BAB II KURIKULUM MADRASAH DALAM ERA OTONOMI...

26
20 BAB II KURIKULUM MADRASAH DALAM ERA OTONOMI PENDIDIKAN A. Kurikulum 1. Pengertian Kurikulum Dalam bidang pendidikan, kurikulum merupakan unsur penting dalam setiap bentuk dan model pendidikan manapun. Kurikulum merupakan pusat kegiatan pendidikan dimana didalamnya dikomunikasikan sejumlah pengalaman belajar yang hendak mencerminkan dan diserap dari kehidupan masyarakat dimana proses pendidikan itu berlangsung. Tanpa adanya kurikulum, sulit rasanya bagi perencana pendidikan dalam mencapai tujuan pendidikan yang diselenggarakan. Dipandang penting, karena kurikulum dapat memberikan arahan dan patokan keahlian kepada peserta didik setelah menyelesaikan suatu program pengajaran. Dalam hal ini Claudia Fuhriman Eliason dan Jenkins menyatakan The curriculum should provides opportunities for development in other areas besides intelectual or cognitive growth.” 1 Pernyataan ini mengandung maksud bahwa kurikulum harus memberikan kesempatan di dalam pengembangan wilayah intelektual maupun pertumbuhan ranah kognitif peserta didik. Dengan demikian, kurikulum merupakan alat yang sangat penting bagi keberhasilan pendidikan untuk mencapai tujuan dan sasaran pendidikan yang diinginkan. Istilah kurikulum semula berasal dari istilah yang digunakan dalam dunia olah raga pada zaman Yunani kuno. Secara etimologi, kurikulum berasal dari bahasa Yunani, yaitu dari kata curir yang berarti “pelari”, dan 1 Claudia Fuhriman Eliason and Loa Thomphson Jenkins, A Prictical Guide To Early Childhood Curriculum, (USA: Mosby Compony, 1981), hlm. 52.

Transcript of BAB II KURIKULUM MADRASAH DALAM ERA OTONOMI...

Page 1: BAB II KURIKULUM MADRASAH DALAM ERA OTONOMI …library.walisongo.ac.id/...gdl-s1-2006-nurilfuadi-1190-bab2_310-6.pdf · BAB II KURIKULUM MADRASAH DALAM ERA OTONOMI PENDIDIKAN A. Kurikulum

20

BAB II

KURIKULUM MADRASAH

DALAM ERA OTONOMI PENDIDIKAN

A. Kurikulum

1. Pengertian Kurikulum

Dalam bidang pendidikan, kurikulum merupakan unsur penting

dalam setiap bentuk dan model pendidikan manapun. Kurikulum

merupakan pusat kegiatan pendidikan dimana didalamnya

dikomunikasikan sejumlah pengalaman belajar yang hendak

mencerminkan dan diserap dari kehidupan masyarakat dimana proses

pendidikan itu berlangsung. Tanpa adanya kurikulum, sulit rasanya bagi

perencana pendidikan dalam mencapai tujuan pendidikan yang

diselenggarakan.

Dipandang penting, karena kurikulum dapat memberikan arahan

dan patokan keahlian kepada peserta didik setelah menyelesaikan suatu

program pengajaran. Dalam hal ini Claudia Fuhriman Eliason dan Jenkins

menyatakan “The curriculum should provides opportunities for

development in other areas besides intelectual or cognitive growth.”1

Pernyataan ini mengandung maksud bahwa kurikulum harus memberikan

kesempatan di dalam pengembangan wilayah intelektual maupun

pertumbuhan ranah kognitif peserta didik.

Dengan demikian, kurikulum merupakan alat yang sangat penting

bagi keberhasilan pendidikan untuk mencapai tujuan dan sasaran

pendidikan yang diinginkan.

Istilah kurikulum semula berasal dari istilah yang digunakan dalam

dunia olah raga pada zaman Yunani kuno. Secara etimologi, kurikulum

berasal dari bahasa Yunani, yaitu dari kata curir yang berarti “pelari”, dan

1 Claudia Fuhriman Eliason and Loa Thomphson Jenkins, A Prictical Guide To Early

Childhood Curriculum, (USA: Mosby Compony, 1981), hlm. 52.

Page 2: BAB II KURIKULUM MADRASAH DALAM ERA OTONOMI …library.walisongo.ac.id/...gdl-s1-2006-nurilfuadi-1190-bab2_310-6.pdf · BAB II KURIKULUM MADRASAH DALAM ERA OTONOMI PENDIDIKAN A. Kurikulum

21

curere yang artinya “tempat berpacu”. Sehingga kurikulum diartikan

sebagai jarak yang harus ditempuh oleh pelari.2

Sedangkan pengertian kurikulum secara terminologi banyak

dikemukakan oleh tokoh-tokoh pendidikan diantaranya: Ibnu Sina yang

secara sederhana mengemukakan bahwa kurikulum adalah alat yang

digunakan untuk menunjukkan sejumlah mata pelajaran yang harus

ditempuh untuk mencapai suatu gelar atau ijazah. Pengertian ini sejalan

dengan pendapat Crow and Crow yang mengatakan bahwa kurikulum

adalah rancangan pengajaran yang isinya sejumlah mata pelajaran yang

disusun secara sistematik yang diperlukan sebagai syarat untuk

menyelasaikan suatu program pendidikan tertentu.3

Harold B. Albertycs, dalam reorganizing the high-school

curriculum(1965) memandang kurikulum sebagai “all of the activities that

are provided for student the school”. Bahwasanya kurikulum tidak terbatas

pada mata pelajaran saja, akan tetapi juga meliputi kegiatan-kegiatan lain,

di dalam dan di luar kelas, yang berada dibawah tanggung jawab sekolah.4

Mengutip pendapat Taylor, Munzir Hitami mengatakan kurikulum

merupakan konsep operasional suatu konsep pendidikan, maka makna

kurikulum menjadi luas, seluas makna pendidikan itu. Dalam hal ini,

kurikulum merupakan usaha menyeluruh dari suatu lembaga pendidikan

untuk mewujudkan hasil yang diinginkan, baik dalam situasi sekolah

maupun dalam situasi luar sekolah, atau secara singkat kurikulum dapat

dikatakan sebagai program suatu lembaga pendidikan untuk para subjek

didiknya.5

Dikatakan sebagai program, karena kurikulum adalah aspek

substantif yang mendukung serta menunjang berfungsinya lembaga

2 Tim Penyusun, Kamus Bahasa Indonesia, (Jakarta: Dinas Pendidkan Nasional, 1999),

hlm.245. 3 Abuddin Nata, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam, (Seri Kajian Filsafat

Pendidikan Islam), (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001), hlm. 69-70. 4 S. Nasution, Asas-asas Kurikulum, (Jakarta: Bumi Aksara, 2001), hlm. 5. 5 Munzir Hitami, Mengonsep Kembali Pendidikan Islam, (Pekanbaru: Infite Press, 2004),

hlm. 94.

Page 3: BAB II KURIKULUM MADRASAH DALAM ERA OTONOMI …library.walisongo.ac.id/...gdl-s1-2006-nurilfuadi-1190-bab2_310-6.pdf · BAB II KURIKULUM MADRASAH DALAM ERA OTONOMI PENDIDIKAN A. Kurikulum

22

pendidikan sebagai pusat pembudayaan, yang mana harus memenuhi

syarat-syarat sebagai berikut:

1. Memiliki tujuan pendidikan tingkat institusional yang menggambarkan secara jelas dan terukur kemampuan, sikap, pengetahuan dan keterampilan yang dikuasai oleh lulusan suatu jenis dan jenjang pendidikan yang bermanfaat bagi tugas perkembangannya.

2. Memiliki struktur program yang tidak sarat muatan dan secara keseluruhan merupakan satu kesatuan yang fungsional dan sinergik bagi tercapainya tujuan pendidikan baik tingkat institusional maupun nasional.

3. Memiliki garis besar program pengajaran yang memuat pokok-pokok bahasan yang essensial, fundamental dan fungsional sebagai objek belajar yang memungkinkan peserta didik mengalami dan menghayati proses belajar yang bermakna bagi pengembangan dirinya secara intelektual, emosional, moral dan spiritual.

4. Kurikulum dapat dilaksanakan secara efisien dan efektif bila didukung oleh sistem evaluasi yang terus menerus, komprehensif dan obyektif, serta sarana dan prasarana serta tenaga kependidikan yang memenuhi syarat standar profesional bagi terlaksananya program pendidikan yang bermutu.6

Lain dengan Hilda Taba yang menyatakan, jika definisi kurikulum

yang luas itu membuatnya tidak fungsional. Menurutnya bahwa pada

hakikatnya tiap kurikulum merupakan suatu cara untuk mempersiapkan

anak agar berpartisipasi sebagai anggota yang produktif dalam

masyarakatnya.7

Bagaimanapun kurikulum adalah sesuatu yang direncanakan

sebagai pegangan guna mencapai tujuan pendidikan. Apa yang

direncanakan biasanya bersifat idea, suatu cita-cita tentang manusia atau

warga negara yang akan dibentuk.

Dengan berbagai penafsiran tentang kurikulum, dapat ditinjau dari

segi lain, sehingga diperoleh penggolongan sebagai berikut:

1. Kurikulum dapat dilihat sebagai produk

2. Kurikulum dipandang sebagai program

6 Winarno Surakhmat, dkk., Mengurai Benang Kusut Pendidikan, (Yogyakarta: Pustaka

Pelajar, 2003), hm. 145-146. 7 S. Nasution, op. cit., hlm. 7

Page 4: BAB II KURIKULUM MADRASAH DALAM ERA OTONOMI …library.walisongo.ac.id/...gdl-s1-2006-nurilfuadi-1190-bab2_310-6.pdf · BAB II KURIKULUM MADRASAH DALAM ERA OTONOMI PENDIDIKAN A. Kurikulum

23

3. Kurikulum dapat dipandang sebagai hal-hal yang diharapkan akan

dipelajari siswa

4. Kurikulum sebagai pengalaman siswa8

Bertolak dari pemahaman yang demikian itu, maka kurikulum yang

dimaksud disini adalah segala kegiatan dan pengalaman pendidikan bagi

peserta didiknya, yang diberikan di dalam maupun di luar sekolah dengan

maksud untuk mencapai tujuan pendidikan, sebagaimana tertuang dalam

Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas. Dalam undang-

undang tersebut dijelaskan bahwa pendidikan nasional berfungsi

mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban

bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,

serta bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi

manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT, berakhlak mulia,

sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga yang demokratis

bertanggung jawab.9

Berdasarkan definisi para ahli tersebut, menunjukkan bahwa

kurikulum diartikan tidak secara sempit atau sebatas pada mata pelajaran

yang diajarkan saja, tetapi lebih luas dari pada itu, dapat dipahami bahwa

kurikulum merupakan suatu rencana yang menyangkut aktifitas apa saja

yang dilakukan sekolah dalam rangka untuk mempengaruhi anak dalam

belajar baik dalam situasi sekolah maupun di luar sekolah, sehingga akan

tercapai tujuan yang diinginkan.

Prinsip ini sesuai dalam pendidikan Islam tentang penyusunan

kurikulum menghendaki keterkaitan keseluruhan akitivitas apa saja baik

situasi dalam sekolah maupun luar sekolah, untuk merangcang kurilum

nantinya harus mengarah kepada pokok agama yaitu al-Qur'an dan al-

hadist, di mana dan kapan pun lembaga pendidikan itu ada. Yang

8 Ibid., hm. 9. 9 Tim Penyusun UU RI No. 20 Tahun 2003, tentang Sisdiknas, (Jakarta: Qanon

Pubishing, 2004), hllm. 12.

Page 5: BAB II KURIKULUM MADRASAH DALAM ERA OTONOMI …library.walisongo.ac.id/...gdl-s1-2006-nurilfuadi-1190-bab2_310-6.pdf · BAB II KURIKULUM MADRASAH DALAM ERA OTONOMI PENDIDIKAN A. Kurikulum

24

dijadikan pegangan dalam kurikulum tersebut adalah al-Qur'an surat al-

Qashash: 77.

من كصيبن نسلا تة والآخر ارالد الله اكا آتغ فيمتابا وسن كمأحا وينالدكإلي الله نس77:القصص ...( أح(

"Carilah segala apa yang telah dikaruniakan Allah kepadamu mengenai kehidupan di akhirat dan janganlah kamu melupakan nasib hidupmu di dunia dan berbuatlah kebaikan sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu" (QS. Al-Qashasa: 77)10

2. Komponen-Komponen Kurikulum

Suatu kurikulum biasanya terdiri dari komponen-komponen yang

paling tidak ada 4 komponen pokok, yaitu: tujuan, isi dan struktur, strategi

pelaksanaan dan komponen evaluasi. Masing-masing komponen tersebut

saling berkaitan antara satu dengan lainnya yang dirancang sedemikian rupa

menjadi suatu proses kesatuan utuh dalam kurikulum pendidikan.

a. Tujuan Kurikulum

Tujuan memainkan peran yang sangat penting dalam

menentukan putusan-putusan penyusunan kurikulum. Semakin jelas

dan rinci tujuan itu, semakin mudah merealisasikan langkah-langkah

pencapaiannya. Selain itu dalam proses pendidikan hendaknya tujuan

dicapai dengan memenuhi faktor-faktor yang meliputi tujuan domain

kognitif, afektif, dan psikomotorik. Hal ini dicapai dalam rangka

mewujudkan lulusan dalam satuan pendidikan yang sesuai dengan

tujuan pendidikan nasional.11

Domain kognitif adalah tujuan yang diinginkan mengarah pada

pengembangan akal intelektual anak didik, tujuan domain afektif adalah

tujuan apa ingin dicapai terhadap pengembangan rohani anak didik dan

10 Soenarjo, dkk., Al-Qur'an dan Terjemahannya, (Semarang: Toha Putra, 1998), hlm.

246 11 Subandijah, Pengembangan dan Inovasi Kurikulum, (Jakarta: Raja Grafinod Persada,

1996), hlm. 4

Page 6: BAB II KURIKULUM MADRASAH DALAM ERA OTONOMI …library.walisongo.ac.id/...gdl-s1-2006-nurilfuadi-1190-bab2_310-6.pdf · BAB II KURIKULUM MADRASAH DALAM ERA OTONOMI PENDIDIKAN A. Kurikulum

25

tujuan domain psikomotorik adalah tujuan yang ingin dicapai yang

mengarah pada pengembangan ketrampilan jasmani anak didik.12

Terkait dengan tujuan kurikulum tersebut David Pratt

mengemukakan six main criterias may be applied to curriculum aim.

Aim should: (1) specify an intention; (2) identify a significant intended

charge in the learner; (3) be concise; (4) be exact; (5) be complete;(6)

be acceptable.13

Menurut pendapat David Pratt di atas bahwa ada 6 (enam)

kriteria yang harus dipenuhi dalam menetapkan tujuan kurikulum,

antara lain:

1. Mempunyai tujuan yang jelas

2. Mengidentifikasi terhadap perubahan-perubahan yang dibutuhkan

oleh pengajar

3. Ringkas dan jelas

4. Tepat sasaran

5. Menyeluruh

6. Dapat diterima

Oleh karena itu agar dapat mengetahui sifat dan kedudukan

tujuan kurikulum di sekolah, perlu diketahui adanya hirarki tujuan

pendidikan. Adapun hirarki tujuan pendidikan antara lain :

a. Tujuan Pendidikan Nasional

Tujuan yang mengandung rumusan kualifikasi umum yang

diharapkan telah dimiliki oleh setiap warga negara Indonesia untuk

menyelesaikan suatu program pendidikan tertentu

b. Tujuan Institusional

Pengkhususan dari tujuan umum dan berisi kualifikasi yang

memperhatikan ciri lembaga pendidikan itu sendiri, yang mana

12 Abdullah Idi, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek, (Jakarta: Gaya Media

Pratama, 1999), hlm. 4 13 David Pratt, Curriculum Design And Develoment, (USA: Harcourt Brace Javanovich

Pblisher, 1980), hlm. 147.

Page 7: BAB II KURIKULUM MADRASAH DALAM ERA OTONOMI …library.walisongo.ac.id/...gdl-s1-2006-nurilfuadi-1190-bab2_310-6.pdf · BAB II KURIKULUM MADRASAH DALAM ERA OTONOMI PENDIDIKAN A. Kurikulum

26

diharapkan untuk dimiliki siswa (anak didik) setelah meraka

menyelesaikan program studinya.

c. Tujuan Kulikuler

Hal ini merupakan penjabaran dari tujuan institusional yang

bersifat lebih khusus dibandingkan dengan tujuan institusional,

yang mana tujuan kulikuler adalah merumuskan kemampuan yang

diharapkan dapat dimiliki anak didik setelah menyelesaikan satu

bidang studi atau mata pelajaran.

d. Tujuan Instruksional

Merupakan tujuan yang langsung dihadapkan kepada anak didik

dalam proses belajar dan mengajar, sehingga pengajar dituntut

untuk dapat menampilkan kemampuan apa yang dicapai siswa

pada bidang studi yang diajarkan pada bidang-bidang tertentu.

Tujuan instruksional dibagi menjadi 2, yaitu:

1. Tujuan instruksional umum untuk menggambarkan

kemampuan yang lebih umum dan luas sifatnya

2. Tujuan instruksional khusus menggambarkan kemampuan

yang operasional dan spesifik.

Tujuan merupakan hal yang ingin dicapai oleh sekolah

secara keseluruhan. Hal ini dicapai dalam rangka mewujudkan

lulusan dalam satuan pendidikan sekolah yang sesuai dengan

tujuan pendidikan nasional. Dengan tujuan dapat ditentukan

tentang apa yang seharusnya kita lakukan serta bagaimana cara

melakukannya dalam rangka mencapai tujuan pendidikan. Oleh

karena itu kurikulum dapat pula dikatakan sebagai petunjuk

sampai dimanakah tujuan pendidikan itu dapat dicapai.

b. Isi dan Struktur Kurikulum

Isi kurikulum merupakan komponen yang berupa materi yang

diprogramkan untuk mencapai pendidikan yang telah ditetapkan,

biasanya berupa materi bidang studi yang diurai dalam bentuk topik

atau pokok bahasan.

Page 8: BAB II KURIKULUM MADRASAH DALAM ERA OTONOMI …library.walisongo.ac.id/...gdl-s1-2006-nurilfuadi-1190-bab2_310-6.pdf · BAB II KURIKULUM MADRASAH DALAM ERA OTONOMI PENDIDIKAN A. Kurikulum

27

Pengembangan isi kurikulum berupa bahan-bahan pelajaran

yang akan dipelajari siswa memerlukan dasar pertimbangan yang teliti.

Hal ini terutama sekali disebabkan sekolah sebagai lembaga yang akan

mengantarkan siswa menuju jenjang kedewasaan dalam arti luas.

Kedewasaan ini mencakup berbagai segi, baik kedewasaan fisik,

kedewasaan mental maupun kedewasaan sosial. Untuk mencapai

kedewasaan itu, individu perlu memperoleh bekal pengalaman belajar

yang berarti. Sedangkan akibat kemajuan dalam berbagai cabang

kehidupan menyebabkan berkembangnya tuntutan-tuntutan hidup.14

Oleh karenanya isi dari kurikulum atau pengajaran bukan hanya

terdiri atas sekumpulan pengetahuan atau sekumpulan informasi, tetapi

juga harus merupakan kesatuan pengetahuan terpilih dan

diperbolehkan, baik bagi pengetahuan itu sendiri, maupun bagi siswa

dan lingkungannya.15 Dan juga isi kurikulum juga berkaitan dengan

pengetahuan ilmiah dari pengalaman belajar yang harus diberikan

kepada siswa dalam rangka mencapai tujuan pendidikan.

Subandijah menegaskan bahwa komponen isi berupa materi

yang diprogramkan untuk mencapai tujuan pendidikan biasanya berupa

materi bidang-bidang studi yang diuraikan dalam bentuk topik atau

pokok bahasan. Bidang-bidang studi itu disesuaikan dengan jenis,

jenjang maupun jalur pendidikan yang ada, yang biasanya telah

dicantumkan dalam struktur program kurikulum sekolah yang

bersangkutan.16

Syafrudin Nurdin yang mengutip Nana Sudjana, berpendapat

bahwa ada beberapa kriteria yang dapat membantu para perancang

14 Muhammad Ali, Pengembangan Kurikulum di Sekolah, (Bandung: Sinar Baru, 1995),

hlm. 87-88. 15 Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek, (Bandung:

Remaja Rosdakarya 2002), hlm. 127. 16 Subandijah, op. cit., hlm. 5

Page 9: BAB II KURIKULUM MADRASAH DALAM ERA OTONOMI …library.walisongo.ac.id/...gdl-s1-2006-nurilfuadi-1190-bab2_310-6.pdf · BAB II KURIKULUM MADRASAH DALAM ERA OTONOMI PENDIDIKAN A. Kurikulum

28

kurikulum dalam menentukan isi kurikulum. Kriteria tersebut antara

lain:17

1. Isi kurikulum harus sesuai, tepat dan bermakna bagi perkembangan

siswa

2. Isi kurikulum harus mencerminkan kenyataan sosial, artinya harus

sesuai dengan tuntutan hidup nyata dalam masyarakat

3. Isi kurikulum harus mengandung pengetahuan ilmiah yang

komprehensif, artinya mengandung aspek intelektual, moral, sosial

secara seimbang

4. Isi kurikulum harus mengandung aspek ilmiah yang tahan uji

5. Isi kurikulum harus mengandung bahan yang jelas, teori, prinsip,

konsep yang terdapat di dalamnya bukan sekadar informasi faktual

6. Isi kurikulum harus dapat menunjang tercapainya tujuan

pendidikan

Selain kriteria tersebut diatas, menurut Azyumardi Azra isi

kurikulum harus memuat jumlah pelajaran, garis besar pokok

pengajaran dan jumlah jam belajar masing-masing mata pelajaran

dalam satu pekan, selama satu tahun ajaran pada jenjang pendidikan.18

Namun pada dasarnya isi kurikulum hendaknya memiliki

struktur program yang tidak sarat muatan dan secara keseluruhan

merupakan satu kesatuan yang fungsional dan sinergik bagi tercapainya

tujuan pendidikan baik tingkat institusional maupun nasional

Sedangkan yang menjadi pokok dari materi kurikulum

pendidikan Islam adalah bahan-bahan aktivitas dan pengolahan yang

mengandung unsur ketauhidan. Sumber bahan dan materi kurikulum

pendidikan Islam dapat dikembangkan melalui bahan yang terdapt

dalam nash agama dan realitas kehidupan. Secara garis besar kurikulum

pendidikan Islam mengandung unsur-unsur ketauhidan, keagamaan,

17 Syafruddin Nurdin, Guru Profesional dan Implentasi Kurikulum, (Jakarta: Ciputat

Press, 2002), hlm. 55-56. 18 Azyumardi Azra, Paradigma Baru Pendidikan Nasional, (Jakarta: Kompas, 2002),

hlm. 96.

Page 10: BAB II KURIKULUM MADRASAH DALAM ERA OTONOMI …library.walisongo.ac.id/...gdl-s1-2006-nurilfuadi-1190-bab2_310-6.pdf · BAB II KURIKULUM MADRASAH DALAM ERA OTONOMI PENDIDIKAN A. Kurikulum

29

pengembangan manusia sebagai khalifah Allah. Pengembangan

hubungan antara manusia dan pengembangan diri sebagai individu

yang sejalan dengan potensi fitrahnya dalam status sebagai hamba

Allah.19

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa isi kurikulum atau

pengajaran itu merupakan kesatuan pengetahuan yang sudah terpilih

dan dibutuhkan oleh semua pihak. Dalam menentukan isi kurikulum

perlu juga mempertimbangkan semua yang terlibat. Seperti lingkungan,

masyarakat dan anak didik. Namun tidak hanya itu saja, sebab isi

kurikulum hendaknya sudah teruji dan memberikan konstribusi

terhadap pencapaian tujuan pendidikan.

c. Strategi Pelaksanaan Kurikulum

Strategi pelaksanaan kurikulum merupakan suatu petunjuk

bagaimana kurikulum tersebut akan dilaksanakan di sekolah, lagi pula

dapat menunjuk pada pendekatan dan metode serta peralatan mengajar

yang digunakan dalam pengajaran.

Dalam strategi pelaksanaan kurikulum terdapat suatu proses

belajar mengajar yang merupakan aktivitas untuk mempengaruhi anak

didik dalam satu situasi yang memungkinkan terjadinya interaksi antara

guru dan siswa, siswa dan siswa, atau siswa dengan lingkungannya

demi tercapainya tujuan pembelajaran. Karena dalam pembelajaran

terdapat berbagai bahan pelajaran yang berlainan, maka proses belajar

mengajar pun membutuhkan strategi yang berbeda dan tujuan yang

berbeda pula.

Dengan menggunakan strategi yang tepat, maka diharapkan

hasil yang diperoleh dalam proses belajar mengajar dapat memuaskan

baik bagi pendidik maupun anak didik. Namun penggunaan strategi

yang tepat dan akurat sangat ditentukan oleh tingkat kompetensi

19 Jalaludin, Teologi Pendidikan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001), hlm. 152-153.

Page 11: BAB II KURIKULUM MADRASAH DALAM ERA OTONOMI …library.walisongo.ac.id/...gdl-s1-2006-nurilfuadi-1190-bab2_310-6.pdf · BAB II KURIKULUM MADRASAH DALAM ERA OTONOMI PENDIDIKAN A. Kurikulum

30

pendidik. Pendidik akhir-akhir ini sudah mulai mengarah pada two

ways communication dalam proses belajar dan mengajar di kelas.

Berhasil atau tidaknya kurikulum pendidikan yang telah

direncanakan atau ditetapkan, kuncinya adalah terletak pada proses

belajar mengajar sebagai ujung tombak dalam mencapai sasaran. Oleh

karena itu proses belajar mengajar yang terencana, terpola dan

terprogram secara baik dan sesuai dengan rambu-rambu yang ada

dalam garis-garis besar program pengajaran (GBPP) yang merupakan

ciri dan indikasi keberhasilan pelaksana kurikulum. Oleh sebab itu

kuncinya adalah guru harus menguasai dan memiliki kemampuan

dalam GBPP, materi pelajaran, desain pengajaran, pengelolaan kelas,

penilaian hasil belajar (evaluasi).

Di samping penguasaan dalam bidang lain-lainnya sebagaimana

tertuang dalam 10 kompetensi guru yang harus dikuasai dan dimiliki,

yaitu:20 menguasai bahan, mengelola program belajar mengajar,

melaksanakan program belajar mengajar, mengenal kemampuan anak

didik, menguasai landasan-landasan kependidikan, mengelola interaksi

belajar mengajar, mengenal fungsi, program bimbingan, penyuluhan di

sekolah, menilai prestasi untuk kepentingan pengajaran, mengenal dan

menyelenggarakan administrasi sekolah, memahami prinsip serta

menafsirkan hasil penelitian pendidikan guna keperluan pengajaran.

Dari berbagai ulasan di atas dapat dikatakan bahwa komponen

strategi sangat diperlukan dalam proses pembelajaran ataupun

pendidikan. Karena kualitas lulusan dalam suatu satuan pendidikan

sangat dipengaruhi oleh mutu strategi proses kegiatan belajar mengajar.

Maka perlu kiranya bagi seorang pendidik untuk menumbuh

kembangkan bakat dan kreativitas dalam proses pembelajaran baik di

dalam kelas ataupun di luar kelas, sehingga guru mampu

mengembangkan strategi pembelajaran yang dinamis dan kreatif sesuai

20 Syafrudin Nurdin, op. cit., hlm. 57-58.

Page 12: BAB II KURIKULUM MADRASAH DALAM ERA OTONOMI …library.walisongo.ac.id/...gdl-s1-2006-nurilfuadi-1190-bab2_310-6.pdf · BAB II KURIKULUM MADRASAH DALAM ERA OTONOMI PENDIDIKAN A. Kurikulum

31

dengan aspek-aspek pendidikan yang disampaikan dengan tujuan yang

diharapkan.

d. Evaluasi Kurikulum

Evaluasi kurikulum merupakan salah satu unsur kegiatan (tugas)

yang berupa penilaian untuk mengetahui seberapa jauh tujuan

kurikulum itu telah dicapai. Ini merupakan kegiatan dari kepala

sekolah/madrasah, yang termasuk dalam komponen usaha

pengembangan.

Evaluasi ini merupakan bagian yang diperlukan terutama untuk

memenuhi tujuan kurikulum yang telah dicapai di samping komponen

lain. Evaluasi yang dimaksudkan untuk mengetahui aktifitas, efisiensi,

produktifitas, serta relevansi program kurikulum yang telah ditentukan

dalam komponen sebelumnya. Oleh karena itu, evaluasi yang

direncanakan harus selalu mengacu pada tujuan dan tidak menyimpang

dari komponen yang lain.

Adapun definisi evaluasi kurikulum menurut B. Mc.et.al,

adalah: “evaluation is the process of delineating, obtaining, and

providing information usefull for making decision and judgments about

educational programs and curricula.” Artinya evaluasi adalah proses

penggambaran, perolehan dan pemberian informasi yang bermanfaat

untuk membuat keputusan dan pernyataan tentang program pendidikan

dan kurikulum.

B. Madrasah

1. Pengertian Madrasah

Jika dikaji dari pengertian bahasa, istilah madrasah merupakan isim

makan (nama tempat), berasal dari kata darasa, yang bermakna tempat

orang belajar, dari akar makna tersebut kemudian berkembang menjadi

Page 13: BAB II KURIKULUM MADRASAH DALAM ERA OTONOMI …library.walisongo.ac.id/...gdl-s1-2006-nurilfuadi-1190-bab2_310-6.pdf · BAB II KURIKULUM MADRASAH DALAM ERA OTONOMI PENDIDIKAN A. Kurikulum

32

istilah yang kita pahami sebagai tempat pendidikan, khususnya yang

beruansa agama Islam.21

Perkataan madrasah di tanah Arab ditunjukkan untuk semua

sekolah secara umum, tetapi di Indonesia ditujukan buat sekolah-sekolah

yang mata pelajaran dasarnya adalah mata pelajaran agama.22

Muhammad Yunus menyatakan sangat kesulitan ketika harus

menelusuri asal usul madrasah. Dari sudut kependidikan Islam kata

madrasah mempunyai asal usul yang panjang dan terdapat beberapa teori.

Pertama, sejalan dengan pertumbuhan dan penyebaran Islam kepada di

wilayah baru, selalu dibarengi muncul tempat-tempat pendidikan. Dan dari

tempat tersebut muncul istilah madrasah. Sebagai gambaran untuk

memperjelas argumentasi tersebut, di antaranya dapat dikemukakan contoh

ketika Umar Ibn al-Khathab yang merupakan kholifah terbesar pada masa

kholafaur rosyidin mengadakan perluasan wilayah keseluruh penjuru,

dengan mengirim bala tentara yang juga ulama ke wilayah-wilayah

tersebut. Setelah menguasi wilayah dimaksud ulama dan juga bala tantara

itu mengajarkan ilmu sessuai dengan keahlian mereka. Kedua,Madrasah

muncul pertama kali adalah Madrasah Nidhamiyah, (+ 1064 M) , yakni

lembaga pendidikan Islam yang dilahirkan oleh Nidham al Mulk dari

dinasti saljuk. Dengan munculnya madrasah Nidhamiyah tersebut baru

diikuti oleh madrasah-madrasah yang lain.23 Ketiga, madrasah yang

muncul pertama kali dalam sejarah peradaban Islam adalah madrasah

Baihaqiyah (+ 400 H/ 1009 M) yang didirikan oleh Abu Hasan Ali al-

Baihaqi (W. 1023 M). Pendapat ini banyak didukung oleh sejarawab

kontemporer, yang mencoba untuk keluar dari kungkungan formalisme.

Menurut pendapat penulis, ketiga katagori tersebut mempunyai

kaitan mata rantai yang tidak terputus satu dengan yang lainnya. Pertama

21 Nurul Huda, ”Madrasah Sebuah Perjalanan Untuk Eksis", edit. Isma'il, Dinamika

Pesantren dan Madrasah, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999), hlm. 211 22 Haidar Putra Daulay, Historis dan Eksistensi Pesantren, Sekolah dan Madrasah,

(Yogyakarta: Tiara Wacana, 2001), hlm. 59. 23 Nurul Huda, loc. cit.

Page 14: BAB II KURIKULUM MADRASAH DALAM ERA OTONOMI …library.walisongo.ac.id/...gdl-s1-2006-nurilfuadi-1190-bab2_310-6.pdf · BAB II KURIKULUM MADRASAH DALAM ERA OTONOMI PENDIDIKAN A. Kurikulum

33

bahwa aktivitas kependidikan Islam menggunakan berbagai tempat,

seperti masjid, istana, rumah-rumah ulama dan lainnya. Pada abad

pertengahan, ketika masing-masing madzhab mencoba untuk mengajarkan

pokok-pokok pikirannya yang disampaikan oleh seorang ulama'

(mudarris) penganut dari salah satu madzhab, membentuk halaqah-halaqah

mengambil tempat disudut-sudut ruangan masjid dan selanjutnya masjid-

masjid tersebut diinditifikasi oleh murid (orang yang belajar).

2. Eksistensi Madrasah

Madrasah sebagai lembaga pendidikan Islam di Indonesia relative

lebih muda disbanding pesantren. Ia lahir pada abad 20 dengan

munculnya Madrasah Manba'ul Ulum Kerajaan Surakarta tahun 1905 dan

Sekolah Adabiyah yang didirikan oleh Syekh Abdullah Ahmad di

Sumatera Barat tahun 1909. Madrasah berdiri atas inisiatif dan realisasi

dari pembaharuan sistem pendidikan Islam yang telah ada. Pembaharuan

tersebut, ada tiga hal di antaranya:

a. Usaha menyempurnakan sistem pendidikan pesantren

b. Penyesuaian dengan sistem pendidikan Barat, dan

c. Upaya menjembatani antara sistem pendidikan tradisional pesantren

dan sistem pendidikan Barat.24

Madrasah sebagai lembaga pendidikan Islam kini ditempatkan

sebagai pendidikan sekolah dan sistem pendidikan nasiona. Munculnya

SKB tiga Menteri (Menteri Agama, Menteri Pendidikan, dan Kebudayaan,

dan Menteri dalam Negeri) menandakan bahwa eksistensi madrasah sudah

cukup kuat beriringan dengan sekolah umum. Di samping itu, munculnya

SKB tiga menteri tersebut juga dinilai sebagai langkah positif bagi

peningkatan mutu madrasah baik dari status, nilai ijazah maupun

kurikulumnya. Di dalam salah satu dictum pertimbangkan SKB tersebut

disebutkan perlu diambil langkah-langkah untuk meningkatkan mutu

24 Raharjo, "Madrasah sebagai Sistem The Centre Of Excellence", edit. Isma'il, SM,

Dinamika Pesantren dan Madrasah, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999), hlm. 226.

Page 15: BAB II KURIKULUM MADRASAH DALAM ERA OTONOMI …library.walisongo.ac.id/...gdl-s1-2006-nurilfuadi-1190-bab2_310-6.pdf · BAB II KURIKULUM MADRASAH DALAM ERA OTONOMI PENDIDIKAN A. Kurikulum

34

pendidikan pada madrasah agar lulusan dari madrasah dapat melanjutkan

atau pindah kesekolah-sekolah umum dari sekolah dasar sampai perguruan

tinggi.25

C. Otonomi Pendidikan

Bangsa pada era globalisasi yang menantang ini dihadapkan pada

perubahan-perubahan yang menuntut adanya sistem keterbukaan politik,

ekonomi dan budaya. Era ini juga disebut dengan era persaingan bebas dan

keunggulan teknologi informasi. Semua aspek kehidupan akan berubah secara

drastis yang beriringan dengan semakin tidak jelasnya batasan regional.

Tatanan masyarakat baru di atas akan melahirkan tuntutan dan

tantangan baru pula. Tuntutan adanya keterbukaan dalam politik, pembagian

kekuasaan serta sumber daya alam, menghargai hukum dan hak asasi manusia

serta transparansi dalam kebijakan pemerintah akan semakin kuat. Atas dasar

inilah maka memasuki era baru ini masyarakat menghendaki adanya

dekonsentrasi dan otonomi dalam mengambil kebijakan pembangunan.

Sejak itulah terjadi reformasi yang mana akhirnya diberlakukan

Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan

Peraturan Pemerintah No. 25 tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan

kewenangan propinsi sebagai daerah otonomi yang mengisyaratkan kepada

masyarakat mengenai kemungkinan-kemungkinan pengembangan suatu daerah

dalam suasana yang lebih kondusif dan dalam wawasan yang lebih demokratis,

termasuk didalamnya berbagai kemungkinan pengelolaan dan pengembangan

bidang pendidikan.

Secara etimologis, kata otonomi berasal dari bahasa latin yaitu auto

berarti sendiri dan nomein berarti peraturan atau undang-undang, maka otonom

artinya mengatur sendiri atau memerintah sendiri atau dalam arti luas adalah

hak untuk mengatur dan mengurus rumah tangga daerah sendiri.

Sedangkan menurut Ateng Safrudin bahwa istilah otonomi mempunyai

makna kebebasan atas kemandirian, tetapi bukan kemerdekaan yang artinya

kebebasan yang harus dipertanggung jawabkan (kepada pemerintah pusat) atau

25 Ibid., hlm. 227.

Page 16: BAB II KURIKULUM MADRASAH DALAM ERA OTONOMI …library.walisongo.ac.id/...gdl-s1-2006-nurilfuadi-1190-bab2_310-6.pdf · BAB II KURIKULUM MADRASAH DALAM ERA OTONOMI PENDIDIKAN A. Kurikulum

35

pemerintah yang lebih tinggi, jadi bukan kebebasan tanpa batas. Dalam arti

yang lain otonomi daerah diartikan sebagai sistem pemerintahan yang lebih

banyak memberikan kekuasaan kepada pemerintah daerah dengan kata lain

penyerahan sebagian wewenang pimpinan kepada bawahan dari pusat ke

cabang.

Adapun pemberian otonomi ini dimaksudkan untuk lebih

memandirikan daerah dan memberdayakan masyarakat khususnya dalam

bidang pendidikan, sehingga seluruh stake holder dalam pendidikan lebih

leluasa dalam mengatur dan melaksanakan kewenangan atas prakarsa sendiri.

Pemberian otonomi yang luas dan bertanggung jawab dilaksanakan dengan

berdasarkan prinsip-prinsip demokrasi yang menyangkut peran serta

masyarakat pemerataan, berkeadilan dan memperhatikan potensi serta

keanekaragaman daerah dengan titik sentral otonomi pada tingkat yang paling

dekat dengan rakyat yaitu kabupaten dan kota.26

Berbeda dari UU sebelumnya yang masih bersifat sentralistik, UU No.

22 tahun 1999 menggunakan cara pandang yang mendorong daerah untuk

dapat lebih mandiri tanpa campur tangan pemerintah pusat kecuali dalam

bidang politik luar negeri, moneter dan fiskal, dll.27

Pemberlakuan undang-undang tersebut menuntut adanya perubahan

pengelolaan pendidikan dari yang bersifat sentralistik kepada yang lebih

bersifat desentralistik.

Mengutip Tilaar yang menegaskan bahwa desentralisasi pendidikan

merupakan suatu keharusan. Menurutnya ada 3 hal yang berkaitan dengan

urgensi desentralisasi pendidikan. Ketiga hal tersebut adalah pembangunan

masyarakat demokrasi, pengembangan social capital dan peningkatan daya

saing bangsa.28 Ketiga hal di atas sudah lebih dari cukup untuk dijadikan

alasan mengapa desentralisasi pendidikan harus dilakukan di Indonesia.

26 Fasli Jalal, Reformasi Pendidikan dalam Konteks Otonomi Daerah, (Yogyakarta:

Adicita Karya Nusa, 2001), hlm. xxxii 27 Winarno Surakhmat, op. cit., hlm. 71 28 Sam M. Chan, Tuti T. Sam, Analisis SWOT; Kebijakan Pendidikan Era Otonomi

Daerah, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005), hlm. 1

Page 17: BAB II KURIKULUM MADRASAH DALAM ERA OTONOMI …library.walisongo.ac.id/...gdl-s1-2006-nurilfuadi-1190-bab2_310-6.pdf · BAB II KURIKULUM MADRASAH DALAM ERA OTONOMI PENDIDIKAN A. Kurikulum

36

Otonomisasi menyangkut bukan hanya kandungan pendidikan, tetapi

juga manajemen dan administrasi. Jelasnya sejumlah wewenang seperti

penetapan kurikulum inti dan evaluasi berada ditangan pusat. Sedangkan

penyusunan kurikulum lokal dapat dilakukan di daerah bahkan di sekolah.

Prinsip ini juga disebut sebagai school based management, pengelolaan yang

berbasiskan sekolah.

Otonomi sering kali digambarkan berkenaan dengan empat tingkat

penyerahan kewenangan, pertama dekonsentrasi, delegasi, devolusi dan

privatisasi. Namun otonomi itu sendiri membicarakan pergeseran tempat

mereka yang memerintah, penyerahan kewenangan dari mereka yang berada di

satu tempat atau satu tingkatan vis-a vis organisasi-organisasi pendidikan

kepada mereka yang berada di tingkatan lain.

Otonomi pendidikan adalah sebuah proses yang kompleks dan dapat

membawa perubahan-perubahan penting tentang cara sistem persekolahan

menciptakan kebijakan, mendapatkan sumber daya, mengeluarkan dana,

melatih guru, menyusun kurikulum, dan mengelola sekolah-sekolah setempat.

Dengan demikian persoalan ini tentu saja berkorelasi positif dengan

konteks pengajaran Madrasah Aliyah pada umumnya. Dimana secara tidak

langsung mengharuskan adanya pembaharuan (modernisasi) dalam berbagai

aspek pendidikan di madrasah aliyah.

otonomi pendidikan juga dapat diartikan sebagai realisasi pengaturan

dan penyelenggaraan pendidikan yang dilaksanakan tidak terputus secara utuh

dan terpadu mulai dari tingkat kebijakan, manajemen dan operasional dalam

berbagai aspek dan dimensi pendidikan baik makro, meso maupun mikro

dengan lingkup kegiatan jenjang, jenis dan daerah pendidikan.29

Bukan hanya dalam konteks membangun sistem pendidikan Islam yang

didistingtif, tetapi juga sekaligus membangun dan mengembangkan

keunggulan (excellence) atau quality education vis-à-vis sistem pendidikan

umum secara keseluruhan. Dalam era otonomi pembaharuan kurikulum

29 Suara Muhammadiyah, Desentralisasi Pendidikan dan Pemberdayaan Sekolah,

(Yogyakarta: No 22/TH Ke 90/10 Nopember 2005), hlm. 40

Page 18: BAB II KURIKULUM MADRASAH DALAM ERA OTONOMI …library.walisongo.ac.id/...gdl-s1-2006-nurilfuadi-1190-bab2_310-6.pdf · BAB II KURIKULUM MADRASAH DALAM ERA OTONOMI PENDIDIKAN A. Kurikulum

37

semakin jelas relevansinya, jika sistem pendidikan Islam ingin memberikan

sumbangan yang lebih bermakna dan signifikan bagi lingkungannya30. Dengan

adanya otonomi, maka tanggung jawab daerah menjadi lebih besar, mereka

harus sungguh memikirkan apa yang akan dibuat untuk pengembangan

pendidikan di daerahnya.

Namun yang perlu ditekankan dalam era otonomi adalah pemberdayaan

daerah, agar kebijakan berstandar nasional dapat dijalankan di semua wilayah.

Daerah yang belum berdaya diberi perhatian khusus oleh Depdiknas tidak

perlu berlaku sebagai operator kebijakan pendidikan, tetapi cukup sebagai

pembina dan pengawas, sehingga diharapkan dengan otonomi pendidikan ini

akan meningkatkan partisipasi pemerintah daerah dan masyarakat dalam

pemerataan proses pendidikan yang lebih cepat tercapai, sebab pemerintah

daerah akan lebih tahu kebutuhan masyarakat yang mereka layani, di samping

itu mempunyai wewenang penuh untuk merencanakan, membiayai dan

mengeksekusi rencana tersebut.31

Dengan begitu seiring dengan prinsip otonomi dalam

menyelenggarakan pendidikan bermutu, maka sebaiknya masing-masing

penyelenggara sekolah atau madrasah merencanakan kurikulumnya sendiri

sesuai dengan pandangannya, namun harus tetap dalam rambu-rambu

kebangsaan kebernegaraan dan matched dengan tantangan kehidupan lokal

maupun global, mempunyai kesesuaian dnegan kompetensi yang diinginkan

dan kesesuaiannya dengan kebutuhan dan level kemampuan peserta didik,

yaitu sesuai dengan kebutuhan pasar, IPTEK dan harus selalu menjadi acuan

bagi para penyelenggara pendidikan

Melalui otonomi penyelenggara pendidikan dapat menetapkan, mencari

dan mengelola dana sumber daya manusia dan aset-asetnya tersendiri, serta

mengadakan kerjasama dengan berbagai pihak terkait yang diperkirakan dapat

memajukan pendidikannya dan seterusnya. Dan sudah semestinya perangkat

30 Azyumardi Azra, op. cit., hlm. 97-98. 31 Fasli Jalal, Reformasi Pendidikan dalam Konteks Otonomi Daerah, (Yogyakarta: Karya

Nusa, 2001), hlm. 35

Page 19: BAB II KURIKULUM MADRASAH DALAM ERA OTONOMI …library.walisongo.ac.id/...gdl-s1-2006-nurilfuadi-1190-bab2_310-6.pdf · BAB II KURIKULUM MADRASAH DALAM ERA OTONOMI PENDIDIKAN A. Kurikulum

38

daerah diberdayakan untuk menyampaikan pelayanan pendidikan yang

substantif kepada warganya dibawah binaan dan pengawasan pemerintah pusat

dan daerah yang lemah sebaiknya dibantu oleh pusat secara proporsional dan

bukan dengan cara mengambil alih urusan mereka.

D. Perkembangan Kurikulum Madrasah di Otonomi Pendidikan

1. Pengertian Pengembangan Kurikulum

Kurikulum memiliki banyak perbedaan definisi. Hal ini sangat

tergantung pada sudut pandang para ahli kurikulum dan pendidikan yang

mendefinisikannya. Walaupun demikian secara substansial adalah sama,

yaitu mengarah pada segala aktifitas sekolah untuk mempengaruhi

siswanya agar tercapai tujuan yang diinginkannya. Dalam hal ini Yurmaini

Mainuddin memberikan definisi mengenai pengembangan kurikulum yang

merupakan suatu upaya untuk diberikan atau disponsori oleh sekolah guna

memberikan pengalaman edukatif dalam upaya menumbuh kembangkan

seluruh potensi psikologi dan fisik siswa untuk mencapai tujuan yang telah

ditetapkan.32

Sesuai dengan sifatnya yang tidak pernah berakhir dari sisi proses

(never ending process) pendidikan itu memiliki banyak fase untuk

ditelaah, salah satu hal yang tidak boleh terlupakan adalah pengembangan

kurikulum dan akselerasi mutu keguruan. Guru dan kurikulum merupakan

aspek pendidikan yang sangat menentukan keberhasilan pendidikan itu

sendiri.33 Guru yang baik adalah guru dengan kepemilikan profesionalisme

yang memadai, merupakan persyaratan mutlak bagi terselenggaranya

proses pendidikan yang baik. Sementara itu kurikulum yang baik, dalam

hal ini adalah kurikulum dengan kepemilikan fleksibilitas dan daya

antisipasi yang memadai merupakan persyaratan bagi tercapainya tujuan

pendidikan.

32 Yurmaini Mainuddin, Pengembangan dan Pelaksanaan Kurikulum yang Menjamin

Tercapainya Lulusan Kreatif "dalam Konvensi Nasional Pendidikan Indonesia I untuk Abad 21, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1994), hlm. 148.

33 Winarno Surakhmat, op. cit., hlm. xxiii

Page 20: BAB II KURIKULUM MADRASAH DALAM ERA OTONOMI …library.walisongo.ac.id/...gdl-s1-2006-nurilfuadi-1190-bab2_310-6.pdf · BAB II KURIKULUM MADRASAH DALAM ERA OTONOMI PENDIDIKAN A. Kurikulum

39

Tujuan pendidikan tersebut tidak akan tercapai kecuali bila guru

menggunakan kurikulum atau pendekatan pembelajaran yang sesuai

dengan kebutuhan dan perkembangan anak didik. Pendekatan yang tidak

sesuai dapat mengarah pada hasil yang tidak diharapkan, yakni tercapainya

ketidakseimbangan dan ketidakselarasan pada aspek-aspek kepribadian.

Pendekatan seseorang terhadap kurikulum akan merefleksikan

pandangannya tentang dunia, termasuk di dalamnya pandangan tentang

kenyataan nilai dan pengetahuan yang dianutnya. Pendekatan

pengembangan kurikulum menggambarkan posisi holistik atau

metaorientasi yang meliputi landasan, domain dan prinsip teoritis serta

prinsip praktis dari kurikulum.

Bagaimanapun juga pengembangan kurikulum tidak dapat terlepas

dari berbagai aspek kehidupan dan faktor-faktor yang mempengaruhinya,

mulai dari pemikiran sampai pada pelaksanaan, agar diharapkan kurikulum

itu sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan peserta didik.

Oleh karena itu pengembangan kurikulum sebaiknya dilakukan

berdasarkan teori yang sudah dikonseptualisasikan secara teliti dan hati-

hati, agar berbagai pengaruh yang tidak sesuai dengan pembaharuan dapat

dihindarkan.

Adapun hal-hal yang bisa dijadikan pegangan sebagai prinsip

dalam pengembangan kurikulum,seperti yang telah diungkapkan oleh

Peter F. Oliva yang mana dapat berfungsi sebagai acuan dimana kurikulum

itu harus berpijak.34

1. Inevitability of change

“As a point of departure, it has already been postulated that change is

both inevitable and necessary, for it is through change that live forms

grow and develop.”

Dari pemaparan Peter F.Oliva di atas menerangkan bahwa,

perkembangan kurikulum dapat dikatakan sebagai titik awal dari

34 Peter F. Oliva, Developing The Currilum, (Boston: Little Brown and Company, 1982),

hlm. 30

Page 21: BAB II KURIKULUM MADRASAH DALAM ERA OTONOMI …library.walisongo.ac.id/...gdl-s1-2006-nurilfuadi-1190-bab2_310-6.pdf · BAB II KURIKULUM MADRASAH DALAM ERA OTONOMI PENDIDIKAN A. Kurikulum

40

perubahan yang tidak dapat dielakkan dan hal itu dibutuhkan, karena

dengan perubahan suatu bentuk kehidupan itu akan tumbuh dan

berkembang.

Oleh sebab itu perkembangan kurikulum hendaknya selalu dapat

mengikuti dari perubahan yang ada. Tentunya tidak terlepas

bagaimana perkembangan kurikulum tersebut dapat menjawab

masalah-masalah yang dihadapi manusia saat ini.

2. Curiculum as a Product of its time

“a school curriculum not only reflect but is a product of its time.”

Maksud dari kalimat tersebut adalah bahwasannya pendidikan

khususnya perubahan kurikulum adalah suatu bagian yang merupakan

paket dan proses perubahan sosial yang sama rata.

Jadi pada dasarnya sebuah kurikulum hendaknya tidak hanya

merefleksikan, tetapi juga bisa menghasilkan SDM yang dapat

dibutuhkan sesuai dengan keadaan zamannya.

3. Concurrent changes

“curriculum change made at an earlier period of time can exist

concurrently with newer curriculum at a later period of time.”

Dari statement di atas dapat dipahami bahwa biasanya tahap

perkembangan kurikulum terjadi secara berangsur-angsur dan

menghapus setahap demi setahap dengan cara yang sama terhadap

kurikulum yang ada pada masa awal (sebelumnya).

4. Change in people

“Curriculum change result from changes in people.”

Maksudnya bahwa perkembangan kurikulum seharusnya

dimulai dengan usaha untuk merubah orang-orang yang mana pada

akhirnya dapat mempengaruhi perubahan kurikulum tersebut, karena

bagaimanapun perubahan kurikulum akan berhasil bila disertai

dengan partisipasi orang-orang yang mau berubah dan merubah

keadaan untuk lebih maju.

Page 22: BAB II KURIKULUM MADRASAH DALAM ERA OTONOMI …library.walisongo.ac.id/...gdl-s1-2006-nurilfuadi-1190-bab2_310-6.pdf · BAB II KURIKULUM MADRASAH DALAM ERA OTONOMI PENDIDIKAN A. Kurikulum

41

5. Cooperative endeavor

“Curriculum improvement is effected as a result of cooperative

endeavor on the part of groups.”

Adapun maksudnya yaitu perkembangan suatu kurikulum

merupakan bentuk suatu perbaikan untuk memperoleh suatu

kemajuan yang mana dipengaruhi sebagai akibat dari usaha keras

kerjasama beberapa kelompok atau lembaga dengan kerjasama yang

kuat antar lembaga dapat membantu kesuksesan dari usaha

pengembangan kurikulum.

6. Decision-making process

“Curriculum development is basically a decision-making process.”

Pernyataan di atas mengandung maksud bahwa perkembangan

kurikulum adalah keputusan dasar sebuah proses membuat pilihan-

pilihan dari beberapa alternatif yang nanatinya akan berpengaruh

terhadap keputusan-keputusan selanjutnya.

7. Continuous process

“Curriculum development is a continuous, never ending process.

Maksudnya bahwa perkembangan kurikulum adalah proses

yang tidak mengenal akhir, sehingga proses keberlangusngan seperti

evaluasi atau perbaikan kurikulum terjadi secara terus menerus,

karena bagaimanapun kurikulum selalu dapat diperbaiki dan selalu

diperbaiki dengan solusi yang lebih baik yang ditemukan guna

menyelesaikan masalah-masalah pendidikan demi mencapai tujuan

yang telah direncanakan.

8. Comprehensive Process

“Curriculum development is a comprehensive process”.

Maksudnya bahwa kurikulum itu adalah kesatuan proses yang

komprehensif bukan proses yang terpisah-pisah.

Pandangan komprehensif ini meliputi sebuah kesadaran dari

suatu pengaruh perkembangan kurikulum yang mana tidak hanya

dipengaruhi pada murid atau guru secara langsung, tetapi juga

Page 23: BAB II KURIKULUM MADRASAH DALAM ERA OTONOMI …library.walisongo.ac.id/...gdl-s1-2006-nurilfuadi-1190-bab2_310-6.pdf · BAB II KURIKULUM MADRASAH DALAM ERA OTONOMI PENDIDIKAN A. Kurikulum

42

dipengaruhi oleh beberapa cara yang diakibatkan dari perencanaan

tersebut. Jadi, suatu perkembangan kurikulum itu adalah suatu proses

yang dapat dipengaruhi oleh semua sistem (stoke holder) yang terlibat

sebagai pihak yang menjalankan suatu perencanaan kurikulum.

9. Systematic Development

“Systematic Curriculum Development is more effective than triad and

error.”

Maksudnya adalah suatu perkembangan kurikulum itu lebih

efektif ketika perkembangan kurikulum tersebut diikuti sebuah proses

yang sistematik jadi perkembangan kurikulum itu bukanlah suatu

proses coba-coba, tetapi seharusnya mengikuti pada bidang-bidang

yang sesuai dengan prosedurnya.

10. Starting from the existing curriculum

“The curriculum planner stars from where the curriculum is just as

the teacher starts from where the students are.”

Maksudnya yaitu suatu perencana kurikulum berawal dari

dimana seorang guru memulai suatu pembelajaran di kelas dengan

muridnya. Jadi pelaksanaan dari rancangan kurikulum itu dimulai dari

seorang guru menyampaikan materi dengan muridnya, dimana akan

terjadi suatu proses interaksi tatap muka serta penyampaian-

penyampaian hal yang penting yang diharapkan akan mendapatkan

hasil yang sesuai dengan tujuan kurikulum yang sudah ditetapkan

sebelumnya.

2. Fungsi Pengembangan Kurikulum

Berfungsinya kurikulum terletak bagaimana pelaksanaannya di

sekolah, khususnya di kelas dalam proses belajar mengajar. Dalam proses

belajar mengajar inilah kunci keberhasilan tercapainya tujuan, dengan kata

lain adanya kurikulum dapat dijadikan sebagai alat untuk mencapai tujuan

pendidikan.

Kurikulum adalah inti atau tulang punggung dari kegiatan

pendidikan dan sebagai salah satu alat yang ampuh bagi keberhasilan

Page 24: BAB II KURIKULUM MADRASAH DALAM ERA OTONOMI …library.walisongo.ac.id/...gdl-s1-2006-nurilfuadi-1190-bab2_310-6.pdf · BAB II KURIKULUM MADRASAH DALAM ERA OTONOMI PENDIDIKAN A. Kurikulum

43

dalam membangun dan mengembangkan pendidikan. Bukan sekedar

sebuah program pendidikan, namun memiliki daya rekat tertentu yang

mampu mempadukan komponen-komponen cakupnya sehingga

menghasilkan suatu nilai tambah dibandingkan dengan program.

Hal ini mengingat karena kurikulum merupakan seperangkat

rencana dan pengaturan mengenai isi dan bahan-bahan pelajaran serta cara

yang digunakan sebagai pedoman untuk menggunakan aktifitas yang

direncanakan dan dilaksanakan dalam mencapai tujuan pendidikan, yang

mana harus mengikuti keadaan masyarakat, apabila masyarakat dinamis

maka kebutuhan anak akan dinamis pula, sehingga tidak terasing dalam

kehidupan masyarakat itu sendiri, sebab memang perubahan masyarakat

berdasar atas kebutuhan masyarakat itu sendiri.

Fungsi pengembangan kurikulum, selain sebagai pencapaian tujuan

pendidikan, tidak hanya ada pada pihak sekolah terkait saja, namun selain

guru, siswa, orang tua, dan masyarakat juga ikut berperan.

a. Fungsi kurikulum dalam rangka pencapaian tujuan pendidikan

Menurut Sutopo sebagaimana dikutip oleh Abdullah Idi,

mengemukakan bahwa kurikulum pada sekolah merupakan alat atau

usaha dalam mencapai tujuan-tujuan pendidikan yang diinginkan oleh

sekolah-sekolah tertentu yang dianggap cukup tepat dan krusial untuk

dicapai, sehingga salah satu langkah yang perlu dilakukan adalah

meninjau kembali tujuan yang selama ini digunakan oleh sekolah yang

bersangkutan.35

b. Fungsi kurikulum bagi anak didik

Fungsi kurikulum bagi anak didik diharapkan mendapat jumlah

pengalaman baru yang dikemudian hari diharapkan dapat

dikembangkan secara seirama dengan perkembangan anak, agar dapat

memenuhi bekal hidupnya nanti.

35 Abdullah Idi, op. cit., hlm. 135.

Page 25: BAB II KURIKULUM MADRASAH DALAM ERA OTONOMI …library.walisongo.ac.id/...gdl-s1-2006-nurilfuadi-1190-bab2_310-6.pdf · BAB II KURIKULUM MADRASAH DALAM ERA OTONOMI PENDIDIKAN A. Kurikulum

44

c. Fungsi kurikulum bagi pendidik

Sekolah merupakan tempat dimana kepentingan setiap diri dihargai

dan secara sadar diletakkan sebagai bagian integral kepentingan

bersama dan kepentingan nasional. Guru bukanlah orang yang serba

dan paling mengerti dunia anak dan siswa. Guru adalah seseorang yang

mampu mendorong siswa menyadari diri dan kemampuannya sendiri.

Urgensi kurikulum bagi pendidik atau guru disini sebagai pedoman

kerja dalam menyusun pengalaman belajar anak didik dan sebagai alat

evaluasi terhadap perkembangan serta didik.

d. Fungsi kurikulum bagi kepala sekolah, diantaranya:

1. Sebagai pedoman dalam mengadakan fungsi supervisi, yakni

memperbaiki situasi belajar

2. Sebagai pedoman dalam pengembangan kurikulum pada masa

mendatang

3. Sebagai pedoman untuk mengadakan evaluasi atas kemajuan

belajar mengajar

e. Fungsi kurikulum bagi orang tua siswa

Dalam hal ini orang tua diharapkan dapat berpartisipasi membantu

usaha sekolah dalam memajukan pendidikan putra-putrinya.

3. Pengembangan kurikulum madrasah di era otonomi Pendidikan

Perlahan namun pasti, dikotomi antar madrasah dan sekolah umum

mulai pudar. Dengan demikian madrasah sebagai sub sistem pendidikan

nasional dalam rangka membangun masyarakat Indonesia baru, sudah

waktunya menyusun kembali kurikulum madrasah yang sesuai dengan

tuntutan reformasi.

Dari beberapa definisi tentang kurikulum, dapat dipahami bahwa

pengembangan kurikulum madrasah dapat diartikan sebagai kegiatan yang

menghasilkan kurikulum pendidikan Islam, atau proses yang mengaitkan

satu komponen dengan yang lainnya untuk menghasilkan kurikulum

Page 26: BAB II KURIKULUM MADRASAH DALAM ERA OTONOMI …library.walisongo.ac.id/...gdl-s1-2006-nurilfuadi-1190-bab2_310-6.pdf · BAB II KURIKULUM MADRASAH DALAM ERA OTONOMI PENDIDIKAN A. Kurikulum

45

pendidikan Islam yang lebih baik atau kegiatan penyusunan (desain),

pelaksanaan, penilaian dan penyempurnaan kurikulum pendidikan Islam.

Jika menelaah struktur kurikulum madrasah, yang didalamnya

memuat mata pelajaran PAI yang dibagi ke dalam sub-sub mata pelajaran

yang lebih terperinci, maka dapat dipahami bahwa pendidikan agama

Islam di madrasah bukan hanya di dekati secara keagamaan tetapi juga

secara keilmuan. Dalam arti, bagaimana menyiapkan lulusan madrasah

agar mampu menjadikan ajaran dan nilai-nilai agama Islam sebagai

landasan pandangan hidup, sikap hidup, dan perilaku hidupnya, sekaligus

sebagai landasan bagi pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi juga

seni (ipteks).

Karena bagaimanapun madrasah tidak mungkin mengelak dari

dinamika masyarakat, sebab di dalamnya ia berada. Sementara pada saat

yang sama proses pendidikan di madrasah selalu berupaya untuk

mengendalikan jalannya kehidupan agar tetap berada di atas norma-norma

yang diidealkan.36

Dalam ayat (3) dari pasal 36 tentang kurikulum juga memberikan

petunjuk bahwa latar belakang iman, taqwa dan agama harus menjadi

perhatian dalam menyusun kurikulum. Demikian juga setiap jenis

pendidikan yang diselenggarakan dan dikembangkan dengan prinsip

diversifikasi sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah dan peserta

didik. Dalam artian, mengingat adanya desentralisasi pendidikan di negara

kita, maka praktik pendidikan harus dibuat sedemikian rupa agar

berkorelasi dengan kebutuhan mendasar masyarakat, yang pada akhirnya

pola kebijakan selaras dengan pemenuhan keberhasilan program otonomi

daerah (desentralisasi pendidikan).

36 Azyumardi Azra, op. cit., hlm. 72