BAB II KAJIAN TEORITIS -...

41
14 BAB II KAJIAN TEORITIS A. Tinjauan tentang Sosialisasi 1. Pengertian Sosialisasi Di dalam kehidupan bermasyarakat, terdapat sejumlah nilai dan norma yang ingin diteruskan dari satu generasi kegenerasi berikutnya. Hal tersebut dilakukan sebagai upaya untuk melestarikan masyarakat serta nilai dan norma yang dianutnya. Oleh karena itu setiap masyarakat akan berusaha untuk mengajarkan nilai dan norma tersebut kepada setiap anggota masyarakatnya dengan suatu proses yang disebut sebagai sosialisasi agar setiap individu dapat hidup selaras dengan lingkungan tempat ia tinggal dan dapat menjalankan fungsinya serta berpartisipasi dalam kehidupan sosial. Hal tersebut ditegaskan oleh Bunyamin Maftuh (1994 ) yang mendefinisikan sosialisasi sebagai : Proses yang mempelajari norma, nilai, peran, dan semua persyaratan lainnya yang diperlukan untuk memungkinkan partisipasi efektif dalam kehidupan sosial dan merupakan proses yang membantu individu melalui belajar dan menyesuaikan diri, bagaimana cara hidup dan bagaimana cara berfikir kelompoknya, agar dapat berperan dan berfungsi dalam kelompoknya. Norma-norma yang hidup di masyarakat sangat berpengaruh pada sikap seseorang dalam kehidupannya dalam kelompoknya itu. Proses sosialisasi sangat penting untuk menyampaikan norma-norma tersebut. Lebih jauh lagi, diharapkan dari proses sosialisasi yang dialami oleh anggota masyarakat, mereka dapat bertingkah laku dan mengembangkan tingkah lakunya tersebut sesuai dengan lingkungan dan yang biasa dilakukan oleh orang yang yang ada disekitarnya dan 14

Transcript of BAB II KAJIAN TEORITIS -...

Page 1: BAB II KAJIAN TEORITIS - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_054009_chapture2.pdf · Menurut kodrat alam, manusia tak terdapat seorangpun yang hidup menyendiri,

14

BAB II

KAJIAN TEORITIS

A. Tinjauan tentang Sosialisasi

1. Pengertian Sosialisasi

Di dalam kehidupan bermasyarakat, terdapat sejumlah nilai dan norma

yang ingin diteruskan dari satu generasi kegenerasi berikutnya. Hal tersebut

dilakukan sebagai upaya untuk melestarikan masyarakat serta nilai dan norma

yang dianutnya. Oleh karena itu setiap masyarakat akan berusaha untuk

mengajarkan nilai dan norma tersebut kepada setiap anggota masyarakatnya

dengan suatu proses yang disebut sebagai sosialisasi agar setiap individu dapat

hidup selaras dengan lingkungan tempat ia tinggal dan dapat menjalankan

fungsinya serta berpartisipasi dalam kehidupan sosial. Hal tersebut ditegaskan

oleh Bunyamin Maftuh (1994 ) yang mendefinisikan sosialisasi sebagai :

Proses yang mempelajari norma, nilai, peran, dan semua persyaratan lainnya yang diperlukan untuk memungkinkan partisipasi efektif dalam kehidupan sosial dan merupakan proses yang membantu individu melalui belajar dan menyesuaikan diri, bagaimana cara hidup dan bagaimana cara berfikir kelompoknya, agar dapat berperan dan berfungsi dalam kelompoknya. Norma-norma yang hidup di masyarakat sangat berpengaruh pada sikap

seseorang dalam kehidupannya dalam kelompoknya itu. Proses sosialisasi sangat

penting untuk menyampaikan norma-norma tersebut. Lebih jauh lagi, diharapkan

dari proses sosialisasi yang dialami oleh anggota masyarakat, mereka dapat

bertingkah laku dan mengembangkan tingkah lakunya tersebut sesuai dengan

lingkungan dan yang biasa dilakukan oleh orang yang yang ada disekitarnya dan 14

Page 2: BAB II KAJIAN TEORITIS - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_054009_chapture2.pdf · Menurut kodrat alam, manusia tak terdapat seorangpun yang hidup menyendiri,

15

kelompoknya. Hal senada ditegaskan lagi dengan pengertian sosialisasi menurut

Michael Rush dan Phillip Althoff (1997 : 29) yang menyatakan bahwa:

Sosialisasi yaitu pola-pola mengenai aksi sosial, atau aspek-aspek tingkah laku, yang menanamkan pada individu keterampilan-keterampilan (termasuk ilmu pengetahuan), motif-motif dan sikap-sikap yang perlu untuk menampilkan peranan-peranan yang sekarang atau yang tengah diantisipasikan….(dan yang terus berkelanjutan) sepanjang kehidupan manusia normal, sejauh peranan-peranan baru masih harus terus dipelajari.

Proses sosialisasi membuat seseorang menjadi tahu dan memahami

bagaimana bersikap dan bertingkah laku di lingkungan masyarakatnya. Melalui

proses ini, seseorang akan mengetahui dan menjalankan hak-hak dan

kewajibannya berdasarkan peranan-peranan yang dimilikinya.

Adapun pengertian sosialisasi yang dikemukakan oleh M. Sitorus (2000 :

56) yang mengatakan bahwa : Sosialisasi adalah proses pembelajaran masyarakat

“menghantar” warganya masuk kedalam kebudayaan.

Maka sosialisasi adalah proses yang dialami masyarakat untuk dapat

mempelajari nilai, norma dan peran dalam masyarakat agar sesuai dengan cara

berfikir dan cara hidup kelompoknya sehingga terbentuk suatu kepribadian

sebagai dasar untuk berperan dan berfungsi sesuai dengan masyarakat tempat ia

hidup.

Sosialisasi adalah sebuah proses penanaman atau transfer kebiasaan atau

nilai dan aturan dari satu generasi ke generasi lainnya dalam sebuah kelompok

atau masyarakat. Sejumlah sosiolog menyebut sosialisasi sebagai teori mengenai

peranan (role theory). Karena dalam proses sosialisasi diajarkan peran-peran yang

harus dijalankan oleh individu. Sosialisasi juga bisa dikatakan sebagai

pemberitahuan atau pemaparan suatu hal yang akan diinformasikan kepada semua

Page 3: BAB II KAJIAN TEORITIS - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_054009_chapture2.pdf · Menurut kodrat alam, manusia tak terdapat seorangpun yang hidup menyendiri,

16

pendengar bisa juga sebagai ajang promosi. Jadi sosialisasi itu sebagai penyebar

luasan informasi agar dilaksanakan menjadi kebiasaan tetapi dapat juga sebagai

pengenalan atas sesuatu kepada setiap orang.

2. Media Sosialisasi

Agar sosialisasi dapat berjalan teratur dan intensif, masyarakat mempunyai

media sosialisasi. Ada lima agen sosialisasi dalam yang utama yaitu :

1. Keluarga

Keluarga merupakan agen sosialisasi pertama dan utama dalam

mengenalkan nilai-nilai sosial dan kebidayaan kepada anak. Keluarga inti

(nuclear family) yang terdiri dari ayah, ibu dan anak-anak.

Lingkungan keluarga adalah unit sosial terkecil, namun memiliki peranan

yang sangat penting. Dalam lingkungan keluarga memungkinkan seorang

individu atau kelompok melakukan suatu identifikasi di lingkungannya,

dan secara perlahan-lahan diinternalisasikan dalam kehidupannya.

2. Kelompok masyarakat

Masyarakat sebagai sekelompok manusia yang terbesar mempunyai

kebiasaan, tradisi, sikap, dan perasaan untuk hidup bersama. Proses

sosialisasi menjadi tugas bersama bagi seluruh anggota masyarakat dalam

di lingkungannya. Bila seorang anak melakukan hubungan pertemanan,

maka hubungan atau interaksi sosial itu menunjukkan hubungan yang

lebih luas. Mereka akan menerima berbagai pembelajaran nilai dan norma.

Mereka juga menyerap berbagai pengetahuan dari lingkungannya,

mendapatkan bimbingan, dan niali-nilai yang berkembang.

Page 4: BAB II KAJIAN TEORITIS - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_054009_chapture2.pdf · Menurut kodrat alam, manusia tak terdapat seorangpun yang hidup menyendiri,

17

3. Lingkungan Sekolah

Sekolah adalah sarana yang diciptakan oleh masyarakat yang berfungsi

untuk melaksanakan pembelajaran. Pembelajaran tidak hanya

menyampaikan pengetahuan saja yang berupa latihan untuk kecerdasan,

melainkan untuk menghaluskan moral dan menjadikan akhlak yang baik.

Para pendidik yang bertugas sebagai guru melakukan sosialisasi

pengetahuan dan interaksi moral itu berdasarkan rancangan atau program

yang disesuaikan dengan system pengetahuan dan nilai-nilai yang dianut

oleh masyarakat.

4. Lingkungan kerja

Lingkungan kerja merupakan salah satu media sosialisasi, karena dalam

lingkungan kerja telah terjadi proses sosialisasi antara rekan kerja yang

satu dengan yang lainnya.

5. Media Massa

Media massa adalah salah satu bagian dari masyarakat yang bertugas

menyebarluaskan berita, opini, pengetahuan, dan sebagainya sehingga di

sisni telah terjadi apa yang dinamakan dengan proses sosialisasi. Sifat

media massa adalah mencari bahan pemberitaan yang actual (hangat),

menarik, perhatian, dan menyangkut kepentingan bersama. Berdasarkan

sifatnya, fungsi media massa yaitu sebagai media control bagi terjadinya

berbagai penyimpangan dari nilai dan norma yang ada di dalam

masyarakat. Banyaknya informasi yang diberitakan oleh media massa dan

dimuatnya berbagai pendapat mengenai berbagai masalah di lingkungan

Page 5: BAB II KAJIAN TEORITIS - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_054009_chapture2.pdf · Menurut kodrat alam, manusia tak terdapat seorangpun yang hidup menyendiri,

18

masyarakat, maka secara langsung maupun tidak langsung akan

memperluas wawasan para pembacanya. Melalui media massa terjalin

hubungan atau kontak sosial secara tidak langsung antar anggota

masyarakat. Jadi media massa merupakan agen sosialisasi yang cukup

berpengaruh terhadap prilaku khalayaknya. Meningkatnya teknologi

komunikasi yang memungkinkan peningkatan kualitas pesan serta

peningkatan frekuensi penyerapan masyarakat atas pesan tersebut pun

memberi peluang bagi media massa untuk berperan sebagai agen

sosialisasi yang semakin penting.

B. Kesadaran Masyarakat dalam Membayar Pajak Bumi dan Bangunan

1. Kesadaran Hukum Masyarakat

a. Pengertian Kesadaran

Paham kesadaran hukum sebenarnya berkisar pada diri warga

masyarakat merupakan suatu faktor yang menentukan bagi sahnya hukum. pada

awalnya masalah kesadaran hukum timbul di dalam proses penerapan dari hukum

tertulis. Di dalam kerangka proses tersebut timbul masalah, oleh karena adanya

ketidaksesuaian antara dasar sahnya hukum (yaitu pengendalian sosial dari

penguasa atau kesadaran masyarakat) dengan kenyataan yang dipatuhinya (atau

tidak ditaatinya) hukum tersebut.

Page 6: BAB II KAJIAN TEORITIS - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_054009_chapture2.pdf · Menurut kodrat alam, manusia tak terdapat seorangpun yang hidup menyendiri,

19

Manusia sebagai makhluk sosial dituntut untuk berfikir, bersikap, dan

berperilaku sesuai dengan ketentuan dan keharusan yang berlaku dalam norma-

norma kemasyarakatan agar menjadi patokan bagi atau salahnya tindakan manusia

dalam bermasyarakat. Jika manusia dapat bersikap dan bertindak sesuai dengan

norma yang berlaku didalam masyarakat biasanya disebut dengan istilah manusia

yang bermoral atau orang yang telah memiliki kesadaran moral, yaitu adanya

keinsyafan dalam diri manusia bahwa manusia sebagai anggota dari masyarakat

berada dibawah kewajiban untuk melakukan sesuatu.

Pada hakekatnya kesadaran merupakan sesuatu yang sebenarnya telah

dimengerti, akan tetapi kurang dipahami manfaatnya. Kesadaran diartikan

sebagai kondisi terjaga atau mampu mengerti apa yang sedang terjadi. Kesadaran

akan kepentingan atau keprihatinan bersama akan melahirkan organisasi atau

perkumpulan.

Kesadaran itu sendiri berakar dari kata sadar, kata sadar secara etimologi

dapat diartikan sebagai ingat akan dirinya atau merasa dan insaf. Sedangkan

secara terminologi kesadaran adalah keinsafan akan perbuatannya serta keadaan

yang sedang dialaminya (realitas). Adapun Konsep Kesadaran yang dimaksud

dalam studi ini adalah keinsafan dalam hal membayar pajak.

Perihal kata atau pengertian kesadaran menurut A. Merriam-Webster yang

dikutip lagi oleh Soerjono Soekanto (1982 : 150) mengatakan bahwa kesadaran

itu memiliki 5 (lima) arti, yaitu :

1. Awarenessesp, of something within oneself; also; the state or fact of being conscious of an external object, state or fact

2. The state of being characterized by sensation, emotion, volition, and thought; mind

Page 7: BAB II KAJIAN TEORITIS - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_054009_chapture2.pdf · Menurut kodrat alam, manusia tak terdapat seorangpun yang hidup menyendiri,

20

3. The totality of conscious states of an individual 4. The normal state of conscious life 5. The upper level of mental life as contrassed with unconscious processes.

Bahwa kesadaran itu merupakan sesuatu pada diri seseorang, yaitu adanya

kesadaran dari pernyataan dan kenyataan dari luar, dimana kenyataan itu ditandai

berupa sensasi, emosi, dan pikiran seseorang. Pernyataan kesadaran tersebut akan

mewakili individu yang muncul dari kesadaran hidupnya, kemudian kesadaran ini

merupakan tingkat tertinggi dari mental hidup yang dibanding dengan proses-

proses yang tidak sadar.

Sejalan dengan hal tersebut, dalam masyarakat kita belum ada kesadaran

hukum yang cukup tinggi atau dikalangan-kalangan tertentu kesadaran hukum

masyarakatnya masih rendah. Maka sebagai implikasi langsung, keadaan

demikian menuntut adanya pembinaan dan peningkatan kesadaran hukum,

disamping pengembangan sarana organisasinya. Diperkirakan ada korelasi positif

antara usaha pembinaan itu dengan tingkat kesadaran hukum dan selanjutnya

dengan penataan hukum.

b. Pengertian Hukum

1. Arti hukum

Menurut Purnadi Purbacaraka yang dikutip kembali oleh Soerjono

Soekanto (1982 : 151) menjelaskan pengertian yang diberikan oleh masyarakat

tentang hukum, yaitu :

1. Hukum sebagai ilmu pengetahuan 2. Hukum sebagai kaedah 3. Hukum sebagai tata hukum 4. Hukum sebagai petugas hukum 5. Hukum sebagai ketentuan dari penguasa

Page 8: BAB II KAJIAN TEORITIS - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_054009_chapture2.pdf · Menurut kodrat alam, manusia tak terdapat seorangpun yang hidup menyendiri,

21

6. Hukum sebagai suatu proses pemerintahan 7. Hukum sebagai pola-pola perikelakuan 8. Hukum sebagai jalinan nilai-nilai

2. Sifat dari Hukum

Tidak semua orang mau mentaati kaedah-kaedah hukum, dan agar supaya

sesuatu peraturan hidup kemasyarakatan benar-benar dipatuhi dan ditaati sehingga

menjadi kaedah hukum, maka peraturan hidup kemasyarakatan itu harus

diperlengkapi dengan unsur memaksa.

Dengan demikian hukum itu mempunyai unsur atau sifat mengatur dan

memaksa. Ia merupakan peraturan-peraturan hidup kemasyarakatan yang dapat

memaksa orang supaya mentaati tata tertib dalam masyarakat serta memberikan

sanksi yang tegas (berupa hukuman) terhadap siapa saja yang tidak patuh

mentaatinya.

3. Tujuan Hukum

Dalam pergaulan masyarakat terdapat aneka macam hubungan antar

anggota masyarakat, yakni hubungan yang ditimbulkan oleh kepentingan-

kepentingan anggota masyarakat tersebut. Dengan banyaknya hubungan tersebut,

para anggota masyarakat memerlukan aturan aturan-aturan yang dapat menjamin

keseimbangan agar dalam hubungan-hubungan tersebut tidak terjadi kekacauan

dalam masyarakat.

Untuk menjamin kelangsungan keseimbangan dalam hubungan antar

anggota masyarakat, maka diperlukan aturan-aturan hukum yang diadakan atas

kehendak dan keinsyapan tiap-tiap anggota masyarakat. Peraturan-peraturan

Page 9: BAB II KAJIAN TEORITIS - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_054009_chapture2.pdf · Menurut kodrat alam, manusia tak terdapat seorangpun yang hidup menyendiri,

22

hukum yang bersifat mengatur dan memaksa anggota masyarakat untuk patuh dan

mentaatinya, menyebabkan terdapatnya keseimbangan dalam hubungan

masyarakat. setiap hubungan masyarakat tidak boleh bertentangan dengan

ketentuan-ketentuan dalam peraturan hukum yang ada dan berlaku dalam

masyarakat. Setiap pelanggar peraturan hukum, akan dikenakan sanksi yang

berupa hukuman sebagai reaksi terhadap perbuatan yang melanggar hukum.

Dengan demikian, hukum itu bertujuan menjamin adanya kepastian hukum

dalam masyarakat dan hukum itu harus pula bersendikan pada keadilan, yaitu

asas-asas keadilan.

Menurut Subekti ( Kansil, 1989 : 41 ) bahwa hukum itu mengabdi pada

tujuan negara yang dalam pokoknya adalah mendatangkan kemakmuran dan

kebahagiaan pada rakyatnya. Lain halnya dengan pendapat Apeldoorn ( Kansil,

1989 : 41 ) bahwa tujuan hukum ialah mengatur pergaulan hidup manusia secara

damai.

c. Pengertian masyarakat

1. Pengertian Masyarakat

Hasrat untuk hidup bersama memang telah menjadi pembawaan manusia,

merupakan suatu keharusan badaniah untuk melangsungkan hidupnya. Hidup

bersama sebagai perhubungan antara individu berbeda-beda tingkatnya. Persatuan

manusia yang timbul dari kodrat yang sama itu lazim di sebut masyarakat.

Masyarakat merupakan istilah yang diambil dari akar kata Arab “Syaraka” yang

Page 10: BAB II KAJIAN TEORITIS - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_054009_chapture2.pdf · Menurut kodrat alam, manusia tak terdapat seorangpun yang hidup menyendiri,

23

berarti “ikut serta, berpartisipasi”. Masyarakat adalh sekumpulan manusia yang

saling bergaul atau dengan istilah ilmiah, saling berinteraksi.

Menurut kodrat alam, manusia tak terdapat seorangpun yang hidup

menyendiri, terpisah dari kelompok manusia lainnya, kecuali dam keadaan

terpaksa dan itupun untuk sementara waktu. Dalam diri manusia terdapat hasrat

untuk berkumpul dengan sesamanya dalam satu kelompok, hasrat untuk

bermasyarakat. Aristoteles (Kansil 29: 1979) menyatakan dalam ajarannya,

bahwa manusia itu adalah Zoon Politicon artinya bahwa manusia ia sebagai

mahluk pada dasarnya selain ingin bergaul dan berkumpul dengan sesama

manusia lainnya, jadi manusia yang suka bermasyakat. Dan oleh karena sifatnya

yang suka bergaul satu sama lain, maka manusia disebut mahluk sosial.

Kansil ( 1989 : 30 ) menyatakan bahwa :

Masyarakat itu terbentuk apabila ada dua orang atau lebih hidup bersama, sehingga dalam pergaulan hidup itu timbul berbagai hubungan atau pertalian yang mengakibatkan bahwa antara satu orang dengan yang lainnya itu saling kenal mengenal dan pengaruh mempengaruhi.

2. Bentuk Masyarakat

Masyarakat sebagai bentuk pergaulan hidup bermacam-macam ragamnya,

diantaranya :

Berdasarkan hubungan yang diciptakan para anggotanya

Page 11: BAB II KAJIAN TEORITIS - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_054009_chapture2.pdf · Menurut kodrat alam, manusia tak terdapat seorangpun yang hidup menyendiri,

24

1) Masyarakat paguyuban (gemeinschaft), apabila hubungan itu

bersifat kepribadian dan menimbulkan ikatan batin, misalnya

rumah tangga, perkumpulan kematian dan sebagainya.

2) Masyarakat patembayan (gesellschaft), apabila hubungan itu

bersifat tidak kepribadian dan bertujuan untuk mencapai

keuntungan kebendaan.

Berdasarkan sifat pembentukannya

1) Masyarakat yang teratur oleh karena sengaja diatur untuk tujuan

tertentu.

2) Masyarakat yang teratur tetapi terjadi dengan sendirinya, oleh

karena orang-orang yang bersangkutan mempunyai kepentinagn

bersama.

3) Masyarakat yang tidak teratur

Berdasarkan hubungan kekeluargaan

Berdasarkan hubungan kekeluargaan meliputi : rumah tangga, sanak

saudara, suku, bangsa, dan lain-lain.

Berdasarkan peri kehidupan/ kebudayaan

1) Masyarakat primitive dan modern

2) Masyarakat desa dan masyarakat kota

Page 12: BAB II KAJIAN TEORITIS - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_054009_chapture2.pdf · Menurut kodrat alam, manusia tak terdapat seorangpun yang hidup menyendiri,

25

3) Masyarakat teritorial, yang anggota-anggotanya bertempat tinggal

dalam satu daerah

4) Masyarkat geneologis, yang anggota-anggotanya mempunyai

pertalian darah (keturunan)

5) Masyarakat teritorial-geneologis, yang anggota-anggotanya

bertempat tinggal dalam satu daerah dan mereka adalah

seketurunan.

d. Pengertian kesadaran Hukum

1. Pengertian Kesadaran Hukum

Paham kesadaran hukum sebenarnya berkisar pada diri warga masyarakat

merupakan suatu faktor yang menentukan bagi sahnya hukum. pada awalnya

masalah kesadaran hukum timbul di dalam proses penerapan dari hukum tertulis.

Di dalam kerangka proses tersebut timbul masalah, oleh karena adanya

ketidaksesuaian antara dasar sahnya hukum (yaitu pengendalian sosial dari

penguasa atau kesadaran masyarakat) dengan kenyataan yang dipatuhinya (atau

tidak ditaatinya) hukum tersebut. Merupakan suatu keadaan yang di cita-citakan

atau dikendaki, bahwa ada keserasian proposional antara pengendalian sosial oleh

penguasa, kesadaran warga masyarakat dan kenyataan dipatuhinya hukum.

Pendapat tersebut mengarahkan persoalan pada masalah untuk siapa

hukum di buat, siapa yang merasakan dan menerima hukum tersebut. Masalah

yang sama juga terungkapkan oleh ajaran-ajaran yang berpendapat pokok, bahwa

Page 13: BAB II KAJIAN TEORITIS - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_054009_chapture2.pdf · Menurut kodrat alam, manusia tak terdapat seorangpun yang hidup menyendiri,

26

sahnya hukum ditentukan oleh kesadaran dari kelompok sosial. Yang penting

adalah kesungguhan daripada tekanan-tekanan sosial yang ada dibelakang

peraturan-peraturan, dimana menyebabkan timbulnya faktor ketaatan terhadapnya.

Kemudian dinyatakan, bahwa pembentukan hukum harus didasarkan pada tata

kelakuan (= mores) yang ada dan agar pembentukan hukum mempunyai kekuatan,

maka proses tersebut harus konsisten dengan tata kelakuan tersebut. Podgorecki

pernah pula membahas masalah ini dengan mengkhususkan fokusnya terhadap

pembentukan hukum dan masyarakat. Apabila pembentuk hukum menerbitkan

peraturan-peraturan yang tidak cocok dengan kesadaran atau perasaan

masyarakat, maka diharapkan akan timbul reaksi-reaksi yang negatif dari

masyarakat. Semakin besar pertentangan antara peraturan dengan kesadaran

tersebut, semakin sulit untuk menerapkannya. Sudah tentu bahwa pembentuk

hukum dapat memberlakukannya dengan paksaan. Sebaliknya apabila peraturan-

peraturan tadi sesuai dengan kesadaran masyarakat, maka masalah-masalah di

dalam penerapannya hampir tidak ada.

Soerjono Soekanto (1982 : 152) mengatakan bahwa : “kesadaran hukum

sebenarnya merupakan kesadaran akan nilai-nilai yang terdapat di dalam diri

manusia tentang hukum yang ada atau tentang hukum yang di harapkan ada”.

Dari keterangan-keterangan di atas kiranya jelas bahwa hukum merupakan

konkretisasi daripada sistem nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat. Suatu

keadaan yang dicita-citakan adalah adanya kesesuaian antara hukum dengan

sistem nilai-nilai tersebut. Konsekuensinya adalah bahwa perubahan pada sistem

nilai-nilai harus diikuti dengan perubahan hukum atau di lain pihak hukum harus

Page 14: BAB II KAJIAN TEORITIS - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_054009_chapture2.pdf · Menurut kodrat alam, manusia tak terdapat seorangpun yang hidup menyendiri,

27

dapat dipergunakan sebagai sarana untuk mengadakan perubahan pada sistem

nilai-nilai tersebut. Dengan demikian masalah kesadaran hukum sebetulnya

merupakan masalah nilai-nilai. Maka kesadaran hukum merupakan konsepsi-

konsepsi abstrak di dalam diri manusia, tentang keserasian antara ketertiban

dengan ketentraman yang dikehendaki atau yang sepantasnya.

Menurut Ahmad Sanusi (1991 : 227), kesadaran hukum ialah potensi

memasyarakat dan membudaya dengan kaidah-kaidah mengikat dan dapat

dipaksakan. Kesadaran hukum bersifat relatif dalam isinya maupun kekuatannya

terhadap waktu dan tempat, ia berlangsung dalam proses pembentukannya,

perkembangannya dan kestabilannya untuk kemudian berubah dengan

pembaharuan lagi. Sebagai batasan yang khusus dapat diartikan tentang kesadaran

hukum itu sebagai potensi atau daya yang mengandung :

1. Persepsi pengenalan, ketahuan, ingatan, dan pengertian tentang hukum, termasuk konsekuensi-konsekuensinya;

2. Harapan, kepercayaan bahwa hokum dapat memberi sesuatu kegunaan serta memberi perlindungan dan jaminannya dengan kepastian dan rasa keadilan.

3. Perasaan perlu dan butuh akan jasa-jasa hukum, dank arena itu sedia menghormatinya

4. Perasaan khawatir dan takut melanggar hukum, karena jika dilanggar maka sanksi-sanksinya dapat dipaksakan

5. Orientasi, perhatian, kesanggupan, kemauan baik, sikap dan kesediaan serta keberanian mentaati hukum dalam hak maupun kewajibannya, karena kebenaran, keadilan dan kepastian hukum itu adalah kepentingan umum.

2. Tingkatan-Tingkatan Kesadaran

Pada hakekatnya setiap anggota masyarakat telah mempunyai kesadaran

hukum, akan tetapi masalahnya yaitu bahwa kesadaran hukum yang dimiliki oleh

setiap orang tidaklah sama.

Page 15: BAB II KAJIAN TEORITIS - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_054009_chapture2.pdf · Menurut kodrat alam, manusia tak terdapat seorangpun yang hidup menyendiri,

28

Ahmad Sanusi juga membedakan tingkatan nilai-nilai kesadaran hukum

seseorang dan kepatuhannya pada hukum dalam enam pola yaitu :

1. Takut akan hukum Kesadaran hukum dan penataan hukum didasarkan pada rasa takut atau khawatir akan sanksi dan ancaman hukum jika tidak ditaati. Oleh karena itu orang taat pada hukum tertentu dikarenakan takut pada hukumnya secara fisik.

2. Pragmatisme Instrumental Kesadaran hukum dan penataan hukum didasarkan pada adanya peraturan umum atau ketentuan-ketentuan yang dinegosiasikan dan perjanjian. Hukum itu instrumental, bagaimanapun isinya, karena itu harus ditaati.

3. Rasa senasib Interpersonal Kesadaran hukum dan penataan hukum didasarkan pada ekspetasi dari kelompoknya terhadap yang bersangkutan. Orang mempertimbangkan dan menilik perbuatannya dari sudut kepatuhan sebagaimana kelompok itu yang menunjukkan keterkaitannya kepada moral tertentu

4. Konfirmasi Kemasyarakat Kesadaran hukum dan penataan hukum didasarkan pada sikap konformis pada kaidah-kaidah dan kebiasaan yang sedang menjadi preferensi dari penguasaan dan golongan elitbya. Disini kesadaran hukum dikaitkan pada nilai-nilai resmi yang disuarakan pada pejabat atau tokoh masyarakat

5. Kemajuan / Kepentingan umum Kesadaran hukum dan penataan hukum didasarkan pada kemajuan kepentingan umum, yaitu yang telah diuji standarnya dengan seksama secara dogmatis dan atas dasar keakuan.

6. Kesadaran Hukum dan penataan hukum didasarkan pada kaidah umum masyarakat bagi martabat manusia. Antara lain pendekatan, kesamaan, keadilan, dan lain-lain, di dalam konstitusi atau yang diajarkan oleh agama.

Apabila tingkat kesadaran hukum dikaitkan dengan tingkat kesadaran

seseorang. maka kesadaran hukum dapatlah dibagi dalam tingkatan-tingkatan.

Menurut NY Bull yang dikutip kembali oleh Kosasih Djahiri (1985 : 24)

mengajukan tingkat kesadaran :

1) Kesadaran hukum bersifat anomous yakni kesadaran terhadap hukum yang berlaku dengan tidak dilandasi oleh alasan atau orientasi yang jelas, kesadaran hukum ini merupakan tingkat yang rendah.

2) Kesadaran hukum bersifat heteronomous, yakni kesadaran terhadap hukum yang berlaku dengan dilandasi oleh alasan atau orientasi atau motivasi

Page 16: BAB II KAJIAN TEORITIS - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_054009_chapture2.pdf · Menurut kodrat alam, manusia tak terdapat seorangpun yang hidup menyendiri,

29

yang beraneka ragam atau berganti-ganti, kesadaran ini kurang mantap karena mudah berubah oleh situasi dan keadaan.

3) Kepatuhan yang bersifat Sosio-nomous yaitu yang berlaku berlandaskan pada kiprah umum atau karena khalayak ramai.

4) Kesadaran yang bersifat autonomous, yakni yang terbaik karena kesadaran hukum yang berlaku yang dilandasi oleh konsep atau kesadaran yang ada dalam diri seseorang, Kesadaran autonomous inilah yang diharapkan dimiliki oleh masyarakat karena kesadaran tersebut timbul didasari oleh pengetahuan dan pemahaman serta penghayatan terhadap hukum yang berlaku.

Tingkat dan tahap-tahap tersebut di atas dipandang sebagai ukuran

kualitatif, semakin tinggi kesadaran hukum seseorang semakin baik kesadaran dan

kepatuhan hukumnya.

Jadi jelaslah bahwa apabila warga masyarakat yang mentaati peraturan

dalam membayar pajak bumi dan bangunan, dan patuhnya itu karena ada petugas

atau fiskus yang memungut iuran pajak bumi dan bangunan, maka anggota

masyarakat tersebut dikategorikan sudah memiliki kesadaran hukum walaupun

baru pada tahap kadar hukum tingkat anomous.

Beberapa sarjana lain mengemukakan tingkat kesadaran sebagai berikut :

1. Patuh / sadar karena takut pada orang /kekuasaan/paksaan (authorityoriented)

2. Patuh karena ingin dipuji 3. Patuh karena kiprah umum / masyarakat 4. Taat atas dasar adanya aturan dan hokum serta untuk ketertiban (law &

order oriented) 5. Taat karena dasar keuntungan atau kepentingan 6. Taat karena memang hal tersebut memuaskan baginya 7. Patuh karena dasar prinsip ethis yang layak universal (Universal Ethical

Principle).

Dari ungkapan-ungkapan tadi kiranya Nampak pertautan erat antara tingkat

kepatuhan/kesadaran dengan motivasi/dasar ketaatan/kesadaran.

3. Indikator-Indikator Kesadaran Hukum

Page 17: BAB II KAJIAN TEORITIS - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_054009_chapture2.pdf · Menurut kodrat alam, manusia tak terdapat seorangpun yang hidup menyendiri,

30

Kesadaran hukum berkaitan dengan nilai-nilai yang tumbuh dan

berkembang dalam suatu masyarakat. Dengan demikian masyarakat mentaati

hukum bukan karena paksaan, melainkan karena hukum itu sesuai dengan nilai-

nilai yang ada dalam masyarakat itu sendiri. Dalam hal ini telah terjadi

internalisasi hukum dalam masyarakat. Validitas hukum diletakkan pada nilai-

nilai yang berlaku dalam masyarakat.

Terdapat empat indikator kesadaran hukum, yang masing-masing

merupakan suatu tahapan bagi tahapan berikutnya, yaitu :

1. Pengetahuan Hukum

2. Pemahaman hukum

3. Sikap hukum, dan

4. Pola perilaku hukum.

Setiap indikator menunjuk pada tingkat kesadaran hukum tertentu mulai

dari yang terendah sampai dengan yang tertinggi. Pengetahuan hukum adalah

pengetahuan seseorang mengenai beberapa perilaku tertentu yang diatur oleh

hukum. Sudah tentu bahwa hukum yang dimaksud di sini adalah hukum tertulis

dan hukum tidak tertulis. Pengetahuan tersebut berkaitan dengan perilaku yang

dilarang ataupun perilaku yang diperbolehkan oleh hukum.

Pengetahuan hukum tersebut erat kaitannya dengan asumsi bahwa

masyarakat dianggap mengetahui isi suatu peraturan manakala peraturan tersebut

telah di undangkan. Sebagaimana dikemukakan Kutchinsky yang di ungkapkan

lagi oleh Otje Saliman (40 : 2007) :

Traditional legislative procedure is based on the unquestioned assumptions that once bill has been passed in parliament and duly published, the

Page 18: BAB II KAJIAN TEORITIS - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_054009_chapture2.pdf · Menurut kodrat alam, manusia tak terdapat seorangpun yang hidup menyendiri,

31

necessary knowledge about law is automatically disseminated among public.

Pemahaman hukum dalam arti di sini adalah sejumlah informasi yang

dimiliki seseorang mengenai isi peraturan dari suatu hukum tertentu. Dengan kata

lain pemahaman hukum adalah suatu pengertian terhadap isi dan tujuan dari suatu

peraturan dalam suatu hukum tertentu, tertulis maupun tidak tertulis serta

manfaatnya bagi pihak-pihak yang kehidupannya diatur oleh peraturan tersebut.

Dalam hal pemahamana hukum, tidak disyaratkan seseorang harus terlebih dahulu

mengetahui adanya suatu aturan tertulis yang mengatur sesuatu hal. Akan tetapi

dilihat di sini adalah bagaimana persepsi mereka menghadapi berbagai hal dalam

kaitannya dengan norma-norma yang ada dalam masyarakat. Persepsi ini biasanya

diwujudkan melalui sikap mereka terhadap tingkah laku sehari-hari. Pemahaman

hukum ini dapat diperoleh bila peraturan tersebut dapat atau mudah dimengerti

oleh warga masyarakat.

Dengan demikian sikap hukum adalah suatu kecenderungan untuk

menerima hukum karena adanya penghargaan terhadap hukum sebagai sesuatu

yang bermanfaat atau menguntungkan jika hukum tersebut ditaati. Sebagaimana

yang telah dijelaskan bahwa kesadaran hukum berkaitan dengan nilai-nilai yang

terdapat di masyarakat. Suatu sikap hukum akan melibatkan pilihan warga

terhadap hukum yang sesuai dengan nilai-nilai yang ada dalam dirinya sehingga

akhirnya warga masyarakat menerima hukum berdasarkan penghargaan

terhadapnya.

Page 19: BAB II KAJIAN TEORITIS - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_054009_chapture2.pdf · Menurut kodrat alam, manusia tak terdapat seorangpun yang hidup menyendiri,

32

Pola perilaku hukum merupakan hal yang utama dalam kesadaran hukum,

karena disini dapat dilihat apakah suatu peraturan berlaku atau tidak dalam

masyarakat. Dengan demikian sampai seberapa jauh kesadaran hukum dalam

masyarakat dapat dilihat dari pola perilaku hukum suatu masyarakat.

Terdapat kaitan antara kesadaran hukum dengan kebudayaan hukum.

Keterkaitan tersebut dapat dilihat bahwa kesadaran hukum banyak sekali

berkaitan dengan aspek-aspek kognitif dan perasaan yang sering kali dianggap

faktor-faktor yang mempengaruhi hubugan antara hukum dengan pola-pola

perilaku manusia dalam masyarakat. Ajaran kesadaran hukum lebih banyak

mempermasalahkan kesadaran hukum yang dianggap sebagai mediator antara

hukum dengan perilaku manusia baik secara individual maupun kolektif. Oleh

karenanya ajaran kesadaran hukum lebih menitikberatkan kepada nilai-nilai yang

berlaku pada masyarakat. Sistem nilai-nilai akan menghasilkan patokan-patokan

untuk berproses yang bersifat psikologis, antara lain pola-pola berfikir yang

menentukan sikap mental manusia, sikap mental yang pada hakikatnya merupakan

kecenderungan untuk bertingkah laku, membentuk pola-pola perilaku maupun

kaidah-kaidah.

Bila dianggap bahwa hukum merupakan konkretisasi dari sistem nilai-nilai

yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat. Dengan demikian suatu

keadaan yang dicita-citakan adalah adanya keselarasan dan keseimbangan antara

hukum dengan sistem nilai-nilai tersebut. Nyatalah bahwa kesadaran hukum

sebetulnya merupakan masalah nilai-nilai. Jadi kesadaran hukum adalah konsepsi

Page 20: BAB II KAJIAN TEORITIS - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_054009_chapture2.pdf · Menurut kodrat alam, manusia tak terdapat seorangpun yang hidup menyendiri,

33

abstrak di dalam manusia, tentang keserasian antara ketertiban dengan

ketentraman yang dikehendaki atau sepantasnya.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa apabila indikator-indikator

dari kesadaran hukum dipenuhi, maka derajat kesadaran hukumnya tinggi, begitu

pula sebaliknya. Tingginya kesadaran hukum warga masyarakat mengakibatkan

para warga masyarakat menaati ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku, begitu

pula sebaliknya, apabila derajat kesadaran hukumnya rendah maka derajat

ketaatan terhadap hukum juga rendah.

Apabila dipandang secara sempit, konsepsi kesadaran hukum seakan

mensyaratkan terdapatnya peraturan-peraturan hukum terlebih dahulu sebelum

kesadaran hukum timbul. Pemikiran tersebut tentu tidak salah apabila memang

suatu peraturan telah ada sebelumnya. Dalam sudut pandang yang lebih luas,

konsepsi ini dapat diterapkan dari dua titik pusat. Apabila titik pusat kesadaran

hukum adalah peraturan-peraturan hukum, melalui konsepsi ini dapat dilihat

sampai sejauh mana efektivitas peraturan-peraturan hukum tersebut dalam

masyarakat. Sementara bila titik pusat kesadaran hukum adalah fakta-fakta sosial

melaui konsep ini dapat dilihat proses pembentukan hukum dari fakta-fakta sosial

tersebut.

4. Kaitan Kesadaran Hukum dengan Kepatuhan Hukum

Di dalam sosiologi, maka masalah kepatuhan terhadap kaedah-kaedah

telah menjadi pokok permasalahan yang cukup banyak dibicarakan. Yang pada

umumnya menjadi pusat perhatian adalah basis-basis atau dasar-dasar daripada

Page 21: BAB II KAJIAN TEORITIS - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_054009_chapture2.pdf · Menurut kodrat alam, manusia tak terdapat seorangpun yang hidup menyendiri,

34

kepatuhan tersebut. Dalam hal ini, Bierstedt (Soerjono Soekanto 1982 : 225)

membaginya kedalam 4 dasar yaitu :

1. Indoctrination Sebab pertama mengapa warga masyarakat mematuhi kaedah-kaedah adalah karena dia diindoktrinir untuk berbuat demikian. Sejak kecil manusia telah dididik agar mematuhi kaedah-kaedah yang berlaku dalam masyarakat. Sebagaimana halnya dengan unsur-unsur kebudayaan lainnya, maka kaedah-kaedah telah ada waktu seseorang dilahirkan dan semula manusia menerimanya secara tidak sadar. Melalui proses sosialisasi manusia dididik untuk mengenal, mengetahui serta mematuhi kaedah-kaedah tersebut.

2. Habituation Oleh karena sejak kecil mengalami proses sosialisasi, maka lama kelamaan menjadi suatu kebiasaan untuk mematuhi kaedah-kaedah yang berlaku. Memang pada mulanya adalah susah sekali untuk mematuhi kaedah-kaedah tadi yang seolah-olah mengekang kebebasan. Akan tetapi, apabila hal itu setiap hari ditemui, maka lama kelamaan menjadi suatu kebiasaan untuk mematuhinya terutama apabila manusia sudah mulai mengulangi perbuatan-perbuatannya dengan bentuk dan cara yang sama.

3. Utility Pada dasarnya manusia mempunyai kecenderungan untuk hidup pantas dan teratur. Akan tetapi apa yang pantas dan teratur untuk seseorang, belum tentu pantas dan teratur bagi orang lain. Oleh karena itu diperlukan suatu patokan tentang kepantasan dan keteraturan tersebut. Patokan-patokan tadi merupakan pedoman-pedoman atau takaran-takaran tentang tingkah laku dan dinamakan kaedah. Dengan demikian, maka salah satu faktor menyebabkan orang taat pada kaedah adalah karena kegunaan dari pada kaedah tersebut. Manusia menyadari, bahwa kalau dia hendak hidup pantas dan teratur maka diperlukan kaedah-kaedah.

4. Group Identification Salah satu sebab mengapa seseorang patuh pada kaedah adalah karena kepatuhan tersebut merupakan salah satu sarana untuk mngadakan identifikasi dengan kelompok. Seseorang mematuhi kaedah-kaedah yang berlaku dalam kelompoknya bukan karena dia menganggap kelompoknya lebih dominan dari kelompok-kelompok lain lainnya, akan tetapi justru karena ingin mengadakan identifikasi dengan kelompoknya tadi. Bahkan kadang-kadang seseorang mematuhi kaedah-kaedah kelompok lain karena ingin mengadakan identifikasi dengan kelompok lain tersebut.

Page 22: BAB II KAJIAN TEORITIS - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_054009_chapture2.pdf · Menurut kodrat alam, manusia tak terdapat seorangpun yang hidup menyendiri,

35

Berdasarkan kutipan tersebut, dapat diartikan bahwa seseorang itu

bersikap patuh atau taat pada kaidah-kaidah hukum bukan saja karena satu alasan

akan tetapi karena dilatarbelakangi oleh berbagai alasan atau sebab. Untuk lebih

menambah alasan mengapa seseorang itu patuh pada kaidah-kaidah hukum yang

ada, penulis disini akan mengambil alasan-alasan yang dikemukakan oleh para

ahli, diantaranya Piaget (Soerjono Soekanto, 1982 : 229) mengemukakan :

Seseorang individu taat pada kaidah-kaidah hukum karena ia mempunyai perasaan keadilan yang bersifat timbal balik. Hal ini timbul dan tumbuh sebagai akibat daripa partisipasinya dalam hubungan-hubungan sosial terutama dalam kelompok-kelompok seusianya. Kaidah-kaidah yang berlaku dalam kelompok tersebut merupakan konfigurasi kebudayaan yang diabsorbikan oleh anggota-anggota kelompok tersebut yang sekaligus menganggapnya sebagai referensi. Referensi tersebut sangat penting baginya, karena mnerupakan suatu sarana untuk berasimilasi dengan realitas sosial yang menolongnya untuk mengadakan akomodasi terhadap perikelakuannya.

Masalah Kepatuhan hukum sebetulnya menyangkut proses internalisasi

(internalization) dari hukum tersebut Proses internalisasi di mulai pada saat

seseorang dihadapkan oleh hukum, pada situasi tertentu. Awal dari pada proses

inilah yang biasanya disebut sebagai proses belajar, di mana terjadi suatu

perubahan pada pendirian seseorang.

Masalah kepatuhan hukum merupakan suatu proses psikologis yang dapat

dikembalikan pada tiga proses dasar seperti yang dikemukakan oleh H.C.Kelman

( Soerjono Soekanto 1982 : 230 ), yaitu :

1. Compliance yang diartikan sebagai suatu kepatuhan yang didasarkan pada harapan akan suatu imbalan dan usaha untuk menghindarkan diri dari hukuman yang mungkin dijatuhkan. Kepatuhan ini sama sekali tidak didasarkan pada suatu keyakinan pada tujuan kaedah hokum yang bersangkutan, dan lebih didasarkan pada pengendalian dari pemegang kekuasaan. Sebagai akibatnya maka kepatuhan akan ada, apabila ada

Page 23: BAB II KAJIAN TEORITIS - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_054009_chapture2.pdf · Menurut kodrat alam, manusia tak terdapat seorangpun yang hidup menyendiri,

36

pengawasan yang ketat terhadap pelaksanaan kaedah-kaedah hukum tersebut.

2. Identification, terjadi apabila kepatuhan terhadap kaedah hukum ada bukan karena nilai intrinsiknya, akan tetapi agar keanggotaan kelompok tetap terjaga serta ada hubungan baik dengan mereka yang diberi wewenang untuk menerapkan kaedah-kaedah hukum tersebut. Daya tarik untuk patuh adalah keuntungan yang diperoleh dari hubungan-hubungan tersebut, sehingga kepatuhanpun tergantung pada buruk baiknya interaksi tadi.

3. Internalization, pada internalization seseorang mematuhi kaedah-kaedah hukum oleh karena secara intrinsik kepatuhan tadi mempunyai imbalan. Pusat kekuatan proses ini adalah kepercayaan orang tadi terhadap tujuan dari kaedah-kaedah bersangkutan, terlepas dari perasaan atau nilai-nilainya terhadap kelompok atau pemegang kekuasaan maupun pengawasannya.

Di dalam sosiologi hukum teori-teori tentang kepatuhan hukum pada

umumnya dapat digolongkan kedalam teori paksaan (dwang theorie) dan teori

consensus (consensus Theorie).

Salah seorang tokoh dari teori paksaan adalah Max Weber yang bertitik tolak pada

asumsi bahwa penguasa mempunyai monopoli terhadap sarana-sarana paksaan

secara fisik yang merupakan dasar bagi tujuan hokum untuk mencapai tata tertib

atau ketertiban.

Teori-teori selanjutnya berkisar pada penerapan sanksi-sanksi sebagai

faktor yang menyebabkan kepatuhan hukum. Sanksi pada hakekatnya merupakan

reaksi terhadap pelanggaran kaedah-kaedah kelompok. Sanksi tersebut dapat

berwujud sebagai sanksi positif dan negatif.

Sanksi-sanksi positif adalah unsur-unsur yang mendorong terjadinya

kepatuhan atau perikelakuan yang sesuai dengan kaedah-kaedah. Sebaliknya

sanksi-sanksi negatif menjatuhkan kepada pelanggar-pelanggar.

Page 24: BAB II KAJIAN TEORITIS - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_054009_chapture2.pdf · Menurut kodrat alam, manusia tak terdapat seorangpun yang hidup menyendiri,

37

Dengan demikian maka proses pemberian sanksi-sanksi mencakup suatu sistem

imbalan dan hukuman, yang akibatnya adalah suatu dukungan yang efektif untuk

mematuhi kaedah-kaedah.

Selanjutnya Hoefnagels (Soerjono Soekanto 1982 : 234) membedakan

bermacam-macam derajat kepatuhan hukum sebagai berikut :

1. Seseorang berperikelakuan sebagaimana diharapkan oleh hukum dan menyetujuinya bilamana sesuai dengan sistem nilai-nilai dari mereka yang berwenang.

2. Seseorang berperikelakuan sebagaimana diharapkan oleh hukum dan menyetujuinya, akan tetapi dia tidak setuju dengan penilaian yang diberikan oleh yang berwenang terhadap hukum yang bersangkutan.

3. Seseorang mematuhi hukum, akan tetapi dia tidak setuju dengan kaedah tersebut maupun pada nilai-nilai dari penguasa.

4. Seseorang tidak patuh pada hukum, akan tetapi dia menyetujui hukum tersebut dan nilai-nilai daripada mereka yang mempunyai wewenang.

5. Seseorang sama sekali tidak setuju kesemuanya dan diapun tidak patuh pada hukum.

Dapat ditarik kesimpulan bahwa kesadaran hukum mencakup unsur-unsur

pengetahuan tentang hukum, pengetahuan tentang isi hukum, sikap hukum dan

pola perikelakuan hukum.

C. Pajak Bumi dan Bangunan

1. Latar belakang Perkembangan Pajak

Pajak sudah ada sejak zaman Romawi kuno. Namun akibat

penyalahgunaan wewenang pihak penguasa pada waktuitu, maka iuran yang

seharusnya untuk Negara itu tidak popular dan malah membuat orang sengsara.

Pada zaman feudal, pajak merupakan pungutan untuk kepentingan pertahanan.

Page 25: BAB II KAJIAN TEORITIS - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_054009_chapture2.pdf · Menurut kodrat alam, manusia tak terdapat seorangpun yang hidup menyendiri,

38

Dengan pungutan feodal ini tidaklah otomatis berarti bahwa setiap wajib pajak

memperoleh perlindungan yang diperlukannya dari sang penguasa.

Setelah merdeka, masalah perpajakan tidak dapat dilepaskan dari

fungsinya sebagai sumber pendapatan Negara untuk membiayai proses

pembangunan yang sedang berlangsung. Pengertian ini secara tidak langsung akan

membawa pada aspek hukum tentang penerimaan Negara.

Masalah perpajakan perpajakan pada dasarnya tidak bisa lepas dari

kerangka Pancasila sebagai landasan idiologi. Pancasila pada hakikatnya

mengandung sifat gotong royong dan mempunyai rasa kekeluargaan.

Hal ini tersirat dalam sila keempay dan kelima, yaitu kerakyatan yang dipimpin

oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta dalam

mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

2. Pengertian Pajak

Banyak para ahli dalam bidang perpajakan yang memberikan pengertian

atau definisi yang berbeda-beda mengenai pajak, namun demikian berbagai

definisi tersebut mempunyai inti atau tujuan yang sama.

Definisi yang diberikan oleh Rochmat Soemitro yang dikutip kembali oleh

Mardiasmo ( 2004 : 1) menyatakan sebagai berikut :

Pajak ialah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan Undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.

Page 26: BAB II KAJIAN TEORITIS - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_054009_chapture2.pdf · Menurut kodrat alam, manusia tak terdapat seorangpun yang hidup menyendiri,

39

Selanjutnya, dalam Undang-Undang ketentuan umum dan tata cara

peerpajakan ( 2008 : 2), disebutkan bahwa pajak adalah :

Konstribusi wajib kepada Negara yang terutang oleh pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Dari definisi tersebut maka dapat disimpulkan bahwa pajak memiliki unsur-unsur:

1. Iuran dari rakyat kepada Negara

Yang berhak memungut pajak hanyalah Negara. Iuran tersebut berupa

uang

2. Berdasarkan Undang-Undang

Pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan Undang-Undang serta

aturan pelaksanaannya.

3. Tanpa jasa timabal balik atau kontrapretasi dari Negara yang secara

langsung dapat ditunjuk. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan

adanya kontrapretasi individual oleh pemerintah.

4. Digunakan untuk membiayai rumah tangga Negara, yakni pengeluaran

yang bermanfaat bagi masyarakat luas.

Page 27: BAB II KAJIAN TEORITIS - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_054009_chapture2.pdf · Menurut kodrat alam, manusia tak terdapat seorangpun yang hidup menyendiri,

40

Jadi sangat jelas bahwa pajak itu merupakan iuran dari rakyat yang

dilakukan berdasarkan Undang-Unadang yang berlaku.

3. Faktor-faktor keengganan masyarakat untuk membayar pajak

Dipahami bahwa kebanyakan Negara yang sedang berkembang termasuk

Indonesia kesadaran masyarakat untuk membayar pajak masih relatip rendah.

Salah satu penyebabnya adalah pengeluaran pemerintah selama ini sebagian besar

dibiayai dari sumber penerimaan dari luar pajak.

Di samping itu terdapat gejala yang kurang baik, yakni adanya segolongan

warga yang penghasilannnya berlebih tetapi enggan membayar pajak. Golongan

ini sering tidak memikirkan kewajiban sebagai warga Negara yang baik. Mereka

berfikiran bahwa pemerintah masih memiliki banyak uang untuk membiayai

pembangunan. Mereka acuh tak acuh tanpa pemikiran bagaimana agar tetap

diupayakan penerimaan Negara yang sebanyak-banyaknya untuk membiayai

pembangunan.

Ada juga, pandangan negatif atau trauma masyarakat terhadap peerpajakan

masa lalu, tampaknya masih melekat dan menyulitkan aparat pajak dalam upaya

pengumpulan penerimaan Negara dari sektor pajak.

Untuk itu perlu dicari formula yang dapat mencipatkan suasana dimana

wajib pajak ikhlas sebagian miliknya diserahkan kepada pemerintah dalam bentuk

pajak. Selama ini, keengganan membayar pajak sebagaimana mestinya masih

menonjol. Hal ini dikarenakan berbagai faktor, antara lain :

Page 28: BAB II KAJIAN TEORITIS - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_054009_chapture2.pdf · Menurut kodrat alam, manusia tak terdapat seorangpun yang hidup menyendiri,

41

1) Pada umumnya para wajib pajak belum memahami, apalagi menghayati

mekanisme bekerjanya bangsa atau Negara. Mereka tidak bisa

membayangkan apa manfaat baginya dari pajak yang dipungut dan

dihimpun oleh pemerintah.

2) Sarana dan prasarana fisik yang jelas dirasakan sebagai kenikmatan dan

jelas disediakan oleh pemerintah dianggapnya sebagai sesuatu yang

memang seharusnya ada dan memang wajar, tanpa bertanya pada diri

sendiri, siapa sebenarnya yang harus mengeluarkan biaya tersebut.

3) Aparat pemerintah yang dibiayai oleh pajak tidak dirasakan manfaatnya,

bahkan cenderung dirasakan mempersulit kehidupannya, atau usahanya.

4) Orang yang mengerti arti pajak sebagai pendapatan yang mutlak

diperlukan oleh pemeintah guna membiayai pembangunan, sering kali

enggan membayar pajak karena tahu bahwa penggunaannya sering bocor

dan penuh penyelewengan.

Mereka seakan tidak rela untuk membayar pajak sesuai peraturan.

Menurutnya, apa gunanya membayar pajak sepenuhnya kalau akhirnya

banyak yang jatuh pada pribadi-pribadi tertentu.

5) Masih ada prinsip-prinsip yang menghambat penerimaan Negara dari

sector pajak antara lain : kompromi petugas pajak dengan wajib pajak ;

permainan akuntan atau konsultan pajak dengan wajib pajak; dan

kompromi wajib pajak dengan oknum instansi lain yang terkait, sehingga

bisa lolos dari kewajiban membayar pajak.

Page 29: BAB II KAJIAN TEORITIS - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_054009_chapture2.pdf · Menurut kodrat alam, manusia tak terdapat seorangpun yang hidup menyendiri,

42

4. Pengertian Pajak Bumi dan Bangunan

Bumi adalah permukaan bumi dan tubuh bumi yang ada di bawahnya.

Permukaan bumi meliputi tanah dan perairan pedalaman (termasuk rawa-rawa,

tambak, perairan).

Sedangkan bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau

diletakkan secara tetap pada tanah dan atau perairan. Yang termasuk kedalam

bangunan adalah :

1) Jalan Lingkungan

2) Jalan Tol

3) Pagar mewah

4) Tempat Olahraga

5) Galangan Kapal, Dermaga

6) Taman Mewah

7) Tempat Penampungan atau kilang minyak, air, gas, pipa minyak.

8) Fasilitas lain yang memberikan manfaat.

5. Objek Pajak Bumi dan Bangunan

Menurut Mardiasmo, objek pajak bumi dan bangunan yaitu :

1. Yang menjadi objek pajak adlah bumi dan bangunan

2. Yang dimaksud dengan klasifikasi bumi dan bangunan adalah

pengelompokan bumi dan bangunan menurut nilai jualnya dan digunakan

sebagai pedoman, serta untuk memudahkan penghitungan pajak yang

terhutang.

Page 30: BAB II KAJIAN TEORITIS - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_054009_chapture2.pdf · Menurut kodrat alam, manusia tak terdapat seorangpun yang hidup menyendiri,

43

Dalam menentukan klasifikasi bumi atau tanah diperhatikan faktor-faktor

sebagai berikut :

a. Letak tanah/ bangunan

b. Peruntukan tanah/ banguan

c. Pemanfaatan

d. Kondisi lingkungan dan lain-lain

Pada faktor-faktor ini dapat ditambahkan :

a. Luas tanah, bumi dan bangunan

b. Kesuburan atau hasil tanah / bangunan

Sedangkan dalam menentukan klasifikasi bangunan diperhatikan faktor-

faktor sebagai berikut :

a. Bahan yang digunakan

b. Rekayasa

c. Letak

d. Kondisi lingkungan dan lain-lain

3. Pengecualian Objek Pajak

Objek pajak yang tidak dikenakan pajak bumi dan bangunan adalah objek

pajak yang :

a. Digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum dan tidak

untuk mencari keuntungan, antara lain :

1) Di bidang ibadah, contohnya : masjid, gereja, vihara.

2) Di bidang kesehatan, contohnya : rumah sakit

Page 31: BAB II KAJIAN TEORITIS - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_054009_chapture2.pdf · Menurut kodrat alam, manusia tak terdapat seorangpun yang hidup menyendiri,

44

3) Di bidang pendidikan, Contohnya : madrasah, pesantren

4) Di bidang sosial, contohnya: panti asuhan

5) Di bidang kebudayaan nasional, contohnya : museum.

b. Digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala, atau yang sejenis

dengan itu

c. Merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata, taman

nasional, tanah penggembalaan yang dikuasai oleh desa, dan tanah

Negara yang belum dibebani suatu hak

d. Digunakan oleh perwakilan diplomatic, konsulat berdasarkan asas

perlakuan timbal balik

e. Digunakan oleh perwakilan diplomatic, konsulat berdasarkan asas

perlakuan timbal balik

f. Digunakan oleh badan atau perwakilan organisasi internasional yang

ditentukan oleh menteri keuangan.

Yang dimaksud dengan tidak dimaksudkan untuk memperoleh

keuntungan adalah bahwa objek pajak itu diusahakan untuk melayani

kepentingan umum dan nyata-nyata tidak ditujukan untuk mencari

keuntungan.

Hal ini dapat diketahui antara lain dari anggaran dasar dan anggaran rumah

tangga dari yayasan/badan yang bergerak dalam bidang ibadah, sosial,

kesehatan, pendidikan, dan kebudayaan nasional tersebut.

Page 32: BAB II KAJIAN TEORITIS - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_054009_chapture2.pdf · Menurut kodrat alam, manusia tak terdapat seorangpun yang hidup menyendiri,

45

4. Objek pajak yang digunakan oleh Negara untuk menyelenggarakan

pemerintahan, penentuan pengenaan pajaknya diatur lebih lanjut dengan

peraturan pemerintah.

Yang dimaksud dengan objek pajak adalah objek pajak yang dimiliki atau

dikuasai atau digunakan oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah

dalam menyelenggarakan pemerintahan.

Pajak bumi dan bangunan adalah pajak Negara yang sebagian besar

penerimaannnya merupakan pendapatan daerah yang antara lain

dipergunakan untuk penyediaan fasilitas yang juga dinikmati oleh

pemerintah pusat dan pemerintah daerah.

Oleh sebab itu wajar jika pemerintah pusat juga ikut membiayai penyediaan

fasilitas tersebut melalui pembayaran pajak bumi dan bangunan.

5. Besarnya nilai jual objek pajak tidak kena pajak (NJOPTKP) ditetapkan

untuk masing-masing kabupaten/ kota dengan besar setinggi-tingginya Rp

12.000.000,00 (dua belas juta rupiah) untuk setiap wajib pajak.

6. Subjek Pajak Bumi dan Bangunan

Mardiasmo (2004 : 273) menyataan bahwa :

1. Yang menjadi subjek pajak adalah orang atau badan yang secara nyata

mempunyai suatu hak atas bumi, dan atau memperoleh manfaat atas bumi,

Page 33: BAB II KAJIAN TEORITIS - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_054009_chapture2.pdf · Menurut kodrat alam, manusia tak terdapat seorangpun yang hidup menyendiri,

46

dan atau memiliki, menguasai, dan atau memperoleh manfaat atas

bangunan. Dengan demikian tanda pembayaran atau pelunasan pajak bukan

merupakan bukti pemilikan hak.

2. Subjek pajak sebagaimana dimaksud dalam no. 1 yang dikenakan kewajiban

membayar pajak menjadi wajib pajak

3. Dalam hal atas suatu objek pajak belum jelas diketahui wajib pajaknya,

Direktur Jenderal Pajak dapat menetapkan subjek pajak sebagaimana

dimaksudkan dalam no. 1 sebagai wajib pajaknya.

4. Subjek pajak yang ditetapkan sebagaimana dimaksud dalam no. 3 dapat

memberikan keterangan secara tertulis kepada Direktur Jendral Pajak bahwa

ia bukan merupakan wajib pajak terhadap objek pajak yang dimaksud

5. Bila keterangan yang diajukan oleh wajib pajak dalam no. 4 disetujui, maka

Direktur Jendral Pajak membatalkan penetapan sebagai wajib pajak

sebagaimana dalam no. 3 dalam jangka waktu satu bulan sejak diterimanya

surat keterangan dimaksud

6. Bila keterangan yang diajukan itu tidak disetujui, maka direktur Jenderal

Pajak mengeluarkan surat keputusan penolakan dengan disertai alas an-

alsannya.

7. Apabila setelah jangka waktu satu bulan sejak tanggal diterimanya

keterangan sebagaimana dalam no. 4 Direktur Jendral Pajak tidak

memberikan keputusan, maka keterangan yang diajukan itu dianggap

disetujui.

Page 34: BAB II KAJIAN TEORITIS - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_054009_chapture2.pdf · Menurut kodrat alam, manusia tak terdapat seorangpun yang hidup menyendiri,

47

7. Dasar Pengenaan, Nilai Jual Objek Pajak (NJOP), Nilai Jual Kena

Pajak (NJKP)

Apabila nilai jual objek pajak (NJOP) lebih besar atau sama dengan

1.000.000.000, maka persentase NJKP sebesar 40%.

Sedangkan apabila NJOP kurang dari Rp 1.000.000.000, maka persentase

NJKP sebesar 20%.

Dalam menetapkan nilai jual, kepala kantor wilayah Direktorat Jenderal

Pajak atas nama Menteri Keuangan dengan mempertimbangkan pendapat

Gubernur/Bupati/Walikota (Pemerintah Daerah) setempat serta memperhatikan

asas self assessment. Yang dimaksud dengan assessment value) adalah nilai jual

yang dipergunakan sebagai dasar penghitungan pajak, yaitu suatu persentase

tertentu dari nilai jual sebenarnya.

8. Cara Perhitungan, Pembayaran, dan Penagihan Pajak Bumi dan

Bangunan

1. Cara Perhitungan PBB

Rumus Perhitungan PBB adalah sebagai berikut :

Pajak Bumi dan Bangunan = Tarif Pajak x NJKP, di mana besarnya tarif

pajak bumi dan bangunan adalah 0,5%.

Untuk lebih jelasnya lihat table berikut ini :

Page 35: BAB II KAJIAN TEORITIS - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_054009_chapture2.pdf · Menurut kodrat alam, manusia tak terdapat seorangpun yang hidup menyendiri,

48

Pajak Bumi dan Bangunan = Tarif Pajak x NJKP

= 0,5% x [Persentase NJKP x (NJOP-NJOPTKP)]

a. Jika NJKP = 40% x (NJOP- NJOPTKP) maka besarnya PBB

= 0,5% x 40% x (NJOP-NJOPTKP)

= 0,2% x (NJOP-NJOPTKP)

b. Jika NJKP = 20% x (NJOP-NJOPTKP) maka besarnya PBB

= 0,5% x 20% x (NJOP-NJOPTKP)

= 0,1% x (NJOP – NJOPTKP)

Untuk lebih jelasnya, berikut penulis berikan contohnya :

Wajib pajak A mempunyai sebidang tanah dan bangunan yang NJOP-

nya Rp 20.000.000,00. dan NJOPTKP untuk daerah tersebut Rp

12.000.000,00. Maka besarnya pajak yang terhutang adalah……

Jawab :

= 0,5% x 20% x (Rp 20.000.000,00 – Rp 12.000.000,00)

= Rp 8.000,00.

Contoh diatas merupakan contoh yang gampang, karena NJOP-nya sudah

ada. Tetapi apabila NJOP-nya belum diketahui maka kita terlebih dahulu harus

menghitungnya. Berikut ini adalah contohnya :

Wajib pajak A mempunyai objek pajak berupa :

Tanah seluas 1000 m2 dengan nilai jual Rp 400.000/m2

Bangunan seluas 500 m2 dengan nilai jual Rp 450.000/m2

Page 36: BAB II KAJIAN TEORITIS - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_054009_chapture2.pdf · Menurut kodrat alam, manusia tak terdapat seorangpun yang hidup menyendiri,

49

Taman mewah seluas 250 m2 dengan nilai jual Rp 50.000/m2

Pagar mewah sepanjang 200 m dengan tinggi 1,5 m dengan nilai jual

175.000/m2

Dan NJOPTKP untuk daerah tersebut adalah Rp 8.000.000,00.

Maka PBB dihitung secara terperinci sebagai berikut :

1. Nilai jual tanah 1000 m2 x Rp 400.000/m2 = 400.000.000

2. Bangunan 500 m2 x Rp 450.000/m2 = 225.000.000

3. Taman Mewah 250m2 x Rp 50.000m/2 = 12.500.000

4. Pagar mewah (200 x 1,5) x 175.000 = 52.500.000 +

Jumlah Nilai jual tanah dan rumah (NJOP) Rp 690.000.000

Jika NJKP = 20% x (NJOP – NJOPTKP) maka besarnya PBB

= 0,5% x 20% x (NJOP-NJOPTKP)

= 0,5% x 20% x (Rp 690.000.000 – Rp 8.000.000)

= 0,1% x Rp 682.000.000

= Rp 682.000

Jadi beban PBB yang harus dibayar sebesar Rp 682.000

2. Cara pembayaran dan Penagihan PBB

Menurut Mardiasmo ( 2004 : 277) dinyatakan bahwa : 1. Dalam rangka pendataan, subjek pajak wajib mendaftarkan objek

pajaknya dengan mengisi SPOP atau surat pemberitahuan objek pajak 2. SPOP harus diisi dengan jelas, benar, lengkap, dan tepat waktu serta

ditandatangani dan disampaikan kepada Dirjen pajak yang wilayah kerjanya meliputi letak objek pajak selambat-lambatnya 30 hari setelah tanggal diterimanya SPOP oleh subjek pajak

3. Dirjen pajak akan menerbitkan SPPT berdasarkan SPOP yang diterimanya.

Adapun tata cara pembayaran dan penagihan yaitu:

Page 37: BAB II KAJIAN TEORITIS - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_054009_chapture2.pdf · Menurut kodrat alam, manusia tak terdapat seorangpun yang hidup menyendiri,

50

1. Pajak yang terhutang berdasarkan SPPT harus dilunasi selambat-

lambatnya 6 (enam) bulan sejak tanggal diterimanya SPPT oleh wajib

pajak

2. Pajak yang terhutang berdasarkan SKP atau surat ketetapan pajak harus

dilunasi selambat-lambatnya 1 (satu) bulan sejak tanggal diterimanya

SKP oleh wajib pajak.

3. Pajak yang terhutang yang pada saat jatuh tempo pembayaran tidak atau

kurang dibayar, dikenakan administrasi sebesar 2% (dua persen) sebulan

yang dihitung dari saat jatuh tempo sampai dengan hari pembayaran

untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan.

4. Denda administrasi sebagaimana dimaksud dalam no 3 di atas, ditambah

dengan utang pajak yang belum atau kurang dibayar ditagih dengan surat

tagihan pajak (STP) yang harus dilunasi selambat-lambatnya 1 (satu)

bulan sejak tanggal diterimanya STP oleh wajib pajak

5. Pajak yang terhutang dapat dibayar di Bank, Kantor pos dan giro, dan

tempat lain yang ditunjuk oleh menteri keuangan

6. Tata cara pembayaran dan penagihan pajak diatur oleh menteri keuangan

7. Surat pemberitahuan pajak terhutang (SPPT), surat ketetapan pajak, dan

Surat tagihan pajak(STP) merupakan dasar penagihan pajak

8. Jumlah pajak yang terhutang berdasarkan STP yang tidak dibayarkan

pada waktunya dapat ditagih dengan surat paksa.

D. Kesadaran Masyarakat Dalam Membayar Pajak Bumi dan Bangunan

Page 38: BAB II KAJIAN TEORITIS - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_054009_chapture2.pdf · Menurut kodrat alam, manusia tak terdapat seorangpun yang hidup menyendiri,

51

Upaya pemasyarakatan pajak oleh pemerintah di samping untuk mencapai

sasaran jangka pendek yaitu pencapaian rencana penerimaan pajak sebagaimana

yang dianggarkan dalam APBN, juga tidak kalah penting adalah mencapai sasaran

jangka panjang yaitu menciptakan suasana yang mendukung peningkatan

kesadaran dan kepatuhan wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakan

sebagai perwujudan kesadaran berbangsa dan bernegara.

Tika Noorjaya dalam bukunya yang berjudul Sadar Pajak ( 1994 : 15 )

menyebutkan bahwa :

Sadar pajak, berarti munculnya rasa tanggung jawab anggota masyarakat membayar iuran kepada Negara bukan hanya karena pajak itu merupakan kewajiban warga Negara, tetapi karena perlu untuk membiayai pembangunan, memang masih perlu ditumbuhkan dan ditanamkan.

Sistem perpajakan di Indonesia sejak diadakannya reformasi perpajakan

tahun 1993 adalah memberi kepercayaan seluas-luasnya kepada wajib pajak untuk

menghitung, menyetor dan melaporkan sendiri jumlah dari pajaknya yang

terhutang. Sistem tersebut lazim kita kenal dengan “Self Assesment”. Sistem yang

demikian ini bukannya tidak mengandung konsekuensi dalam mensukeskan

pelaksanaannya. Diantara konsekuensi tersebut adalah sistem self assessment

menuntut kesadaran wajib pajak yang tidak hanya menganggap sebagai suatu

kewajiban saja melainkan lebih dari itu, membayar pajak merupakan

tanggungjawab moral.

Page 39: BAB II KAJIAN TEORITIS - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_054009_chapture2.pdf · Menurut kodrat alam, manusia tak terdapat seorangpun yang hidup menyendiri,

52

Sadar pajak ditumbuhkan terutama kepada masyarakat bukan hanya

tanggungjawab pemerintah dalam hal ini derektorat Jenderal Pajak, tetapi

seharusnya menjadi tanggungjawab badan-bdan pemerintah dan badan-badan

swasta. Bahkan menumbuhkan sadar pajak juga menjadi tanggungjawab setiap

warga Indinesia termasuk guru.

Para guru, di dalam maupun di luar lingkuingan sekolah merupakan tokoh

masyarakat yang selalu bertindak sebagai juru penerang dan sebagai tokoh yang

menjadi panutan bagi peserta didik dan masyarakat lingkungannya. Para guru

harus bertindak dan bertingkah laku benar.

Para guru dalam berperan menumbuhkan sadar pajak kepada masyarakat

tentu tidak sama dengan cara mengajar sperti dalam pendidikan formal di sekolah.

Menanamkan sikap-sikap positif kepada masyarakat lingkungannya

membutuhkan cara yang berbeda dengan pendidikan formal di dalam kelas. Hal

ini perlu disadari dalam menumbuhkan sadar pajak pada masyarakat

sekelilingnya.

Pengaruh guru dalam menumbuhkan sadar pajak dilandasi oleh pendapat

bahwa lingkungan mempunyai peranan dan pengaruh yang positif atau sebaliknya

negative terhadap terbentuknya nilai-nilai. Guru yang mampu menciptakan

suasana baik untuk bertumbuhnya sikap-sikap positif dalam masyarakat

diharapkan akan mampu pula mempengaruhi masyarakat dalam hal sadar pajak.

sadar pajak yang tumbuh dan berkembang pada masyarakat lingkungan

merupakan akibat dari terserapnya nilai-nilai hidup yang terpancar dalam dii guru

yang menciptakan lingkungan yang bersifat kondusif itu.

Page 40: BAB II KAJIAN TEORITIS - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_054009_chapture2.pdf · Menurut kodrat alam, manusia tak terdapat seorangpun yang hidup menyendiri,

53

Peranan guru dalam menumbuhkan sadar pajak pada masyarakat

lingkungannya harus dibarengi usaha-usaha tertentu supaya berhasil. Seorang

guru untuk bisa mendidik masyarakat sekitar, perlu selalu mendidik dirinya

sendiri. Proses mendidik sendiri pada seorang guru harus berlangsung secara terus

menerus sebagai proses yang panjang. Proses pembinaan seorang guru dalam

menumbuhkan sadar pajak pada masyarakat supaya dapat merangsang maka harus

berpijak pada tingkat kesepian mental orang-orang yang akan dipengaruhi.

Sadar pajak merupakan sikap-sikap yang didasari oleh pemahaman bahwa

seseorang yang menjadi warga Negara yang baik wajib membayar pajak kepada

Negara. Membayar pajak yang merupakan pemberian iuran dari penduduk sebagai

sumbangan wajib kepada pemerintah sehubungan dengan pendapatan, pemilikan,

pembelian barang, dan sebagainya perlu disadari oleh setiap anggota masyrakat.

Dan adalah tugas guru menanamkan sadar pajak pada para siswa di sekolah.

Para siswa memang belum berkewajiban membayar pajak. Mereka, setelah

lulus atau keluar dari sekolah serta terjun ke dalam kehidupan masyarakat barulah

menjadi wajib pajak. Setelah menamatkan sekolah lanjutan atau kemudian

menyelesaikan pendidikan di perguruan tinggi, mereka akan memasuki dunia

kerja atau dunia usaha. Seorang guru mempunyai tanggungjawab dalam

menanamkan sikap-sikap moral, sosial, religious, menumbuhkan dan

mampertinggi budi pekerti serta memperkuat kepribadian pada para siswa.

Sosialisasi perpajakan yang bertujuan memberikan pengetahuan perpajakan

dan menumbuhkan kesadaran masyarakat untuk memenuhi kewajiban membayar

Page 41: BAB II KAJIAN TEORITIS - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_054009_chapture2.pdf · Menurut kodrat alam, manusia tak terdapat seorangpun yang hidup menyendiri,

54

pajak, dapat melibatkan semua unsur pamong desa. Akan tetapi lebih efektif jika

melibatkan guru dalam menyampaikan penyuluhan.

Di lain pihak, pemerintah dapat meningkatkan kesadaran masyarakat untuk

membayar pajak dengan memasang iklan layanan masyarakat tentang perpajakan,

baik dilayar televisi, radio, maupun surat kabar.

Dengan langkah-langkah tersebut maka pemerintah baik itu Dirjen

pajak/kantor pajak kiranya akan mampu meningkatkan prestasinya, dan pada dasa

warsa yang akan datang menjadi penyokong utama dana pembangunan nasional.