BAB II KERANGKA TEORI TENTANG MEMORI KOLEKTIF DAN ... II.pdfmengembangkan artikulasinya pada teori...

22
15 BAB II KERANGKA TEORI TENTANG MEMORI KOLEKTIF DAN INTEGRASI SOSIAL Sallombengang merupakan kebudayaan masyarakat Seko Embonatana tradisional yang diyakini sebagai falsafah hidup menyatukan seluruh perbedaan dalam masyarakat, sebab di dalamnya terdapat nilai kemanusiaan, keadilan, kejujuran dan perdamaian sebagai sumber norma dalam berperilaku, tetapi Sallombengang tidak lagi dilakukan dalam praksis kehidupan berbudaya di Seko Embonatana saat ini, dikarenakan berbagaimacam faktor, baik internal maupun eksternal. Dampaknya ialah melunturnya kohesi sosial yang berpotensi melahirkan beragam konflik, karena itu penulis hendak meneliti dan mengkaji ingatan masa lalu masyarakat Seko Embonatana terhadap Sallombengang yang merupakan salah satu dari beragam kebudayan yang teramnesiakan saat ini. Pada bab ini penulis mencantumkan memori kolektif menurut definisi ahli yang dipertegas oleh Green teori Maurice Halbwach, La Memoire Collective, bahasa Prancis yang diterjemahkan oleh Lewis A. Coser kedalam bahasa Inggris On Collective Memory. Alasan penulis memilih teori Halbwachs yakni sebagai acuan mengkajimemori kolektif masyarakat Seko Embonatana terhadap kebudayaan Sallombengang. Selanjutnya penulis menguraikan integrasi sosial menurut perspektif ahli dalam korelasinya dengan memori kolektif masyarakat Seko terhadap Sallombengang sebagai instrumen integrasi sosial saat ini.

Transcript of BAB II KERANGKA TEORI TENTANG MEMORI KOLEKTIF DAN ... II.pdfmengembangkan artikulasinya pada teori...

15

BAB II

KERANGKA TEORI TENTANG MEMORI KOLEKTIF DAN

INTEGRASI SOSIAL

Sallombengang merupakan kebudayaan masyarakat Seko Embonatana

tradisional yang diyakini sebagai falsafah hidup menyatukan seluruh perbedaan

dalam masyarakat, sebab di dalamnya terdapat nilai kemanusiaan, keadilan,

kejujuran dan perdamaian sebagai sumber norma dalam berperilaku, tetapi

Sallombengang tidak lagi dilakukan dalam praksis kehidupan berbudaya di Seko

Embonatana saat ini, dikarenakan berbagaimacam faktor, baik internal maupun

eksternal. Dampaknya ialah melunturnya kohesi sosial yang berpotensi

melahirkan beragam konflik, karena itu penulis hendak meneliti dan mengkaji

ingatan masa lalu masyarakat Seko Embonatana terhadap Sallombengang yang

merupakan salah satu dari beragam kebudayan yang teramnesiakan saat ini.

Pada bab ini penulis mencantumkan memori kolektif menurut definisi ahli

yang dipertegas oleh Green teori Maurice Halbwach, La Memoire Collective,

bahasa Prancis yang diterjemahkan oleh Lewis A. Coser kedalam bahasa Inggris

On Collective Memory. Alasan penulis memilih teori Halbwachs yakni sebagai

acuan mengkajimemori kolektif masyarakat Seko Embonatana terhadap

kebudayaan Sallombengang. Selanjutnya penulis menguraikan integrasi sosial

menurut perspektif ahli dalam korelasinya dengan memori kolektif masyarakat

Seko terhadap Sallombengang sebagai instrumen integrasi sosial saat ini.

16

2.1.Pengertian Memori Kolektif

Memori kolektif terdiri dari dua kata, yakni memori dan kolektif. Menurut

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) memori adalah kesadaran akan

pengalaman masa lampau yang hidup kembali. Memori tersebut berupa

ingatan, catatan yang berisi penjelasan, peringatan dan keterangan.1 Sedangkan

kolektif diartikan secara bersama atau secara gabungan.2 Jadi memori kolektif,

merupakan gabungan ingatan atau kesadaran sekelompok masyarakat di masa

lampau yang hidup kembali padamasa kini untuk dimaknai sekaligus menjadi

cerminan kehidupan bersama.

Memori kolektif tersebut oleh Budiawan tertransfer menjadi ingatan

individu atas pengalaman masa laluyang hidup dalam masyarakat secara

berkelanjutan, melaluipenuturan ulang atas pengalaman yang dihadirkan kembali

pada masa kini lewat cerita dan gambar atau foto yang merepresentasikan

kehidupan masa lalu tersebut.3 Narasi masa lalu yang diwariskanitu kemudian

dijadikan ideologi masyarakat dalam berinteraksidan asas berpendapat terhadap

kejadian yang memberikan arah dan tujuan berperilaku secara kolektif untuk

kelangsungan hidup bersama yang selalu ditandingi alternatif wacana.4

Sementara Paul Connerton, mendefinisikan memori kolektif sebagai ingatan

bersama di dalam suatu kelompok masyarakat yang dibangun dari sebuah

pengalaman masa lalu yang terorganisir berdasarkan ingatan. Sehingga sebuah

1Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Eletronik, diakses 13, April, 2017.

2Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Eletronik, diakses 13, April, 2017.

3Budiawan, Sejarah dan Memori (Jogyakarta: Ombak, 2013), 149-153.

4Michael Billig, Collective Memory, Ideology and the British Royal Family (London:

Sage Publishing, 1990), 60.

17

ingatan dijadikan dasar kehidupan berperilaku, dan dioperasikan dengan cara

eksplisit dan implisit diberbagai tingkatan yang berbeda dari pengalaman.5Bagi

Connerton, segala pengetahuan yang dimiliki oleh manusia tidak lepas dari masa

lalu sebagai bangunan ingatan yang dimaknai di masa kini sebagai sejarah yang

akarnya dari memori sosial suatu masyarakat, ketika sejarah direkontruksi dan

dibuat dalam sebuah dokumen, hal tersebut hendak menunjukan bagian

membangun sebuah ingatan bersama dalam kelompok.6

Sedangkan Emile Durkheim dalam memahami konsep ingatan,

menempatkan dimensi kolektif dalam suatu masyarakat yang disebutnya sebagai

fakta sosial. Bagi Durkheim,makna simbolik dalam suatu masyarakat lahirmelalui

interaksi antara individu yang hadir dengan simbol-simbolyang berbeda-

berbedakemudian masing-masing individu tersebut menggunakannya dalam

proses berinteraksi dengan individu lain sehinggamenciptakankolektivitas. Hal

tersebut mengeksternalisasi individu secara utuh pada dirinyadan meleburkan diri

dalam komunitas dengan simbol kolektif. Simbol itu kemudian diwariskan ke

generasi masyarakat berikutnya melalui ingatanbersama dalam skala waktu

tertentu, sehingga membentuk struktur ingatan kolektif.7

Kemudian Bergson mengartikan ingatan sebagai proses dialektis antara

tubuh manusia dan peristiwa yang dialaminya. Lebih dalam ia mempertegas

bahwa, ingatan merupakan hubungan antara pikiran dan materi. Keduanya

5 Paul Connerton, How Societies Remember (London: Cambridge University Press,

1989), 6. 6 Connerton, Societies Remember, 10.

7Fowler Bridget, The Obituary as Collective Memory (London: Routledge, 2007), 31.

18

bersifatreduktif atas ingatan manusia. Sehingga bentuk pengetahuan manusia lahir

dari persepsinya atas dunia. Persepsi tersebut, menurut Bergson disaring oleh

pikiran manusia yang memiliki sejarah dan kerumitannya sendiri.8

Berbeda dengan Barry Gordon dan Lisa Berger dalam mendefinisikan

memori dari perspektif psikologis yang dibedakan dalam dua bentuk memori.

Pertama memori biasa yang fungsinya ialah mengingat waktu, tanggal, tempat,

orang, peristiwa dan fakta. Kedua memori inteligen yakni memori yang mencakup

segala sesuatu yang kita ketahui, melaju dengan cepat, menerjemahkan tanda-

tanda yang terdapat disuatu halaman ingatan. Jadi memori biasa merupakan

tempat menyimpan fakta-fakta spesifik sedangkan memori intelegen tempat

menyimpan koleksi makna.9 Memori tersebut oleh Raberta Klatzkymerupakan

proses alami yang dirasakan manusia, dengan tiga tahapan, (1). Pengkodean atau

pendaftaran (encoding) adalah proses dimana otak menerima, memproses dan

mengembangkan informasi.(2). Penyimpanan (storage) yaitu proses menyimpan

informasi yang sudah ada pada tahapan pertama.(3). Pengambilan kembali

(retrieval) informasi yang telah disimpan ketika dibutuhkan.10

Dengan demikian memori kolektif adalah gabungan ingatan masyarakat

yang di dalamnya terdapat fakta-fakta masa lampau yang hidup pada masa kini,

melalui penuturan cerita, gambar atau foto, untuk dimaknai sekaligus memaknai

8Bridget, Collective Memory, 38-39.

9 Barry Gordon, dan Lisa Berger, Memori Intelegen Rahasia Mengingat Memori Anda,

(Jakarta: Esensi Erlangga Group, 2006), 3. 10

Raberta Klatzky, Human Memory, (United states Of America: W. H Freeman and

Company, 1975), 56.

19

kehidupan bersama. Hal ini akan menciptakan kolektivitas, struktur ingatan sosial

dan ideologi suatu masyarakat.

2.2.Memori Kolektif dalam Perspektif Maurice Halbwachs

Maurice Halbwachs lahir di Reims pada tanggal 11 Maret 1877 dan

meninggal di Kamp Buchenwald pada bulan Februari 1945. Ia adalah

seorang filsuf dan sosiolog Perancis yang pernah menjadi guru besar di Caen pada

tahun 1918 kemudian di Strasbourg pada tahun 1919 dan di Paris tahun 1935.

Halbwachs adalah murid Henri Bergson danEmile Durkheim, yang

mengembangkan artikulasinya pada teori tentang memori kolektif mengacu pada

ingatan-ingatan orang Kristen mula-mula dalam pandangan orang

orang Palestina.11

Halbwach adalah salah satu sosiolog Prancis pertama yang

menganggap pentingnya ilmuwan asing seperti Weber, Pareto, Veblen, dan

Schumpeter. Ia mencurahkan esai ilmiah yang panjang sehingga membantu

koleganya di Prancis untuk mengatasi persoalan paroki terhadap produk

intelektual mereka.12

Ayahnya, seorang guru bahasa Jerman, meninggalkan

Alsace setelah dianeksasi oleh Jerman sebagai akibat dari perang Franco-Prusia

pada tahun 1871. Halbwachs dibawa ke lingkungan filsafat liberal dan dibesarkan

di sana.13

11

Hasan Shadily, Ensklopedia Bahasa Indonesia Edisi 2(Jakarta: Ichtiar Baru-van Hoeve,

2013), 1210 12

Halbwachs, La Memoire Collective(Paris: Alban Michael, 1997), diterjemahkan oleh

Lewis A. Closer, dalam bahasa Inggris On Collective Memory (London: The University of

Chicago Press, 1992), 1. 13

Halbwachs, Memoire Collective, terj. Coser, Collective Memory, 3.

20

Konteks Sosial Halbwachs ketika ia mengkonsentrasikan teori memori

kolektif dari perspektif sosiologis keluar dari wacana tentang memori bio-

psikology yang cenderung bersifat individual, mekanis dan material dalam

bingkai logika kausatif stimulus respons adalah transformasi masyarakat sebagai

dampak Revolusi Industri di Eropa Barat pada abad XIX. Industrialisasi

mendorong hampir segalanya bergerak lebih cepat dari zaman-zaman sebelumnya.

Dalam situasi seperti itulah memori dalam kaitannya dengan konstruksi identitas

kolektif menjadi fokus wacananya.14

Maurice Halbwachs, mendefinisikan memori kolektif adalah konstruksi

sosial yaitu suatu ingatan berproses yang pertama-tama berada dalam konteks

sosial tertentu, diekspresikan dalam simbol-simbol sosial sehingga dapat

dimengerti bukan saja oleh orang lain tetapi juga oleh diri sendiri sebagai

makhluk sosial. Konstruksi sosial tersebut dibentuk oleh keprihatinan dan

kebutuhan masa kini. Memori kolektif tidak dapat berfungsi sebagai dorongan

yang berbeda untuk periode sejarah yang berlaku jika masa lalu dipandang sama

sekali asing.15

Sedangkan ingatan individu bersifat fragmentaris sedemikian

sehingga proses mengingat adalah tindakan sosial di mana suatu ingatan barulah

utuh jika diungkit melalui relasi dengan individu yang lain dalam sebuah konteks.

Memori kolektif sebagai konstruksi sosial merupakan gagasan yang sangat

penting sebab membuka ruang bagi dampak-dampak sosial masa lalu terhadap

masyarakat masa kini. Jadi kekuatan gagasan Halbwachs, terletak pada

keyakinannya bahwa memori kolektif lahir karena kebutuhan sosial saat ini

14

Halbwachs dalam Budiawan, Memori, viii. 15

Halbwachs, Memoire Collective, terj. Coser, Collective Memo, 25.

21

dengan mengambil masa lalu sebagai simbol yang diolah demi kepentingan masa

kini.16

Latar beIakang masa lalu diungkapkan dengan menggunakan bahasa dan

simbol yang diciptaan masyarakat dalam konteks sosialnya seperti tempat dan

teman bergaul yang memungkinkan tindakan mengingat tersebut yang memiliki

kemandiriannya sendiri. Inilah yang disebut sebagai memori kolektif. Dalam arti

ini tindakan mengingat tidak semata dilakukan secara pribadi, tetapi secara

kolektif, yakni ingatan sebuah kelompok, sebuah masyarakat atau sebuah bangsa.

memori kolektif semacam ini menjadi dasar bagi identitas kolektif masyarakat

termasuk bagaimana masyarakat itu memandang dirinya sendiri.17

Konteks memori kolektif dalam kaitannya dengan konstruksi identitas

sosial kolektif, sebagaimana dijabarkan oleh Halbwachs, maka Budiawan

menjelaskan hubungan mutualistik antara memori dan identitas dimana keduanya

saling membentuk. Maksudnya apa yang diingat dan dilupakan oleh suatu entitas

kolektif dibentuk sekaligus turut membentuk, sebagaimana entitas kolektif itu

mendefinisikan sanseof collective self mereka. Lebih lanjut Budiawan

menjelaskan pemikiran Halbwachs bahwa hubungan antara memori individu dan

memori kolektif yang disebut terdahulu tidak lepas dari yang terkemudian dan

yang disebut kemudian mewujud dalam yang disebut terdahulu. Artinya tidak ada

memori individu yang bisa diisolasikan di dalam dirinya sendirimelainkan

memori setiap individu senantiasa menyatu pada memori dalam relasinya dengan

banyak entitas kolektif yang melingkupinya. Sebaliknya karena yang disebut

16

Halbwachs, Memoire Collective, terj. Coser, Collective Memory, 42. 17

Maurice Halbwachs dalam Reza A.A Wattimena, Indonesia, Nasional dan Ingatan

Kolektif (Surabaya: Filsafat Universitas Katolik Widya Mandala, 2010)

22

masyarakat itu abstrak maka memori sosial atau memori kolektif diwujudkan

dalam memori setiap individu. Namun karena di dalam masyarakat terdapat

beragamentitas kolektif maka individu sebagai bagian dari entitas kolektif yang

besar memiliki memori yang jelas tidak sama persis dengan individu-individu

lainnya.18

Dalam kaitannya dengan memori kolektif Halbwachs menjelaskan

perwujudan ingatan sosial tersebut melalui mimpi atau impian dan memori

gambar, bahasa dan memori, rekonstruksi masa lalu, pelokalan kenangan, memori

keluarga bersama dan memori kolektif beragama.

2.2.1. Mimpi dan Gambar dalam Memori Kolektif

Dalam menjelaskan mimpi atau impian dan gambar

Halbwachsmenjelaskan bahwa;19

Mimpi atau impian kita terdiri dari fragmen

memori yang telah tercampur dengan orang lain sehingga memungkinkan kita

untuk bisa mengenal mereka. Didalam mimpi, kita tidak menemukan sensasi yang

benar seperti yang kita alami ketika tidak tertidur. Sensasi semacam itu menuntut

perhatian reflektif tingkat tertentu yang selaras dengan tatanan hubungan alami

yang kita rasakan dengan orang lain dalam konteks sosial. Demikian juga, jika

rangkaian gambar dalam mimpi kita mengandung kenangan hal tersebut

mengingatkan seseorang berdasarkan perasaan dalam relasi dengan masyarakat

yang membentuk integritas pada sebuah ingatan sosial.

18

Halbwachs dalam Budiawan, Memori, ix-x. 19

Halbwach, Memoire Collective, terj. Coser, Collective Memory, 41-43.

23

Lebih dalam Halbwachs menjelaskan bahwa mimpi dan gambar tidak

seluruhnya hal pribadi melainkan ingatan sosial karena ia selalu mengungkapkan

simbol yang diciptakan secara sosial oleh masyarakat. Masa lalu bercerita dalam

mimpi dan gambar,ingatan disebarkan melalui simbol. Untuk ini Halbwachs

menggunakan konsep landmark yang sebenarnya merupakan bagian dari simbol.

Tidak hanya itu ia juga berpendapat bahwa simbollah yang membentuk identitas

orang sebagai bagian dari suatu kelompok tertentu. Simbol tersebut bisa beragam,

untuk itu ia mengadakan suatu penelitian tentang mimpi. Tujuannya adalah untuk

mengetahui, apakah mimpi sungguh mampu menggambarkan masa lalu orang

yang mengalaminya secara tepat. Lalu ia sampai pada kesimpulan, bahwa mimpi

merupakan campuran antara masa lalu dan masa kini. Dalam mimpi terdapat

ingatan namun bukan sejarah yang faktual yang membuat mimpi bermakna adalah

konteks sosial yang melatarbelakangi mimpi.

Kenyataan ini adalah bentuk pengungkapan masa lalu saat kita bermimpi

dan jika impian itu membangkitkan citra yang memiliki tampilan kenangan pada

gambar diperkenalkan dalam keadaan terfragmentasi. Halbwachs menjelaskan

bahwa mimpi bukanlah suatu potret jernih tentang masa lalu, bukan pula yang

murni personal-individual, sebaliknya mimpi merupakan fragmen dari masa lalu

dan selalu memberi tempat bagi dunia sosial pada suatu konteks mimpi tersebut.

Sehingga mimpi merupakan ingatan dan representasi kolektifyang nantinya

digunakan oleh individu untuk membentuk ingatannya sendiri tentang masa lalu.

Dalam mimpi dan gambar Halbwachs memberikan contoh kenangan

masa kanak-kanak yang terlupakan tetapi saat bangun muncul dalam konteks

24

sosial. Kenyataan ini adalah representasi yang pasti dibentuk oleh anak untuk

menimbulkan kenangan sejati. Selanjutnya, dalam semua mimpi yang

dibayangkan merupakan kepribadian yang terbentuk dari masa lalu, kemudian

secara aktif hadir kembali dalam mimpi. Mimpi hanya didasarkan pada diri

sendiri sedangkan ingatan kita bergantung pada orang-orang dari memori

masyarakat.

2.2.2. Bahasa dalam Memori Kolektif

Dalam kerangka teoritisHalbwachs memori kolektif adalah sebuah ingatan

sosial yang isi dan kegunaanya dijelaskan melalui interaksi dengan orang lain

dalam bentuk bahasa. Menurutnyatidak ada ingatan yang mungkin ada di luar

kerangka kerja sosial yang dialami oleh seorang individu dalam suatu masyarakat

untuk menentukan ingatannya.Ingatan terbentuk melalui dialog dalam kelompok

sosial, seperti halnya sebuah ingatan yang terbesar atau bagian kenangan yang

terkuat akan menjadi ingatan yang resmi di dalam kelompok masyarakat tersebut.

Dalam konteks ingatan kolektif, setiap orang bisa memiliki ingatan yang berbeda

tentang apa yang sungguh terjadi di masa lalu. Cerita atau narasi itu meresap ke

dalam kultur suatu masyarakat, dan secara tidak sadar telah menjadi bahasa

bersama dari masyarakat tersebut untuk menggambarkan dan menjelaskan masa

lalu mereka.20

Di sisi lain sebagaimana dicatat oleh Fowler bahwa Halbwachs juga

menyatakan selain ingatan individual berpijak pada konteks kolektivitas yang

20

Halbwachs, Memoire Collective, terj. Coser, Collective Memory, 43-45

25

lebih luas, ingatan kolektif juga memperdalam dan memperjelas ingatan

individual itu sendiri. Contohnya ketika kita berbahasa, seseorang tidak dapat

berpikir tentang sebuah peristiwa pada masa lalunya tanpa berwacana tentangnya.

Untuk berwacana tentang sesuatu berarti juga terhubung dengan sistem ide-ide

yang tunggal dari berbagai pendapat kita dan dari lingkaran itu. Kerangka

memorikolektif mengurung dan mengikat kita atas ingatan kita satu sama lain

yang paling intim ketika kita berpikir makatentu kita menggunakan bahasa.21

Jadi ketika kita mengaitkan diri kita dengan satu sistem tertentu yang telah

berkembang lama, jauh sebelum kita dilahirkan, yakni sistem bahasa itu sendiri.

Dalam sistem bahasa, ada beragam simbol yang telah diciptakan oleh generasi

sebelum kita kemudian diwariskan ke generasi berikutnya sampai ke tangan kita.

Proses mencipta dan mewariskan tersebut membutuhkan suatu medium, dan

medium itu adalah ingatan sosial yakni proses mengingat yang dilakukan oleh

suatu masyarakat untuk menjaga dan mengembangkan identitas sosial masyarakat

tersebut. Dalam arti ini ketika kita berpikir kita sudah melakukannya dalam

konteks ingatan sosial suatu komunitas tertentu. Bahkan pikiran-pikiran kita yang

paling intim dan pribadi pun mengandaikan adanya suatu sistem sosial tertentu

yang menjadi latar belakangnya. Inilah sebabnya mengapa Halbwachs terus

menegaskan bahwa proses mengingat pada hakekatnya sudah selalu merupakan

proses sosial.22

21

Halbwachs dalam Bridget, Collective Memory, 44. 22

Maurice Halbwachs, La Memoire Colletive (Paris:Alban Michael,1997) dalam Reza, A.

A Wattimena, Ingatan Sosial, Trauma dan Maaf, (Jakarta: Atma Jaya, 2008), 13.

26

2.2.3. Rekonstruksi Masa Lalu Memori Kolektif

Rekonstruksi masalalu merupakan pelestarian kenangan dari setiap zaman

dalam hidup kita dan ini terus diproduksi oleh karena ada hubungan-hubungan

dengan orang lain yang melahirkan perasaan kolektif membentuk identias

sekelompok masyarakat. Masyarakat dari waktu ke waktu wajib untuk

mereproduksi peristiwa sebelumnya di masa lalu untuk memikirkan bagaimana

peristiwa masa lalu itu dijadikan dasar bagi peristiwa masa kini dan sebagai

pijakan harapan bagi masa depan yang lebih baik. Bagi Halbwachs proses

mengingat seperti ini bukanlah potret tepat tentang masa lalu melainkan proses

rekonstruksi yang melibatkan keinginan untuk mencari dan memberikan makna

pada masa sekarang, membangun harapan untuk masa depan, kontekstualisasi,

dan juga terjadi dalam proses-proses sosial yang selalu ada di dalam kehidupan

manusia.

Rekonstruksi masa lalu melengkapi kenangan samar-samar untuk

menghidupkan kembali ingatan masa lalu yang dipelihara demi tercapainya

sebuah impian. Kenangan tersebut tersimpan sebagai kenangan setiap zaman

dalam hidup kita dan ini terus-menerus diproduksi ulang, melalui hubungan yang

berkesenambungan diabadikan sebagai identitas. Kenangan ini berturut-turut

terlibat dalam sistem pemikiran yang sangat berbeda pada periode kehidupan.

Perbedaan itu merupakan ketidaksesuaian dalam banyak hal antara

kendala kemarin dan hari ini. Dari dalamnya kita bisa membayangkan masa lalu

yang tidak sempurna dan membangkitkan tempat dan waktu yang berbeda dengan

27

tempat kita menemukan diri kita karena kita menempatkan keduanya dalam

kerangka kerja yang mencakup semuanya. Seseorang membentuk ikatan satu

sama lain dan menciptakan ikatan persahabatan dan solidaritas. Hal ini

menciptakan banyak penderitaan, ketakutan, permusuhan, dan kebencian. Namun

persaingan yang kita alami saat ini menggantikannya pada masalalu dan kita

menyadari hal lain tidak kompatibel.23

2.2.4. Pelokalan Kenangan Memori Kolektif

Melokalisasi kenangan masa lalu menempatkan ingatan dalam totalitas

memori secara umum untuk kelompok lain yang lebih kecil, seperti keluarga.

Kelompok keluarga biasanya mengkonstruksi semua kenangannya kemudian

menyusun dalam logikanya sendiri. Untuk menjelaskan lokalisasi memori bahwa

seorang adalah anggota dari banyak kelompok yang berbeda pada saat yang sama

sehingga memori dari fakta yang sama dapat ditempatkan dalam banyak kerangka

hasil dari kenangan kolektif yang berbeda. Memori bisa terkait dalam pikiran

individu dalam berbagai cara yang kemudian diklasifikasikan dalam beberapa

kelompok. Setiap orang memiliki kapasitas memori tetapi memori individu tetap

bagian dari aspek memori kelompok karena setiap fakta tampaknya menyangkut

pada orang tertentu secara eksklusif.

Persis proses yang sama terjadi saat kita mencoba melokalisasi kenangan

yang lebih tua. Kita harus menempatkannya dalam totalitas kenangan yang sama

bagi kelompok lain, kelompok yang lebih sempit misalnya keluarga kita. Untuk

23

Halbwachs, Memoire Collective, terj. Coser, Collective Memory, 47-51.

28

mengingatkan totalitas ini, cukup dengan mengadopsi sikap yang sama pada

anggota kelompok ini, sehingga kita memperhatikan kenangan yang selalu ada di

masa depan jalan pemikiran kita. Berdasarkan ingatan semacam itu, kelompok

keluarga terbiasa untuk mengambil atau merekonstruksi semua ingatannya yang

lain mengikuti logika tersendiri. Berbagai alasan menjelaskan lokalisasi ingatan

adalah sama seperti seorang anggota dari banyak kelompok yang berbeda pada

saat bersamaan, maka ingatan akan fakta yang sama dapat ditempatkan dalam

banyak kerangka kerja yang dihasilkan dari kenangan kolektif yang berbeda.

Pada kenyataannya kenangan terjadi dalam bentuk sistem, karena mereka

terlibat dalam pikiran yang mendoronguntuk beberapa kenangan yang

memungkinkan rekonstruksi terhadap orang lain tetapi berbagai mode ini

kenangan menjadi hasil yang terkait dengan berbagai cara di mana seorang dapat

dikaitkan dengannya. Kita dapat memahami setiap ingatan seperti yang terjadi

dalam pemikiran individu hanya jika kita menemukan masing-masing dalam

pemikiran kelompok yang bersangkutan. Kita tidak bisa memahami kekuatan

relatif dengan cara menggabungkan pemikiran individu yang menghubungkan

individu ke berbagai kelompok secara bersamaan menjadi anggotanya.24

2.2.5. Keluarga dalam Memori Kolektif

Memori keluarga merupakan kenangan yangberkembang seperti di

banyak tempat yang berbeda dalam kesadaran berbagai anggota kelompok

domestik. Bahkan ketika mereka tinggal di dekat satu sama lain terlebih lagi

24

Halbwachs, Memoire Collective, terj. Coser, Collective Memory, 54-58.

29

ketika kehidupan membuat mereka tetap jauh. Setiap anggota keluarga mengingat

dengan caranya sendiri sebagai masa lalu keluarga yang umum. Pertukaran dan

kesan konstan antar anggota keluarga akan memperkuat ikatan yang kadang-

kadang mereka anggap sangat kuat saat mereka mencoba memecahkannya.

Akibatnya, anggota keluarga akan menyadari bahwa pemikiran orang lain telah

mengembangkan konsekuensi yang dapat diikuti dan perancangannya dapat

dipahami hanya dengan syarat seseorang membawa semua pemikiran ini lebih

dekat dan bagaimana menggabungkannya kembali.

Bagi Halbwachs produsen utama dari ingatan kolektif adalah keluarga,

kelas sosial ekonomi dalam masyarakat, dan komunitas religius. Dalam arti ini

keluarga bukanlah sekedar kumpulan orang yang memiliki ikatan darah atau yang

banyak kita kenal sebagai keluarga inti. Konsep keluarga adalah fakta, ingatan,

dan harapan tentang bentuk keluarga yang ideal yang diwariskan dari masa ke

masa. Dengan kata lain keluarga sekaligus melibatkan tubuh fisik individual dan

idealitas konseptual yang diwariskan antara generasi. Menurutnya ingatan kolektif

yang membentuk identitas sosial kelas pekerja dibentuk oleh kondisi kelas pekerja

sendiri yang selama bertahun-tahun menderita kekurangan ekonomi. Akibatnya

mereka tidak bisa hidup dalam kondisi yang sejahtera. Ingatan ini menciptakan

rasa rendah diri di kalangan kelas pekerja. Mereka bekerja dalam ritme mekanis

layaknya robot dan kemanusiaan mereka pun terancam. Ciri traumatis dari ingatan

kolektif kelas pekerja ini membedakannya dengan kelas-kelas sosial lainnya di

dalam masyarakat, termasuk kelas sosial religius dan pemilik modal.

30

Ingatan kolektif suatu kelompok atau kelas sosial terbentuk sebagai

suatu aspirasi dari kelompok tersebut. Artinya ingatan bukanlah melulu potret dari

masa lalu, melainkan juga harapan akan masa depan sedangkan identitas

merupakan bentukan dari ingatan. Identitas juga mencakup pengalaman masa lalu,

peristiwa masa kini, dan aspirasi atas masa depan. Ketiganya tumpang tindih

dalam pembentukan ingatan kolektif suatu masyarakat dan secara langsung

membentuk identitas sosialnya. Ingatan kolektif juga membekas di dalam ruang

material suatu masyarakat. Ruang material itu adalah taman, jalan, bentuk rumah,

dan sebagainya yang dengan mudah dapat dilihat dengan mata telanjang. Ruang

material adalah representasi dari identitas suatu masyarakat dan mentalitas ingatan

kolektif yang mengental dalam kultur. Ketika identitas sosial terbentuk, ia

melepaskan diri dari berbagai manusia pembentuknya dan menjadi otonom. Maka

ketika individu-individu hidup dan meninggal, masyarakat tidak lenyap

bersamanya. Berbagai generasi datang dan pergi, namun desa, kota dan

masyarakat tetap ada.

2.2.6. Memori Kolektif Beragama

Halbwachs mengajukan hipotesis bahwa perubahan sosial muncul dari

upaya manusia dan masyarakat untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya.

Dengan memahami ingatan kolektif kita bisa memahami hakekat dari suatu

masyarakat, dan hukum yang mendasari gerak perubahan masyarakat. Dalam

kerangka ini Halbwachs meneliti ingatan kolektif orang kristen bahwa Injil,

sebagai Kitab Suci agama Kristen dijadikan fondasi dari imanmemuat ingatan

31

kolektif mereka.Hal ini dapat dilihat dalam desain interior berbagai gereja Kristen.

Lukisan tentang proses penyaliban Yesus menunjukkan dengan jelas proses

pengingatan yang menjadi dasar dari iman Kristiani. Bagi Halbwachs semua

simbol ini mewakili sebuah ingatan tentang masa lalu yang berharga. Ingatan

kolektif melambangkan kesatuan, baik kesatuan dalam ruang ataupun waktu yang

nantinya akan membentuk kesatuan identitas. Namun ingatan kolektif bukan

hanya gabungan dari ingatan-ingatan masa lalu tentang peristiwa yang sudah

terjadi tetapi juga hakekat dari kelompok tersebut yang di dalamnya juga tercakup

harapan akan masa depan mereka.

Bagi orang Kristen, Yerusalem adalah simbol material dari ingatan

kolektif mereka sebagai orang beragama. Yerusalem adalah tempat rekonstruksi

iman Kristiani yang kemudian menjadi dasar bagi Paskah, Natal, dan sebagainya.

Momen-momen suci bagi orang Kristiani ini tidak hanya terjebak pada waktu

fisik, misalnya di kalender tetapi merupakan simbol dari ingatan kolektif yang

menjadi esensi dari komunitas religius tersebut. Implikasinya adalah walaupun

generasi berakhir, orang meninggal, dan tempat berubah, namun ingatan kolektif

akan terus lestari dan ditafsirkan terus menerus untuk menanggapi jaman yang

berubah. Memori kolektif menyesuaikan diri dengan gambaran dari fakta-fakta

lama pada kepercayaan dan kebutuhan spiritual saat ini.

Halbwachs dengan tegas menyatakan bahwa memori kolektif bukanlah

cerminan peristiwa masa lampau yang akurat, melainkan sebuah representasi

kebutuhan masa kini dan harapan akan masa depan. Memorikolektif dapat dengan

mudah melepaskan ingatan akan suatu peristiwa, jika peristiwa tersebut dipandang

32

merugikan masa kini, dan membunuh harapan akan masa depan yang lebih baik

dan sebaliknya memori kolektif dapat dengan mudah menciptakan ingatan baru

terhadap suatu peristiwa, terutama jika peristiwa tersebut mampu memberikan

makna pada masa kini dan alasan untuk berharap pada masa depan yang lebih

baik.25

Berdasarkan pemikiran Halbwachs di atas maka penulis

menyimpulkanbahwa memori kolektif merupakan ingatanyang hidup dalam

masyarakat. Ingatan tersebut terbentuk padapengalaman masa lampau yang

dihadirkan kembali pada saat ini untuk dimaknai sekaligus memaknai kehidupan

bersama. Memori kolektifdijelaskan melalui interaksi dengan orang lain dalam

bentuk dialog,bahasa, cerita, atau narasi dan simbolyang merepresentasikan

kehidupan masa lalu. Pengalaman masa lalu tersebut dilestarikan melalui

memorikolektif keluarga, kelas sosial dan instansi kegamaan yang terus-menerus

dihayati oleh masyarakat, kemudian dijadikan asas berperilaku.

2.3. Integrasi Sosial

Pada pembahasan sebelumnya penulis telah menjelaskan memori

kolektifdengan tujuan sebagai instrumen integrasi sosial. Selanjutnya dalam

pembahasan ini penulis akan menguraikanintegrasi sosial berdasarkan beberapa

perspektif pemaknaan kata.Integrasi sosial merupakan kata yang mempunyai

makna dan peran penting dalam kehidupan manusia. Kata Integrasi berasal dari

bahasa inggris "integration" yang berarti kesempurnaan atau

25

Halbwach, Memoire Collective, terj. Coser, Collective Memory, 147-148.

33

keseluruhan.Integrasi sosial dimaknai sebagai proses penyesuaian di antara unsur-

unsur yang saling berbeda dalam kehidupan masyarakat sehingga menghasilkan

pola kehidupan masyarakat yang memilki keserasian fungsi.26

Dari kata integrasi

tersebut dikembangkan menjadi integrasi sosial yang didefinisikan sebagai proses

penyesuaiandiantara unsur-unsur yang saling berbeda dalam kehidupan sosial

sehinggamenghasilkan suatu pola kehidupan yang serasi secarafungsional bagi

kehidupan masyarakat.27

Penyesuaian tersebut melahirkan suatu perubahan yang

utuh dari perbedaan tingkahlaku kelompok masyarakat dengan yang

lainnyakemudian memiliki kaitansaling yangbersangkutan.28

Sehingga

integrasibermanfaat sebagaipengendalian konflik dan penyimpangan dalam suatu

sistem sosial.29

Di dalamnya terdapat pengaruh timbal-balik antara gejala-gejala

sosial, baik antaraindividu maupun individu dan kelompok yang saling

berhubungan.30

Menyatukannya dari serangkaian peristiwa atau sistem-sistem

yang berbeda dengan menghimpun hubungan secara terencana menjadi suatu

kesatuan perilaku yang serasi.31

Proses terjadinya integrasi sosial dalam suatu masyarakat menyebabkan

kelangsungan hidup individu atau kelompok terjamin, meskipun terdapat

perbedaan-perbedaan. Integrasi sosial merupakan suatu proses untuk

26

https://www.google.co.id/search?q=definisi+integrasi+sosial&oq=definisi+integrasi+so

sial&aqs=chrome..69i57j0l5.6138j0j7&sourceid=chrome&ie=UTF-8 diakses tanggal 14 Juni

2017. 27

Suprapto, Sosiologi dan Antropologi ( Bandung: CV Rajawali, 1987), 28. 28

Anton M. Moeliano et al, Kamus Besar Bahasa Indonesia(Jakarta: Balai Pustaka

1998),335. 29

Soerjono, Soekanto, Kamus sosiologi(Jakarta: CV Rajawali, 1985),244. 30

Anidal Hasjir et al, Kamus Istilah Sosiologi(Jakarta: Pusat Pembinaan dan

Pengembangan Bahasa Departeman Pendidikan dan Kebudayaan 1984),22. 31

Save M. Gadun, Kamus bersar ilmu Sosial (Jakarta: Lembaga Pengkajian Kebudayaan

Nusantara LPKN, 2015),405.

34

mempertahankan kelangsungan hidup kelompok yang tidak akan pernah selesai

dan berlangsung terus menerus. Hal ini dapat dicapai dengan beberapa

fase.Pertamaasimilasi yakni peleburan kebudayaan yang berbeda menjadi

kebudayaan tunggal sebagai milik bersama. Kedua akomodasi yaitu suatu proses

pencapaiaan kesepakatan yang dapat diterima oleh pihak yang tengah

bersengketa. Ketiga amalgamasi, yaitu proses perkawinan campur antar etnik

berbeda mengarah pada kerjasama baik antara individu maupun kelompok dalam

pememenuhan kebutuhan bersama.32

Sementara Bernard Raho, mengemukakan integrasi sosial sebagai

keutuhan keragaman yang berbeda-beda dalam suatu masyarakat diantaranya

adalah agama.33

Bagi Raho, stabilitas dan kesatuan didalam masyarakat

dimungkinkan oleh keberadaan dan keberfungsian setiap institusi sosial

diantaranya agama, pendidikan dan keluarga, yang mengadirkan dan

menampakkan kenyataan-kenyataan dalam masyarakat luas pada individu dan

memampukan mereka menerima secara pribadi berbagai definisi yang diberikan

olehmasyarakat terhadap realitas itu. Simbol-simbol keagamaan dapat

memperkuat rasa kesatuan dengan membiarkan anggotanya berpartisipasi secara

simbolis dengan kesatuan yang lebih luas.34

Dalam ulasannya mengenai integrasi sosial masyarakat Aborigin di

Australia Emile Durkheim, mendefinisikan agama sebagai kekuatan kolektif

32

Astrid S. Susanto, Pengantar Sosiologi dan Perubahan Sosial(Jakarta: Bina Cipta,

1983),32. 33

Agama tidak hanya didefinisikan sebagai wahyu yang terinstitusi, tetapi diartikan

sebagai sistem kepercayaan secara berfungsional diyakini merekatkan kehidupan masyarakat.

Lihat Bernard Raho, Agama dalam Perspektif Sosiologi (Jakarta: Obor, 2013), 10 34

Bernard Raho, Agama Perspektif Sosiologi, 101.

35

masyarakat yang bercikal bakal lahir dari upacara-upacara ritual. Upacara ritual

itu kemudian menciptakan integrasi sosial bagi kehidupan masyarakat. Bagi

Durkheim, ritual memperkuat dan memperbaharui berbagai sentimen keagamaan

masyarakat serta perasaan kebergantungan pada kekuatan moral dan spritual yang

bersifat eksternal yang sebetulnya tidak lain dari masyarakat itu sendiri. Upacara-

upacara menciptakan kegembiraan dan berusaha meyakinkan para anggotanya

akan pentingnya kelompok dan masyarakat melalui nasihat keagamaan. Jadi

sebuah ritus berfungsi mempertahankan solidaritas dan kohesi sosial.35

Sementara Retnowati, dalam penelitianAgama, Konflik dan Integrasi

Sosialdi komunitas Situbondo, mendefinisikan integrasi sosial sebagai kesadaran

untuk memelihara dan menjaga keseimbangan demi menciptakan hubungan sosial

yang harmonis. Lebih dalam lagi Retnowati mengemukakan bahwa integrasi

dalam suatu masyarakat dapat berlangsung dengan adanya modal sosial antara

lain: Pertama persamaan bahasa sebagai alat komunikasi warga masyarakat

sehari-hari dalam berinteraksi yang menciptakan hubungan yang saling

berdekatan. Kedua, ketergantungan secara fungsional dalam pekerjaan dan

ekonomi menciptakan hubungan saling membutuhkan dan menjadi alat perekat

sosial. Ketiga kegiatan sosial, gotong royong dan tolong menolong yang

menciptakan solidaritas yang terikat dalam hal keikutsertaan dan keperdulian

warga masyarakat yang didasari oleh perasaan persaudaraan sebagai sesama

masyarakat. Keempat kegiatan keagamaan yang terwujud melalui perayaan hari

besar agama yang dilakukan oleh kelompok agama tertentu dan didukung

35

Emile Durkheim, The Elementary Forms of the Religious Life(London: Allen and

Unwin, 1915), 193.

36

kelompok agama yang lain merupakan bentuk toleransi sosial yang berhasil

diwujudkan menciptakan toleransi antara umat beragama.36

Berdasarkan definis di atas, dapat disimpulkan bahwa integrasi sosial

adalah hubungan yang dikomunikasikan melalui interaksi baik individu maupun

kelompok masyarakat untuk mencapai keserasian fungsi dan kesatuan yang utuh.

Interaksi sosial dapat berlangsung dengan adanya kebutuhan bersama dibidang

ekonomi, politik, agama dan kebudayaan.

36

Retnowati, Agama, Konflik dan Integrasi Sosial (Refleksi Kehidupan beragama di

Indonesia: Belajar dari komunitas Situbondo membangun Integrasi Pasca Konflik) (Jurnal:

Fakultas Teologi UKSW), 10-14.