BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Proses Produksieprints.umm.ac.id/53003/3/BAB II.pdfkegunaan suatu barang...

22
4 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Proses Produksi Prosesadiartikan sebagai suatu cara, metode dan teknik bagaimana sesungguhnya sumber-sumber (tenaga kerja, mesin, bahan dan dana) yang ada diubah untuk memperoleh suatu hasil. Produksi adalah kegiatan untuk menciptakan atau menambah kegunaan barang atau jasa. (Assauri, 1995) Proses juga diartikan sebagai cara, metode ataupun teknik bagaimana produksi itu dilaksanakan. Produksi adalah kegiatan untuk menciptakan danan menambah kegunaan (utility) suatu barang dan jasa. Proses produksi adalah suatu cara, metode ataupun teknik menambah kegunaan suatu barang dan jasa dengan menggunakan faktor produksi yang ada. (Ahyari 2002) Pada industri manufaktur, proses produksi bisa terhambat ataupun kurang efisien jika selama proses produksi tersebut masih terdapat kegiatan-kegiatan yang tidak memberikan nilai tambah (non value added). Kegiatan-kegiatan tersebut biasanya terjadi karena adanya pemborosan (waste) yang terjadi selama proses produksi berlangsung. Dengan menggunakan pendekatan metode Lean Six Sigma, diharapkan mampu mereduksi waste yang terjadi selama proses produksi berlangsung. 2.2 Lean Lean pertama kali diperkenalkan oleh Toyota dan dikenal dengan Toyota Production System. Sistem Produksi Toyota. Lean manufacturing merupakan metode untuk meningkatkan responsiveness melalui usaha pengurangan waste (Najib, 2014). Menurut (Gaspersz, 2007) Lean adalah suatu cara yang dilakukan secara terus menerus agar suatu pemborosan (waste) dapat dihilangkan dan meningkatkan nilai tambah (value added) produk (barang dan/atau

Transcript of BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Proses Produksieprints.umm.ac.id/53003/3/BAB II.pdfkegunaan suatu barang...

Page 1: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Proses Produksieprints.umm.ac.id/53003/3/BAB II.pdfkegunaan suatu barang dan jasa dengan menggunakan faktor produksi yang ada. (Ahyari 2002) Pada industri

4

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Proses Produksi

Prosesadiartikan sebagai suatu cara, metode dan teknik bagaimana

sesungguhnya sumber-sumber (tenaga kerja, mesin, bahan dan dana) yang

ada diubah untuk memperoleh suatu hasil. Produksi adalah kegiatan untuk

menciptakan atau menambah kegunaan barang atau jasa. (Assauri, 1995)

Proses juga diartikan sebagai cara, metode ataupun teknik

bagaimana produksi itu dilaksanakan. Produksi adalah kegiatan untuk

menciptakan danan menambah kegunaan (utility) suatu barang dan jasa.

Proses produksi adalah suatu cara, metode ataupun teknik menambah

kegunaan suatu barang dan jasa dengan menggunakan faktor produksi

yang ada. (Ahyari 2002)

Pada industri manufaktur, proses produksi bisa terhambat ataupun

kurang efisien jika selama proses produksi tersebut masih terdapat

kegiatan-kegiatan yang tidak memberikan nilai tambah (non value added).

Kegiatan-kegiatan tersebut biasanya terjadi karena adanya pemborosan

(waste) yang terjadi selama proses produksi berlangsung. Dengan

menggunakan pendekatan metode Lean Six Sigma, diharapkan mampu

mereduksi waste yang terjadi selama proses produksi berlangsung.

2.2 Lean

Lean pertama kali diperkenalkan oleh Toyota dan dikenal dengan

Toyota Production System. Sistem Produksi Toyota. Lean manufacturing

merupakan metode untuk meningkatkan responsiveness melalui usaha

pengurangan waste (Najib, 2014).

Menurut (Gaspersz, 2007) Lean adalah suatu cara yang dilakukan

secara terus – menerus agar suatu pemborosan (waste) dapat dihilangkan

dan meningkatkan nilai tambah (value added) produk (barang dan/atau

Page 2: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Proses Produksieprints.umm.ac.id/53003/3/BAB II.pdfkegunaan suatu barang dan jasa dengan menggunakan faktor produksi yang ada. (Ahyari 2002) Pada industri

5

jasa) agar dapat menyerahkan nilai kepada pelanggan (customer value).

Dalam (Dictionary, 2005) menjelaskan Lean sebagai suatu filosofi bisnis

yang berlandaskan pada minimasi penerapan sumber – sumber daya

(termasuk waktu) dalam beragam kegiatan perusahaan. Lean berpusat pada

identifikasi dan menghilangkan kegiatan – kegiatan tidak bernilai tambah

(non – value – adding activities) dalam desain, produksi (untuk dibidang

manufaktur) atau operasi (untuk bidang jasa), dan supply chain

management, yang berhubungan langsung dengan pelanggan.

(Worley, 2004) memberikan pengertian yang lebih sederhana,

yaitu lean merupakan mengeliminasi limbah sistematis oleh seluruh

anggota organisasi di seluruh bagian rantai nilai.

Dari berbagai macam pengertian lean maka dapat disimpulkan

bahwa lean adalah suatu konsep operasional suatu perusahaan bertujuan

mengeliminasi pemborosan (waste) dan menghasilkan nilai lebih dalam

proses produksi dengan target untuk peningkatan kualitas dan kecepatan

kepada konsumen.

2.2.1 Prinsip Dasar Lean

Menurut Gaspersz (2007) terdapat lima prinsip dasar Lean, yaitu :

1. Mengidentifikasi nilai produk (barang/jasa) berdasarkan

prespektif pelanggan, dimana pelanggan menginginkan produk

(barang/jasa) berkualitas superior, dengan harga yang

kompetitif dan penyerahan yang tepat waktu

2. Mengidentifikasi value stream process mapping (pemetaan

proses pada valuestream) untuk setiap produk (barang/jasa).

3. Menghilangkan pemborosan yang tidak bernilai tambah dari

semua aktivitas sepanjang proses value stram itu.

4. Mengorganisasikan agar material, informasi dan produk itu

mengalir secara lancar dan efisien sepanjang proses value

stream menggunakan sistem tarik (pull system).

Page 3: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Proses Produksieprints.umm.ac.id/53003/3/BAB II.pdfkegunaan suatu barang dan jasa dengan menggunakan faktor produksi yang ada. (Ahyari 2002) Pada industri

6

5. Terus-menerus mencari berbagi teknik dan alat peningkatan

(improvement tools dan techniques) untuk mencapai

keunggulan dan peningkatan terus-menerus.

2.3 Waste

Waste dapat didefinisikan sebagai segala aktivitas kerja yang tidak

memberikan nilai tambah dalam proses transformasi input menjadi output

sepanjang value stream mapping (Gaspersz, 2007)

Berdasarkan perspektif Lean, semua jenis pemborosan yang

terdapat sepanjang proses value stream, yang mentransformasikan input

menjadi output, harus dihilangkan guna meningkatkan nilai produk

(barang/jasa) dan selanjutnya meningkatkan customer value.

2.3.1 Jenis-jenis Waste

Pada dasarnya dikenal dua kategori utama pemborosan,

yaitu Type One Waste dan Type Two Waste.Type One Waste adalah

aktivitas kerja yang tidak menciptakan nilai tambah dalam proses

transformasi input menjadi output di sepanjang value stream,

namun aktivitas itu pada saat sekarang tidak dapat dihindarkan

karena berbagai alasan. Misalnya, aktivitas inspeksi dan

penyortiran dari perspektif Lean merupakan aktivitas tidak bernilai

tambah sehingga merupakan waste, namun pada saat sekarang kita

masih membutuhkan inspeksi dan penyortiran karena mesin yang

digunakan sudah tua sehingga tingkat keandalannya berkurang.

Demikian pula pengawasan terhadap orang, misalnya, merupakan

aktivitas tidak bernilai tambah berdasarkan perspektif Lean,namun

pada saat sekarang kita masih harus melakukannya, karena orang

tersebut baru saja direkrut oleh perusahaan sehingga belum

berpengalaman. Dalam jangka panjang Type One Waste harus

dapat dihilangkan atau dikurangi

Page 4: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Proses Produksieprints.umm.ac.id/53003/3/BAB II.pdfkegunaan suatu barang dan jasa dengan menggunakan faktor produksi yang ada. (Ahyari 2002) Pada industri

7

Type Two Waste merupakan ativitas yang tidak

menciptakan nilai tambah dan dapat dihilangkan dengan segera.

Misalnya, menghasilkan produk cacat (defect) atau melakukan

kesalahan (error) yang harus dapat dihilangkan dengan segera.

Type Two Waste sering disebut sebagai Waste saja, karena benar-

benar merupakan pemborosan yang harus dapat diidentifikasi dan

dihilangkan dengan segera.

Berikut adalah tujuh jenis waste, yaitu :

1. Overproduction

Stasiun kerja atau unit kerja sebelumnya memproduksi

terlalu banyak sehingga mengakibatkan terganggunya

aliran material dan inventory berlebih

2. Waiting

Kondisi dimana tidak terdaat aktivitas yang terjadi pada

produk, maupun pekerja (misal: operator menunggu

material atau part yang akan diproses, material atau part

menunggu untuk diproses, operator menunggu instruksi

kerja, dsb) sehingga mengakibatkan waktu tunggu lebih

lama

3. Excessive Transportation

Proses perpindahan baik manusia, material atau produk

yang berlebihan sehingga mengakibatkan pemborosan

waktu, tenaga dan biaya

4. Inappropriate Processing

Kesalahan proses produksi yang disebabkan oleh

kesalahan penggunaan mesin atau tool atau diakibatkan

kesalahan prosedur, operator maupun sistem

5. Unnecessary Inventory

Dapat berupa penyimpanan inventory melebihi volume

gudang yang ditentukan, material yang rusak karena

Page 5: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Proses Produksieprints.umm.ac.id/53003/3/BAB II.pdfkegunaan suatu barang dan jasa dengan menggunakan faktor produksi yang ada. (Ahyari 2002) Pada industri

8

terlalu lama disimpan atau terlalu cepat dikeluarkan dari

tempat penyimpanan, material yang sudah kadaluarsa

6. Unnecessary Motion

Berhubungan dengan kondisi lingkungan kerja yang

dapat mempengaruhi performasi operator. Kondisi ini

umumnya diakitkan dengan tata letak tool atau mesin

terhadap benda kerja sehingga operator melakukan

gerakan berlebih pada aktivitas kerjanya (misalnya

terlalu banyak membungkuk, berjongkok)

7. Defects

Yaitu pengerjaan ulang (revisi atau rework) pada

produk maupun pada desain serta pada cacat produk

yang dihasilkan.

2.3.2 Big Picture Mapping

Menurut Hines and Taylor (2000) big picture mapping

digunakan untuk menggambarkan secara lengkap aliran proses

yang meliputi aliran fisik material dan aliran informasi

yangmenyertainya dan juga menggambarkan interaksi antar elemen

yang terdapat pada aliran tersebut.

Penggambaran big picture mapping ini bertujuan untuk

lebih memahami sistem yang diamati dan untuk memudahkan

dalam mencari potensi – potensi pemborosan, penyebab, akibat

serta solusi yang mungkin dapat diterapkan. Untuk

menggambarkan big picture mapping diperlukan data –data aliran

fisik dan informasi beserta data – data pendukungnya, seperti data

biaya, waktu, interaksi dan sebagainya (Dewi, 2014).

Big picture mapping merupakan sebuah tool yang biasa

digunakan pada lean manufacturing untuk mengidentifikasi waste

dalam proses manufaktur pada sebuah perusahaan (McWilliams &

Tetteh, 2008).

Page 6: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Proses Produksieprints.umm.ac.id/53003/3/BAB II.pdfkegunaan suatu barang dan jasa dengan menggunakan faktor produksi yang ada. (Ahyari 2002) Pada industri

9

Menurut Womack & Jones (2003), value stream mapping

adalah semua kegiatan (value added atau non-value added) yang

dibutuhkan untuk membuat produk melalui aliran proses produksi

utama. Value stream dapat mendiskripsikan kegiatan-kegiatan

seperti product design, flow of product, dan flow of information

yang mendukung kegiatan-kegiatan tersebut. Value stream

mapping atau juga sering dikenal denga Big Picture Mapping

merupakan alat yang digunakan untuk menggambarkan sistem

secara keseluruhan dan value stream yang ada didalamnya. Alat ini

menggambarkan aliran material dan informasi dalam suatu value

stream. Berikut adalah contoh dari Big picture mapping pada lantai

produksi:

Gambar 2.1 Big Picture Mapping

Sumber: Hines dan Taylor. 2000. Going Lean

Merancang aliran material pada big picture map perlu

diawali dengan proses yang paling memiliki hubungan dengan

Page 7: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Proses Produksieprints.umm.ac.id/53003/3/BAB II.pdfkegunaan suatu barang dan jasa dengan menggunakan faktor produksi yang ada. (Ahyari 2002) Pada industri

10

pelanggan, seperti pada departemen pengiriman kemudian menuju

proses produksi awal. Aliran material digambar pada bagian bawah

peta. Tiap – tiap proses diiringi segala informasi penting seperti

lead time, tingkat inventori, cycle time dan pergantian waktu.

Bagian kedua dari big picture map yaitu aliran informasi yang

menujukkan berapa banyak tiap – tiap proses akan menjalankan

proses yang bersifat value adding terhadap produk akhir. Di bagian

atas peta dari kanan ke kiri menggambarkan aliran informasi dan

dihubungkan ke aliran material yang sebelumnya telah digambar.

Sesudah selesai menggambar peta, pada bagian bawah kotak

proses menggambarkan timeline yang menyarakan lead time

produksi. Lalu waktu untuk value adding yang menjelaskan total

waktu proses untuk tiap – tiap proses juga ditambahkan. Lead time

dijumlah dengan cara waktu komponen yang akan menunggu pada

setiap mesin ditotal dengan waktu tunggu selesai untuk semua

proses. Untuk membuat big picture mapping harus diperhatikan

simbol-simbol yang digunakan, seperti pada tabel 2.1 dibawah ini

Tabel 2.1 Simbol-simbol dalam Value Stream Mapping

Simbol Proses dalam Value Stream Mapping

Simbol ini merepresentasikan Supplier bila diletakkan di kiri

atas, yakni sebagai titik awal yang umum digunakan dalam

penggambaran aliran material. Sementara gambar akan

merepresentasikan Customer bila ditempatkan di kanan atas,

biasanya sebagai titik akhir aliran material.

Simbol ini menyatakan proses, operasi, mesin atau departemen

yang dilalui aliran material. Secara khusus, untuk menghindari

pemetaan setiap langkah proses yang tidak diinginkan, maka

simbol ini biasanya merepresentasikan satu departemen dengan

aliran internal yang kontinu

Page 8: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Proses Produksieprints.umm.ac.id/53003/3/BAB II.pdfkegunaan suatu barang dan jasa dengan menggunakan faktor produksi yang ada. (Ahyari 2002) Pada industri

11

Simbol ini merepresentasikan pergerakan raw material dari

supplier hingga menuju gudang penyimpanan akhir di pabrik.

Atau pergerakan dari produk akhir di gudang penyimpanan

pabrik hingga sampai ke konsumen.

Simbol ini memiliki lambang-lambang di dalamnya

menyatakan informasi/data yang dibutuhkan unuk menganalisis

dan mengamati sistem. C/T adalah waktu siklus yang

dibutuhkan untuk memproduksi satu barang sampai barang yang

akan diproduksi selanjutnya datang. C/O adalah changeover

time yang merupakan waktu pergantian produksi satu produk

dalam suatu proses untuk yang lainnya. Uptime adalah

persentase waktu yang tersedia pada mesin untuk proses.

Simbol ini menunjukkan keberadaan suatu inventory diantara

dua proses. Ketika memetakan current state, jumlah inventory

dapat diperkirakan dengan satu perhitungan cepat, dan jumlah

tersebut dituliskan dibawah gambar segitiga. Jika terdapat lebih

dari satu akumulasi inventory, gunakan satu lambang untuk

masing-masing inventory. Lambang ini juga dapat digunakan

untuk merepresentasikan penyimpanan bagi raw material dan

finished goods

Simbol ini melambangkan sebuah persediaan “hedge” (safety

stock) yang mengatasi masalah seperti downtime, untuk

melindungi sistem dalam mengatasi fluktuasi pemesanan

konsumen secara tiba-tiba atau terjadinya kerusakan pada

sistem.

Simbol ini berarti pengiriman yang dilakukan dari supplier ke

konsumen atau pabrik ke konsumen dengan

menggunakan pengangkutan eksternal (di luar pabrik).

Simbol Informasi dalam Value Stream Mapping

Page 9: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Proses Produksieprints.umm.ac.id/53003/3/BAB II.pdfkegunaan suatu barang dan jasa dengan menggunakan faktor produksi yang ada. (Ahyari 2002) Pada industri

12

Simbol ini merepresentasikan operator. Lambang ini

menunjukkan jumlah operator yang dibutuhkan untuk

melakukan suatu proses.

Menunjukkan waktu yang memberikan nilai tambah (cycle

times) dan waktu yang tidak memberikan nilai tambah (waktu

menunggu). Gunakan lambang ini untuk menghitung Lead Time

dan Total Cycle Time.

(Sumber : Rother, M dan Shook, J. 2003. Learning to See, Value Stream Mapping

to Create Value and Eliminate Muda. The Lean Enterprise Institute, Inc)

2.3.3 Metode Borda

Metode Borda merupakan metode voting yang dapat

menyelesaikan pengambilan keputusan kelompok, dimana dalam

penerapannya masing-masing decision maker memberikan

peringkat berdasarkan alternatif pilihan yang ada (Ilham, 2017).

Metode Borda juga mampu menyatukan setiap keputusan yang

dihasilkan oleh masing-masing pengambilan keputusan (Hamka,

Utami et al. 2014)

Menurut Kurniawan dan Supriyanto (2011) metode Borda

adalah suatu metode memberikan peringkat di dalam kuisioner

yang telah disebar untuk mengidentifikasi waste dominan. Menurut

Cheng dan Deek (2009) Borda merupakan suatu metode

pemungutan suara (voting) yang digunakan pada pengambilan

keputusan kelompok. Borda menentukan pemenang dengan

memberikan sejumlah poin tertentu untuk masing-masing kandidat.

Selanjutnya pemenang akan ditentukan oleh banyaknya jumlah

poin yang dikumpulkan kandidat. Metode Borda ditemukan oleh

Jean-Charles de Borda pada abad ke 18. Metode ini digunakan

untuk menganalisis keberagaman variabel yang diteliti.

Keistimewaan metode ini dapat mengatasi kesulitan pada metode

Page 10: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Proses Produksieprints.umm.ac.id/53003/3/BAB II.pdfkegunaan suatu barang dan jasa dengan menggunakan faktor produksi yang ada. (Ahyari 2002) Pada industri

13

lain dimana orang-orang/sesuatu yang tidak berada pada ranking

pertama akan secara otomatis dihapuskan.

Gambar 2.2 Contoh Perhitungan Metode Borda

(Sumber: Kurniawan dan Supriyanto, 2011)

2.3.4 Value Stream Analysis Tools (VALSAT)

Menurut Hines & Rich (1997) Value stream analysis tools

digunakan sebagai alat bantu untuk memetakan secara detail aliran

nilai (value stream) yang berfokus pada value adding process.

Detailed mapping ini kemudian dapat digunakan untuk

menemukan penyebab waste yang terjadi.

Pemilihan Value Stream Mapping Tools dilakukan dengan

mengalikan skor rata-rata tiap waste dengan matriks kesesuaian

value stream mapping.

VALSAT merupakan tool yang dikembangkan oleh Hines

& Rich (1997) untuk mempermudah pemahaman terhadap value

stream yang ada dan mempermudah untuk membuat perbaikan

berkenaan dengan waste yang terdapat di dalam value stream.

VALSAT merupakan sebuah pendekatan yang digunakan dengan

melakukan pembobotan waste, kemudian dari pembobotan tersebut

Page 11: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Proses Produksieprints.umm.ac.id/53003/3/BAB II.pdfkegunaan suatu barang dan jasa dengan menggunakan faktor produksi yang ada. (Ahyari 2002) Pada industri

14

dilakukan seleksi terhadap tool dengan menggunakan matrik.Pada

proses ini dilakukan proses pemetaan dari future state yang

direkomendasikan. Alasan yang melandasi pengumpulan dan

pemanfaatan serangkaian tool ini adalah untuk meringankan para

peneliti dalam mengidentifikasikan pemborosan pada individual

value stream dan memperoleh jalan yang sesuai untuk

mengeliminasinya. Tools yang digunakan pada value stream

mapping adalah sebagai berikut:

Tabel 2.2 The Seven Stream Mapping Tools

Waste

Process

Activity

Mapping

Supply

Chain

Response

Matrix

Production

Variety

Funnel

Quality

Filter

Mapping

Demand

Amplification

Mapping

Decesion

Point

Analysis

Physical

Structure

(a)

Volume

(b) Value

Overproduction L M L M M

Waiting H H L M M

Excessive

Transportation H L

Inapropriate

Processing H M L L

Unecessary

Inventory M H M H M

Unecessary

Motion H L

Defect L H

(Sumber: Hines, Lamming, Jones, Cousins and Rich, 2000)

Keterangan:

H (High) = Korelasi dan kegunaan tinggi, faktor pengali 9.

M (Medium) = Korelasi dan kegunaan sedang, faktor pengali 3.

L (Low) = Korelasi dan kegunaan rendah, faktor pengali 1.

Page 12: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Proses Produksieprints.umm.ac.id/53003/3/BAB II.pdfkegunaan suatu barang dan jasa dengan menggunakan faktor produksi yang ada. (Ahyari 2002) Pada industri

15

Konsep value stream analysis tools (VALSAT) digunakan

untuk pemilihan tools yang akan digunakan untuk menganalisis

dan mengidentifikasi lebih lanjut dengan cara mengalikan hasil

pembobotan waste dengan faktor pengendali yang ada pada tabel

The Seven Stream Mapping Tools. Tool dengan nilai terbesar

adalah yang paling sesuai untuk mengeliminasi waste yang terjadi

(Ristyowati, Muhsin et al. 2017)

Tujuh tool tersebut berfungsi untuk mengetahui keadaan

yang terjadi di lantai produksi, penggunaan tool tersebut dilakukan

dengan melakukan pemilihan dengan menggunakan matrik. Untuk

tahap pokok dalam pemilihan tool yang tepat dengan keadaan yang

berkaitan diantaranya melakukan pembobotan terhadap waste.

Melakukan pembobotan sangat berguna sekali, karena dengan

pembobotan waste yang sempurna maka tool yang akan datang

juga sesuai sehingga mudah ketika dilakukan usulan perbaikan.

Terdapat tujuh macam jenis tools dalam VALSAT menurut

Hines & Rich (1997) :

a. Process Activity Mapping (PAM)

Tool ini berfungsi untuk membuat pemetaan yang

rinci dalam proses pemenuhan pesanan. Secara lebih

luas penerapannya untuk mengidentifikasi lead time

baik dari aliran fisik produk ataupun aliran informasi,

diterapkan di area pabrik dan juga diterapkan di daerah

lainnya dalam supply chain, mengurangi waste pada

tempat kerja dan menyediakan goods dengan mutu

tinggi serta murah, murah, dan cepat. Dalam tools ini

berusaha mengurangi kegiatan yang tidak perlu,

memudahkan, menggabungkan dan mencari perubahan

rangkaian yang akan menegliminasi waste.

b. Supply Chain Response Matrix

Page 13: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Proses Produksieprints.umm.ac.id/53003/3/BAB II.pdfkegunaan suatu barang dan jasa dengan menggunakan faktor produksi yang ada. (Ahyari 2002) Pada industri

16

Sebuah diagram sederhana yang menunjukkan the

critical lead time constraint untuk setiap bagian proses

dalam supply chain, yaitu cumulative lead time di

dalam distribusi sebuah perusahaan baik suppliernya

dan downstream retailernya. Diagram ini memiliki 2

axis dimana untuk vertical axis menunjukkan rata – rata

jumlah inventory (hari) dalam setiap bagian rantai

persediaan. Sedangkan untuk horizontal axis

menggambarkan comulative lead timenya.

c. Production Variety Funnel

Pendekatan ini sama dengan metode analisa IVAT

yang melihat proses internal perusahaan sebagai

kegiatan yang disinkronkan ke I, V, A, atau T adalah

pemetaan visual yang berupaya untuk memetakan

jumlah variasi produk tiap langkah proses manufaktur.

Tools ini berfungsi untuk mengenali titik dimana

sebuah produk generic diproses menjadi beberapa

produk yang spesifik. Tool ini bisa dipakai untuk

membantu memilih tujuan perbaikan, reduksi inventory

dan membuat perubahan untuk proses dari produk.

d. Quality Filter Mapping

Pendekatan Quality Filter Mapping merupakan tool

baru yang berfungsi untuk mengidentifikasi dimana

terdapat adanya kasus kualitas pada supply chain. Peta

ini menunjukkan tiga tipe cacat kualitas yang tidak

sama yang terdapat pada value stream yaitu:

1. Product defect: cacat pada fisik produk yang

terlepas dari proses inspeksi dan tiba ke pihak

pelanggan.

2. Scrap defect: cacat yang dijumpai pada proses

pemeriksaan.

Page 14: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Proses Produksieprints.umm.ac.id/53003/3/BAB II.pdfkegunaan suatu barang dan jasa dengan menggunakan faktor produksi yang ada. (Ahyari 2002) Pada industri

17

3. Service defect: permasalahan dari pelanggan yang

tidak secara langsung berkaitan dengan produk,

namun dengan tingkat servis dari perusahaan.

Pendekatan ini dibuat untuk membangun tingkat

kualitas baik internal maupun eksternal semaksimal

mungkin sesuai dengan kebutuhan pelanggan.

e. Deman Amplification Mapping

Merupakan diagram yang menggambarkan

bagaimana permintaan tidak menentu sepanjang jalur

supply chain dalam interval waktu tertentu. Informasi

yang diperoleh dari diagram ini merupakan dasar untuk

mengatur fluktuasi dan mengeliminasinya, membuat

ketetapan berhubungan dengan value stream

configuration. Dalam diagram ini vertical axis

menunjukkan interval waktu, grafik diperoleh untuk

setiap chain dari supply chain configuration yang ada.

f. Decision Poit Analysis

Merupakan tool yang berfungsi untuk memastikan

titik dimana permintaan aktual dilaksanakan dengan

sistem pull sebagai dasar untuk membuat forecast pada

sistem push pada supply chain atau dengan kata lain

titik batas dimana produk dibuat berdasarkan demand

aktual selanjutnya produk harus dibuat dengan

melakukan forecast. Dengan tool ini bisa diukur kinerja

dari proses upstream dan downstream sesuai dengan

titik tersebut, sehingga mampu dinyatakan filosofi pull

(tarik) atau push (tekan) yang tepat.

g. Physical Structure

Tool ini berfungsi untuk mengetahui keadaan dan

kegunaan bagian–bagian dari supply chain untuk

beraneka ragam tingkatan industri. Dengan pengertian

Page 15: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Proses Produksieprints.umm.ac.id/53003/3/BAB II.pdfkegunaan suatu barang dan jasa dengan menggunakan faktor produksi yang ada. (Ahyari 2002) Pada industri

18

tersebut bisa diketahui keadaan industri tersebut,

bagaimana berproses dan bisa memberikan kepedulian

pada tingkatan area yang kurang dipedulikan. Untuk

tingkatan yang lebih kecil tool ini dapat

menggambarkan inbound supply chain di lantai

produksi.

2.4 Six Sigma

Six sigma dapat didefinisikan sebagai suatu metodologi yang

menyediakan alat-alat untuk penimgkatan proses bisnis dengan tujuan

menurunkan variasi proses dan meningkatkan kualitas produk. Pendekatan

six sigma merupakan sekumpulan konsep dan praktik yang berfokus pada

penurunan variasi proses dan penurunan kegagalan atau kecacatan produk.

Six Sigma adalah upaya yang kontinu untuk meminimasi

pemborosan, meminimasi variansi dan mencegah defect. Six sigma adalah

sebuah ide bisnis yang berupaya untuk menjawab customer demand

terhadap kualitas yang paling baik dan proses bisnis yang tanpa cacat.

Customer satisfaction dan pengembangannya menjadi pengutamaan paling

tinggi, dan six sigma berupaya meniadakan keraguan pencapaian tujuan

bisnis.

Konsep Six Sigma diawali oleh perusahaan Motorola pada tahun

1980-an. Kemudian pada tahun 1995 General Electric (GE) menetapkan

untuk mengaplikasikan konsep six sigma. Konsep six sigma yang

diterapkan GE dapat memberikan penghematan biaya sebesa $320 juta

pada dua tahun pertama dan lebih dari $1 miliar pada tahun 1990. Six

Sigma Motorola merupakan suatu metode atau teknik pengelolaan dan

pengembangan mutu dramatik yang dilakukan oleh perusahaan Motorola

sejak tahun 1986, yang merupakan inovasi baru dalam bidang manajemen

kualitas. Beberapa ahli manajemen kualitas mengungkapkan bahwa

metode six sigma Motorola dikembangkan dan diperoleh secara luas oleh

dunia industri, sebab manajemen industri frustasi terhadap proses – proses

Page 16: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Proses Produksieprints.umm.ac.id/53003/3/BAB II.pdfkegunaan suatu barang dan jasa dengan menggunakan faktor produksi yang ada. (Ahyari 2002) Pada industri

19

manajemen kualitas yang tersedia, yang tidak sanggup melakukan

peningkatan kualitas secara dramatik menuju tingkat zero defects

(Gaspersz, 2007).

2.4.1 Metodologi Six Sigma

Menurut (Stamatis, 2004) usaha untuk meningkatkan

menuju target six sigma bisa dilaksanakan menggunakan

implementasi DMAIC, yang merupakan akronim dari Define –

Measure – Analyze – Improve – Control. Model DMAIC ialah

metodologi yang berfungsi untuk pendekatan pemecahan persoalan

six sigma. Pada intinya, model ini membantu dalam hal berikut :

a. Mengerti apa yang bermanfaat bagi konsumen

b. Mengidentifikasi sasaran

c. Meminimalkan variasi

d. Mengurangi perhatian

DMAIC berfungsi untuk memajukan proses bisnis yang

sudah ada. Langkah DMAIC tersebut saling berkaitan membuat

suatu siklus, dimana setiap proses yang satu dengan proses

berikutnya saling berhubungan. DMAIC merupakan pusat dari

analisis six sigma yang menjamin suara pelanggan berlangsung

dalam keseluruhan proses sehingga produk yang dihasilkan

memenuhi customer needs.

Menurut Gaspersz (2007) DMAIC terdiri atas lima tahap

utama yaitu :

1. Define : mendefinisikan secara formal sasaran peningkatan

proses yang konsisten dengan permintaan atau kebutuhan

pelanggan dan strategi perusahaan

2. Measure : mengukur kinerja proses pada saat sekarang

(baseline measurements) agar dapat dibandingkan dengan

target yang ditetapkan. Lakukan pemetaan proses dan

Page 17: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Proses Produksieprints.umm.ac.id/53003/3/BAB II.pdfkegunaan suatu barang dan jasa dengan menggunakan faktor produksi yang ada. (Ahyari 2002) Pada industri

20

mengumpulkan data yang berkaitan dengan indikator kinerja

kunci (key performance indicators = KPIs)

3. Analyze : menganalisis hubungan sebab-akibat berbagai faktor

yang dipelajari untuk mengetahui faktor-faktor dominan yang

perlu dikendalikan

4. Improve : mengoptimisasikan proses menggunakan analisis-

analisis seperti Design of Experiments (DOE), dan lain-lain,

untuk mengetahui dan mengendalikan kondisi optimum proses

5. Control : melakukan pengendalian terhadap proses secara

terus-menerus untuk meningkatkan kapabilitas proses menuju

target Six Sigma

2.5 Lean Six Sigma

Lean six sigma yang merupakan kombinasi antara Lean dan Six

Sigma dapat didefinisikan sebagai filosofi bisnis, pendekatan sistemik dan

sistematik untuk mengidentifikasi dan menghilangkan pemborosan (waste)

atau aktivitas-aktivitas yang tidak bernilai tambah (non-value-added

activities) melalui peningkatan terus-menerus radikal (radical continuous

activities) untuk mencapai tingkat kinerja enam sigma, dengan cara

mengalirkan produk (material, work-in-processII, output) dan informasi

menggunakan sistem tarik (pull system) dari pelanggaran internal untuk

mengejar keunggulan dan kesempurnaan berupa hanya memproduksi 3,4

cacat untuk setiap satu juta kesempatan atau operas-3,4 DPMO (Defects

Per Million Opportunities)

Pendekatan lean bertujuan untuk menghilangkan pemborosan

(waste elimination), memperlancar aliran material, produk dan informasi,

serta peningkatan terus-menerus. Sedangkan pendekatan Six Sigma

bertujuan untuk reduksi variasi (variation reduction), pengendalian proses

dan peningkatan terus-menerus. Integrasi Lean dan Six Sigma akan

meningkatkan kinerja bisnis dan industri melalui peningkatan kecepatan

(shorter cycle time) dan akurasi (zero defects). Pendekatan Lean akan

Page 18: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Proses Produksieprints.umm.ac.id/53003/3/BAB II.pdfkegunaan suatu barang dan jasa dengan menggunakan faktor produksi yang ada. (Ahyari 2002) Pada industri

21

menyingkapkan Non-Value Added (NVA) dan Value Added (VA) serta

membuat Value Added mengalir secara lancar sepanjang value stream

processes, sedangkan Six Sigma akan mereduksi variasi Value Added itu

(Gaspersz, 2007)

2.5.1 Diagram Pareto

Diagram pareto dapat didefinisikan sebagai suatu diagram

yang menggambarkan pengelompokkan data secara menurun mulai

dari kiri ke kanan. Diagram pareto berfungsi untuk memastikan

tahap yang harus diambil berdasarkan persoalan potensial sebagai

usaha mengatasi masalah.

Diagram pareto merupakan salah satu dari yang sering

digunakan dalam hal pengendalian mutu. Pada dasarnya, diagram

pareto adalah grafik batang yang menunjukkan masalah

berdasarkan urutan banyaknya jumlah kejadian. Urutannya mulai

dari jumlah permasalahan yang paling banyak terjadi sampai yang

paling sedikit terjadi.

Selain itu, diagram pareto juga dapat digunakan untuk

membandingkan kondisi proses, misalnya ketidaksesuaian proses

sebelum dan setelah diambil tindakan perbaikan terhadap proses.

Penyusunan diagram pareto sangat sederhana.

Page 19: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Proses Produksieprints.umm.ac.id/53003/3/BAB II.pdfkegunaan suatu barang dan jasa dengan menggunakan faktor produksi yang ada. (Ahyari 2002) Pada industri

22

Gambar 2.3 Diagram Pareto

(Sumber: Besterfield,1998)

2.5.2 DPMO dan Nilai Sigma

Perhitungan DPMO dan nilai sigma bertujuan untuk

mengukur kemampuan dan capability sigma pada saat ini

(Saryatmo, 2016). Berikut ini merupakan persamaan dalam

Microsoft Excel yang berfungsi untuk menghitung nilai sigma

dengan menggunakan nilai DPMO: (Tannady, 2015)

1. Identifikasi CTQ (Critical to Quality)

2. Banyak unit yang cacat dan banyak unit yang diperiksa

3. Hitung DPO (Defect per Opportunity)

𝐷𝑃𝑂 = 𝐷𝑒𝑓𝑓𝑒𝑡 𝑝𝑒𝑟 𝑈𝑛𝑖𝑡 𝑥 𝐶𝑇𝑄 (2.1)

4. Hitung DPMO (Defect per Million Opportunity)

𝐷𝑃𝑀𝑂 = 𝐷𝑃𝑂 𝑥 1.000.000 (2.2)

5. Konversi DPMO ke Nilai Sigma

Page 20: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Proses Produksieprints.umm.ac.id/53003/3/BAB II.pdfkegunaan suatu barang dan jasa dengan menggunakan faktor produksi yang ada. (Ahyari 2002) Pada industri

23

Hasil-hasil dari peningkatan kualitas dapat diukur

berdasarkan nilai DPMO terhadap nilai sigma yang ditunjukkan

dalam tabel:

Tabel 2.3 Manfaat Dari Pencapaian Beberapa Tingkat Sigma

Tingkat Pencapaian

Sigma DPMO Keterangan

1-Sigma 691.462 Sangat tidak kompetitif

2-Sigma 308.534 Rata-rata industri Indonesia

3-Sigma 66.807

4-Sigma 6.210 Rata-rata industri USA

5-Sigma 233 Rata-rata industri Jepang

6-Sigma 3.4 Industri kelas dunia

(Sumber: Gaspersz, 2007)

2.5.3 Root Cause Analysis (RCA)

Root Cuase Analysis (RCA) adalah sebuah metode

terstruktur yang bertujuan untuk mengidentifikasi akar penyebab

masalah dari kegagalan sistem. Dalam praktek aplikasi, RCA

diyakini dapat memecahkan suatu permasalahan yaitu dengan cara

berusaha mencari dan mengkoreksi atau mengeliminasi akar

permasalahan dan tidak hanya sekedar menempatkan gejala-gejala

yang sudah tampak jelas secara langsung. Untuk menentukan

penyebab di dapatkan berdasarkan brainstorming dengan pihak

perusahaan. (Dewi, 2014)

Root Cause Analysis (RCA) merupakan suatu metodologi

untuk mengidentifikasi dan mengoreksi sebab-sebab yang

fungsional. Metode RCA sangat berguna untuk menganalisis suatu

kegagalan sistem tentang hal yang tidak diharapkan yang terjadi,

bagaimana hal itu bisa jadi, dan mengapa hal itu bisa terjadi.

Page 21: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Proses Produksieprints.umm.ac.id/53003/3/BAB II.pdfkegunaan suatu barang dan jasa dengan menggunakan faktor produksi yang ada. (Ahyari 2002) Pada industri

24

Tujuan dari penggunaan RCA adalah untuk mengetahui penyebab

masalah atau kejadian untuk mengidentifikasi akar-akar penyebab

masalah tersebut. Jika akar penyebab dari suatu masalah tidak

teridentifikasi, maka hanya akan mengetahui gejalanya saja dan

masalah itu sendiri akan tetap ada (Syawalluddin, M.W, 2015).

Langkah-langkah RCA antara lain yaitu mengidentifikasi

dan memperjelas definisi undesired outcome, mengumpulkan data,

menempatkan kejadian-kejadian dan kondisi-kondisi pada event

and causal factor table (tabel kejadian dan faktor penyebab),

gunakan tabel penyebab atau metode yang lain untuk

mengidentifikasi seluruh penyebab yang berpotensi,

mengidentifikasi mode kegagalan samapai dengan mode kegagalan

paling bawah, dan lanjutkan pertanyaan “mengapa” untuk

mengidentifikasikan root causes yang paling kritis (Syawalluddin,

M.W, 2015).

2.5.4 5W + 1H

Metode 5W + 1H ini digunakan pada tahap improve. 5W +

1H adalah (1) What, apa yang menjadi target utama dari perbaikan

kualitas? (2) Why, mengapa rencana tindakan diperlukan? (3)

Where, dimana rencana tersebut dilaksanakan? (4) Who, siapa yang

akan mengerjakan aktivitas rencana itu? (5) When, kapan tindakan

ini akan dilaksanakan? (6) How, bagaimana mengerjakan rencana

tersebut? Contoh petunjuk penggunaan metode 5W + 1H untuk

pengembangan rencana tindakan dapat dilihat dalam tabel 2.5 di

bawah ini.

Page 22: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Proses Produksieprints.umm.ac.id/53003/3/BAB II.pdfkegunaan suatu barang dan jasa dengan menggunakan faktor produksi yang ada. (Ahyari 2002) Pada industri

25

Tabel 2.4 Penggunaan Metode 5W +1H untuk Pengembangan Rencana Tindakan

Jenis 5W + 1H Deskripsi Tindakan

Tujuan

Utama

What

(Apa)

Apa yang menjadi target utama dari

perbaikan atau peningkatan kualitas? Merumuskan target

sesuai dengan

kebutuhan

pelanggan.

Alasan

Kegunaan

Why

(Kenapa)

Mengapa rencana tindakan itu

diperlukan? Penjelasan tentang

kegunaan dari rencana tindakan yang

dilakukan

Lokasi Where

(Dimana)

Dimana rencana tindakan ini akan

dilaksanakan? Apakah aktivitas ini

harus dikerjakan disana? Mengubah sekuens

atau urutan

aktivitas atau

mengkombinasikan

aktivitas – aktivitas

yang dapat

dilaksanakan

bersama.

Sekuens

(Urutan)

When

(Kapan)

Bilamana aktivitas rencana tindakan

itu akan terbaik untuk dilaksanakan?

Apakah aktivitas itu akan

dilaksanakan kemudian?

Orang Who

(Siapa)

Siapa yang akan mengerjakan

aktivitas

rencana tindakan itu? Mengapa harus

orang

itu yang ditunjuk untuk mengerjakan

aktivitas itu?

Metode How

(Bagaimana)

Bagaimana mengerjakan aktivitas

rencana

tindakan itu? Apakah metode yang

diberikan

sekarang merupakan metode terbaik?

Menyederhanakan

aktivitas – aktivitas

rencana tindakan

yang ada.

(Sumber: Gaspersz, 2002)