BAB II Konsep Persepsi 1. persepsi adalah pengalaman...
Transcript of BAB II Konsep Persepsi 1. persepsi adalah pengalaman...
16
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Konsep Persepsi
1. Pengertian Persepsi
Purwadarminta (2004: 759) mengartikan persepsi sebagai tanggapan atau
penerimaan langsung dari sesuatu persepsi adalah pengalaman tentang obyek,
peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan
informasi dan menafsirkan pesan (Rakhmat, 2005: 39). Sedangkan menurut
Walgito (2001: 83), mengemukakan persepsi adalah proses pengorganisasian,
penginterpretasian terhadap rangsang yang diterima oleh organisme atau individu
sehingga merupakan sesuatu yang berarti dan merupakan aktivitas yang
integrated dalam diri individu.
Persepsi adalah interpretasi yang tinggi terhadap lingkungan manusia dan
mengolah proses informasi tersebut. Pendapat yang dikemukakan oleh Maramis
(2005: 119) bahwa “persepsi adalah daya mengenal barang, kualitas atau
hubungan, dan perbedaan antara hal ini melalui proses mengamati, mengetahui,
atau mengartikan setelah pancainderanya mendapat rangsang”.
Melihat beberapa pendapat tentang persepsi tersebut dapat disimpulkan
bahwa persepsi adalah proses kognitif yang dialami setiap orang dalam
memahami informasi tentang lingkungannya melalui pancaindera, dan tiap-tiap
individu dapat memberikan arti atau tanggapan yang berbeda-beda.
17
2. Sifat Persepsi
Manusia secara umum menerima informasi dari lingkungan lewat proses
yang sama, oleh karena itu dalam memahami persepsi harus ada proses dimana
ada informasi yang diperoleh lewat memori organisme yang hidup. Fakta ini
memudahkan peningkatan persepsi individu, adanya stimulus yang mempengaruhi
individu yang mencetus suatu pengalaman dari organisme, sehingga timbul
berpikir yang dalam proses perceptual merupakan proses yang paling tinggi.
Menurut Mulyana (2005: 16)
Persepsi sosial adalah proses menangkap arti obyek-obyek sosial dan kejadian-kejadian yang kita alami dalam lingkungan kita. Manusia bersifat emosional, sehingga penilaian terhadap mereka mengandung resiko. Setiap orang memiliki gambaran yang berbeda mengenai realitas di sekelilingnya.
Prinsip penting yang menjadi pembenaran mengenai persepsi sosial adalah
persepsi berdasarkan pengalaman pola-pola perilaku manusia berdasarkan
persepsi mereka mengenai realitas sosial yang telah dipelajari (pengalaman).
Ketiadaan pengalaman terdahulu dalam menghadapi suatu obyek jelas akan
membuat seseorang menafsirkan obyek tersebut berdasarkan dugaan semata, atau
pengalaman yang mirip.
a. Persepsi bersifat selektif.
Alat indera kita bersifat lemah dan selektif (selective attention). Apa yang
menjadi perhatian kita lolos dari perhatian orang lain, atau sebaliknya. Ada
kecenderungan kita melihat apa yang kita lihat, kita mendengar apa yang ingin
kita dengar. Atensi kita pada suatu rangsangan merupakan faktor utama yang
menentukan selektivitas kita atas rangsangan tersebut. Perhatian adalah proses
18
mental ketika stimuli atau rangkaian stimuli menjadi menonjol dalam kesadaran
pada saat stimuli lainnya melemah.
b. Persepsi bersifat dugaan
Data yang kita peroleh mengenai objek lewat penginderaan tidak pernah
lengkap, persepsi merupakan loncatan langsung pada kesimpulan. Seperti proses
seleksi, langkah ini dianggap perlu karena kita tidak mungkin memperoleh
seperangkat rincian yanng lengkap kelima indera kita. Proses persepsi yang
bersifat dugaan itu memungkinkan kita menafsirkan suatu objek dengan makna
yang lebih lengkap dari suatu sudut pandang manapun. Dengan demikian,
persepsi juga adalah suatu proses pengorganisasian informasi yang tersedia,
menempatkan rincian yang kita ketahui dalam suatu skema organisasional tertentu
yang memungkinkan kita memperoleh suatu makna lebih umum.
c. Persepsi bersifat evaluatif
Tidak ada persepsi yang bersifat obyektif, karena masing-masing melakukan
interpretasi berdasarkan pengalaman masa lalu dan kepentingannya. Persepsi
adalah suatu proses kognitif psikologis yang mencerminkan sikap, kepercayaan,
nilai dan pengharapan persepsi bersifat pribadi dan subjektif yang digunakan
untuk memaknai persepsi.
d. Persepsi bersifat kontekstual.
Konteks merupakan salah satu pengaruh paling kuat. Konteks yang
melingkungi kita ketika kita melihat seseorang, suatu objek atau suatu kejadian
sangat mempengaruhi struktur kognitif, pengharapan dan oleh karenanya juga
persepsi kita. Interpretasi makna dalam konteksnya adalah suatu faktor penting
19
dalam memahami komunikasi dan hubungan sosial. Struktur objek atau kejadian
berdasarkan prinsip kemiripan atau kedekatan dan kelengkapan.
3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Persepsi
Menurut David Krech dan Ricard Crutcfield (Jalaludin Rakhmat 2003:55)
faktor-faktor yang menentukan persepsi dibagi menjadi dua yaitu faktor
fungsional dan faktor struktural.
a. Faktor Fungsional
Faktor fungsional adalah faktor yang berasal dari kebutuhan, pengalaman
masa lalu dan hal-hal lain yang termasuk apa yang kita sebut sebagai faktor-faktor
personal. Faktor fungsional yang menentukan persepsi adalah obyek-obyek yang
memenuhi tujuan individu yang melakukan persepsi.
b. Faktor Struktural
Faktor struktural adalah faktor-faktor yang berasal semata-mata dari sifat
stimulus fisik terhadap efek-efek syaraf yang ditimbulkan pada sistem saraf
individu. Faktor-faktor struktural yang menentukan persepsi menurut teori Gestalt
bila kita ingin memahami suatu peristiwa kita tidak dapat meneliti faktor-faktor
yang terpisah tetapi memandangnya dalam hubungan keseluruhan.
Tertarik tidaknya individu untuk memperhatikan stimulus dipengaruhi oleh
dua faktor yaitu, faktor internal (kebiasaan, minat, emosi dan keadaan biologis)
dan faktor eksternal (intensitas, kebaruan, gerakan, dan pengulangan stimulus).
20
1) Faktor internal
a) Kebiasaan, kecenderungan untuk mempertahankan pola berpikir tertentu,
atau melihat masalah hanya dari satu sisi saja, atau kepercayaan yang
berlebihan dan tanpa kritis pada pendapat otoritas.
b) Minat, suatu kondisi yang terjadi apabila seseorang melihat ciri-ciri atau
arti sementara situasi yang dihubungkan dengan keinginan-keinginan
atau kebutuhannya sendiri.
c) Emosi, sebagai manusia yang utuh, kita tidak dapat mengesampingkan
emosi, walaupun emosi bukan hambatan utama. Tetapi bila emosi itu
sudah mencapai intensitas yang begitu tinggi akan mengakibatkan stress,
yang menyebabkan sulit berpikir efisien.
d) Keadaan biologis, misalnya keadaan lapar, maka seluruh pikiran
didominasi oleh makanan. Sedangkan bagi orang yang kenyang akan
menaruh perhatian pada hal-hal lain. Kebutuhan boilogis menyebabkan
persepsi yang berbeda.
2) Faktor eksternal
a) Gerakan, seperti organisme lain, bahwa manusia secara visual tertarik
pada obyek-obyek yang bergerak. Contohnya kita senang melihat huruf
dalam display yang bergerak menampilkan nama barang yang
diiklankan.
b) Intensitas stimuli, dimana kita akan memperhatikan stimuli yang lebih
menonjol dari stimuli yang lain.
21
c) Kebaruan (novelty), bahwa hal-hal baru, yang luar biasa, yang berbeda
akan lebih menarik perhatian.
d) Perulangan, hal-hal yang disajikan berkali-kali, bila disertai dengan
sedikit variasi, akan menarik perhatian. Disini unsur “familiarity” (yang
sudah kita kenal) berpadu dengan unsur-unsur “novelty” (yang baru kita
kenal). Perulangan juga mengandung unsur sugesti yang mempengaruhi
bawah sadar kita.
Krech dan Crutchfield (1977: 235) menyebutkan persepsi ditentukan oleh
faktor fungsional dan faktor struktural. Faktor-faktor fungsional berasal dari
kebutuhan, pengalaman masa lalu, kesiapan mental, suasana emosi dan latar
belakang budaya, atau sering disebut faktor-faktor personal. Yang menentukan
persepsi bukan jenis atau bentuk stimuli, tetapi karakteristik orang yang
memberikan respon pada stimuli tersebut.
Adapun faktor struktural berasal dari sifat stimuli fisik dan efek-efek syaraf
yang ditimbulkannya pada system syaraf individu. Kita mengorganisasikan
stimuli dengan melihat konteksnya. Walaupun stimuli yang kita terima tidak
lengkap, kita akan mengisinya dengan interpretasi yang berkonsisten dengan
rangkaian stimuli yang kita persepsikan
Menurut Rakhmat (2005: 32) faktor-faktor personal yang mempengaruhi
persepsi interpersonal adalah pengalaman seseorang yang telah mempunyai
pengalaman tentang hak-hak tertentu akan mempengaruhi kecermatan seseorang
dalam memperbaiki persepsi.
22
Motivasi-motivasi yang sering mempengaruhi persepsi interpersonal adalah
kebutuhan untuk mempercayai dunia yang adil artinya kita mempercayai dunia ini
telah diatur secara adil.
Kepribadian Dalam psikoanalisis dikenal sebagai proyeksi yaitu usaha
untuk mengeksternalisasi pengalaman subyektif secara tidak sadar, orang
mengeluarkan perasaan berasalnya dari orang lain.
B. Konsep Kepemimpinan
1. Pengertian Kepemimpinan
Kepemimpinan sebagai salah satu fungsi manajemen merupakan hal yang
sangat penting untuk mencapai tujuan organisasi. Kepemimpinan menurut Gary
A. Yukl (1981: 2-5) diterjemahkan ke dalam istilah: sifat-sifat, perilaku pribadi,
pengaruh terhadap orang lain, pola-pola interaksi, hubungan kerjasama
antarperan, kedudukan dari suatu jabatan administratif, dan persepsi dari lain
tentang legitimasi pengaruh.
Menurut Heinz Wiehrich and Harold Koontz (1993: 490) kepemimpinan
tidak lain adalah sebagai pengaruh, seni atau proses mempengaruhi orang-orang
sehingga mereka mau berjuang bekerja secara sukarela dan penuh antusias kearah
tujuan kelompok. Pendapat lain dikemukakan oleh Robert. G. Owens (1987: 132)
menyatakan bahwa kepemimpinan hanya terjadi melalui proses interaksi antara
dua orang atau lebih. Didalam proses interaksi setiap orang dapat menyebabkan
orang lain berpikir dan bekerja didalam menjalankan programnya. Kepemimpinan
diartikan juga penggunaan perilaku orang lain.
23
Menurut Patrica Patton (1999: 9) pemimpin harus memperhatikan peran
yang lebih penting yang tidak hanya membuat pengaruh, tetapi juga memupuk
karyawan berbakat dan terampil untuk membuat organisasi makmur.
Mengabarkan pentingnya komunikasi dan hubungan antar pribadi adalah naif jika
berpikir bahwa hadiah berupa uang akan membuat orang loyal dan senang.
Karyawan akan antusias ketika merasa menjadi bagian tim sehingga membuat
kontribusi yang berarti kepada organisasi ketika dihadiahi berdasarkan usaha dan
loyalitasnya. Produktivitas sinonim dengan validitas. Jika karyawan merasa apa
yang dikerjakan valid berguna, maka minat dan kreativitasnya bertambah. Jika
karyawan dalam kondisi tidak berdaya, tidak penting, dan membosankan,
biasanya cenderung tidak antusias, cemberut dan tidak imajinatif.
Selanjutnya Gary A. Yukl (1989: 2) menyatakan “kepemimpinan adalah
perilaku seseorang ketika dia mengatur aktivitas untuk mencapai tujuan sebuah
organisasi”. Dijelaskan pula kepemimpinan merupakan proses mempengaruhi
sebuah aktivitas untuk mengatur kelompok dalam mencapai hasil yang
diharapkan. Kemudian menurut John P. Kotter (1988: 5) mengatakan bahwa
“kepemimpinan merupakan suatu proses langkah kelompok yang berisi aturan
yang diterapkan secara terus menerus”. Sedangkan kepemimpinan yang baik
adalah kepemimpinan yang dapat menemukan cara untuk menarik minat
anggotanya. Di samping itu, Jerald Greenberg and Robert A. Baron (1993: 444)
mengatakan bahwa “kepemimpinan adalah suatu proses cara seorang
mempengaruhi orang lain dalam suatu organisasi untuk mencapai tujuan yang
telah direncanakan atau tujuan organisasi”.
24
Selanjutnya Soewadji Lazaruth (1984: 61) mengatakan bahwa
Kepemimpinan adalah kemampuan dan kecakapan seseorang untuk mengarahkan,
membimbing atau mengatur orang lain. Karena kepemimpinan itu merupakan
kemampuan mereka : 1) besar kecilnya kepemimpinan pada setiap orang tidak
sama; 2) orang yang memiliki kepemimpinan belum tentu menjadi pemimpin,
setidak-tidaknya pemimpin formal.
Selanjutnya dikatakan bahwa kepemimpinan merupakan peranan dan
penerjemahan keinginan-keinginan dan tujuan-tujuan kelompok, serta diterima
oleh kelompok, maka ini berarti juga bahwa kelompok akan menerima
kepemimpinan tersebut dengan sukarela. Kesukarelaan terjadi karena adanya
kesadaran pada kelompok akan adanya kemampuan yang istimewa.
Menurut Kartini Kartono (1994: 48)
Kepemimpinan itu sifatnya spesifik, khas, diperlukan bagi satu situasi khusus. Sebab dalam suatu kelompok yang melakukan aktivitas-aktivitas tertentu, dan mempunyai suatu tujuan serta peralatan-peralatan yang khusus. Pemimpin kelompok dengan ciri-ciri karakteristik itu merupakan fungsi dari situasi khusus. Miftah Thoha (1999: 229) mengatakan bahwa “kepemimpinan adalah
kegiatan untuk mempengaruhi perilaku orang lain, atau seni mempengaruhi
perilaku orang lain, atau seni mempengaruhi perilaku manusia baik perorangan
maupun kelompok”.
Setiap orang memiliki kemampuan dan keahlian dalam mengembangkan
seni kepemimpinan. Menurut Heinz Wiehrich and Harold Koontz (1993: 491)
Kepemimpinan itu dapat dilihat dalam gabungan empat unsur-unsur kepemimpinan yaitu : (1) kemampuan menggunakan kekuasaan secara efektif dan menanamkan rasa tanggungjawab, (2) kemampuan memahami karakter manusia yang memiliki motivasi yang berbeda pada waktu dan
25
situasi berbeda, (3) kemampuan memberi semangat, (4) kemampuan untuk bereaksi , mengembangkan suasana yang kondusif untuk merespon dan membangkitkan motivasi.
Pemimpin harus memiliki pengetahuan tentang kepemimpinan terutama
yang berhubungan dengan bagaimana cara atau upaya memperlakukan karyawan
supaya dapat bekerja dengan efektif. Fred Luthans (1995: 387) mengatakan
bahwa “gaya dan peranan dari seorang pemimpin dapat mempengaruhi
(mendorong) menumbuhkan semangat karyawan untuk menampilkan skill dan
tehnik dari karyawan”. Di samping itu, Dean Tjosvold and Mary M. Tjosvold
(1991: 12) mengatakan bahwa “kepemimpinan sesuatu yang harus dimiliki dalam
mengelola suatu kelompok untuk dapat bergiat, berlomba, membangkitkan
semangat orang”. Sejalan dengan itu, (James A. F. Stoner, 1996: 161) mengatakan
bahwa
“Kepemimpinan sebagai proses mengarahkan dan mempengaruhi aktivitas yang berkaitan dengan tugas dari anggota kelompok. Ada empat implikasi penting yaitu : (1) kepemimpinan melibatkan orang lain, karyawan atau pengikut, (2) kepemimpinan melibatkan distribusi kekuasaan yang tidak merata antara pemimpin dan anggota kelompok, (3) kemampuan menggunakan berbagai bentuk kekuasaan untuk mempengaruhi tingkah laku pengikut dengan berbagai cara, (4) kepemimpinan yang menggabungkan tiga aspek dan mengakui bahwa kepemimpinan adalah mengenal nilai moral”.
Moefti Wiriadihardja (1987: 88) memberi definisi, “kepemimpinan adalah
proses dimana seorang pelaksana memberi petunjuk pengarahan, pembinaan, atau
mempengaruhi pekerjaan orang lain agar memilih atau mencapai maksud dan
tujuan tertentu”. Pandji Anoraga dan Sri Suyati (1995: 186) mengatakan bahwa
“Kepemimpinan adalah seni mempengaruhi orang lain untuk mengarahkan
kemauan mereka, kemampuan dan usaha untuk mencapai tujuan pimpinan”.
26
Menurut Burhanuddin (1994: 63) kepemimpinan atau kegiatan memimpin
merupakan usaha yang dilakukan oleh seseorang dengan segenap kemampuan
yang dimilikinya untuk : mempengaruhi, mendorong, mengarahkan dan
menggerakkan orang-orang yang dipimpin supaya mereka mau bekerja dengan
penuh semangat dan kepercayaan dalam mancapai tujuan-tujuan organisasi.
Ditegaskan pula kepemimpinan itu sebenarnya dapat muncul kapan dan
dimanapun, apabila ada unsur-unsur sebagai berikut : (1) ada orang-orang yang
memimpin, mempengaruhi dan memberikan bimbingan, (2) ada orang yang
dipengaruhi atau pengikut seperti anggota organisasi, bawahan maupun kelompok
yang mau dikendalikan, (3) adanya kegiatan tertentu dalam menggerakkan
bawahan untuk mencapai tujuan bersama, (4) adanya tujuan yang diperjuangkan
melalui serangkaian tindakan.
2. Faktor yang Mempengaruhi Kepemimpinan
Miftah Thoha (1999: 251-252) merumuskan empat sifat umum yang
nampaknya mempunyai pengaruh terhadap keberhasilan pemimpin organisasi
yaitu : (1) kecerdasan, hasil penelitian pada umumnya membuktikan bahwa
pemimpin mempunyai tingkat kecerdasan yang lebih tinggi dibandingkan dengan
yang dipimpin, (2) kedewasaan dan keluasan hubungan sosial. Pemimpin
cenderung menjadi matang dan mempunyai emosi yang stabil, serta mempunyai
perhatian yang luas terhadap aktivitas-aktivitas sosial, (3) motivasi diri dan
dorongan berprestasi, para pemimpin secara relatif mempunyai dorongan motivasi
yang kuat untuk berprestasi, (4) sikap-sikap hubungan kemanusiaan, pemimpin-
27
pemimpin yang berhasil mau menghargai harga diri dan kehormatan para
pengikutnya dan mampu berpihak kepadanya.
Paul Hersey, Kenneth H. Blancard (1988: 374) menyatakan ada empat
kekuatan internal yang mempengaruhi kepemimpinan yaitu : (1) sistem penilaian
seorang pemimpin, (2) kepercayaan terhadap bawahan, (3) sifat inclination
kecenderungan seorang pemimpin, dan (4) perasaan aman dalam suatu situasi
yang tidak pasti.
3. Karakteristik Pemimpin yang Baik
Menurut Sondang P. Siagian (2001: 24) ada tiga hal kepemimpinan dan
gaya manajerial dalam mengelola organisasi yaitu : (1) kepemimpinan yang baik
adalah kepemimpinan situasional, (2) gaya manajerial yang tepat ditentukan oleh
tingkat kedewasaan dan kematangan para anggota organisasi dan (3) peranan yang
dimainkan oleh para manejer dalam organisasi.
K. Permadi (1996: 16) menjelaskan bahwa konsep mengenai kepemimpinan
itu harus selalu dikaitkan dengan tiga hal penting : (1) kekuasaan ialah kekuatan,
obaritas dan legalitas yang memberi wewenang kepadapemimpin untuk
mempengaruhi dan menggerakkan bawahan untuk berbuat sesuatu, (2)
kewibawaan ialah kelebihan, keunggulan, keutamaan sehingga seseorang sampai
“mebawahi” atau mengatur orang lain sehingga orang tersebut patuh terhadap
pemimpin dan berusaha melakukan perbuatan tertentu, (3) kemampuan ialah
segala daya, kesanggupan, kekuatan, dan kecakapan keterampilan teknis maupun
sosial yang dianggap melebihi dari kemampuan anggota biasa.
28
Pemimpin juga harus memiliki beberapa kelebihan yaitu : (1) kapasitas :
kecerdasan, kewaspadaan, kemampuan berbicara, keahlian dan kemampuan
menilai, (2) prestasi : gelar kesarjanaan, ilmu pengetahuan dan lain-lain, (3)
tanggung jawab : mandiri, berinisiatif, tekun, ulet, percaya diri, agresif dan hasrat
untuk unggul, (4) partisipasi : aktif memiliki sosiobilitas tinggi, mampu bergaul,
kooperatif atau serba bekerja sama, mudah menyesuaikan diri dan punya rasa
humor, (5) status : kedudukan sosial ekonomi cukup tinggi, populer dan tenar.
Nanang Fattah (1996: 90) mengatakan bahwa seorang pemimpin harus
memiliki : (1) kekuatan jasmani yang cukup, (2) kekuatan rohani yang cukup, (3)
semangat untuk mencapai tujuan, (4) penuh antusias, (5) ramah dan penuh
perasaan, (6) jujur dan adil, (7) memiliki kecakapan teknis, (8) dapat mengambil
keputusan, (9) cerdas, (10) punya kecakapan mengajar, (11) penuh keyakinan,
(12) punya keberanian, (13) ulet dan tahan uji, (14) suka melindungi, (15) penuh
inisiatif, (16) memiliki daya tarik, (17) simpatik, (18) percaya diri, (19) inteligensi
tinggi, (20) waspada, (21) bergairah dalam bekerja, (22) bertanggung jawab, (23)
rendah hati dan (24) obyektif.
Adapun ciri lain dari seorang pemimpin yaitu, bahwa pemimpin harus
mempunyai kelebihan dalam hal : (1) menggunakan pikiran, (2) rohani dan (3)
jasmani. Selanjutnya dikatakan bahwa pada dasarnya efektifitas sebagai
pemimpin bergantung pada kepemimpinan kita mempengaruhi dan dipengaruhi
oleh para anggota tim kita dalam pelaksanaan tugas. Dalam praktek ini berarti :
(1) memastikan bahwa tugas-tugas yang diminta selalu diselesaikan, (2) membina
29
dan mengukuhkan tim. Dan membantu mengembangkan kerja tim dan semangat
tim, (3) mengembangkan setiap anggota tim.
Ditambahkan pula bahwa sumbangan utama pemimpin untuk mencapai
tugas terletak pada bidang-bidang antara lain : (1) mengerti secara jelas apa yang
menjadi tujuan, menyebarkannya dengan antusias. Dan seringkali mengingatkan
orang-orang akan hal itu, (2) memahami bagaimana tugas dapat cocok dengan
keseluruhan rencana organisasi, baik jangka pendek maupun jangka panjang, (3)
merencanakan bagaimana menyelesaikan tugas, (4) menentukan dan menyediakan
sumber daya yang perlu, termasuk sumber daya manusia, waktu dan wewenang,
(5) membuat semuanya mungkin untuk memastikan struktur organisasi
memungkinkan tugas terselesaikan secara efisien, (6) melangkah maju menuju
penyelesaian tugas, (7) mengevaluasi hasil dan membandingkannya dengan
rencana asli dan dengan tujuan organisasi secara menyeluruh.
Ciri lain dari kepemimpinan yang dapat mendorong untuk bekerja mencapai
suatu tujuan pasti, menurut (Mike Pegg, 1994: 6) antara lain : (1) karisma, (2)
kepedulian, (3) komitmen, (4) kejelasan , (5) komunikator, (6) konsisten, (7)
kreatif, (8) kompeten, (9) keberanian dan (10) kenekatan.
C. Konsep Motivasi
Daniel C. Kambey (2002:59) yang mengatakan bahwa istilah motivasi
berasal dari kata motif sama dengan kata-kata motive, motif, dorongan, alasan dan
driving force. Motif tenaga pendorong yang mendorong manusia untuk bertindak
30
atau suatu tenaga di dalam diri manusia, yang menyebabkan manusia bertindak.
Rumusan yang berbunyi “motive are the why’s of behavior” adalah amat tepat.
Motive manusia didasarkan atas kebutuhan, apakah disadari atau tidak
disadari. Sebagian dari kebutuhan itu adalah primer, seperti kebutuhan fisiologis
akan air, udara, makanan, seks, tidur dan tempat tinggal. Kebutuhan-kebutuhan
lain dapat dipandang sebagai kebutuhan sekunder, seperti kebutuhan akan harga
diri, status, afiliasi dengan orang lain, kasih sayang, prestasi, dan penonjolan diri.
Motivasi merupakan daya dorong sebagai hasil proses interaksi antara sikap,
kebutuhan, persepsi, bawahan/seseorang dengan lingkungan. Motivasi timbul
diakibatkan oleh faktor dari dalam diri seseorang itu sendiri yang disebut
instrinsik dan faktor dari luar seseorang yang disebut ekstrinsik.
B. Berelson dan G.A. Steiner (1964: 240), mendefinisikan motive sebagai
suatu keadaan di dalam diri seseorang (inner state) yang mendorong,
mengaktifkan atau menggerakkan dan yang mengarahkan atau menyalurkan
perilaku ke arah tujuan. Lebih lanjut mereka mendefinisikan motivasi istilah
umum/konsep yang mencakup keseluruhan golongan, dorongan, keinginan,
kebutuhan dan daya yang sejenis.
Pendapat senada dikemukakan oleh Donnely H. James, Gibson L. James
dan John F. Invancevich (1987: 292) mendefinisikan “motivasi sebagai semua
dorongan dari dalam diri untuk bekerja yang menggambarkan keadaan-keadaan
sebagai keinginan, hasrat, kemauan”. Dorongan dari dalam tersebut merupakan
bagian dari aktivitas atau langkah-langkah dari suatu pekerjaan.
31
Fred Luthan (1995: 141) berpendapat bahwa “motivasi adalah proses
yang berawal dari kebutuhan psikologis maupun psikis diri seseorang sehingga
perilaku aktif atau dorongan yang diarahkan pada tujuan maupun insentif”. Dalam
hal ini motivasi memiliki tiga unsur yang saling berkaitan yakni kebutuhan (need),
dorongan (drives), dan perangsang (incentives). Kunci untuk memahami proses
motivasi terletak pada makna dan hubungan antar unsur di atas.
Jack W. Duncan (1991: 138) memberikan rumusan sebagai berikut;
motivasi adalah suatu usaha sadar untuk mempengaruhi perilaku seseorang agar
supaya mengarah tercapainya tujuan organisasi. (from a managerial perspective,
motivation refers to any conscious attempt to imfluence behaviour toward the
accomplishment of organizational goals). Motif, pada hakikatnya merupakan
termilogi umum yang memberikan makna, daya dorong, keinginan, kebutuhan,
dan kemauan. Motif-motif atau kebutuhan tersebut, merupakan penyebab yang
mendasar perilaku seseorang. Bahkan hubungan antara kebutuhan, keinginan, dan
kepuasan digambarkan sebagai suatu mata rantai yang disebut “Need – want -
satisfaction chain” (Wahjosumidjo, 1994: 403).
Hubungan antara mata rantai digambarkan sebagai berikut :
(1) (2) (3) (4) (5)
Needs Give rise to Wants Cause Tensions
(6) (7) (8) (9)
Which give Action which result in satisfactions Rise to
32
Gambar 2.1
Mata Rantai Motivasi
Hubungan mata rantai di atas, Jack W. Duncan (1991:138) memberikan
gambaran arti sebagai berikut :
1. Kebutuhan (needs), yang timbul pada diri seseorang, dan kebutuhan
mengandung arti luas, seperti kebutuhan fisik, makan, rumah, dan kebutuhan
psikis.
2. Apabila dalam diri seseorang timbul suatu kebutuhan tertentu, maka
kebutuhan tertentu tersebut akan menyebabkan lahirnya daya dorong tertentu
(give rise to).
3. Akibat daya dorong lahirlah keinginan dalam diri seseorang (wants).
4. Lahirnya keinginan dalam diri seseorang akan menyebabkan timbulnya suatu
sebab (which cause).
5. Akibat sebab yang timbul, lahirlah ketegangan (tensions).
6. Ketegangan itu sendiri juga akan menjadi sebab timbulnya sesuatu (which
give wise to)
7. Sesuatu yang timbul akibat adanya ketegangan dalam diri seseorang tersebut
disebut “perilaku” atau “perbuatan” (actions)
8. Perilaku yang ditampilkan seseorang, timbul karena mengharapkan adanya
kepuasan yang dapat dinikmati (which results in).
1) Kepuasan (satisfactions).
Berdasarkan gambaran mata rantai tersebut, jelaslah bahwa perilaku yang
timbul dalam diri seseorang atau bawahan dalam rangka motivasi sebagai konsep
33
manajemen, didorong adanya kebutuhan. Kebutuhan yang ada pada diri seseorang
akan mendorongnya untuk berperilaku. Sikap perilaku seseorang selalu
berorientasi pada tujuan, yakni terpenuhinya kebutuhan yang diinginkan atau
berbuat sesuatu. Setiap perilaku yang ditampilkan seseorang dalam kehidupan
organisasi, tidak bisa tidak dalam rangka terwujudnya suatu kepuasan. Dengan
demikian apapun yang dilakukan oleh seorang pemimpin dalam menggerakkan
bawahan untuk mencapai tujuan, pada akhirnya harus dapat memberikan
kepuasan kepada bawahan. Kepuasan itu sendiri dapat terwujud apabila
kebutuhan yang ada dalam diri setiap bawahan dapat terpenuhi.
Motivasi dalam diri manusia tidak terlepas dari adanya pemenuhan
kebutuhan yang menyebabkan terjadinya dorongan untuk melaksanakan
pekerjaan-pekerjaan atau kegiatan-kegiatan yang terprogram dan terarah untuk
mencapai tujuan yang diinginkan. Motivasi dalam diri manusia dapat
dibangkitkan melalui dorongan dari dalam diri sendiri maupun berasal dari orang
lain. Dorongan dari diri sendiri dapat berupa minat atau keinginan untuk
memperbaiki diri ke arah yang lebih baik, sedangkan dorongan yang berasal dari
luar dapat berupa bantuan dalam segi moril maupun materil.
Di dalam organisasi pemahaman tentang motivasi adalah masalah yang
tidak sederhana karena kebutuhan dan keinginan individu sebagai anggota
organisasi sangat heterogen, namun sebagai acuan dapat dikatakan bahwa
motivasi merupakan sesuatu yang ada dalam diri manusia yang memberi energi,
aktivasi dan gerakan yang mengarahkan perilaku setiap orang untuk mencapai
tujuan.
34
Selanjutnya Koont’z, Harold, Cyril O’Donnel, Heinz Wheihrich (1984: 489)
mengatakan bahwa ada tiga tipe dasar kebutuhan motivasi yaitu kebutuhan untuk
berkuasa (need for power), kebutuhan untuk berafiliasi (need for affiliation), dan
kebutuhan untuk berprestasi (need for achievement). Manusia yang mempunyai
kebutuhan berprestasi tinggi mempunyai keinginan tinggi untuk sukses sama
besarnya dengan ketakutannya untuk gagal. Mereka berani menghadapi tantangan,
mengambil resiko, suka akan bertanggung jawab. Stephen P Robbins (1995: 212)
mengatakan bahwa motivasi bagi seorang anggota organisasi dapat dikatakan
sebagai kesediaan untuk mengeluarkan tingkat upaya yang tinggi ke arah tujuan-
tujuan organisasi, yang dikondisikan oleh kemampuan upaya itu untuk memenuhi
sesuatu kebutuhan individual.
Tokoh motivasi lain yang mengemukakan bahwa manusia pada hakikatnya
mempunyai kemampuan untuk berprestasi di atas kemampuan orang lain adalah
David C. McClelland. Kemampuan seseorang untuk berprestasi ini membuat
McClelland terpesona melakukan riset empirisnya bersama asosiasinya di
Universitas Harvard Amerika Serikat. Selama lebih dari 20 tahun bersama timnya
McClelland melakukan penelitian tentang desakan untuk berprestasi ini.
Hasil penelitian McClelland membuat dia lebih percaya bahwa kebutuhan
untuk berprestasi itu adalah suatu yang berbeda dan dapat dibedakan dari
kebutuhan-kebutuhan lainnya. Lebih penting lagi kebutuhan berprestasi ini dapat
diisolasikan dan diuji pada setiap kelompok.
Menurut McClelland, (Miftah Thoha, 2003: 236) seseorang dianggap
mempunyai motivasi untuk berprestasi jika ia mempunyai keinginan untuk
35
melakukan suatu karya yang berprestasi lebih baik dari prestasi karya orang lain.
Ada tiga kebutuhan manusia menurut McClelland, yakni kebutuhan untuk
berprestasi, kebutuhan untuk berafiliasi, dan kebutuhan untuk kekuasaan. Ketiga
kebutuhan ini terbukti merupakan unsur-unsur yang amat penting dalam
menentukan prestasi seseorang dalam bekerja. Selanjutnya, ada beberapa
karakteristik dari orang-orang yang berprestasi tinggi, antara lain :
1. Suka mengambil resiko yang moderat (moderate risk).
Pada umumnya Nampak permulaan usaha, bahwa orang berprestasi tinggi
resikonya juga besar, tetapi penemuan McClelland menunjukkan lain. Sebagai
ilustrasi McClelland melakukan percobaan laboratorium. Beberapa parsipan
diminta olehnya melempar lingkaran-lingkaran kawat pada pasak-pasak yang
telah dipasang. Pada umumnya orang-orang tersebut melempar secara acak
kadang-kadang lebih dekat dengan pasak dan kadang-kadang agak jauh. Orang-
orang yang mempunyai untuk berprestasi lebih tinggi cara melemparnya akan
jauh berbeda dengan cara kebanyakan orang tersebut. Orang ini akan lebih hati-
hati mengukur jarak. Dia tidak akan terlalu dekat supaya semua kawat bisa masuk
pasak dengan mudah, dan juga tidak terlalu jauh sehingga kemungkinan meleset
itu besar sekali. Dia ukur jarak sedemikian rupa sehingga kemungkinan masuknya
kawat lebih banyak dibandingkan dengan melesetnya. Orang semacam ini mau
berprestasi dengan suatu resiko yang moderat, tidak terlalu besar resikonya dan
pula tidak terlampau rendah.
2. Memerlukan umpan balik yang segera.
36
Ciri ini amat dekat dengan karakteristik di atas. Seseorang yang mempunyai
kebutuhan prestasi tinggi, pada umumnya lebih menyenangi akan semua
informasi mengenai hasil-hasil yang dikerjakannya. Informasi yang merupakan
umpan balik yang bisa memperbaiki prestasinya dikemudian hari sangat
dibutuhkan oleh orang tersebut. Informasi itu akan memberikan kepadanya
penjelasan bagaimana ia berusaha mencapai hasil. Sehingga ia tahu
kekurangannya yang nantinya bisa diperbaiki untuk peningkatan prestasi
berikutnya.
3. Memperhitungkan keberhasilan.
Seseorang yang berprestasi tinggi, pada umumnya hanya memperhitungkan
prestasinya saja dan tidak memperdulikan penghargaan-penghargaan materi. Ia
lebih puas pada nilai intrinsic dari tigas yang dibebankan kepadanya sehingga
menimbulkan prestasi dan sama sekali tidak mengharapkan hadiah-hadiah materi
atau penghargaan lainnya atas prestasi tersebut. Kalau dalam berprestasi
kemudian mendapatkan pujian, penghargaan, dan hadiah-hadiah yang melimpah,
hal tersebut bukanlah karena ia mengharapkan tetapi karena orang lain atau
lingkungannya yang akan menghargainya.
4. Menyatu dengan tugas.
Sekali orang yang berprestasi tinggi memilih suatu tujuan untuk dicapai,
maka ia cenderung untuk menyatu dengan tugas pekerjaannya sampai ia benar-
benar berhasil secara gemilang. Hal ini berarti ia bertekad untuk mencapai tujuan
yang dipilihnya dengan ketekatan hati yang bulat tidak setengah-setengah. Dia
tidak bisa meninggalkan tugas yang baru separo perjalanan, dan dia tidak akan
37
puas sebelum tugas pekerjaan tersebut selesai seluruhnya, dengan memberikan
hasil maksimal. Tipe komitmen pada dedikasinya ini memancar dari
kepribadiannya yang teguh, yang kadang kala mempunyai pengaruh kurang baik
terhadap orang yang berhubungan dengannya. Orang lain merasakan bahwa orang
yang berprestasi tinggi ini seringkali tidak bersahabat. Dia lebih condong berpikir
realistik mengenai kemampuannya dan tidak menyenangi orang lain bersama-
sama dalam satu jalan untuk mencapai tujuan. Dengan demikian jelaslah bahwa
tipe orang yang berprestasi tinggi ini tidak selalu ramah dengan orang lain.
D. Konsep Kinerja
Kinerja merupakan terjermahan dari performance atau biasa dikenal dengan
performansi. Suyadi Prawirosentono (1999: 1) menyatakan bahwa dari istilah
tersebut performance diartikan secara entries yaitu : (1) melakukan, menjalankan,
melaksanakan, (2) memenuhi atau menjalankan kewajiban suatu nazar, (3)
menggambarkan suatu karakter dalam permainan, (4) menggambarkan dengan
suara atau alat musik, (5) melaksanakan atau menyempurnakan tanggung jawab,
(6) melakukan suatu kegiatan atau permainan, memainkan (pertunjukan) musik,
dan (8) melakukan suatu yang diharapkan oleh seseorang atau mesin.
Lebih lanjut dikatakan bahwa arti kata performance merupakan kata benda
dimana salah satu entrynya adalah suatu hasil yang telah dikerjakan. Berdasarkan
hal tersebut dijelaskan pula bahwa performance adalah hasil kerja yang dapat
dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi sesuai
dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing dalam rangka upaya
38
mencapai tujuan organisasi yang bersangkutan secara legal, dan tidak melanggar
hukum dan sesuai dengan moral maupun etika.
Salah satu teori dasar yang berhubungan dengan kinerja adalah Expectancy
Theory, yang menjelaskan bahwa kinerja merupakan hasil fungsi antara motivasi
dengan kemampuan dasar.
James AF Stoner dan Edward Freeman. (1992: 449-450) mengatakan
bahwat teori ini pada dasarnya mempunyai tiga komponen yaitu (1) Ekspektansi
kinerja (performance-outcome expectancy), dimana individu mengharapkan
konsekuensi dari perilaku, dan akan mempengaruhi tentang bagaimana
berperilaku, (2) Valensi (Valence), yaitu kekuatan memotivasi yang bervariasi
setiap individu, (3) Harapan kinerja-upaya (effort-performance expectancy), yang
berhubungan dengan tingkat kesulitan dalam usaha mencapai hasil yang
mempengaruhi keputusan berperilaku.
Teori lain yang berhubungan dengan kinerja adalah teori tujuan (Goal
Theory) yang dikemukakan oleh Hugh J Arlnold (1986: 57) menyatakan bahwa
kinerja merupakan fungsi dari motivasi untuk berprestasi. Pada hakekatnya
menurut teori ini manusia memiliki tiga kebutuhan yaitu : (1) kebutuhan untuk
berprestasi (Need for Achievement/n-Ach), (2) kebutuhan berafiliasi (Need for
Affiliation/n-Aff), dan (3) kebutuhan untuk berkuasa (Need for Power/n-Pow).
Menurut teori ini, kinerja adalah tujuan yang akan dicapai untuk memenuhi
kebutuhan tersebut.
Dari kedua teori tersebut di atas, dapat terlihat bahwa Goal Theory
menggambarkan tentang proses lahirnya kinerja yang tinggi tergantung motivasi.
39
Sedangkan pada Expectancy Theory melihat motivasi dari sudut individu. Dengan
demikian teori ini memperlihatkan perbedaan individu. James AF Stoner James
AF Stoner dan Edward Freeman (1992: 449-450) mengatakan bahwa perbedaan
kinerja manusia satu dengan lainnya di dalam suatu situasi kerja adalah karena
perbedaan karakteristik dari individu. Sejalan dengan teori ini Ricky W Griffin
(1987: 389) mengungkapkan bahwa orang yang termotivasi adalah yang memiliki
dorongan dari dalam dirinya yang bersifat interaktif untuk meningkatkan kinerja.
Hal ini yang akan mendorong manusia untuk memiliki kinerja yang tinggi guna
memenuhi kebutuhan-kebutuhannya. Prinsip dasar teori ini adalah jalur untuk
memuaskan kebutuhan tertentu, maka ia harus berbuat mengikuti jalur tersebut
sebagai fungsi dari tuntutan yang bersangkutan.
Lebih lanjut dikatakan bahwa arti kata performance merupakan kata benda
dimana salah satu entrynya adalah suatu hasil yang telah dikerjakan. Berdasarkan
hal tersebut dijelaskan pula bahwa performance adalah hasil kerja yang dapat
dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi sesuai
dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing dalam rangka upaya
mencapai tujuan organisasi yang bersangkutan secara legal, dan tidak melanggar
hukum dan sesuai dengan moral maupun etika.
Selanjutnya Willian B. Werther Jr dan Keith Davis (1996: 341) menyatakan
bahwa :
Performance appraisal is the proces by wich organizations evaluate individual job the orgaperformance. When it is done correctly, employees, their supervisors and ultimately the organization benefit by ensuring that individual efforts contribute to the strategic focus of the organization.
40
However, performance appraisals are influenced by other activities in the organization and in turn effect the organization success.
Maksudnya adalah kinerja diartikan sebagai proses dimana organisasi-
organisasi mengevaluasi kinerja pekerjaan yang dilakukan secara individu.
Apabila hal ini dilakukan secara tepat, maka para pekerja, para pengawas, dapat
mencapai hasil yang tertinggi dari keuntungan organisasi. Hal ini menjadi jaminan
bahwa usaha-usaha individu yang memberikan kontribusi terhadap fokus yang
stategis dari organisasi tersebut. Penilaian kinerja dipengaruhi oleh kegiatan-
kegiatan lain dalam organisasi dan pada giliran berikutnya memberikan efek atau
pengaruh pada kesuksesan organisasi.
Stephen Robbins (1994: 237-238) berpendapat bahwa kinerja dapat
diartikan sebagai berikut“Performance is the measurement of result. It asks the
simple questiont : Did you ged the job done? To Reward people in the
organization therefore, requires some agreed upon criterion for defining their
performance”.
Maksudnya, kinerja adalah ukuran dari hasil kerja yang dilakukan dengan
menggunakan kriteria yang disetujui bersama. Menurut John Suprihanto
(1998:23) ada tiga hal yang dapat dilihat pada kinerja yaitu : (1) perilaku, (2)
tugas-tugas, (3) hasil pelaksanaan pekerjaan. Menurut Suprihanto aspek-aspek
kinerja yang dapat dinilai adalah : (1) prestasi kerja, (2) rasa tanggung jawab, (3)
kesehatan dan pengabdian, (4) prakarsa, (5) kejujuran, (6) disiplin, (7) kerjasama
dan (8) kepemimpinan.
Lebih lanjut Brockka dan Brocka (1992:158) menyatakan bahwa :
41
Maximizing individual performance requires an awareness of one’s own capabilities and limitations. Stress management and time management allow and understanding for the finite capacity of any individual, and pursues avenues that lead to to procrastinationand failure. Stress and time management are the adverse of the some coin. Managing time well reduces stress, and reducing stress leads to better time management. This may not mean greater quantity of output, but better quality. They are skills that the supervisor can little influence other than to make available appropriate training, furnish resources, and identify and remove organizational roadblocks. Removing individual readblocks may well require professional psyichological counseling and therapy.
Maksudnya adalah memaksimalkan kinerja individu menuntut kewaspadaan
dari kemampuan dan ketidakmampuan seseorang. Manajemen waktu dan
manajemen tekanan merupakan cara memperbaiki perasaan-perasaan tidak
menentu, dan frustrasi yang mengarah pada keterlambatan dan kegagalan.
Pengelolaan waktu, dan tekanan merupakan hal yang berlawanann dan bagaikan
uang logam yang memiliki sisi yang sama. Pengolahan waktu yang baik akan
mengurangi tekanan sehingga dapat mengarahkan pengelolaan waktu yang lebih
baik lagi. Hal ini bukan berarti memperbesar output, tetapi memperbaiki kualitas.
Keterampilam-keterampilan yang dapat dilakukan supervisor dalam membuat
latihan yang cocok dengan sumber-sumber serta mengenal dan mengatasi
hambatan-hambatan organisasi. Mengatasi hambatan-hambatan secara individual
biasanya menuntut terapi dan penyuluhan secara profesional.
Selain itu Patricia Patton King (1994:7) menyatakan bahwa :
Performance appraisal involves the amployee, the manager or supervisor, and the larger organizational unit. Each has objectives or hopes for what performance appraisal will accomplish. In many organizations performance appraisal is the basis or other personel programs, like conseling, salary administration, or personel planning. Sometimes, it is the only formal program of communication between boss and subardinate requiret by a company.
42
Penilaian kinerja adalah melibatkan pegawai, manajer atau supervisor dan
unit orgaisasi yang lebih luas. Masing-masing memiliki tujuan-tujuan atau
harapan-harapan untuk mencapai kinerja yang lebih tinggi. Pada banyak
organisasi kinerja adalah merupakan dasar untuk menyusun program-program,
seperti penyuluhan, administrasi gaji ataupun perencanaan pegawai. Kadang-
kadang hal itu hanya merupakan program formal darikomunikasi antar atasan dan
bawahan yang dituntut oleh suatu perusahaan.
Dari kedua konsep para ahli di atas dapat ditarik garis merah bahwa kinerja
adalah merupakan kegiatan evaluasi suatu organisasi yang melibatkan seluruh
unsur yang ada dalam suatu organisasi yaitu dengan memanfaatkan komunikasi
dan administrasi sehingga dapat memberikan kontribusi untuk kemajuan dan
kesuksesan suatu organisasi.
Dari pernyataan seperti tersebut di atas maka kinerja akan menunjukkan
kemampuan dan ketidakmampuan seseorang melaksanakan tugas dengan baik
dalam suatu periode tertentu yang telah ditentukan sebelumya. Selain itu Stephen
P. Robbins (1996:309) berpendapat juga bahwa adanya hubungan beberapa faktor
dengan kinerja seseorang yaitu sejumlah faktor struktural menunjukkan adanya
suatu hubungan dengan kinerja. Beberapa faktor yang agak menonjol adalah :
persepsi peran, norma, inekuitas status, ukuran kelompok, susunan demografi,
tugas kelompok dan kekohesifan. Antara persepsi peran dan evaluasi kinerja
seseorang karyawan diduga memiliki hubungan yang penting. Derajat kemitraan
yang terdapat antara karyawan dan atasannya dalam persepsi mengenai pekerjaan
karyawan itu akan dinilai sebagai pekerja yang efektif oleh atasannya. Sejauh
43
persepsi peran dari seseorang atasan, karyawan itu akan menerima evaluasi
kinerja yang lebih tinggi.
Selanjutnya John M.Ivancevich dan Michael T. Matteson (1996:201)
menyatakan mengenai evaluasi kinerja sebagai berikut:
Virtually every organization of at least moderate size has a formal employee performance evaluation system. Assessing and providing feedback about performance is considered essential to an employee’s ability to perform job duties effectivity.
Pada umumnya setiap organisasi dari yang berukuran menengah memiliki
sistem evaluasi kinerja para pekerja. Penilaian serta pemberian umpan balik
terhadap kinerja dinilai penting untuk memperlihatkan kemampuan para pekerja
dalam menyelesaikan tugas-tugasnya secara efektif.
Berdasarkan pendapat tersebut di atas konsep kinerja merupakan batasan
tentang perilaku, hasil tugas yang dicapai, situasi dan sistem evaluasi kinerja yang
dipandang sebagai bagian pokok yang menyangkut kemampuan pekerja dalam
mengerjakan tugas-tugasnya secara efektif.
Kinerja berarti mendifinisikan ciri-ciri perilaku, memberi batasan perilaku
dan tugas-tugas atau mendifinisikan hasil-hasil yang akan dicapai, atau memberi
batasan situasi di mana situasi ini harus terjadi atau seluruhnya seperti yang telah
disebutkan di atas.
Memaksimalkan kinerja individu menuntut kewaspadaan dari kemampuan
dan ketidakmampuan seseorang. Manajemen waktu dan manajemen tekanan
merupakan cara memperbaiki perasaan-perasaan tidak menentu, dan frustrasi
yang mengarah pada keterlambatan dan kegagalan. Pengelolaan waktu, dan
tekanan merupakan hal yang berlawanann dan bagaikan uang logam yang
44
memiliki sisi yang sama. Pengolahan waktu yang baik akan mengurangi tekanan
sehingga dapat mengarahkan pengelolaan waktu yang lebih baik lagi. Hal ini
bukan berarti memperbesar output, tetapi memperbaiki kualitas. Keterampilan-
keterampilan yang dapat dilakukan supervisor dalam membuat latihan yang cocok
dengan sumber-sumber serta mengenal dan mengatasi hambatan-hambatan
organisasi. Mengatasi hambatan-hambatan secara individual biasanya menuntut
terapi dan penyuluhan secara profesional.
Dari pendapat para ahli tersebut di atas terdapat perbedaan cara pandang,
namun pada intinya mempunyai kesamaan yaitu kinerja merupakan prestasi,
kemampuan dan perilaku seseorang dalam melaksanakan tugas pada suatu periode
atau waktu tertentu termasuk tenaga pendidik (Pamong Belajar). Dengan
demikian kinerja pamong belajar dapat diketahui dari kemampuan dan
perilakunya dalam melaksanakan tugas sehari-hari terutama dalam melaksanakan
tugas dan fungsinya sebagai tenaga pendidik.
Kinerja yang tinggi ditunjukkan pada pendekatan-pendekatan kerja yang
biasanya secara sistematik menuntut kinerja individu pada semua tingkat.
Pendekatan-pendekatan terhadap kinerja kerja yang tinggi berbeda-beda dalam
bentuk, fungsi dan system insentif. Pendekatan yang efektif umumnya terdiri atas:
kerjasama antar manajemen dan tekanan kerja termasuk unit-unit kerjasama
diantara unit kerja, selalu melibatkan tim, pemberdayaan diri sendiri, perencanaan
yang baik, keterampilan dalam berorganisasi atau belajar dari organisasi lain,
kemampuan mendisain pekerjaan dan sistem beban kerja.
45
Sehubungan dengan konsep kinerja seperti yang telah dibahas
sebelumnya, selanjutnya akan dibahas persyaratan yang menentukan kinerja
tersebut, yakni evaluasi/ penilaian kinerja dimana hal ini sangat menentukan
kinerja seseorang yang pada akhirnya akan merupakan akuntabilitas suatu
organisasi atau team. Seperti disebutkan oleh Michael Armstrong dan Angela
Baron (1998: 282) dinyatakan bahwa “Team and individual measures are related
to key accountabilities and set out under the main criteria headings of quantity,
Quality, Productivity, timeliness and cost-effectiveness”.
Penilaian tim dan individu adalah merupakan kunci akuntabilitas dan alat
perangkat yang dapat menunjukkan kriteria dari suatu kuantitas, kualitas,
produktivitas, waktu yang dipakai serta efektifitas biaya yang dikeluarkan.
Sehingga dengan penilaian ini diharapkan dapat dilihat bagaimana kinerja team
atau individu tersebut dalam menjalankan tugasnya.
Berdasarkan beberapa kajian teori tentang kinerja di atas, maka dapat
disimpulkan bahwa kinerja pamong belajar adalah hasil kerja pamong belajar
yang berhubungan dengan tugas yang dikerjakannya yang didasarkan pada
tanggung jawab profesional yang dimilikinya yang ditandai dengan: (1) kualitas
kerja, (2) ketepatan kerja, (3) inisiatif, (4) kemampuan kerja.
E. Konsep Pamong Belajar
Dalam penyelenggaraan pendidikan terutama dalam pelaksanaan proses
pembelajaran dibutuhkan tenaga pendidik. Tenaga pendidik di samping
melaksanakan proses pembelajaran juga mempunyai tugas membimbing peserta
46
didik dalam berbagai hal, terutama dalam mengembangkan potensi yang dimiliki
oleh peserta didik. Dalam pendidikan formal, tenaga pendidik disebut
guru,sedangkan dalam pendidikan nonformal dinamakan pamong belajar dan ada
juga yang dinamakan tutor.
1. Tugas Pokok dan Fungsi Pamong Belajar
Pamong belajar adalah pegawai negeri sipil (PNS) yang ditugaskan
sebagai tenaga pendidik pada institusi pendidikan nonformal yakni pada SKB
maupun Balai Pengembangan Kegiatan Belajar (BPKB). Sebagai tenaga pendidik,
pamong belajar mempunyai tugas pokok antara lain merencanakan pembelajaran,
melaksanakan pembelajaran, dan mengevaluasi hasil pembelajaran.
Berdasarkan Keputusan Menteri Negara Koordinator Bidang Pengawasan
Pembangunan dan Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor:
25/KEP/MK.WASPAN/6/1999 Tahun 1999 tentang Jabatan Fungsional Pamong
Belajar dan Angka Kreditnya dinyatakan bahwa pamong belajar adalah Pegawai
Negeri Sipil yang diberi tugas dan tanggung jawab, wewenang, dan hak secara
penuh oleh pejabat yang berwenang untuk melaksanakan kegiatan belajar
mengajar dalam rangka pengembangan model dan pembuatan percontohan serta
penilaian dalam rangka pengendalian mutu dan dampak pelaksanaan program
pendidikan luar sekolah, pemuda dan olahraga. Oleh karena itu, kepada setiap
pamong belajar dipersyaratkan kompetensi yang harus dimiliki dalam
melaksanakan tugas pokok dan fungsinya.
47
2. Kompetensi Pamong Belajar
Berdasarkan Standar Nasional Pendidikan kompetensi pendidik pamong
belajar meliputi; kompetensi pedagogi/andragogi, kompetensi kepribadian,
kompetensi profesional, dan kempetensi sosial.
a. Kompetensi Pedagogik/Andragogik
Kompetensi utama yang harus dimiliki pamong belajar agar pembelajaran
yang dilakukan efektif dan dinamis adalah kompetensi pedagogik/andragogik.
Pamong belajar harus belajar secara maksimal untuk menguasai kompetensi
pedagogik/andragogik ini secara teori dan praktek. Dari sinilah, perubahan dan
kemajuan akan terjadi dengan pesat dan produktif.
Dalam Standar Nasional Pendidikan, penjelasan Pasal 28 ayat (3) butir a
dikemukakan bahwa kompetensi pedagogi adalah kemampuan mengelola
pembelajaran peserta didik yang meliputi pemahaman terhadap peserta didik,
perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan
pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang
dimilikinya.
Secara operasional, kemampuan mengelola pembelajaran menyangkut tiga
fungsi manajerial, yaitu perencanan, pelaksanaan, dan pengendalian.
1) Perencanaan
Perencanaan menyangkut penetapan tujuan, dan kompetensi, serta
memperkirakan cara mencapainya. Perencanaan merupakan fungsi sentral dari
manajemen pembelajaran dan harus berorientasi ke masa depan. Dalam
pengambilan dan pembuatan keputusan tentang proses pembelajaran, pamong
48
belajar sebagai manajer pembelajaran harus melakukan berbagai pilihan menuju
tercapainya tujuan. Pamong belajar sebagai manajer pembelajaran harus
mengambil keputusan yang tepat untuk mengelola berbagai sumber, baik sumber
daya, sumber dana, maupun sumber belajar untuk membentuk kopetensi dasar,
dan mencapai tujuan pembelajaran.
2) Pelaksanaan
Pelaksanaan atau sering juga disebut implementasi adalah proses yang
memberikan kepastian bahwa proses belajar mengajar telah memiliki sumber daya
manusia dan sarana prasarana yang diperlukan, sehingga dapat membentuk
kompetensi dan mencapai tujuan yang diinginkan. Dalam fungsi pelaksanaan ini
termasuk pengorganisasian dan kepemimpinan yang melibatkan penentuan
berbagai kegiatan, seperti pembagian pekerjaan ke dalam berbagai tugas khusus
yang harus dilakukan pamong belajar dan peserta didik dalam proses
pembelajaran. Dalam fungsi manajerial pelaksanaan proses pembelajaran, selain
mencakup fungsi pengorganisasian terdapat pula fungsi kepemimpinan. fungsi
pelaksanaan merupakan fungsi manajerial yang mempengaruhi pihak lain dalam
upaya mencapai tujuan, yang akan melibatkan berbagai proses antar pribadi,
misalnya bagaimana memotivasi dan memberikan ilustrasi kepada peserta didik,
agar mereka dapat mencapai tujuan pembelajaran dan membentuk kompetensi
pribadinya secara optimal.
3) Pengendalian
Pengendalian atau ada juga yang menyebut evaluasi dan pengendalian,
bertujuan menjamin kinerja yang dicapai sesuai dengan rencana atau tujuan yang
49
telah ditetapkan. Dalam proses manajerial terakhir ini perlu dibandingkan aktual
dengan kinerja yang telah ditetapkan (kinerja standar). Pamong belajar sebagai
manajer pembelajaran harus mengambil langkah-langkah atau tindakan perbaikan
apabila terdapat perbedaan yang signifikan atau adanya kesenjangan antara proses
pembelajaran actual dengan yang telah direncanakan.
Agar proses pembelajaran dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien,
serta mencapai hasil yang diharapkan, diperlukan kegiatan manajemen sistem
pembelajaran, sebagai keseluruhan proses untuk melaksanakan kegiatan
pembelajaran secara efektif dan efisien.
Pamong belajar diharapkan membimbing dan mengarahkan pengembangan
kurikulum dan pembelajaran secara efektif, serta melakukan pengawasan dalam
pelaksanaannya. Dalam proses pengembangan program, pamong belajar
hendaknya tidak membatasi diri pada pembelajaran dalam arti sempit, tetapi harus
harus menghubungkan program-program pembelajaran dengan seluruh kehidupan
peserta didik, kebutuhan masyarakat, dan dunia usaha.
Pamong belajar merupakan seorang manajer dalam pembelajaran, yang
bertanggungjawab terhadap perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian perubahan
atau perbaikan program pembelajaran. Untuk kepentingan tersebut, sedikitnya
terdapat empat langkah yang harus dilakukan, yakni menilai kesesuaian program
yang ada dengan tuntutan kebudayaan dan kebutuhan peserta didik, meningkatkan
perencanaan program, memilih dan melaksanakan program, serta menilai
perubahan program.
50
Untuk menjamin efektifitas pengembangan kurikulum dan sistem
pembelajaran, pamong belajar sebagai pengelola pembelajaran bersama tenaga
kependidikan lain harus menjabarkan kurikulum secara lebih rinci dan operasional
ke dalam program pembelajaran (silabus dan rencana pembelajaran) dengan
memperhatikan beberapa prinsip sebagai berikut :
1) Tujuan dan kompetensi yang hendak dicapai harus jelas, makin operasional
tujuan dan kompetensi, makin mudah terlihat dan makin tepat program-
program yang dikembangkan untuk mencapainya.
2) Program itu harus sederhana dan fleksibel.
3) Program-program yang disusun dan dikembangkan harus sesuai dengan tujuan
dan kompetensi yang telah ditetapkan.
4) Program yang dikembangkan harus menyeluruh dan jelas pencapainnya.
5) Harus ada koordinasi antar komponen pelaksanaan program pembelajaran.
Kompetensi pedagogi merupakan kemampuan pendidik (pamong belajar)
dalam pengelolaan pembelajaran peserta didik yang sekurang-kurangnya meliputi
hal-hal sebagai berikut:
1) Pemahaman wawasan atau landasan kependidikan
2) Pemahaman terhadap peserta didik
3) Pengembangan kurikulum/silabus
4) Perancangan pembelajaran
5) Pelaksanaan pembelajaran yang mendidik dan dialogis
6) Pemanfaat teknologi pembelajaran
7) Evaluasi hasil belajar
51
8) Pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang
dimilikinya.
b. Kompetensi Kepribadian.
Seorang pamong belajar dinilai tidak hanya dari aspek keilmuan saja, tapi
juga dari aspek kepribadian yang ditampilkan. Mampukah menarik peserta didik
dan memunculkan aura optimis dalam menghadapi berbagai tantangan hidup, atau
kepribadian yang acuh tak acuh, pesimis, dan tidak mampu memancarkan aura
optimis. Di sinilah, pentingnya kompetensi kepribadian bagi pamong belajar agar
pembelajaran berjalan dengan baik.
Kepribadian menurut Theodore M. Newcomb diartikan sebagai organisasi
sikap-sikap (Predispositions) yang dimiliki seseorang sebagai latar belakang
terhadap perilaku. Kepribadian menunjuk pada organisasi sikap-sikap seseorang
untuk berbuat, mengetahui, berpikir dan merasakan secara khususnya apabila dia
berhubungan dengan orang lain atau menanggapai keadaan. Kapribadian
merupakan abstraksi individu dan keakuannya sebagaimana halnya dengan
masyarakat dan kebudayaan, maka ketiga aspek tersebut mempunyai hubungan
yang saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya.
Kepribadian merupakan organisasi faktor-faktor biologis, psikologis, dan
sosiologis yang mendasari perilaku individu. Kepribadian mencakup kebiasaan-
kebiasaan, sikap, dan lain-lain sifat yang khas dimiliki seseorang yang
berkembang apabila orang tadi berhubungan dengan orang lain. Kepribadian
adalah keseluruhan dari inividu yang terdiri dari unsur psikis dan fisik. Dengan
52
demikian dalam kepribadian tercermin dalam seluruh sikap, perbuatan maupun
tingkah laku yang terdapat dalam diri seseorang
Dalam Standar Nasional Pendidikan, penjelasan Pasal 28 ayat (3) butir b,
dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan kompetensi kepribadian adalah
kemampuan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa,
menjadi teladan bagi peserta didik dan berakhlak mulia.
Pribadi pamong belajar memiliki andil yang sangat besar terhadap
keberhasilan pendidikan, khususnya dalam kegiatan pembelajaran. Pribadi
pamong belajar juga sangat berperan dalam membentuk pribadi peserta didik. Ini
dapat dimaklumi karena manusia merupakan makhluk yang suka mencontoh,
termasuk mencontoh pribadi pamong belajarnya dalam membentuk pribadinya.
Semua itu menunjukkan bahwa kompetensi kepribadian pamong belajar sangat
dibutuhkan oleh peserta didik dalam proses pembentukan pribadinya.
Kompetensi kepribadian sangat besar pengaruhnya terhadap pertumbuhan
dan perkembangan pribadi para peserta didik. Kompetensi kepribadian adalah
kemampuan pamong belajar yang mantap, berakhlak mulia, berwibawa, dan
menjadi teladan bagi peserta didiknya. Kompetensi kepribadian ini memiliki
peran dan fungsi yang sangat penting dalam membentuk kepribadian peserta
didik, guna menyiapkan sumber daya manusia (SDM), serta mensejahterakan
masyarakat, kemajuan Negara, dan bangsa pada umumnya.
Sehubungan dengan uraian di atas, setiap pamong belajar dituntut untuk
memiliki kompetensi keperibadian yang memadai, bahkan kompetensi ini akan
melandasi atau menjadi landasan bagi kompetensi-kompetensi lainnya. Dalam hal
53
ini pamong belajar tidak hanya dituntut untuk memaknai pembelajaran, tetapi
yang lebih penting adalah bagaimana dia menjadikan pembelajaran sebagai ajang
pembentukan kompetensi dan perbaikan kualitas pribadi peserta didik.
c. Kompetensi Profesional
Kompetensi profesional adalah kemampuan penguasaan materi pelajaran
secara luas dan mendalam. Untuk mencapai keberhasilan pendidikan, perencanaan
pendidikan harus ditata dan dirancang oleh orang-orang yang ahli dibidangnya
yang ditandai dengan kompetensi sebagai persyaratannya. Pamong belajar harus
memiliki pengetahuan, kecakapan, dan keterampilan serta sikap yang mantap dan
memadai sehingga mampu mengelola proses pembelajaran secara efektif.
Dalam Standar Nasional Pendidikan, penjelasan Pasal 28 ayat (3) butir c
dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan dengan kompetensi profesional
adalah kemampuan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam
yang memungkinkan membimbing peserta didik memenuhi standar kompetensi
yang ditetapkan dalam Standar Nasional Pendidikan.
Kompetensi profesional merupakan penguasaan materi pembelajaran secara
luas dan mendalam mencakup materi kurikulum mata pelajaran dan substansi
keilmuannya secara filosofis. Kompetensi ini juga disebut dengan penguasaan
sumber bahan ajar atau sering disebut dengan bidang studi keahlian.
Merujuk pada hal tersebut, diperlukan pamong belajar yang efektif, yaitu
pamong belajar yang dalam tugasnya memilih khazanah kompetensi yang banyak
(pengetahuan, kemampuan, dan keterampilan) yang memberi sumbangan
sehingga dapat mengajar secara efektif. Memiliki pengetahuan, kemampuan, dan
54
keterampilan merupakan perangkat kompetensi persyaratan bagi profesionalitas
pamong belajar dalam mengelola kegiatan belajar mengajar (KBM).
Menurut Endang Komara (2007: 58), kompetensi profesional adalah
kemampuan yang berhubungan dengan penyesuaian tugas-tugas keguruan.
Kompetensi ini sangat penting. Sebab, langsung berhubungan dengan kinerja
yang ditampilkan. Oleh sebab itu, tingkat profesionalitas seorang pamong belajar
dapat dilihat dari kompetensi sebagai berikut : (1) Kemampuan untuk menguasai
landasan kependidikan, misalnya paham akan tujuan pendidikan yang harus
dicapai baik tujuan nasioanl, institusi, kurikuler, dan tujuan pembelajaran; (2)
Pemahaman dalam bidang psikologi pendidikan, misalnya paham tentang tahapan
perkembangan peserta didik, paham tentang teori-teori belajar; (3) Kemampuan
dalam penguasaan materi pelajaran sesuai dengan bidang studi yang diajarkan; (4)
Kemampuan dalam mengaplikasikan berbagai metodologi dan strategi
pembelajaran; (5) Kemampuan merancang dan memanfaatkan berbagai media dan
sumber belajar; (6) Kemampuan dalam melaksanakan evaluasi pembelajaran; (g)
Kemampuan dalam menyusun program pembelajaran; (7) Kemampuan dalam
melaksanakan unsur penunjang, misalnya administrasi penyelenggaraan; (8)
Kemampuan dalam melaksanakan penelitian dan berpikir ilmiah.
d. Kompetensi Sosial.
Dalam Standar Nasional Pendidikan, penjelasan Pasal 28 ayat (3) butir d
dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan kompetensi sosial adalah
kemampuan pamong belajar sebagai bagian dari masyarakat untuk
berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesame pendidik,
55
tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik, dan masyaraka sekitar. Dalam
uraian lebih lanjut dijelaskan bahwa kompetensi sosial merupakan kemampuan
guru (pamong belajar) sebagai bagian dari masyarakat, yang sekurang-kurangnya
memiliki kompetensi untuk :
1) Berkomunikasi secara lisan, tulisan isyarat.
Komunikasi adalah kebutuhan asasi manusia, karena komunikasi adalah alat
utama dalam menjalin hubungan dengan orang lain. Dalam menggunakan alat
komunikasi lisan, tulisan, dan isyarat ini pamong belajar harus memberikan
teladan yang baik. Artinya komunikasi yang dibangun berisi hal-hal yang positif,
menasehati, motivasi, arahan, dan sejenisnya, bukan hal-hal yang bermuatan
negative, seperti marah, mencela, menjelekkan, membuka aib orang lain,
memfitnah, dan hal-hal yang dilarang oleh agama dan membuat
ketidakharmonisan sosial.
2) Menggunakan teknologi komunikasi dan informasi secara fungsional.
Teknologi komunikasi dan informasi saat ini berkembang dengan pesat.
Seorang pamong belajar harus memanfaatkan teknologi komunikasi ini untuk
kepentingan pembelajaran, bermasyarakat, dan berorganisasi dengan banyak
orang. Kecepatan di era globalisasi ini membutuhkan ketangkasan dan kepiawaian
pamong belajar dalam menggunakan teknologi komunikasi dan informasi yang
sudah membanjiri relung-relung kehidupan pribadi manusia.
Maka belajar mengikuti perkembangan teknologi komunikasi dan informasi
sangat penting bagi pamong belajar untuk menambah wawasan, meningkatkan
56
kepercayaan diri, dan menggunakannya dalam kehidupan sehari-hari sesuai
dengan bidang dan kebutuhan.
3) Bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga
kependidikan, orang tua/wali, peserta didik.
Pamong belajar harus bergaul dengan elemen-elemen pendidikan, mulai dari
peserta didik, sesama pamong belajar, penyelenggara, ketua/kepala institusi
pendidikan, orang tua dan wali peserta didik dengan baik. Mereka adalah partner
dan mitra kerja dalam menjalankan dan mengembangkan dunia pedidikan.
Dengan komunikasi yang baik dan lancar, pamong belajar akan menjadi bagian
dari tim besar yang dimaksimalkan untuk kemajuan dunia pendidikan.
Jika pamong belajar tidak mampu membangun pola komunikasi yang baik
dan konstruktif, maka akan mengganggu proses pembelajaran yang dijalankan. Ia
akan menghadapi banyak masalah, dan merasa seperti orang asing yang
teralienasi dari kehidupan sosial. Oleh sebab itu, ia harus berlatih membangun
pola komunikasi yang baik semaksimal mungkin demi efektivitas proses
pembelajaran yang sedang berlangsung.
4) Bergaul secara santun dengan masyarakat sekitar.
Pamong belajar tinggal bersama masyarakat. Waktunya dengan masyarakat
lebih besar dari pada waktunya dengan peserta didik. Maka, pamong belajar harus
bisa bergaul dengan masyarakat dan memberikan keteladanan, dan berjuang di
tengah masyarakat dengan semangat tinggi dan komitmen untuk memajukan
aspek-aspek kemasyarakatan, misalnya ekonomi, moral pendidikan, dan
kebudayaan, Partisipasi aktif pamong belajar di tengah masyarakat akan membuat
57
eksistensi pamong belajar bertambah kuat dan kewibawaannya terhadap peserta
didik bertambah.
Pamong belajar adalah mahluk sosial, yang dalam kehidupannya tidak bisa
terlepas dari kehidupan sosial msyarakat dan lingkungannya. Oleh karena itu
pamong belajar dituntut untuk memiliki kompetensi sosial yang memadai,
terutama dalam kaitannya dengan pendidikan, yang tidak terbatas pada
pembelajaran tetapi juga pada pendidikan yang terjadi dan berlangsung di
masyarakat.
Kompetensi sosial adalah kemampuan pamong belajar dalam berkomunikasi
dan berinteraksi secara efektif dan efisiensi dengan peserta didik, pamong belajar
lain, orang tua, dan masyarakat sekitar. Menurut Arbi (Subroto, 2002: 6)
Kompetensi adalah kemampuan pendidik dalam membina dan mengembangkan
interaksi sosial baik sebagai tenaga professional maupun sebagai anggota
masyarakat.
Senyatanya pamong belajar tidak hanya bertanggungjawab dalam kegiatan
pembelajaran, tetapi juga harus mewarnai perkembangan anak didik di lingkungan
masyarakat. Dengan kata lain bahwa pamong belajar tidak hanya menyampaikan
materi pelajaran tertentu tetapi juga sebagai anggota masyarakat harus aktif dan
berjiwa bebas serta kreatif dalam mengarahkan perkembangan peserta didik untuk
menjadi anggota masyarakat.
Sebagai pendidik, kehadiran pamong belajar di masyarakat sangat
diharapkan baik secara langsung sebagai anggota masyarakat maupun secara tidak
langsung yaitu melalui peranannya membimbing dan mengarahkan peserta didik.
58
Karena pada kenyataannya di mata masyarakat seorang pamong belajar juga
merupakan panutan yang layak diteladani. Pamong belajar merupakan salah satu
manusia teladan. Sikap dan perilakunya menjadi cermin masyarakat. Maka, dalam
kehidupan sehari-hari, pamong belajar harus mempunyai kompetensi sosial.
Kompetensi sosial menjadi keniscayaan bagi peserta didik. Pamong belajar
sebagai bagian dari manusia memerlukan kecakapan sosial yang fleksibel dalam
membangun kehidupannya ditengah masyarakat. Apalagi pamong belajar tidak
sekedar manusai biasa, tetapi sosok manusia yang mempunyai juga idealism
dalam melakukan perubahan di tengah masyarakat kearah yang lebih baik dan
lebih dinamis.
Pamong belajar sebagai bagian dari masyarakat merupakan salah satu
pribadi yang mendapatkan perhatian khusus di masyarakat. Peranan dan segala
tingkah laku yang dilakukan pamong belajar senantiasa dipantau oleh masyarakat.
Oleh karena itu, diperlukan sejumlah kompetensi sosial yang perlu dimiliki
pamong belajar dalam berinteraksi dengan lingkungan masyarakat di tempat dia
tinggal.
Kompetensi sosial dalam kegiatan pembelajaran berkaitan erat dengan
kemampuan pamong belajar dalam berkomunikasi dengan masyarakat di sekitar
tempat dimana dia melakukan pembelajaran kepada peserta didik dan masyarakat
tempat dimana pamong belajar tinggal, sehingga peranan dan cara pamong belajar
berkomunikasi di masyarakat diharapkan memeiliki karakteristik tersendiri yang
sedikit banyak berbeda dengan orang lain yang bukan pamong belajar. Misi yang
diemban pamong belajar adalah misi kemanusiaan.
59
Kompetensi sosial pamong belajar merupakan kemampuan pamong belajar
untuk memahami dirinya sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari masyarakat
dan mampu mengembangkan tugas sebagai anggota masyarakat dan warga
negara. Lebih dalam lagi, kompetensi sosial ini mencakup kemampuan untuk
menyesuaikan diri kepada tuntutan kerja dan lingkungan sekitar pada waktu
membawakan tugasnya sebagai pamong belajar.
Dari teori-teori yang dikemukakan di atas, maka dapat dikatakan bahwa
pamong belajar yang mempunyai motivasi berprestasi yang tinggi adalah pamong
belajar yang memiliki dorongan, usaha dan tantangan yang besar untuk mencapai
tujuan yang diinginkan yang dicerminkan oleh adanya aktivitas untuk
menyesuaikan diri dengan lingkungan kerja agar diterima oleh rekan kerja,
keinginan untuk menunjukkan kemampuan dan keterampilan agar ia mendapat
pengakuan sebagai pamong belajar yang baik, bekerja dengan keras agar sukses
dalam pekerjaan, aktif menjalin hubungan dengan teman sekerja dan berambisi
mengejar posisi atau kedudukan lebih tinggi agar mendapat kekuatan yang lebih
besar, berusaha menjadi terampil dan aktif dalam bidangnya (competence)
mengejar tanggung jawab yang lebih besar, keinginan untuk mendapat kebebasan
inisiatif dan kreatif.
Berdasarkan seluruh uraian di atas, dapatlah disimpulkan bahwa yang
dimaksud dengan motivasi berprestasi pamong belajar adalah dorongan yang
timbul dalam diri pamong belajar yang menggerakkan serta mengarahkannya
untuk berbuat lebih baik dari apa yang pernah dibuat atau diraih sebelumnya atau
yang dibuat atau diraih orang lain dengan indikator : berusaha unggul,
60
menyelesaikan tugas dengan baik, rasional dalam meraih keberhasilan, menyukai
tantangan, menerima tanggung jawab pribadi untuk sukses, menerima resiko
tingkat menengah dan umpan balik.
F. Konsep Pendidikan Luar Sekolah
1. Definisi Pendidikan Luar Sekolah
Pendidikan Luar Sekolah merupakan salah satu dari sistem pendidikan
nasional. Ruang lingkupnya sangat luas dan kompleks. Untuk memudahkan dan
memahami pengertian mengenai Pendidikan Luar Sekolah, berikut ini adalah
definisi tentang Pendidikan Luar Sekolah.
Selanjutnya Coombs (Sudjana, 2001: 22), mengemukakan pengertian
Pendidikan Luar Sekolah sebagai berikut :
Pendidikan Nonformal ialah setiap kegiatan terorganisir dan sistematis, diluar sistem persekolahan yang mapan, dilakukan secara mandiri atau merupakan bagian penting dari kegiatan yang lebih luas, yang sengaja dilakukan untuk melayani peserta didik tertentu di dalam mencapai tujuan belajarnya.
Berdasarkan definisi tersebut dapat dilihat bahwa kegiatan Pendidikan Luar
Sekolah dilakukan secara terprogram, terencana, dilakukan secara mandiri
ataupun merupakan bagian pendidikan yang lebih luas untuk melayani peserta
didik dengan tujuan mengembangkan kemampuan-kemampuan seoptimal
mungkin serta untuk mencapai kebutuhan hidupnya.
2. Tujuan Pendidikan Luar Sekolah
Pendidikan luar sekolah pada prinsipnya memiliki tujuan untuk
mengembangkan sumber daya manusia dalam kualitas dan potensi dirinya melalui
61
pendidikan yang berlangsung sepanjang hayat, hal ini sebagaimana dikemukakan
Seameo (Sudjana, 2001: 47) sebagai berikut :
Tujuan pendidikan luar sekolah adalah untuk mengembangkan pengetahuan, sikap, keterampilan dan nilai-nilai yang memungkinkan bagi seseorang atau kelompok untuk berperan serta secara efisien dan efektif dalam lingkungan keluarganya, pekerjaannya, masyarakat, dan bahkan negaranya.
Dengan demikian Pendidikan Luar Sekolah tidak hanya membekali warga
belajarnya dengan sejumlah kemampuan yang meliputi; pengetahuan,
keterampilan dan sikap, melainkan juga mempersiapkan warga belajarnya untuk
menjadi sumber daya manusia yang mampu mengaktualisasikan potensi yang
dimilikinya di tengah masyarakat.
Pendidikan nonformal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang
memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah,
dan/atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan
sepanjang hayat. Pendidikan nonformal berfungsi mengembangkan potensi warga
belajar dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan
fungsional serta mengembangkan sikap dan kepribadian professional. Pendidikan
nonformal memiliki keluwesan yang dapat dilaksanakan berdasarkan
permasalahan dan kebutuhan peserta didik dengan tujuan untuk pengembangan
intelektual, aktualisasi diri, pengembangan personal dan sosial, dan rekonstruksi
sosial berdasarkan nilai-nilai potensi masyarakat setempat.
Pendidikan Nonformal menyediakan peluang memperoleh pendidikan
melalui berbagai program pembelajaran yang dikembangkan secara luwes. Dari
sisi sasaran didik, Pendidikan Nonformal memiliki cakupan garapan yang sangat
luas serta besar variabilitasnya. Khalayak sasaran yang dilayani pendidikan
62
nonformal sejalan dengan kebutuhan belajar manusia untuk belajar sepanjang
hayat, sejak anak usia dini sampai usia lanjut. Pada kapasitas inilah pendidikan
nonformal bersifat beragam sasaran, baik individu, kelompok dan komuniti.
Peserta didik tidak saja ditinjau dari karakteristik individu seperti usia, jender,
pekerjaan, melainkan juga dari faktor sosial, budaya dan geografis.
Ditinjau dari faktor tujuannya, pendidikan nonformal menyediakan berbagai
program pembelajaran untuk mencapai tujuan belajar yang sangat luas, baik jenis,
tingkatan, maupun cakupannya. Dalam hal inilah muncul ciri pendidikan
nonformal yang bersifat beragam tujuan. Ditinjau dari faktor penyelenggara,
pendidikan nonformal memiliki keragaman yang luas, baik yang berada di bawah
koordinasi pemerintah, swasta, LSM, maupun lembaga kemasyarakatan lainnya.
Bentuk satuan pendidikan nonformal bersifat beragam penyelenggara, terdiri atas
lembaga kursus, lembaga pelatihan, kelompok belajar, pusat kegiatan belajar
masyarakat, dan majelis taklim, serta satuan pendidikan yang sejenis. Dalam
berbagai situasi inilah pendidikan nonformal menunjukkan karektaristiknya
sebagai praktik pendidikan yang luwes dan fungsional.
Ketika perorangan, kelompok dan/atau masyarakat membutuhkan
pembelajaran untuk kepentingan fungsional dalam kehidupan sehari-hari,
pendidikan nonformal mampu menyediakan jenis-jenis program melalui berbagai
satuan pendidikan untuk memenuhi kebutuhan belajar yang singkat, praktis dan
cepat menghasilkan. Ketika seseorang sudah usai menjalani pendidikan
persekolahan, tetap muncul kebutuhan belajar yang baru. Hal ini mendorong
peningkatan derajat dan kualitas hidup yang diinginkan.
63
Program Pendidikan Nonformal (PNF) diarahkan untuk memberikan
layanan pendidikan kepada warga masyarakat yang belum sekolah, tidak pernah
sekolah atau buta aksara, putus sekolah dan warga masyarakat lainnya yang
kebutuhan pendidikannya tidak dapat terpenuhi melalui jalur pendidikan formal.
Sasaran Pendidikan Nonformal (PNF) mencakup segala lapisan masyarakat, tidak
terbatas pada usia, jenis kelamin, status sosial ekonomi dan tingkat pendidikan
sebelumnya. Sasaran tersebut tidak hanya diprioritaskan kepada mereka yang
belum pernah sekolah, putus sekolah, atau mereka yang tamat sekolah serta ingin
mendapat pekerjaan, PNF juga melayani semua masyarakat tanpa kecuali,
termasuk mereka yang telah memiliki tingkat pendidikan tinggi dan pekerjaan
tetap. Dengan demikian, Pendidikan Nonformal bertujuan untuk memberikan
layanan pendidikan kepada semua warga masyarakat, agar memiliki kemampuan
untuk mengembangkan potensi diri dengan penekanan pada penguasaan
pengetahuan dan keterampilan vokasional, serta pengembangan sikap dan
kepribadian profesional, sehingga Pendidikan Nonformal dapat pula berfungsi
sebagai pengganti, penambah dan/atau pelengkap pendidikan formal dalam
mendukung pendidikan sepanjang hayat.
SKB merupakan salah satu lembaga yang menyelenggarakan pendidikan
nonformal yang melayani berbagai kebutuhan pendidikan masyarakat. SKB
sebagai Unit Pelaksana Teknis (UPT) Dinas Pendidikan yang diberi kewanangan
untuk mengelola dan menyelenggarakan pendidikan nonformal dengan berbagai
program pendidikan sesuai kebutuhan masyarakat. Sehunbungan dengan hal
tersebut, maka SKB mempunyai tugas pokok Melakukan pembuatan percontohan
64
dan pengendalian mutu Program Pendidikan Non Formal berdasarkan kebijakan
teknis Dinas Pendidikan. Disamping tugas pokok tersebut SKB juga berfungsi ;
(1) Pembangkitan dan penumbuhan kemauan belajar masyarakat dalam rangka
terciptanya masyarakat yang gemar belajar, (2) Pemberian motivasi dan
pembinaan masyarakat agar mau dan mampu menjadi tenaga pendidik dalam azas
saling membelajarkan (3) Pemberian layanan informasi dan kegiatan pendidikan
Luar Sekolah (4) Pembuatan percontohan berbagai program dan pengendalian
mutu pelaksanaan program Pendidikan Luar Sekolah, Pemuda dan Olahraga (5)
Penyusunan dan pengadaan sarana belajar muatan local (6) Penyediaan sarana dan
fasilitas belajar (7) Pengintegrasian dan penyinkronisasian kegiatan sektoral
dalam bidang Pendidikan Luar Sekolah, dan (8) Pengelolaan Ketatausahaan.