BAB II KEDUDUKAN DAN KEWENANGAN …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/59148/3/Chapter...

33
BAB II KEDUDUKAN DAN KEWENANGAN KEMENTERIAN NEGARA BERDASARKAN KONSTITUSI YANG PERNAH BERLAKU DI INDONESIA DAN BERDASARKAN KONSTITUSI BEBERAPA NEGARA LAIN Sebelum perubahan UUD NRI Tahun 1945 pada tahun 1999-2002, Indonesia pernah beberapa kali berganti konstitusi mulai dari UUD RI 1945, Konstitusi RIS 1949, UUD Sementara tahun 1950, sampai kembali lagi pada UUD RI 1945 melalui dekrit Presiden tahun 1959. Pergantian konstitusi ini sudah pasti berpengaruh pada sistem ketatanegaraan Indonesia serta berpengaruh pula pada Lembaga Kepresidenan dan Lembaga Kementerian Negara. Dimana masing- masing konstitusi tersebut memiliki ciri khasnya masing-masing. A. Kementerian Negara Berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 Sebelum Perubahan Undang-Undang Dasar 1945 sebelum perubahan mengatur bahwa Indonesia menjalankan sistem pemerintahan presidensial. Hal ini terlihat dari ketentuan Pasal 4 ayat (1) UUD NRI TAHUN 1945 yang mengatakan bahwa: “Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar”. Menurut Wirjono Prodjodikoro, ketentuan pasal tersebut mempunyai makna bahwa Presiden Republik Indonesia adalah satu-satunya orang yang memimpin seluruh pemerintahan. 20 Presiden memegang kekuasaan penuh untuk 20 Wirjono Prodjodikoro dalam Abdul Ghoffar, Perbandingan Kekuasaan Presiden Indonesia Sebelum Perubahan UUD NRI TAHUN 1945 dengan Delapan Negara Maju, Kencana, Jakarta, 2009, hlm 77 Universitas Sumatera Utara

Transcript of BAB II KEDUDUKAN DAN KEWENANGAN …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/59148/3/Chapter...

Page 1: BAB II KEDUDUKAN DAN KEWENANGAN …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/59148/3/Chapter II.pdf · bab ii kedudukan dan kewenangan kementerian negara berdasarkan konstitusi yang

BAB II

KEDUDUKAN DAN KEWENANGAN KEMENTERIAN NEGARA BERDASARKAN KONSTITUSI YANG PERNAH BERLAKU DI

INDONESIA DAN BERDASARKAN KONSTITUSI BEBERAPA NEGARA LAIN

Sebelum perubahan UUD NRI Tahun 1945 pada tahun 1999-2002,

Indonesia pernah beberapa kali berganti konstitusi mulai dari UUD RI 1945,

Konstitusi RIS 1949, UUD Sementara tahun 1950, sampai kembali lagi pada

UUD RI 1945 melalui dekrit Presiden tahun 1959. Pergantian konstitusi ini sudah

pasti berpengaruh pada sistem ketatanegaraan Indonesia serta berpengaruh pula

pada Lembaga Kepresidenan dan Lembaga Kementerian Negara. Dimana masing-

masing konstitusi tersebut memiliki ciri khasnya masing-masing.

A. Kementerian Negara Berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 Sebelum Perubahan

Undang-Undang Dasar 1945 sebelum perubahan mengatur bahwa

Indonesia menjalankan sistem pemerintahan presidensial. Hal ini terlihat dari

ketentuan Pasal 4 ayat (1) UUD NRI TAHUN 1945 yang mengatakan bahwa:

“Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut

Undang-Undang Dasar”.

Menurut Wirjono Prodjodikoro, ketentuan pasal tersebut mempunyai

makna bahwa Presiden Republik Indonesia adalah satu-satunya orang yang

memimpin seluruh pemerintahan.20 Presiden memegang kekuasaan penuh untuk

                                                            20 Wirjono Prodjodikoro dalam Abdul Ghoffar, Perbandingan Kekuasaan Presiden Indonesia Sebelum Perubahan UUD NRI TAHUN 1945 dengan Delapan Negara Maju, Kencana, Jakarta, 2009, hlm 77 

Universitas Sumatera Utara

Page 2: BAB II KEDUDUKAN DAN KEWENANGAN …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/59148/3/Chapter II.pdf · bab ii kedudukan dan kewenangan kementerian negara berdasarkan konstitusi yang

menjalankan roda pemerintahannya. Karena kekuasaan dan kedudukan inilah

salah satu kewenangan Presiden adalah mengangkat dan menetapkan pejabat

tinggi negara, seperti mengangkat menteri-menteri.

Dalam Bab V tepatnya pada pasal 17 UUD RI 1945 diatur mengenai

Kementerian Negara, yang berbunyi :

(1) Presiden dibantu oleh menteri-menteri negara. (2) Menteri-menteri itu diangkat dan diperhentikan oleh Presiden. (3) Menteri-menteri itu memimpin Departemen Pemerintahan.21

Pasal 17 ayat (1) menegaskan bahwa kedudukan menteri adalah sebagai

pembantu Presiden. Para menteri ini bertanggung jawab kepada Presiden bukan

kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) karena statusnya sebagai pembantu

presiden. Disinilah terlihat bahwa UUD NRI TAHUN 1945 menganut sistem

presidensial, karena kekuasaan dan tangung jawab pemerintahan tetap berada di

tangan Presiden.

Kekuasaan mengangkat dan memberhentikan menteri-menteri didasarkan

pada Pasal 17 ayat (2) UUD Tahun 1945. Presidenlah yang memiliki kewenangan

untuk mengangkat dan memberhentikan menteri-menteri negara karena

kedudukannya sebagai kepala pemerintahan. Kekuasaan ini tidak diatur lebih

lanjut dengan suatu peraturan perundang-undangan. Pelaksanaan kekuasaan

tersebut dalam praktik kenegaraan diserahkan secara mutlak kepada Presiden.

Pengangkatan menteri-menteri dilakukan oleh Presiden semenjak ia mendapat

mandat dari MPR dalam Sidang Umum MPR sampai dengan masa jabatannya

selesai. Pemberhentian menteri-menteri oleh Presiden dapat dilakukan di tengah-

                                                            21 Pasal 17 UUD RI Tahun 1945 sebelum amandemen 

Universitas Sumatera Utara

Page 3: BAB II KEDUDUKAN DAN KEWENANGAN …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/59148/3/Chapter II.pdf · bab ii kedudukan dan kewenangan kementerian negara berdasarkan konstitusi yang

tengah masa jabatannya tersebut. Seluruh tindakan tersebut dalam praktiknya

dapat dilakukan secara tertutup tanpa perlu meminta nasihat, mendapatkan usulan

dan pertanggungjawaban dari lembaga negara yang lain, karena ini adalah

merupakan hak prerogatif presiden.22 Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa

kedudukan menteri-menteri tidak tergantung pada Dewan Perwakilan Rakyat

(DPR) tetapi bergantung pada Presiden.

Meskipun Pasal 17 ayat (3) menyatakan bahwa menteri-menteri itu

memimpin Departemen Pemerintahan, tetapi dalam prakteknya terdapat beberapa

menteri yang tidak memimpin Departemen Pemerintahan, seperti Menteri

Sekretaris Negara dan ada juga diangkat Menteri Koordinator dan Menteri Muda.

Secara yuridis hal ini tidak bertentangan dengan ketentuan UUD 1945, sebab

Menteri Koordinator itu hanya berfungsi untuk mengkoordinir beberapa menteri

yang memimpin departemen pemerintahan, sedangkan menteri muda adalah

membantu untuk menangani bidang khusus dari seseorang menteri yang

memimpin departemen pemerintahan. Jika ditafsirkan dari Pasal 17 pun bahwa

menteri adalah pembantu presiden maka tidak ada persoalan sebab Presiden

sebagai kepala pemerintahan bisa saja menentukan pembantu yang diberi tugas

khusus tanpa harus memimpin departemen, artinya ketentuan pasal 17 ayat (3)

bahwa menteri itu memimpin departemen pemerintahan bukanlah suatu

keharusan, semuanya tergantung pada Presiden sesuai dengan kebutuhan yang

dihadapi.23

                                                            22 Abdul Ghoffar, Perbandingan… Op.cit., hlm 119 23 Moh. Mahfud MD, Dasar… Op.cit., hlm 115‐116 

Universitas Sumatera Utara

Page 4: BAB II KEDUDUKAN DAN KEWENANGAN …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/59148/3/Chapter II.pdf · bab ii kedudukan dan kewenangan kementerian negara berdasarkan konstitusi yang

Penjelasan UUD NRI TAHUN 1945 menyatakan bahwa “menteri-menteri

negara bukan pegawai tinggi biasa.” Walaupun ketentuan UUD NRI TAHUN

1945 menunjukkan bahwa menteri negara tergantung pada Presiden baik

pengangkatan maupun pemberhentiannya, akan tetapi menteri-menteri tersebut

bukan pegawai tinggi biasa. Hal ini dikarenakan menteri-menterilah yang

menjalankan kekuasaan pemerintahan (pouvoir executive) dalam prakteknya.

Sebagai pemimpin departemen, menterilah yang paling mengetahui hal-hal

mengenai lingkungan pekerjaannya. Menteri memiliki pengaruh besar terhadap

Presiden dalam menentukan politik negara mengenai departemen yang

dipimpinnya. Sehingga jelas bahwa menteri-menteri itu berkedudukan sebagai

pemerintah atau pemegang kekuasaan sebagai pembantu presiden di tingkat pusat.

Untuk menetapkan politik pemerintahan dan koordinasi dalam pemerintahan

negara maka para menteri bekerja sama, satu sama lain seerat-eratnya di bawah

kepemimpinan seorang presiden.

Untuk menjalankan roda pemerintahan, pada tanggal 2 September 1945

Presiden Soekarno membentuk kabinet pertama berdasarkan usul Panitia

Persiapan Kemerdekan Indonesia (PPKI). Kabinet ini kemudian tercatat dalam

sejarah sebagai Kabinet Presidensial pertama. Dalam susunan kabinet presidensial

ini, Presiden memegang kekuasaan eksekutif.24

Kedudukan Presiden sebagai kepala pemerintahan pada saat itu dapat

dikatakan sangat kuat. Hal ini dikarenakan berdasarkan ketentuan Pasal IV Aturan

Peralihan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 dikatakan bahwa Presiden

                                                            24  Abdul Ghoffar, Perbandingan… Op.Cit, hlm 2 

Universitas Sumatera Utara

Page 5: BAB II KEDUDUKAN DAN KEWENANGAN …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/59148/3/Chapter II.pdf · bab ii kedudukan dan kewenangan kementerian negara berdasarkan konstitusi yang

memegang kekuasaan pemerintahan dalam arti luas karena dalam menjalankan

kekuasaannya hanya dibantu oleh sebuah Komite Nasional. Namun, besarnya

kekuasaan presiden sebagaimana yang tertulis itu tidak berlangsung lama, yakni

hanya sekitar dua bulan. Besarnya kekuasaan yang dimiliki Presiden Soekarno

sedikit berkurang dengan dikeluarkannya Maklumat No. X oleh Wakil Presiden

Moh. Hatta atas usul dari Komite Nasional Pusat yang ditetapkan pada tanggal 16

Oktober 1945. Inti dari maklumat tersebut adalah penyerahan kekuasaan legislatif

kepada Komite Nasional Pusat sebelum DPR dan MPR dibentuk berdasarkan

Undang-Undang Dasar yang berlaku. Maklumat tersebut juga berisi pembentukan

suatu Badan Pekerja dari Komite Nasional Pusat.

Untuk menghindari kesalahpahaman, pada tanggal 20 Oktober 1945,

Badan Pekerja Komite Nasional Pusat menjelaskan kedudukan dan fungsinya

sesuai dengan Maklumat Wakil Presiden tersebut, yaitu :

1. Turut menetapkan Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN). Artinya, badan

pekerja bersama-sama dengan Presiden menetapkan GBHN. Namun, badan

pekerja tidak turut campur dalam kebijaksanaan negara (dagelijks beleid)

pemerintah sehari-hari. Kekuasaan untuk itu tetap berada di tangan Presiden.

2. Bersama-sama dengan Presiden menetapkan Undang-Undang. Pelaksana dari

ketentuan Undang-Undang ini tetap pemerintah dalam hal ini presiden dan

para menterinya.25

Dalam perkembangannya, Komite Nasional Pusat ini sangat berpengaruh

dalam roda pemerintahan Soekarno. Hal ini terlihat dengan disetujuinya usul

                                                            25  Ibid, hlm 3 

Universitas Sumatera Utara

Page 6: BAB II KEDUDUKAN DAN KEWENANGAN …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/59148/3/Chapter II.pdf · bab ii kedudukan dan kewenangan kementerian negara berdasarkan konstitusi yang

Komite Nasional Pusat oleh pemerintah agar para menteri tidak lagi bertanggung

jawab terhadap presiden melainkan kepada Komite Nasional Pusat. Persetujuan

tersebut dituangkan dalam sebuah Maklumat Pemerintah pada tanggal 14

November 1945. Dengan dikeluarkannya maklumat tersebut, Presiden tidak lagi

berkedudukan sebagai kepala pemerintahan, sebagaimana yang diatur dalam Pasal

4 ayat (1) UUD RI 1945, melainkan hanya berfungsi sebagai kepala negara atau

presiden konstitusional. Untuk kedua kalinya terjadi pengurangan kekuasaan

presiden.26

Maklumat ini pada dasarnya juga berisi perubahan sistem pemerintahan,

yakni dari sistem pemerintahan presidensial ke sistem parlementer. Hal ini

dibuktikan dengan perubahan sistem pertanggungjawaban yakni sistem

pertanggungjawaban pemerintahan negara yang terletak ditangan dewan menteri

yang dipimpin oleh seorang perdana menteri (prime minister). Perlu ditegaskan

lagi bahwa perubahan sistem pemerintahan tersebut adalah tidak dengan

melakukan perubahan terhadap Undang-Undang Dasarnya. Juga perlu diketahui

bahwa sebelum dikeluarkannya Maklumat Pemerintah tentang sistem

pemerintahan tanggal 14 November 1945 tersebut, telah keluar pula Maklumat

Pemerintah pada tanggal 3 November 1945 tentang partai-partai politik dan

organisasi politik yang pada pokoknya menganjurkan didirikannya partai-partai

dan organisasi politik sesuai dengan aliran-aliran yang hidup dalam masyarakat.

Hal ini dimaksudkan juga menjunjung tinggi asas demokrasi serta untuk

                                                            26  Ibid 

Universitas Sumatera Utara

Page 7: BAB II KEDUDUKAN DAN KEWENANGAN …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/59148/3/Chapter II.pdf · bab ii kedudukan dan kewenangan kementerian negara berdasarkan konstitusi yang

memudahkan dalam mengatur kekuatan perjuangan bangsa Indonesia pada waktu

itu.27

Selama masa tahun 1945-1950 terjadi banyak pergantian kabinet,

diantaranya adalah sebagai berikut :28

1. Kabinet Presidensiil. Kabinet ini dipimpin oleh Soekarno sebagai Presiden,

dengan jumlah menteri sebanyak 21 orang. Kabinet ini terbentuk pada tanggal

2 September 1945 dan berakhir pada tanggal 14 November 1945.

2. Kabinet Syahrir Pertama. Kabinet ini dipimpin oleh Sutan Syahrir sebagai

Perdana Menteri, dengan jumlah kementerian sebanyak 17 kementerian .

Kabinet ini terbentuk pada tanggal 14 November 1945 dan dipaksa berhenti

pada tanggal 12 Maret 1946 oleh oposisi persatuan perjuangan, suatu koalisi

partai-partai dan golongan-golongan diluar Badan Pekerja atau Komite

Nasional Pusat.

3. Kabinet Syahrir Kedua. Kabinet ini juga dipimpin kembali oleh Sutan Syahrir

sebagai Perdana Menteri, dengan jumlah kementerian sebanyak 25

kementerian. Kabinet ini dibentuk pada tanggal 12 Maret 1946 dan berakhir

pada tanggal 2 Oktober 1946. Pada masa ini kekuasaan pemerintahan diambil

alih oleh Presiden Soekarno ketika terjadi penculikan Perdana Menteri Sutan

Syahrir. Setelah beliau dibebaskan, Presiden Soekrao menunjukkan beliau

sebagai formatur kabinet.

                                                            27 Moh. Mahfud MD, Dasar… Op.Cit, hlm 93‐94 28 Miftah Thoha, Birokrasi Pemerintahan dan Kekuasaan di Indonesia, Thafa Media, Yogyakarta, 2012, hlm 20‐23.  http://id.wikipedia.org/wiki/Daftar_kabinet_Indonesia, diakses pada tanggal 18 April 2013 

Universitas Sumatera Utara

Page 8: BAB II KEDUDUKAN DAN KEWENANGAN …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/59148/3/Chapter II.pdf · bab ii kedudukan dan kewenangan kementerian negara berdasarkan konstitusi yang

4. Kabinet Syahrir Ketiga. Kabinet ini juga dipimpin oleh Sutan Syahrir sebagai

Perdana Menteri, dengan jumlah kementerian 32 kementerian. Kabinet ini

dibentuk tanggal 2 Oktober 1946 dan berakhir pada tanggal 3 Juli 1947.

5. Kabinet Amir Syarifuddin Pertama. Kabinet ini dipimpin oleh Amir

Syarifuddin sebagai Perdana Menteri, dengan jumlah kementerian sebanyak

34 kementerian. Kabinet ini dibentuk tanggal 3 Juli 1947 dan berakhir pada

tanggal 11 November 1947, karena diadakannya reshuffle kabinet.

6. Kabinet Amir Syarifuddin Kedua. Kabinet ini dipimpin oleh Amir Syarifuddin

sebagai Perdana Menteri, dengan jumlah kementerian termasuk kementerian

negara sebanyak 37 kementerian. Kabinet ini dibentuk pada tanggal 11

November 1947 dan harus berakhir pada tanggal 23 Januai 1948 dengan

dikeluarkannya Maklumat Presiden No. 2 Tahun 1948.

7. Kabinet Presidensial (Kabinet Hatta Pertama). Kabinet ini dipimpin oleh

Moh. Hatta sebagai Perdana Menteri, dengan jumlah kementerian sebanyak 17

kementerian. Kabinet ini dibentuk pada tanggal 23 Januari 1948 dan berakhir

pada tanggal 4 Agustus 1949.

8. Kabinet Darurat. Kabinet ini dipimpin oleh Syarifuddin Prawiranegara

sebagai Ketua/Perdana Menteri. Kabinet ini berkedudukan di Bukit Tinggi

Sumatera Barat yang terdiri dari 8 kementerian dan ditambah dengan 4

kementerian di Komisariat PDRI (Pemerintah Darurat Republik Indonesia).

Kabinet ini dibentuk pada tanggal 19 Desember 1948 dan berakhir pada

tanggal 13 Juli 1949.

Universitas Sumatera Utara

Page 9: BAB II KEDUDUKAN DAN KEWENANGAN …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/59148/3/Chapter II.pdf · bab ii kedudukan dan kewenangan kementerian negara berdasarkan konstitusi yang

9. Kabinet Hatta Kedua. Kabinet ini dipimpin oleh Moh. Hatta sebagai Perdana

Menteri, dengan jumlah kementerian sebanyak 19 kementerian. Kabinet ini

dibentuk pada tanggal 4 Agustus 1949 dan berakhir pada tanggal 20 Desember

1949.

B. Kementerian Negara Berdasarkan Konstitusi Republik Indonesia Serikat (RIS)

Menurut Pasal 1 ayat (1) Konstitusi RIS, “Republik Indonesia Serikat

yang merdeka dan berdaulat ialah suatu negara hukum yang demokrasi dan

berbentuk federasi.” Selanjutnya dalam Pasal 1 ayat (2) disebutkan bahwa

“Kekuasaan berkedaulatan di dalam negara Republik Indonesia Serikat dilakukan

oleh pemerintah bersama-sama dengan DPR dan Senat.”29 Pasal 68 ayat (2)

menyatakan bahwa, “Yang dimaksud dengan pemerintah menurut Konstitusi RIS

ialah Presiden dengan seorang atau beberapa atau para Menteri, yakni menurut

tanggung jawab khusus atau tanggung jawab umum mereka itu.30

Berbeda dengan Undang-Undang Dasar 1945 yang menempatan Presiden

sebagai Kepala Pemerintahan sekaligus Kepala Negara, pada Konstitusi RIS

Presiden hanya berkedudukan sebagai Kepala Negara, sedangkan kekuasaan

pemerintahan dijalankan oleh kainet yang dikepalai oleh Perdana Menteri. Hal ini

dikarenakan dalam Konstitusi RIS, Indonesia menganut sistem pemerintahan

parlementer.

Secara formal, Presiden adalah juga merupakan pemerintah. Karena

sifatnya cuma formalitas, maka kekuasaan dalam pemerintahan bergantung pada                                                             29 Titik Triwulan Tutik, Konstruksi… Op.cit., hlm 121 30 Moh. Mahfud MD, Dasar… Op.cit., hlm 95 

Universitas Sumatera Utara

Page 10: BAB II KEDUDUKAN DAN KEWENANGAN …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/59148/3/Chapter II.pdf · bab ii kedudukan dan kewenangan kementerian negara berdasarkan konstitusi yang

menteri-menteri. Semua keputusan atau peraturan harus diambil oleh kabinet,

kemudian keputusan atau peraturan tersebut ditandatangani oleh presiden dan

ditandatangani oleh menteri.31

Salah satu kekuasaan administratif yang diberikan Konstitusi RIS kepada

Presiden adalah mengangkat perdana menteri, menteri-menteri, ketua senat

setelah mendapat anjuran dari senat, serta pejabat-pejabat tinggi lainnya. Hal ini

ditegaskan dalam Pasal 74 ayat (1) yang menyatakan bahwa, “Presiden sepakat

dengan orang-orang yang dikuasakan oleh daerah-daerah bagian sebagai tersebut

dalam Pasal 69, menunjuk 3 pembentuk kabinet”. Ketentuan ini menunjukkan

sistem quasi-federal yang ditimbulkan oleh Konstusi RIS. Selanjutnya Pasal 74

ayat (2) juga menyatakan bahwa, “Sesuai dengan anjuran ketiga pembentuk

kabinet itu, Presiden mengangkat seorang daripadanya menjadi Perdana Menteri

dan mengangkat Menteri-Menteri yang lain”. Presiden juga memiliki kewenangan

untuk menetapkan siapa-siapa dari Menteri-Menteri itu diwajibkan memimpin

departemen masing-masing. Boleh juga diangkat Menteri-Menteri yang tidak

memangku departemen.32

Meskipun dalam Konstitusi RIS telah ditetapkan bahwa ada seorang

Perdana Menteri, tetapi mengenai kedudukannya tidak ada ketentuan-ketentuan

lebih lanjut, selain daripada apa yang diatur dalam Pasal 76 Konstitusi RIS yang

menyebutkan bahwa ia harus mengetuai Dewan Menteri. Meskipun demikian

dalam pratek, ia adalah pemimpin kabinet dan namanya dipakai untuk sebutan

                                                            31 Abdul Ghoffar, Perbandingan… Op.Cit, hlm 82 32 Pasal 73 ayat (3) Konstitusi RIS tahun 1949 

Universitas Sumatera Utara

Page 11: BAB II KEDUDUKAN DAN KEWENANGAN …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/59148/3/Chapter II.pdf · bab ii kedudukan dan kewenangan kementerian negara berdasarkan konstitusi yang

kabinet. Selanjutnya, jika perlu karena Presiden berhalangan, maka Perdana

Menteri menjalankan pekerjaan jaatan Presiden sehari-hari.33

Pada masa pemberlakuan Konstitusi RIS, menteri-menteri adalah bagian

dari alat-alat perlengkapan sekaligus bagian dari pemerintah bersama Presiden.

Sistem pemerintahan yang diterapkan adalah sistem pemerintahan parlementer

sehingga segala tindakan pemerintah yang bertanggung jawab adalah menteri-

menteri. Presiden tidak bisa dimintai pertanggungjawabannya. Oleh karena itu,

segala pemerintahan harus melibatkan menteri-menteri yang terkait. Sementara itu

keterlibatan Presiden hanya bersifat formalitas untuk sekedar mengetahui.34

Sistem parlementer dianut dalam sistem ketatanegaraan Republik

Indonesia menurut konstitusi adalah dalam dua masa/kurun waktu yakni dengan

berlakunya konstitusi yang berbeda, yaitu Konstitusi RIS 1949 dam UUDS tahun

1950. Menurut Wilopo, terdapat perbedaan antara sistem parlementer menurut

Konstitusi RIS dengan sistem parlementer menurut UUD tahun 1950, yaitu dalam

hal kekuatan parlemen unuk menjatuhkan pemerintah. Kalau menurut Konstitusi

RIS pemerintah tak dapat dijatuhkan oleh parlemen dan parlemen tak dapat

dibubarkan oleh presiden, tapi sebaliknya menurut UUD tahun 1950, pemerintah

dapat jatuh oleh karena kebijaksanaannya tidak didukung oleh parlemen,

sedangkan presiden tidak berhak membubarkan parlemen.35

Tetapi Joeniarto berpendapat bahwa sebenarnya menurut Konstitusi RIS

bukan tidak dapat menjatuhkan pemerintah. Begitu juga Presiden menurut                                                             33 Ismail Suny, Pergeseran Kekuasaan Eksekutif, Aksara Baru, Jakarta, 1986, hlm 96 34 Naskah Komprehensif Perubahan Undang‐Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Latar Belakang, Proses, dan Hasil Pembahasan, 1999‐2002, Sekretaris Jendral dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi, Jakarta, 2010, hlm 39 

35 Wilopo dalam Ismail Suny, Pergeseran… Op.cit., hlm 95 

Universitas Sumatera Utara

Page 12: BAB II KEDUDUKAN DAN KEWENANGAN …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/59148/3/Chapter II.pdf · bab ii kedudukan dan kewenangan kementerian negara berdasarkan konstitusi yang

Konstitusi RIS bukan tidak dapat membubarkan Parlemen, kedua hal yang seperti

itu bisa saja terjadi dan dibenarkan menurut Konstitusi RIS, hanya saja selama

berlakunya Konstitusi RIS hal itu belum pernah (tidak dapat) dilaksanakan

sehubungan dengan DPR yang pada waktu itu bukanlah DPR yang dibentuk

berdasarkan Pemilihan Umum sesuai dengan perintah pasal 111, tetapi masih

merupakan DPR yang ditunjuk berdasarkan pasal 109 dan 110.36

Oleh karena itu, maka DPR tidak dapat menjatuhkan kabinet karena ada

ketentuan pasal 122 yang berbunyi, “Dewan Perwakilan Rakyat yang ditunjuk

berdasarkan pasal 109 dan 110 tidak dapat memaksa kabinet atau masing-masing

menteri meletakkan jabatannya.” Seandainya dalam kurun waktu berlakunya

Konstitusi RIS itu berhasil dibentuk DPR melalui Pemilu sesuai dengan ketentuan

isi pasal 111 maka dapat saja DPR itu menjatuhkan kabinet. Dengan demikian

sebenarnya tidak ada perbedaan antara sistem kabinet parlementer menurut

Konstitusi RIS dengan sistem parlemen menurut UUD tahun 1950.37

Dalam sistem pemerintahan parlementer, dikatakan bahwa apabila

kebijakan menteri/para menteri ternyata tidak dapat dibenarkan oleh DPR, maka

menteri/para menteri harus mengundurkan diri.  Namun pada sistem ini selama

berlakunya Konstitusi RIS belum dapat dilaksanakan. Hal ini disebabkan DPR

yang ada belum didasarkan kepada pemilihan umum sesuai Pasal 111, tetapi

masih DPR yang ditunjuk atas dasar Pasal 109 dan Pasal 110 Konstitusi RIS.

Sedangkan Pasal 122 Konstitusi RIS menentukan “Dewan Perwakilan Rakyat

                                                            36 Joeniarto dalam Ibid, hlm 96 37 Ismail Suny, Pergeseran… loc.cit 

Universitas Sumatera Utara

Page 13: BAB II KEDUDUKAN DAN KEWENANGAN …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/59148/3/Chapter II.pdf · bab ii kedudukan dan kewenangan kementerian negara berdasarkan konstitusi yang

yang ditunjuk menurut pasal 109 dan 110 tidak dapat memaksa Kabinet atau

masing-masing Menteri meletakkan jabatannya”.

Kabinet-kabinet yang pernah terbentuk selama masa Pemerintahan

Republik Indonesia Serikat adalah sebagai berikut38 :

1. Kabinet Susanto atau Kabinet Peralihan. Kabinet ini dipimpin oleh Susanto

Tirtoprodjo sebagai Perdana Menteri, dengan jumlah kementerian sebanyak 13

kementerian. Kabinet ini dibentuk pada tanggal 20 Desember 1949 dan harus

berakhir pada tanggal 21 Januari 1950.

2. Kabinet Halim. Kabinet ini berkedudukan di Yogyakarta yang dipimpin oleh

Dr.Abdul Halim sebagai Perdana Menteri, dengan jumlah kementerian

sebanyak 15 kementerian. Kabinet ini dibentuk pada tanggal 21 Januari 1950

dan harus berakhir pada tanggal 6 September 1950.

C. Kementerian Negara Berdasarkan Undang-Undang Dasar Sementara Tahun 1950

Dalam Undang-Undang Dasar Sementara (UUDS) tahun 1950, sistem

pemerintahan yang dianut Indonesia adalah sistem pemerintahan parlementer atau

pertanggungjawaban Dewan Menteri kepada Parlemen, sedangkan Presiden

hanyalah merupakan Kepala Negara, bukan Kepala Pemerintahan (Pasal 45

UUDS tahun 1950).39 Sehingga penanggung jawab atas pemerintahan dipegang

oleh menteri-menteri yang dipimpin oleh seorang perdana menteri. Sedangkan

                                                            38 Miftah Thoha, Birokrasi… Op.cit., hlm 22‐23. http://id.wikipedia.org/wiki/Daftar_kabinet_Indonesia, diakses pada tanggal 24 April 2013 

39Moh. Mahfud MD, Dasar… Op.cit, hlm 97 

Universitas Sumatera Utara

Page 14: BAB II KEDUDUKAN DAN KEWENANGAN …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/59148/3/Chapter II.pdf · bab ii kedudukan dan kewenangan kementerian negara berdasarkan konstitusi yang

Presiden sebagai kepala negara tidak bisa dimintai pertanggungjawabannya. Hal

ini ditegaskan dalam Pasal 83 UUDS tahun 1950 yang berbunyi sebagai berikut :

(1) Presiden dan Wakil Presiden tidak dapat diganggu gugat.

(2) Menteri-menteri bertanggung jawab atas seluruh kebijaksanaan Pemerintah,

baik bersama-sama untuk seluruhnya, maupun masing-masing untuk

bagiannya sendiri-sendiri.

Sebagaimana dalam Konstitusi RIS, kedudukan menteri pada masa

pemberlakuan UUD Sementara tahun 1950 lebih tinggi daripada pada saat

diberlakukan UUD RI 1945. Pada masa ini menteri-menteri menjadi bagian dari

alat-alat perlengkapan negara (pasal 44).40 Dari beberapa ketentuan pasal-pasal

dalam UUDS tahun 1950 dapat disimpulkan bahwa menteri-menteri atau

pemerintah mempunyai kewenangan yang cukup besar. Selain sebagai bagian dari

alat-alat kelengkapan negara, ia juga mempunyai kewenangan dan previllege. Ia

terlibat secara langsung dalam proses pembuatan Undang-Undang, proses

pembuatan anggaran belanja negara sekaligus pemegang umum anggaran,

penerbitan uang, serta dalam kaitan dengan hubungan luar negeri.

UUDS tahun 1950 secara tegas memberikan kekuasaan kepada Presiden

untuk mengangkat menteri-menteri (Pasal 50) dan perdana menteri. Dalam

menjalankan kewenangannya ini, UUDS tahun 1950 juga mengatur lebih lanjut

bahwa presiden dapat menunjuk pembentuk (formatur) kabinet. Hal ini ditegaskan

dalam Pasal 51 UUDS tahun 1950 yang berbunyi sebagai berikut :

(1) Presiden menunjuk seorang atau beberapa orang pembentuk kabinet.

                                                            40 Naskah Komprehensif… Op.cit, hlm 42 

Universitas Sumatera Utara

Page 15: BAB II KEDUDUKAN DAN KEWENANGAN …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/59148/3/Chapter II.pdf · bab ii kedudukan dan kewenangan kementerian negara berdasarkan konstitusi yang

(2) Sesuai dengan anjuran pembentuk kabinet itu, presiden mengangkat seorang dari padanya menjadi Perdana Menteri dan mengangkat Menteri-Menteri yang lain.

(3) Sesuai dengan anjuran pembentuk itu juga, Presiden menetapkan siapa-siapa dari menteri-menteri itu diwajibkan memimpin kementerian masing-masing. Presiden boleh mengangkat menteri - menteri yang tidak memangku sesuatu kementerian.

(4) Keputusan-keputusan presiden yang memuat pengangkatan yang diterangkan dalam ayat (2) atau (3) asal ini ditandatangani serta oleh pembentuk kabinet.

(5) Pengangkatan atau penghentian antara-waktu menteri-menteri begitu pula penghentian kabinet dilakukan dengan Keputusan Presiden.

UUDS tahun 1950 tidak memperkenanankan adanya rangkap jabatan

seorang menteri. Hal ini berlainan dengan ketentuan dalam Konstitusi RIS tahun

1949 yang memperbolehkan seorang menteri untuk menjadi anggota Dewan

Perwakilan Rakyat, dan mereka menjadi nonaktif sesudah mereka menjadi

menteri karena hukum (lipso jure).41 Pasal 61 ayat (2) UUDS tahun 1950

menegaskan bahwa, “Seorang anggota Dewan Perwakilan Rakyat yang

merangkap menjadi Menteri tidak boleh mempergunakan hak atau melakukan

kewajibannya sebagai anggota badan tersebut selama ia memangku jabatan

Menteri.” UUDS tahun 1950 juga menentukan kualifikasi untuk dapat menjabat

sebagai seorang menteri yang diatur dalam Pasal 49 yang berbunyi sebagai

berikut: “Yang dapat diangkat menjadi Menteri ialah Warga Negara Indonesia

yang telah berusia 25 tahun dan yang bukan orang yang tidak diperkenankan serta

dalam atau menjalankan hak pilih atau orang yang telah dicabut haknya untuk

dipilih.”

Seperti yang telah diketahui bahwa dalam sistem pemerintahan

parlementer, pertanggungjawaban mengenai penyelenggaraan pemerintahan                                                             41 Ismail Suny, Pergeseran… Op.cit, hlm 141 

Universitas Sumatera Utara

Page 16: BAB II KEDUDUKAN DAN KEWENANGAN …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/59148/3/Chapter II.pdf · bab ii kedudukan dan kewenangan kementerian negara berdasarkan konstitusi yang

berada pada menteri-menteri baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama.

Pertanggungjawaban menteri dapat dibedakan menjadi dua, yaitu

pertanggungjawaban politis dan pertanggungjawaban kriminil.

Pertanggungjawaban politis itu sendiri dapat dibedakan lagi menjadi dua yaitu

pertanggungjawaban bersama-sama sebagai kabinet yakni yang menyangkut

segala persoalan yang berkaitan dengan kebijaksanaan umum pemerintah, dan

pertanggungjawaban sendiri-sendiri yakni yang menyangkut segala persoalan

yang termasuk aktivitasnya secara pribadi sebagai menteri. Pertanggungjawaban

politis ini dapat berujung pada kemungkinan diberhentikannya seseorang dari

jabatan menteri, dalam hal pertanggungjawaban sendiri-sendiri, atau

dibubarkannya suatu kabinet, dalam hal pertanggungjawaban bersama-sama.

Disini jelas bahwa kabinet (dewan menteri) dapat dijatuhkan oleh

parlemen, yaitu bilamana parlemen menganggap cukup alasan bahwa satu atau

beberapa kebijaksanaan pemerintah tidak dapat diterima atau tidak dapat

dipertanggungjawabkan. Tetapi sebagai imbangan dari pertanggungjawaban

menteri maka apabila dalam perbedaan pendapat itu dewan menteri menganggap

DPR sudah tidak representatif dapatlah dewan menteri mengajukan permohonan

kepada Presiden agar DPR (parlemen) dibubarkan. Keputusan yang menyatakan

pembubaran itu, memerintahkan pula untuk mengadakan pemilihan anggota DPR

dalam tempo 30 hari (Pasal 84 UUDS tahun 1950).42

Selain pertanggungjawaban politis, terdapat pula pertanggungjawaban

kriminil dari menteri-menteri secara sendiri-sendiri dalam setiap hal. Sebagaimana

                                                            42 Moh. Mahud MD, Dasar… Op.cit, hlm 97‐98 

Universitas Sumatera Utara

Page 17: BAB II KEDUDUKAN DAN KEWENANGAN …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/59148/3/Chapter II.pdf · bab ii kedudukan dan kewenangan kementerian negara berdasarkan konstitusi yang

pejabat tinggi lainnya, menteri-menteri juga mendapat keistimewaan di muka

peradilan. Ia hanya bisa diadili dalam tingkat pertama dan tertinggi oleh

Mahkamah Agung, baik saat menjabat maupun sesudah tidak menjabat, dalam

beberapa perkara kriminil (Pasal 106 ayat (1)), yaitu sebagai berikut :

1. Kejahatan dan pelanggaran jabatan. Yang dikatakan sebagai kejahatan dan pelanggaran jabatan adalah sesuai dengan yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Buku Kedua Titel XXVIII (Kejahatan yang dilakukan dalam jabatanan) dan Buku Ketiga Titel VIII (Pelanggaran dilakukan dalam jabatan);

2. Kejahatan dan pelanggaran lain yang dilakukannya dalam masa pekerjaannya. Yang termasuk dalam kejahatan dan pelanggaran lain yan dilakukan dalam masa pekerjaan adalah sebagai berikut :

a. Kejahatan-kejahatan yang diancam dengan hukuman mati; b. Kejahatan-kejahatan yang termaktub dalam Kitab Undang-

undang Hukum Pidana Buku Kedua Titel-titel I, II dan III, yaitu kejahatan terhadap keamanan negara, kejahatan terhadap martabat presiden atau wakil presiden, kejahatan terhadap negara sahabat dan terhadap kepala dan wakil kepala negara sahabat;

c. Kejahatan-kejahatan dan pelanggaran-pelanggaran yang dilakukannya dalam keadaan yang memberatkan kesalahannya sebagai termaktub dalam pasal 52 Kitab Undang-undang Hukum Pidana.43

Sebagaimana yang telah dijelaskan di atas bahwa menteri-menteri

diberikan keistimewaan di muka pengadilan dalam hal mengenai perkara-perkara

tertentu sebagaimana yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang. Namun

apabila menteri-menteri atau pejabat tinggi lainnya melakukan tindak pidana

diluar dari yang telah dijelaskan di atas, mereka harus tetap tunduk pada ketentuan

yuridiksi Pengadilan Negeri yang berlaku bagi seluruh rakyat Indonesia.

                                                            43 Undang‐Undang Nomor 22 Tahun 1951 Tentang Penetapan Undang‐Undang Darurat Tentang Penetapan Kejahatan‐Kejahatan dan Pelanggaran‐Pelanggaran yang Dilakukan dalam Masa Pekerjaan oleh Para Pejabat yang Menurut Pasal 148 Konstitusi Republik Indonesia Serikat dalam Tingkat Pertama dan Tertinggi Diadili oleh Mahkamah Agung Indonesia Menjadi Undang‐Undang. 

Universitas Sumatera Utara

Page 18: BAB II KEDUDUKAN DAN KEWENANGAN …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/59148/3/Chapter II.pdf · bab ii kedudukan dan kewenangan kementerian negara berdasarkan konstitusi yang

Kabinet-kabinet yang pernah terbentuk selama masa berlakunya Undang-

Undang Dasar Sementara Tahun 1950 adalah sebagai berikut44 :

1. Kabinet Natsir. Kabinet ini dipimpin oleh Mohammad Natsir sebagai Perdana

Menteri, dengan jumlah kementerian sebanyak 18 kementerian. Kabinet ini

dibentuk berdasarkan Surat Keputusan Presiden RI No.9 Tahun 1950, tanggal

6 September 1950 dan harus berakhir pada tanggal 27 April 1951 ;

2. Kabinet Sukiman. Kabinet ini dipimpin oleh Sukiman Wirjosandjojo sebagai

Perdana Menteri dan Suwirjo sebagai Wakil Perdana Menteri, dengan jumlah

kementerian sebanyak 20 kementerian. Kabinet ini dibentuk berdasarkan

mandat dan Keputusan Presiden RI No.80 Tahun 1951, tanggal 27 April 1951

dan harus berakhir pada tanggal 3 April 1952 ;

3. Kabinet Wilopo. Kabinet ini dipimpin oleh Wilopo sebagai Perdana Menteri

dan Prawoto Mangkusasmita sebagai Wakil Perdana Menteri, dengan jumlah

kementerian sebanyak 18 kementerian. Kabinet ini dibentuk berdasarkan Surat

Keputusan Presiden RI No.99 Tahun 1952, tanggal 3 April 1952 dan harus

berakhir pada tanggal 30 Juli 1953 ;

4. Kabinet Ali Sastroamidjojo Pertama atau Kabinet Ali- Wongso- Arifin.

Kabinet ini dipimpin oleh Ali Sastroamidjojo sebagai Perdana Menteri serta

Wongsonegoro dan Zainul Arifin sebagai Wakil Perdana Menteri, dengan

jumlah kementerian sebanyak 17 kementerian. Kabinet ini dibentuk

berdasarkan Surat Keputusan Presiden RI No.132 Tahun 1953, tanggal 30 Juli

1953 dan harus berakhir pada tanggal 12 Agustus 1955;

                                                            44 Miftah Thoha, Birokrasi… Op.cit., hlm 24‐28. http://id.wikipedia.org/wiki/Daftar_kabinet_Indonesia, diakses pada tanggal 3 Mei 2013 

Universitas Sumatera Utara

Page 19: BAB II KEDUDUKAN DAN KEWENANGAN …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/59148/3/Chapter II.pdf · bab ii kedudukan dan kewenangan kementerian negara berdasarkan konstitusi yang

5. Kabinet Burhanuddin Harahap. Kabinet ini dipimpin oleh Burhanuddin

Harahap sebagai Perdana Menteri serta R.Djamu Ismadi dan Harsono

Tjoktoaminoto sebagai Wakil Perdana Menteri, dengan jumlah kementerian

sebanyak 20 kementerian. Kabinet ini dibentuk tanggal 12 Agustus 1955 dan

harus berakhir pada tanggal 24 Maret 1956;

6. Kabinet Ali Sastroamidjojo Kedua. Kabinet ini dipimpin oleh Ali

Sastroamidjojo sebagai Perdana Menteri serta Mohammad Rum dan KH Dr.

Idham Chalid sebagai Wakil Perdana Menteri, dengan jumlah kementerian

sebanyak 25 kementerian. Kabinet ini dibentuk tanggal 24 Maret 1956 dan

harus berakhir pada tanggal 9 April 1957;

7. Kabinet Djuanda atau Kabinet Karya. Kabinet ini dipimpin oleh Djuanda

sebagai Perdana Menteri serta Hardi, KH.Dr.Idham Chalid, dan Dr.J.Leimina

sebagai Wakil Perdana Menteri, dengan jumlah kementerian sebanyak 26

kementerian. Kabinet ini dibentuk tanggal 9 April 1957 dan harus berakhir

pada tanggal 10 Juli 1959.

D. Kementerian Negara Saat Kembali Pada Undang-Undang Dasar 1945

Kembalinya negara Indonesia setelah berjalan dalam bentuk Federal

menjadi negara kesatuan lagi menuntut konsekuensi adanya Undang-Undang

Dasar untuk negara kesatuan tersebut. Pada saat itu ditetapkan bahwa Undang-

Undang Dasar untuk Negara Kesatuan Republik Indonesia akan segera dibentuk

oleh suatu badan yang disebut Konstituante. Selama masa pembentukan Undang-

Undang Dasar oleh Konstituante maka berlakulah Undang-Undang Dasar

Universitas Sumatera Utara

Page 20: BAB II KEDUDUKAN DAN KEWENANGAN …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/59148/3/Chapter II.pdf · bab ii kedudukan dan kewenangan kementerian negara berdasarkan konstitusi yang

Sementara Tahun 1950. Tetapi saat itu, Konstituante tidak berhasil mencapai

rumusan tentang Undang-Undang Dasar yang dapat dijadikan pengganti dari

Undang-Undang Dasar Sementara Tahun 1950. Karena kemacetan kerja dan

perdebatan yang terus menerus terjadi di dalam Konstituante, maka dengan

pertimbangan demi keselamatan negara dan bangsa, pada tanggal 5 Juli 1959

Presiden Soekarno mengumumkan Dekrit yang berisi :

1. Pembubaran Konstituante ; 2. Penetapan berlakunya kembali Undang-Undang Dasar Tahun 1945 dan

tidak berlakunya Undang-Undang Dasar Sementara Tahun 1950 ; 3. Pembentukan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS)

serta Dewan Pertimbangan Agung Sementara (DPAS) dalam waktu yang sesingkat-singkatnya.

Berdasarkan Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959 tersebut, maka Undang-

Undang Dasar Tahun 1945 kembali berlaku di Indonesia. Sehingga terjadi

perubahan dalam sistem pemerintahan Indonesia, yang sebelumnya adalah sistem

parlementer berdasarkan Undang-Undang Dasar Sementara 1950, menjadi

menganut sistem presidensial yang menempatkan Presiden sebagai Kepala Negara

dan Kepala Pemerintahan.

Secara normatif, tidak ada satu perubahan pasal pun dalam Undang-

Undang Dasar 1945 pasca dekrit. Dekrit hanyalah sebuah instrument yang

digunakan oleh Soekarno dalam memberlakukan kembali Undang-Undang Dasar

1945 setelah Konstituante hasil pemilu tahun 1955 tidak berhasil merumuskan

suatu Undang-Undang Dasar yang baru.45

Setelah kembali ke Undang-Undang Dasar Tahun 1945, Presiden

mempunyai kekuasaan dan kewenangan untuk mengangkat menteri-menterinya

                                                            45 Abdul Ghoffar, Perbandingan… Op.cit., hlm 89 

Universitas Sumatera Utara

Page 21: BAB II KEDUDUKAN DAN KEWENANGAN …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/59148/3/Chapter II.pdf · bab ii kedudukan dan kewenangan kementerian negara berdasarkan konstitusi yang

secara langsung, tanpa harus menunjuk formatuer. Sesuai dengan Pasal 17,

kedudukan menteri–menteri hanyalah sebagai pembantu presiden. Kata-kata

Undang-Undang Dasar adalah bahwa “Presiden dibantu oleh menteri-menteri”.

Dengan demikian berlakulah sistem presidensial dimana menteri-menteri

bertanggung jawab kepada presiden bukan lagi kepada parlemen. Mereka dapat

diberhentikan setiap waktu oleh presiden.46

Mulai saat Indonesia kembali menggunakan Undang-Undang Dasar 1945

sebagai dasar negara hingga sampai perubahan Undang-Undang Dasar 1945 telah

terbentuk beberapa kabinet dengan kekhususannya masing-masing, diantaranya47 :

1. Kabinet Era Demokrasi Terpimpin (1959-1966)

a. Kabinet Kerja Pertama. Kabinet ini dipimpin oleh Soekarno sebagai Presiden,

dengan Menteri pertama dijabat oleh Ir. H. Djuanda. Kabinet ini dibentuk

berdasarkan Surat Keputusan Presiden RI No.153 Tahun 1959, tanggal 10 Juli

1959 dan harus berakhir pada tanggal 18 Februari 1960. Dalam kabinet ada

sebutan Menteri-Menteri Kabinet Inti (inner cabinet), yang bersama-sama

dengan Presiden harus mengkoordinir dan mengawasi berbagai Departemen

Pemerintahan. Ada pula Menteri Negara ex-officio bukan anggota kabinet dan

hanya mempunyai hak untuk menghadiri dan mempunyai suara dalam sidang-

sidang pleno kabinet. Selain kedua jenis menteri tersebut, Kabinet Kerja ini

terdiri pula para Menteri Muda yang berada di dalam bidang-bidang keamanan

pertahanan, bidang keuangan, bidang distibusi, bidang produksi, bidang

pembangunan, bidang kesejahteraan rakyat, dan bidang sosial kultural, yang                                                             46 Ismail Sunny, Pergeseran… Op.cit, hlm 200‐201 47 Miftah Thoha, Birokrasi… Op.cit., hlm 28‐31. http://id.wikipedia.org/wiki/Daftar_kabinet_Indonesia, diakses pada tanggal 20 Mei 2013 

Universitas Sumatera Utara

Page 22: BAB II KEDUDUKAN DAN KEWENANGAN …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/59148/3/Chapter II.pdf · bab ii kedudukan dan kewenangan kementerian negara berdasarkan konstitusi yang

kesemua menteri muda ini berjumlah 20 orang. Kabinet Kerja ini terdiri dari

33 orang;

b. Kabinet Kerja Kedua. Kabinet ini dipimpin oleh Soekarno sebagai Presiden,

dan terdiri dari 40 orang. Kabinet ini dibentuk tanggal 18 Februari 1960 dan

harus berakhir pada tanggal 6 Maret 1962;

c. Kabinet Kerja Ketiga. Kabinet ini dipimpin oleh Soekarno sebagai Presiden,

dan terdiri dari 60 orang. Kabinet ini dibentuk tanggal 6 Maret 1962 dan harus

berakhir pada tanggal 13 November 1963. Pada Kabinet Kerja Ketiga ini

terjadi beberapa perubahan mengenai susunan kementerian. Dalam kabinet ini

terdapat jabatan Menteri Pertama dan Wakil Menteri Pertama, jabatan Menteri

Koordinator Kompartemen, dan terjadi pula penghapusan jabatan Menteri

Muda. Di Kabinet ini juga semua pimpinan Lembaga Tertinggi Negara dan

Lembaga Tinggi Negara diangkat menjadi menteri. Ketua Majelis

Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS), Ketua Dewan Perwakilan

Rakyat-Gotong Royong (DPR-GR), Wakil Ketua Dewan Pertimbangan

Agung (DPA), dan Ketua Dewan Perancang Nasional diberikan kedudukan

sebagai Wakil Menteri Pertama. Sedangkan para Wakil Ketua MPRS dan

DPR-GR diberikan kedudukan sebagai Menteri;

d. Kabinet Kerja Keempat. Kabinet ini dipimpin oleh Soekarno sebagai Presiden,

dan terdiri dari 66 orang. Kabinet ini dibentuk tanggal 13 November 1963 dan

harus berakhir pada tanggal 27 Agustus 1964. Istilah Menteri pertama yang

dipakai pada kabinet sebelumnya tidak digunakan lagi dalam kabinet ini dan

diganti dengan istilah Presidium, yang merupakan badan kepemimpinan

Universitas Sumatera Utara

Page 23: BAB II KEDUDUKAN DAN KEWENANGAN …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/59148/3/Chapter II.pdf · bab ii kedudukan dan kewenangan kementerian negara berdasarkan konstitusi yang

kolektif yang terdiri dari Wakil Perdana Menteri Pertama, Wakil Perdana

Menteri Kedua, dan Wakil Perdana Menteri Ketiga. Dalam Kabinet ini

kedudukan Ketua MPRS disamakan dengan Wakil Perdana Menteri. Dengan

demikian kedudukan Ketua MPRS berada di bawah Presiden.48 Ada pula

jabatan yang diperbantukan pada Presidium, ada jabatan Menteri Koordinator

(Menko) yang masing-masing memimpin suatu kompartemen. Jabatan

Menteri Negara tidak diadakan lagi hanya khusus bagi Menteri Negara yang

diperbantukan sebagai Penasehat Presiden. Pimpinan Lembaga Tertinggi dan

Tinggi Negara diberi jabatan sebagai Menteri Koordinator;

e. Kabinet Dwikora Pertama. Kabinet ini dipimpin oleh Soekarno sebagai

Presiden, dan terdiri dari 42 Departemen dan 68 Menteri. Kabinet ini dibentuk

tanggal 27 Agustus 1964 dan harus berakhir pada tanggal 22 Februari 1966.

Kabinet ini juga menempatkan Pimpinan Lembaga Negara Tertinggi dan

Lembaga Tinggi Negara sebagai Wakil Perdana Menteri, Menteri Koorinator,

maupun sebagai Menteri;

f. Kabinet Dwikora Kedua. Kabinet ini dipimpin oleh Soekarno sebagai

Presiden, dan terdiri dari 132 orang. Kabinet ini dibentuk tanggal 24 Februari

1966 dan harus berakhir pada tanggal 28 Maret 1966;

g. Kabinet Dwikora Ketiga. Kabinet ini dipimpin oleh Soekarno sebagai

Presiden, dan terdiri dari 79 orang. Kabinet ini dibentuk tanggal 28 Maret

1966 dan harus berakhir pada tanggal 25 Juli 1966. Dalam kabinet ini, Ketua

Lembaga Tertinggi Negara dan Lembaga Tinggi Negara kedudukannya

                                                            48  Abdul Ghoffar, Perbandingan… Op.cit., hlm 90 

Universitas Sumatera Utara

Page 24: BAB II KEDUDUKAN DAN KEWENANGAN …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/59148/3/Chapter II.pdf · bab ii kedudukan dan kewenangan kementerian negara berdasarkan konstitusi yang

ditempatkan setingkat Menteri, sedangkan Wakil-Wakil Ketua Lembaga

Tertinggi Negara dan Lembaga Tinggi Negara kedudukannya setingkat Deputi

Menteri49;

h. Kabinet Ampera Pertama. Kabinet ini dipimpin oleh Soekarno sebagai

Presiden, dan terdiri dari 31 orang. Kabinet ini dibentuk tanggal 25 Juli 1966

dan harus berakhir pada 11 Oktober 1967. Dalam kabinet ini dibentuk suatu

Dewan Presiden yang bertugas membantu Presiden menjalankan tugasnya

sebagai pimpinan kabinet yang terdiri dari 5 Menteri Utama yang dipimpin

oleh Ketua Presidium Letjen Soeharto.50

2. Kabinet Era Pemerintahan Orde Baru (1966-1999)

a. Kabinet Ampera Kedua. Kabinet ini dipimpin oleh Letjen Soeharto sebagai

Penjabat Sementara Presiden, dan terdiri dari 24 orang. Kabinet ini dibentuk

berdasarkan Surat Keputusan Presiden no 171 tahun 1967 tanggal 11 Oktober

1967 dan harus berakhir pada tanggal 6 Juni 1968. Dalam Kabinet ini dikenal

istilah Presidium dan Pimpinan Kabinet. Istilah Menteri Negara kembali

digunakan untuk menamakan jabatan Menteri anggota Kabinet;

b. Kabinet Pembangunan Pertama. Kabinet ini dipimpin oleh Soeharto sebagai

Presiden, dan terdiri dari 24 orang. Kabinet ini dibentuk tanggal 6 Juli 1968

dan harus berakhir pada tanggal 28 Maret 1973. Pada Kabinet ini istilah

Menteri Negara dipergunakan lagi untuk jabatan Menteri yang membantu

Presiden di bidang-bidang tertentu. Pada masa pemerintahan ini, penempatan

                                                            49 Ibid, hlm 93 50 Ibid, hlm 95 

Universitas Sumatera Utara

Page 25: BAB II KEDUDUKAN DAN KEWENANGAN …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/59148/3/Chapter II.pdf · bab ii kedudukan dan kewenangan kementerian negara berdasarkan konstitusi yang

pimpinan Lembaga Tertinggi Negara dan/atau Lembaga Tinggi Negara

sebagai Menteri tidak terjadi lagi51;

c. Kabinet Pembangunan Kedua. Kabinet ini dipimpin oleh Soeharto sebagai

Presiden, dan terdiri dari 24 orang. Kabinet ini dibentuk tanggal 28 Maret

1973 dan harus berakhir pada tanggal 29 Maret 1978;

d. Kabinet Pembangunan Ketiga. Kabinet ini dipimpin oleh Soeharto sebagai

Presiden, dan terdiri dari 32 orang. Kabinet ini dibentuk tanggal 29 Maret

1978 dan harus berakhir pada tanggal 19 Maret 1983. Pada Kabinet ini istilah

kembali digunakan istilah Menteri Muda;

e. Kabinet Pembangunan Keempat. Kabinet ini dipimpin oleh Soeharto sebagai

Presiden, dan terdiri dari 42 orang. Kabinet ini dibentuk tanggal 19 Maret

1983 dan harus berakhir pada tanggal 23 Maret 1988;

f. Kabinet Pembangunan Kelima. Kabinet ini dipimpin oleh Soeharto sebagai

Presiden, dan terdiri dari 44 orang. Kabinet ini dibentuk tanggal 23 Maret

1988 dan harus berakhir pada tanggal 17 Maret 1993;

g. Kabinet Pembangunan Keenam. Kabinet ini dipimpin oleh Soeharto sebagai

Presiden, dan terdiri dari 43 orang. Kabinet ini dibentuk tanggal 17 Maret

1993 dan harus berakhir pada tanggal 14 Maret 1998;

h. Kabinet Pembangunan Ketujuh. Kabinet ini dipimpin oleh Soeharto sebagai

Presiden, dan terdiri dari 38 orang. Kabinet ini dibentuk tanggal 14 Maret

1998 dan harus berakhir pada tanggal 21 Mei 1998;

                                                            51 Abdul Ghoffar, Perbandingan… loc.cit 

Universitas Sumatera Utara

Page 26: BAB II KEDUDUKAN DAN KEWENANGAN …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/59148/3/Chapter II.pdf · bab ii kedudukan dan kewenangan kementerian negara berdasarkan konstitusi yang

i. Kabinet Reformasi Pembangunan. Kabinet ini dipimpin oleh B.J. Habibie

sebagai Presiden, dan terdiri dari 37 orang. Kabinet ini dibentuk tanggal 21

Mei 1998 dan harus berakhir pada tanggal 26 Oktober 1999.

E. Kementerian Negara Berdasarkan Konstitusi Beberapa Negara Lain

1. Amerika Serikat

Konstitusi Amerika Serikat secara tegas mengatakan bahwa Presiden

adalah pemegang kekuasaan eksekutif tertinggi (Pasal 2 Ayat 1 Konstitusi

Amerika). Sebagai kepala eksekutif atau kepala pemerintahan, Presiden Amerika

Serikat memiliki kewenangan untuk mengangkat pejabat-pejabat tinggi, seperti

Menteri, hakim Mahkamah Agung, serta duta dan konsul, atas persetujuan dari

senat. Dalam menjalankan pemerintahannya, administrasi dan pelaksanaan

hukum-hukum federal ada ditangan berbagai departemen yang diciptakan

Kongres untuk mengurus hal-hal khusus dalam urusan dalam dan luar negeri. Di

Amerika sendiri, menteri-menteri ini memimpin suatu departemen yang

mengurusi hal-hal tertentu sesuai dengan ruang lingkup tugasnya. Presiden

Amerika Serikat, selaku kepala pemerintahan, berhak mengajukan usulan nama-

nama menteri kepada Senat untuk nantinya disetujui oleh Senat dan dibentuklah

suatu dewan penasehat presiden yang secara umum disebut sebagai kabinet.

Konstitusi Amerika sendiri tidak memuat secara jelas hal-hal mengenai

kabinet presiden. Akan tetapi di dalamnya tertulis bahwa Presiden dapat

menanyakan pendapat, dalam bentuk tulisan, dari pejabat penting dari tiap

departemen berkenaan dengan area tanggung jawab mereka. Namun, Undang-

Universitas Sumatera Utara

Page 27: BAB II KEDUDUKAN DAN KEWENANGAN …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/59148/3/Chapter II.pdf · bab ii kedudukan dan kewenangan kementerian negara berdasarkan konstitusi yang

Undang Dasar tidak memuat nama-nama departemen dan deskripsi tugas mereka.

Demikian halnya, tidak ada juga kualifikasi-kualifikasi yang diakui secara

konstitusional untuk bertugas dalam kabinet.52

Kabinet yang berkembang di luar Undang-Undang Dasar memang ada

karena kebutuhan, karena bahkan di zaman George Washington, Presiden pertama

Amerika Serikat, sungguh tidak mungkin untuk mendelegasikan tugas-tugasnya

tanpa nasihat dan bantuan. Kabinetlah yang membentuk seorang presiden.

Beberapa presiden benar-benar mengandalkan kabinetnya untuk mencari nasihat,

yang lainnya tidak terlalu peduli, dan ada yang benar-benar mengacuhkan para

menterinya. Apakah anggota kabinet benar-benar bertugas sebagai penasihat atau

tidak, mereka memegang tanggung jawab untuk mengarahkan kegiatan

pemerintahan dalam area-area yang spesifik.53

Menurut Konstitusi Amerika Serikat, para menteri adalah pembantu

Presiden. Menteri-menteri ini berasal dari partai politik. Dengan demikian dapat

dikatakan partai politik memang merupakan kendaraan yang ditumpangi orang

yang mau bepergian menuju ke kabinet atau menjadi pejabat politik. Sehingga

dapat dikatakan juga bahwa jabatan menteri di Amerika Serikat merupakan

jabatan politis. Beberapa menteri yang dianggap amat penting seperti Menteri

Luar Negeri, Pertahanan, Keuangan, dsb sebelum diangkat dimintakan

persetujuannya kepada Kongres. Persetujuan Kongres ini amat penting, karena di

Kongres para wakil rakyat mempertaruhkan kompetensi menteri tersebut. Dengan

demikian diharapkan para menteri yang mewakili partai politik yang ada di                                                             52 Richard C. Schroeder, Garis Besar Pemerintahan Amerika Serikat, Kantor Program Informasi Internasional Departemen Luar Negeri Amerika Serikat, hlm 58 

53 Ibid, hlm 58‐59 

Universitas Sumatera Utara

Page 28: BAB II KEDUDUKAN DAN KEWENANGAN …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/59148/3/Chapter II.pdf · bab ii kedudukan dan kewenangan kementerian negara berdasarkan konstitusi yang

Kongres mempercayainya karena kompetensi dan keahliannya di dalam

membantu Presiden menjalankan pemerintahan.54

Setiap departemen memiliki ribuan pegawai, dengan kantor yang tersebar

di seluruh negeri, termasuk di Washington. Departemen-departemen ini dibagi

dalam berbagai divisi, biro, jabatan dan dinas, masing-masing dengan tugas yang

terperinci dan berbeda satu sama lain. Departemen-departemen yang ada di

pemerintahan Amerika Serikat meliputi :

a. Departemen Pertanian. Dibentuk pada tahun 1862;

b. Departemen Perdagangan. Dibentuk pada tahun 1903. Departemen

Perdagangan dan Tenaga Kerja dipisah menjadi dua departemen yang berbeda

pada tahun 1913;

c. Departemen Pertahanan. Disatukan pada tahun 1947. Departemen Pertahanan

merupakan gabungan dari Departemen Perang (didirikan pada tahun 1789),

Departemen Angkatan Laut (didirikan pada tahun 1798), Departemen

Angkatan Udara (didirikan pada tahun 1947). Meski Menteri Pertahanan

adalah anggota kabinet, tetapi Menteri Angkatan Darat, Laut dan Udara tidak

termasuk di dalamnya;

d. Departemen Pendidikan. Dibentuk pada tahun 1979. Sebelumnya adalah

bagian dari Departemen Kesehatan, Pendidikan, dan Kesejahteraan;

e. Departemen Energi. Dibentuk pada tahun 1977;

                                                            54 Miftah Thoha, Birokrasi… Op.cit., hlm 46 

Universitas Sumatera Utara

Page 29: BAB II KEDUDUKAN DAN KEWENANGAN …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/59148/3/Chapter II.pdf · bab ii kedudukan dan kewenangan kementerian negara berdasarkan konstitusi yang

f. Departemen Kesehatan dan Pelayanan Kemanusiaan. Dibentuk pada tahun

1979, ketika Departemen Kesehatan, Pendidikan, dan Kesejahteraan (dibentuk

pada tahun 1953) mulai dipisah-pisahkan;

g. Departemen Perumahan dan Pengembangan Urban. Dibentuk pada tahun

1965;

h. Departemen Dalam Negeri. Dibentuk pada tahun 1849;

i. Departemen Kehakiman. Dibentuk pada tahun 1870. Departemen Kehakiman

dipimpin oleh seorang Jaksa Umum. Antara tahun 1789 dan 1870, Jaksa

Agung merupakan anggota kabinet, tapi tidak mengepalai sebuah departemen;

j. Departeme Tenaga Kerja. Dibentuk pada tahun 1913;

k. Departemen Luar Negeri. Dibentuk pada tahun 1789. Di dalam tradisi politik

keamerikaan disebut Secretary of State, yang secara harfiah diartikan sebagai

Sekretaris Negara, tetapi perannya berbeda dengan Sekretaris Negara di

Indonesia. Menteri Luar Negeri adalah Kepala Petugas Eksekutif dari

Departemen Luar Negeri Amerika Serikat, yang paling dituakan di antara

semua departemen eksekutif federal. Menteri Luar Negeri adalah petugas

tertinggi ketiga di dalam cabang eksekutif Pemerintah Federal Amerika

Serikat, setelah Presiden dan Wakil Presiden. Menteri Luar Negeri adalah

anggota Kabinet Presiden dan sekretaris kabinet berperingkat tertinggi, baik

itu di dalam garis pergantian kepresidenan maupun di dalam urutan

protokoler;

l. Departemen Transportasi. Dibentuk pada tahun 1966;

m. Departemen Keuangan. Dibentuk pada tahun 1789;

Universitas Sumatera Utara

Page 30: BAB II KEDUDUKAN DAN KEWENANGAN …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/59148/3/Chapter II.pdf · bab ii kedudukan dan kewenangan kementerian negara berdasarkan konstitusi yang

n. Departemen Urusan Veteran. Dibentuk pada tahun 1989, ketika Administrasi

Veteran dinaikkan ke tingkat kabinet.

2. Inggris

Kerajaan Inggris merupakan sebuah negara berbentuk monarki dengan

sistem pemerintahan parlementer yang menganut paham demokrasi. Pemegang

kedalutan, yaitu seorang Ratu, adalah kepala negara yang juga bertindak sebagai

kepala dari lembaga legislatif, eksekutif, dan yudikatif, serta panglima tertinggi

angkatan bersenjata dan pemimpin Gereja Inggris (Church of England). Dalam

praktiknya, kekuasaan membuat hukum dan peraturan perundang-undangan

dilakukan melalui parlemen. Dalam tradisi asli Inggris, pemegang kedaulatan

berkuasa tidak berdasar atas sebuah aturan, namun saat ini, Ratu pun tunduk pada

hukum, mengatur hanya bila mendapat persetujuan parlemen, dan bertindak atas

nasihat para menterinya.55

Pemegang kekuasaan eksekutif di Inggris adalah seorang Perdana Menteri

yang dipilih oleh Ratu, yang secara tradisi merupakan ketua dari partai berkuasa

dalam parlemen. Dalam menjalankan tugasnya, Perdana Menteri dibantu oleh para

menteri yang dipilih dari partai berkuasa dan kebanyakan yang berada dalam the

House of Commons.56

Di Inggris, Perdana Menteri memilih menteri-menteri untuk disusun ke

dalam kabinet. Semua menteri di Inggris merupakan anggota dari parlemen. Jika

ada seseorang yang diperlukan untuk menduduki jabatan menteri bukan anggota

                                                            55http://argama.files.wordpress.com/2007/08/konstitusikekuasaaneksekutifkekuasaanlegislatifdankekuasaanyudikatif.pdf, diakses pada tanggal 12 Juli 2013 

56 ibid 

Universitas Sumatera Utara

Page 31: BAB II KEDUDUKAN DAN KEWENANGAN …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/59148/3/Chapter II.pdf · bab ii kedudukan dan kewenangan kementerian negara berdasarkan konstitusi yang

parlemen, maka dia harus disetujui atau memenangkan suara ketika dipilih oleh

anggota parlemen. Dengan demikian seorang menteri dalam kabinet di Kerajaan

Inggris harus berasal dari partai politik. Selain itu seorang menteri juga harus

berbobot, berkompeten, berkualitas, serta memahami fungsi dan tugas departemen

yang bakal dipimpinnya.57

Kabinet membentuk kebijakan-kebijakan pemerintah yang akan

ditawarkan kepada parlemen sebagai rancangan peraturan. Untuk menjaga

stabilitas kabinet, para anggota harus selalu bertindak secara bersama-sama dan

mengeluarkan pernyataan atau kebijakan secara kolektif. Jika seorang menteri

tidak setuju dengan kebijakan yang dikeluarkan oleh kabinet, maka menteri

tersebut harus mengundurkan diri. Secara kolektif, para menteri ini bertanggung

jawab atas semua keputusan yang dibuat kabinet kepada parlemen. Sedangkan

secara individu, menteri-menteri tersebut bertanggung jawab kepada parlemen

atas kinerja departemen mereka masing-masing.58

Setiap menteri mengepalai sebuah departemen dan bertanggung jawab

penuh atas kinerja departemen yang ia pimpin tersebut. Masing-masing menteri

dituntut untuk mempersiapkan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang diajukan

oleh the House of Commons dalam parlemen. Menteri-menteri yang juga duduk

dalam the House of Lords memiliki sekretaris dalam parlemen yang bertugas

menjawab setiap pertanyaan yang mengemuka dalam the House of Commons.

Penerapan mekanisme seperti ini dalam sistem parlementer sekaligus untuk

                                                            57 Miftah Thoha, Birokrasi…Op.cit., hlm 45 58http://argama.files.wordpress.com/2007/08/konstitusikekuasaaneksekutifkekuasaanlegislatifdankekuasaanyudikatif.pdf, diakses pada tanggal 12 Juli 2013 

Universitas Sumatera Utara

Page 32: BAB II KEDUDUKAN DAN KEWENANGAN …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/59148/3/Chapter II.pdf · bab ii kedudukan dan kewenangan kementerian negara berdasarkan konstitusi yang

mengontrol pemerintah (departemen-departemen) agar terhindar dari inefisiensi

dan tindakan yang tak bertanggung jawab. Terdapat banyak departemen

pemerintah dengan ruang lingkup dan kompleksitas yang berbeda-beda.59

Departemen-departemen utama di antaranya adalah:

a) Departemen Keuangan;

b) Departemen Pertahanan;

c) Departemen Kesehatan;

d) Departemen Dalam Negeri;

e) Departemen Luar Negeri; dan

f) Departemen Pos.

3. Jepang

Menurut Konstitusi Jepang tahun 1945, Kaisar adalah lambang dari negara

sekaligus lambang dari persatuan rakyat.60 Kaisar memperoleh jabatannya secara

turun-temurun yang diatur oleh Undang-Undang. Jepang menganut sistem negara

monarki konstitusional yang sangat membatasi kekuasaan Kaisar Jepang. Segala

macam tindakan yang dilakukan oleh Kaisar harus minta saran dan persetujuan

dari kabinet. Sehingga,Kaisar tidak dapat diminta pertanggungjawabannya. Yang

bertanggungjawab atas tindakan tersebut adalah kabinet.61

Kaisar tidak mempunyai kewenangan yang berhubungan dengan

pemerintahan. Untuk itu, Kaisar mengangkat Perdana Menteri yang telah dipilih

                                                            59 Ibid 60 Pasal 1 Konstitusi Jepang 61 Abdul Ghoffar, Perbandingan… Op.cit., hlm 166  

Universitas Sumatera Utara

Page 33: BAB II KEDUDUKAN DAN KEWENANGAN …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/59148/3/Chapter II.pdf · bab ii kedudukan dan kewenangan kementerian negara berdasarkan konstitusi yang

oleh Diet.62 Diet merupakan Badan Tertinggi dari kekuasaan negara dan satu-

satunya badan pembuat Undang-Undang.63 Para anggota Diet ini memilih perdana

menteri dari antara mereka sendiri. Perdana Menteri merupakan Kepala

Pemerintahan di Jepang.

Sesuai degan Pasal 65 jo 66 Konstitusi Jepang, kekuasaan eksekutif

dipegang oleh kabinet yang terdiri dari menteri-menteri dari kalangan sipil dan

dipimpin oleh seorang Perdana Menteri. Sebagai kepala eksekutif, Perdana

menteri mempunyai kewenangan untuk mengangkat dan memberhentikan para

menteri. Meskipun begitu, Perdana Menteri memiliki kewajiban agar mayoritas

dari para menteri tersebut berasal dari anggota Diet. Para menteri tersebut

bertanggung jawab secara kolektif kepada Diet.64 Dengan demikian dapat

disimpulkan bahwa Jepang adalah negara yang menjalankan sistem pemerintahan

parlementer.

                                                            62 Pasal 3 Konstitusi Jepang 63 Pasal 41 Konstitusi Jepang 64 Abdul Ghoffar, Perbandingan… Op.cit, hlm 167‐168 

Universitas Sumatera Utara