BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pendidikan...
Transcript of BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pendidikan...
8
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Kajian Teori
2.1.1 Pendidikan Karakter
2.1.1.1 Pengertian Pendidikan Karakter
Dewasa ini, wacana mengenai pendidikan karakter semakin mendapat
perhatian dari berbagai pihak. Banyaknya fenomena yang mencerminkan
degradasi moral dalam konteks kebangsaan telah membuat semua pihak khawatir
dan prihatin. Tidak bisa dimungkiri, kini perilaku tercela seolah menjadi suatu
yang biasa terjadi. Situasi ini sesungguhnya memberikan ancaman tersendiri bagi
perkembangan generasi muda (Budiharjo, 2015). Menyikapi hal ini, banyak pihak,
terutama kalangan pendidikan menyampaikan pentingnya diterapkan pendidikan
karakter sebagai solusinya. sebab salah satu fungsi pendidikan adalah
pembentukan sikap dan karakter manusia (Sultoni, 2016).
Undang-undang 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional pada
Pasal 3, yang menyebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi
mengembangkan kemampuan dan membentuk karakter serta peradaban bangsa
yang bermanfaat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan
nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan ,menjadi warga negara
demokratis serta bertanggung jawab. Sedangkan menurut Ki Hadjar Dewantara
(dalam Wilujeng, 2012) pendidikan merupakan daya upaya memajukan budi
9
pekerti (kekuatan batin, karakter), pikiran (intelect) dan tubuh anak, dimana
bagian-bagian tersebut tidak boleh dipisahkan agar kita dapat memajukan
kesempurnaan hidup anak-anak kita.
Pendidikan karakter merupakan gerakan pendidikan di sekolah untuk
memperkuat karakter melalui proses pembentukan, transformasi, transmisi, dan
pengembangan potensi peserta didik dengan cara harmonisasi olah hati (etik dan
spiritual), olah rasa (estetik), olah pikir (literasi dan numerasi), dan olah raga
(kinestik) sesuai falsafah hidup pancasila (Kemendikbud, 2016). Pendidikan
karakter merupakan dinamika pengembangan kemampuan yang
berkesinambungan dalam diri manusia untuk mengadakan internalisasi nilai-nilai
sehingga menghasilkan disposisi aktif dan stabil dalam diri individu (Koesoema,
2011).
Kebijakan Nasional pembangunan karakter bangsa tahun 2010-2025
menyebutkan pendidikan karakter adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana serta proses pemberdayaan potensi dan pembudayaan
peserta didik guna membangun karakter pribadi atau kelompok yang unik baik
sebagai warga negara. Kemendiknas (2010) menyebutkan bahwa pendidikan
karakter merupakan upaya-upaya yang dirancang dan dilaksanakan secara
sistematis untuk menanamkan nilai-nilai perilaku peserta didik yang berhubungan
dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan
kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan
perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata karma, budaya, dan adat
istiadat.
10
Berdasarkan pengertian pendidikan karakter di atas dapat disimpulkan
bahwa pendidikan karakter merupakan upaya yang transformatif pengetahuan dan
nilai-nilai luhur yang bersumber dari agama, budaya dan kebangsaan.
2.1.1.2 Nilai-nilai Pendidikan Karakter
Menurut Kemendikbud, (2016) ada lima nilai utama karakter yang saling
berkaitan membentuk jejaring nilai yang perlu dikembangkan. Kelima nilai utama
karakter bangsa yang dimaksudkan adalah sebagai berikut:
2.1.1.2.1 Religius
Nilai karakter religius mencerminkan keberimanan terhadap Tuhan yang
Maha Esa yang diwujudkan dalam perilaku melaksanakan ajaran agama dan
kepercayaan yang dianut, menghargai perbedaan agama, menjunjung tinggi sikap
toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama dan kepercayaan lain, hidup rukun
dan damai dengan pemeluk agama lain. Nilai karakter religius ini meliputi tiga
dimensi relasi sekaligus, yaitu hubungan individu dengan Tuhan, individu dengan
sesama, dan individu dengan alam semesta (lingkungan). Nilai karakter religius
ini ditunjukkan dalam perilaku mencintai dan menjaga keutuhan ciptaan. Subnilai
religius antara lain damai, toleransi, menghargai perbedaan agama dan
kepercayaan, teguh pendirian, percaya diri, kerja sama antar pemeluk agama dan
kepercayaan, antibuki dan kekerasan, persahabatan, ketulusan, tidak memaksa
kehendak, mencintai lingkungan, melindungi yang kecil dan tersisih.
2.1.1.2.2 Nasionalis
Nilai karakter nasionalis merupakan cara berpikir, bersikap, dan berbuat
yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap
bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsa,
11
menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan
kelompokknya. Subnilai nasionalis antara lain apresiasi budaya bangsa sendiri,
menjaga kekayaan budaya bangsa, rela berkorban, unggul, dan berprestasi, cinta
tanah air, menjaga lingkungan, taat hukum, disiplin, menghormati keragaman
budaya, suku, dan agama.
2.1.1.2.3 Mandiri
Nilai karakter mandiri merupakan sikap dan perilaku tidak bergantung
pada orang lain dan mempergunakan segala tenaga, pikiran, waktu untuk
merealisasikan harapan, mimpi dan cita-cita. Subnilai mandiri antara lain etos
kerja (kerja keras), tangguh tahan banting, daya juang, profesional, kreatif,
keberanian, dan menjadi pembelajar sepanjang hayat.
2.1.1.2.4 Gotong Royong
Nilai karakter gotong royong mencerminkan tindakan menghargai
semangat kerja sama dan bahu-membahu menyelesaikan persoalan bersama,
menjalin komunikasi dan persahabatan, memberi bantuan atau pertolongan pada
orang-orang yang membutuhkan. Subnilai gotong royong antara lain menghargai,
kerja sama, inklusif, komitmen atas keputusan bersama, musyawarah mufakat,
tolong-menolong, solidaritas, empati, anti diskriminasi, anti kekerasan, dan sikap
kerelawanan.
2.1.1.2.5 Integritas
Nilai karakter integritas merupakan nilai yang mendasari perilaku yang
didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat
dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan, memiliki komitmen dan
kesetiaan pada nilai kemanusiaan dan moral (integritas moral). Karakter integritas
12
meliputi sikap tanggung jawab sebagai warga negara, aktif terlibat dalam
kehidupan sosial, melalui konsistensi tindakan dan perkataan yang berdasarkan
kebenaran. Subnilai integritas antara lain kejujuran, cinta pada kebenaran, setia,
komitmen moral, anti korupsi, keadilan, tanggung jawab, keteladanan, dan
menghargai martabat individu (terutama penyandang disabilitas).
Kelima nilai utama karakter bukanlah nilai yang berdiri dan berkembang
sendiri-sendiri melainkan yang berinteraksi satu sama lain, yang berkembang
secara dinamis dan membentuk keutuhan pribadi, dari nilai utama manapun
pendidikan karakter dimulai, individu dan sekolah perlu mengembangkan nilai-
nilai utama lainnya baik secara kontekstual maupun universal (Kemendikbud,
2016).
Menurut Achmad (2016) isi pendidikan karakter adalah nilai-nilai
karakter positif menurut moral universal, terdapat tujuh nilai karakter esensial atau
karakter inti yang harus dikembangkan pada siswa. Nilai-nilai karakter tersebut
adalah: Honesty (kejujuran), compassion (belas kasih), courage (keberanian),
kidness (baik hati), self-control (kontrol diri), cooperation (kerjasama), dan
diligence (rajin) atau hard work (kerja keras). Matin (2015) menyebutkan bahwa
nilai-nilai karakter yang diharapkan adalah nilai-nilai yang bersifat aktual dalam
berperilaku (behavior values) yaitu sikap jujur (benar), adil, amanah, arif , rasa
malu tanggung jawab, berani, disiplin, mandiri, kasih sayang, toleran, cinta tanah
air atau cinta bansa atau kewarganegaraan.
Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa nilai-nilai
pendidikan karakter adalah nilai-nilai perilaku manusia dalam hubungannya
13
dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, dan lingkungan,
serta kebangsaan.
2.1.1.3 Tujuan Pendidikan Karakter
Pendidikan karakter bertujuan membentuk dan membangun pola pikir,
sikap dan perilaku peserta didik agar menjadi pribadi yang positif, berakhlak,
berjiwa luhur, dan bertanggung jawab (Yaqin, 2016). Menurut kemendikbud,
2016 pendidikan karakter memiliki tujuan sebagai berikut: 1) Mengembangkan
platform pendidikan nasional yang meletakkan makna dan nilai karakter sebagai
jiwa atau generator utama penyelenggaraan pendidikan, 2) membangun dan
membekali Generasi Emas Indonesia 2045 menghadapi dinamika perubahan di
masa depan dengan keterampilan abad 21,3) mengembalikan pendidikan karakter
sebagai ruh dan fondasi pendidikan melalui harmonisasi olah hati (etik dan
spiritual), olah rasa (estetik), olah pikir (literasi dan numerasi), dan olah raga
(kinestik), 4) merevitalisasi dan memperkuat kapasitas ekosistem pendidikan
(kepala sekolah, guru, siswa, pengawas dan komite sekolah) untuk mendukung
perluasan implementasi pendidikan karakter, 5) membangun jejaring pelibatan
masyarakat (publik) sebagai sumber-sumber belajar di dalam dan di luar sekolah.
6) melestarikan kebudayaan dan jati diri bangsa Indonesia dalam mendukung
Gerakan Nasional Revolusi Mental (GNRM).
Gunawan (2012) menyebutkan bahwa pendidikan karakter pada intinya
bertujuan untuk membentuk bangsa yang tangguh, kompetitif, berakhlak mulia,
bertoleran, gotong-royong, berjiwa patriotik, berkembang dinamis, berorientasi
pada ilmu pengetahuan dan teknologi yang semuanya dijiwai oleh iman dan taqwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan Pancasila.
14
Berdasarkan penjelasan yang telah dikemukakan, dapat disimpulkan
bahwa tujuan pendidikan karakter memiliki fokus pada pengembangan potensi
peserta didik secara keseluruhan, untuk menjadi individu yang berakhlak mulia,
mampu hidup mandiri dan siap untuk menghadapi tantangan di zaman yang akan
datang.
2.1.1.4 Implementasi Pendidikan Karakter
Menurut Kemendikbud (2016) implementasi pendidikan karakter dapat
dilakukan dengan tiga pendekatan utama yaitu berbasis kelas, berbasis budaya
sekolah, dan berbasis masyarakat. Berbasis kelas meliputi: (a) Pengintegrasian
dalam kurikulum, (b) melalui manajemen kelas, (c) melalui pilihan dan
penggunaan metode pembelajaran, (d) melalui pembelajaran tematis, (e) melalui
gerakan literasi, (f) melalui layanan bimbingan dan konseling. Berbasis budaya
sekolah berfokus pada pembiasaan dan pembentukan budaya yang
merepresentasikan nilai-nilai utama pendidikan karakter yang menjadi prioritas
satuan pendidikan, pembiasaan ini diintegrasikan dalam keseluruhan kegiatan di
sekolah yang tercermin dari suasana dan lingkungan sekolah yang kondusif.
Berbasis masyarakat yakni satuan pendidikan dapat melakukan berbagai
kolaborasi dengan lembaga, kominitas, dan organisasi lain di luar satuan
pendidikan yang dapat menjadi mitra dalam pendidikan karater.Menurut
Kemendiknas (2010) penyelengaraan pendidikan karakter di SMP dilakukan
secara terpadu melalui 3 jalur yaitu: Pembelajaran, manajemen sekolah, dan
kegiatan pembinaan kesiswaan. Ningsih (2014) menyebutkan bahwa
pengintegrasian pendidikan karakter dapat melalui program pengembangan diri
dan budaya sekolah. Program pengembangan diri meliputi kegiatan rutin sekolah
15
seperti upacara, kegiatan spontan seperti penggalangan dana kematian, dan
keteladanan warga sekolah.
Berdasarkan pengertian di atasdapat disimpulkan bahwa
pengimplementasian pendidikan karakterdapat dilakukan melalui tiga cara yaitu
berbasis kelas, berbasis budaya sekolah, dan berbasis masyarakat.
2.1.2 Hakikat IPA dan Pembelajaran IPA
2.1.2.1 Definisi IPA
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan cara mencari tahu tentang alam
secara sistematis untuk menguasai kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-
fakta, konsep-konsep, prinsip-prinsip, proses penemuan dan memiliki sikap
ilmiah. Peraturan Menteri No. 58 Tahun 2014 tentang Kurikulum SMP lampiran 3
menyebutkan bahwa IPA dipandang sebagai cara berpikir untuk memahami alam,
melakukan penyelidikan, dan sebagai kumpulan pengetahuan. Menurut Wibowo
(2016)IPA adalah suatu mata pelajaran yang memuat kumpulan teori yang
sistematis, penerapannya secara umum terbatas pada gejala alam, lahir dan
berkembang melalui metode ilmiah seperti observasi dan eksperimen serta
menuntut sikap ilmiah seperti rasa ingin tahu, terbuka, jujur, dan sebagainya. Hal
ini sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Collete dan Chiappetta (1994) yang
menyatakan bahwa IPA pada hakikatnya merupakan; kumpulan pengetahuan (a
body of knowledge), cara atau jalan berpikir (method of thinking), dan cara untuk
penyelidikan (method of investigating).
Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa IPA merupakan
ilmu yang mempelajari tentang alam melalui metode ilmiah seperti observasi dan
16
eksperimen serta menuntut sikap ilmiah seperti rasa ingin tau, jujur, terbuka dan
sebagainya.
2.1.2.2. Karakteristik dan Ruang Lingkup IPA
Ilmu pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu
tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan
pengetahan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja
tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. IPA diperlukan dalam kehidupan
sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan manusia melalui pemecahan masalah-
masalah yang dapat diidentifikasi (Kurikulum, 2013). Peraturan Menteri No. 58
tentang Kurikulum SMP lampiran 3 menyebutkan bahwa ruang lingkup mata
pelajaran IPA di SMP/MTs menekankan pada pengamatan fenomena alam dan
penerapannya dalam kehidupan sehari-hari, isu-isu fenomena alam terkait dengan
kompetensi produktif dengan perluasan pada konsep abstrak yang meliputi aspek-
aspek sebagai berikut:
a. Biologi
Meliputi objek IPA, klasifikasi makhluk hidup, organisasi kehidupan
energi dalam kehidupan, interaksi makhluk hidup dengan lingkungannya,
pencemaran lingkungan, pemanasan global, sistem gerak pada manusia, struktur
tumbuhan, sistem pencernaan, sistem ekskresi, sistem reproduksi, hereditas, dan
perkembanga produk.
b. Kimia
Meliputi karakteristik zat, sifat bahan, bahan kimia, unsur senyawa, dan
campuran, pemisahan campuran, perubahan fisika, dan perubahan kimia, asam
dan basa, atom, ion, dan molekul.
17
c. Fisika
Meliputi energi dalam kehidupan, suhu, pemuaian, dan kalor, gerak lurus,
gaya dan Hukum Newton, pesawat sederhana, tekanan zat cair, getaran,
gelombang dan bunyi, cahaya dan alat optik, listrik statis dan dinamis,
kemagnetan dan induksi elektromagnetik.
d. Bumi dan Alam Semesta
Meliputi struktur bumi, tata surya, gerak edar bumi dan bulan.
2.1.2.3. Pembelajaran IPA
Menurut Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No.20 Tahun
2003, pembelajaran diartikan sebagai proses interaksi peserta didik dengan
pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Sedangkan menurut
Susanto (2013) pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar
terjadi proses pemerolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan, kemahiran, serta
membentuk sikap dan keyakinan pada peserta didik. Berdasarkan pegertian di
atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran merupakan proses untuk membantu
peserta didik memperoleh pengetahuan dan juga keterampilan, di lingkungan
belajar yang baik.
Pembelajaran IPA adalah ilmu yang mempelajari peristiwa-peristiwa
yang terjadi di alam dengan melakukan observasi, eksperimentasi, penyimpulan,
penyusunan teori agar siswa mempunyai pengetahuan, gagasan, dan konsep yang
terorganisasi tentang alam sekitar, yang diperoleh dari pengelaman melalui
serangkaian proses ilmiah antara lain penyelidikan, penyusunan, dan penyajian
gagasan-gagasan.Peraturan Menteri No. 58 tentang Kurikulum SMP lampiran 3
menyebutkan bahwa pembelajaran IPA, harus selalu terkait dengan konteks yang
18
terjadi di lingkungan dan masyarakat. Dengan demikian pembelajaran IPA harus
pula mendukung proses pembudayaan peserta didik sebagai warga masyarakat.
Hal ini sejalan dengan penadapat Bruner (dalam Kurikulum, 2013) yang
menyatakan bahwa pembelajaran dan jenis pengetahuan yang dianggap penting
adalah yang terkait erat dengan nilai-nilai masyarakat dan yang berguna dalam
konteks masyarakat.
Berdasarkan pengertian pembelajaran IPA di atas dapat disimpulkan
bahwa pembelajaran IPA adalah ilmu yang mempelajari peristiwa-peristiwa yang
tarjadi di alam dengan melakukan sikap ilmiah seperti observasi dan eksperimen.
2.1.2.4 Tujuan Pembelajaran IPA
Tujuan umum pembelajaran IPA di jenjang pendidikan SMP/MTs
sebagaimana tercantum Kurikulum 2013 adalah: (a) Mengagumi keteraturan dan
kompleksitas ciptaan Tuhan tenteng aspek fisik dan materi, kehidupan dalam
ekosistem, dan peranan manusia dalam lingkungan sehingga bertambah
keimanannya, serta mewujudkannya dalam pengalaman ajaran agama yang
dianutnya, (b) Menunjukkan perilaku ilmiah (memiliki rasa ingin tahu, objektif,
jujur, teliti, cermat, tekun, hati-hati; bertanggung jawab; terbuka; kritis; kreatif;
inovatif dan peduli lingkungan) dalam aktivitas sehari-hari sebagai wujud
implementasi sikap dalam melakukan pengamatan, percobaan, dan berdiskusi.(c)
Menghargai kerja individu dan kelompok dalam aktivitas sehari-hari sebagai
wujud implementasi melaksanakan percobaan dan melaporkan hasil percobaan
guna memupuk sikap ilmiah yaitu jujur, objektif, terbuka, ulet, kritis dan dapat
bekerja sama dengan orang lain, (d) Menguasai konsep dan prinsip IPA serta
mempunyai keterampilan mengembangkan pengetahuan, dan sikap percaya diri
19
sebagai bekal untuk melanjutkan pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi serta
mengembangkan ilmu pengetahuan teknologi.
Menurut lampiran Permendikbud Nomor 21 Tahun 2016 tentang Standar
Isi Pendidikan Dasar dan Menengah yang menyatakan bahwa mata pelajaran IPA
di SMP/MTs bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut:
(a)Memiliki sikap rasa ingin tahu, logis, kritis, analisis, jujur dan tanggung jawab
melalui IPA. (b) Mengajukan pertanyaan tentang fenomena IPA, melaksanaan
percobaan mencatat dan menyajikan hasil penyelidikan dalam bentuk tabel dan
grafik, menyimpulkan, serta melaporkan hasil penyelidikan secara lisan maupun
tertulis untuk menjawab pertanyaan tersebut, (c) Memahami konsep dan prinsip
IPA saling keterkaitannya dan diterapkan dalam penyelesaian masalah, (d)
Memahami konsep dan prinsip IPA serta saling keterkaitannya dan diterapkan
dalam menyelesaikan masalah dalam kehidupan.
Dari tujuan pembelajaran IPA tersebut, diharapkan pendidik dapat
menciptakan suasana pembelajaran yang efektif dan kondusif, untuk mendapatkan
hasil yang maksimal sebagaimana yang tercantum dalam tujuan pembelajaran IPA
di atas.
2.1.3 Implementasi Pendidikan Karakter dalam Pembelajaran IPA
Pendidikan karakter melalui materi pembelajaran berkaitan dengan nilai-
nilai dan norma-norma yang dikaitkan dengan konteks kehidupan sehari-hari
(Ningsih, 2014). Implementasi pendidikan karakter pada mata pelajaran mengarah
pada internalisasi nilai-nilai keseharian melalui proses perencanaan, pelaksanaan,
dan penilaian pembelajaran (Asmani, 2011). Implementasi pendidikan karakter
dilakukan dengan tiga pendekatan utama, yaitu berbasis kelas, berbasis budaya
20
sekolah, dan berbasis masyarakat. Ketiga pendekatan ini saling terkait dan
merupakan satu kesatuan yang utuh (Kemendikbud, 2016).
Pendidikan karakter terintegrasi dalam setiap mata pelajaran, tidak terkecuali
pada pelajaran IPA. Berdasarkan pengertian di atas pengimplementasian
pendidikan karakter dalam pembelajaran IPA meliputi pengintegrasian pendidikan
karakter dalam kurikulum, melalui pilihan dan penggunaan metode pembelajaran,
dan melalui manajemen kelas.
2.1.3.1 Pengintegrasian pendidikan karakter dalam kurikulum
Melakukan analisis KD melalui identifikasi nilai-nilai yang terkandung dalam
pembelajaran. Kompetensi dasar dan materi pembelajaran hanya diambil satu
contoh dari masing-masing kelas yakni, kelas 7, 8 dan 9.
Tabel 2.1 Kompetensi dasar dan materi pembelajaran IPA SMP/MTs berdasarkan Permendikbud
Nomor 24 tahun 2016
Kelas Kompetensi
Dasar
Materi
Pembelajaran
Contoh Nilai
Karakter
7
3.1 Menerapkan konsep
pengukuran berbagai besaran
yang ada pada diri sendiri,
makhluk hidup lain, dan
benda-benda di sekitar serta
pentingnya penggunaan satuan
standar (baku) dalam
pengukuran.
4.1 Menyajikan data hasil
pengukuran dengan alat ukur
yang sesuai pada diri sendiri,
makhluk hiduplain, dan
benda-benda di sekitar dengan
menggunakan satuan tak baku
dan satuan baku.
Objek Ilmu Pengetahuan
Alam dan pengamatannya
- Pengukuran
- Besaran Pokok
dan turunan
- Satuan baku dan
tak baku
Kegiatan siswa
mencari informasi
materi pembelajaran
dapat
menumbuhkan sifat
mandiri, kratif, rasa
ingin tahu.
8 3.1 Memahami gerak pada
makhluk hidup, sistem gerak
pada manusia, dan upaya
Sistem Gerak pada
Manusia
Pemberian tugas
untuk membuat
tulisan tentang
materi pembelajaran
21
menjaga kesehatan sistem
gerak.
4.1 Membuat tulisan tentang
berbagai gangguan pada
sistem gerak, serta upaya
menjaga kesehatan sistem
gerak manusia.
- Struktur dan
fungsi rangka
- Struktur dan
fungsi sendi
- Upaya menjaga
kesehatan sisitem
gerak
dapat menumbuhkan
sikap tanggung
jawab, kejujuran,
dan kerja keras
9 3.1 Memahami sistem
reproduksi pada manusia dan
gangguan pada sistem
reproduksi, serta penerapan
pola hidup yang menunjang
kesehatan reproduksi
4.1 Menyajikan hasil
penelusuran informasi dari
berbagai sumber terkait
kesehatan dan upaya
pencegahan gangguan pada
organ reproduksi
Sistem Reproduksi Pada
Manusia
- Pembelahan sel
- Sistem
reproduksi
manusia
- Kelainan dan
penyakit pada
sistem reproduksi
- Pola hidup yang
menunjang
kesehatan
reproduksi
Penyajian hasil
penelusuran
informasi terkait
meteri pelajaran
dapat meumbuhkan
sikap kerja sama,
kratif dan kerja
keras
2.1.3.2 Melalui pilihan dan penggunaan metode pembelajaran
Pendidikan karakter terintegrasi dalam kurikulum dilakukan melalui
pembelajaran di kelas dengan menggunakan metode pembelajaran yang tepat.
Guru harus pandai memilih, agar metode pembelajaran yang digunakan secara
tidak langsung menanamkan pembentukan karakter peserta didik. Metode
pembelajaran yang dipilih harus dapat membantu guru dalam memberikan
pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan peserta didik, beberapa metode
pembelajaran yang dapat dipilih guru secara kontekstual, antara lain: (a) Saintific
learning, (b) inquiry atau discovery learning, (c) problem based learning, (d)
project based learning, (e) cooperative learning (Kemendikbud, 2016).
Sesuai dengan Standar Kompetensi Lulusan 2016 sasaran pembelajaran
mencakup pengembangan ranah sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang
22
dielaborasi untuk setiap satuan pendidikan. Karakteristik kompetensi beserta
perbedaan lintasan perolehan turut serta mempengaruhi karakteristik standar
proses. Untuk memperkuat pendekatan ilmiah (scientific), tematik terpadu
(tematik antar matapelajaran), dan tematik (dalam suatu mata pelajaran) perlu
diterapkan pembelajaran berbasis penyingkapan atau penelitian (discovery atau
inquiry learning). Untuk mendorong kemampuan peserta didik untuk
menghasilkan karya kontekstual, baik individual maupun kelompok maka sangat
disarankan menggunakan pendekatan pembelajaran yang menghasilkan karya
berbasis pemecahan masalah (project based learning). Sejalan dengan Malawi
(2013) pembelajaran dengan kontekstual mencakup beberapa strategi yaitu: (1)
pembelajaran berbasis masalah, (2) pembelajaran kooperatif, (3) pembelajaran
berbasis proyek, (4) pembelajaran pelayanan dan (5) pembelajaran berbasis kerja.
Kelima strategi tersebut dapat memberikan pengalaman karakter siswa.
Husamah, (2014) menyebutkan bahwa sintaks model pembelajaran
kooperatif ada enam fase yakni: (1) Menyampaikan tujuan dan memotivasi
peserta didik, (2) Menyimak informasi, (3) mengorganisasikan peserta didik
dalam kelompok-kelompok belajar, (4) membimbing kelompok bekerja dan
belajar, (5) evaluasi, (6) memberikan penghargaan. Arends ( dalam Husamah,
2014) menyebutkan bahwa sintak pembelajaran berbasis masalah terdiri dari lima
langkah antara lain: (1) Orientasi peserta didik pada masalah, (2) mengorganisir
peseta didik dalam belajar, (3) membimbing penyelidikan individu maupun
kelompok, (4) mengembangkan dan menyajikan hasil karya, (5) menganalisis dan
mengevaluasi proses pemecahan masalah. Husmah, (2014) menyebutkan
bahwapembelajaran berbasis proyek memiliki sintaks yakni. (1) peserta didik
23
mengumpulkan informasi tentang suatu topik, (2) menyusun proposal
(merumuskan masalah, menuliskan latar belakang masalah dan memprediksi
penyelesaian masalah, (3) melakukan pratikum atau kegiatan untuk mengetahui
pemecahan permasalahan, (4) menyusun laporan atau produk, (5)
mempresentasikan hasil kerja dan seluruh langkah dikerjakan oleh peserta didik
secara berkelompok.
2.1.3.3 Melalui Manajemen Kelas
Pengelolaan kelas merupakan usaha untuk mengatur kegiatan proses
belajar mengajar secara sistematis. Usaha tersebut diarahkan pada persiapan materi
pembelajaran, menyiapkan sarana dan alat peraga, pengaturan ruang belajar,
mewujudkan situasi dan kondisi pembelajaran dan pengaturan waktu, sehingga
proses belajar mengajar berjalan dengan baik dan tujuan kurikuler dapat tercapai
secara efektif efisien. Guru sebagai tenaga profesional dituntut mampu mengelola
kelas yaitu menciptakan dan mempertahankan kondisi belajar yang optimal bagi
tercapainya tujuan pengajaran, maka kelas harus dikelola sebaik-baiknya oleh guru.
Selanjutnya pengelolaan kelas didefinisikan juga sebagai: a) Perangkat kegiatan
guru untuk mengembangkan tingkah laku peserta didik yang diinginkan, b)
Seperangkat kegiatan guru untuk mengembangkan hubungan interpersonal yang
baik dan iklim sosio emosional kelas yang positif, c) Seperangkat kegiatan guru
untuk menumbuhkan dan mempertahankan organisasi kelas yang efektif (Kadir,
2014).
Guru sebagai pengelola kelas merupakan orang yang mempunyai
peranan yang strategis yaitu orang yang merencanakan kegiatan-kegiatan yang akan
dilakukan di kelas, orang yang akan mengimplementasikan kegiatan yang
24
dirancanakan dengan subjek dan objek peserta didik, orang yang menentukan dan
mengambil keputusan dengan strategi yang akan menentukan alternatif solusi untuk
mengatasi hambatan dan tantangan yang muncul saat proses belajar mengajar,
dengan demikian pengelolaan kelas tidak dapat terlepas dari motivasi kerja guru,
karena dengan mitivasi kerja guru ini akan terlihat sejauh mana motivasi guru untuk
melakukan pengelolaan kelas, sedangkan dengan kepemimpinan guru yang tepat
digunakan dalam pengelolaan kelas akan mengoptimalkan dan memaksimalkan
keberhasilan pengelolaan kelas tersebut (Kadir, 2014).
Manajemen kelas (pengelolaan kelas) adalah momen pendidikan yang
menempatkan para guru sebagai individu yang berwenang dan memiliki otonomi
dalam proses pembelajaran. Dalam proses pengelolaan dan pengaturan kelas dapat
momen penguatan nilai-nilai pendidikan karakter. Contohnya, sebelum memulai
pelajaran pendidik bisa mempersiapkan peserta didik untuk secara psikologis dan
emosional memasuki materi pembelajaran, untuk menanamkan nilai kedisiplinan
dan komitmen bersama, guru bersama peserta didik membuat komitmen kelas yang
akan disepakati pada saat peserta didik belajar. Pengelolaan kelas yang baik dapat
membentuk karakter (Kemendikbud, 2016).
Berdasarkan pengertian pengelolaan kelas di atas dapat disimpulkan
bahwa pengelolaan kelas merupakan optimalisasi kelas sebagai tempat yang
mampu menghasilkan kegiatan belajar mengajar yang efektif, dan pengelolaan
kelas yang baik dapat membentuk karakter peseta didik.
2.1.4 Kajian Penelitian yang Relevan
Untuk mendukung penelitian ini, berikut dikemukakan hasil penelitian
terdahulu yang berhubungan dengan penelitian ini:
25
a). Tesis Kamal (2012) bertujuan untuk mengetahui bagaimana proses
pelaksanaan pendidikan nilai karakter di Madrasah Ibtidaiyah Negeri Malang 1,
apa saja nilai-nilai yang ditanamkan dan kendala yang dihadapi guru dalam
pendidikan karakter beserta solusinya. Hasil penelitian ini menitikberatkan pada
pembahasan evaluasi pelaksanaan pendidikan karakter anak yang mengacu pada
pendidikan akhlak mulia yang dipadukan dengan konsep Kemetrian Pendidikan
Nasional (Kemendiknas), di mana konsep pendidikan karakter di Madrasah
Ibtidaiyah Negeri Malang 1 diimplementasikan ke dalam beberapa aspek yaitu
kurikulum mata pelajaran, budaya madrasah, dan program pengembangan diri.
Persamaan penelitian Rahmat Kamal dengan penelitian yang akan peneliti teliti
yaitu keduanya sama-sama membahas tentang pendidikan karakter, serta
menggunakan metode penelitian yang sama yakni penelitian lapangan dengan
pendekatan kualitatif. Sedangkan perbedaan dua penelitian ini adalah pada
penelitian Rahmat Kamal terfokus pada proses pelaksanaan pendidikan nilai
karakter di Madrasah Ibtidaiyah Negeri Malang 1, sementara penelitian ini
terfokus pada implementasi pendidikan karakter dalam pembelajaran IPA kelas
VII di SMP Negeri 3 Malang, serta lokasi penelitiannya juga berbeda.
b). Penelitian Muslim (2013) bertujuan untuk mengetahui adakah pengaruh
pelaksanaan pendidikan karakter pada mata pelajaran Sejarah terhadap sikap
nasionalisme siswa kelas XI MA Al Asror. Hasil penelitian menunjukkan
adanya pengaruh pelaksanaan pendidikan karakter pada mata pelajaran Sejarah
terhadap sikap nasionalisme. Persamaan penelitian Muslim dengan penelitian
yang akan peneliti teliti yaitu sama-sama membahas tentang pendidikan
karakter. Perbedaan peneitian ini adalah pada fokus mata pelajaran yakni pada
26
penelitian Muslim mata pelajaran yang diteliti yaitu pelajaran Sejarah sedangkan
mata pelajaran yang akan peneliti teliti yaitu pelajaran IPA, dan juga berbeda
pada metode penelitiannya yakni penelitian Muslim, menggunakan metode
penelitian Eksperimen sedangkan peneliti menggunakan metode penelitian
Lapangan (Field research).
2.1.5 Kerangka Pikir Penelitian
Kerangka pikir penelitian “ Implementasi Pendidikan Karakter dalam
Pembelajaan IPA di SMP Negeri 3 Malang” dapat dilihat pada Gambar 1.1.
sebagai berikut:
27
Gambar 2.1 Kerangka Pikir Penelitian
Pendidikan Karakter
Tujuan Pendidikan Karakter
Pendidikan karakter
bertujuan membentuk dan
membangun pola pikir, sikap
dan perilaku peserta didik
agar menjadi pribadi yang
positif, berakhlak, berjiwa
luhur, dan bertanggung
jawab.
Berbasis
Sekolah
Berbasis
Kelas
Berbasis
Masyarakat
Implementasi Pendidikan Karakter
dalam Pembelajaran IPA
Pengintegrasian pendidikan
karakter dalam kurikulum
Penggunaan metode dan
strategi pembelajaran
Manajemen kelas
(pengelolaan kelas)
Kompetensi dasar
Materi pelajaran IPA
Nilai karakter
Metode pembelajaran
(Saintific learning, inquiry atau
discovery learning,problem
based learning, project based
learning, cooperative learning,
text based instruction)
Metode pembelajaran
(Kolaboratif, presentasi,
diskusi, debat, pemanfaatan
TIK)