyaan oleh konseling realitas, konseling realitas

sangat efektif dalam jangka pendek, meskipun tidak terbatas pada itu saja (Corey,

2009).

Konseling realitas didasarkan pada „Teori Pilihan‟-nya Psikiater William

Glasser yang bertumpu pada prinsip bahwa semua motivasi dan perilaku individu

adalah dalam rangka memuaskan salah satu atau lebih (lima) „kebutuhan‟

universal manusia, dan bahwa individu bertanggung jawab atas perilaku yang

individu lakukan atau pilih. Satu ide intinya adalah bahwa terlepas dari apa yang

telah terjadi pada kita, apa yang mungkin telah kita kerjakan, atau bagaimana

kebutuhan individu telah dilanggar di masa lalu, kita bisa mengevaluasi kembali

realitas terkini kita dan memilih perilaku yang akan membantu kita memuaskan

kebutuhan kita secara efektif di masa kini dan di masa depan (Corey, 2009).

Berulang kali ditemukan adalah bahwa ketika seseorang belajar untuk

memenuhi kebutuhan-kebutuhan secara lebih efektif di masa kini, segala dampak

atau pengaruh dari kejadian-kejadian di masa lalu mulai memudar dan orang

Page 9: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Self Efficacy - …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/5535/3/T1_132010068_BAB II.pdfLANDASAN TEORI . 2.1 Self Efficacy. ... (positive arousal) untuk

16

tersebut dapat berpindah dari kekuatan yang satu ke kekuatan yang lain. Untuk

menjadi bahagia dan efektif, kita harus hidup dan berencana di masa kini (Corey,

2009).

2.2.2 Tujuan-tujuan Konseling

Tujuan utama konseling realitas adalah membantu seseorang untuk

mencapai otonomi. Pada dasarnya otonomi adalah kematangan yang diperlukan

bagi kemampuan seseorang untuk mengganti dukungan lingkungan dengan

dukungan internal. Kematangan ini menyiratkan bahwa orang-orang mampu

bertanggungjawab atas siapa mereka dan ingin menjadi apa mereka serta

mengembangkan rencana-rencana yang bertanggungjawab dan realistis guna

mencapai tujuan-tujuan individu. Konseling realitas membantu individu dalam

menentukan dan memperjelas tujuan-tujuan individu. Selanjutnya, membantu

individu dalam menjelaskan cara-cara individu menhambat kemajuan ke arah

tujuan-tujuan yang ditentukan oleh mereka sendiri. Konselor membantu klien

menemukan alternatif-alternatif dalam mencapai tujuan-tujuan, tetapi klien sendiri

yang menetapkan tujuan-tujuan terapi.

2.2.3 Peran dan fungsi Pemimpin Kelompok

Tugas utama praktisi kelompok realitas adalah untuk terlibat dengan

anggota kelompok dan kemudian untuk membantu mereka menghadapi

kenyataan. Tugas ini membutuhkan pemimpin untuk melakukan beberapa fungsi

di antaranya:

a. Memberikan model untuk perilaku yang bertanggung jawab dan model

kehidupan yang berdasarkan identitas keberhasilan

Page 10: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Self Efficacy - …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/5535/3/T1_132010068_BAB II.pdfLANDASAN TEORI . 2.1 Self Efficacy. ... (positive arousal) untuk

17

b. Membangun dengan masing-masing anggota hubungan terapeutik

berdasarkan perawatan dan menghormati satu yang mendorong dan

demans perilaku yang bertanggung jawab

c. Secara aktif mempromosikan diskusi anggota perilaku saat ini dan aktif

mengecewakan alasan untuk perilaku yang tidak bertanggung jawab

d. Memperkenalkan dan mendorong proses off evaluasi diri dari perilaku saat

ini

e. Mengajar anggota untuk merumuskan dan melaksanakan rencana untuk

mengubah perilaku mereka

f. Membangun struktur dan batas sesi

g. Bersikap terbuka untuk menantang dan mengeksplorasi nilai-nilai mereka

sendiri dengan kelompok

h. Mendorong anggota untuk terlibat dengan satu sama lain, untuk berbagi

pengalaman umum, dan untuk membantu satu kesepakatan lain dengan

masalah secara bertanggung jawab

i. Membantu anggota dalam menetapkan batas praktis untuk durasi dan

lingkup terapi mereka

j. Mengajar anggota bagaimana menerapkan ke kehidupan sehari-hari apa

yang telah mereka pelajari dalam kelompok pemimpin kelompok terapi

realitas mengambil peran verbal aktif dan direktif dalam kelompok. Dalam

Page 11: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Self Efficacy - …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/5535/3/T1_132010068_BAB II.pdfLANDASAN TEORI . 2.1 Self Efficacy. ... (positive arousal) untuk

18

menjalankan fungsi mereka, mereka fokus pada kekuatan dan potensi para

anggota bukan pada kegagalan mereka. Realitas terapis klien identitas

kegagalan dasar. Oleh karena itu, mereka menantang anggota untuk

melihat potensi yang tidak terpakai dan menemukan cara untuk bekerja ke

arah menciptakan identitas keberhasilan.

2.2.4 Prosedur Konseling Kelompok Realita

Glasser (dalam Corey, 1984) telah mengembangkan delapan prinsip atau

konsep yang membentuk konseling realita.

Tahap keterlibatan pribadi dengan klien

1) Langkah pertama konseling realita adalah menjadi bersahabat dengan klien.

Menciptakan hubungan yang akan menjadi dasar dari hubungan terapeutik. Di

tahap keterlibatan pemimpin harus memiliki kualitas pribadi tertentu, termasuk

kehangatan, pengertian, penerimaan, perhatian, menghormati klien, keterbukaan

dan keinginan untuk ditantang oleh lainnya.

2) Tahap perubahan perilaku

Perubahan perilaku lebih mudah untuk mempengaruhi bahwa perubahan sikap

dan nilai yang lebih besar dalam proses konseling. Untuk alasan bahwa konseli

yang mengungkapkan perasaan depresi dan ketidakberdayaan tidak akan ditanya

tentang alasan untuk perasaannya atau didorong untuk menjelajahinya. Sebaliknya

konseling realita akan mendorong untuk mengidentifikasi perilaku yang

menyebabkan atau mendukung perasaan-perasaan. Tujuannya adalah untuk

membantu konseli memahami tanggung jawab terhadap perasaan konseli sendiri,

Page 12: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Self Efficacy - …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/5535/3/T1_132010068_BAB II.pdfLANDASAN TEORI . 2.1 Self Efficacy. ... (positive arousal) untuk

19

sebagai cara untuk mendorong konseli melihat apa yang sesungguhnya konseli

lakukan ntuk berkontribusi pada perasaan mereka.

3) Evaluasi perilaku

Setelah anggota kelompok dapat mengidentifikan dan bertanggungjawab atas

perilakunya saat ini, konseling realita menuntun individu untuk mengevaluasi

perlaku yang berdasarkan apa yang baik bagi individu dan untuk lainnya. Pada

akhinya perilaku individu mengarah ke identitas keberhasilan atau identitas

kegagalan. Glasser (1975) mencatat bahwa bukan fungsi konseling realita untuk

bertindak sebagai moralis memutuskan apa yang konseli “harus” melakukan atau

memaksakan nilai-nilai. Memang konseling realita diperintahkan dari

menawarkan saran atau bahkan mengarahkan konseli untuk berubah. Konselor

tidak membuat penilaian-nilai bagi konseli, untuk ini akan membebaskan dari

tanggung jawab untuk perlakuan konseli tetapi konselor memandu konseli untuk

evaluasi perilakunya sendiri. Dengan demikian upaya utama konseling berfokus

pada membantu konseli untuk membantu dampak dari tingkah lakunya untuk

menerima konsekuensinya

4) Rencana dan tindakan

Setelah konseli telah membuat pertimbangan nilai pada perilakunya dan

memutuskan untuk mempengaruhi perubahan nilai pada perilakunya dan

memutuskan untuk mempengaruhi perubahan positif dalam perilaku. Konselor

dibebankan dengan tugas membantu konseli alam mengembangkan rencana untuk

perubahan perilaku.

Page 13: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Self Efficacy - …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/5535/3/T1_132010068_BAB II.pdfLANDASAN TEORI . 2.1 Self Efficacy. ... (positive arousal) untuk

20

5) Komitmen

Biasanya orang-orang dengan identitas kegagalan mengalami kesulitan

membuat dan menjaga komitmen penting, karena sebagaian dari kegagalan

mereka terkait dengan komitmen. Merumuskan bahkan rencana yang paling

masuk akal dan praktis adalah buang-buang waktu jika konseli tidak memiliki

kemauan untuk menerapkannya. Glasser dan Zunin (1975) menunjukkan bahwa

rencana secara tertulis dalam bentuk kontrak-kontrak yang akan membantu

anggota kelompok dalam memegang sendiri tanggung jawab lainnya untuk

melakukan rencana.

6) Penolakan untuk menerima kesalahan

Tidak ada jumlah yang cermat dan komitmen teliti dapat menjamin bahwa

anggota kelompok akan mengikuti rencana mereka. Kegagalan tersebut dapat dan

memang terjadi bahkan anggota akan mengikuti rencana mereka. Tetapi Glasser

memperingatkan konseling dari bahaya memanfaatkan karena gagal untuk tetap

dengan komitmen atau dengan mengajukan pertanyaan sia-sia tentang mengapa

rencana tersebut gagal.

7) Tidak ada hukuman

Konseling realita beranggap bahwa hukuman bukanlah alat yang berguna

untuk mempengaruhi perilaku. Glasser (1975) menyatakan bahwa hukuman tidak

efisien dalam mengubah perilaku tetapi juga memperkuat identitas kegagalan

konseli dan merusak hubungan terapeutik. Oleh karena itu dari pada

menggunakan hukuman, konselor menantang konseling untuk melihat dan

menerima konsekuensi wajar dari tindakan konseli.

Page 14: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Self Efficacy - …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/5535/3/T1_132010068_BAB II.pdfLANDASAN TEORI . 2.1 Self Efficacy. ... (positive arousal) untuk

21

8) Penolakan untuk penyerahan

Langkah terakhir konseling realita adalah jangan pernah menyerah dengan

identitas kegagalan. Oleh karena itu tidak peduli apa yang dikatakan atau

dilakukan itu adalah konseling untuk membantu konseli untuk tidak menyerah.

2.3 Meningkatkan Self Efficacy melalui Konseling Kelompok Realita

Konseling kelompok merupakan salah satu layanan bimbingan konseling

yang dapat membantu individu mengarahkan dirinya untuk melaksanakan tugas

perkembangan dan mengatasi masalah yang muncul dalam dirinya. Salah satu

permasalahan yang dialami oleh siswa adalah mengenai prestasinya yang rendah.

Prestasi belajar yang rendah dipengaruhi oleh banyak faktor diantaranya adalah

rendahnya self efficacy. Self Efficacy berhubungan dengan keyakinan bahwa diri

mempunyai kemampuan melakukan tindakan yang diharapkan (Alwisol, 2005:

360).

Siswa yang memiliki self efficacy rendah merasa dirinya tidak mampu

dalam mendapatkan hasil yang optimal. Penyampaian guru yang kurang

menyenangkan juga mempengaruhi menurunnya self efficacy siswa dalam

belajarnya. Siswa yang memiliki self efficacy yang rendah akan menunjukkan

sifat sebagai berikut: pasif dalam pelajaran, memilih tidak memperhatikan guru,

menghindari tugas yang sulit, tidak percaya diri dalam mengerjakan tugas,

menyalahkan kegagalan atas kemampuan yang dimiliki.

Salah satu pendekatan/model konseling yang diasumsikan akan efektif

untuk meningkatkan self efficacy yang rendah adalah melalui konseling kelompok

Page 15: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Self Efficacy - …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/5535/3/T1_132010068_BAB II.pdfLANDASAN TEORI . 2.1 Self Efficacy. ... (positive arousal) untuk

22

realita. “kebutuhan dasar manusia meliputi kebutuhan untuk mencintai dan

dicintai serta kebutuhan bahwa kita berguna bagi diri sendiri maupun bagi orang

lain” (Corey, 2009: 264). Keberhasilan individu dalam melaksanakan tugasnya

akan memberikan identitas berhasil pada dirinya dan kegagalan menyebabkan

individu mengembangkan identitas gagalnya.

Melalui konseling realita ini, individu akan dapat menilai bahwa individu

tersebut dapat menggunakan kemampuan individu tersebut dalam menyelesaikan

suatu tugas. Self efficacy yang tinggi akan memberikan dampak pada pemilihan

perilaku. Konseling kelompok realita akan membantu siswa dalam memenuhi

kebutuhannya, bagi individu sendiri maupun orang lain. Individu akan

mendapatkan hasil yang lebih apabila individu memiliki self efficacy yang tinggi.

Dengan konseling kelompok realita, maka individu akan dapat menyusun rencana

yang lebih realistis dalam meningkatkan self efficacy dan akan meningkatkan

prestasi belajarnya.

2.4 Hasil Penelitian yang Relevan

Berikut mengenai penelitian-penelitian terdahulu yang menjadi landasan

bagi penelitian ini :

1. Afisah (2012) dengan judul Meningkatkan Efikasi Diri terhadap pelajaran

Bahasa Inggris melalui Konseling Realita pada Siswa SMP Negeri 2

Ungaran.

Page 16: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Self Efficacy - …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/5535/3/T1_132010068_BAB II.pdfLANDASAN TEORI . 2.1 Self Efficacy. ... (positive arousal) untuk

23

2. Ayu Widiyanti (2013) dengan judul Keefektifan Teknik Self Instruction

untuk Meningkatkan Self Efficacy dalam Belajar Siswa Kelas VII di SMP

Negeri 3 Malang.

3. Meningkatkan Self Efficacy Belajar Siswa yang Memiliki Prestasi Belajar

Rendah Melalui Konseling Kelompok di SMA Negeri 11 Medan.

2.5 Kerangka Berpikir

Gambar 2.1 Kerangka Berpikir

2.6 Hipotesis

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis mengajukan hipotesis sebagai

berikut:

“ Ada peningkatan yang signifikan dalam self efficacy pada siswa kelas IX A

SMP Muhammadiyah 5 Wonosegoro.

Post-Test

Pre-Test

Hasil

Tanpa

Treatment

Kelompok

Kontrol

Treatment Kelompok

Eksperimen

Hasil

Dibandingkan