BAB II KONSEP DASAR A. Pengertian -...

24
8 BAB II KONSEP DASAR A. Pengertian Hernia merupakan protrusi atau penonjolan isi suatu rongga melalui defek atau bagian lemah dari dinding rongga bersangkutan (Jong,2004). Hernia adalah tonjolan keluarnya organ atau jaringan melalui dinding rongga dimana rongga tersebut harusnya berada dalam keadaan normal tertutup (Nanda,2006). Hernia adalah suatu keadaan keluarnya jaringan organ tubuh dari suatu ruangan melalui suatu celah atau lubang keluar di bawah kulit atau menuju rongga lain, dapat kongenital ataupun aquisita.(Seputar kedokteran dan inux. 2007.http://medlinux.blogspot.com/2007/09/hernia.html). Hernia inguinalis indirek disebut juga hernia inguinalis lateralis yaitu hernia yang keluar dari rongga peritonium melalui anulus inguinalis internus yang terletak lateral dari pembuluh epigastrika inferior, kemudian hernia masuk ke dalam kanalis inguinalis (Jong 2004). Hernia inguinalis direk disebut juga hernia inguinalis medialis yaitu hernia yang melalui dinding inguinal posteromedial dari vasa epigastrika inferior di daerah yang dibatasi segitiga Hesselbach (Arif Mansjoer,2000). Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa hernia adalah ketidaknormalan tubuh berupa tonjolan yang disebabkan karena kelemahan pada dinding otot abdomen, dapat congenital maupun aquisita.

Transcript of BAB II KONSEP DASAR A. Pengertian -...

8

BAB II

KONSEP DASAR

A. Pengertian

Hernia merupakan protrusi atau penonjolan isi suatu rongga melalui

defek atau bagian lemah dari dinding rongga bersangkutan (Jong,2004).

Hernia adalah tonjolan keluarnya organ atau jaringan melalui dinding

rongga dimana rongga tersebut harusnya berada dalam keadaan normal

tertutup (Nanda,2006).

Hernia adalah suatu keadaan keluarnya jaringan organ tubuh dari suatu

ruangan melalui suatu celah atau lubang keluar di bawah kulit atau menuju

rongga lain, dapat kongenital ataupun aquisita.(Seputar kedokteran dan inux.

2007.http://medlinux.blogspot.com/2007/09/hernia.html).

Hernia inguinalis indirek disebut juga hernia inguinalis lateralis yaitu

hernia yang keluar dari rongga peritonium melalui anulus inguinalis internus

yang terletak lateral dari pembuluh epigastrika inferior, kemudian hernia

masuk ke dalam kanalis inguinalis (Jong 2004).

Hernia inguinalis direk disebut juga hernia inguinalis medialis yaitu

hernia yang melalui dinding inguinal posteromedial dari vasa epigastrika

inferior di daerah yang dibatasi segitiga Hesselbach (Arif Mansjoer,2000).

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa hernia adalah

ketidaknormalan tubuh berupa tonjolan yang disebabkan karena kelemahan

pada dinding otot abdomen, dapat congenital maupun aquisita.

9

B. Anatomi dan Fisiologi

1. Anatomi

Gambar 1. Anatomi Usus halus

a. Usus halus

Panjangnya kira-kira 2-8 m dengan diameter 2,5 cm. Berentang

dari sphincter pylorus ke katup ileocecal.

Usus halus terdiri dari tiga bagian yaitu usus dua belas jari

(duodenum) panjangnya 25 cm, usus kosong (jejunum) 1-2 m, dan

usus penyerapan (ileum) 2-4 m.

1). Usus dua belas jari (Duodenum)

Usus dua belas jari atau duodenum adalah bagian dari usus halus

yang terletak setelah lambung dan menghubungkannya ke usus

kosong (jejunum). Bagian usus dua belas jari merupakan bagian

terpendek dari usus halus, dimulai dari bulbo duodenale dan

berakhir di ligamentum Treitz.

10

Usus dua belas jari merupakan organ retroperitoneal, yang tidak

terbungkus seluruhnya oleh selaput peritoneum. pH usus dua belas

jari yang normal berkisar pada derajat sembilan.

Pada usus dua belas jari terdapat dua muara saluran yaitu dari

pankreas dan kantung empedu. Nama duodenum berasal dari bahasa

Latin duodenum digitorum, yang berarti dua belas jari.

2). Usus Kosong (jejunum)

Usus kosong atau jejunum (terkadang sering ditulis yeyunum)

adalah bagian kedua dari usus halus, di antara usus dua belas jari

(duodenum) dan usus penyerapan (ileum). Pada manusia dewasa,

panjang seluruh usus halus antara 2-8 meter, 1-2 meter adalah

bagian usus kosong. Usus kosong dan usus penyerapan

digantungkan dalam tubuh dengan mesenterium.

Jejunum diturunkan dari kata sifat jejune yang berarti "lapar"

dalam bahasa Inggris modern. Arti aslinya berasal dari bahasa

Latin, jejunus, yang berarti "kosong".

3). Usus Penyerapan (illeum)

Usus penyerapan atau ileum adalah bagian terakhir dari usus

halus. Pada sistem pencernaan manusia, ini memiliki panjang

sekitar 2-4 m dan terletak setelah duodenum dan jejunum, dan

dilanjutkan oleh usus buntu. Ileum memiliki pH antara 7 dan 8

(netral atau sedikit basa) dan berfungsi menyerap vitamin B12 dan

garam-garam empedu.

11

b. Usus Besar

Gambar 2 Anatomi Usus Besar

Usus besar dimulai dari katup ileocecal ke anus dan rata-rata

panjangnya 1,5 m dan lebarnya 5-6 cm.Usus besar terbagi kedalam

cecum, colon, dan rectum. Vermiform appendix berada pada bagian

distal dari cecum. Colon terbagi menjadi colon ascending, colon

transversal, colon descending, dan bagian sigmoid. Bagian akhir dari

usus besar adalah rectum dan anus. Sphincter internal dan eksternal

pada anus berfungsi untuk mengontrol pembukaan anus.(Brunner &

Suddarth, 2001).

2. Fisiologi

Fungsi usus halus adalah :

a. Sekresi mukus. Sel-sel goblet dan kelenjar mukosa duodenum akan

mensekresi mukus guna melindungi mukosa usus.

b. Mensekresi enzim. Sel-sel mikrovilli (brush border cell) mensekresi

sucrase, maltase, lactase dan enterokinase yang bekerja pada

disakarida guna membentuk monosakarida yaitu peptidase yang

12

bekerja pada polipeptida, dan enterokinase yang mengaktifkan

trypsinogen dari pankreas.

c. Mensekresi hormon. Sel-sel endokrin mensekresi cholecystokinin,

secretin, dan enterogastrone yang mengontrol sekresi empedu,

pancreatic juice, dan gastric juice.

d. Mencerna secara kimiawi. Enzim dari pankreas dan empedu dari hati

masuk kedalam duodenum.

e. Absorpsi. Nutrisi dan air akan bergerak dari lumen usus kedalam

kapiler darah dan lacteal dari villi.

f. Aktifitas motorik. Mencampur, kontraksi dan peristaltik. Gerakan

mencampur disebabkan oleh kontraksi serabut otot sirkuler pada usus

menyebabkan chyme kontak dengan villi untuk diabsorpsi.

Fungsi utama usus besar adalah :

a. Sebagai aktifitas motorik. Gerakan mengayun dan peristaltik

akan menggerakkan zat sisa menuju kebagian distal.

b. Sekresi. Pada umumnya memproduksi mukus yang

melindungi mukosas akan tidak mengalami injury,

melunakkan feces yang memungkinkan bergerak dengan

lancar kearah pelepasan dan menghambat pengaruh

pembentukan keasaman oleh bakteri.

c. Absorpsi air, garam, dan chlorida. Colon mempunyai

kemampuan mengabsorpsi 90% air dan garam dan

mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit.

13

d. Mensintesa vitamin. Bakteri pada usus halus akan mensintesa

vitamin K, thiamin, riboflavin, vitamin B12, dan folic acid.

e. Membentuk feses. Feses terdiri dari ¾ air dan ¼ massa padat.

Massa padat termasuk sisa makanan dan sel yang mati.

Pigmen empedu memberikan warna pada feses. Dan

menstimulasi gerakan isi usus kearah pelepasan.

f. Defekasi. Yaitu aktifitas mengeluarkan feces dari dalam tubuh

keluar. Pada saat feses dan gas berada dalam rektum, tekanan

dalam rektum meningkat, menyebabkan terjadinya refleks

defekasi.

(http:referensikedokteran.blogspot.com/2010/08/referat-

hernia.html).

C. Klasifikasi

1. Bagian-bagian hernia

a. Kantong hernia

Pada hernia abdominalis berupa peritoneum parietalis. Tidak semua

hernia memiliki kantong, misalnya hernia insisional, hernia adipose,

hernia intertitialis.

b. Isi hernia

Berupa organ atau jaringan yang keluar melalui kantong hernia,

misalnya usus,ovarium dan jaringan penyangga usus (omentum).

14

c. Pintu hernia

Merupakan bagian locus minoris resistance yang dilalui kantong

hernia.

d. Leher hernia

Bagian tersempit kantong hernia yang sesuai dengan kantong hernia.

e. Locus minoris resistance (LMR).

2. Macam-macam hernia

a. Berdasarkan terjadinya:

1) Hernia bawaan atau kongenital

2) Hernia didapat atau akuisita

b. Berdasarkan tempatnya:

1) Hernia Inguinalis

Adalah hernia isi perut yang tampak di daerah sela paha (regio

inguinalis).

2) Hernia femoralis

Adalah hernia isi perut yang tampak di daerah fosa femoralis.

3) Hernia umbilikalis

Adalah hernia isi perut yang tampak di daerah isi perut.

4) Hernia diafragmatik

Adalah hernia yang masuk melalui lubang diafragma ke dalam

rongga dada.

5) Hernia nucleus pulposus (HNP).

15

c. Berdasarkan sifatnya

1) Hernia reponibel

Yaitu isi hernia masih dapat dikembalikan ke kavum

abdominalis lagi tanpa operasi.

2) Hernia ireponibel

Yaitu isi kantong hernia tidak dapat dikembalikan ke dalam

rongga.

3) Hernia akreta

Yaitu perlengketan isi kantong pada peritonium kantong hernia.

4) Hernia inkarserata

Yaitu bila isi hernia terjepit oleh cincin hernia.

d. Berdasarkan isinya

1) Hernia adiposa

Adalah hernia yang isinya terdiri dari jaringan lemak.

2) Hernia litter

Adalah hernia inkarserata atau strangulata yang sebagian

dinding ususnya saja yang terjepit di dalam cincin hernia.

3) Slinding hernia

Adalah hernia yang isi hernianya menjadi sebagian dari dinding

kantong hernia.(Sjamsuhidajat, 2004).

16

D. Etiologi/Predisposisi

Penyebab dari hernia adalah adanya peningkatan tekanan intra

abdominal akibat adanya tindakan valsava maneuver seperti batuk, mengejan,

mengangkat benda berat atau menangis.

Hernia inguinalis dapat terjadi karena anomaly congenital atau karena

sebab yang didapat. Berbagai faktor penyebab berperan pada pembentukan

pintu masuk hernia pada anulus internus yang cukup lebar, sehingga dapat

dilalui oleh kantong dan isi hernia. Selain itu diperlukan pula faktor yang

dapat mendorong isi hernia melewati pintu yang sudah terbuka cukup lebar

itu.

Faktor yang dipandang berperan kausal adalah adanya prosesus vaginalis

yang terbuka, peninggian tekanan di dalam rongga perut dan kelemahan otot

dinding perut karena usia. Tekanan intra abdominal yang meninggi serta

kronik seperti batuk kronik, hipertrofi prostat, konstipasi dan asites sering

disertai hernia inguinalis.

Anak yang menjalani operasi hernia pada waktu bayi mempunyai

kemungkinan mendapat hernia kontralateral pada usia dewasa (16%).

Bertambahnya umur menjadi faktor risiko, dimungkinkan karena

meningkatnya penyakit yang meninggikan tekanan intra abdomen dan

berkurangnya kekuatan jaringan penunjang.

Setelah apendektomi menjadi faktor risiko terjadi hernia inguinalis

karena kelemahan otot dinding perut antara lain terjadi akibat kerusakan

nervus ilioinguinalis dan nervus iliofemoralis.(Jong, 2004).

17

E. Patofisiologi

Terjadinya hernia disebabkan oleh dua faktor yang pertama adalah

faktor kongenital yaitu kegagalan penutupan prosesus vaginalis pada waktu

kehamilan yang dapat menyebabkan masuknya isi rongga perut melalui

kanalis inguinalis, faktor yang kedua adalah faktor yang didapat seperti hamil,

batuk kronis, pekerjaan mengangkat benda berat dan faktor usia, masuknya isi

rongga perut melalui kanal ingunalis, jika cukup panjang maka akan menonjol

keluar dari anulus ingunalis eksternus. Apabila hernia ini berlanjut tonjolan

akan sampai ke skrotum karena kanal inguinalis berisi tali sperma pada laki-

laki, sehingga menyebakan hernia. Hernia ada yang dapat kembali secara

spontan maupun manual juga ada yang tidak dapat kembali secara spontan

ataupun manual akibat terjadi perlengketan antara isi hernia dengan dinding

kantong hernia sehingga isi hernia tidak dapat dimasukkan kembali. Keadaan

ini akan mengakibatkan kesulitan untuk berjalan atau berpindah sehingga

aktivitas akan terganggu. Jika terjadi penekanan terhadap cincin hernia maka

isi hernia akan mencekik sehingga terjadi hernia strangulate yang akan

menimbulkan gejala ileus yaitu gejala obstruksi usus sehingga menyebabkan

peredaran darah terganggu yang akan menyebabkan kurangnya suplai oksigen

yang bisa menyebabkan Iskemik. Isi hernia ini akan menjadi nekrosis.

Kalau kantong hernia terdiri atas usus dapat terjadi perforasi yang

akhirnya dapat menimbulkan abses lokal atau prioritas jika terjadi hubungan

dengan rongga perut. Obstruksi usus juga menyebabkan penurunan

peristaltik usus yang bisa menyebabkan konstipasi. Pada keadaan

18

strangulate akan timbul gejala ileus yaitu perut kembung, muntah dan

obstipasi pada strangulasi nyeri yang timbul letih berat dan kontineu, daerah

benjolan menjadi merah (Syamsuhidajat 2004).

F. Manifestasi Klinis

Pada umumnya keluhan orang dewasa berupa benjolan di inguinalis yang

timbul pada waktu mengedan, batuk, atau mengangkat beban berat dan

menghilang pada waktu istirahat berbaring. Pada inspeksi perhatikan keadaan

asimetris pada kedua inguinalis, skrotum, atau labia dalam posisi berdiri dan

berbaring. Pasien diminta mengedan atau batuk sehingga adanya benjolan atau

keadaan asimetris dapat dilihat. Palpasi dilakukan dalam keadaan ada benjolan

hernia, diraba konsistensinya, dan dicoba mendorong apakah benjolan dapat

direposisi. Setelah benjolan dapat direposisi dengan jari telunjuk, kadang

cincin hernia dapat diraba berupa anulus inguinalis yang melebar (Jong,

2004).

Gejala dan tanda klinis hernia banyak ditentukan oleh keadaaan isi

hernia. Pada hernia reponibel keluhan satu-satunya adanya benjolan di lipat

paha yang muncul pada waktu berdiri, batuk bersin, atau mengejan dan

menghilang setelah berbaring. Keluhan nyeri jarang dijumpai, kalau ada

biasanya dirasakan di daerah epigastrium atau paraumbilikal berupa nyeri

viseral karena regangan pada mesenterium sewaktu satu segmen usus halus

masuk ke dalam kantong hernia. Nyeri yang disertai mual atau muntah baru

timbul kalau terjadi inkarserasi karena ileus atau strangulasi karena nekrosis

atau gangren.

19

Tanda klinis pada pemeriksaan fisik bergantung pada isi hernia. Pada

inspeksi saat pasien mengedan, dapat dilihat hernia inguinalis lateralis muncul

sebagai penonjolan di regio ingunalis yang berjalan dari lateral atas ke medial

bawah. Kantong hernia yang kosong kadang dapat diraba pada vunikulus

spermatikus sebagai gesekan dari dua lapis kantong yang memberikan sensasi

gesekan dua permukaan sutera. Tanda ini disebut tanda sarung tangan sutera,

tetapi umumnya tanda ini sukar ditentukan. Kalau kantong hernia berisi organ,

tergantung isinya, pada palpasi mungkin teraba usus,omentum (seperti karet),

atau ovarium. Dengan jari telunjuk atau kelingking pada anak, dapat dicoba

mendorong isi hernia dengan menekan kulit skrotum melalui anulus eksternus

sehingga dapat ditentukan apakah isi hernia dapat direposisi atau tidak. Dalam

hal hernia dapat direposisi, pada waktu jari masih berada dalam anulus

eksternus, pasien diminta mengedan. Kalau ujung jari menyentuh hernia,

berarti hernia inguinalis lateralis, disebut hernia inguinalis lateralis karena

menonjol dari perut di lateral pembuluh epigastrika inferior. Disebut juga

indirek karena keluar melalui dua pintu dan saluran yaitu, anulus dan kanalis

inguinalis. Pada pemeriksaan hernia lateralis akan tampak tonjolan berbentuk

lonjong, sedangkan hernia medialis berbentuk tonjolan bulat. Dan kalau sisi

jari yang menyentuhnya, berarti hernia inguinalis medialis. Dan jika kantong

hernia inguinalis lateralis mencapai skrotum, disebut hernia skrotalis. Hernia

inguinalis lateralis yang mencapai labium mayus disebut hernia labialis.

Diagnosis ditegakkan atas dasar benjolan yang dapat direposisi, atau jika tidak

dapat direposisi, atas dasar tidak adanya pembatasan yang jelas di sebelah

20

cranial dan adanya hubungan ke cranial melalui anulus eksternus. Hernia ini

harus dibedakan dari hidrokel atau elefantiasis skrotum. Testis yang teraba

dapat dipakai sebagai pegangan untuk membedakannya.(Jong, 2004).

G. Penatalaksanaan

Pengobatan konservatif terbatas pada tindakan melakukan reposisi dan

pemakaian penyangga atau penunjang untuk mempertahankan isi hernia yang

telah direposisi. Reposisi tidak dilakukan pada hernia inguinalis strangulata,

kecuali pada pasien anak-anak, reposisi spontan lebih sering (karena cincin

hernia yang lebih elastis). Reposisi dilakukan secara bimanual. Tangan kiri

memegang hernia membentuk corong sedangkan tangan kanan mendorongnya

ke arah cincin hernia dengan sedikit tekanan perlahan yang tetap sampai

terjadi reposisi. Pemakaian bantalan penyangga hanya bertujuan menahan

hernia yang telah direposisi dan tidak pernah menyembuhkan, sehingga harus

dipakai seumur hidup. Namun, cara yang sudah berumur lebih dari 4000 tahun

ini masih saja dipakai sampai sekarang. Sebaiknya cara seperti ini tidak

dianjurkan karena menimbulkan komplikasi, antara lain merusak kulit dan

tonus otot dinding perut di daerah yang tertekan, sedangkan strangulasi tetap

mengancam.

Pengobatan operatif merupakan satu-satunya pengobatan hernia

inguinalis yang rasional. Indikasi operatif sudah ada begitu diagnosa

ditegakkan. Prinsip dasar operatif hernia terdiri atas herniotomi dan

hernioplastik. Pada herniotomi dilakukan pembebasan kantong hernia sampai

21

ke lehernya, kantong dibuka dan isi hernia dibebaskan kalau ada perlekatan,

kemudian direposisi. Kantong hernia dijahit-ikat setinggi mungkin lalu

dipotong.

Pada hernioplastik dilakukan tindakan untuk memperkecil annulus

inguinalis internus dan memperkuat dinding belakang kanalis iguinalis.

Hernioplastik lebih penting dalam mencegah terjadinya residif dibandingkan

dengan herniotomi. Hernia bilateral pada orang dewasa, dianjurkan melakukan

operasi dalam satu tahap kecuali jika ada kontra indikasi. Begitu juga pada

anak-anak dan bayi, operasi hernia bilateral dilakukan dalam satu tahap,

terutama pada hernia inguinalis sinistra (Jong, 2004).

H. Komplikasi

Komplikasi hernia bergantung pada keadaan yang dialami oleh isi

hernia. Isi hernia dapat tertahan dalam kantong, pada hernia ireponibel ini

dapat terjadi kalau isi hernia terlalu besar, misalnya terdiri atas omentum,

organ ekstraperitonial. Disini tidak timbul gejala klinis kecuali berupa

benjolan. Dapat pula terjadi isi hernia tercekik oleh cincin hernia sehingga

terjadi hernia strangulata yang menimbulkan gejala obstruksi usus yang

sederhana. Sumbatan dapat terjadi total atau parsial. Bila cincin hernia sempit,

kurang elastis, atau lebih kaku, lebih sering terjadi jepitan parsial. Jarang

terjadi inkarserasi retrograd, yaitu dua segmen usus terperangkap di dalam

kantong hernia dan satu segmen lainnya berada dalam rongga peritonium,

seperti huruf “W”.

22

Jepitan cincin hernia akan menyebabkan gangguan perfusi jaringan isi

hernia. Pada permulaan terjadi bendungan vena sehingga terjadi udem organ

atau struktur di dalam hernia dan transudasi ke dalam kantong hernia.

Timbulnya udem menyebabkan jepitan pada cincin hernia makin bertambah,

sehingga akhirnya peredaran darah jaringan terganggu. Isi hernia terjadi

nekrosis dan kantong hernia berisi transudat berupa cairan serosanguinus.

Kalau isi hernia terdiri atas usus, dapat terjadi perforasi yang akhirnya dapat

menimbulkan abses local, fistel, atau peritonitis, jika terjadi hubungan dengan

dengan rongga perut (Jong, 2004).

Gambaran klinis hernia inguinalis lateralis inkarserata yang mengandung

usus dimulai dengan gambaran obstruksi usus dengan gangguan

keseimbangan cairan, elektrolit dan asam basa. Bila sudah terjadi strangulasi

karena gangguan vaskularisasi, terjadi keadaan toksik akibat gangren dan

gambaran klinis menjadi kompleks dan sangat serius. Penderita mengeluh

nyeri lebih hebat di tempat hernia. Nyeri akan menetap karena rangsangan

peritoneal.

Pada pemeriksaan local ditemukan benjolan yang tidak dapat

dimasukkan kembali disertai nyeri tekan dan tergantung keadaan isi hernia,

dapat dijumpai tanda peritonitis atau abses local. Hernia strangulata

merupakan keadaan gawat darurat. Oleh karena itu, perlu mendapat

pertolongan segera (Jong 2004).

23

I. Pengkajian Fokus

1. Pengkajian

Pengkajian pasien Post operatif (Doenges, 2000) adalah meliputi :

a. Sirkulasi

Gejala : riwayat masalah jantung, GJK, edema pulmonal, penyakit

vascular perifer, atau stasis vascular (peningkatan risiko pembentukan

trombus).

b. Integritas ego

Gejala : perasaan cemas, takut, marah, apatis, faktor-faktor stress multiple

misalnya: financial, hubungan, gaya hidup.

Tanda : tidak dapat istirahat, peningkatan ketegangan/peka rangsang,

stimulasi simpatis.

c. Makanan / cairan

Gejala: insufisiensi pancreas/DM, (predisposisi untuk

hipoglikemia/ketoasidosis), malnutrisi (termasuk obesitas), membrane

mukosa yang kering (pembatasan pemasukkan / periode puasa pra

operasi).

d. Aktivitas atau istirahat

Tanda : mengangkat beban berat, duduk, mengemudi dalam waktu lama,

membutuhkan papan matras untuk tidur, penurunan rentang gerak, tidak

mampu melakukan aktivitas seperti biasa, atrofi otot, gangguan dalam

berjalan.

24

e. Neurosensori

Gejala : kesemutan, kekakuan, kelemahan tangan atau kaki, penurunan

reflek tendon dalam, nyeri tekan atau nyeri abdomen.

f. Pernapasan

Gejala : infeksi, kondisi yang kronis/batuk, merokok.

g. Keamanan

Gejala : alergi/sensitive terhadap obat, makanan, plester, dan larutan.

Tanda:munculnya proses infeksi yang melelahkan, demam.

h. Kenyamanan

Gejala : nyeri seperti ditusuk-tusuk, fleksi pada kaki, keterbatasan

mobilisasi.

2. Diagnosa Keperawatan

a. Nyeri berhubungan dengan luka insisi dan distensi abdominal, ditandai

dengan adanya rasa nyeri, perilaku yang sangat hati-hati, melindungi

bagian tertentu, memusatkan diri, mempersempit fokus, perilaku

distraksi (tegang, mengerang, menangis, mondar-mandir, gelisah), raut

wajah kesakitan (mata kuyu, terlihat lelah, gerakan kaku, meringis),

perubahan tonus otot, respons autonom (diaforesis), perubahan tekanan

darah dan nadi, dilatasi pupil, penurunan atau peningkatan frekuensi

nafas.

b. Resiko infeksi berhubungan dengan inkontinuitas jaringan sekunder

terhadap tindakan invasive (insisi bedah).

25

c. Perubahan pola eliminasi konstipasi berhubungan dengan penurunan

peristaltic usus sekunder terhadap efek anesthesi yang ditandai dengan

feses keras, berbentuk, defekasi terjadi kurang dari 3 kali seminggu,

bising usus menurun, melaporkan adanya perasaan penuh pada rectum.

d. Imobilitas fisik berhubungan dengan keterbatasan gerak

(Carpenito,2000).

J. PathwaysFaktor kongenital

(kegagalan penutupan

prosesus vaginalis

pada waktu kehamilan)

Faktor didapat (batuk kronis,

mengejan saat miksi, mengejan

saat defekasi, pekerjaan

mengangkat benda berat)

J. PATHWAY

26

27

K. Fokus Intervensi dan Rasional

1. Nyeri berhubungan dengan luka insisi

a. Tujuan

Klien melaporkan nyeri berkurang dengan kriteria menunjukkan

perilaku/ketrampilan relaksasi dan aktivitas terapeutik, tampak rileks,

tidur dan istirahat dengan tepat.

b. Intervensi

1) Observasi nyeri, perhatikan lokasi, intensitas (skala 1-10).

Rasional:pengkajian nyeri mendasari bagi perencanaan intervensi

keperawatan.

2) Latih klien menggunakan metode distraksi.

Rasional: Latihan pernafasan dan tehnik relaksasi menurunkan

konsumsi O2, frekuensi nafas, frekuensi jantung, ketegangan otot

yang menghentikan siklus nyeri.

3) Ubah posisi yang nyaman, misalnya posisi semifowler dengan

bagian lutut ditopang dengan bantal.

Rasional: posisi yang tepat dapat mengurangi stres pada area insisi.

4) Pantau tanda vital tiap 4 jam.

Rasional: Untuk mengetahui perubahan KU pasien.

5) Berikan tindakan kenyamanan (sentuhan terapeutik, pengubahan

posisi, pijatan punggung).

28

Rasional: Rangsang kutan mengaftifkan serabut besar yang

bereaksi terhadap nyeri yang mengatur pesan nyeri yang dibawa

oleh serabut kecil.

6) Kolaborasi pemberian analgetic sesuai indikasi.

Rasional: Obat-obat anti inflamasi non steroid dianjurkan untuk

nyeri pasca operasi ringan sampai sedang.

2. Resiko infeksi berhubungan dengan inkontiunitas jaringan sekunder

terhadap tindakan invasive/ insisi pembedahan.

a. Tujuan

Klien terbebas dari infeksi selama proses penyembuhan dengan kriteria

tidak ada tanda infeksi.

b. Intervensi

1) Observasi adanya tanda-tanda infeksi.

Rasional: sebagai respon jaringan terhadap infiltrasi pathogen

dengan peningkatan darah dan aliran limfe, penurunan epitelisasi,

peningkatan suhu tubuh oleh rangsangan hipotalamus.

2) Pantau tanda vital, perhatikan demam ringan menggigil, nadi dan

pernafasan cepat, gelisah, peka, disorientasi.

Rasional: untuk mengetahui perubahan KU pasien.

3) Ganti balutan secara sering dengan tehnik steril.

Rasional: dapat mencegah masuknya mikroorganisme ke dalam

luka dan mengurangi resiko transmisi infeksi pada orang lain.

29

4) Sarankan klien untuk tidak menyentuh area luka operasi.

Rasional: tanpa cuci tangan dan sarung tangan menambah resiko

infeksi pada luka.

5) Anjurkan klien untuk makan TKTP

Rasional: untuk memperbaiki jaringan tubuh harus meningkatkan

masukan protein dan karbohidrat serta hidrasi adekuat untuk

transport vaskuler dari oksigen dan zat sampah.

6) Kolaborasi pemberian antibiotik.

Rasional: sebagai penghambat pertumbuhan dan pembunuh

mikroorganisme pada luka, sehingga luka bersih dan terbebas dari

infeksi.

3. Konstipasi berhubungan dengan penurunan peristaltik usus sekunder

terhadap efek anesthesia.

a. Tujuan

Klien mempunyai pola eliminasi fekal yang normal dengan kriteria

mampu buang air besar dan bising usus normal.

b. Intervensi

1) Observasi adanya distensi, nyeri, dan pembatasan pasien dalam

melakukan mobilisasi.

2) Sarankan klien untuk melakukan mobilisasi secara dini.

Rasional: gerak fisik miring kanan/kiri merangsang eliminasi usus

dengan memperbaiki tonus otot abdomen dan merangsang nafsu

makan dan peristaltic usus.

30

3) Sarankan untuk makan makanan tinggi serat segera setelah

peristaltic aktif kembali.

Rasional: diit seimbang tinggi serat merangsang peristaltic.

4) Sarankan klien minum banyak sesuai anjuran dokter.

Rasional: minum yang cukup perlu untuk mempertahankan pola

BAB dan meningkatkan konsistensi feses.

4. Imobilitas fisik berhubungan dengan keterbatasan gerak

a. Tujuan

Pasien dapat beraktivitas dengan nyaman dengan kriteria hasil

menunjukkan mobilitas yang aman, meningkatkan kekuatan dan

fungsi bagian tubuh yang sakit.

b. Intervensi

1) Berikan aktivitas yang disesuaikan dengan pasien.

Rasional: Imobilitas yang dipaksakan dapat memperberat

keadaan.

2) Anjurkan pasien untuk beraktivitas sehari-hari dalam keterbatasan

pasien.

Rasional: Partisipasi pasien akan meningkatkan kemandirian

pasien.

3) Anjurkan keluarga dalam melakukan meningkatkan kemandirian

pasien.

31

Rasional: Keterbatasan aktivitas bergantung pada kondisi yang

khusus tetapi biasanya berkembang dengan lambat sesuai

toleransi.

4) Kolaborasi dalam pemberian obat

Rasional: Obat dapat meningkatkan rasa nyaman dan kerjasama

pasien selama melakukan aktivitas.(Doengoes, 2000).