BAB II KONTEKS SOSIAL DESA MADANG SEBAGAI DESA …repository.unj.ac.id/2290/7/BAB II.pdfdipaparkan...
Transcript of BAB II KONTEKS SOSIAL DESA MADANG SEBAGAI DESA …repository.unj.ac.id/2290/7/BAB II.pdfdipaparkan...
BAB II
KONTEKS SOSIAL
DESA MADANG SEBAGAI DESA PENGHASIL KARET
II.1. Pengantar
Bab ini menjelaskan deskripsi desa Madang sebagai salah satu desa penghasil
karet di Sumatera Selatan. Secara rinci, hal tersebut dibagi tiga sub bab. Sub bab
pertama akan menyajikan sejarah awal desa Madang. Perolehan data dari sejarah ini
diambil dari dokumen desa Madang. Sub bab kedua akan mendeskripsi konteks sosial
desa Madang. Deskripsi ini akan digambarkan mengenai setting sosial dan kondisi
wilayah desa madang.
Sub bab ketiga memaparkan struktur agraria dan dinamika pendidikan petani di
desa Madang. Pada struktur agraria akan menjelaskan kepemilikan lahan perkebunan
karet, luas dan pemeliharaannya. Sedangkan pada dinamika pendidikan akan
dipaparkan tingkat pendidikan yang ditempuh oleh seluruh masyarakat desa Madang
khususnya petani karet. Selain itu akan ditampilkan profil dari masing-masing
informan.
Kemudian sub bab keempat menjelaskan potensi pertanian karet dan hasil
pertanian karet. Berikutnya akan dibahas mengenai seberapa pengaruh hasil yang
diperoleh petani dari tanaman karet dalam memenuhi kebutuhan rumahtangganya.
Selain itu akan menjelaskan bagaimana pengaruh potensi tanaman karet sebagai
tumpuan dalam memenuhi kebutuhan hidup.
II.2. Sejarah Desa Madang
Desa Madang awalnya berdiri pada tahun 1821 yang penghuninya bermukim
dipinggiran sungai Lakitan, dan pada tahun 1980 Desa Madang yang awalnya 1
dusun menjadi 2 dusun dan selanjutnya pada tahun 1990 untuk menambah penduduk
Desa Madang tersebut diusulkan transmigrasi dari pulau Jawa sebanyak 100 KK.
Tahun 1993 diusulkan kembali transmigrasi sebanyak 100 KK hingga sekarang Desa
Madang sudah menjadi 7 Dusun dari sebelumnya hanya 1 Dusun1.
II.3. Konteks Sosial Desa Madang
Desa Madang terletak di Kecamatan Sumber Harta, Kabupaten Musi Rawas,
Provinsi Sumatera Selatan. Letak Desa Madang dari Kecamatan Sumber Harta
kurang lebih 12 km, dari Kabupaten kurang lebih 45 km. Akses ke desa mudah
karena jalannya sudah aspal namun cukup sulit karena hanya terdapat 2 angkutan
umum yang beroperasi pada pukul enam pagi sampai dengan jam satu siang,
angkutan ini hanya digunakan oleh penduduk yang ingin pergi ke kota. Namun, untuk
pergi ke antar dusun biasanya penduduk menggunakan kendaraan pribadi yaitu
motor, ada beberapa penduduk yang memiliki mobil yaitu Kepala Desa dan beberapa
rumah tangga petani yang berada pada ekonomi atas.
Jarak dari kecamatan menuju ke desa Madang ini bisa melaluli dua jalur, yang
pertama lewat desa Sukajaya, sedangkan yang kedua lewat Kecamatan Megang
Sakti. Namun, dari dua jalur ini ada beberapa jalan yang rusak sehingga akan susah
1 RPJM Desa Madang, 2017, hlm. 57.
jika musim penghujan, karena sangat licin. Bagi masyarakat yang ingin ke desa
Madang ataupun sebaliknya sebagian besar menggunakan kendaraan pribadi berupa
motor. Sehingga hampir semua rumah tangga memiliki motor untuk memudahkan
aktivitas dan keperluan sehari-hari. Pusat kota (Lubuklinggau) yang bisa ditempuh
dalam waktu ± 1,5 jam dengan mobil dan motor atau menggunakan jasa transportasi
milik warga yang hanya menarik penumpang pukul 6 pagi. Desa Madang secara
administrative dibatasi oleh beberapa desa, antara lain :
Sebelah Utara : berbatasan dengan Sungai Jawa
Sebelah Selatan : berbatasan dengan desa Suka Jaya
Sebelah Timur : berbatasan dengan desa Jajaran Baru
Sebelah Barat : berbatasan dengan desa Suka Rami Jaya
Gambar II. 1
Denah Lokasi Penelitian
Sumber : Google Maps
Kondisi geografis dan batas-batas di atas menandakan bahwa Desa Madang
berada pada posisi batas wilayah Kecamatan Sumber Harta dengan Kecamatan
Megang Sakti2. Pemerintahan Desa Madang Kecamatan Sumber Harta Kabupaten
Musi Rawas terdiri dari Kepala Desa, Sekretaris Desa, 1 orang BPD 9 orang LPM 12
orang Kaur 3 orang Kadus 7 orang RT 14 orang P3N 1 orang dan hansip 14 orang3.
Desa Madang terdiri dari tujuh dusun yaitu : madang satu, madang dua, madang tiga,
madang empat, madang lima, madang enam, dan madang tujuh.
Skema II.1
Daftar Dusun Desa Madang
Setiap desa tidak ada perbedaan yang menonjol antar dusun, karena mayoritas
bermata pencaharian sebagai petani karet. Perbedaannya hanya terletak pada asal
masyarakatnya hal ini disebabkan di desa Madang penduduknya terdiri dari dua suku
yaitu suku asli sumatera (melayu) dan suku pendatang (jawa dan sunda) yang
ditransmigrasikan oleh pemerintah pada tahun 1990, hingga saat ini jumlah penduduk
terbanyaknya berasal dari masyarakat pendatang . Meskipun masyarakatnya berasal
2 Ibid, hlm. 57.
3 Ibid, hlm. 60.
Dusun V
Dusun VI
Dusun IV
Dusun III
Dusun II
Dusun I
Dusun VII
Ds. Suka Jaya
Sumber : Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa, 2017
dari beda suku tetapi di desa ini tidak pernah terjadi konflik antar suku karena
masing-masing masyarakat sudah berbaur. Dusun Madang satu semua penduduknya
berasal dari suku melayu atau masyarakat asli sedangkan penduduk yang ada di
dusun Madang dua sampai tujuh ditempati oleh dua suku atau campuran.
Suku jawa yang merupakan suku pendatang sudah tidak terlalu terikat dengan
adat istiadat jawa hal ini terlihat dari kebiasaan dalam kehidupan sehari-harinya,
selain itu di desa Madang saat ini penduduknya lebih banyak yang berasal dari suku
pendatang dibandingkan dengan penduduk asli. Dalam segi bahasa, masyarakat dari
suku melayu akan menggunakan bahasa melayu jika berinteraksi dengan orang yang
berasal dari suku melayu begitupun masyarakat yang berasal dari suku jawa, akan
tetapi jika masyarakat yang berasal dari suku yang berbeda berinteraksinya
menggunakan bahasa melayu.
Desa Madang memiliki luas 3.181, 78 km2, sebagian besar lahan adalah
perkebunan karet. Meskipun demikian terdapat juga lahan pemukiman, hutan, sungai
dan rawa. Di desa madang juga terdapat lahan persawahan tetapi hanya sebagian,
karena kebanyakan masyarakatnya menanam padi dengan berladang. Penduduk
membuka lahan pada hutan liar. Meskipun begitu masyarakat desa Madang ada
beberapa yang membuka sawah tetapi tidak di wilayah desa Madang melainkan di
wilayah pedesaan yang berbeda yaitu dusun Simpang desa Sukarami. Sebelumnya
dusun simpang termasuk kedalam bagian dari desa Madang, namun karena jaraknya
lebih dekat dengan desa Sukarami, dusun Simpang pun masuk ke wilayah desa
Sukarami dan lepas dari desa Madang. Sebelumnya petani di desa Madang
menerapkan sistem ladang berpindah sebelum akhirnya menjadi perkebunan karet.
Skema II.2
Sistem Ladang Berpindah Petani Desa Madang
Sumber : diolah dari wawancara, 2018
Awalnya petani akan membuka hutan liar dengan menebang kayu-kayu dan
membakarnya sehingga tanah menjadi subur. Selanjutnya lahan tersebut ditanami
tanaman padi, dan tanaman lainnya. Setelah menanam bibit padi, setelah tanaman
padi berumur sekitar tiga minggu petani akan menanam bibit pohon karet, selain karet
biasanya petani akan menyiapkan lahan khusus untuk menanam berbagai jenis
sayuran, pohon pisang, tanaman ubi, dan bumbu dapur, selain itu petani juga akan
memelihara hewan unggas. Ketika sudah satu tahun petani akan meninggalkan
ladangnya dan tanaman karet akan tumbuh dengan sendirinya, sesekali petani
membersikan semak-semak liar yang tumbuh di sekitar tanaman karet miliknya.
Sistem pembukaan lahan yang akhirnya menjadi perkebunan karet tentunya
melewati beberapa proses yang sangat panjang sampai dengan pohon karet bisa
dimanfaatkan getahnya. Sistem berladang atau oleh masyarakat disebut dengan
Umeh. Pohon karet ini baru bisa dimanfaatkan ketika tanamannya sudah berumur
Pembukaan hutan Penanaman tanaman pangan
selama satu tahun Tanaman karet
sepuluh tahun pada tanaman karet biasa. Sedangkan pada tanaman karet dengan bibit
unggul lebih cepat bisa dimanfaatkan getahnya yaitu bisa berumur lima tahun.
Tabel II. 1
Data Lahan Pertanian Desa Madang
No Sektor Pertanian Luas (ha)
1 Kebun karet rakyat 3.825
2 Kebun sawit 175
3 Sawah 500
4 Lahan belum produktif 4.500 Sumber : Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa tahun, 2017
Sistem ladang ini petani di desa Madang tidak pernah meninggalkan ladangnya
melainkan tinggal sementara di ladang sampai waktu panen padi tiba. Pondok Umeh
merupakan tempat tinggal petani yang dibuat menyerupai gubuk kecil dan sederhana.
Hal ini dilakukan karena tanaman padi di ladang umumnya lebih tinggi sehingga
memudahkan petani dalam mengawasi tanamannya dari hama seperti babi, ular,
burung dan hama lainnya. Sistem berladang ini masih ada hingga saat ini, karena
digunakan pada saat petani ingin membuat perkebunan karet miliknya. Namun
pembukaan ladang ini berbeda dari yang sebelumnya, saat ini petani yang berladang
tidak lagi menanam padi dan pohon karet melainkan lebih memilih tanaman kelapa
sawit. Selain itu sudah tidak ada ladang lagi karena sebagian lahan sudah dibuat
menjadi perkebunan karet.
Jumlah penduduk desa Madang saat ini adalah 2.735 jiwa yang terdiri dari 1.329
laki-laki dan 1.406 perempuan yang lebih mendominasi.
Tabel II. 2
Demografi penduduk
Jumlah Kartu Keluarga 604 Kartu Keluarga
Jumlah laki-laki 1. 329 orang
Jumlah Perempuan 1. 406 orang
Jumlah Total 2. 735 orang
Kepadatan Penduduk 0, 85958 Per KM Sumber : monografi desa madang, 2017
Fasilitas infrastuktur yang ada di desa Madang berupa listrik, sekolah, fasilitas
kesehatan, dan jalan. Pada tahun 2011 desa Madang baru mendapatkan listrik dari
PLN yang mengaliri seluruh rumahtangga. Sebelum dialiri listrik, penduduk desa
Madang menggunakan genset pribadi dibeberapa rumah dan lampu obor yang harus
menggunakan minyak tanah. Terdapat 2 bangunan Sekolah Dasar yang berada di
Dusun 1 dan Dusun 5 dan bangunan 1 Paud di desa Madang, seperti yang tampak
pada gambar II.2 dan II.3
Gambar II. 2 Gambar II. 3
SDN Madang Paud Al – Abrar
Ds. Madang
Sumber : Dokumentasi Penelitian, 2017
Penunjang kesehatan untuk penduduk desa Madang biasanya pergi ke
puskesmas. Sedangkan untuk membantu persalinan biasanya dibantu oleh bidan
di desa Madang sendiri terdapat dua bidan dan enam dukun bayi. Apabila
mengalami derita sakit yang tidak bisa ditangani, mereka harus ke rumah sakit
umum (rumah sakit siti aisyah, shobirin, dan air bunda) yang ada di kota
Lubuklinggau. Desa Madang sendiri terdapat satu puskesmas yang melayani
penduduk sekitar dengan jam kerja pada hari senin-jumat. Penyakit yang paling
banyak diderita oleh masyarakat adalah demam dan flu. Di desa Madang sendiri
terdapat empat Posyandu untuk membantu mengurus kesehatan bayi, anak-anak,
dan ibu hamil. Masyarakat yang tidak kunjung sembuh biasanya akan berobat di
puskesmas yang lebih besar yang letaknya ada di Kecamatan Sumber Harta
dengan jarak dari desa Madang 12 Km, jarak dari desa kerumah sakit 45 Km.
Gambar II. 4
Puskemas di Dusun Satu Desa Madang
Sumber : Dokumentasi Penelitian, 2017
Selain itu terdapat tujuh masjid dan dua mushola yang digunakan beribadah, tidak
ada fasilitas agama diluar agama islam. Hal ini dikarenakan hanya ada satu KK
dengan anggota keluarga enam orang yang beragama Kristen. Untuk melakukan
kegiatan peribadatannya keluarga ini melakukan di gereja yang ada di desa
Purwodadi.
Tabel II. 3
Fasilitas Umum
No Jenis Sarana Prasarana Panjang / Buah Kondisi
1 Jalan Desa 2.000 M Rusak
2 Jembatan 6 Buah Rusak ringan
3 Pendidikan
a. TK / Annur
b. SD/MI
1
2
Rusak
4 Puskesdes -
5 Pustu 1
6 Pasar Desa 1
7 Irigasi 1 Rusak
8 Listrik 4.800 M
9 Air Bersih 403
10 Koperasi
Sumber : Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa Tahun 2017
Infrastruktur jalan raya sudah ada sejak tahun 2000-an, tetapi belum berupa aspal
sehingga jika musim hujan masyarakat akan sulit untuk mengakses jalan tersebut.
pada tahun 2005 jalanan mulai diperbaiki dan ditimbun dengan aspal sehingga
masyarakat dapat mengakses jalan setiap waktu baik pada musim kemarau dan
penghujan, meskipun sampai pada saat ini masih terdapat jalan yang rusak dan
berlubang. Mayoritas penduduk desa Madang memanfaatkan air tanah atau sumur
untuk keperluan sehari-hari dan air sungai bagi penduduk yang tinggal dekat dengan
sungai. Tetapi pada musim kemarau semua penduduk akan memanfaatkan air sungai
lakitan.
Gambar II. 5
Sungai Lakitan Ds. Madang
Sumber : Dokumentasi Penelitian, 2017
Masyarakat di desa Madang melakukan jual beli di pasar terdekat yaitu pasar
jum’at yang ada di desa Suka Rami Jaya yang beraktivitas pada hari jumat saja dari
pukul 6 pagi sampai pukul 11 siang dan pasar sabtu yang ada di desa Suka jaya.
Selain itu juga terdapat pasar besar yang ada di Kecamatan Megang Sakti yang bisa
ditempuh dengan waktu 45 menit menggunakan mobil dan motor, umumnya
masyarakat pergi ke pasar ini pada hari rabu dan minggu karena pada hari tersebut
penjual lebih ramai daripada hari biasa. Penduduk desa Madang juga memanfaatkan
lahan miliknya untuk berkebun dengan menanam pisang, ubi, singkong, sayuran,
bahan dapur, kacang dll. Biasaya hasil berkebun ini diperjualbelikan hanya pada
lingkungan desa Madang saja tetapi untuk kacang penduduk memperjualbelikannya
di luar desa, bahkan sampai di kota.
II.4. Struktur Agraria dan Dinamika Kependidikan
II.4.1 Struktur Agraria Petani Desa Madang
Pembahasan mengenai struktur agraria ini berkaitan dengan pola dan status
kepemilikan tanah oleh rumah tangga petani. Kepemilikan lahan perkebunan karet
yang terdapat pada wilayah desa Madang merupakan kepemilikan pribadi dari
masing-masing rumah tangga petani. Keseluruhan lahan yang terdapat pada wilayah
desa Madang sebagian besar dimanfaatkan untuk lahan pertanian terutama
perkebunan karet, perkebunan kelapa sawit dan sebagian lagi dimanfaatkan untuk
pemukiman. Tanah yang dimiliki oleh rumah tangga petani tersebut merupakan tanah
bersertifikat yang diakui oleh negara. Kegiatan jual beli tanah sangat jarang dilakukan
oleh keluarga petani dan jika terjadi transaksi jual beli pun biasanya dilakukan karena
ada kebutuhan yang mendesak saja, dan biasanya pembeli pun berasal dari satu desa
maupun satu keluarga.
Sebagian besar lahan di desa Madang merupakan lahan perkebunan karet. Hampir
semua penduduk desa Madang memiliki lahan perkebunan karet. Rata-rata
kepemilikan lahan rumah tangga petani pada wilayah desa Madang berkisar antara
0,5 ha sampai dengan 1 ha. Setiap lahan yang dari masing-masing petani memiliki
luas lahan yang berbeda. Tetapi lahan yang luas tersebut tidak terkumpul dalam satu
blok atau tempat melainkan terpisah-pisah oleh lahan perkebunan karet milik petani
lain. Hal ini disebabkan lahan petani yang luas tersebut dilakukan pembagian untuk
diturunkan kepada anaknya ataupn dijual kepada petani lain. Hal ini dipertegas oleh
Bpk. Asmawi :
“luas lahan rata-rata satu hektar, yang paling luas 1 hektar lebih bisa nyampe dua hektar. tapi
gak ke kumpul di blok yang sama. Paling kecil lahan petani kisaran setengah hektar. setengah
hektar lahan petani itu ada 200 batang pohon, sehari paling getahnya 5 sampe 6 kg dikalikan
dengan harga getah karet perkilo, sekarangkan harga getah karet 5 rb/kilo. Jadi pendapatan
petani dalam sehari 25 ribu sampai dengan 30 ribu. Segitu seharinya pendapatan kalo yang
punya lahannya kecil”4.
Skema II.3
Pelapisan Petani berdasarkan Lahan
Penentuan lapisan masyarakat dan kepemilikan lahan pertanian ini menentukkan
penguasaan sumberdaya nafkah yang dapat digunakan oleh rumahtangga petani untuk
memperoleh pendapatan. Selain dari kepemilikan lahannya pengelompokkan petani
ini dapat dilihat dari jenis rumahnya, kendaraan yang dimiliki oleh petani, dan
tabungan yang dapat berupa hewan seperti sapi dan kerbau, tingkat pendidikan
anggota keluarganya. Rata-rata petani. Namun, melalui kepemilikan lahan ini dapat
terlihat kemampuan mengakses kelima modal yang terdapat yang dimiliki oleh
masing-masing rumahtangga petani.
“tadinya lahan karetnya luas. Cuman jadi sedikit dibagi-bagi jadi beberapa petak, ada yang
dijual ada yang digadai ada yang dikasih keanaknya. Kalo untuk data lengkapnya berapa
persen itu datanya ada di beliti. Ya yang paling banyak yang lahannya setengah hectare
4 Wawancara dengan Bapak Asmawi, 18 Februari 2018
>1 ha
0,5 – 1 Ha
<0,5 Ha
20 %
30 %
50 %
Sumber : analisis wawancara, 2018
soalnya udah banyak yang dijual, sekitar setengah petani lahannya setengah hektar. yang
punya lahan satu hectare lebih cuman 10%. Sisanya ya rata-rata satu hektare”5.
Seperti yang dijelaskan oleh Samuel Popkin bahwa stratifikasi dalam pertanian
terjadi sebelum produksi untuk pasar, hal ini dapat dilihat dari tanah dan peralatan
yang dimilikinya6. Hal ini juga berlaku bagi petani karet di desa Madang, dimana
luas lahan membentuk stratifikasi. Semakin luas lahan yang dimilki semakin tinggi
posisi petani tersebut.
II.4.2 Dinamika Kependidikan Petani Karet di Desa Madang
Perkembangan kebudayaan manusia terlihat bahwa kebutuhan manusia tidak
sekedar kebutuhan hidup secara hayati, atau yang lebih lazim kita pakai, manusia
tidak sekedar hidup untuk memenuhi kebutuhan pokok untuk hidup, seperti minum,
makan, dan memelihara kesehatan, melainkan juga kebutuhan sekunder, yakni
kebutuhan akan pakaian, rumah, pendidikan, dan sebagainya. Lebih jauh manusia
juga mempunyai kebutuhan tersier, yakni kebebasan untuk melakukan pilihan.
Kebutuhannya yang terakhir ini, maka ia akan mengubah seluruh pola hidupnya.
Sementara itu, dengan keterbatasannya sumberdaya yang tersedia, dan dengan
populasi manusia yang selalu bertambah, serta pola kebutuhan yang senantiasa
berubah dan meningkat, maka kualitas hidup manusia sebenarnya makin menurun
pula7. Untuk memperbaiki kualitas hidup ini banyak hal yang bisa dilakukan,
5 Wawancara dengan Bpk. Indra Gunawan, 24 Februari 2018
6 Samuel Popkin, Op cit., hlm. 61.
7 Moh. Soerjani, dkk, 1987, “Lingkungan : sumberdaya alam dan kependudukan dalam
pembangunan”, Jakarta : UI – Press. Hlm. 6.
misalnya dalam perubahan pendidikan ke arah yang lebih baik. Pendidikan dan
ekonomi adalah dua aspek yang berdampingan dan saling berkaitan.
Pendidikan adalah proses dan aktiviti yang bertujuan untuk menghasilkan
perubahan yang dikehendaki di dalam diri seseorang8. Dalam menelah pendidikan
digunakan beberapa konsep antara lain tingkat pendidikan formal tertinggi yang
ditamatkan9. Pendidikan formal tertinggi yang dimaksudkan adalah tingkat
pendidikan tertinggi atau tahap paling akhir dari pelajaran yang diperoleh seseorang
melalui lembaga pendidikan negeri atau swasta dengan mendapatkan pengakuan
berupa surat tanda tamat belajar atau ijazah. Adapun dari 2.735 jumlah penduduk
yang tercatat, sebanyak 50 persen tidak tamat sekolah Dasar, 25 persen tamat Sekolah
Dasar, 10 persen tamat Sekolah Menengah Pertama, 10 persen tamat Sekolah
Menengah Atas, 5 persen tamat Strata satu. Seperti yang dipertegas oleh Bpk. Kabib
selaku Kadus di desa Madang :
“Di desa sini, pendidikan masih sedikit. Apalagi pendidikan petani karet, petani karet
sudah tergolong tua umurnya yang 45 tahun keatas jadi dulu belum sempet sekolah dan
lumayan banyak sekitar 50%. Kalo tamatan SD, umurnya 45 kebawah itupun karena kemaren
ada kejar paket jadi pada dipaksa ikut. Ya sekitar 25%. Sisanya tamatan SMP, SMA, dan
sarjana paling 5% dari jumlah penduduknya. Cuma kebanyakan yang tamatan sekolahnya
tinggi kerja di luar kota enggak di Madang”10
.
Berdasarkan wawancara tersebut, kualitas sumber daya manusia yang ada di desa
Madang tergolong berada pada lapisan bawah. Hal ini dikarenakan masih banyak
masyarakat yang tidak menyelesaikan pendidikannya pada tingkat Sekolah Dasar.
Minimnya pendidikan sekaligus menciptakan keterampilan dan kemampuan berpikir
8 Atan bin long, 1978, “ Psikologi Pendidikan”, Kuala Lumpur : Dewan Bahasa dan Pustaka
Kementrian Pelajaran Malaysia. Hlm. 25. 9 Penelitian arifah dewi masitoh, 2005, “Analisis Strategi Nafkah Rumahtangga Petani Perkebunan
Rakyat”, Bogor : IPB. Hlm. 36. 10
Wawancara dengan Bpk. Kabib (Kadus Desa Madang)
penduduk sekitar yang masih tergolong rendah. Kondisi ini tentunya membawa
dampak pada sektor lain di luar pertanian. Hal ini dikarenakan keterbatasan penduduk
dalam mengakses pendidikan yang terjadi pada tahun 90- an. Umumnya pada tahun
1990an belum terdapat sekolah di desa Madang, tetapi terdapat satu Sekolah Dasar
(SD) yang terdapat di desa Sukarami yang bersebelahan dengan Desa Madang. Bapak
Kabib juga menambahkan :
“iya dulu kan SD yang paling deket adanya di dusun Simpang (Ds. Suka Rami Jaya).
Jadi yang mau sekolah ya sekolah di situ. Cuman ke sekolahnya kan ngelewatin hutan. Jadi
orangtua masih was-was buat ngelepas anaknya ke sekolah. Makanya kadang daripada
sekolah mendingan bantuin bapaknya ke perkebunan karet”11
.
Pada tahun 2013, petani karet diwajibkan untuk mengikuti Kejar Paket A.
Sehingga pada tahun 2013 – sekarang rata-rata pendidikan yang ditempuh oleh petani
karet adalah sekolah pada tingkat SD. Sedangkan masyarakat yang menyelesaikan
pendidikan dari SMP–SMA, selain sebagai petani juga diberikan tanggungjawab
sebagai aparat desa. Masyarakat yang menyelesaikan pendidikan sampai pada
perguruan tinggi menjadi guru dan PNS.
II.5. Profil Petani Karet Desa Madang
Seperti yang sudah dicantumkan pada bab I, didalam penelitian ini terdapat 6
informan yang terdiri dari 5 petani karet pemilik dan penggarap dan satu pemilik
perkebunan karet tetapi tidak menggarap, satu tokoh masyarakat dan satu pengepul
11
Ibid.
getah karet langsung dari petani. Adapun deskripsi profil informan kunci dalam
penelitian ini yakni sebagai berikut :
II.5.1. Profil Petani Kelas Bawah
1. Profil Pak Akip
Pak Akip merupakan salah satu pemilik dan penggarap perkebunan
karet miliknya sendiri, luas areal perkebunan karet miliknya kurang lebih
500 meter. Pak Akip sendiri tinggal di dusun satu desa Madang, beliau
mempunyai enam orang anak, lima orang anak laki-laki dan satu orang
perempuan namun satu anak laki-laki bapak Akip yang paling tua sudah
menikah dan tinggal berpisah di desa Suka Rami Jaya bersama istrinya. Di
rumahnya pak Akip tinggal dengan lima orang anaknya, dari kelima anaknya
ada tiga anak yang bersekolah dan dua anaknya tidak bersekolah, termasuk
satu anak perempuan pak Akip yang menyelesaikan pendidikan sampai
tingkat Sekolah Dasar. Pak Akip merupakan penduduk asli desa Madang,
sedangkan istrinya adalah warga pendatang.
Pak Akip memliki postur tubuh yang tidak terlalu tinggi hampir 155
cm dan badan yang kurus. Pak Akip dalam mencari nafkah di bantu oleh
istrinya serta satu anak laki-lakinya yang keempat, anak perempuannya akan
mengurus urasan rumah, sedangkan anaknya yang lain masih sekolah.
Dalam memenuhi kebutuhan hidup keluarganya sebelum dilakukannya
pembangunan pak Akip hanya bergantung pada perkebunan karet miliknya,
dan sesekali diperoleh dari anaknya yang sudah menikah.
Namun saat ini pak Akip mengolah lahan perkebunannya sendiri
sedangkan istrinya memahat perkebunan karet milik orang lain, hal ini
dilakukan karena kurangnya pendapatan untuk memenuhi semua kebutuhan
keluarganya. Anak-anak beliau pada hari libur sekolah akan membantu
ibunya memahat karet milik petani lain. Berdasarkan keterangan informan di
atas dikaitkan dengan klasifikasi yang dikemukakan oleh Frank Ellis, bapak
Akip termasuk memanfaatkan pendapatannya dari dua sektor yaitu sektor
pertanian dan sektor pertanian luar Pada sektor pertanian, bapak Akip
memperoleh pendapatan melalui tanah milik sendiri yang di kelola langsung,
sehingga hasilnya pun seutuhnya di dapat oleh bapak Akip tanpa system bagi
hasil. Sedangkan sektor pertanian luar, dapat di lihat dari aktivitas nafkah
yang dilakukan oleh istrinya yang mengolah perkebunan karet milik pettani
lain. perolehan dari kegiatan ini pun biasa disebut dengan system bagi hasil.
2. Profil Bapak Kowi
Bapak Kowi berusia sekitar 48 Tahun, beliau tinggal di dusun tiga
desa Madang dan letak rumahnya di dekat sungai. Bapak Kowi memiliki
empat orang anak. Dua anaknya sudah berkeluarga dan sudah tidak tinggal
bersama bapak Kowi lagi.tersisa dua anak bapak Kowi yang masih bersekolah
pada tingkat SMA. Bapak Kowi merupakan penduduk asli desa Madang dan
istrinya adalah penduduk pendatang.
Pada saat ini dalam memenuhi kebutuhan keluarganya bapak Kowi
menyadap kebun karet miliknya seluas 300 Meter dan istrinya bekerja pada
perkebunan karet milik orang lain. Selain dari sumber perkebunan karet bapak
Kowi juga kesehariannya memancing ikan di sungai dan rawa untuk di jual
dan di makan oleh keluaganya sendiri, biasanya dilakukan pada sore hari.
Sebelumnya sumber pendapatan beliau adalah pada perkebunan karet
miliknya dan mencari ikan di sungai.
Berdasarkan keterangan langsung dari bapak Kowi ini, beliau
memanfaatkan ketiga sumber nafkah yang diklasifikasikan oleh Frank Ellis.
Pada sektor pertanian, bapak Kowi menyadap perkebunan karet miliknya
secara langsung. Sektor pertanian luar, didapat dari kegiatan nafkah yang
dilakukan oleh istrinya. Sedangkan pada sektor di luar pertanian, didapat dari
penjualan hasil tangkapan ikan yang dilakukan bapak Kowi di sungai maupun
rawa.
3. Profil Bapak Darmawan
Bapak Darmawan berumur 40 tahun, bapak Darmawan dan istrinya
adalah penduduk asli desa Madang. Bapak Darmawan memiliki dua orang
anak laki-laki, anak pertamanya sedang berkuliah di Bengkulu dan yang
kedua sedang menempuh pendidikan di SMA. Luas areal perkebunan karet
milik beliau sekitar 400 m, bapak Darmawan dan istrinya mengolah
perkebunan miliknya sendiri. Selain itu terdapat sumber lain yang menunjang
ekonomi rumahtangganya yaitu baik bapak Darmawan dan istrinya juga
bekerja sebagai aparat desa.
Namun pada saat ini dalam memahat tanaman karet miliknya
dilakukan oleh bapak Darmawan sendiri sedangkan istrinya bekerja pada
perusahaan pemborong proyek pembangunan saluran irigasi sebagai penyedia
makanan untuk tenaga kerjanya yang dilakukan pada pukul lima pagi hingga
lima sore, yang berada di basecamp milik perusahaan yang ada di dusun lima.
Berdasarkan keterangan langsung dari bapak Darmawan, maka sumber nafkah
yang digunakan terdiri dari dua yaitu sektro pertanian dan sektor di luar
pertanian.
II.5.2. Profil Petani Kelas Menengah
4. Profil Pak Asmawi
Pak Asmawi adalah petani yang berusia 53 Tahun, beliau memiliki
empat orang anak yang masih tinggal dirumahnya, salah satu anaknya sudah
menikah dan masih ikut dengan bapak Asmawi. Bapak Asmawi sendiri
memiliki 1 Ha areal kebun karet tetapi letaknya terbagi-bagi. Anak dari bapak
Asmawi sendiri terdiri dari tiga orang perempuan dan satu anak laki-laki, dua
anaknya masih berada di bangku SMA sedangkan dua anaknya yang lain
sudah menyelesaikan pendidikan sampai dengan jenjang sarjana dan sudah
bekerja menjadi guru honor di SD N Madang. Bapak Asmawi bukan
penduduk asli desa Madang melainkan istrinya.
Untuk menunjang perekonomian keluarganya bapak Asmawi tidak
bergantung pada perkebunan karet semata, melainkan dari sektor lain. pada
pagi hingga siang hari bapak Asmawi bersama istrinya menyadap tanaman
karet, mendapatkan penghasilan ketika ada Pemilihan kepala desa dll, selain
itu juga di bantu oleh anaknya dan menantunya yang sudah bekerja selain
menjadi guru juga menjadi pengurus desa Madang.
Pada saat ini bapak Asmawi juga bekerja pada perusahaan pemborong
proyek saluran irigasi sebagai penjaga dan mengawasi alat berat pada malam
hari bersama petani karet lainnya. Selain itu juga bapak Asmawi
memanfaatkan lahan miliknya yang sebelumnya dibiarkan untuk ditanami
kacang-kacangan yang hasilnya untuk dijual.
Berdasarkan keterangan dari bapak Asmawi, yang dikaitkan dengan
klasifikasi nafkah dari Frank Ellis, saat ini bapak Asmawi menggunakan dua
sumber nafkah yaitu sektor pertanian dan sektor di luar pertanian. Pada sektor
pertanian, bapak Asmawi memanfaatkan lahan miliknya sendiri secara
langsung sehingga hasil sepenuhnya dari perkebunan karet tersebut dimiliki
oleh bapak Asmawi. Selain itu pemanfaatan lahan tidur yang dilakukan oleh
istrinya juga termasuk ke dalam pendapatan sumber pertanian miliknya
sendiri. Sedangkan pada sektor di luar pertanian, didapat bapak Asmawi dari
menjadi anggota KPU desa Madang dan saat ini bapak Asmawi sedang
bekerja dan mendapatkan upah dari PT Adikarya selaku pemborong proyek
pembangunan saluran irigasi di desa Madang.
5. Profil Bapak Odeng
Bapak Odeng adalah petani yang paling tua di desa Madang usianya
sudah 70 tahun. Beliau mempunyai dua orang istri tetapi istri pertamanya
sudah meninggal dan kini tinggal bersama istri keduanya. Semua anakn dari
istri pertamanya sudah berkeluarga. Di rumahnya pak Odeng tinggal bersama
istri dan satu anaknya yang sudah berkeluarga. Areal kebun karet milik pak
Odeng cukup luas, yaitu sekitar 800 m. Dalam mengolahnya pak Odeng
dibantu oleh istri dan anaknya yang tinggal bersama. Pak Odeng sudah tidak
memiliki tanggungan pendidikan untuk anak-anaknya lagi, karena semua
anaknya sudah menamatkan sekolah pada tingkat SMA. Masih ada satu anak
beliau yang belum menikah dan bekerja di kota lubuklinggau, biasanya anak-
anaknya ini sering mengirimkan uang kepada bapak Odeng di desa.
Pada saat ini istri pak Odeng selain membantu memahat tanaman karet
di kebunnya, juga mengumpulkan batu pada sore hari guna menambah
pendapatan untuk keperluang rumahtangganya. Berdasarkan pada keterangan
tersebut bapak Odeng menggunakan sumber nafkah sektor pertanian dan
sektor di luar pertanian.
II.5.3. Profil Petani Kelas Atas
6. Bapak Syamsu
Bapak Syamsu adalah salah satu pemilik kebun karet yang banyak.
Usianya saat ini adalah 59 tahun, memancing adalah hobinya. Di desa
Madang beliau termasuk pada golongan atas. Bapak Syamsu memilki empat
orang anak laki-laki, ketiga anak laki-lakinya sudah berkeluarga dan mapan,
sedangkan yang bungsu masih menempuh pendidikan pada tingkat SMA. Saat
ini bapak Syamsu tinggal bersama istri dan anak bungsunya. Kebun karet
beliau yang cukup banyak di olah oleh tetangga maupun saudaranya, ketika
penjualannya maka hasilnya dibagi atau dikenal dengan system bagi hasil.
Selain perkebunan karet beliau juga memiliki perkebunan kelapa sawit yang
cukup luas, sehingga sumber pendapatanya cukup banyak, pak Syamsu adalah
salah satu penduduk desa yang memiliki mobil dan kerbau sebanyak lima
ekor. Tidak ada perbedaan dalam memenuhi kebutuhan hidup yang dilakukan
oleh bapak Syamsu.
Berdasarkan keterangan dari bapak Syamsu, sumber nafkah yang
digunakannya terdiri dari dua yaitu sektor pertanian dan sektor di luar
pertanian. Namun, sebenarnya sumber nafkah utama yang dilakukan oleh
bapak Syamsu terlihat pada sektor pertanian, Bapak Syamsu tidak
mengolahnya secara langsung melainkan membayar petani lain. selain itu
lahan pertanian yang dimiliki oleh beliau cukup luas dan banyak.
Berdasarkan pada ke enam informan tersebut, maka dapat di lihat bahwa
strategi nafkah yang digunakan oleh masing-masing petani berbeda, untuk lebih
jelasnya disajikan dalam tabel II.4 .
II.5. Potensi Pertanian Karet dan Hasil Pertanian Karet
Selain dari tanaman karet petani di desa Madang juga mendapatkan
pendapatannya dari sumber daya yang lain seperti hewan ternak (yang bisa dikatakan
sebagai tabungan atau simpanan petani), sayur-sayuran, perkebunan kelapa sawit,
pasir dan batu kerikil dari sungai selain itu beberapa rumah tangga petani yang
anggota keluarganya pergi merantau ke kota, biasanya ini adalah anak-anak petani
yang menyelesaikan pendidikan dari Sekolah Menengah Atas (SMA) yang bekerja
sebagai asisten rumah tangga, penjaga tokoh, ataupun buruh pabrik di kota.
Tabel II.4
Pengaplikasian Sumber Nafkah berdasarkan Informan
No Nama Petani Strategi Nafkah yang Digunakan 1 Bapak Akip Modal sumber daya alam :
- Pemanfaatan lahan perkebunan karet.
- Pemanfaatan kayu bakar
Modal sosial :
- Mengolah perkebunan karet milik orang lain, hal ini
tentunya membutuhkan kepercayaan dan hubungan yang
baik dengan pemilik.
- Gotong royong yang dapat mengurangi biaya
pengeluaran pada beberapa kegiatan.
modal manusia :
- Tenaga kerja anaknya dalam membantu mengolah
perkebunan karet.
2 Bapak Asmawi Modal sumber daya alam :
- Pemanfaatan lahan perkebunan miliknya sendiri
- Pemanfaatan SDA lain yang tersedia
Modal sosial :
- Bisa bekerja pada PT proyek pembangunan saluran
irigasi.
- Gotong royong yang dapat mengurangi biaya
pengeluaran pada beberapa kegiatan.
Modal manusia :
- Kemampuan berbicara dan memandu acara sehingga
sering dijadikan MC dalam berbagai kegiatan.
- Menjadi KPU desa Madang
- Anaknya yang bekerja sebagai guru
Modal finansial :
- Tabungan berupa hewan ternak yaitu sapi
3 Bapak Kowi Modal sumber daya alam :
- Pemanfaatan lahan karet miliknya sendiri.
- Pemanfaatan ikan yang ada di sungai dan rawa desa
Madang
Modal sosial :
- Mengolah perkebunan karet milik orang lain, hal ini
tentunya membutuhkan kepercayaan dan hubungan yang
baik dengan pemilik.
No Nama Petani Strategi Nafkah yang Digunakan
- Gotong royong yang dapat mengurangi biaya
pengeluaran pada beberapa kegiatan. 4 Bapak Darmawan Modal sumber daya alam :
- Pemanfaatan lahan perkebunan karet miliknya sendiri.
- Pemanfaatan kayu bakar yang tersedia di lahannya.
Modal sosial :
- Hubungannya dengan masyarakat dan aparat desa yang
lain sehingga istrinya bisa bekerja di PT pemborong
saluran irigasi desa.
Modal manusia :
- Keahlian melalui pendidikan bapak Darmawan dan
istrinya sehingga keduanya bisa menjadi pejabat desa
Madang
5 Bapak Odeng Modal sumber daya alam :
- Pemanfaatan lahan perkebunan karet miliknya sendiri.
- Pemanfaatan kayu bakar yang tersedia di lahannya.
- Pemanfaatan batu di sungai untuk dijual.
Modal sosial :
- Gotong royong dapat membantu mengurangi biaya
pengeluaran pada beberapa kegiatan penting.
Modal manusia :
- Tenaga kerja produktif anaknya yang bekerja di luar
sektor pertanian .
6 Bapak Syamsu Modal sumber daya alam :
- Pemanfaatan kebun karet miliknya.
- Pemanfaatan kebun kelapa sawit
Modal sosial :
- Gotong royong dapat membantu mengurangi biaya
pengeluaran pada beberapa kegiatan penting.
Modal finansial :
- Tabungan di bank .
- Tabungan berupa hewan yaitu lima ekor kerbau. Sumber : Diolah dari hasil observasi dan wawancara, 2018
Adapun jenis hewan ternak adalah hewan unggas (ayam, bebek, itik, angsa) selain
itu, ada beberapa petani yang memelihara kambing, sapi, dan kerbau namun tidak
semua masyarakat memiliki hewan ternak, namun ada juga yang memelihara hewan
milik penduduk lain dan untuk hasilnya penduduk sekitar menggunakan system bagi
hasil.
Bagi petani yang memiliki lahan kosong biasanya akan “berume” atau
memanfaatkan lahannya untuk menanam beberapa jenis sayuran dan kacang-
kacangan. Lahan yang digunakan mayoritas diseberang sungai lakitan dan berlokasi
sangat jauh, untuk menyeberang sungai penduduk menggunakan perahu karet, namun
pada saat ini penduduk bisa menyeberangi sungai melalui jembatan gantung yang
baru disediakan pada bulan januari 2018.
Gambar II. 6 Gambar II. 7
Perahu yang digunakan JembatanGantung
untuk Menyeberangi Sungai untuk Menyeberangi Sungai
Sumber : Dokumentasi Penelitian, 2018
Selain itu dari sungai ini juga penduduk mendapatkan penghasilan yaitu dengan
mengumpulkan batu kerikil kegiatan ini dilakukan pada musim kemarau atau pasang
surut oleh ibu-ibu. Batu ini dijual seharga seratus lima puluh ribu rupiah per mobil
atau dua puluh ribu rupiah per akong (gerobak sorong) untuk satu mobil diperlukan 5
gerobak sorong berisi batu. Ibu-ibu biasanya akan menjual langsung ke mobil-mobil
yang hendak membeli tetapi kadang ada juga di jual ke pengepul dengan harga
seratus tiga puluh ribu rupiah hal ini dilakukan ketika keluarga petani membutuhkan
uang mendesak.
Gambar II. 8
Batu Kerikil Sungai
Sumber : Dokumentasi Penelitian, 2018
Selain tanaman karet beberapa penduduk juga menanam kelapa sawit. Meskipun
banyak yang bisa dijadikan sebagai sumber pendapatan, tanaman karet yang paling
banyak digunakan oleh penduduk. Pengolahan perkebunan karet menghabiskan
waktu kurang lebih empat sampai enam jam. Tanaman karet baru bisa dipahat ketika
berumur 10 tahun. Pemeliharaan sampai dengan pemanfaatan tanaman karet
sebenarnya tidak terdapat ketimpangan gender, karena baik laki-laki maupun
perempuan memiliki peran yang sama. Ketimpangan gender akan tampak ketika
petani sudah selesai menyadap karet dikebunnya, biasanya laki-laki akan bekerja
sampingan untuk memenuhi kebutuhan rumahtangganya sambil menunggu hasil jual
dari getah karet. Penjualan getah karet biasanya akan dilakukan sebulan sekali, tetapi
ada sebagian petani yang menjual langsung hasil getah karetnya kepada pengepul
setelah diangkat atau bahasa petani desa Madang mecat hal ini dilakukan apabila
terdapat kebutuhan yang mendesak saja. Sedangkan perempuan akan mengurus
rumah dan anak-anaknya. Tingkat usia kepala rumah tangga petani karet rata-rata
diatas 18 tahun.
Gambar II. 9
Penjualan Kepada Pengepul Keliling
Sumber : Dokumentasi Penelitian, 2018
Setelah adanya pembangunan saluran irigasi air atau masyarakat menyebutnya
sereng yang pembuatannya menggunakan lahan karet petani. Hal ini menyebabkan
penebangan tanaman karet secara besar-besaran, selain lahan perkebunan karet ada
sebagian rumah dan pekarangan penduduk yang digusur. Pembuatan saluran irigasi
raksasa ini dibuat untuk membantu pengairan lahan pertanian tadah hujan petani serta
membuat pembukaan beberapa lahan tidur.
“Pengairan salurannya dari sungai Lakitan di Selangit. Fungsinya nanti buat sawah tadah
hujan dan beberapa lahan yang belum dimanfaatkan jadi gampang pas nanti mau mulai
dibuka. Di sini kan kalo musim hujan airnya kebuang aja, kalo musim kemarau kering semua.
Jadi nanti ada cadangan airnya dan lebih gampang dan membantu pertanian di sini”12
.
Gambar II. 10
Saluran Irigasi Ds. Madang
Sumber : Dokumentasi Penelitian, 2017
Luas lahan perkebunan karet petani berbeda-beda dan tentunya mempengaruhi
perolehan hasil penjualan getah karetnya. Petani yang memiliki perkebunan karet
yang luas penghasilannya lebih besar dibandingkan petani dengan luas perkebunan
karetnya sedikit. Petani dengan luas lahan yang luas biasanya dalam menyadap karet
dilakukan oleh 2 orang lebih, baik dari keluarga intinya (suami/istri) dan sanak
keluarga. Selain itu, anak-anak pada usia sekolah menengah (SMP-SMA) akan
membantu orang tuanya untuk menyadap karet pada hari libur sekolah. Untuk sanak
keluarga biasanya berlaku sistem bagi hasil, 60%-70% pemilik dan 40%-30% sisanya
untuk sanak keluarga yang membantu. Selain itu, ada juga petani yang memiliki
perkebunan karet tetapi, yang menyadapnya petani lain, sistem bagi hasil yang
berlaku 50% pemilik dan 50% buruh petani.
12
Wawancara dengan Bpk. Kabib (Kadus Desa Madang)
“Petani yang garap kebun karet saya, hasilnya bagi 2 dengan saya. Tapi ada beberapa
kebun saya yang di garap oleh sodara jadi bagi ke dianya 60% sekalian dia yang harus jaga
sama ngerawat kebun saya”13
.
Sehingga di desa Madang terdapat ketimpangan antar penduduk yang dapat
dilihat dari penghasilannya dan barang-barang yang dimiliki serta bentuk rumah.
Selain penghasilan dari perkebunan karet, ada sebagaian penduduk yang memperoleh
penghasilan dari perkebunan sawit dan buruh brondol di perkebunan kelapa sawit,
pedagang warung besar dan kecil, pemilik dan buruh di usaha pasir sungai (terdapat 2
usaha pasir sungai), batu kerikil sungai, PNS, guru honor di SD, menebang pohon
besar yang dijadikan alat untuk membangun rumah seperti papan atau dikenal oleh
masyarakat setempat gesek. Masyarakat yang bekerja di usaha pasir pekerjaanya
dengan merapikan pasir yang dihasilkan oleh mesin penyedot serta memasukkan
kedalam mobil si pembeli, penghasilan dari pasir ini di dapat tergantung dari
banyaknya mobil pembeli yang datang. Sedangkan masyarakat yang mengumpulkan
batu kerikil di sungai, akan menggumpulkan batu yang di dapat dari sungai dengan
cara system pengayaan. Biasanya dilakukan oleh ibu-ibu, dengan menyelam di dalam
sungai dan pengambilan batu kerikil diambil dengan menggunakan alat pengayaan
yang terbuat dari plastik. Kegiatannya ini dilakukan pada pukul 2 sore hingga pukul 5
sore.
II.6. Kesimpulan
Desa Madang merupakan salah satu desa yang memanfaatkan perkebunan karet
sebagai sektor utama pertanian di wilayah Kecamatan Sumber Harta – Sumatera
13
Wawancara dengan Bpk. Syamsu
Selatan. Tanaman karet yang dimanfaatkan dan menjadi sumber pendapatan
masyarakat sekitar adalah bagian getahnya. Petani karet sering mengalami kerentanan
dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, hal ini dikarenakan tanaman karet bergantung
pada musim. Jika musim hujan petani tidak bisa memahat tanaman karet sedangkan
pada musim kemarau getah tanaman karet yang keluar dari pohonnya lebih sedikit.
Sehingga membuat hasil getah perkebunan karet milik petani menjadi sedikit dan
uang yang di dapat pun menjadi sedikit. Selain itu, harga getah tanaman karet pada
saat ini yang semakin menurun yang berimbas pada pendapatan rumahtangga petani.
Selain itu, semakin berkurangnya atau pun hilangnya lahan perkebunan karet akibat
pembangunan saluran irigasi yang sedang dalam pelaksanaan. Pembangunan wilayah
yang terjadi di desa Madang membuat perubahan termasuk dalam aspek ekonomi
rumahtangga petani. Meskipun tanaman karet merupakan sumber utama
pendapatannya, tetapi petani di wilayah ini tidak tergantung pada pertanian karet saja.
Melainkan dari menjadi buruh di usaha pasir, mengumpulkan batu kerikil di sungai ,
bahkan ada anggota keluarga yang merantau ke kota untuk mendapatkan pekerjaan.
Hal ini disebabkan pertanian karet kurang untuk mencukupi kebutuhan pokok
mereka.