BAB II Kelompok 5 Fixx

48
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Dasar Lansia 2.1.1 Pengertian Lansia Pengertian lanjut usia (lansia) ialah manusia yang berumur di atas usia 60 tahun dan masih hidup. Kelompok lanjut usia adalah kelompok penduduk yang berusia 60 tahun ke atas (Hardywinoto dan Setiabudhi, 1999 dalam Wijayanti, 2008). Menurut WHO, batas usia untuk kategori lanjut usia berdasarkan tingkat usia yaitu: 1. Usia pertengahan “middleage” 45-59 tahun, 2. Lanjut usia (lansia)“elderly”60-74 tahun, 3. Lansia tua “old” 75-90tahun, 4. Dan usia sangat tua “veryold” diatas 90 tahun Menurut Saparinah (2003) lansia yang berusia lebih dari 60 tahun merupakan kelompok umur yang mencapai tahap pensiun, pada tahap ini akan mengalami berbagai penurunan daya tahan tubuh atau kesehatan dan berbagai tekanan psikologis. Dengan demikian akan timbul perubahan-perubahan dalam hidupnya. Menurut Nugroho (2008) lansia merupakan kelompok orang yang sedang mengalami suatu proses perubahan bertahap dalam jangka waktu beberapa decade, suatu proses menghilangnya kemampuan jaringan secara perlahan-lahan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita Menurut Hardywinoto (1999) periode kemunduran pada masa lanjut usia dapat dikategorikan menjadi 2 yaitu lanjut usia 1

description

lansia

Transcript of BAB II Kelompok 5 Fixx

Page 1: BAB II Kelompok 5 Fixx

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Lansia

2.1.1 Pengertian Lansia

Pengertian lanjut usia (lansia) ialah manusia yang berumur di atas usia 60

tahun dan masih hidup. Kelompok lanjut usia adalah kelompok penduduk yang berusia

60 tahun ke atas (Hardywinoto dan Setiabudhi, 1999 dalam Wijayanti, 2008). Menurut

WHO, batas usia untuk kategori lanjut usia berdasarkan tingkat usia yaitu:

1. Usia pertengahan “middleage” 45-59 tahun,

2. Lanjut usia (lansia)“elderly”60-74 tahun,

3. Lansia tua “old” 75-90tahun,

4. Dan usia sangat tua “veryold” diatas 90 tahun

Menurut Saparinah (2003) lansia yang berusia lebih dari 60 tahun merupakan

kelompok umur yang mencapai tahap pensiun, pada tahap ini akan mengalami

berbagai penurunan daya tahan tubuh atau kesehatan dan berbagai tekanan

psikologis. Dengan demikian akan timbul perubahan-perubahan dalam hidupnya.

Menurut Nugroho (2008) lansia merupakan kelompok orang yang sedang mengalami

suatu proses perubahan bertahap dalam jangka waktu beberapa decade, suatu proses

menghilangnya kemampuan jaringan secara perlahan-lahan untuk memperbaiki diri

atau mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan

terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita

Menurut Hardywinoto (1999) periode kemunduran pada masa lanjut usia dapat

dikategorikan menjadi 2 yaitu lanjut usia potensial dan lanjut usia tidak potensial.

Lanjut usia potensial adalah lanjut usia yang masih mampu memenuhi segala

kebutuhan hidup tanpa harus menggantungkan diri pada orang lain. Lanjut usia tidak

potensial adalah lanjut usia yang tidak berdaya mencari nafkah sehingga hidupnya

bergantung pada bantuan orang lain.

Depkes (2001) menyatakan batasan lansia dibagi menjadi 3 yaitu:

a. Kelompok pra senelis atau pra lansia

Kelompok pralansia adalah kelompok usia dalam fase persiapan masa lanjut usia

yang menampakkan keperkasaan fisik dan kematangan jiwa (45-59 tahun).

b. Kelompok usia lanjut

Kelompok usia lanjut adalah kelompok dalam masa senium (60 tahun keatas).

1

Page 2: BAB II Kelompok 5 Fixx

c. Kelompok usia lanjut dengan risiko tinggi

Kelompok usia lanjut dengan risiko tinggi adalah kelompok berusia lebih dari 70

tahun atau lebih atau seseorang dengan usia 60 tahun lebih dengan masalah

kesehatan.

2.1.2 Fisiologi Lansia dan Proses Menua

Proses penuaan adalah normal, berlangsung secara terus menerus secara

alamiah. Dimulai sejak manusia lahir bahkan sebelumnya dan umunya dialami seluruh

makhluk hidup. Menua merupakan proses penurunan fungsi struktural tubuh yang

diikuti penurunan daya tahan tubuh. Setiap orang akan mengalami masa tua, akan

tetapi penuaan pada tiap seseorang berbeda-beda tergantung pada berbagai faktor

yang mempengaruhinya. Faktor-faktor tersebut dapat berupa faktor herediter, nutrisi,

stress, status kesehatan dan lain-lain (Stanley, 2006).

Pada hakekatnya menjadi tua merupakan proses alamiah yang berarti

seseorang telah melalui tiga tahap kehidupannya yaitu masa anak, masa dewasa dan

masa tua (Nugroho, 1992). Tiga tahap ini berbeda baik secara biologis maupun

psikologis. Memasuki masa tua berarti mengalami kemunduran secara fisik maupun

psikis. Kemunduran fisik ditandai dengan kulit yang mengendor, rambut memutih,

penurunan pendengaran, penglihatan memburuk, gerakan lambat, kelainan berbagai

fungsi organ vital, sensitivitas emosional meningkat dan kurang gairah.

Meskipun secara alamiah terjadi penurunan fungsi berbagai organ, tetapi tidak

harus menimbulkan penyakit oleh karenanya usia lanjut harus sehat. Sehat dalam hal

ini diartikan:

a. Bebas dari penyakit fisik, mental dan sosial,

b. Mampu melakukan aktivitas untuk memenuhi kebutuhan sehari – hari,

c. Mendapat dukungan secara sosial dari keluarga dan masyarakat (Rahardjo, 1996)

Akibat perkembangan usia, lanjut usia mengalami perubahan-perubahan yang

menuntut dirinya untuk menyesuakan diri secara terus-menerus. Apabila proses

penyesuaian diri dengan lingkungannya kurang berhasil maka timbullah berbagai

masalah. Hurlock (1979) seperti dikutip oleh Munandar Ashar Sunyoto (1994)

menyebutkan masalah – masalah yang menyertai lansia yaitu:

Ketidakberdayaan fisik yang menyebabkan ketergantungan pada orang lain

a. Ketidakpastian ekonomi sehingga memerlukan perubahan total dalam pola

hidupnya

b. Membuat teman baru untuk mendapatkan ganti mereka yang telah meninggal atau

2

Page 3: BAB II Kelompok 5 Fixx

pindah

c. Mengembangkan aktifitas baru untuk mengisi waktu luang yang bertambah banyak

d. Belajar memperlakukan anak-anak yang telah tumbuh dewasa.

Berkaitan dengan perubahan, kemudian Hurlock (1990) mengatakan bahwa

perubahan yang dialami oleh setiap orang akan mempengaruhi minatnya terhadap

perubahan tersebut dan akhirnya mempengaruhi pola hidupnya. Perubahan ynag

diminati oleh para lanjut usia adalah perubahan yang berkaitan dengan masalah

peningkatan kesehatan, ekonomi/pendapatan dan peran sosial (Goldstein, 1992).

Dalam menghadapi perubahan tersebut diperlukan penyesuaian. Ciri-ciri penyesuaian

yang tidak baik dari lansia (Hurlock, 1979 dalam Munandar, 1994) adalah: minat

sempit terhadap kejadian di lingkungannya, penarikan diri ke dalam dunia fantasi,

selalu mengingat kembali masa lalu, selalu khawatir karena pengangguran, kurang ada

motivasi, rasa kesendirian karena hubungan dengan keluarga kurang baik, dan  tempat

tinggal yang tidak diinginkan.

Di lain pihak ciri penyesuaian diri lanjut usia yang baik antara lain adalah: minat

yang kuat, ketidaktergantungan secara ekonomi, kontak sosial luas, menikmati kerja

dan hasil kerja, menikmati kegiatan yang dilkukan saat ini dan memiliki kekhawatiran

minimla trehadap diri dan orang lain.

2.1.3 Konsep Sindrom Geriatrik

Sindrom geriatri adalah serangkaian kondisi klinis pada orang tua yang dapat 

mempengaruhi  kualitas  hidup  pasien  dan  dikaitkan  dengan  kecacatan.  Tampilan

klinis yang tidak khas sering membuat sindrom geriatri tidak terdiagnosis. Pasien

geriatri adalah pasien usia lanjut yang memiliki karakteristik khusus yang

membedakannya dari pasien usia lanjut pada umumnya. Karakteristik pasien geriatri

yang pertama adalah multipatologi, yaitu adanya lebih dari satu penyakit kronis

degeneratif. Karakteristik kedua adalah daya cadangan faali menurun karena

menurunnya fungsi organ akibat proses menua. Karakteristik yang ketiga adalah gejala

dan tanda penyakit yang tidak khas. Tampilan gejala yang tidak khas seringkali

mengaburkan penyakit yang diderita pasien. Karakteristik berikutnya adalah penurunan

status fungsional yang merupakan kemampuan seseorang untuk melakukan aktivitas

sehari-hari. Penurunan status fungsional menyebabkan pasien geriatri berada pada

kondisi imobilisasi yang berakibat ketergantungan pada orang lain. Karakteristik

khusus pasien geriatri yang sering dijumpai di Indonesia ialah malnutrisi. melaporkan

3

Page 4: BAB II Kelompok 5 Fixx

malnutrisi merupakan sindrom geriatri terbanyak pada pasien usia lanjut yang dirawat

(42,6%) di 14 rumah sakit.

Masalah sindrom geriatri yang sering dijumpai pada pasien geriatri adalah

sindrom geriatri yang meliputi: imobilisasi, instabilitas, inkontinensia, insomnia, depresi,

infeksi, defisiensi imun, gangguan pendengaran dan penglihatan, gangguan intelektual,

kolon irritable, impecunity, dan impotensi. Sindrom ini dapat menyebabkan angka

morbiditas yang signifikan dan keadaan yang buruk pada usia tua yang lemah.

Sindrom ini biasanya melibatkan beberapa sistem organ. Sindrom geriatrik mungkin

memiliki kesamaan patofisiologi meskipun presentasi yang berbeda, dan memerlukan

intervensi dan strategi yang fokus terhadap faktor etiologi (Panitaetal., 2011).

Dalam menilai kesehatan lansia perlu dibedakan antara perubahan akibat

penuaan dengan perubahan akibat proses patologis. Beberapa problema klinik dari

penyakit pada lanjut usia yang sering dijumpai. Sindroma geriatri antara lain adalah:

“the O complex” : fall, confusion, incontinence, iatrogenic disorders, impaired

homeostasis

“the big three” : intelectual failure, instability, incontinence

“the 14 I” : Immobility, Impaction, Instability, Iatrogenic, Intelec-tual

Impairment, Insomnia, Incontinence, Isolation, Impotence,

Immunodefficiency, Infection, Inanition, Impairment of Vision,

smelling, hearing, Impecunity

Imobilisasi adalah keadaan tidak bergerak/ tirah baring selama 3 hari atau

lebih, diiringi gerak anatomis tubuh yang menghilang akibat perubahan fungsi

fisiologis. Imobilisasi menyebabkan komplikasi lain yang lebih besar pada pasien usia

lanjut bila tidak ditangani dengan baik. Gangguan keseimbangan (instabilitas) akan

memudahkan pasien geriatri terjatuh dan dapat mengalami patah tulang.

Inkontinensia urin didefinisikan sebagai keluarnya urin yang tidak terkendali

pada waktu yang tidak dikehendaki tanpa memperhatikan frekuensi dan jumlahnya,

sehingga mengakibatkan masalah sosial dan higienis. Inkontinensia urin seringkali

tidak dilaporkan oleh pasien atau keluarganya karena malu atau tabu untuk

diceritakan, ketidaktahuan dan menganggapnya sebagai sesuatu yang wajar pada

orang usia lanjut serta tidak perlu diobati. Prevalensi inkontinensia urin di Indonesia

pada pasien geriatri yang dirawat mencapai 28,3%. Masalah inkontinensia urin

umumnya dapat diatasi dengan baik jika dipahami pendekatan klinis dan

pengelolaannya.

4

Page 5: BAB II Kelompok 5 Fixx

Insomnia merupakan gangguan tidur yang sering dijumpai pada pasien

geriatri. Umumnya mereka mengeluh bahwa tidurnya tidak memuaskan dan sulit

memertahankan kondisi tidur. Sekitar 57% orang usia lanjut di komunitas mengalami

insomnia kronis, 30% pasien usia lanjut mengeluh tetap terjaga sepanjang malam,

19% mengeluh bangun terlalu pagi, dan 19% mengalami kesulitan untuk tertidur.

Gangguan depresi pada usia lanjut kurang dipahami sehingga banyak kasus tidak

dikenali. Gejala depresi pada usia lanjut seringkali dianggap sebagai bagian dari

proses menua. Prevalensi depresi pada pasien geriatri yang dirawat mencapai

17,5%.12 Deteksi dini depresi dan penanganan segera sangat penting untuk

mencegah disabilitas yang dapat menyebabkan komplikasi lain yang lebih berat.

Infeksi sangat erat kaitannya dengan penurunan fungsi sistem imun pada usia

lanjut. Infeksi yang sering dijumpai adalah infeksi saluran kemih, pneumonia, sepsis,

dan meningitis. Kondisi lain seperti kurang gizi, multipatologi, dan faktor lingkungan

memudahkan usia lanjut terkena infeksi. Gangguan penglihatan dan pendengaran

juga sering dianggap sebagai hal yang biasa akibat proses menua. Prevalensi

gangguan penglihatan pada pasien geriatri yang dirawat di Indonesia mencapai 24,8%.

Gangguan penglihatan berhubungan dengan penurunan kegiatan waktu senggang,

status fungsional, fungsi sosial, dan mobilitas. Gangguan penglihatan dan

pendengaran berhubungan dengan kualitas hidup, meningkatkan disabilitas fisik,

ketidakseimbangan, jatuh, fraktur panggul, dan mortalitas.

Pasien geriatri sering disertai penyakit kronis degeneratif. Masalah yang

muncul sering tumpang tindih dengan gejala yang sudah lama diderita sehingga

tampilan gejala menjadi tidak jelas. Penyakit degeneratif yang banyak dijumpai pada

pasien geriatri adalah hipertensi, diabetes melitus, dislipidemia, osteoartritis, dan

penyakit kardiovaskular. Penelitian multisenter di Indonesia terhadap 544 pasien

geriatri yang dirawat inap mendapatkan prevalensi hipertensi dan diabetes melitus

sebesar 50,2% dan 27,2%.

Kondisi multipatologi mengakibatkan seorang usia lanjut mendapatkan

berbagai jenis obat dalam jumlah banyak. Terapi non-farmakologi dapat menjadi

pilihan untuk mengatasi masalah pada pasien usia lanjut, namun obat tetap menjadi

pilihan utama sehingga polifarmasi sangat sulit dihindari. Prinsip penggunaan obat

yang benar dan tepat pada usia lanjut harus menjadi kajian multi/ interdisiplin yang

mengedepankan pendekatan secara holistik.

5

Page 6: BAB II Kelompok 5 Fixx

2.1.4 Perawatan lansia di komunitas

1. Pendekatan fisik

Perawatan yang memperhatikan obyektif, kebutuhan, kejadian-kejadian

yang dialami klien lanjut semasa hidupnya, perubahan fisik pada organ tubuh,

tingkat kesehatan yang masih bisa dicapai dan dikembangkan, dan penyakit yang

dapat dicegah atau ditekan progrevitasnya.

Perawatan fisik secara umum bagi klien lanjut usia dapat dibagi atas dua bagian,

yakni:

1) Klien lanjut usia yang masih aktif, yang keadaan fisiknya masih mampu

bergerak tanpa bantuan orang lain sehingga untuk kebutuhannya sehari-hari

masih mampu melakukan sendiri.

2) Klien lanjut usia yang pasif atau tidak dapat bangun, yang keadaan fisiknya

mengalami kelumpuhan atau sakit, perawat harus mengetahui dasar perawatan

klien lanjut usia ini terutama tentang hal-hal yang berhubungan dengan

keberhasilan perorangan untuk memepertahankan kesehatannya. Kebersihan

perorangan sangat penting dalam usaha menceggah timbulnya peradangan,

mengingat sumber infeksi dapat timbul bila kebersihan kurang mendapat

perhatian.

Di samping itu, kemunduran kondisi fisik akibat proses ketuaan, dapat

mempengaruhi ketahanan tubuh terhadap gangguan atau serangan infeksi dari

luar. Untuk klien lanjut usia yang masih aktif dapat diberikan bimbingan mengenai

kebersihan mulut dan gigi, kebersihan kulit dan badan, kebersihan rambut dan

kuku, kebersihan tempat tidur serta posisi tidurnya, hal makanan, cara memakan

obat, dan cara pindah dari tempat tidur ke kursi atau sebaliknya. Hal ini penting

karena meskipun tidak selalu, keluhan-keluhan yang dikemukakan atau gejala-

gejala yang ditemukan memerlukan perawatan, tidak jarang para klien lanjut usia

dihadapkan pada dokter dalam keadaan gawat yang memerlukan tindakan darurat

dan intensif.

Adapun komponen pendekatan  fisik yang lebih mendasar adalah

memperhatikan dan membantu para klien lanjut usia untuk bernafas dengan

lancar, makan termasuk memilih dan menentukan makanan, minum, melakuan

eliminasi, tidur, menjaga sikap tubuh waktu berjalan, duduk, merubah posisi

tiduran, beristirahat, kebersihan tubuh, memakai dan menukar pakaian,

mempertahankan suhu badan, melindungi kulit dan kecelakaan.

6

Page 7: BAB II Kelompok 5 Fixx

Toleransi terhadap kekurangan O2 sangat menurun pada klien lanjut usia,

untuk itu kekurangan O2 yang mendadak harus dicegah dengan posisi bersandar

pada beberapa bantal, jangan makan terlalu banyak dan jangan melakukan gerak

badan yang berlebihan.

2. Pendekatan psikis

Di sini perawat mempunyai peranan  penting mengadakan pendekatan

edukatif pada klien lanjut usia, perawat dapat berperan sebagai supporter,

interpreter terhadap segala sesuatu yang asing, sebagai penampung rahasia yang

pribadi dan sebagai sahabat yang akrab. Perawat hendaknya memiliki kesabaran

dan waktu yang cukup banyak untuk menerima berbagai bentuk keluhan agar para

lanjut usia merasa puas. Perawat harus selalu memegang prinsip  “Tripple S”, yaitu

Sabar, Simpatik, dan Service.

Pada dasarnya klien lanjut usia membutuhkan rasa aman dan cinta kasih

dari lingkungan, termasuk perawat yang memberikan perawatan. Untuk itu perawat

harus selalu menciptakan suasana aman, tidak gaduh, membiarkan mereka

melakukan kegiatan dalam batas kemampuan dan hobi yang dimilikinya. Perawat

harus dapat membangkitkan semangat dan kreasi klien lanjut usia dalam

memecahkan dan mengurangi rasa putus asa, rasa rendah diri, rasa keterbatasan

sebagai akibat dari ketidakmampuan fisik, dan kelainan yang dideritanya.

Hal ini perlu dilakukan karena perubahan psikologi terjadi bersama dengan

berlanjutnya usia. Perubahan-perubahan ini meliputi gejala-gejala, seperti

menurunnya daya ingat untuk peristiwa yang baru terjadi, berkurangnya

kegairahan keinginan, peningkatan kewaspadaan, perubahan pola tidur dengan

suatu kecenderungan untuk tiduran di waktu siang, dan pergeseran libido.

Perawat harus sabar mendengarkan cerita-cerita dari masa lampau yang

membosankan, jangan mentertawakan atau memarahi klien lanjut usia bila lupa

atau kesalahan.  Harus diingat, kemunduran ingatan jangan dimanfaatkan untuk

tujuan-tujuan tertentu. Bila perawat ingin mengubah tingkah laku dan pandangan

mereka terhadap kesehatan, perawat bisa melakukannya secara perlahan-lahan

dan bertahap, perawat harus dapat mendukung mental mereka kearah pemuasan

pribadi sehingga seluruh pengalaman yang dilaluinya tidak menambah beban, bila

perlu diusahakan agar di masa lanjut usia ini mereka dapat merasa puas  dan

bahagia.

7

Page 8: BAB II Kelompok 5 Fixx

3. Pendekatan sosial

Mengadakan diskusi, tukar pikiran, dan bercerita merupakan salah satu

upaya perawat dalam pendekatan sosial. Memberikan kesempatan untuk

berkumpul bersama dengan sesama klien lanjut usia berarti menciptakan

sosialisasi mereka. Jadi, pendekatan sosial ini merupakan suatu pegangan bagi

perawat bahwa orang yang dihadapinya adalah makhluk sosial yang membutuhkan

orang lain. Dalam pelaksanaannya perawat dapat menciptakan hubungan social

antara lanjut usia dan lanjut usia dan perawat sendiri.

Perawat memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada para lanjut

usia untuk mengadakan komunikasi dan melakukan rekreasi, misal jalan pagi,

menonton film, atau hiburan-hiburan lain. Para lanjut usia perlu dirangsang untuk

mengetahui dunia luar, seperti menonton televisi, mendengarkan radio, atau

membaca surat kabar dan majalah. Dapat disadari bahwa pendekatan komunikasi

dalam perawatan tidak kalah pentingnya dengan upaya pengobatan medis dalam

proses penyembuhan atau ketenangan para klien lanjut usia.

Sebagian besar klien tidak dapat tidur karena stress, stress memikirkan

penyakit, biaya hidup, keluarga yang di rumah sehingga menimbulkan

kekecewaan, ketakutan atau kekhawatiran, dan rasa kecemasan. Untuk

menghilangkan rasa jemu dan menimbulkan perhatian terhadap sekelilingnya perlu

diberi kesempatan kepada lanjut usia untuk menikmati keadaan di luar, agar

merasa masih ada hubungan dengan dunia luar. Tidak jarang terjadi pertengkaran

dan perkelahian di antara lanjut usia (terutama yang tinggal dipanti werda), hal ini

dapat diatasi dengan berbagai usaha, antara lain selalu mengadakan kontak

dengan mereka, senasib dan sepenanggungan, dan punya hak dan kewajiban

bersama. Dengan demikian perawat tetap mempunyai  hubungan komunikasi baik

sesama mereka maupun terhadap mempunyai hubungan komunikasi baik sesama

mereka maupun terhadap petugas yang secara langsung berkaitan dengan

pelayanan kesejahteraan sosial bagi lanjut usia dipanti werda.

4. Pendekatan spiritual

Perawat harus bias memberikan ketentuan dan kepuasan batin dalam

hubungannya dengan tujuan atau agama yang dianutnya, terutama bila klien lanjut

usia dalam keadaan sakit atau mendekati kematian.sehubungan dengan

pendekatan spiritual bagi klien lanjut usia yang menekati kematian, DR Toni

Setyobudhi mengemukakan bahwa maut sering kali menggugah rasa takut. Rasa

takut semacam ini di dasari oleh berbagai macam faktor seperti, ketidakpastian

8

Page 9: BAB II Kelompok 5 Fixx

pengalaman selanjutnya, adanya rasa sakit/penderitaan yang sering menyertainya,

dan kegelisahan untuk tidak kumpul lagi dengan keluarga/lingkungan sekitarnya.

Dalam menghadapi kematian, setiap klien lanjut usia akan memberikan

reaksi-reaksi yang berbeda, tergantung dari kepribadian dan cara mereka

menghadapi hidup ini. Sebab itu, perawat harus meneliti dengan cermat di

manakah letak kelemahan dan di mana letak kekuatan klien, agar perawat

selanjutnya akan lebih terarah lagi. Bila kelemahan terletak pada segi spiritual,

sudah seelayaknya perawat dan tim berkewajiban mencari upaya agar klien lanjut

usia ini dapat diringankan penderitaannya. Perawat bisa memberikan kesempatan

pada klien lanjut usia untuk melaksanakan ibadahnya, atau secara langsung

memberikan bimbingan rohani dengan menganjurkan melaksanakan ibadahnya

seperti membaca kitab atau membantu lanjut usia dalam menunaikan kewajiban

terhadap agama yang dianutnya.

Apabila kegelisahan yang timbul disebabkan oleh persoalan keluarga, maka

perawat harus dapat meyakinkan lanjut usia bahwa keluarga tadi ditinggalkan,

masih ada orang lain yang mengurus mereka. Sedangkan bila ada rasa bersalah

yang menghantui pikiran lanjut usia, segera perawat segera menghubungi seorang

rohaniawan untuk dapat mendampingi lanjut usia dan mendengarkan keluhan-

keluhannya maupun pengakuan-pengakuannya. Umumnya pada waktu kematian

akan datang, agama atau kepercayaan seseorang merupakan faktor yang penting

sekali. Pada waktu inilah kehadiran seorang imam sangat perlu untuk

melapangkan dada klien lanjut usia. Dengan demikian pendekatan perawat lanjut

usia bukan hanya terhadap fisik, yakni membantu mereka dalam keterbatasan fisik

saja, melainkan perawat lebih dituntut menemukan pribadi klien lanjut usia melalui

agama mereka.

2.1.4 Gangguan Kesehatan Pada Lansia

Banyak terjadi kemunduran pada fungsi fisiologis lansia sehingga berakibat

pada munculnya berbagai macam gangguan kesehatan. Nugroho (2000) menyatakan

gangguan kesehatan yang biasa dialami oleh lansia yaitu:

1. Masalah fisik umum

Masalah fisik umum yang biasa dialami oleh lansia adalah mudah jatuh dan

mudah lelah. Banyak faktor yang menyebabkan lansia mudah jatuh. Faktor

instrinsik yang menyebabkan lansia mudah jatuh adalah gangguan gaya berjalan,

kelemahan otot ekstrimitas bawah, kekakuan sendi, dan sinkope atau pusing.

9

Page 10: BAB II Kelompok 5 Fixx

Faktor ekstrinsik misalnya lantai yang terlalu licin dan tidak rata, tersandung

benda, dan cahaya kurang terang.

Mudah lelah pada lansia disebabkan oleh faktor psikologi (perasaan bosan,

keletihan, dan depresi), pengaruh obat, gangguan organis yang meliputi anemia,

kekurangan vitamin, perubahan pada tulang (Osteomalasia), gangguan

pencernaan, kelainan metabolisme (diabetes militus, hipertiroid), gangguan ginjal

dengan uremia, gangguan faal hati, gangguan sistem peredaran darah dan

jantung.

2. Gangguan kardiovaskuler

Jantung dan pembuluh darah memberikan oksigen dan nutrien pada setiap sel

hidup yang diperlukan untuk bertahan hidup. Penurunan fungsi kardiovaskuler

akan berdampak pada fungsi yang lainnya. Peningkatan usia menyebabkan

jantung dan pembuluh darah mengalami perubahan baik secara struktural maupun

fungsional. Secara umum, perubahan yang disebabkan oleh penuaan berlangsung

lambat dan tidak disadari (Steanly & Beare, 2007). Perubahan pada sistem

kardiovaskuler meliputi:

a. Ventrikel kiri menebal.

b. Katup jantung menebal dan membentuk penonjolan.

c. Jumlah sel peacemaker yang berfungsi menghasilkan impuls listrik menurun.

d. Arteri menjadi kaku dan tidak lurus pada kondisi dilatasi (pelebaran atau

peregangan struktur tabular).

e. Vena mengalami dilatasi, katup menjadi tidak kompeten.

Manifestasi klinis penuaan pada sistem kardiovaskuler menurut (Steanly & Beare,

2007) adalah:

a. Tekanan darah tinggi

Takanan darah tinggi atau hipertensi merupakan faktor risiko utama terjadinya

penyakit kardiovaskuler. Kombinasi hipertensi dengan diabetes atau

hiperlipidemia semakin meningkatkan risiko penyakit kardiovaskuler. Hipertensi

dibagi menjadi dua yaitu:

1. Hipertensi esensial

2. Hipertensi non esensial

Hampir 90% tekanan darah tinggi tergolong tekanan darah tinggi esensial atau

tekanan darah tinggi yang tidak diketahui penyebabnya. Tekanan darah tinggi

esensial biasanya menyerang anak muda. Tekanan darah tinggi untuk lansia

cenderung hipertensi non esensial.

10

Page 11: BAB II Kelompok 5 Fixx

b. Aterosklerosis

Aterosklerosis merupakan proses patofisiologis yang paling sering

mempengaruhi fungsi kardiovaskuler. Aterosklerosis adalah proses penyakit

yang secara umum memiliki dampak pada hampir semua arteri. Aterosklerosis

pada lansia dan orang masih muda hampir sama, akan tetapi dampak pada

lansia lebih berat karena proses akumulasi yang lebih lama (Steanly & Beare,

2007).

c. Disritmia

Disritmia meningkat pada lansia karena perubahan struktural dan fungsional

pada proses penuaan. Disritmia dipicu oleh tidak terkoordinasinya jantung dan

sering dimanifestasikan sebagai perubahan perilaku, palpitasi, sesak napas,

keletihan, dan jatuh (Steanly & Beare, 2007). Gangguan kardiovaskuler dapat

berupa nyeri dada, sesak napas pada kerja fisik, palpitasi, dan edema kaki

(Nugroho, 2010).

3. Berat badan menurun

Berat badan menurun pada lansia disebaban oleh:

a. Nafsu makan menurun karena kurang adanya gairah hidup atau kelesuan.

b. Penyakit kronis.

c. Gangguan pada saluran pencernaan sehingga penyerapan makanan

terganggu.

d. Faktor sosio ekonimis (pensiunan).

4. Gangguan eliminasi

Gangguan eliminasi lansia terkait dengan gangguan pada sistem ekskresi pada

tubuh manusia, meliputi:

a. Gangguan pada sistem alat kemih

Penyimpanan dan pengeluaran urin dalam interval yang sesuai adalah suatu

proses koordinasi volunter dan involunter yang rumit. Sistem tersebut harus

utuh secara fisik, neurologis, harus terdapat kesadaran kognitif, keinginan untuk

berkemih, dan tempat serta situasi yang tepat untuk melakukannya (Staenly &

Beare, 2007).

Perubahan yang biasa menyertai penuaan adalah kapasitas kandung kemih

yang lebih kecil, peningkatan volume residu, dan kontraksi kandung kemih yang

tidak disadari. Perubahan yang terjadi pada wanita lansia adalah penurunan

produksi estrogen menyebabkan atrofi jaringan uretra dan efek setelah

melahirkan dapat dilihat pada melemahnya otot dasar panggul. Perubahan

11

Page 12: BAB II Kelompok 5 Fixx

pada lansia pria adalah hipertrofi prostat menyebabkan tekanan pada leher

kandung kemih dan uretra (Staenly & Beare, 2007).

Pemeriksaan mikroskopik ginjal lansia menunjukkan hanya 30% ginjal yang

utuh. Kondisi seperti itu menyebabkan daya kerja ginjal berkurang. Gangguan

pada sistem alat kemih biasa ditandai dengan:

1) Inkontinensia urin

Inkontinensia urin (gangguan terlalu sering kencing) dihubungkan dengan

keinginan yang kuat dan mendesak untuk berkemih dengan kemampuan

yang kecil untuk menunda berkemih. Proses inkontinensia uri terjadi apabila

kandung kemih hampir penuh sebelum kebutuhan untuk berkemih dirasakan

sehingga berakibat sebagian kecil sampai sedang urin keluar sebelum

seseorang mencapai toilet (Staenly & Beare, 2007).

Nugroho (2000) menyatakan penyebab inkontinensia uri adalah:

a. Melemahnya otot dasar panggul yang menyangga kendung kemih dan

memperkuat sfingter uretra.

b. Konstraksi abnormal pada kandung kemih.

c. Obat diuretik dan obat penenang yang terlalu banyak.

d. Radang kandung kemih dan saluran kemih.

e. Kelainan kontrol dan persarafan pada kandung kemih.

f. Hipertrofi prostat.

g. Faktor psikologi.

2) Retensio urine

Retensio urine adalah suatu keadaan penumpukan urin dikandung kemih

dan tidak mempunyai kemampuan untuk mengosongkan secara sempurna

(Staenly & Beare, 2007). Tanda dan gejala dalam retensio urine adalah:

a) Urin mengalir lambat.

b) Poliuria yang makin lama menjadi parah karena pengosongan kendung

kemih tidak efisien.

c) Distensi abdomen akibat dilatasi kandung kemih.

d) Terasa ada tekanan.

b. Inkontinensia alvi

Incontinensia alvi adalah ketidakmampuan untuk mengontrol buang air besar

yang menyebabkan tinja (feses) bocor tidak terduga dari dubur. Kondisi

tersebut dapat terjadi karena penurunan fungsi usus yang sebelumya bertugas

sebagai penyerap dan pengeluaran feses (Staenly & Beare, 2007).

12

Page 13: BAB II Kelompok 5 Fixx

5. Gangguan pada sistem muskuloskeletal

Perubahan normal muskuloskeletal pada lansia meliputi penurunan tinggi badan,

redistribusi massa otot dan lemak subkutan, peningkatan porositas tulang, atrofi

otot, pergerakan yang lambat, pengurangan kekuatan, dan kekauan sendi (Staenly

& Beare, 2007). Masalah muskuloskeletal yang sering terjadi adalah:

a. Osteoporosis

Osteoporosis adalah suatu kondisi penurunan massa tulang secara

keseluruhan sehingga seseorang tidak mampu berjalan atau bergerak.

Osteoposisis sering ditemukan pada wanita, walaupun pria juga masih

mengalami osteoporosis. Hilangnya substansi tulang menyebabkan tulang

menjadi lemah secara mekanis dan cenderung untuk mengalami fraktur baik

spontan maupun akibat trauma. Ketika kemampuan menahan berat badan

normal menurun atau tidak ada sebagai konsekuensi dari penurunan atau

gangguan mobilitas maka akan terjadi osteoporosis karena tulang jarang

digunakan (Staenly & Beare, 2007).

b. Osteoartritis

Osteoartritis adalah gangguan yang berkembang secara lambat, tidak simetris,

dan non inflamasi. Osteoarthritis terjadi pada sendi yang dapat digerakkan

khususnya pada sendi yang menahan berat tubuh. Kerusakan sendi akibat

penuaan memainkan peranan dalam perkembangan osteoartritis (Staenly &

Beare, 2007).

c. Artritis reumatoid (penyakit radang sendi)

Staenly & Beare (2007) menyatakan artritis reumatoid (AR) adalah penyakit

inflamasi artikuler yang paling sering pada lansia. AR adalah suatu penyakit

kronis sistemik yang berkembang secara perlahan dan ditandai oleh adanya

radang yang sering kambuh pada sendi diartrodial dan struktur yang

berhubungan. AR sering disertai dengan nodul reumatoid, arthritis (radang

sendi), neuropati (gangguan saraf), skleritis (radang pada bagian putih mata),

perikarditis (radang pada perikardium), limfadenopati (pembesaran kelenjar

getah bening), dan splenomegali (pembesaran limfa).

6. Gangguan fungsi paru dan jantung

Hubungan antara jantung dan paru sangat dekat sehingga apabila salah satu

terganggu maka akan menganggu fungsi yang lainnya. Paru memiliki struktur

gelembung sangat halus yang dinamakan alveolus, apabila terjadi kerusakan pada

alveolus tersebut maka akan menyebabkan darah antara paru dan jantung

13

Page 14: BAB II Kelompok 5 Fixx

terbendung. Gejala yang timbul apabila terjadi penyakit paru yaitu; batuk, sesak

nafas, kulit membiru karena kekurangan oksigen, dan sakit dada.

2.2 Hipertensi pada Lansia

2.2.1 Pengertian

Hipertensi dicirikan dengan peningkatan tekanan darah diastolik dan sistolik

yang intermiten atau menetap. Pada populasi lansia, hipertensi didefinisikan sebagai

tekanan sistolik 140 mmHg dan tekanan diastolik 90 mmHg. (Smeltzer,2001).Menurut

WHO ( 1978 ), tekanan darah sama dengan atau diatas 140 / 95 mmHg dinyatakan

sebagai hipertensi. Pada Populasi manula, hipertensi didefinisikan sebagai tekanan

sistolik 140 mmHg dan tekanan diastolik 90 mmHg (Brunner & Suddarth, 1996).

2.2.2 Klasifikasi Hipertensi

Berdasarkan etiologinya, hipertensi dibagi menjadi :

1) Hipertensi primer atau esensial

Penyebab pasti masih belum diketahui. Jenis ini adalah yang terbanyak, yaitu

sekitar 90-95% dari seluruh pasien hipertensi. Riwayat keluarga,obesitas,diit tinggi

natrium,lemak jenuh dan penuaan adalah faktor pendukung. Walaupun faktor

genetik sepertinya sangat berhubungan dengan hipertensi primer, tapi mekanisme

pastinya masih belum diketahui.

2) Hipertensi sekunder

Hipertensi sekunder akibat penyakit ginjal atau penyebab yang terindentifikasi

lainya. Hipertensi yang penyebabnya diketahui seperti hipertensi renovaskuler,

feokromositoma, sindrom cushing, aldosteronisme primer, dan obat-obatan, yaitu

sekitar 2-10% dari seluruh pasien hipertensi.

Klasifikasi Hipertensi Berdasarkan Pedoman Joint National Committee 7

Kategori Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)

Optimal

Normal

115 atau kurang

< 120

75 atau kurang

< 80

Prehipertensi 120-139 80-89

Hipertensi stage I 140-159 90-99

Hipertensi stage II ≥ 160 ≥ 100

Berdasarkan klasifikasi dari JNC-VI maka hipertensi pada usia lanjut dapat dibedakan:

14

Page 15: BAB II Kelompok 5 Fixx

Hipertensi sistolik saja (Isolated systolic hypertension), terdapat pada 6-12%

penderita di atas usia 60th, terutama pada wanita. Insioden meningkat seiring

bertambahnya umur

Hipertensi diastolic saja (Diastolic hypertension), terdapat antara 12-14% penderita

di atas usia 60th, terutama pada pria. Insidensi menurun seiring bertambahnya

umur.

Hipertensi sistolik-diastolik: terdapat pada 6-8% penderita usia di atas 60 th, lebih

banyak pada wanita. Menningkat dengan bertambahnya umur.

2.2.3 Etiologi Hipertensi

Dengan perubahan fisiologis normal penuaan, faktor resiko hipertensi lain

meliputi diabetes ras riwayat keluarga jenis kelamin faktor gaya hidup seperti obesitas

asupan garam yang tinggi alkohol yang berlebihan.

Faktor resiko yang mempengaruhi hipertensi yang dapat atau tidak dapat

dikontrol, antara lain:

a. Faktor resiko yang tidak dapat dikontrol:

Faktor risiko yang tidak dapat diubah, seperti riwayat keluarga (genetik

kromosomal), umur (pria : > 55 tahun; wanita : > 65 tahun), jenis kelamin pria atau

wanita pasca menopause.

Jenis kelamin

Prevalensi terjadinya hipertensi pada pria sama dengan wanita.Namun

wanita terlindung dari penyakit kardiovaskuler sebelum menopause. Wanita

yang belum mengalami menopause dilindungi oleh hormon estrogen yang

berperan dalam meningkatkan kadar High Density Lipoprotein (HDL). Kadar

kolesterol HDL yang tinggi merupakan faktor pelindung dalam mencegah

terjadinya proses aterosklerosis. Efek perlindungan estrogen dianggap sebagai

penjelasan adanya imunitas wanita pada usia premenopause. Pada

premenopause wanita mulai kehilangan sedikit demi sedikit hormon estrogen

yang selama ini melindungi pembuluh darah dari kerusakan. Proses ini terus

berlanjut dimana hormon estrogen tersebut berubah kuantitasnya sesuai

dengan umur wanita secara alami, yang umumnya mulai terjadi pada wanita

umur 45-55 tahun.

Dari hasil penelitian didapatkan hasil lebih dari setengah penderita

hipertensi berjenis kelamin wanita sekitar 56,5%.Hipertensi lebih banyak terjadi

pada pria bila terjadi pada usia dewasa muda. Tetapi lebih banyak menyerang

15

Page 16: BAB II Kelompok 5 Fixx

wanita setelah umur 55 tahun, sekitar 60% penderita hipertensi adalah wanita.

Hal ini sering dikaitkan dengan perubahan hormon setelah menopause.

Umur

Semakin tinggi umur seseorang semakin tinggi tekanan darahnya, jadi

orang yang lebih tua cenderung mempunyai tekanan darah yang tinggi dari

orang yang berusia lebih muda. Hipertensi pada usia lanjut harus ditangani

secara khusus. Hal ini disebabkan pada usia tersebut ginjal dan hati mulai

menurun, karena itu dosis obat yang diberikan harus benar-benar tepat. Tetapi

pada kebanyakan kasus , hipertensi banyak terjadi pada usia lanjut. hipertensi

sering terjadi pada usia pria : > 55 tahun; wanita : > 65 tahun. Hal ini

disebabkan terjadinya perubahan hormon sesudah menopause. Hanns Peter

(2009) mengemukakan bahwa kondisi yang berkaitan dengan usia ini adalah

produk samping dari keausan arteriosklerosis dari arteri-arteri utama, terutama

aorta, dan akibat dari berkurangnya kelenturan. Dengan mengerasnya arteri-

arteri ini dan menjadi semakin kaku, arteri dan aorta itu kehilangan daya

penyesuaian diri.

Keturunan (Genetik)

Adanya faktor genetik pada keluarga tertentu akanmenyebabkan

keluarga itu mempunyai risiko menderita hipertensi. Hal ini berhubungan

dengan peningkatan kadar sodium intraseluler dan rendahnya rasio antara

potasium terhadap sodium Individu dengan orang tua dengan hipertensi

mempunyai risiko dua kali lebih besar untuk menderita hipertensi dari pada

orang yang tidak mempunyai keluarga dengan riwayat hipertensi. Seseorang

akan memiliki kemungkinan lebih besar untuk mendapatkan hipertensi jika

orang tuanya adalah penderita hipertensi.

b. Faktor resiko yang dapat dikontrol:

Obesitas

Pada usia + 50 tahun dan dewasa lanjut asupan kalori mengimbangi

penurunan kebutuhan energi karena kurangnya aktivitas. Itu sebabnya berat

badan meningkat. Obesitas dapat memperburuk kondisi lansia. Kelompok

lansia dapat memicu timbulnya berbagai penyakit seperti artritis, jantung dan

pembuluh darah, hipertensi. Indeks masa tubuh (IMT) berkorelasi langsung

dengan tekanan darah, terutama tekanan darah sistolik. Risiko relatif untuk

menderita hipertensi pada orang obes 5 kali lebih tinggi dibandingkan dengan

16

Page 17: BAB II Kelompok 5 Fixx

seorang yang berat badannya normal. Pada penderita hipertensi ditemukan

sekitar 20-30% memiliki berat badan lebih.

Kurang Olahraga.

Olahraga banyak dihubungkan dengan pengelolaan penyakit tidak

menular, karena olahraga isotonik dan teratur dapat menurunkan tahanan

perifer yang akan menurunkan tekanan darah (untuk hipertensi) dan melatih

otot jantung sehingga menjadi terbiasa apabila jantung harus melakukan

pekerjaan yang lebih berat karena adanya kondisi tertentu Kurangnya aktivitas

fisik menaikan risiko tekanan darah tinggi karena bertambahnya risiko untuk

menjadi gemuk. Orang-orang yang tidak aktif cenderung mempunyai detak

jantung lebih cepat dan otot jantung mereka harus bekerja lebih keras pada

setiap kontraksi, semakin keras dan sering jantung harus memompa semakin

besar pula kekuaan yang mendesak arteri.

Kebiasaan Merokok

Merokok menyebabkan peninggian tekanan darah. Perokok berat dapat

dihubungkan dengan peningkatan insiden hipertensi maligna dan risiko

terjadinya stenosis arteri renal yang mengalami ateriosklerosis.

Mengkonsumsi garam berlebih

Badan kesehatan dunia yaitu World Health Organization (WHO)

merekomendasikan pola konsumsi garam yang dapat mengurangi risiko

terjadinya hipertensi. Kadar sodium yang direkomendasikan adalah tidak lebih

dari 100 mmol (sekitar 2,4 gram sodium atau 6 gram garam) perhari. Konsumsi

natrium yang berlebih menyebabkan konsentrasi natrium di dalam cairan

ekstraseluler meningkat. Untuk menormalkannya cairan intraseluler ditarik ke

luar, sehingga volume cairan ekstraseluler meningkat. Meningkatnya volume

cairan ekstraseluler tersebut menyebabkan meningkatnya volume darah,

sehingga berdampak kepada timbulnya hipertensi.

Minum alkohol

Banyak penelitian membuktikan bahwa alkohol dapat merusak jantung

dan organ-organ lain, termasuk pembuluh darah. Kebiasaan minum alkohol

berlebihan termasuk salah satu faktor resiko hipertensi.

Minum kopi

Faktor kebiasaan minum kopi didapatkan dari satu cangkir kopi

mengandung 75 – 200 mg kafein, di mana dalam satu cangkir tersebut

berpotensi meningkatkan tekanan darah 5 -10 mmHg.

17

Page 18: BAB II Kelompok 5 Fixx

Stress

Hubungan antara stres dengan hipertensi diduga melalui aktivitas saraf

simpatis peningkatan saraf dapat menaikan tekanan darah secara intermiten

(tidak menentu). Stress yang berkepanjangan dapat mengakibatkan tekanan

darah menetap tinggi. Walaupun hal ini belum terbukti akan tetapi angka

kejadian di masyarakat perkotaan lebih tinggi dibandingkan dengan di

pedesaan. Hal ini dapat dihubungkan dengan pengaruh stress yang dialami

kelompok masyarakat yang tinggal di kota. Menurut Anggraini (2009)

mengatakan stres akan meningkatkan resistensi pembuluh darah perifer dan

curah jantung sehingga akan menstimulasi aktivitas saraf simpatis. Adapun

stres ini dapat berhubungan dengan pekerjaan, kelas sosial, ekonomi, dan

karakteristik personal.

2.2.4 Patofisiologi Hipertensi (Terlampir)

2.2.5 Tanda Gejala Hipertensi

Seperti penyakit degeneratif pada lanjut usia lainnya, hipertensi sering tidak

memberikan gejala apapun atau gejala yang timbul tersamar (insidious) atau

tersembunyi (occult). Menurut Rokhaeni ( 2001 ), manifestasi klinis beberapa pasien

yang menderita hipertensi yaitu : Mengeluh sakit kepala, pusing Lemas, kelelahan,

Sesak nafas, Gelisah, Mual Muntah, Epistaksis, Kesadaran menurun

2.2.6 Pemeriksaan Penunjang Hipertensi

a. Hemoglobin / hematokrit

Untuk mengkaji hubungan dari sel – sel terhadap volume cairan (viskositas) dan

dapat mengindikasikan factor – factor resiko seperti hiperkoagulabilitas, anemia.

b. BUN : memberikan informasi tentang perfusi ginjal

c. Glukosa

Hiperglikemi (diabetes mellitus adalah pencetus hipertensi) dapat diakibatkan oleh

peningkatan katekolamin (meningkatkan hipertensi).

d. Kalium serum

Hipokalemia dapat megindikasikan adanya aldosteron utama (penyebab) atau

menjadi efek samping terapi diuretik.

e. Kalsium serum

Peningkatan kadar kalsium serum dapat menyebabkan hipertensi.

f. Kolesterol dan trigliserid serum

18

Page 19: BAB II Kelompok 5 Fixx

Peningkatan kadar dapat mengindikasikan pencetus untuk / adanya

pembentukan plak ateromatosa ( efek kardiovaskuler )

g. Pemeriksaan tiroid.

Hipertiroidisme dapat menimbulkan vasokonstriksi dan hipertensi.

h. Kadar aldosteron urin/serum

Untuk mengkaji aldosteronisme primer ( penyebab ).

i. Urinalisa

Darah, protein, glukosa mengisyaratkan disfungsi ginjal dan atau adanya diabetes.

j. Asam urat

Hiperurisemia telah menjadi implikasi faktor resiko hipertensi.

k. Steroid urin

Kenaiakn dapat mengindikasikan hiperadrenalisme

l. IVP

Dapat mengidentifikasi penyebab hieprtensiseperti penyakit parenkim ginjal, batu

ginjal / ureter.

m. Foto dada

Menunjukkan obstruksi kalsifikasi pada area katub, perbesaran jantung.

n. CT scan

Untuk mengkaji tumor serebral, ensefalopati.

o. EKG

Dapat menunjukkan pembesaran jantung, pola regangan, gangguan konduksi,

peninggian gelombang P adalah salah satu tanda dini penyakit jantung hipertensi.

2.2.7 Komplikasi Hipertensi

Pasien dengan hipertensi dapat meninggal dengan cepat; penyebab tersering

kematian adalah penyakit jantung, sedangkan stroke dan gagal ginjal sering

ditemukan, dan sebagian kecil pada pasien dengan retinopati.

a. Komplikasi pada Sistem Kardiovaskuler

Kompensasi akibat penambahan kerja jantung dengan peningkatan tekanan

sistemik adalah hipertrofi ventrikel kiri, yang ditandai dengan penebalan dinding

ventrikel. Hal ini menyebabkan fungsi ventrikel memburuk, kapasitasnya membesar

dan timbul gejala-gejala dan tanda-tanda gagal jantung. Angina pektoris dapat

timbul sebagai akibat dari kombinasi penyakit arteri koronaria dan peningkatan

kebutuhan oksigen miokard karena penambahan massanya.

19

Page 20: BAB II Kelompok 5 Fixx

Pada pemeriksaan fisik, didapatkan pembesaran jantung dengan denyut

ventrikel kiri yang menonjol. Suara penutupan aorta menonjol dan mungkin

ditemukan murmur dari regurgitasi aorta. Bunyi jantung presistolik (atrial, keempat)

sering terdengar pada penyakit jantung hipertensif, dan bunyi jantung protodiastolik

(ventrikuler, ketiga) atau irama gallop mungkin saja ditemukan. Pada

elektrokardiogram, ditemukan tanda-tanda hipertrofi ventrikel kiri. Bila penyakit

berlanjut, dapat terjadi iskemi dan infark. Sebagian besar kematian dengan

hipertensi disebabkan oleh infark miokard atau gagal jantung kongestif. Data-data

terbaru menduga bahwa kerusakan miokardial mungkin lebih diperantarai oleh

aldosteron pada asupan garam yang normal atau tinggi dibandingkan hanya oleh

peningkatan tekanan darah atau kadar angiotensin II.

b. Efek Neurologik

Efek neurologik pada hipertensi lanjut dibagi dalam perubahan pada retina

dan sistem saraf pusat. Karena retina adalah satu-satunya jaringan dengan arteri

dan arteriol yang dapat langsung diperiksa, maka dengan pemeriksaan

optalmoskopik berulang memungkinkan pengamatan terhadap proses dampak

hipertensi pada pembuluh darah retina.

Efek pada sistem saraf pusat juga sering terjadi pada pasien hipertensi.

Sakit kepala di daerah oksipital, paling sering terjadi pada pagi hari, yang

merupakan salah satu dari gejala-gejala awal hipertensi. Dapat juga ditemukan

’keleyengan’, kepala terasa ringan, vertigo, tinitus dan penglihatan menurun atau

sinkope, tapi manifestasi yang lebih serius adalah oklusi vaskuler, perdarahan atau

ensefalopati. Patogenesa dari kedua hal pertama sedikit berbeda. Infark serebri

terjadi secara sekunder akibat peningkatan aterosklerosis pada pasien hipertensi,

dimana perdarahan serebri adalah akibat dari peningkatan tekanan darah dan

perkembangan mikroaneurisma vaskuler serebri (aneurisma Charcot-Bouchard).

Hanya umur dan tekanan arterial diketahui berpengaruh terhadap perkembangan

mikroaneurisma.

Ensefalopati hipertensi terdiri dari gejala-gejala : hipertensi berat, gangguan

kesadaran, peningkatan tekanan intrakranial, retinopati dengan papiledem dan

kejang. Patogenesisnya tidak jelas tapi kemungkinan tidak berkaitan dengan

spasme arterioler atau udem serebri. Tanda-tanda fokal neurologik jarang

ditemukan dan jikalau ada, lebih dipikirkan suatu infark / perdarahan serebri atau

transient ischemic attack.

20

Page 21: BAB II Kelompok 5 Fixx

Hipertensi atau tekanan darah tinggi memberikan kelainan pada retina

berupa retinopati hipertensi, dengan arteri yang besarnya tidak beraturan, eksudat

pada retina, edema retina dan perdarahan retina. Kelainan pembuluh darah dapat

berupa penyempitan umum atau setempat, percabangan pembuluh darah yang

tajam, fenomena crossing atau sklerosis pembuluh darah.

c. Efek pada Ginjal

Lesi aterosklerosis pada arteriol aferen dan eferen serta kapiler glomerulus

adalah lesi vaskuler renal yang paling umum pada hipertensi dan berakibat pada

penurunan tingkat filtrasi glomerulus dan disfungsi tubuler. Proteinuria dan

hematuria mikroskopik terjadi karena lesi pada glomerulus dan ± 10 % kematian

disebabkan oleh hipertensi akibat gagal ginjal. Kehilangan darah pada hipertensi

terjadi tidak hanya dari lesi pada ginjal; epitaksis, hemoptisis dan metroragi juga

sering terjadi pada pasien-pasien ini.

2.3 Asuhan Keperawatan Lansia

Kegiatan asuhan keperawatan pada lansia, dimaksudkan untuk memberikan

bantuan, bimbingan, pengawasan, perlindungan dan pertolongan kepada lanjut

usia secara individu maupun kelompok, seperti di rumah/lingkungan keluarga,

Panti Werda maupun Puskesmas, yang di berikan perawat. Untuk asuhan

keperawatan yang masih dapat dilakukan oleh anggota keluarga atau petugas

sosial yang bukan tenaga keperawatan, diperlukan latihan sebelumnya atau

bimbingan langsung pada waktu tenaga keperawatan melakukan asuhan

keperawatan di rumah atau panti. Adapun asuhan keperawatan dasar yang di

berikan, disesuaikan pada kelompok lanjut usia, apakah lanjut usia aktif atau pasif,

antara lain :

1. Untuk lanjut usia yang masih aktif, asuhan keperawatan dapat berupa

dukungan tentang personal hygine, kebersihan lingkungan serta makanan

yang sesuai dan kesegaran jasmani.

2. Untuk lanjut usia yang telah mengalami pasif, yang tergantung pada orang

lain. Hal yang perlu diperhatikan dalam memberikan asuhan keperawatan

pada lanjut usia pasif pada dasarnya sama sama seperti pada lanjut usia aktif,

dengan bantuan penuh oleh anggota keluarga atau petugas. Khususnya bagi

yang lumpuh, perlu dicegah agar tidak terjadi dekubitus.

Pendekatan asuhan keperawatan yang dapat dilakukan untuk masalah

keperawatan pada lansia dapat dilakukan melalui pendekatan promotif maupun

preventif.

21

Page 22: BAB II Kelompok 5 Fixx

2.3.1 Pendekatan promotif

Pencegahan promotif dengan menggunakan pendekatan komunitas

dapat dilakukan dengan membentuk kelompok masyarakat yang peduli pada

bahaya hipertensi dengan melakukan berbagai kegiatan yang bertujuan untuk

mampu mendeteksi dini hipertensi dan melakukan berbagai kegiatan untuk

menurunkan risiko kejadian hipertensi.

Selain itu juga dapat melalui program promosi kesehatan di tingkat

puskesmas yaitu salah satunya adalah Program Posbindu (Pos Pembinaan

Terpadu) bagi masyarakat tingkat RW yang berusia 45 tahun ke atas. Dalam

program ini yang dilakukan sebulan sekali salah satu kegiatannya adalah

memeriksa tekanan darah peserta secara rutin. Jika ada peserta yang

menderita hipertensi oleh petugas puskesmas diberikan penyuluhan dan

dianjurkan untuk berobat ke puskesmas.

2.3.2 Pendekatan preventif

3. Preventif primer

Tindakan preventif (pencegahan) primer merupakan pencegahan sejati yang

mendahului suatu penyakit dan diterapkan pada individu yang sehat secara fisik

dan emosional. Program ini mencakup pendidikan kesehatan dan aktifitas

kebugaran fisik serta nutrisional yang dapat diberikan secara individual maupun

kelompok atau dapat pula berfokus pada individu yang berisiko untuk memperoleh

penyakit tertentu. Pencegahan primer mencakup seluruh usaha promosi kesehatan

dan aktivitas pendidikan kesejahteraan yang berfokus pada pemeliharaan atau

peningkatan kesehatan keseluruhan dari individu, keluarga dan komunitas

(Potter&Perry, 2009)..

Pencegahan primer yaitu upaya awal pencegahan sebelum seseorang

menderita hipertensi, dimana dilakukan penyuluhan faktor-faktor risiko hipertensi

terutama pada kelompok risiko tinggi. Tujuan pencegahan primer adalah untuk

mengurangi insidensi penyakit dengan cara mengendalikan penyebab-penyebab

penyakit dan faktor-faktor risikonya.

Upaya-upaya yang dilakukan dalam pencegahan primer terhadap hipertensi antara

lain:

1. Pola Makan yang Baik

a. Mengurangi asupan garam dan lemak tinggi

22

Page 23: BAB II Kelompok 5 Fixx

Terlalu banyak mengonsumsi garam dapat meningkatkan tekanan darah

hingga ke tingkat yang membahayakan. Panduan terkini dari British

Hypertension Society menganjurkan asupan natrium dibatasi sampai kurang

dari 2,4 gram sehari. Jumlah tersebut setara dengan 6 gram garam, yaitu

sekitar 1 sendok teh per hari. Penting untuk diingat bahwa banyak natrium

(sodium) tersembunyi dalam makanan, terutama makanan yang diproses.

Mengurangi asupan garam <100 mmol/hari (2,4 gram natrium atau 6 gram

garam) bisa menurunkan TDS 2-8 mmHg. Lemak dalam diet meningkatkan

risiko terjadinya atherosklerosis yang berkaitan dengan kenaikan tekanan

darah. Penurunan konsumsi lemak jenuh, terutama lemak dalam makanan

yang bersumber dari hewan dan peningkatan konsumsi lemak tidak jenuh

secukupnya yang berasal dari minyak sayuran, biji-bijian dan makanan lain

yang bersumber dari tanaman dapat menurunkan tekanan darah.

Mengurangi diet lemak dapat menurunkan tekanan darah TDS/TDD 6/3

mmHg.

b. Meningkatkan konsumsi sayur dan buah

Jenis makanan ini sangat baik untuk melawan penyakit hipertensi. Dengan

mengonsumsi sayur dan buah secara teratur dapat menurunkan risiko

kematian akibat hipertensi, stroke, dan penyakit jantung koroner,

menurunkan tekanan darah, dan mencegah kanker. Sayur dan buah

mengandung zat kimia tanaman (phytochemical) yang penting seperti

flavonoids, sterol, dan phenol. Mengonsumsi sayur dan buah dengan teratur

dapat menurunkan tekanan darah TDS/TDD 3/1 mmHg.

2. Perubahan Gaya Hidup

a. Olahraga teratur

Olahraga sebaiknya dilakukan teratur dan bersifat aerobik, karena kedua

sifat inilah yang dapat menurunkan tekanan darah. Olahraga aerobik

maksudnya olahraga yang dilakukan secara terus-menerus dimana

kebutuhan oksigen masih dapat dipenuhi tubuh, misalnya jogging, senam,

renang, dan bersepeda. Aktivitas fisik adalah setiap gerakan tubuh yang

meningkatkan pengeluaran tenaga dan energi (pembakaran kalori). Aktivitas

fisik sebaiknya dilakukan sekurang-kurangnya 30 menit perhari dengan baik

dan benar. Salah satu manfaat dari aktivitas fisik yaitu menjaga tekanan

darah tetap stabil dalam batas normal. Contoh dari aktivitas fisik yang dapat

menjaga kestabilan tekanan darah misalnya turun bus lebih awal menuju

23

Page 24: BAB II Kelompok 5 Fixx

tempat kerja yang kira-kira menghabiskan 20 menit berjalan kaki dan saat

pulang berhenti di halte yang menghabiskan kira-kira 10 menit berjalan kaki

menuju rumah, atau membersihkan rumah selama 10 menit, dua kali dalam

sehari ditambah 10 menit bersepeda, dan lain-lain. Melakukan olahraga

secara teratur dapat menurunkan tekanan darah sistolik 4-8 mmHg. Latihan

fisik isometrik seperti angkat besi dapat meningkatkan tekanan darah dan

harus dihindari pada penderita hipertensi. Di usia tua, fungsi jantung dan

pembuluh darah akan menurun, demikian juga elastisitas dan kekuatannya.

Tetapi jika berolahraga secara teratur, maka sistem kardiovaskular akan

berfungsi maksimal dan tetap terpelihara.

b. Menghentikan rokok

Tembakau mengandung nikotin yang memperkuat kerja jantung dan

menciutkan arteri kecil hingga sirkulasi darah berkurang dan tekanan darah

meningkat. Berhenti merokok merupakan perubahan gaya hidup yang paling

kuat untuk mencegah penyakit kardiovaskular pada penderita hipertensi.

c. Membatasi konsumsi alkohol

Konsumsi alkohol dalam jumlah sedang sebagai bagian dari pola makan

yang sehat dan bervariasi tidak merusak kesehatan. Namun demikian,

minum alkohol secara berlebihan telah dikaitkan dengan peningkatan

tekanan darah. Pesta minuman keras (binge drinking) sangat berbahaya

bagi kesehatan karena alkohol berkaitan dengan stroke. Wanita sebaiknya

membatasi konsumsi alkohol tidak lebih dari 14 unit per minggu dan laki-laki

tidak melebihi 21 unit perminggu. Menghindari konsumsi alkohol bisa

menurunkan TDS 2-4 mmHg.

3. Mengurangi Kelebihan Berat Badan

Di antara semua faktor risiko yang dapat dikendalikan, berat badan adalah salah

satu yang paling erat kaitannya dengan hipertensi. Dibandingkan dengan yang

kurus, orang yang gemuk lebih besar peluangnya mengalami hipertensi.

Penurunan berat badan pada penderita hipertensi dapat dilakukan melalui

perubahan pola makan dan olahraga secara teratur. Menurunkan berat badan

bisa menurunkan TDS 5-20 mmHg per 10 kg penurunan BB.

4. Preventif sekunder

Pencegahan sekunder berfokus pada individu yang mengalami masalah

kesehatan atau penyakit dan berisiko mengalami komplikasi atau kondisi yang

24

Page 25: BAB II Kelompok 5 Fixx

memburuk. Aktivitas diarahkan pada diagnosis dan terapi sedini mungkin sehingga

menurunkan keparahan dan memungkinkan individu kembali ke tingkat kesehatan

yang normal segera mungkin. Ini termasuk teknik skrining dan penanganan stadium

awal penyakit untuk membatasi kecacatan dengan menunda konsekuensi dari

penyakit yang lanjut (Potter&Perry, 2009). Adapun pencegahan sekunder yang

dapat dilakuakan antara lain:

a. Pemeriksaan berkala

Pengukuran Tekanan Darah

 Mengendalikan tensi secara teratur agar tetap stabil   

b. Pengobatan/Perawatan

Pengobatan segera

Menghindari komplikasi

Menstabilkan tekanan darah

Memperkecil efek samping pengobatan

Mengobati penyakit penyerta seperti; DM, PJK, dll

Menghindari faktor risiko hipertensi media pencegahan hipertensi

5. Preventif tersier

Pencegahan tersier dilakukan sesudah terdapat gejala penyakit dan cacat,

mencegah cacat bertambah dan ketergantungan, serta perawatan bertahap.

Sistem ini dilakukan setelah sistem ditangani dengan strategi-strategi pencegahan

sekunder. Pencegahan ini difokuskan pada perbaikan kembali kearah stabilisasi

sistem klien secara optimal. Tujuan utamanya adalah utnuk memperkuat resistensi

terhadap stressor untuk mencegah reaksi timbul kembali atau regresi, sehingga

dapat mempertahankan energy. Pencegahan sekunder cenderung untuk kembali

pada pencegahan primer. Ada beberapa tahap perawatan tersier yaitu :

a. Perawatan di rumah sakit

b. Rehabilitasi pasien rawat jalan

c. Perawatan jangka panjang

Sedangkan jenis pelayanan tersier adalah sebagai berikut :

a. Mencegah berkembangnya gejala dengan menfasilitasi rehabilitasi dan

membatasi ketidakmampuan akibat kondisi kronis.

b. Mendukung usaha untuk mempertahankan kemampuan berfungsi

2.4 Intervensi Non Farmakologi Yang Diberikan

25

Page 26: BAB II Kelompok 5 Fixx

2.4.1 Telaah Jurnal Perbedaan Penurunan Tekanan Darah Sistolik Lanjut Usia

Hipertensi Yang Diberi Jus Tomat (Lycopersicum Commune) Dengan Kulit

Dan Tanpa Kulit

Abstrak

Latar Belakang : Hipertensi meningkatkan peluang terjadinya penyakit ginjal dan

kardiovaskuler serta gangguan sistem saraf dan retinopati. Likopen berperan dalam

menurunkan tekanan darah dengan cara mencegah penebalan dan pengerasan

dinding arteri dengan mengendalikan tonus otot polos pembuluh darah.

Tujuan : Menganalisis perbedaan penurunan tekanan darah sistolik lanjut usia

hipertensi yang diberi jus tomat (Lycopersicum commune) dengan kulit dan tanpa kulit.

Metode : Penelitian ini merupakan penelitian quasi experimental dengan rancangan

pre-post grup design. Subyek penelitian ini adalah 34 lanjut usia hipertensi yang

memiliki tekanan darah sistolik 120 – 190 mm Hg. Subyek dibagi menjadi 2 kelompok

yaitu kelompok perlakuan I (jus tomat dengan kulit) dan kelompok perlakuan II (jus

tomat tanpa kulit) dengan dosis 150 g tomat yang diblanch, air 50 ml, dan gula 2 g

selama 7 hari. Uji normalitas menggunakan uji Saphiro-Wilk. Uji Wilcoxon untuk

melihat perbedaan tekanan darah sistolik sebelum dan sesudah perlakuan pada kedua

kelompok karena distribusi data tidak normal. Data perbedaan penurunan tekanan

darah sistolik diuji dengan Mann-Whitney karena distribusi data tidak normal.

Hasil : Pada kelompok perlakuan I rata-rata tekanan darah sistolik sebelum perlakuan

144,71 + 18,07 mmHg menjadi 134,71 + 17,72 mmHg setelah perlakuan sehingga

terjadi penurunan tekanan darah sistolik sebesar 10,00 + 7,91 mmHg dengan p=0,001.

Sedangkan pada kelompok perlakuan II rata-rata tekanan darah sistolik sebelum

perlakuan 140,59 + 20,45 mmHg menjadi 134,71 + 15,46 mmHg setelah perlakuan

sehingga terjadi penurunan tekanan darah sistolik sebesar 5,88 + 7,12 mmHg dengan

p=0,008. Uji Man-Whitney menunjukkan penurunan tekanan darah sistolik kedua

kelompok memiliki p=0,218.

Kesimpulan : Terdapat penurunan tekanan darah sistolik sebelum dan sesudah

perlakuan pada masing-masing kelompok (p<0.05), tetapi antara kelompok I dan II

tidak terdapat perbedaan penurunan tekanan darah sistolik yang bermakna (p>0,05).

Kata kunci : Jus tomat dengan kulit; jus tomat tanpa kulit; hipertensi; lanjut usia

Pendahuluan

Hipertensi atau sering disebut penyakit darah tinggi merupakan salah satu

masalah/penyakit yang sedang dihadapi oleh penduduk Indonesia saat ini. Pada tahun

2007 diketahui prevalensi hipertensi di Indonesia mencapai 31,7% (DEPKES RI,

26

Page 27: BAB II Kelompok 5 Fixx

2008). Di Wilayah provinsi jawa timur, khususnya di daerah kota malang kelurahan

bareng RW 4 terdapat sebagian besar lansianya menderita hipertensi yaitu sebasar

40 lansia (65%). Dengan rata-rata tekanan sistoliknya ≥ 140 mmHg.

Hipertensi merupakan kondisi tekanan darah tinggi pada pembuluh darah arteri

yang berlangsung secara terus-menerus dalam jangka waktu lama. Hipertensi

meningkatkan peluang terjadinya penyakit ginjal dan kardiovaskuler serta gangguan

sistem saraf dan retinopati. Sekitar 54% penyakit stroke dan 47% penyakit jantung di

dunia disebabkan oleh hipertensi, sedangkan lebih dari sepertiga kematian pada

negara-negara pendapatan rendah di Eropa dan Asia Sentral disebabkan oleh tekanan

darah yang tinggi.

Banyak faktor yang mempengaruhi hipertensi, salah satunya adalah gaya hidup

seperti aktivitas fisik kurang, kebiasaan merokok, konsumsi alkohol berlebih, serta

asupan sodium tinggi sedangkan asupan sayur dan buah rendah (Mahan,2012).

Pemilihan makanan yang bergizi bagi lansia diperlukan untuk menjaga kesehatan dan

mencegah penyakit atau komplikasi dari penyakit yang sudah diderita lansia. Zat gizi

yang dapat menunjang kesehatan dan mencegah hipertensi diantaranya adalah

karotenoid, kalium, asam lemak omega 3, dan serat (Ha, 2013). Salah satu karotenoid

yang terdapat dalam makanan adalah likopen. Aktivitas antioksidan likopen dua kali

lebih baik dari β-karoten. Bahan makanan yang merupakan sumber likopen salah

satunya adalah tomat (Yaling, 2011). Terdapat 9,27 mg likopen dalam 100 g tomat

mentah (Engelmann, 2011).

Selain likopen, tomat juga menjadi sumber kalium, asam folat, vitamin A, C, E,

dan serat yang dapat membantu menurunkan tekanan darah (Canene,2005). Tomat

matang juga mengandung zat gizi bioaktif seperti tocopherols, phenolics,

glycoalkaloids, flavonoids (Engelmann, 2011). Penelitian di Selandia Baru

menunjukkan bahwa kulit dan biji tomat memberikan kontribusi 53% total phenolics,

52% total flavonoids, 48% total likopen, dan 43% total asam askorbat (Toor,2005).

Lansia termasuk kelompok rawan gizi karena lansia telah mengalami proses

penuaan yang menyebabkan penurunan fungsi fisiologis. Pemenuhan kebutuhan gizi

lansia dapat diperoleh dengan mengonsumsi sayur dan buah yang kaya antioksidan.

Tomat merupakan bahan makanan yang murah, mudah didapat, mudah diolah, dan

lunak, sehingga lansia mudah mengkonsumsinya.

Beberapa olahan tomat yang menghilangkan kulitnya antara lain sirup, puree,

saos dan tomat kalengan. Rerata kandungan likopen dalam 100 g tomat utuh 10,7 mg,

sedangkan rerata kandungan likopen dalam 100 g tomat tanpa kulit adalah 2,1 mg.

27

Page 28: BAB II Kelompok 5 Fixx

Pengupasan kulit menyebabkan tomat kehilangan likopen sebesar 71% (Vinha,2013).

Tomat yang mengalami proses pemasakan mengubah bentuk all-trans lycopene

menjadi cis-lycopene isomers yang lebih larut dalam misel asam basa sehingga lebih

mudah dicerna (Ahuja, 2006).

Tingginya angka kejadian hipertensi dan banyaknya penelitian yang

mendukung tentang tomat dalam menurunkan tekanan darah menjadi alasan peneliti

jurnal ini ingin mengkaji lebih jauh mengenai pengaruh pemberian jus tomat dengan

kulit dan tanpa kulit terhadap penurunan tekanan darah sistolik lansia.

Metode

Penelitian ini adalah penelitian quasi experiment dengan rancangan pre-post

group design yang menggunakan manusia sebagai subjek penelitian. Variabel bebas

dalam penelitian adalah pemberian jus tomat dengan kulit dan tanpa kulit. Jus tomat

dengan kulit perhari terbuat dari tomat merah utuh 150 g yang diblanching /diblender

satu menit lalu ditambahkan air 50 ml dan gula 2 g, sedangkan jus tomat tanpa kulit

dibuat dengan dosis yang sama dari tomat merah kupas. Pemberian jus tomat

dilakukan selama 7 hari dengan dosis tersebut perhari. Variabel terikat pada penelitian

ini adalah penurunan tekanan darah sistolik pada kedua kelompok perlakuan.

Subjek penelitian adalah lansia yang dibina di panti rehabilitasi atau panti

wreda Kota Semarang diambil dengan menggunakan metode consecutive sampling

yang memenuhi kriteria antara lain berusia > 60 tahun dan memiliki tekanan darah

sistolik ≥ 120 mmHg dan memiliki riwayat hipertensi minimal setahun terakhir. Kriteria

eksklusi pada subjek penelitan yaitu mengkonsumsi obat dan suplemen antihipertensi

secara rutin, tidak kooperatif, mengundurkan diri saat penelitian berlangsung, dan

meninggal dunia saat penelitian berlangsung. Lansia yang bersedia menjadi subjek

penelitian diminta menandatangani informed consent. Selanjutnya dilakukan

pengukuran tekanan darah untuk mengetahui apakah tekanan darah sistolik subjek

memenuhi kriteria inklusi.

Subjek yang memenuhi seluruh kriteria inklusi dan dinyatakan sebagai sampel

penelitian kemudian dibagi menjadi dua kelompok secara acak. Kelompok I merupakan

kelompok yang diberi jus tomat dengan kulit, sedangkan kelompok II diberi jus tomat

tanpa kulit. Setelah sampel penelitian diberi jus tomat sesuai kelompok perlakuan,

dilakukan pengukuran tekanan darah sistolik kembali. Data yang terkumpul merupakan

data primer berupa data umum dan kondisi kesehatan berdasarkan catatan di panti

dan wawancara dengan subjek serta tekanan darah sistolik dari hasil pengukuran yang

dilakukan oleh perawat.

28

Page 29: BAB II Kelompok 5 Fixx

Pada saat penelitian terdapat masing-masing dua subjek dari kelompok I dan

kelompok II drop out sehingga jumlah akhir subjek adalah 34 lansia, terdiri dari 17

lansia kelompok perlakuan I dan 17 lansia pada kelompok perlakuan II

Hasil Penelitian

Subjek kelompok I maupun kelompok II paling banyak pada rentang usia 71-80

tahun (52,90%). Jumlah subjek laki-laki pada kedua kelompok perlakuan juga sama,

demikian pula dengan jumlah subjek perempuan pada kedua kelompok perlakuan.

Tekanan darah sistolik sebelum perlakuan pada kelompok I rata-rata 144,71 mmHg

sedangkan kelompok II 140,59 mmHg. Hasil uji Mann-Whitney tidak terdapat

perbedaan tekanan darah sistolik sebelum perlakuan pada kelompok I dan kelompok II

(p>0,05).

Untuk perbedaan penurunan tekanan darah sistolik lansia hipertensi yang diberi

jus tomat dengan kulit dan tanpa kulit yaitu pada kelompok perlakuan I rata-rata

tekanan darah sistolik sebelum perlakuan 144,71 + 18,07 mmHg menjadi 134,71 +

17,72 mmHg setelah perlakuan sehingga terjadi penurunan tekanan darah sistolik

sebesar 10,00 + 7,91 mmHg dengan p=0,001. Sedangkan pada kelompok perlakuan II

rata-rata tekanan darah sistolik sebelum perlakuan 140,59 + 20,45 mmHg menjadi

134,71 + 15,46 mmHg setelah perlakuan sehingga terjadi penurunan tekanan darah

sistolik sebesar 5,88 + 7,12 mmHg dengan p=0,008. Uji Man-Whitney menunjukkan

penurunan tekanan darah sistolik kedua kelompok memiliki p=0,218.

Kesimpulan

Konsep dan metode dalam penelitian jurnal ini memungkinkan untuk diterapkan

atau diimplikasikan dalam penyelesaian masalah praktek keperawatan gerontik di

kelurahan bareng RW 4 yang sebagian besar lansianya menderita hipertensi. Hal ini

bisa menjadi solusi yang menarik dan tantangan dalam menurunkan angka prevalensi

lansia yang menderita hipertensi di kelurahan bareng ini.

Dalam melakukan implikasi penelitian ini, perlu adanya metode baru dalam

menyajikan tomat. Sehingga tidak hanya dalam bentuk jus saja tapi juga dalam bentuk

sajian yang lain. Dan perlu mencari jurnal penelitian lain yang dapat mendukung jurnal

ini.

2.4.2 Telaah Jurnal Pengaruh Teknik Relaksasi Otot Progresif Terhadap

Tekanan Darah Pada Lansia Dengan Hipertensi Di Kel.Pringapus,

29

Page 30: BAB II Kelompok 5 Fixx

Kec.Pringapus Kab.Semarang

Abstrak

Pengobatan hipertensi dapat dilakukan dengan cara nonfarmakologi salah

satunya menggunakan terapi komplementer teknik relaksasi otot progresif yang

bermanfaat dapat menurunkan resistensi perifer dan menaikkan elastisitas pembuluh

darah. Otot-otot dan peredaran darah akan lebih sempurna dalam mengambil dan

mengedarkan oksigen serta relaksasi otot progresif dapat bersifat vasodilator yang

efeknya memperlebar pembuluh darah dan dapat menurunkan tekanan darah. Pasien

lansia dengan hipertensi di Kelurahan Pringapus Kecamatan Pringapus Kabupaten

Semarang banyak yang belum mengetahui teknik relaksasi otot progresif dapat

menurunkan tekanan darah. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa pengaruh

teknik relaksasi otot progresif terhadap tekanan darah pada lansia dengan hipertensi di

Kelurahan Pringapus Kecamatan Pringapus kabupaten Semarang.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif, metode quasi eksperimen

dengan desain non equivalent control group. Populasi yang diteliti adalah seluruh

lansia penderita hipertensi yang berjumlah 56 orang, dengan jumlah sampel 30 sampel

yang dibagi menjadi 15 untuk kelompok intervensi dan 15 untuk kelompok kontrol. Alat

pengumpul data dengan sphygmomanometer air raksa, stetoskop dan lembar

observasi. Teknik pengambilan sampel dengan menggunakan purposive sampling.

Hasil uji analisa dengan menggunakan uji t- independen didapatkan bahwa p-

value 0,032 (sistole) dan p-value 0,008 (diastole) < α 0,05 maka dapat disimpulkan ada

pengaruh teknik relaksasi otot progresif terhadap tekanan darah pada lansia dengan

hipertensi di Kelurahan Pringapus Kecamatan Pringapus Kabupaten Semarang. Terapi

teknik relaksasi otot progresif dapat digunakan sebagai pengobatan alternative yang

tepat dan praktis pada penderita hipertensi

Pendahuluan

Hipertensi adalah sebagai tekanan persisten dimana tekanan sistoliknya diatas

140 mmHg dan tekanan diastoliknya di atas 90 mmHg, hipertensi merupakan penyakit

yang kedua yang banyak diderita oleh usia lanjut setelah artritis (Smeltzer&Bare,

2002). Hipertensi merupakan salah satu penyebab terbesar kematian di seluruh dunia

tahun 2000 selain itu juga merupakan penyebab utama gagal jantung, stroke dan gagal

ginjal (Smeltzer& Bare, 2002).

Seiring bertambahnya usia, kepekaan terhadap hipertensi akan semakin

meningkat seiring bertambahnya umur seseorang. Individu yang berumur diatas 60

tahun, 50-60% mempunyai tekanan darah lebih besar atau sama dengan 140/90

30

Page 31: BAB II Kelompok 5 Fixx

mmHg. Hal ini merupakan pengaruh degenerasi yang terjadi pada orang yang lanjut

usia atau lansia (Susilo&Wulandari, 2011).

Pengobatan hipertensi terdiri dari terapi farmakologis dan nonfarmakologis

Terapi non farmakologis selalu menjadi hal yang penting dilakukan pada penderita

hipertensi berusia lanjut. Langkah awal pengobatan hipertensi secara non farmakologi

adalah dengan menjalani gaya hidup sehat, salah satunya dengan terapi

komplementer yang menggunakan bahan-bahan alami yang ada disekitar kita, seperti

relaksasi otot progresif, meditasi, aromaterapi, terapi herbal, terapi nutrisi.Teknik

relaksasi memberikan individu mengontrol diri ketika terjadi rasa tidak nyaman atau

nyeri (Susilo&Wulandari,2011).

Teknik relaksasi otot progresif adalah memusatkan perhatian pada suatu

aktifitas otot, dengan mengidentifikasi otot yang tegang kemudian menurunkan

ketegangan dengan melakukan teknik relaksasi untuk mendapatkan perasaan relaks

(Purwanto,2013). Dalam hal ini yang paling kuat yaitu reflek baroreseptor yang mana

relaksasi akan menurunkan aktifitas saraf simpatis dan epinefrin serta peningkatan

saraf parasimpatis sehingga kecepatan denyut jantung menurun, volume sekuncup

(CO) menurun, serta terjadi vasodilatasi arteriol dan venula. Selain itu curah jantung

dan resistensi perifer total juga menurun dan tekanan darah turun (Sheps, 2005).

Pernyataan Masalah

Adakah pengaruh relaksasi otot progresif terhadap penurunan tekanan darah

pada hipertensi pada lansia

Tujuan Telaah Hasil Penelitian

6. Tujuan Umum

Mengetahui pengaruh teknik relaksasi otot progresif terhadap tekanan darah pada

lansia dengan hipertensi

7. Tujuan Khusus

Mengetahui teknik relaksasi otot progresif

Mengidentifikasi pengaruh teknik relaksasi otot progresif terhadap penurunan

tekanan darah pada lansia di kelurahan Bareng.

Telaah Hasil Penelitian

Metode

31

Page 32: BAB II Kelompok 5 Fixx

Penelitian ini menggunakan desain quasi-eksperimental atau eksperimen

semu, dimana dalam desain ini dimaksudkan untuk mengetahui ada tidaknya akibat

dari sesuatu yang dikenakan pada subjek selidik (Notoadmodjo, 2010). Rancangan

yang digunakan adalah quasi eksperimen pre dan post control group design dengan

jumlah sampel 30 orang yang dibagi menjadi 15 orang kelompok kontrol dan 15 orang

kelompok intervensi.

Hasil

Hasil penelitian menunjukan bahwa terjadi penurunan tekanan darah cukup

signifikan yang ditunjukan pada tabel berikut:

Tabel 1. TekananDarahLansiaSebelumDiberikan

TeknikRelaksasiOtotProgresif

Tabel 2.TekananDarahLansiaSetelahDiberikan

TeknikRelaksasiOtotProgresif

Kesimpulannya,ada perbedaan tekanan darah pada lansia dengan hipertensi

sebelum dan sesudah diberikan teknik relaksasi otot progresif pada kelompok

intervensi, sedangkan tidak ada pebedaan secara signifikan tekanan darah pada awal

dan akhir penelitian pada lansia dengan hipertensi pada kelompok kontrol. Sehingga

terdapat pengaruh teknik relaksasi otot progresif terhadap tekanan darah pada lansia

dengan hipertensi.

Implikasi

32

Page 33: BAB II Kelompok 5 Fixx

Berdasarkan hasil penelitian jurnal tersebut menunjukan bahwa relaksasi otot

progresif dapat membantu menurunkan tekanan darah pada lansia dan teknik tersebut

memungkinkan untuk diterapkan pada lansia di kelurahan Bareng.

Kesimpulan

1. Teknik relaksasi dapat membantu menurunkan tekanan darah dengan rata-rata

sistolik pada kelompok intervensi adalah 154,73 mmHg dan rata-rata diastoliknya

adalah 95,73 mmHg dan pada kelompok intervensi setelah dilakukan teknik

relaksasi otot progresif rata-rata sistoliknya adalah 147,67 mmHg dan rata-rata

diastoliknya adalah 87,87 mmHg.

2. Ada pengaruh teknik relaksasi otot progresif terhadap tekanan darah pada lansia

dengan hipertensi di Kelurahan Pringapus Kecamatan Pringapus Kabupaten

Semarang. Dengan p-valuesistole sebesar 0,032 sistole, sedangkan diastole p-

value 0,008.

Saran

1. Pelayanan kesehatan agar dapat menjadikan teknik relaksasi otot progresif

sebagai salah satu kebijakan dalam pemberian pelayanan kesehatan untuk dapat

menurunkan tekanan darah pada lansia dengan hipertensi dengan tetap

memperhatikan penyakit-penyakit lain yang menyertai.

2. Diharapkan bagi petugas kesehatan pada umumnya dan khusus perawat lansia

dapat menjadikan teknik relaksasi menjadi salah satu intervensi keperawatan dan

salah satu terapi komplementer dalam menurunkan tekanan darah pada lansia

dengan hipertensi.

33